• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap tingkat kerenyahan

puufed snack dan suhu puffing

Rancangan percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap 2 Faktorial dengan 3 kali ulangan. Faktor-faktor yang digunakan adalah:

F1 = jenis perlakuan adonan dasar dimana:

P1 = Perlakuan 1 (75 gram tapioka + 75 ml air)

P2 = Perlakuan 2 (75 gram tapioka + 100 ml air)

P3 = Perlakuan 3 (75 gram tapioka + 125 ml air)

P4 = Perlakuan 4 (75 gram tapioka + 150 ml air)

F2 = jenis bahan dasar alat cetak dimana:

B1 = aluminium

B2 = stainless steel a. Tingkat Kerenyahan Puffed Snack

Hasil analisi sidik ragam pengaruh jenis perlakuan adonan dasar dan jenis bahan dasar alat cetak terhadap tingkat kerenyahan puffed snack

Source Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model .903a 7 .129 22.235 .000 Intercept 2.310 1 2.310 398.230 .000 f2 .004 1 .004 .775 .392 f1 .833 3 .278 47.855 .000 f2 * f1 .066 3 .022 3.768 .032 Error .093 16 .006 Total 3.305 24 Corrected Total .995 23

Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis perlakuan adonan dasar terhadap tingkat kerenyahan puffed snack

Duncan Grouping Mean N F1

A 0.0917 6 P4

B 0.2144 6 P3

C 0.3400 6 P2

D 0.5947 6 P1

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

55

b. Suhu Puffing

Hasil analisi sidik ragam pengaruh jenis perlakuan adonan dasar dan jenis bahan dasar alat cetak terhadap suhu puffing

Source Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model 622.660a 7 88.951 118.668 .000 Intercept 636222.407 1 636222.407 8.488E5 .000 f1 592.370 3 197.457 263.422 .000 f2 3.527 1 3.527 4.705 .045 f1 * f2 26.763 3 8.921 11.901 .000 Error 11.993 16 .750 Total 636857.060 24 Corrected Total 634.653 23

Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis perlakuan adonan dasar terhadap suhu puffing

Duncan Grouping Mean N F2

A 1.64652 6 P2

B 1.63652 6 P1

C 1.62423 6 P3

C 1.62325 6 P4

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis bahan dasar alat cetak terhadap suhu puffing

Duncan Grouping Mean N F2

A 1.62433 6 B2

B 1.63200 6 B1

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

MOLD DESIGN FOR TAPIOCA BASED PUFFED

ROASTED SNACK WITH BASIC MATERIALS

STAINLESS STEEL AND ALUMINUM

Aprileni Dwi Saptasari

Department of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail: nient_klose11@yahoo.com

ABSTRACT

Various kinds of puffed food snacks are very enjoyable to consume in our spare time, such as "opak" which are made from glutinous rice, “simping” and “kerupuk” which are tapioca-based puffed snacks, and so on. One of the weakness is that not easy to obtain puffed products which are uniform in shape and size. Having irregular shapes of puffed snacks influence the performance of its packaging because the packaging volume required is greater than if the product is flat. This research aims to produce a flat mold design for puffed snacks and test the effectiveness of the mold in producing flat puffed snacks. Analysis is needed to obtain the solution of existing problems and in accordance with the expected demand. The mold is designed with cover so when the puffing happened, puffed volume expansion of the product can be restrained to follow the existing mold form. The structural design also have considered a mechanism to expend the steam ocured during puffing process, by putting a hole on the fitted lid to facilitate the steam out. The functional test shows that the stainless steel mold produces crispier tapioca-based puffed snacks of 11.2% w.b. moisture content, while aluminium mold produces tapioca-based puffed snacks of 14.7% w.b. moistute content which are tend to uncrispy. But there is a fact that both stainless steel mold as well as aluminium mold produces flat tapioca-based puffed snaks.

APRILENI DWI SAPTASARI. F14061369. Desain Cetakan Tapioca Based Puffed

Snack Panggang dengan Bahan Dasar Stainless Steel dan Aluminium. Di bawah

bimbingan Putiati Mahdar. 2011

RINGKASAN

Penganekaragaman pangan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan mutu gizi makanan dengan pola konsumsi yang lebih beragam atau usaha untuk lebih menganekaragamkan jenis konsumsi dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kegemaran orang Barat dalam mengkonsumsi makanan berupa roti atau kue dan aneka jenis snack atau camilan ringan yang dinikmati di waktu senggang, menyebabkan perkembangan penganekaragaman pangan untuk menyediakan snack atau camilan di sana lebih maju dibandingkan di Indonesia dilihat dari segi teknologi pengolahannya. Salah satu jenis camilan yang berkembang dalam teknologi pengolahannya adalah puffed snack.

Contoh puffed snack tradisional yang biasa dijual di Indonesia adalah simping, kerupuk beras, dan opak. Produk akhir yang dihasilkan dalam proses pembuatan opak memiliki kelemahan, yaitu bergelombang, sehingga dapat berpengaruh pada saat proses pengemasan karena lebih susah disusun dan dibutuhkan volume pengemasan lebih besar dibanding jika produk dalam keadaan flat.

Bentuk opak yang tidak beraturan dan bergelombang tersebutlah yang melatarbelakangi penulis untuk mendesain sebuah cetakan yang dapat digunakan untuk menghasilkan produk akhir dari puffed snack agar produk akhir yang dihasilkan memiliki bentuk yang lebih teratur dan flat.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan desain cetakan flat puffed snack dan menguji efektifitas penggunaan cetakan dalam pembuatan flat puffed snack dilihat dari produk akhir yang dihasilkan. Dalam pembuatan desain alat cetak yang akan digunakan, perlu dilakukan analisis untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang ada dan sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Solusi inilah yang selanjutnya diterapkan dalam pembuatan desain alat cetak puffed produk.

Sebelum mendapatkan alat cetak yang diinginkan, dilakukan perancangan desain alat cetak yang sesuai kebutuhan dengan bantuan software Computer Aided Design (CAD). Puffed produk didesain agar konsumen mampu menghabiskan dalam dua kali suapan, sehingga puffed produk tersebut didesain memiliki diameter 40 mm dan tebal 3 mm. Agar dalam sekali produksi tidak hanya menghasilkan satu buah puffed produk, maka cetakan didesain dengan diameter 160 mm yang memiliki ruang cetakan dengan diameter ruang cetakan 40 mm dan dalam ruang cetakan 3 mm, sehingga dalam satu cetakan terdapat 7 ruang cetakan serta memiliki tutup cetakan dengan diameter 160 mm yang memiliki lubang pengeluaran uap air dengan diameter 2 mm. Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan alat cetak adalah aluminium dan stainless steel agar alat cetak yang dihasilkan tidak korosif. Dalam proses pembuatan alat cetak tersebut dibantu oleh teknisi bengkel di bengkel bubut Sahabat Teknik, Jakarta Utara.

Pembuatan tapioka puffed snack dan pengujian puffed produk yang dihasilkan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) IPB, Bogor. Bahan utama yang digunakan adalah tapioka. Alat utama yang digunakan adalah alat cetak hasil desain dalam

penelitian ini. Terdapat empat perlakuan penambahan air dalam membuat adonan dasar dengan berat tapioka untuk masing-masing perlakuan tetap, yaitu perlakuan I adalah 75 gr tapioka ditambah 75 ml air, perlakuan II adalah 75 gr tapioka ditambah 100 ml air, perlakuan III adalah 75 gr tapioka ditambah 125 ml air, dan perlakuan IV adalah 75 gr tapioka ditambah 150 ml air. Parameter yang diamati meliputi kadar air adonan dasar dan puffed produk yang dihasilkan, suhu dan waktu puffing, serta tingkat kekerasan.

Suhu puffing dari hasil penelitian untuk cetakan stainless steel lebih tinggi dibanding cetakan aluminium. Kadar air puffed produk terendah dengan nilai 3.5%bb didapat dari Perlakuan 4 baik untuk alat cetak aluminium maupun stainless steel, yang berarti bahwa air yang diuapkan selama proses puffing paling tinggi sehingga kerenyahan yang dihasilkan paling baik diantara perlakuan lainnya. Nilai kekerasan produk akhir pada Perlakuan 4 lebih kecil dibandingkan pada perlakuan lainnya. Sesuai uji organoleptik kerenyahan puffed produk, produk akhir dari Perlakuan 4 paling disukai. Dari hasil uji organoleptik dan uji kekerasan produk, diketahui bahwa nilai kekerasan puffed produk yang semakin kecil akan menunjukkan puffed produk yang dihasilkan semakin renyah. Selain itu, produk akhir yang dihasilkan memiliki kerenyahan yang bertahan paling lama dibandingkan dengan produk akhir yang dihasilkan dengan ketiga perlakuan lainnya.

Puffed produk yang dihasilkan dengan Perlakuan 1 diperoleh hasil akhir yang tidak renyah dan masih liat untuk pemanggangan dengan kedua cetakan. Pada Perlakuan 2 diperoleh produk akhir melempem untuk cetakan aluminium dan renyah untuk alat cetak stainless steel. Namun, kerenyahan tersebut hanya bertahan beberapa jam pada hari yang sama setelah pemanggangan. Untuk Perlakuan 3, diperoleh hasil akhir yang sama seperti pada Perlakuan 3. Tetapi kerenyahan yang dihasilkan jika adaonan dasar dipanggang dengan alat cetak stainless steel hanya mampu bertahan maksimal dua hari. Selain dilihat dari kerenyahannya, keunggulan jika puffed dibuat dengan adonan dasar hasil Perlakuan 4 adalah bentuknya yang teratur sesuai dengan cetakan yang ada.

DESAIN CETAKAN TAPIOCA BASED PUFFED SNACK

PANGGANG DENGAN BAHAN DASAR

STAINLESS STEEL DAN ALUMINIUM

SKRIPSI

APRILENI DWI SAPTASARI

F14061369

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

I.

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Penganekaragaman pangan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan mutu gizi makanan dengan pola konsumsi yang lebih beragam. Pengertian penganekaragaman pangan ini dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, penganekaragaman horizontal, yaitu upaya untuk menganekaragamkan konsumsi dengan memperbanyak macam komoditas pangan dan yang kedua adalah upaya meningkatkan produksi dari masing-masing komoditas tersebut.

Salah satu contoh puffed snack tradisional yang biasa dijual adalah opak. Produk akhir yang dihasilkan dari proses pembuatan opak memiliki kekurangan, yaitu cenderung bergelombang, tidak flat. Selain opak, contoh lainnya adalah kerupuk. Seperti yang kita ketahui, hasil akhir dalam menggoreng kerupuk adalah bentuk yang tidak beraturan dan bergelombang dari kerupuk tersebut. Bentuk yang tidak beraturan berpengaruh besar pada saat proses pengemasan karena dibutuhkan volume pengemasan lebih besar dibanding jika kerupuk dalam keadaan flat. Produsen yang menginginkan agar bentuk kerupuk yang tidak beraturan tadi dapat menjadi lebih flat, maka proses penggorengan kerupuk mentah dilakukan satu per satu dan ditekan dengan alat tertentu pada waktu proses pengembangan berlangsung. Penekanan tersebut dilakukan agar pada saat proses pengembangan berlangsung, ekspansi volume kerupuk dapat dikekang untuk mengarahkan pengembangannya sehingga menghasilkan produk akhir yang lebih beraturan dan flat.

Bentuk yang tidak beraturan dan bergelombang dari produk akhirlah yang melatarbelakangi penulis untuk mendesain sebuah cetakan yang akan digunakan dalam proses pembuatan puffed snack agar produk akhir yang dihasilkan memiliki bentuk yang lebih teratur dan flat, sehingga tercipta keseragaman bentuk dan ukuran yang sesuai dengan ukuran pada cetakan. Keseragaman bentuk dan ukuran dari produk akhir tersebut selain akan meningkatkan nilai estetis dari produk, juga dapat membantu produsen dalam pengemasan agar lebih mudah serta dapat mengurangi biaya pengemas yang dikeluarkan. Berkurangnya biaya pengemasan disebabkan karena turunnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan pengemas. Penurunan dalam pembelian bahan pengemas disebakan karena volume pengemasan produk akhir akan lebih kecil dari biasanya. Volume pengemasan tersebut berkurang karena produk akhir yang dihasilkan lebih beraturan dan flat sehingga tidak terlalu banyak memakan tempat pada saat pengemasan.

Bahan dasar yang akan digunakan dalam pembuatan cetakan tersebut adalah stainless steel dan aluminium. Bahan tersebut dipilih karena termasuk logam anti karat yang biasa digunakan dalam industri pengolahan pangan di dunia. Karena seperti yang kita ketahui, bahwa dalam proses pengolahan pangan, bahan dasar untuk alat dan mesin yang akan digunakan dalam proses pengolahan harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya dan tidak bereaksi dengan bahan pangan yang diolah.

1.2TUJUAN

Tujuan dari penelitian adalah menghasilkan desain cetakan flat puffed snack dan menguji efektifitas penggunaan cetakan dalam pembuatan puffed snack yang dilihat dari produk akhir yang dihasilkan, meliputi suhu puffing, kadar air adonan dasar dan puffed produk, kehilangan air selama proses puffing, dan tingkat kekerasan.

2

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1PENGERTIAN PUFFING

Menurut Sulaeman (1995), teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh perlakuan suhu atau tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan tersebut.

Kondisi yang tepat dari tahap-tahap puffing mempunyai pengaruh penting pada rasa dan stabilitas produk. Waktu pembakaran harus dikontrol dalam selang beberapa detik untuk menghindari kurangnya ekspansi maupun terjadinya kegosongan produk (Maxwell dan Holahan, 1974). Teknik puffing selain dipengaruhi kandungan air, juga dipengaruhi oleh kandungan pati dari bahan dasar yang digunakan dalam proses.

Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk puffing adalah kerenyahan/tekstur produk puffing. Kerenyahan/tekstur produk puffing berkorelasi terhadap volume pengembangan (volume ekspansi) produk puffing (Muliawan, 1991; Jugenheimer, 1976).

Struktur granula pati terdiri dari kristal dan bukan kristal. Kristal merupakan perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami pengikatan hidrogen untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim untuk menembus. Granula pati asli tidak dapat larut dalam air dingin. Ketika pati murni dipanaskan dalam air, granula akan mengembang dan strukturnya hancur (gelatinisasi). Proses penghilangan kristal oleh panas dan air tersebut disebut proses gelatinisasi. Hilangnya kristal tersebut dapat membantu terjadinya proses puffing agar lebih optimal, sehingga produk akhir yang dihasilkan dapt lebih renyah/krispi. Ketika pengembangan tidak terjadi secara optimal, akan dihasilkan produk akhir yang keras atau bantet.

Granula pati yang mengalami gelatinisasi dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992). Pengembangan pada granula pati bersifat dapat balik dan tidak dapat balik. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55–65oC merupakan pembengkakan granula pati yang dapat kembali ke kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula ketika pati dipanaskan di atas suhu gelatinisasi.

Tabel 1. Karakteristik gelatinisasi berbagai pati

Pati Suhu Gelatinisasi (oC) Viskositas Maksimum (BU)a Swelling Power (%) pada 95oC Ubi kayu 65-70 1 200 71 Sagu 65-70 100 97 Gandum 80-85 200 21 Jagung 75-80 700 24 Sorghum 75-80 700 22 Beras 70-75 500 19 Kentang 60-65 3 000 1 153

3 Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbeda-beda. Dengan mikroskop, jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan letak hilum yang unik.

2.2TAPIOKA (CASAVA STARCH)

Tapioka merupakan hasil ekstraksi ubi kayu, dengan komposisi kimia tapioka yang dapat dilihat pada Tabel 2. Karakteristik tapioka akan mempengaruhi produk yang dihasilkan. Pati tapioka tersusun atas granula-granula pati berukuran 5-35 mikron, memiliki sifat birefringent yang kuat serta tersusun atas 20% amilosa dan 80% amilopektin sehingga mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Pati ini dengan cepat akan tergelatinisasi oleh pemanasan dengan air dan larutanya setelah pendinginan tetap cair, relatif lebih stabil tidak cepat memisah kembali ke bentuk yang tidak larut (Sostrosoedirdjo, 1987).

Sifat birefringent dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam-putih. Pada waktu granula mulai pecah sifat birefringent ini akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut “Birefringence End Point Temperature” atau disingkat BEPT (Winarno, 1984).

Tabel 2. Komposisi kimia tapioka

Komposisi Jumlaha Jumlahb Jumlahc

Serat (%) 0.5 - - Air (%) 15 9.1 12 Karbohidrat (%) 85 88.2 86.9 Protein (%) 0.5-0.7 1.1 0.5 Lemak (%) 0.2 0.5 0.3 Energi (kalori/100g) 307 307 362 Kalsium (mg/100g) - 84 0 Fosfor (mg/100g) - 125 0 Zat besi (mg/100g) - 1 0 Vit. A (S.I) - - 0 Vit. B1 (mg/100g) - 0.04 0 Vit. C (mg/100g) - 0 0

Sumber: a Grace (1977); b Makfoeld (1982); c Depkes (1990)

Ketika pati murni dipanaskan dalam air, granula akan mengembang yang biasa disebut pasting, dan strukturnya hancur (gelatinisasi), kemudian amilosa dan amilopektin lepas dan larut dalam suspensi. Proses penghilangan kristal oleh panas (energi) dan air tersebut disebut proses gelatinisasi.

4 Ketika sebagian besar dari granula mengalami gelatinisasi. Fungsi dari pati sebagai bahan makanan menghasilkan kemampuan perekat.

Secara mikroskopik, granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tak beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik Granula Pati Sumber Diameter Kisaran (µ m) Rata-rata (µm) Jagung 21 - 96 15 Kentang 15 – 100 33 Ubi jalar 15 – 55 25 – 50 Tapioka 6 – 36 20 Gandum 2 – 38 20 – 22 Beras 3 – 9 5

Juliana (2007) menyatakan bahwa rendemen pati singkong (tapioka) adalah 11.79% dengan kadar air 6.15% dari berat kering. Nilai rendemen pati singkong dipengaruhi oleh usia atau kematangan dari tanaman singkong. Menurut Grosch dan Belitz (1987), pati dari akar dan umbi lebih mudah dan cepat mengembang dibandingkan dengan pati serealia, karena pati serealia strukturnya lebih kompak. Suhu gelatinisasi tapioka berada pada kisaran 52-64oC. Sedangkang Wurzburg (1989) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58.5-70oC.

2.3STAINLESS STEEL

Stainless steel adalah kelompok baja paduan tinggi yang dirancang untuk memiliki daya tahan korosi tinggi. Paduan utamanya adalah chromium (Cr), biasanya diatas 15%. Paduan chromium membentuk lapisan (film) oksida tipis yang kedap air, yang melindungi permukaan dari korosi. Nikel (Ni) ditambahkan sebagai paduan untuk meningkatkan daya tahan korosi. Karbon digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan, tetapi penggunaan karbon dapat menurunkan daya tahan korosi karena berikatan dengan krom membentuk karbida krom (chromium carbide).

Beberapa sifat yang dimiliki oleh stainless steel antara lain memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan; tahan pada temperatur rendah maupun tinggi; memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil; keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus; tahan terhadap oksidasi; kuat dan dapat ditempa; mudah dibersihkan, mengkilat dan tampak menarik.

Stainless steel (baja tahan karat) dapat bertahan dari serangan karat berkat interaksi bahan- bahan campurannya dengan alam. Bahan campuran tersebut terdiri dari besi, krom, mangan, silikon, karbon dan seringkali nikel and molibdenum dalam jumlah yang cukup banyak. Elemen-elemen ini bereaksi dengan oksigen yang ada di air dan udara membentuk sebuah lapisan yang sangat tipis dan stabil yang mengandung produk dari proses karat/korosi yaitu metal oksida dan hidroksida. Krom, bereaksi dengan oksigen, memegang peranan penting dalam pembentukan lapisan korosi ini.

5 Keberadaan lapisan korosi yang tipis tersebut mencegah proses korosi dengan berlaku sebagai tembok yang menghalangi oksigen dan air bersentuhan dengan permukaan logam. Hanya beberapa lapisan atom saja cukup untuk mengurangi kecepatan proses karat selambat mungkin karena lapisan korosi tersebut terbentuk dengan sangat rapat. Lapisan korosi ini lebih tipis dari panjang gelombang cahaya sehingga tidak mungkin untuk melihatnya tanpa bantuan instrumen moderen.

Peralatan rumah tangga atau lebih luas lagi disebut ketogori barang keperluan rumah tangga menyerap 26% dari produksi baja tahan karat di dunia seperti yang terlihat pada Tabel 4. Sebagain besar produksi yaitu, 74 % digunakan dalam dunia industri. Sektor yang paling banyak menyerap baja tahan karat pada kategori ini adalah industri makanan dan minuman sebanyak 25% dari total produksi, dan 20% pada industri minyak dan gas.

Tabel 4. Aplikasi stainless steel di dunia

Kategori Aplikasi Persentase

Peralatan Rumah Tangga 26%

Mesin cuci dan mesin cuci piring 8% panci, pisau, dan lain sebaganya 9% bak cuci dan peralatan dapur 4%

Lainnya 5%

Peralatan Industri 74%

Industri makanan dan pembuatan bir 25% industri kimia, minyak, dan gas 20%

Transportasi 8%

Produksi energi 7%

Industri kertas dan tekstil 6%

Konstruksi bangunan 5%

Lainnya 5%

Sumber: Anonim, 13 Juli 2009

2.4ALUMINIUM

Aluminium adalah salah satu logam anti karat yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak 8.07% hingga 8.23% dari seluruh massa padat kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan lain-lain). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium merupakan logam yang

6 cukup reaktif. Aluminium tahan terhadap korosi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.

Selama 50 tahun terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (aluminium daur ulang). Yang paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya.

Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik, dan diekstrusi.

Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik. Jika dibandingkan dengan massanya, aluminium memiliki keunggulan dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat.

Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri, namun aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100% aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya. Pengotor yang mungkin berada di dalam

Dokumen terkait