• Tidak ada hasil yang ditemukan

b Hasil dan Analisis Uji X-Ray Diffraction (XRD) FeSe Metode Vacuum Temperatur 745°C

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Analisis Uji X-Ray Diffraction (XRD)

4.1.1 b Hasil dan Analisis Uji X-Ray Diffraction (XRD) FeSe Metode Vacuum Temperatur 745°C

Uji XRD sampel FeSe dengan penambahan Mn (x=0%,1%, 2% dan 5% ) dan KI (x=1%) di sintering pada temperatur 745⁰C selama 3 jam dengan heating rate 7°C/menit menggunakan metode vacuum dilakukan analisa struktur kristal yang bertujuan untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk dari masing -masing sampel

Sudut pengambilan data XRD yang ditampilkan secara kualitatif dimulai dari sudut 2θ = 10-70⁰. Hal ini dilakukan karena fasa FeSe yang terbentuk dari sudut pengambilan dibawah sudut 2θ = 10⁰ dan diatas sudut 2θ = 60⁰. Hasil pengujian XRD sampel FeSe dengan variasi dopan Mn dan KI dengan metode vacuum setelah proses sintering pada temperatur 745⁰C selama 3 jam dapat di lihat pada Gambar 4.4 sebagai berikut.

Gambar 4. 4 Pola XRD superkonduktor FeSe dopan Mn (0%,1%,2 dan 5% berat) menggunakan metode vacuum pada temperatur 745⁰C

Gambar 4.4 merupakan hasil karakterisasi uji XRD sampel FeSe yang telah disintesisi dengan penambahan Mn pada variasi komposisi 0% (V11), 1% (V21), 2

% (V22) dan 5 % (V23) berat menggunakan metode vacuum yang telah disintering pada temperatur 745⁰C selama 3 jam. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa fasa yang diidentifikasi adalah fasa yang terbentuk dari setiap puncak yang hadir.

44

Pencocokan setiap posisi puncak dari sampel dengan database database COD (Crystallography Open Database) 2015 diperoleh dari hasil analisa kualitatif Match untuk memastikam puncak-puncak yang terbentuk merupakan fasa superkonduktor FeSe itu sendiri. Hasil XRD sampel di atas merupakan analisa secara kualitatif yang menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk dari keempat sampel diperoleh fasa tetragonal (β-FeSe) (P4/nmm) sebagai fasa utama superkonduktor, fasa heksagonal (δ-FeSe) (P63 /mmc) dan fasa cubic Fe (Im-3m) sebagai fasa impurity.

Pola hasil XRD gambar 4.4 di atas yang terdiri dari 4 sampel menunjukkan bahwa fasa β-FeSe dan (δ-FeSe) dan fasa cubic Fe berfluktuasi, artinya intensitas hasil keempat sampel pada temperatur sintering 745⁰C menunjukkan adanya perbedaan intensitas sesuai dari komposisi yang diaplikasikan. Gambar 4.4 diatas menjelaskan bahwa sampel FeSe tanpa doping (V11) terlihat intensitas puncak fasa hexagonal pada posisi sekitar 2θ = 32⁰ secara kualitatif menunjukkan puncak yang hampir tidak terlihat. Pada sampel dopan Mn 1wt.% (V21) pada posisi yang sama menunjukkan puncak fasa hexagonal menempati puncak tertinggi dari puncak yang lainnya pada sampel tersebut, namun pada dopan Mn sebesar 2wt.% (V22) terlihat intensitas fasa hexagonal pada posisi sudut yang sama terlihat intensitas puncak pada fasa hexagonal menurun drastis. Penurunan intensitas puncak fasa hexahonal pada sampel V22 secara kuantitatif memberi peningkatan nilai fraksi fasa β-FeSe pada sampel superkonduktor tersebut.

45

Gambar 4. 5 Pola XRD superkonduktor FeSe dopan KI (0%,1%,2 dan 5% berat) menggunakan metode vacuum pada temperatur 745⁰C

Gambar 4.5 di atas merupakan hasil uji XRD sampel FeSe yang telah disintesisi dengan penambahan KI pada variasi komposisi 0% (V11) dan 1% (V31) berat menggunakan metode vacuum yang telah disintering pada temperatur 745⁰C selama 3 jam. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa fasa yang diidentifikasi adalah fasa yang terbentuk dari setiap puncak yang hadir. Pencocokan setiap posisi puncak dari sampel dengan database database COD (Crystallography Open Database) 2015 diperoleh dari hasil analisa kualitatif Match untuk memastikan puncak-puncak yang terbentuk merupakan fasa superkonduktor FeSe itu sendiri.

Hasil XRD sampel di atas merupakan analisa secara kualitatif yang menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk dari data YV11 dan YV31 diperoleh fasa tetragonal (β-FeSe) (P4/nmm), fasa heksagonal (δ-(β-FeSe) (P63 /mmc), (δ Se)( R-3 m (166)) dan fasa cubic Fe (Im-3m) yang memiliki struktur kristal yang berbeda.

Analisis dari XRD gambar 4.5 menunjukkan bahwa puncak difraksi terkait dengan fasa β-FeSe, δ-FeSe, δ-Se dan fasa cubic Fe juga berfluktuasi, artinya intensitas hasil sampel superkonduktor FeSe tanpa dopan dan penambahan KI 1%

berat yang disintering pada temperature 745⁰C tersebut dapat meningkat maupun menurun. Hasil gambar 4.5 di atas menunjukkan munculnya fasa baru pada sampel V31 saat diberi penambahan KI sebesar 1%.

46

Hasil XRD secara kuantitatif sampel FeSe dengan dopan Mn pada variasi komposisi 0%(YV11), 1%( YV21), 2%(YV22) dan 5%(YV23) berat dan penambahan KI sebesar 1% (V31) berat menggunakan metode vacuum pada temperature 745⁰C dapat diperoleh dari nilai fraksi volume dari fasa yang terbentuk. Fraksi volume fasa suatu material sangat memengaruhi sifat superkonduktivitas suatu material. Apabila fraksi volume fasa pada suatu material superkonduktor didominasi oleh fraksi fasa utama superkonduktor maka material tersebut dapat terindikasi memiliki sifat superkonduktivitas yang baik atau kristalinitas yang baik. Namun sebaliknya, apabila fraksi volume pada suatu material didominasi oleh fraksi fasa non superkonduktornya maka sifat superkonduktor dari suatu material tersebut dapat menurun hingga kehilangan sifat superkonduktornya. Nilai fraksi volume fasa β-FeSe dan fasa impurty superkonduktor lainnya dapat diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan Persamaan (5) diatas. Hasil perhitungan dari fraksi volume setiap sampel FeSe metode Vacuum pada temperatur 745⁰C telah dirangkum pada Tabel 4.3 di bawah sebagai berikut.

Tabel 4. 3 Komposisi Fasa Sampel FeSe Vacuum 745°C

Composition Kode Sampel Nama Fasa Sistem Kristal Fraksi Volume

FeSe V11 β-FeSe Tetragonal 54.23%

δ-FeSe Heksagonal 4.80%

Fe cubic 40.96%

FeSe+Mn 1% V21 β-FeSe Tetragonal 54.95%

δ-FeSe Heksagonal 25.29%

Fe cubic 19.76%

FeSe+Mn 2% V22 β-FeSe Tetragonal 69.64%

δ-FeSe Heksagonal 15.66%

Fe cubic 14.71%

FeSe+Mn 5% V23 β-FeSe Tetragonal 56.34%

δ-FeSe Heksagonal 30.50%

Fe cubic 13.16%

FeSe+KI 1% V31 β-FeSe Tetragonal 73.03%

δ-FeSe/Se Heksagonal 16.71%

Fe cubic 10.26%

Secara kuantitatif, kristalinitas dari puncak-puncak yang terbentuk pada sampel dapat dihitung menggunakan parameter FWHM (Full Width at Half

47

perhitungan manual (FWHM observasi). Nilai FWHM dengan perhitungan manual diperoleh dengan cara pengukuran lebar puncak difraksi pada setengah intensitas tertinggi dalam suatu grafik XRD. Berikut hasil FWHM observasi puncak tertinggi tetragonal dan hexagonal.

Tabel 4. 4 FWHM Sampel FeSe Vacuum 745°C puncak tertinggi

Composition Kode Sampel Temperatur FWHM (radian)

FWHM Tetragonal FWHM Hexagonl

FeSe V11 745°C 0.1605 0.1400

FeSe+Mn 1% V21 745°C 0.2555 0.2389

FeSe+Mn 2% V22 745°C 0.1200 0.1100

FeSe+Mn 5% V23 745°C 0.2083 0.2428

FeSe+KI 1% V31 745°C 0.2277 0.0836

Secara kuantitatif, pada tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa penambahan Mn (0%,1%,2% dan 5%) dan KI (0% dan 1%) berat pada material superkonduktor FeSe menggunakam metode vacuum pada temperatur 745°C, nilai FWHM yang diperoleh pada fasa utama superkonduktor (tetragonal) dan fasa impurity (hexagonal) pada material tersebut terlihat berfluktuasi, dimana pada setiap penambahan komposisi tertentu terjadi peningkatan nilai FWHM ataupun penurunan nilai FWHM. Menurut Dewi (2016) nilai FWHM yang semakin kecil pada fasa utama superkonduktor (tetragonal) menunjukkan sifat kristal sampel tersebut memiliki kristalisasi yang semakin baik, sebaliknya jika nilai FWHM semakin besar pada fasa impurity (hexagonal) maka sifat kristalisasi suatu sampel akan semakin amorfus. Sifat kristalisasi yang baik dari suatu sampel akan memengaruhi nilai resistivitas suatu sampel.

Hasil FWHM pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai FWHM fasa superkonduktor (tetragonal) pada sampel superkonduktor FeSe dengan penambahan Mn komposisi 2% (V22) berat menggunakan metode vacuum pada temperatur 745°C memiliki nilai FWHM paling kecil. Hal ini berarti sifat kristal fasa superkonduktor (tetragonal) pada sampel V22 memiliki kristalisasi yang lebih baik sedangkan nilai FWHM yang besar menunjukkan sifat kristalisasi yang semakin buruk. sehingga penambahan unsur Mn sebesar 2% berat sebagai doping

48

pada material FeSe menggunakan metode vacuum diindikasikan dapat meningkatkan sifat kristalisasi ataupun superkonduktivitas material FeSe. Hasil XRD ini akan diselaraskan dengan data hasil pengujian resistivitas menggunakan alat Cryogenic Magnet.

4.1.2 Hasil dan Analisis Uji X-Ray Diffraction (XRD) FeSe Metode PIST Uji XRD sampel FeSe dengan penambahan Mn dan KI dan variasi komposisi (x=0 %, 1%, 2% dan 5%) yang telah disintering pada temperatur 845⁰C selama 3 jam dengan heating rate 7°C/menit menggunakan metode Powder in Sealed Tube (PIST). Dilakukan analisa struktur kristal yang bertujuan untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk dari masing-masing sampel. Sudut pengambilan data XRD yang ditampilkan secara kualitatif di mulai dari sudut 2θ = 10-70⁰. Hal ini dilakukan karena fasa FeSe yang terbentuk dari sudut pengambilan di bawah sudut 2θ = 10⁰ dan di atas sudut 2θ = 70⁰, menghasilkan pola yang cenderung amorfus atau tidak hadirnya puncak-puncak tinggi yang dapat mengidentifikasikan terbentuknya suatu fasa dari hasil pengujian difraksi sinar-X oleh Fitriandhani, (2019). Hasil pengujian XRD sampel FeSe dopan Mn dengan variasi komposisi menggunakan metode PIST setelah melalui proses sintering dapat dilihat pada Gambar 4.6 sebagai berikut.

49

Gambar 4.6 merupakan hasil karakterisasi uji XRD sampel FeSe yang telah disintesisi dengan penambahan Mn pada variasi komposisi 0% (YP11), 1% (YP21), 2 % (YP22) dan 5 % (YP23) berat menggunakan metode PIST yang telah disintering pada temperatur 845⁰C selama 3 jam. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa fasa yang diidentifikasi adalah fasa yang terbentuk dari setiap puncak yang hadir. Pencocokan setiap posisi puncak dari sampel dengan database diperoleh dari hasil analisa kualitatif Match untuk memastikam puncak-puncak yang terbentuk merupakan fasa superkonduktor FeSe itu sendiri. Hasil XRD sampel diatas merupakan analisa secara kualitatif yang menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk dari data YP11, YP21, YP22 dan YP23 tersebut yaitu fasa tetragonal (β-FeSe) (P4/nmm) dan fasa heksagonal (δ-FeSe) (P63 /mmc). Analisis Secara kualitatif pada pola sampel XRD diatas menunjukkan bahwa fasa superkonduktor FeSe yaitu fasa β-FeSe sebagai fasa dominan dan selain β-FeSe seperti fasa δ-FeSe sebagai fasa impurity (hsu, 2008).

Terlihat dari hasil XRD gambar 4.6 yang terdiri dari 4 sampel dapat di lihat bahwa hasil puncak difraksi terkait dengan fasa β-FeSe dan δ-FeSe mengalami proses fluktuasi, artinya intensitas hasil sampel dari temperature sintering tersebut dapat meningkat maupun menurun sesuai dari komposisi yang diaplikasikan.

Gambar 4.6 juga menjelaskan bahwa pola difraksi yang dihasilkan pada keempat sampel terlihat identik satu sama lain di posisi puncak nya. Terlihat dari keempat sampel penabahan dopan Mn sebesar 1% (YP21) dan 5 wt% (YP23) memberikan pengaruh peningkatan intensitas pada fasa hexagonal (impurity) pada sampel tersebut.

Hasil pengujian XRD sampel FeSe dengan variasi dopan KI dengan metode PIST setelah proses sintering dapat dilihat pada Gambar 4.7 sebagai berikut.

50

Gambar 4. 7 Pola XRD superkonduktor FeSe dopan KI (0%,1% dan 5% berat) menggunakan metode PIST pada temperatur 845⁰C

Gambar 4.7 diatas merupakan hasil uji XRD sampel FeSe yang telah disintesisi dengan penambahan KI pada variasi komposisi 0% (V11) dan 1% (V31) berat menggunakan metode PIST yang telah disintering pada temperatur 745⁰C selama 3 jam. Gambar diatas juga menunjukkan bahwa fasa yang diidentifikasi adalah fasa yang terbentuk dari setiap puncak yang hadir. Pencocokan setiap posisi puncak dari sampel dengan database database COD (Crystallography Open Database) 2015 diperoleh dari hasil analisa kualitatif Match untuk memastikam puncak-puncak yang terbentuk merupakan fasa superkonduktor FeSe itu sendiri.

Hasil XRD sampel diatas merupakan analisa secara kualitatif yang menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk dari data YV11 dan YV31 diperoleh fasa tetragonal (β-FeSe) (P4/nmm) sebagai fasa utama superkonduktor FeSe, fasa heksagonal (δ-FeSe) (P63 /mmc) dan fasa cubic Fe3O4 (F d -3 m (227)), Fe0929O (F m -3 m (225)) sebagai fasa impurity yang memiliki struktur kristal yang berbeda.

Hasil dari gambar 4.7 pola XRD secara kualitatif memaparkan bahwa penambahan KI pada sampel FeSe menunjukkan adanya fasa -fasa baru yang terbentuk. Terlihat pada penambahan KI sebesar 1% berat (YP31) posisi 2θ = 50 o , muncul fasa impurity yaitu fasa δ-FeSe dan penambahan KI sebesar 5% berat (YP33) menunjukkan munculnya fasa infurity lain seperti Fe3O4 dan Fe0929O.

51

hingga menghilakan sifat superkonduktivitas material pada sampel tersebut dan penambahan KI pada sampel ini memberi pengaruh sebagai pengotor pada sampel superkonduktor FeSe. Hasil pola difraksi ini akan disesuaikan dengan hasil pengujian resistivitas menggunakan alat Cryogenic Magnet.

Hasil XRD secara kuantitatif pada sampel FeSe dengan dopan Mn dan KI pada variasi komposisi 0%, 1%, 2 % dan 5 % berat menggunakan metode PIST pada temperatur 845⁰C dapat diperoleh nilai fraksi volume dari fasa yang terbentuk.

Fraksi volume fasa suatu material sangat mempengaruhi sifat superkonduktivitas suatu material. Apabila fraksi volume fasa pada suatu material superkonduktor didominasi oleh fraksi fasa utama superkonduktor maka material tersebut dapat terindikasi memiliki sifat superkonduktivitas yang baik atau kristalinitas yang baik.

Namun sebaliknya, apabila fraksi volume pada suatu material didominasi oleh fraksi fasa non superkonduktornya maka sifat superkonduktor dari suatu material tersebut dapat menurun hingga kehilangan sifat superkonduktornya. Nilai fraksi volume fasa β-FeSe dan fasa impurty superkonduktor lainnya dapat diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan Persamaan (5). Hasil perhitungan dari fraksi volume setiap sampel FeSe metode Vacuum telah dirangkum pada Tabel 4.4 dibawah sebagai berikut.

Tabel 4. 5 Komposisi Fasa Sampel FeSe PIST 845°C

Composition Kode Sampel Nama Fasa Sistem Kristal Fraksi Volume

FeSe YP11 β-FeSe Tetragonal 85.66%

δ-FeSe Heksagonal 14.34%

FeSe+Mn 1% YP21 β-FeSe Tetragonal 73.05%

δ-FeSe Heksagonal 26.95%

FeSe+Mn 2% YP21 β-FeSe Tetragonal 75.69%

δ-FeSe Heksagonal 24.31%

FeSe+Mn 5% YP23 β-FeSe Tetragonal 75.67%

δ-FeSe Heksagonal 24.33%

FeSe+KI 1% YP31 β-FeSe Tetragonal 79.28%

δ-FeSe Heksagonal 20.72%

FeSe+KI 2% YP32 - - -

FeSe+KI 5% YP33 β-FeSe Tetragonal 60.36%

δ-FeSe Heksagonal 21.18%

Fe0/Fe3O4 cubic 18.46%

Hasil perhitungan fraksi volume material superkonduktor FeSe menggunakan metode PIST pada temperatur 845⁰C menunjukkan bahwa sampel FeSe dengan

52

penambahan Mn sebesar 2% berat mempunyai fasa superkonduktor β-FeSe paling dominan yaitu 75.69%. Hasil dari nilai fraksi volume diatas juga menunjukkan bahwa penambahan unsur Mn (1%, 2% dan 5% berat) pada metode PIST untuk fasa utama (tetragonal) superkonduktor FeSe cendrung memiliki nilai persentasi yang sama. Penambahan KI sebesar 1% (YP31) mempunyai fasa superkonduktor β-FeSe sebesar 79.28% dan penambahan KI yang berlebih sebesar 5% (YP33) berat memberikan pengaruh pada sifat superkonduktivitas sampel, dimana terjadi kenaikan nilai fasa impurity pada sampel yang bernilai 39.64%. Hasil fraksi volume ketujuh sampel dengan penambahan dopan Mn dan KI menggunakan metode PIST menujukkan bahwa penambahan Mn cendrung menujukkan sifat superkonduktivitas yang relative dan penambahan KI yang berlebih (5 wt.%) menyebabkan nilai fraksi volume pada fasa utama superkonduktor semakin menurun.

Secara kuantitatif, kristalinitas dari puncak-puncak yang terbentuk pada sampel dapat dihitung menggunakan parameter FWHM (Full Width at Half Maximum). Nilai FWHM dapat diperoleh dari hasil ouput software dan dengan perhitungan manual (FWHM observasi). Nilai FWHM dengan perhitungan manual diperoleh dengan cara pengukuran lebar puncak difraksi pada setengah intensitas tertinggi dalam suatu grafik XRD. Berikut hasil FWHM observasi puncak tertinggi tetragonal dan hexagonal dengan penambahan Mn dan KI menggunakan metode PIST pada temperatur 845⁰C.

Tabel 4. 6 FWHM Sampel FeSe PIST 845°C Puncak Tertinggi

Composition Kode

53

Secara kuantitatif, pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa penambahan Mn 0%,1%,2% dan 5% berat dan KI 0%,1% dan 5% berat pada material superkonduktor FeSe menggunakam metode PIST pada temperatur 845°C, nilai FWHM yang diperoleh untuk fasa utama superkonduktor (tetragonal) dan fasa impurity (hexagonal) pada material tersebut terlihat berfluktuasi, dimana pada setiap penambahan komposisi tertentu terjadi peningkatan nilai FWHM ataupun penurunan nilai FWHM. Menurut Dewi (2016) nilai FWHM yang semakin kecil pada fasa utama superkonduktor (tetragonal) menunjukkan sifat kristal sampel tersebut memiliki kristalisasi yang semakin baik, sebaliknya jika nilai FWHM semakin besar pada fasa impurity (hexagonal) maka sifat kristalisasi suatu sampel akan semakin amorfus. Sifat kristalisasi yang baik dari suatu sampel akan memengaruhi nilai resistivitas suatu sampel.

Hasil FWHM pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai FWHM fasa superkonduktor (tetragonal) pada sampel superkonduktor FeSe dengan penambahan Mn komposisi 0%,1%,2% dan 5% berat menggunakan metode PIST pada temperatur 845°C memiliki nilai FWHM pada fasa tetragonal yang relatif tidak terlalu jauh berbeda. Hal ini juga menyesuaikan dengan pola difraksi secara kualitatif yang dihasilkan sampel pada gambar 4.6. Hasil ini menunjukkan bahwa sifat kristal fasa utama superkonduktor (tetragonal) pada sampel penambahan Mn x5% berat memiliki kristalisasi yang baik sedangkan nilai FWHM penambahan KI yang berlebih 5% berat menunjukkan sifat kristalisasi yang semakin buruk.

sehingga penambahan unsur Mn sebesar x5% berat sebagai doping pada material FeSe menggunakan metode vacuum diindikasikan masih mampu mempertahankan sifat kristalisasi ataupun superkonduktivitas material FeSe itu sendiri. Hasil XRD ini akan diselaraskan dengan data hasil pengujian resistivitas menggunakan alat Cryogenic Magnet.

Dokumen terkait