• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

B. Hasil Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan responden sebanyak 44 responden. Data jenis kelamin responden disajikan dalam bentuk tabel dan menggunakan data numerik.

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 19 43,2

Perempuan 25 56,8

Total 44 100,0

Tabel 5.1 menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin yang terpilih sebagai sampel. Responden terbanyak dengan jenis kelamin perempuan yaitu 56,8% atau 25 responden dan jenis kelamin laki- laki 43,2% atau 19 responden.

2. Berdasarkan Usia

Data usia responden disajikan dalam bentuk tabel dan menggunakan data numerik.

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

≤ 40 tahun 40 90,9

> 40 tahun 4 9,1

Total 44 100,0

Data 5.2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan umur responden yang terpilih sebagai sampel. Responden terbanyak dengan usia <40 tahun sebanyak 40 responden.

3. Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

Pendidikan rendah (SD, SMP) 4 9,1

Pendidikan Tinggi (SMA, PT) 40 90,9

Total 44 100,0

Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan tinggi yaitu sebesar 90,9% (40 responden), sedangkan responden dengan tingkat pendidikan rendah sebesar 9,1% (4 responden).

4. Berdasarkan Riwayat Orang Tua yang Menderita Diabetes Melitus Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Orang Tua yang

Menderita Diabetes Melitus

Riwayat Menderita DM Frekuensi Persentase (%)

Ayah dan Ibu 3 6,8

Ayah atau ibu 31 73,2

Total 44 100,0

Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa sebagian besar yang mempunyai riwayat diabetes melitus adalah dengan penderita salah satu dari ayah atau ibu yaitu sebanyak 73,2% (31 orang), sedangkan riwayat penderita kedua orang tua (ayah dan ibu) sebanyak 6,8% (3 orang).

5. Berdasarkan Lama Orang Tua Menderita Diabetes Melitus

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Riwayat Menderita Diabetes Melitus Orang Tua

Lama DM Frekuensi Persentase (%)

<5 tahun 32 72,7

≥5 tahun 12 27,3

Total 44 100,0

Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa mayoritas lama riwayat DM orang tua responden adalah <5 tahun yaitu sebanyak 72,7% (32 responden), dan yang menderita dengan lama riwayat DM ≥5 tahun sebanyak 27,3% (12 responden).

6. Gambaran Pengetahuan Responden tentang Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2

Pada penelitian ini, pengetahuan responden dihitung berdasarkan skor yang dijawab oleh responden yang berjumlah 33 pertanyaan dalam kuesioner. Pengetahuan dikelompokkan menjadi baik, cukup, dan kurang. Pengetahuan dikatakan baik jika nilai benar 29-33, cukup jika nilai benar 22-28, dan kurang jika nilai benar 0-21.

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang 8 18,2

Cukup 23 52,3

Baik 13 29,5

Total 44 100,0

Tabel 5.6 menggambarkan seberapa jauh pengetahuan responden mengenai pencegahan diabetes melitus. Sebagian besar responden

mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 23 responden (52,3%), 13 responden (29,5%) berpengetahuan baik, dan 18,2 % (8 responden) mempunyai tingkat pengetahuan kurang.

7. Distribusi Proporsi Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin Responden tentang Pencegahan Diabetes Melitus

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Pengetahuan

Jenis Kelamin

Pengetahuan

Total Kurang Cukup Baik

Laki-laki 4 9 6 19 21,1% 47,4% 31,6% 100,0% Perempuan 4 14 7 25 16,0% 56,0% 28,0% 100,0% Total 8 23 13 44 18,2% 52,3% 29,5% 100,0%

Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa pengetahuan berdasarkan jenis kelamin. Perempuan berpengetahuan cukup sebanyak 14 (31,8%), kurang 9,1% (4 responden, dan berpengetahuan baik sebanyak 7 responden (15,9%), sedangkan laki-laki berpengetahuan baik sebanyak 6 responden (13,6%), berpengetahuan kurang sebanyak 4 responden (9,1%), dan berpengetahuan cukup sebanyak 9 responden (20,5%).

8. Distribusi Proporsi Pengetahuan Berdasarkan Usia Responden tentang Pencegahan Diabetes Melitus

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Pengetahuan

Usia Pengetahuan Total Kurang Cukup Baik

<40 tahun 8 20 12 40 20,0% 50,0% 30,0% 100,0% ≥40 tahun 0 3 1 4 0,0% 75,0% 25,0% 100,0% Total 8 23 13 44 18,2% 52,3% 29,5% 100,0%

Tabel 5.8 menunjukkan persentase pengetahuan tentang pencegahan diabetes melitus berdasarkan usia. Responden dengan usia <40 tahun memiliki pengetahuan kurang sebesar 18,2% (8 responden), berpengetahuan cukup dengan jumlah 45,5% (23 responden), dan berpengetahuan baik sebesar 27,3% (12 responden). Sedangkan responden dengan usia ≥40 tahun memiliki pengetahuan kurang sebesar 0,0% (0 responden), berpengetahuan cukup sebesar 6,8%), dan berpengetahuan baik sebesar 2,3% (1 responden). 9. Distribusi Proporsi Pengetahuan Berdasarkan Lama Menderita

Diabetes Melitus Orang Tua Responden

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Riwayat Menderita DM dan Pengetahuan

Lama DM Pengetahuan Total Kurang Cukup Baik

<5 tahun 8 19 5 32 25,0% 59,4% 15,6% 100,0% ≥5 tahun 0 4 8 12 0,0% 33,3% 66,7% 100,0% Total 8 23 13 44 18,2% 52,3% 29,5% 100,0%

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa responden dengan lama riwayat DM orang tua <5 tahun memiliki pengetahuan kurang sebesar 18,2% (8 responden, berpengetahuan cukup sebesar 43,2% (19 responden), dan berpengetahuan baik sebesar 11,4% (5 responden). Sedangkan responden dengan lama riwayat orang tua menderita DM ≥5 tahun memiliki pengetahuan kurang sebanyak 0,0% (0 responden), pengetahuan cukup sebanyak 9,1% (4 responden), dan pengetahuan baik sebanyak 18,2% (8 responden).

10. Distribusi Proporsi Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Responden tentang Pencegahan Diabetes Melitus

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pengetahuan

Tingkat Pendidian Pendidikan Total Kurang Cukup Baik

Pendidikan rendah (SD, SMP) 1 3 0 4

25,0% 75,0% 0,0% 100,0% Pendidikan Tinggi (SMA, PT) 7 20 13 40

17,5% 50,0% 32,5% 100,0%

Total 8 23 13 44

18,2% 52,3% 29,5% 100,0%

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan rendah (SD dan SMP), memiliki pengetahuan kurang sebanyak 2,3% (1 responden), pengetahuan cukup 6,8% (3 responden), dan pengetahuan baik 0% (0 responden). Tingkat pendidikan tinggi (SMA dan PT) memiliki pengetahuan kurang sebanyak 15,9% (7 responden), pengetahuan cukup sebanyak 45,5% (20 responden), dan pengetahuan baik sebesar 29,5% (13 responden).

11. Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Orang Tua yang Menderita Diabetes Melitus

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Orang Tua Menderita DM dan Pengetahuan

Riwayat DM Pengetahuan Total Kurang Cukup Baik

Ayah atau ibu 8 20 13 41

19,5% 48,8% 31,7% 100,0%

Ayah dan Ibu 0 3 0 3

0,0% 100,0% 0,0% 100,0%

Total 8 23 13 44

18,2% 52,3% 29,5% 100,0%

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa responden dengan riwayat kedua orang tua menderita DM memiliki pengetahuan kurang sebanyak 8 responden (18,2%), berpengetahuan cukup sebanyak 20 responden (45,4%), dan berpengetahuan baik sebanyak 13 responden (29,6%). Sedangkan responden dengan riwayat salah satu orang tua menderita DM berpengetahuan kurang sebanyak 8 responden (18,2%), Pengetahuan cukup 20 responden (45,4%), dan pengetahuan baik 13 responden (29,6%).

50 BAB VI PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan beberapa pembahasan meliputi distribusi demografi responden, distribusi pengetahuan, dan keterbatasan penelitian.

A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin

Wanita lebih berisiko mengalami DM karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus menstruasi (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe 2 (Damayanti dalam Irawan, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa responden terbanyak dengan jenis kelamin perempuan yaitu 56,8% dan jenis kelamin laki-laki 43,2%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Trisnawati dan Setyorogo (2013) tentang Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012

menunjukkan bahwa penderita DM terbanyak adalah pada jenis kelamin perempuan. Penelitian Mihardja (2009) tentang Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Perkotaan Indonesia, juga diperoleh bahwa prevalensi DM lebih banyak terjadi pada wanita.

2. Usia

Salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2 adalah usia. Usia >40 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM. Peningkatan risiko diabetes seiring dengan umur khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel ß pankreas dalam memproduksi insulin (Sujaya, 2009 dalam Trisnawati, 2013), sesuai dengan penelitian Awad dkk (2013) tentang Gambaran Faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK Unsrat RSU Prof. Dr. R.D Kandou Manado Periode Mei 2011-Oktober 2011 bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian DM tipe 2 salah satunya adalah usia >40 tahun. Pada penelitian lain oleh Trisnawati (2013) menyebutkan bahwa faktor risiko DM salah satunya adalah usia ≥45 tahun.

Hasil penelitian ini menunjukkan responden dengan usia kurang dari 40 tahun sebanyak 40 responden dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 4 responden, yang mayoritas memiliki pengetahuan yang cukup.

3. Pendidikan

Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan ke arah lebih baik sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku individu, kelompok, atau masyarakat. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam

memotivasi dalam bersikap, pada ummnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah ia menerima informasi, namun perlu diperhatikan bahwa seseorang dengan pendidikan rendah tidak mutlak mempunyai pengetahuan yang kurang (Notoatmodjo, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan tinggi, terdiri dari SMA atau perguruan tinggi yaitu sebesar 90,9%, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 9,1%. Mayoritas responden berpengetahuan cukup dan baik, hanya sebagian kecil yang berpengetahuan kurang. Pada responden dengan tingkat pendidikan rendah didapatkan hasil belum ada yang berpengetahuan baik, semuanya berpengetahuan cukup dan kurang, hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2012) bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Penelitian Irawan (2010) tentang Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban di Indonesia (Analisa Data Riskesdas 2007) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit DM tipe 2. Seseorang dengan pendidikan tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, dengan adanya pengetahuan tersebut ia akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya.

4. Riwayat Orang Tua yang Menderita Diabetes Melitus

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa diabetes termasuk ke dalam penyakit yang bisa diwariskan orang tua kepada keturunannya. Pembawaan sifat diabetes tipe 2 memang belum dapat dipastikan, tetapi kecenderungan penurunan sifat diabetes tipe 2 diketahui lebih kuat daripada diabetes tipe 1. Beberapa gen yang dicurigai berkaitan erat dengan diabetes adalah: Calpain 10 (CAPN 10), Peroxisome proliferator activated recepto-

ᵞ (PPARᵞ ), Inwardly rectifying potassium channel Kir 6.2 (KCNJ11),

PPARcoactivator-1 (PGC-1), Adiponectin (APM1) dan β3 adrenergic recptor (β-AR). Seseorang dan keturunannya dengan variasi pada gen-gen tersebut mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk terkena diabetes, terutama jika pola makan tidak benar (Nurrahmani, 2012). Jika salah satu orang tua menderita diabetes, risiko pengembangan penyakit ini sebesar 40%, lebih besar jika ibu yang menderita diabetes. Jika kedua orang tua menderita diabetes risiko bagi anak-anaknya adalah sebesar 70% (ADA, 2010).

Penelitian Trisnawati dan Setyorogo (2012) tentang Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012 menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara riwayat kesehatan dengan kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar yang mempunyai riwayat diabetes dalam keluarga adalah salah satu dari ayah atau ibu yaitu sebanyak 41 responden (93,2%), sedangkan responden yang kedua orang tuanya menderita diabetes sebanyak 3 responden (6,8%). Responden dengan

riwayat diabetes kedua orang tua memiliki pengetahuan yang cukup, hal ini bisa dipengaruhi oleh interaksi dengan kedua orang tua yang sama-sama menderita diabetes sehingga penyampaian informasi bisa diperoleh dari kedua orang tuanya saat interaksi sehari-hari atau ketika melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan ia juga dapat memperoleh pengetahuan dari petugas kesehatan. Sedangkan responden dengan salah satu orang tua yang menderita diabetes memiliki pengetahuan yang bervariasi, mayoritas juga berpengetahuan cukup. Seseorang yang memiliki keluarga menderita diabetes, sebaiknya segera memeriksa kadar gula darahnya karena risiko menderita diabetes lebih besar.

5. Lama Orang Tua Menderita Diabetes Melitus

Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah pengalaman. Adanya pemikiran dan perasaan dalam diri seseorang yang terbentuk dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan kepercayaan, dan penilaian terhadap objek tersebut, dimana seseorang mendapatkan pengetahuan baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan responden dengan lama orang tua menderita diabetes ≥5 tahun memiliki pengetahuan cukup dan pengetahuan baik sedangkan yang menderita diabetes <5 tahun memiliki pengetahuan kurang, cukup, dan ada juga yang berpengetahuan baik.

B. Gambaran Pengetahuan Anggota Keluarga Berisiko Tentang Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2

Pencegahan diabetes dapat dilakukan pada pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yaitu mereka yang belum menderita tetapi berpotensi untuk menderita diabetes. Pencegahan diabetes melitus dapat dilakukan dengan diet sehat, penurunan berat badan dan aktifitas fisik yang baik. Selain itu, pemahaman mengenai diabetes, tanda gejala, faktor risiko, dan diagnosis diabetes juga penting diketahui sebagai cara untuk mendeteksi penyakit ini (Perkeni, 2011).

Penelitian Omolafe dkk (2010) dengan judul We are Family: Family History of Diabetes Among African American and its Association to Perceived Severity, Knowledge of Risk Factors, and Phisycal Activity Level,

yang menyatakan bahwa orang Amerika Afrika dengan riwayat keluarga positif DM memiliki pengetahuan lebih besar tentang faktor risiko terhadap DM, lebih memahami tentang pengaruh penyakit akibat kebiasaan makan dan aktivitas fisik, dan secara signifikan lebih sering terlibat dalam aktivitas fisik daripada mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga diabetes.

Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner berisi tentang definisi, tanda gejala, faktor risiko, diagnosis, diet, dan aktivitas fisik. Pertanyaan mengenai diet masih terdapat jawaban salah pada pernyataan “Makanan yang mengandung rendah serat dibutuhkan untuk menurunkan

risiko diabetes” sebanyak 72,73% menjawab benar pada pernyataan ini

tinggi serat. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa serat adalah bagian dari karbohidrat yang tak dapat dicerna. Serat larut menunda pengosongan perut, membuat rasa kenyang sehingga membantu mengendalikan berat badan. Pengosongan lambung yang lambat juga dapat mempengaruhi kadar gula darah dan memiliki efek menguntungkan pada sensitivitas insulin, yang dapat membantu mengendalikan diabetes (Soegondo, 2008). Jika pemahaman mengenai makanan berserat ini masih rendah maka dikhawatirkan dapat menyebabkan perilaku konsumsi tinggi serat yang kurang sehingga dapat meningkatkan risiko DM maupun penyakit lainnya.

Jawaban pada pernyataan “Makan yang tepat adalah pada waktu yang

sama setiap hari” masih banyak yang menjawab salah sebesar 72,73%. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai kebutuhan kalori masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan. Jarak antara waktu makan merupakan hal yang penting dalam diabetes melitus. Waktu makan dan besar porsi makanan konsisten dapat menstabilkan kadar glukosa darah (Nurrahmani, 2012 & Perkeni, 2011).

Selain diet, hal lain yang perlu dilakukan untuk pencegahan diabetes adalah aktifitas fisik/olahraga. Pertanyaan mengenai aktifitas fisik masih terdapat jawaban yang salah pada pertanyaan nomor 27 sebanyak 50% “Menurunkan berat badan tidak perlu dilakukan untuk menurunkan risiko diabetes”.

Terdapat beberapa urutan kegiatan yang dilakukan ketika berolahraga, yaitu pemanasan (5-10 menit), olahraga inti (20 menit), diusahakan denyut nadi mencapai Target Heart Rate (THR). Jika di bawah THR maka olahraga tersebut tidak bermanfaat. Jika berlebihan akan menimbulkan risiko yang tidak diinginkan. Rumus THR: 70%-80% x MHR. MHR (Maximum Heart Rate) : 220-umur. Selanjutnya adalah pendinginan (5-10 menit), dan peregangan (stretching) (Nurrahmani, 2012).

Olahraga bermanfaat untuk mencegah kegemukan. Pada kegemukan, sel-sel lemak yang menggemuk akan menghasilkan beberapa zat yang digolongkan sebagai adipositokin, yang jumlahnya lebih banyak daripada yang tidak gemuk. Zat-zat tersebut yang menyebabkan resistensi terhadap insulin. Selain untuk mencegah kegemukan, olahraga juga berperan utama dalam pengaturan glukosa darah. Pada penderita diabetes, produksi insulin tidak terganggu, tetapi masih kurangnya respon reseptor terhadap insulin. Ketika olahraga, permeabilitas membran sel terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi sehingga gula darah lebih mudah masuk dan resistensi insulin berkurang, dengan kata lain sensitivitas insulin meningkat (Nurrahmani, 2012).

Hal ini sejalan dengan penelitian Utomo dkk (2012) tentang “Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes”, hasil

dari penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat perbedaan kadar gula darah sewaktu sebelum dan sesudah intervensi dengan penurunan rata-rata gula darah pada kelompok terpapar senam 2,3 kali lebih besar dari pada kelompok tidak terpapar.

Analisis dari hasil penelitian menunjukkan pengetahuan anggota keluarga berisiko diabetes mayoritas berpengetahuan cukup mengenai pencegahan diabetes tipe 2. Sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 52,3%, berpengetahuan baik sebesar 29,5%, dan berpengetahuan kurang sebesar 18,2%. Hasil ini memberikan warning

bagi semua pihak khususnya petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan edukasi mengenai diabetes dan pencegahannya sehingga tingkat pengetahuan menjadi lebih baik agar dapat menurunkan angka kejadian diabetes di masa mendatang. Tingkat pengetahuan yang baik diharapkan dapat diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya pengetahuannya saja tetapi dapat menuntun kepada pola hidup yang benar untuk mencegah diabetes melitus yang sangat berdampak buruk pada akhirnya, serta dapat menularkan pengetahuannya kepada orang lain untuk berperilaku hidup sehat.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Responden penelitian tidak semuanya bisa ditemui karena sudah pindah rumah atau tidak terdata di lingkungan Rukun Tetangga (RT), sehingga dari jumlah total responden 70 orang hanya terkumpul 44 responden.

2. Sebagian responden memiliki kegiatan di luar rumah yang berbeda-beda jadwalnya sehingga peneliti tidak bisa bertemu langsung dengan responden, kuesioner dititipkan kepada anggota keluarga lain yang berada di rumah yang dapat menyebabkan kemungkinan terjadi bias karena faktor kesalahan

interpretasi responden dalam memahami maksud dari pertanyaan yang diberikan.

3. Kuesioner dilakukan uji validitas konten (content validity) kepada 2 pakar ahli, sedangkan sebaiknya uji validitas ini dilakukan kepada 3 pakar ahli.

60

Dokumen terkait