• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3 Hasil Analisis Data

4.3.1 Hasil Belajar IPA

memiliki motivasi untuk memahami materi yang disampaikan guru. Selain itu, mengacu pada hasil rekapitulasi observasi terhadap kegiatan siswa, pada siklus II telah peningkatan aktifitas siswa ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah keterlaksanaan butir indikator kegiatan siswa jika dibandingkan dengan siklus I.

Berdasarkan hasil evaluasi ketuntasan belajar IPA yang diperoleh siswa melalui tes formatif, sebanyak 88,46% (23 siswa) sudah tuntas belajar, sedangkan siswa yang tidak tuntas belajar hanya 11,54% (3 siswa). Hasil analisis terhadap ketuntasan hasil belajar tersebut menunjukkan bahwa, hasil belajar IPA siswa sudah mencapai indikator kinerja yang sudah ditetapkan penulis yaitu minimal 85% siswa mencapai KKM.

4.3 Hasil Analisis Data

Berikut ini akan dipaparkan mengenai hasil analisis data prasiklus, siklus I dan siklus II mengenai keaktifan belajar dan hasil belajar siswa.

4.3.1 Hasil Belajar IPA

Pada kondisi prasiklus, hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Tawangharjo Wedarijaksa Kabupaten Pati, masih banyak siswa yang memperoleh nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥65. Dari jumlah siswa yang berjumlah 26 orang, terdapat 12 siswa (46,15%)yang belum tuntas belajar.. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada prasiklus adalah 65,7 dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 45. Setelah diterapkannya pembelajaran jigsaw pada mata pelajaran IPA materi perubahan sifat benda, nampak bahwa hasil belajar IPA mengalami peningkatan.Pada siklus I siswa yang tuntas belajar manjadi 17 siswa (65,38%), sedangkan siswa yang masih belum tuntas belajar menurun menjadi 9 siswa (34,62%). Peningkatan ketuntasan belajar siswa tersebut juga diikuti dengan meningkatnya nilaia rata-rata menjadi 70,2 dengan nilai tertinggi adalah 90 dan nilai terendah 53. Kemudian pada siklus II, siswa yang mencapai KKM menjadi 23 siswa dengan persentase 88,46%, siswa yang tidak tuntas sebanyak 3 siswa dengan persentase 11,54%. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada siklus II mencapai76,11 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 60. Perbandingan

ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi prasiklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel 26 berikut ini:

Tabel 26

Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siswa Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

Kategori

Prasiklus Siklus I Siklus II

F (%) F (%) F (%) Tidak tuntas 12 46,15 9 34,62 3 11,54 Tuntas 14 53,85 17 65,38 23 88,46 Jumlah 26 100 26 100 26 100 Nilai Rata-Rata 65,7 70,2 76,11 Nilai Tertinggi 85 90 100 Nilai Terendah 45 53 60

Berdasarkan tabel 26 mengenai perbandingan ketuntasan hasil belajar IPA prasiklus, siklus I, dan siklus II, jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat. Pada kegiatan prasiklus sebanyak 14 siswa (53,85%) tuntas belajar, 12 siswa (46,15%) belum tuntas. Setelah dikenai tindakan pada siklus I, siswa tuntas belajar menjadi 17 siswa (65,38%) sedangkan jumlah siswa tidak tuntas belajar turun menjadi 9 siswa (34,62%). Kemudian pada siklus II jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat lagi menjadi 23 siswa (88,46%), dan siswa yang masih belum tuntas hanya 3 siswa (11,54%). Secara jelas perbandingan persentase ketuntasan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Tawangharjo Wedarijaksa Kabupaten Pati prasiklus, siklus I, dan siklus II nampak pada gambar berikut ini.

14 17 23 12 9 3 0 5 10 15 20 25 30

Pra Siklus Siklus I Siklus II

Tuntas

Tidak Tuntas

Gambar 7

Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

Berdasarkan tabel 26 juga terlihat adanya peningkatan nilai rata-rata, nilai tertinggi dan nilai terendah pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 yang secara jelas disajikan dalam gambar berikut ini.

Gambar 8

Perbandingan Nilai Terendah, Nilai Tertinggi, dan Nilai Rata-Rata Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

4.4 Pembahasan

Berdasarkan data hasil belajar yang dipaparkan oleh peneliti, menunjukkan bahwa kegiatan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pembelajaran jigsaw dengan hasil dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 1 Tawangharjo Wedarijaksa Kabupaten Pati. Sebelum dilaksanakan penelitian belum menghasilkan output pembelajaran optimal. Hal ini diketahui dari hasil belajar siswa yang masih rendah, yakni hanya 13 siswa tuntas belajar dan masih terdapat 12 siswa yang tidak tuntas belajar. Rendahnya pencapaian ketuntasan belajar tersebut disebabkan oleh lurangnya perhatian dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi ini terlihat dari hasil

observasi yang dilakukan terhadap kegiatan dan respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan data hasil observasi terhadap kegiatan siswa selama kegiatan pra siklus, siswa masih cenderung diam dan hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Siswa tidak aktif dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, siswa hanya menulis materi yang disampaikan oleh guru. Siswa juga belum berani untuk mengutarakan pendapatnya terkait dengan materi pembelajaran yang dilakukan melalui diskusi kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi awal sebagian besar siswa belum aktif selama kegiatan pembelajaran.

Kondisi pembelajaran awal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan tindakan pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Selanjutnya peneliti melakukan identifikasi dan analisis permasalahan yang muncul pada kegiatan pembelajaran prasiklus. Berdasarkan identifikasi dan analisis terhadap penyebab rendahnya hasil belajar siswa, peneliti kemudian melaksanakan tindakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Tindakan yang dilakukan melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran jigsaw pada siklus I dan siklus II. Setelah penerapan metode pembelajaran jigsaw, nampak adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa. Pada siklus I, peningkatan keaktifan siswa ditunjukkan oleh jumlah keterlaksanaan kegiatan siswa, yakni sebanyak 17 butir indikator telah dilaksanakan dengan baik, dan hanya 5 butir indikator yang belum dilakukan oleh siswa. Selain itu, hasil pengamatan terhadap aktifitas guru dalam menerapkan pembelajaran jigsaw sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari hasil rekapitulasi hasil observasi aktifitas guru yang menunjukkan adanya upaya guru untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif jigsaw. Dari jumlah indikator instrumen observasi sebanyak 21 butir, 19 butir telah dilaksanakan guru, dan hanya 2 butir indikator yang masih belum dilakukan secara sempurna.

Peningkatan keaktifan siswa pada siklus I berdampak terhadap meningkatnya hasil belajar siswa. Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan pada siklus I, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mencapai 17 siswa

(65,38%). Sedangkan siswa yang belum tuntas belajar sebanyak 9 siswa (34,62%). Akan tetapi, hasil belajar pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan oleh peneliti, yakni minimal 85% siswa sudah mencapai KKM. Sehingga pelaksanaan tindakan perbaikan pembelajaran dilanjutkan dengan pembelajaran siklus II dengan menggunakan metode pembelajaran yang sama seperti siklus I. Hasil observasi dan refleksi siklus I dijadikan acuan untuk melakukan tindakan pada pembelajaran siklus II. Pembelajaran siklus II dilakukan dengan memberikan perhatian dan tindakan khusus terhadap kelemahan-kelemahan yang masih timbul pada pelaksanaan tindakan siklus I.

Hasil observasi keaktifan siswa pada siklus II diperoleh data, yakni sebanyak 21 butir indikator telah dilakukan oleh guru secara sempurna. Adapun peningkatan keaktifan siswa pada siklus II ditunjukkan oleh keterlaksanaan indikator kegiatan siswa sebanyak 21 butir (90,9%) dan hanya 2 butir (9,1%) yang belum dilaksanakan oleh siswa secara baik. Peningkatan jumlah keterlaksanaan aktifitas guru dan siswa pada siklus II menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran jigsawdapat meningkatkan kualitas pembelajaran, keaktifan dan hasil belajar siswa. Keberhasilan pembelajaran siklus II telah mencapai indikator kinerja yang ditetapkan oleh peneliti yakni, lebih dari atau sama dengan 85% siswa tuntas belajar.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Johnson dan Johnson (dalam Anita Lie, 2002:7) bahwa suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa. Dengan suasana kelas yang dibangun sedemikian rupa, maka siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga terbentuk hubungan yang positif dan menambah semangat siswa dalam belajar. Suasana seperti ini akan memperlancar pembentukan pengetahuan secara aktif sehingga hasil belajar akan meningkat. Pembelajaran jigsaw merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran jigsaw, siswa lebih aktif untuk mengembangkan

kemampuan berpikirnya. Pembelajaran jigsaw juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas. Keunggulan pembelajaran jigsaw menurut Hamdani (2011:92) aktivitas belajar dengan model jigsawmemungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar dalam bentuk permainan. Pembelajaran jigsaw memiliki kelebihan: 1) siswa memiliki motivasi untuk berpikir dan belajar kreatif baik secara individu maupun kelompok; 2) proses pembelajaran tidak didominasi oleh siswa tertentu akan tetap semua siswa dapat berperan aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar; 3) jigsaw dapat mendorong siswa untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siswa lain dalam satu kelompok yang sama maupun kelompok yang berbeda; 4) jigsaw memupuk tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan kelompok; dan 5) keterlibatan siswa dalam belajar bersamaakan meningkat. lebih tinggi. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri (Dimyati dan Mudjiono, 2009:44). Mc Keachie (Dimyati dan Mudjiono, 2009:45) mengemukakan bahwa individu merupakan manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu, sosial. Guru yang memberikan kesempatan belajar pada siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada. Hal ini berarti kesempatan belajar yang diberikan oleh guru kepada siswa, akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh, dan mengolah perolehan belajarnya (Dimyati dan Mudjiono, 2009:62).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Juliana(2015), dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Muatan Matematika Pada Siswa Kelas 2SDN Kutoharjo 02 Pati Semester

ITahun Ajaran 2014/2015”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan

hasilbelajar tematik siswa kelas 2 SDN Kutoharjo 02 Kabupaten Pati semester 1 tahun ajaran 2014/2015. Hal ini nampak pada perbandingan ketuntasan belajar Matematika prasiklus semula 52,94%, siklus 1 meningkat menjadi 70,59% dan kemudian pada siklus 2 meningkat 88,24%. Besarnya skor minimum muatan Matematika semula hanya 50 pada prasiklus, siklus 1 naik menjadi 55 dan siklus 2 naik menjadi 65. Sedangkan skor maksimum pra siklus 85, pada siklus 1 naik menjadi 91 dan siklus 2 naik menjadi 100. Skor rata-rata sebesar 60,0 pada pra siklus, siklus 1 meningkat sebesar 79,4 dan siklus 2 sebesar 86,1. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥80. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran jigsawdapat meningkatkanhasil belajar siswa.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Syahri, (2015), dalam skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Bagi Siswa Kelas 3 SDN Sugihan Kecamatan Winong Kabupaten Pati Semester I Tahun Ajaran 2014/2015”.Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar Matematika dengan KD Menggunakan Alat Ukur dalam Pemecahan Masalah siswa kelas 3SDN Sugihan Kecamatan Winong Kabupaten Pati semester 1 tahun ajaran 2014/2015 dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Peningkatan hasil belajar diketahui dari ketuntasan hasil belajar siswa pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Pada kegiatan pra siklus siswa mencapai KKM ≥75 hanya sebesar 54,84%, siklus 1 naik menjadi 80,65%, kemudian siklus 2 naik menjadi 93,55%. Peningkatan hasil belajar juga ditunjukkan dengan meningkatnya perolehan besarnya skor minimal, skor maksimal dan skor rata-rata prasiklus, siklus 1 dan siklus 2. Secara berturut-turut skor minimal pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 adalah 55; 60; 65, skor maksimal 85; 95; 100 dan skor rata-rata yaitu; 75,0; 80,0; 85,4. Mendasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapatmeningkatkan hasil belajar Matematika materi Menggunakan Alat Ukur dalam Pemecahan Masalah siswa kelas 3 SDN Sugihan Kecamatan Winong Kabupaten Pati semester 1 tahun ajaran 2014/2015.

Bagi siswa, implikasi dari penelitian ini adalah menumbuhkan motivasi dan menarik perhatian siswa agar lebih sungguh–sungguh dalam belajar sehingga

akan berdampak terhadap meningkatnya hasil belajar IPA. Pelaksanaan penelitian juga akan meningkatkan kompetensi seorang guru dalam upaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Melalui pembelajaran yang berkualitas akan menghasilkan output atau hasil belajar optimal.

Dokumen terkait