• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN

A. Kajian Teoretis

2. Hasil Belajar

C4 (Analisis).

3. Konsep fisika yang dibahas adalah konsep getaran dan gelombang. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: “Apakah teknik probing berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran konsep getaran dan gelombang?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik probing terhadap hasil belajar peserta didik setelah pembelajaran pada konsep getaran dan gelombang.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Memberikan wawasan tentang cara penerapan teknik pembelajaran fisika khususnya teknik probing dan memberikan pengalaman melakukan penelitian. 2. Memberikan informasi untuk mengembangkan pemikiran dan pengetahuan

yang bernilai tentang pendidikan.

3. Memberikan informasi mengenai kemampuan kognitif siswa pada proses pembelajaran.

4. Sebagai informasi untuk mengembangkan upaya guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang lebih baik.

BAB II

KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoretis 1. Teknik Probing

a. Pengetian Teknik Pembelajaran Probing

Teknik probing adalah suatu teknik dalam pembelajaran dengan cara mengajukan satu seri pertanyaan untuk membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru. 1

Melalui proses probing, guru berusaha untuk membuat siswa-siswanya membenarkan atau paling tidak menjelaskan lebih jauh tentang jawaban-jawaban mereka, dengan cara demikian dapat meningkatkan kedalaman pembahasan. Selain itu teknik ini juga membantu mereka untuk sejauh mungkin menghindari jawaban-jawaban yang dangkal.

Dalam probing, guru membimbing peserta didik agar mampu membangun pengetahuannya sendiri dengan mengajukan pertanyaan, sehingga guru mengetahui kemampuan dasar mereka.

2

Teknik probing dapat memberikan fasilitas melatih kemampuan berpikir dan membaca ilmiah agar dapat mempermudah melakukan akomodasi dan membangun pengetahuannya.3

Menurut Suyanto, teknik probing adalah usaha atau langkah-langkah sistematis dalam pembelajaran untuk menggali informasi (fakta, data) yang dinilai penting dari siswa dan relevan dalam mengembangkan pembelajaran.4

1

Maman Wijaya, Penggunaan Teknik Probing dalam Pembelajaran Kesetimbangan Benda Getar, (Bandung. Tesis PPS UPI. 1999) hal.16

Teknik probing memerlukan kekuatan dalam mengembangkan pertanyaan. Guru perlu

2

David A. Jacobsen dkk, Methods for Teaching (Metode-metode pengajaran

Meningkatkan Belajar TK-SMA), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal.184 3

Maman Wijaya, et all., Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Vol.V–No.6–April 2008; Peningkatan Kemampuan Berpikir dan Kemampuan Membaca Ilmiah Guru IPA Melalui Pembelajaran dengan Teknik Probing, (Bandung: 2008), hal.23

4

Suyanto, Teknik Probing untuk Menguatkan Kapasitas Siswa, Tersedia:

menguasai keterampilan bertanya karena guru cenderung mendominasi kelas dengan ceramah, murid belum terbiasa mengajukan pertanyaan, murid harus dilibatkan secara mental-intelektual secara maksimal, dan adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi untuk menguji pemahaman siswa.

Aktivitas secara fisik yang diharapkan terjadi dengan teknik probing guru adalah sebagai berikut: siswa melakukan observasi (mengamati, mengukur, mencatat data), menjawab pertanyaan, dan mengajukan pertanyaan atau sanggahan, sedangkan aktivitas berpikirnya adalah asimilasi, akomodasi dan pembentukan pengetahuan baru.5

Dengan teknik pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk peserta didik secara acak sehingga setiap peserta didik mau tidak mau harus berperan aktif, peserta didik tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Pada umumnya peserta didik akan belajar (berpikir-bekerja) secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik ini, peserta didik akan berpartisipasi aktif tetapi tetap ada unsur ketegangan dan cepat melelahkan.

Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya ketika menyampaikan serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan dengan nada yang lembut. Hal ini bisa mengurangi ketegangan peserta didik ketika diajukan pertanyaan. Peserta didik akan merasa seperti diberi pertanyaan oleh teman mereka sendiri tetapi tetap sopan. Saat pelajaran berlangsung, ketika sedang mengajukan pertanyaan hendaknya juga ada canda, senyum dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria.

Pada saat peserta didik menjawab pertanyaan dan jawabannya ternyata salah, guru tidak langsung mempersalahkan dan memarahinya di depan kelas. Jawaban peserta didik yang salah akan dihargai karena salah adalah ciri bahwa peserta didik tersebut sedang belajar, ia telah berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

5

Pertanyaan yang digunakan untuk membimbing siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan teknik probing, dipilih mulai kategori pertanyaan yang memerlukan proses berpikir tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Aktivitas siswa yang diharapkan terjadi dengan penggunaan teknik probing oleh guru adalah aktivitas yang dapat melatih ketrampilan proses sains, contoh:6

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains No. Ketrampilan Proses Sains Pertanyaan

1. 2 3 4 5 6 7 8 Mengamati Mengukur menggunakan nomor dan waktu.

Mengkomunikasikan Mengklasifikasi

berdasarkan persamaan dan perbedaan

Membandingkan

Memprediksi Menyusun hipotesis Merancang eksperimen

Apa yang kamu amati ketika Ikan terlempar dari toples yang berisi air?

Berapakah temperatur akhir? Berapa lama diperlukan waktu untuk mencapai temperatur akhir itu?

Apa yang terjadi dengan jumlah gerakan operkulum ikan emas bila temperatur diturunkan?

Manakah dari hewan-hewan ini yang termasuk serangga?

Manakah tanaman yang lebih kokoh, yang tumbuh di tempat terang atau yang tumbuh di tempat gelap?

Tanaman mana yang kamu perkirakan akan tumbuh lebih baik?

Kebanyakan uap air dalam awan berasal dari laut, mengapa air hujan tidak hanya jatuh di laut?

Apakah cahaya mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kecambah kacang hijau? Pertanyaan yang baik mempunyai berbagai fungsi antara lain: mendorong siswa untuk berpikir, meningkatkan keterlibatan siswa, merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan, mendiagnosis kelemahan siswa, memusatkan perhatian siswa pada satu masalah, dan membantu siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik.7

6

Sri Murtini, Kreativitas Teknik Probing, tersedia

7

Suyanto, op.cit,. h. 2

b. Tahap-tahap teknik probing

Aktivitas guru dalam mengkondisikan teknik probing meliputi tujuh tahap, sebagai berikut:

1. Tahap I, menghadapkan peserta didik pada situasi baru, misalnya dengan menunjukkan gambar, alat pembelajaran, objek, gejala yang dapat memunculkan teka-teki.

2. Tahap II, memberi waktu tunggu beberapa saat agar peserta didik melakukan pengamatan.

3. Tahap III, mengajukan pertanyaan sesuai indikator atau kompetensi yang ingin dicapai peserta didik.

4. Tahap IV, memberi waktu tunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan peserta didik merumuskan jawabannya.

5. Tahap V, Meminta seorang peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukan.

6. Tahap VI, dari respon siswa itu, apabila jawaban yang diberikan peserta didik benar atau relevan dilanjutkan dengan peserta didik lain, untuk meyakinkan bahwa semua peserta didik terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Jika jawaban keliru atau tidak relevan, diajukan pertanyaan susulan yang berhubungan dengan respon pertama. Pertanyaan yang diajukan pada tahap ke 6 (enam) ini sebaiknya diajukan/diinteraksikan juga pada peserta didik lain agar seluruh peserta didik terlibat dalam kegiatan probing.

7. Tahap VII, mengajukan pertanyaan akhir pada peserta didik lain untuk lebih menegaskan bahwa kompetensi dasar yang dituju sudah tercapai.8

8

Pola umum teknik probing dapat dilihat dalam gambar 2.1.9

Aktivitas Probing Guru Aktifitas Mental Siswa

Gambar 2.1 Pola Umum Teknik Probing

9

Ibid, hal. 23

TAHAP I

Menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki,

melalui gambar, peragaan, dll

TAHAP II Tunggu beberapa saat

TAHAP III

Ajukan pertanyaan sesuai indikator TAHAP IV

Tunggu beberapa saat TAHAP V

Minta seorang siswa menjawabnya

Akomodasi Asimilasi Respon siswa? Tanggapan mental siswa (sesuai?) Disequilibrium TAHAP VI

Mengajukan pertanyaan dengan seri pertanyaan sesuai dengan indikator pembelajaran.

TAHAP VII

Mengajukan pertanyaan akhir untuk menguji pemahaman peserta didik

Pengetahuan Baru Equilibrium

Penentuan materi yang akan disajikan dengan teknik probing dapat dimulai pada waktu guru menyusun silabus, pada waktu menganalisins standar kompetensi maupun kompetensi dasar. Selanjutnya rancangan seri pertanyaannya disiapkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran berupa pertanyaan-pertanyaan pokok. Pertanyaan tambahan akan muncul sesuai dengan jawaban yang diberikan peserta didik.

c. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Probing

Secara umum menggunakan teknik probing dalam pembelajaran di kelas sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan prestasi siswa melalui aktivitas mendengar, berdiskusi dan merepresentasi. Walaupun demikian, dari hasil pengamatan dan penganalisaan penggunaan teknik probing, ternyata teknik probing memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahannya adalah sebagai berikut:

1). Sulit merencanakan waktu yang diperlukan secara tepat untuk setiap jenis kegiatan.

Pada saat pembelajaran, kadang-kadang ada jawaban siswa yang menyimpang dari yang diinginkan oleh guru sehingga guru terpaksa menyusun pertanyaan baru yang lain untuk menyesuaikan dengan jawaban siswa tersebut. Dan untuk menyusun pertanyaan yang baru itu tidak mudah dilakukan secara cepat.

2). Sulit merencanakan serangkaian pertanyaan untuk diajukan satu persatu sampai selesai.

Karena apabila salah satu pertanyaan itu dijawab salah atau tidak tepat oleh siswa, lalu guru mengajukan pertanyaan baru yang lain, maka pertanyaan berikutnya yang telah direncanakan itu tidak terpakai. Selain itu juga sulit mengontrol jumlah pertanyaan yang diperlukan dan jika pertanyaan terlalu banyak, sementara siswa tidak dapat juga mengambil kesimpulan, maka siswa akan lelah dan bosan.

3). Sulit menghindari jawaban serempak dari siswa.

Setelah dicoba mengatasinya dengan cara meningkatkan pertanyaan ke tingkat yang lebih tinggi, seperti pertanyaan evaluatif, siswa menjadi diam. Akhirnya guru menyederhanakan pertanyaan. 10

Kelebihan teknik probing diantaranya adalah:

1). Guru tidak perlu memberikan penjelasan atau menjawab pertanyaan, melainkan cukup mengajak siswa untuk mengamati gambar, mengamati benda atau hal-hal yang mengandung teka-teki menyangkut materi yang akan diajarkan untuk kemudian mengajukan serangkaian pertanyaan.

2). Siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan komunikasi melalui komunikasi langsung dengan guru dalam membangun pengetahuan baru.

3). Perhatian siswa terhadap bahan yang sedang dipelajarinya cenderung lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban takut ditunjuk oleh guru. 4). Jumlah siswa yang terlibat dalam pembelajaran dapat lebih ditingkatkan

dengan cara mendistribusikan pertanyaan secara merata ke seluruh siswa. 5). Aspek kognitif siswa menjadi lebih terlatih setelah mereka terbiasa mengolah

pengetahuan yang telah mereka kuasai, mencari hubungan yang satu dengan yang lainnya, lalu menerapkannya untuk menerangkan situasi baru yang diamatinya.

6). Siswa diberi kepercayaan untuk membangun sendiri pengetahuannya dan diarahkan untuk belajar mandiri, sehingga diharapkan apabila mereka berhasil melakukannya mereka menjadi lebih puas. Pengetahuan yang diperolehnya diharapkan dapat melekat lebih lama dan diharapkan pula mereka dapat lebih bersemangat untuk melakukan hal sama pada situasi lain. 11

Jadi teknik probing adalah teknik pembelajaran dengan cara mengajukan serangkaian pertanyaan yang bersifat membimbing peserta didik dan semua peserta didik dapat ikut terlibat dalam proses pembelajaran.

10

Nitta Puspitasari, Efektifitas Belajar Mengajar Matematika dengan Teknik Probing,

tersedia

11

Ibid, hal. 5

2. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar atau yang disebut dengan learning, adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan, dan dengan adanya proses belajar inilah manusia dapat bertahan hidup (survived). 12

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

13

Prestasi belajar adalah kemampuan siswa yang dicapai setelah melalui proses pembelajaran yang diukur dengan suatu evaluasi atau kriteria tertentu misalnya dengan menilai jawaban atas soal-soal yang telah disusun sesuai dengan rencana yang ingin dicapai setelah terjadi proses pembelajaran tersebut.

Salah satu ciri bahwa seseorang dikatakan sudah atau telah belajar ialah adanya suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang tersebut. Perubahan itu menyangkut perubahan dalam pengetahuan dan keterampilan atau juga perubahan dalam sikap.

14

Winarno Sukarman mengatakan bahwa belajar adalah proses yang terjadi dalam otak manusia dimana ada syaraf dan sel-sel otak yang bekerja menyimpulkan apa yang dilihat oleh mata didengar oleh telinga dan lain-lain, lalu disusun oleh otak sebagai hasil belajar. 15

12

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta:Kisi Brother’s, 2006), h. 76

Sementara itu Anita E. Woolflok mengemukakan, bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi dari pengalaman

13

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 10-11

14

Nyoman Cakra Griadhi, Penanggulangan Miskonsepsi Pada Mata Pelajaran

Ekonomi dengan Lembar Kerja Siswa dan Pemanfaatan Lingkungan Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.3 thn XXXV Juli 2002, hal 74

15

Usman Malayu, Hakikat Minat Belajar dan Hasil Belajar, dalam Berita STMT TRISAKTI Edisi 084, januari 2000. hal. 55

atas suatu perubahan yang relatif dalam suatu bidang pengetahuan atau tingkah laku.16

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar dipahami sebagai suatu proses kegiatan yang menagakibatkan terjadinya perubahan pada pengalaman dan perilaku seseorang terhadap sesuatu yang dipelajari.

17

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.18

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan serangkaian kegiatan dalam mencapai perubahan tingkah laku, pengetahuan, kepribadian, keterampilan yang diakibatkan oleh terjadinya interaksi antara seseorang dengan seseorang, seseorang dengan kelompok dan seseorang dengan lingkungannya sebagai hasil dari pengalaman.

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Definisi dari belajar di atas mengandung pengertian bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang secara keseluruhan atas apa yang didapat dari suatu pengalamannya baik dari suatu penglihatan, pengamatan ataupun meniru dari seseorang yang ia anggap paling baik.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: faktor yang datangnya dari dalam diri siswa (faktor

16

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op.cit, hal. 11 17

Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: PT: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke 4, h. 2

18

Ibid, h. 2

internal) dan faktor yang datangnya dari luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

1). Faktor jasmani (fisiologis), baik yang bersifat bawaan ataupun yang diperolehnya, contohnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperolehnya. Faktor ini terdiri atas faktor:

a). Faktor intelektif yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan, bakat dan faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dan pernah dimiliki. b). Faktor non intelektif adalah unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,

kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosional dan penyesuaian diri. 3). Faktor kematangan fisik maupun psikis

Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

a). Faktor sosial yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok.

b). Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. c). Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim. d). Faktor lingkungan spiritual dan keamanan.

Faktor-faktor tersebut di atas saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar siswa.19

c. Hasil Belajar sebagai Objek Penilaian

Proses belajar mengajar terdiri dari empat unsur utama yakni tujuan, bahan, metode dan alat penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dalam kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada

19

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, PsikologiBelajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 130

tujuan yang telah ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.

Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

d. Pengukuran Hasil Belajar 1. Pengukuran Ranah Kognitif

Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagi konsep fungsi dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hapalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental. Pada ranah ini terdapat enam jenjang berpikir mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: (1) pengetahuan/ingatan (knowledge), (2) pengetahuan (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis) dan (5) evaluasi (evaluation). Pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohl melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom

menjadi: (1) Remember, (2) understand, (3) apply, (4) analyze, (5) evaluate, dan (6) create.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk dikategorikan lebih terinci secara hierarkis kedalam enam jenjang kemampuan yakni hapalan/ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintetis (C5) dan evaluasi (C6).20

2. Pengukuran Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang yang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kogntif semata-mata. Tipe belajar hasil afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.

Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama, demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.

Ranah afektif ini dirinci oleh Kathwohl dkk, menjadi lima jenjang, yakni: (1) perhatian atau penerimaan (receiving), (2) tanggapan (responding), (3) penilaian atau penghargaan (valuing), (4) pengorganisasian (organization) dan (5) karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai (characterization by a value or value complex). Tujuan-tujuan instruksional yang termasuk domain afektif diklasifikasikan oleh David Kathwohl ke dalam jenjang secara hierarkis, yaitu: "Receiving" meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu nilai dan keyakinan. "Responding" meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat.

20

Ahmad Sofyan, et all., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h 15

"Valuing" meliputi pemilikan serta pelekatan pada suatu nilai tertentu. "Organization" meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai. "Characterization" mencakup pengembangan nilai-nilai menjadi karakter pribadi.21

Kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu:

a) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Tipe ini contohnya kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d) Organisasi, yakni pengembangaan diri dari nilai ke dalam suatu sistem dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, yang termasuk ke dalam organisasi adalah konsep tentang nilai dan organisasi sistem nilai.

e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.22

Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau salah, tetapi jawaban yang

Dokumen terkait