• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh teknik probing terhadap hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran konsep getaran dan gelombang: quasi eksperimen di SMPN 17 Kota Tengerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh teknik probing terhadap hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran konsep getaran dan gelombang: quasi eksperimen di SMPN 17 Kota Tengerang Selatan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEKNIK PROBING TERHADAP HASIL BELAJAR

PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN KONSEP GETARAN

DAN GELOMBANG

(Quasi Eksperimen di SMPN 17 Kota Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Sarjana Strata 1 (S.Pd)

Oleh:

105016300594 ISTI NURCAHYANI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

(Quasi Eksperimen di SMP Negeri 17 Kota Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

NIM: 105016300594 ISTI NURCAHYANI

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd

NIP. 19650115 198703 1 020 NIP. 19780406 200604 2 003 Kinkin Suartini, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “PENGARUH TEKNIK PROBING TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN KONSEP GETARAN DAN GELOMBANG”, disusun oleh Isti Nurcahyani, NIM 105016300594, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Februari 2011 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Fisika.

Jakarta, 14 Maret 2011 Panitia Ujian Munaqasyah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc NIP: 19700209 200003 2 001

... ... Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih, M.Pd NIP. 19790510 2006042001

... ... Penguji I

Iwan Permana Suwarna, M.Pd NIP. 19520609 1981031004

... ... Penguji II

Erina Hertanti, M.Si______ NIP. 19720419 1999032002

... ...

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(4)

Isti Nurcahyani, “Pengaruh Teknik Probing terhadap Hasil Belajar Peserta Didik dalam Pembelajaran Konsep Getaran dan Gelombang”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik probing terhadap hasil belajar peserta didik setelah pembelajaran pada konsep getaran dan gelombang. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan pada bulan April 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Quasi Eksperimen. Pada penelitian ini sampel diambil sebanyak 74 orang dengan menggunakan teknik Purposive Sampling dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes objektif bentuk pilihan ganda. Tes ini terdiri dari empat pilihan (opsi) dan hasilnya diuji melalui satatistik uji “t”. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 2,10 sedangkan ttabel sebesar 1,99 pada taraf signifikansi 0,05 atau dapat diketahui thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha yang menyatakan terdapat pengaruh teknik probing terhadap hasil belajar diterima atau disetujui. Hal ini menunjukan bahwa teknik probing membawa pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar fisika.

Kata Kunci : Teknik Probing, Hasil Belajar, Statistik.

(5)

ABSTRACT

Isti Nurcahyani, “The Effect of The Technique Probing to Students Learning Outcomes in Study Conception Wave and Vibration.” Thesis of Physics Departement, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. The aim of this research is to know the Effect of The Technique Probing to Students Learning Outcomes in Study Conception Wave and Vibration. This Research has been done in April 2010 at SMP Negeri 17 in South Tangerang. To get the data, the research took 74 students as a sample by using Purpsive Sampling technique, after that the class was divided into two group, i.e. experiments and control classes. The instrumentation of this research used an objective multiple choice test. This test was consisted of four options, and the result of this test had been tested through t-test statistic. The calculation of tcount was 2,10 and ttable was 1,99; and 0,05 on the significant level or tcount > ttable. The conclusion is Ha that explained there are any Effect of The Technique Probing to Students Learning Outcomes in Study Conception Wave and Vibration accepted or agreed. This indicated that Effect of The Technique Probing brings the significant influence to the learning output.

Key Word : Technique Probing, Learning out, Statistic.

(6)

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah menciptakan manusia sebaik-baiknya bentuk dan keajaiban, untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan umat manusia, yaitu Nabi Muhammad SAW sang pemilik akhlak mulia, pembawa kebenaran dan kedamaian bagi seluruh alam. Atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada.

Adapun keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari banyak pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis patut mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Ketua Jurusan Pendidikan IPA Ibu Baiq Hana Susanti, M.Pd, M.Si. 3. Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd. 4. Ketua Prodi Fisika Ibu Erina Hertanti, M.Si.

5. Bapak Ahmad Sofyan, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing penulis dalam menyikapi semua permasalahan dalam skripsi ini. 6. Ibu Kinkin Suartini, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak H. Mardi Yuana Abdillah, S.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 17 kota Tangerang Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan Observasi dan penelitian skripsi.

8. Bapak Hendrianto, S.Pd, selaku guru mata pelajaran IPA di SMP Negeri 17 Kota Tangerang Selatan.

9. Seluruh guru, karyawan dan siswa-siswi SMP Negeri 17 Kota Tangerang Selatan yang banyak memberikan pengetahuan selama penulis menjalankan penelitian skripsi.

10.Abi dan umi tercinta yang bersusah payah telah mengasuh dan mendidik penulis hingga dapat terus kuliah serta adikku tersayang dan seluruh

(7)

keluargaku yang selalu mendoakan dan mendukung keberhasilan belajar penulis.

11.Sahabat-sahabat Program Studi Pendidikan Fisika angkatan 2005 yang telah banyak memberikan pengalaman kepada penulis tentang indahnya arti sebuah kebersamaan.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik semua pihak serta jasa-jasanya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan hanya kepada Allah jualah penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca umumnya.

Jakarta, Juli 2010

Penulis

(8)

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ... 5

A. Kajian Teoretis ... 5

1. Teknik Probing ... 5

a. Pengertian Teknik Pembelajaran Probing ... 5

b. Tahap-tahap Teknik Probing ... 8

c. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajran Probing ... 10

2. Hasil Belajar ... 12

a. Pengertian Belajar ... 12

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... . 13

c. Hasil Belajar Sebagai Objek Penilaian ... . 14

d. Pengukuran Hasil Belajar... 15

(9)

e. Prinsip-prinsip Belajar ... 19

f. Tujuan Belajar ... 22

3. Metode Tanya Jawab ... 23

4. Getaran dan Gelombang ... 24

a. Getaran ... 25

1) Amplitudo ... 26

2) Frekuensi ... 26

3) Periode ... 27

b. Gelombang ... 27

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 29

C. Kerangka Berpikir ... 30

D. Perumusan Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Desain Penelitian ... .. 33

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

E. Teknik Pengambilan Sampel ... 34

F. Prosedur Penelitian ... .. 34

G. Variabel Penelitian ... 36

H. Teknik Pengumpulan Data ... 37

I. Instrumen Penelitian ... 38

J. Teknis Analisis Data ... 43

K. Hipotesis Statistik ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Hasil Penelitian ... 48

1. Hasil Uji Data Pretest a. Deskripsi data Pretest Siswa kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 48

(10)

c. Uji Homogenitas Pretest Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 50

d. Uji Hipotesis Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 51

2. Hasil Uji Data Posttest a. Deskripsi data Posttest Siswa kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 52

b. Uji Normalitas Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 53

c. Uji Homogenitas Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 54

d. Uji Hipotesis Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 55

3. Deskripsi Data Normal Gain ... 55

B. Interpretasi Hasil Penellitian ... 57

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 64

(11)

DAFTAR TABEL

Table 2.1 Keterampilan Proses sains ... 7

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 33

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 38

Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas ... 40

Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 41

Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda ... 42

Tabel 3.6 Kriteria Normal Gain... 46

Tabel 4.1 Rekapitulasi Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 49

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 51

Tabel 4.4 Hasil Pretest Uji “t” Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 51

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 53

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol ... 54

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 54

Tabel 4.8 Hasil Posttest Uji “t” Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 55

Tabel 4.9 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Normal Gain ... 56

Tabel 4.10 Kategorisasi N-Gain Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 57

(12)

Gambar 2.1 Pola Umum Teknik Probing ... 9

Gambar 2.2 Bagan Peta Konsep Getaran dan Gelombang ... 24

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir... 32

Gambar 3.1 Tahapan dalam Prosedur Penelitian ... 37

Gambar 4.1 Grafik Batang Hasil Belajar (Pretest) Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 49

Gambar 4.2 Grafik Batang Hasil Belajar (Posttest) Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 52

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Instrumen Penelitian dan Uji Coba Instrumen Penelitiaan

Lampiran A.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 64

Lampiran A.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian…………...….. 75

Lampiran A.3 Contoh PerhitunganValiditas dan Reliabilitas Uji Coba Instrumen Penelitian ... ….. 76

Lampiran A.4 Tingkat Kesukaran Instrumen Penelitian ... 78

Lampiran A.5 Distribusi Tingkat Kesukaran Instrumen Penelitian ………….. 79

Lampiran A.6 Daya Pembeda Instrumen Penelitian ... 80

Lampiran A.7 Distribusi Daya Pembeda Instrumen Penelitian ….……… 81

Lampiran A.8 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 82

Lampiran A.9 Soal Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar yang dipakai dalam Penelitian ... . 83

Lampiran A.10 Kunci Jawaban Instrumen Tes Hasil Belajar Yang Dipakai Dalam Penelitian………. 88

Lampiran B Perangkat Pembelajaran ... 89

Lampiran B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 89

Lampiran B.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 98

Lampiran B.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 107

Lampiran C Uji Analisis Data ... 110

Lampiran C.1 Data Nilai Pretest – Posttest ... 110

Lampiran C.2 Distribusi Data Skor Pretest Kelas Eksperimen ... 111

Lampiran C.3 Distribusi Data Skor Pretest Kelas Kontrol ... 113

Lampiran C.4 Distribusi Data Skor Posttest Kelas Eksperimen ... 115

Lampiran C.5 Distribusi Data Skor Posttest Kelas Kontrol ... 117

Lampiran C.6 Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 119

Lampiran C.7 Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol ... 120

Lampiran C.8 Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen ... 121

(14)

Lampiran C.11 Uji Homogenitas ... 126

Lampiran C.12 Uji Hipotesis ... 129

Lampiran C.13 Uji Normal Gain Eksperimen ... 134

Lampiran C.14 Uji Normal Gain Kontrol ... 136

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas peserta didik, hal ini tentu saja akan berkaitan dengan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai. Dalam proses pencapaian tujuan-tujuan pendidikan melalui proses pembelajaran banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya, di antaranya faktor ekstern dan faktor intern. Faktor tersebut dapat bersifat positif, apabila mempengaruhi terhadap perubahan dan pembaharuan tingkah laku dan kecakapan peserta didik menjadi lebih baik.

Selain itu, tujuan pendidikan juga bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal. Dengan adanya lingkungan yang memungkinkan, anak didik dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.1

Kegiatan pembelajaran di kelas yang diterapkan oleh guru, seringkali menempatkan peserta didik sebagai objek pendidikan dan guru sebagai subjek pendidikan sehingga guru selalu mendominasi proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan pembelajaran seperti ini, guru masih mendominasi kelas, peserta didik menjadi pasif di kelas yaitu hanya datang, duduk, mendengar, melihat, berlatih, dan lupa.

Selain itu, masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat berbagai informasi tanpa dituntut untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari siswa.2

1

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.6

Di samping itu, untuk mengikuti pelajaran di sekolah,

2

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), h 1

(16)

kebanyakan peserta didik tidak siap terlebih dulu dengan membaca bahan yang akan dipelajari, peserta didik datang tanpa bekal pengetahuan.

Di lain pihak, banyak peserta didik yang masih belum berani dan terbiasa beraktivitas, kebanyakan masih takut salah untuk bertanya, menjawab, berkomentar, mencoba, atau mengemukakan ide. Mereka masih tidak yakin apakah keberanian akan melanggar etika hormat kepada guru, karena di lingkungan keluarga pun banyak bicara itu bisa dimarahi. Mereka masih takut akan kesalahan karena biasanya akan mendapat teguran atau bentakan, ada rasa tidak aman dalam belajar. Pada pihak guru pun, masih banyak guru yang merasa kurang nyaman jika peserta didik banyak bicara, merasa kurang senang bila peserta didik banyak bertanya dan berkomentar, memandang kurang sopan jika peserta didik banyak bertingkah, dan semacamnya. Apalagi jika peserta didik berbuat salah biasanya langsung divonis tidak menyenangkan.

Pada teknik pembelajaran probing, diharapkan partisipasi dan aktivitas peserta didik di kelas tinggi. Pada umumnya, pada pembelajaran probing peserta didik akan belajar (berpikir-bekerja) secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik pembelajaran ini, peserta didik akan berpartisipasi aktif walaupun ada unsur ketegangan dan cepat melelahkan. Dengan teknik probing ini peserta didik akan diasah kemampuan berpikir sehingga menyebabkan peserta didik akan berpikir kreatif dalam memecahkan setiap masalah yang dihadapinya. Untuk mengefektifkan pertanyaan guru dalam pembelajaran IPA dapat dipilih suatu alternatif yaitu penggunaan teknik probing, beberapa pertanyaan berseri yang terprogram, saling berhubungan dan berkesinambungan agar kompetensi siswa dapat tercapai.3

Pengetahuan bisa didapatkan dimana saja, termasuk di alam. Fenomena-fenomena alam tersebut bisa dipelajari pada mata pelajaran fisika. Karena fisika

Pertanyaan yang digunakan untuk membimbing siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan teknik probing, dipilih mulai kategori pertanyaan yang memerlukan proses berpikir tingkat rendah sampai tingkat tinggi

3

Sri Murtini, Kreativitas Teknik Probng, tersedia:

(17)

merupakan ilmu yang mempelajari materi dan interaksinya. Banyak konsep-konsep fisika yang bisa menjelaskan fenomena-fenomena tersebut. Salah satunya penerapan konsep getaran dan gelombang. Getaran dan gelombang adalah salah satu materi pada mata pelajaran Fisika yang konsepnya bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini diambil karena sesuai dengan penerapan teknik probing karena teknik ini menghadapkan peserta didik dengan gejala-gejala alam yang dapat memunculkan teka-teki seperti konsep getaran dan gelombang.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian yang lebih seksama mengenai kesulitan peserta didik dalam proses pembelajaran fisika yang menyebabkan aktivitas peserta didik di kelas terhambat, dan peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti dan menuangkannya dalam bentuk uraian judul “Pengaruh Teknik Probing terhadap Hasil Belajar Peserta Didik dalam Pembelajaran Konsep Getaran dan Gelombang.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah berikut:

1. Penerapan teknik pembelajaran masih terpusat pada aktivitas guru, sehingga guru selalu menguasai proses belajar mengajar dan peserta didik menjadi pasif di kelas.

2. Peserta didik mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan pembelajaran fisika dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kreativitas dan aktivitas peserta didik terhambat.

3. Peserta didik masih mengalami kesulitan dalam mengasah kemampuan berpikir mereka, sehingga terhambatnya proses berpikir.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan masalah yang diteliti dan karena adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya peneliti, maka masalah dibatasi pada pengaruh teknik probing terhadap hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran konsep getaran dan gelombang dengan uraian sebagai berikut:

(18)

1. Metode pembelajaran yang akan diterapkan yaitu metode tanya jawab dengan teknik probing.

2. Hasil belajar yang diukur hanya pada ranah kognitif berdasarkan taksonomi Bloom pada jenjang C1 (Pengetahuan), C2 (Pemahaman), C3 (Penerapan) dan C4 (Analisis).

3. Konsep fisika yang dibahas adalah konsep getaran dan gelombang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: “Apakah teknik probing berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran konsep getaran dan gelombang?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik probing terhadap hasil belajar peserta didik setelah pembelajaran pada konsep getaran dan gelombang.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Memberikan wawasan tentang cara penerapan teknik pembelajaran fisika khususnya teknik probing dan memberikan pengalaman melakukan penelitian. 2. Memberikan informasi untuk mengembangkan pemikiran dan pengetahuan

yang bernilai tentang pendidikan.

3. Memberikan informasi mengenai kemampuan kognitif siswa pada proses pembelajaran.

(19)

BAB II

KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoretis 1. Teknik Probing

a. Pengetian Teknik Pembelajaran Probing

Teknik probing adalah suatu teknik dalam pembelajaran dengan cara mengajukan satu seri pertanyaan untuk membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru. 1

Melalui proses probing, guru berusaha untuk membuat siswa-siswanya membenarkan atau paling tidak menjelaskan lebih jauh tentang jawaban-jawaban mereka, dengan cara demikian dapat meningkatkan kedalaman pembahasan. Selain itu teknik ini juga membantu mereka untuk sejauh mungkin menghindari jawaban-jawaban yang dangkal.

Dalam probing, guru membimbing peserta didik agar mampu membangun pengetahuannya sendiri dengan mengajukan pertanyaan, sehingga guru mengetahui kemampuan dasar mereka.

2

Teknik probing dapat memberikan fasilitas melatih kemampuan berpikir dan membaca ilmiah agar dapat mempermudah melakukan akomodasi dan membangun pengetahuannya.3

Menurut Suyanto, teknik probing adalah usaha atau langkah-langkah sistematis dalam pembelajaran untuk menggali informasi (fakta, data) yang dinilai penting dari siswa dan relevan dalam mengembangkan pembelajaran.4

1

Maman Wijaya, Penggunaan Teknik Probing dalam Pembelajaran Kesetimbangan Benda Getar, (Bandung. Tesis PPS UPI. 1999) hal.16

Teknik probing memerlukan kekuatan dalam mengembangkan pertanyaan. Guru perlu

2

David A. Jacobsen dkk, Methods for Teaching (Metode-metode pengajaran

Meningkatkan Belajar TK-SMA), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal.184 3

Maman Wijaya, et all., Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Vol.V–No.6–April 2008; Peningkatan Kemampuan Berpikir dan Kemampuan Membaca Ilmiah Guru IPA Melalui Pembelajaran dengan Teknik Probing, (Bandung: 2008), hal.23

4

Suyanto, Teknik Probing untuk Menguatkan Kapasitas Siswa, Tersedia:

(20)

menguasai keterampilan bertanya karena guru cenderung mendominasi kelas dengan ceramah, murid belum terbiasa mengajukan pertanyaan, murid harus dilibatkan secara mental-intelektual secara maksimal, dan adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi untuk menguji pemahaman siswa.

Aktivitas secara fisik yang diharapkan terjadi dengan teknik probing guru adalah sebagai berikut: siswa melakukan observasi (mengamati, mengukur, mencatat data), menjawab pertanyaan, dan mengajukan pertanyaan atau sanggahan, sedangkan aktivitas berpikirnya adalah asimilasi, akomodasi dan pembentukan pengetahuan baru.5

Dengan teknik pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk peserta didik secara acak sehingga setiap peserta didik mau tidak mau harus berperan aktif, peserta didik tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Pada umumnya peserta didik akan belajar (berpikir-bekerja) secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik ini, peserta didik akan berpartisipasi aktif tetapi tetap ada unsur ketegangan dan cepat melelahkan.

Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya ketika menyampaikan serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan dengan nada yang lembut. Hal ini bisa mengurangi ketegangan peserta didik ketika diajukan pertanyaan. Peserta didik akan merasa seperti diberi pertanyaan oleh teman mereka sendiri tetapi tetap sopan. Saat pelajaran berlangsung, ketika sedang mengajukan pertanyaan hendaknya juga ada canda, senyum dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria.

Pada saat peserta didik menjawab pertanyaan dan jawabannya ternyata salah, guru tidak langsung mempersalahkan dan memarahinya di depan kelas. Jawaban peserta didik yang salah akan dihargai karena salah adalah ciri bahwa peserta didik tersebut sedang belajar, ia telah berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

5

(21)

Pertanyaan yang digunakan untuk membimbing siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan teknik probing, dipilih mulai kategori pertanyaan yang memerlukan proses berpikir tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Aktivitas siswa yang diharapkan terjadi dengan penggunaan teknik probing oleh guru adalah aktivitas yang dapat melatih ketrampilan proses sains, contoh:6

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains

No. Ketrampilan Proses Sains Pertanyaan

1.

Apa yang kamu amati ketika Ikan terlempar dari toples yang berisi air?

Berapakah temperatur akhir? Berapa lama diperlukan waktu untuk mencapai temperatur akhir itu?

Apa yang terjadi dengan jumlah gerakan operkulum ikan emas bila temperatur diturunkan?

Manakah dari hewan-hewan ini yang termasuk serangga?

Manakah tanaman yang lebih kokoh, yang tumbuh di tempat terang atau yang tumbuh di tempat gelap?

Tanaman mana yang kamu perkirakan akan tumbuh lebih baik?

Kebanyakan uap air dalam awan berasal dari laut, mengapa air hujan tidak hanya jatuh di laut?

Apakah cahaya mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kecambah kacang hijau?

Pertanyaan yang baik mempunyai berbagai fungsi antara lain: mendorong siswa untuk berpikir, meningkatkan keterlibatan siswa, merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan, mendiagnosis kelemahan siswa, memusatkan perhatian siswa pada satu masalah, dan membantu siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik.7

6

Sri Murtini, Kreativitas Teknik Probing, tersedia

7

Suyanto, op.cit,. h. 2

(22)

b. Tahap-tahap teknik probing

Aktivitas guru dalam mengkondisikan teknik probing meliputi tujuh tahap, sebagai berikut:

1. Tahap I, menghadapkan peserta didik pada situasi baru, misalnya dengan menunjukkan gambar, alat pembelajaran, objek, gejala yang dapat memunculkan teka-teki.

2. Tahap II, memberi waktu tunggu beberapa saat agar peserta didik melakukan pengamatan.

3. Tahap III, mengajukan pertanyaan sesuai indikator atau kompetensi yang ingin dicapai peserta didik.

4. Tahap IV, memberi waktu tunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan peserta didik merumuskan jawabannya.

5. Tahap V, Meminta seorang peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukan.

6. Tahap VI, dari respon siswa itu, apabila jawaban yang diberikan peserta didik benar atau relevan dilanjutkan dengan peserta didik lain, untuk meyakinkan bahwa semua peserta didik terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Jika jawaban keliru atau tidak relevan, diajukan pertanyaan susulan yang berhubungan dengan respon pertama. Pertanyaan yang diajukan pada tahap ke 6 (enam) ini sebaiknya diajukan/diinteraksikan juga pada peserta didik lain agar seluruh peserta didik terlibat dalam kegiatan probing.

7. Tahap VII, mengajukan pertanyaan akhir pada peserta didik lain untuk lebih menegaskan bahwa kompetensi dasar yang dituju sudah tercapai.8

8

(23)

Pola umum teknik probing dapat dilihat dalam gambar 2.1.9

Aktivitas Probing Guru Aktifitas Mental Siswa

Gambar 2.1 Pola Umum Teknik Probing

9

Ibid, hal. 23

TAHAP I

Menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki,

melalui gambar, peragaan, dll

TAHAP II Tunggu beberapa saat

TAHAP III

Ajukan pertanyaan sesuai indikator

TAHAP IV Tunggu beberapa saat

TAHAP V

Minta seorang siswa menjawabnya

Akomodasi Asimilasi

Respon siswa?

Tanggapan mental siswa (sesuai?)

Disequilibrium

TAHAP VI

Mengajukan pertanyaan dengan seri pertanyaan sesuai dengan indikator pembelajaran.

TAHAP VII

Mengajukan pertanyaan akhir untuk menguji pemahaman peserta didik

Pengetahuan Baru Equilibrium

(24)

Penentuan materi yang akan disajikan dengan teknik probing dapat dimulai pada waktu guru menyusun silabus, pada waktu menganalisins standar kompetensi maupun kompetensi dasar. Selanjutnya rancangan seri pertanyaannya disiapkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran berupa pertanyaan-pertanyaan pokok. Pertanyaan tambahan akan muncul sesuai dengan jawaban yang diberikan peserta didik.

c. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Probing

Secara umum menggunakan teknik probing dalam pembelajaran di kelas sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan prestasi siswa melalui aktivitas mendengar, berdiskusi dan merepresentasi. Walaupun demikian, dari hasil pengamatan dan penganalisaan penggunaan teknik probing, ternyata teknik probing memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelemahannya adalah sebagai berikut:

1). Sulit merencanakan waktu yang diperlukan secara tepat untuk setiap jenis kegiatan.

Pada saat pembelajaran, kadang-kadang ada jawaban siswa yang menyimpang dari yang diinginkan oleh guru sehingga guru terpaksa menyusun pertanyaan baru yang lain untuk menyesuaikan dengan jawaban siswa tersebut. Dan untuk menyusun pertanyaan yang baru itu tidak mudah dilakukan secara cepat.

2). Sulit merencanakan serangkaian pertanyaan untuk diajukan satu persatu sampai selesai.

(25)

3). Sulit menghindari jawaban serempak dari siswa.

Setelah dicoba mengatasinya dengan cara meningkatkan pertanyaan ke tingkat yang lebih tinggi, seperti pertanyaan evaluatif, siswa menjadi diam. Akhirnya guru menyederhanakan pertanyaan. 10

Kelebihan teknik probing diantaranya adalah:

1). Guru tidak perlu memberikan penjelasan atau menjawab pertanyaan, melainkan cukup mengajak siswa untuk mengamati gambar, mengamati benda atau hal-hal yang mengandung teka-teki menyangkut materi yang akan diajarkan untuk kemudian mengajukan serangkaian pertanyaan.

2). Siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan komunikasi melalui komunikasi langsung dengan guru dalam membangun pengetahuan baru.

3). Perhatian siswa terhadap bahan yang sedang dipelajarinya cenderung lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban takut ditunjuk oleh guru. 4). Jumlah siswa yang terlibat dalam pembelajaran dapat lebih ditingkatkan

dengan cara mendistribusikan pertanyaan secara merata ke seluruh siswa. 5). Aspek kognitif siswa menjadi lebih terlatih setelah mereka terbiasa mengolah

pengetahuan yang telah mereka kuasai, mencari hubungan yang satu dengan yang lainnya, lalu menerapkannya untuk menerangkan situasi baru yang diamatinya.

6). Siswa diberi kepercayaan untuk membangun sendiri pengetahuannya dan diarahkan untuk belajar mandiri, sehingga diharapkan apabila mereka berhasil melakukannya mereka menjadi lebih puas. Pengetahuan yang diperolehnya diharapkan dapat melekat lebih lama dan diharapkan pula mereka dapat lebih bersemangat untuk melakukan hal sama pada situasi lain. 11

Jadi teknik probing adalah teknik pembelajaran dengan cara mengajukan serangkaian pertanyaan yang bersifat membimbing peserta didik dan semua peserta didik dapat ikut terlibat dalam proses pembelajaran.

10

Nitta Puspitasari, Efektifitas Belajar Mengajar Matematika dengan Teknik Probing,

tersedia

11

Ibid, hal. 5

(26)

2. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar atau yang disebut dengan learning, adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan, dan dengan adanya proses belajar inilah manusia dapat bertahan hidup (survived). 12

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

13

Prestasi belajar adalah kemampuan siswa yang dicapai setelah melalui proses pembelajaran yang diukur dengan suatu evaluasi atau kriteria tertentu misalnya dengan menilai jawaban atas soal-soal yang telah disusun sesuai dengan rencana yang ingin dicapai setelah terjadi proses pembelajaran tersebut.

Salah satu ciri bahwa seseorang dikatakan sudah atau telah belajar ialah adanya suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang tersebut. Perubahan itu menyangkut perubahan dalam pengetahuan dan keterampilan atau juga perubahan dalam sikap.

14

Winarno Sukarman mengatakan bahwa belajar adalah proses yang terjadi dalam otak manusia dimana ada syaraf dan sel-sel otak yang bekerja menyimpulkan apa yang dilihat oleh mata didengar oleh telinga dan lain-lain, lalu disusun oleh otak sebagai hasil belajar. 15

12

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta:Kisi Brother’s, 2006), h. 76

Sementara itu Anita E. Woolflok mengemukakan, bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi dari pengalaman

13

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 10-11

14

Nyoman Cakra Griadhi, Penanggulangan Miskonsepsi Pada Mata Pelajaran

Ekonomi dengan Lembar Kerja Siswa dan Pemanfaatan Lingkungan Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.3 thn XXXV Juli 2002, hal 74

15

(27)

atas suatu perubahan yang relatif dalam suatu bidang pengetahuan atau tingkah laku.16

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar dipahami sebagai suatu proses kegiatan yang menagakibatkan terjadinya perubahan pada pengalaman dan perilaku seseorang terhadap sesuatu yang dipelajari.

17

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.18

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan serangkaian kegiatan dalam mencapai perubahan tingkah laku, pengetahuan, kepribadian, keterampilan yang diakibatkan oleh terjadinya interaksi antara seseorang dengan seseorang, seseorang dengan kelompok dan seseorang dengan lingkungannya sebagai hasil dari pengalaman.

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Definisi dari belajar di atas mengandung pengertian bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang secara keseluruhan atas apa yang didapat dari suatu pengalamannya baik dari suatu penglihatan, pengamatan ataupun meniru dari seseorang yang ia anggap paling baik.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: faktor yang datangnya dari dalam diri siswa (faktor

16

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op.cit, hal. 11 17

Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: PT: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke 4, h. 2

18

Ibid, h. 2

(28)

internal) dan faktor yang datangnya dari luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

1). Faktor jasmani (fisiologis), baik yang bersifat bawaan ataupun yang diperolehnya, contohnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperolehnya. Faktor ini terdiri atas faktor:

a). Faktor intelektif yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan, bakat dan faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dan pernah dimiliki. b). Faktor non intelektif adalah unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,

kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosional dan penyesuaian diri. 3). Faktor kematangan fisik maupun psikis

Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

a). Faktor sosial yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok.

b). Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. c). Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim. d). Faktor lingkungan spiritual dan keamanan.

Faktor-faktor tersebut di atas saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar siswa.19

c. Hasil Belajar sebagai Objek Penilaian

Proses belajar mengajar terdiri dari empat unsur utama yakni tujuan, bahan, metode dan alat penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dalam kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada

19

(29)

tujuan yang telah ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.

Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

d. Pengukuran Hasil Belajar 1. Pengukuran Ranah Kognitif

Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagi konsep fungsi dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hapalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental. Pada ranah ini terdapat enam jenjang berpikir mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: (1) pengetahuan/ingatan (knowledge), (2) pengetahuan (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis) dan (5) evaluasi (evaluation). Pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohl melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom

(30)

menjadi: (1) Remember, (2) understand, (3) apply, (4) analyze, (5) evaluate, dan (6) create.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk dikategorikan lebih terinci secara hierarkis kedalam enam jenjang kemampuan yakni hapalan/ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintetis (C5) dan evaluasi (C6).20

2. Pengukuran Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang yang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kogntif semata-mata. Tipe belajar hasil afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.

Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama, demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.

Ranah afektif ini dirinci oleh Kathwohl dkk, menjadi lima jenjang, yakni: (1) perhatian atau penerimaan (receiving), (2) tanggapan (responding), (3) penilaian atau penghargaan (valuing), (4) pengorganisasian (organization) dan (5) karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai (characterization by a value or value complex). Tujuan-tujuan instruksional yang termasuk domain afektif diklasifikasikan oleh David Kathwohl ke dalam jenjang secara hierarkis, yaitu: "Receiving" meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu nilai dan keyakinan. "Responding" meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat.

20

(31)

"Valuing" meliputi pemilikan serta pelekatan pada suatu nilai tertentu. "Organization" meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai. "Characterization" mencakup pengembangan nilai-nilai menjadi karakter pribadi.21

Kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu:

a) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Tipe ini contohnya kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d) Organisasi, yakni pengembangaan diri dari nilai ke dalam suatu sistem dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, yang termasuk ke dalam organisasi adalah konsep tentang nilai dan organisasi sistem nilai.

e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.22

Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap dan internalisasi nilai.

21

Ibid, h. 20 22

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h 30

(32)

3. Pengukuran Ranah Psikomotor

Pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.23

Proses belajar mengajar di sekolah saat ini, tipe belajar hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tak perlu lagi diberikan penilaian. Tipe hasil belajar ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu secara garis besarnya berasal dari faktor internal (diri siswa sendiri) dan eksternal (dari luar siswa sendiri). Adapun faktor yang datang dari diri sendiri bisa diakibatkan oleh kemampuan dan keinginan yang kurang atau boleh dibilang mempunyai IQ yang pas-pasan sehingga dapat menyebabkan penurunan dalam belajarnya. Sedangkan faktor yang dari luar diri siswa yaitu bisa disebabkan oleh keadaan keluarganya ataupun lingkungannya yang kurang mendukung dalam proses belajarnya.

23

(33)

e. Prinsip-prinsip Belajar

Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya yaitu :

a) Prinsip motivasi, memberikan motivasi kepada siswa agar memiliki semangat yang tinggi dalam kegiatan belajar mengajar.

b) Prinsip latar/konteks, mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan menghindari pengulangan materi pengajaran yang tidak terlalu penting.

c) Prinsip keterarahan, merumuskan tujuan secara jelas. Menerapkan bahan dan alat yang sesuai serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat. d) Prinsip hubungan sosial, mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu

mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan serta interaksi banyak arah.

e) Prinsip belajar sambil bekerja, memberi kesempatan kepada anak melakukan praktek atau percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian, dan sebagainya.

f) Prinsip Individualisasi, mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap siswa dalam menyerap materi pelajaran.

g) Prinsip Menemukan, mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memotivasi siswa untuk aktif baik fisik, mental, sosial, dan/atau emosional. h) Prinsip Pemecahan Masalah, mengajukan persoalan/problem yang ada di

lingkungan sekitar, dan siswa dilatih untuk merumuskan, mencari data, menganalisis, dan memecahkannya sesuai dengan kemampuan. 24

Davies mengatakan bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai prinsip-pronsip belajar, khususnya prinsip berikut :

1. Siswa berperan aktif dalam kegiatan belajar

2. Siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya

24

Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusif. www.ditplb.or.id.

(34)

3. Siswa memperoleh penguatan langsung selama proses belajar

4. Penguasaan yang baik oleh siswa akan membuat proses belajar menjadi berarti 5. Siswa akan lebih meningkat motivasinya untuk belajar jika diberi

tanggungjawab serta kepercayaan penuh atas belajarnya25

Dari uraian di atas tampak bahwa teori pembelajaran merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan untuk mengatur situasi agar siswa mudah mencapai tujuan belajar. Prinsip-prinsip pembelajaran dapat diterapkan dalam pembelajaran tatap muka di kelas maupun diluar kelas. Teori pembelajaran juga memberi arahan dalam memilih metode pengajaran yang mana yang paling tepat untuk suatu pembelajaran tertentu.

.

Untuk belajar siswa harus mempunyai perhatian dan responsif terhadap materi yang akan diajarkan. Jadi materi pembelajaran harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian si belajar. Semua proses belajar memerlukan waktu, dan untuk suatu waktu tertentu hanya dapat dipelajari sejumlah materi yang sangat terbatas.

Di dalam diri orang yang sedang belajar selalu terdapat suatu alat pengatur internal yang dapat mengontrol motivasi serta menentukan sejauh mana dan dalam bentuk apa seseorang bertindak dalam suatu situasi tertentu. Pengetahuan tentang hasil yang diperoleh di dalam proses belajar merupakan faktor penting sebagai pengontrol. Disini ditekankan juga perlunya kesamaan antara situasi belajar dengan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan kehidupan nyata.

Sementara menurut Sardiman, beberapa prinsip yang penting untuk diketahui dalam belajar, antara lain

a) Belajar hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya b) Belajar memerlukan proses dan tahapan serta kematangan

c) Belajar harus memiliki motivasi

d) Belajar merupakan proses percobaan dan pembiasaan

25

(35)

e) Kemampuan belajar siswa harus diperhitungkan dalam menentukan isi pelajaran

f) Belajar dapat dilakukan secara langsung, pengalaman dan pengenalan atau peniruan

g) Belajar melalui praktek atau pengalaman langsung akan lebih efektif

h) Perkembangan pengalaman siswa banyak mempengaruhi kemampuan belajarnya

i) Bahan pelajaran yang bermakna/berarti, lebih mudah dan menarik dipelajari j) Informasi tentang kelakuan baik, pengetahuan, kesalahan, serta keberhasilan

siswa, banyak membantu kelancaran dan semangat belajar

k) Belajar sebaiknya berupa aneka ragam tugas, sehingga siswa dapat melakukan atau mengalaminya sendiri. :26

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Selain itu, tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Siswa tidak hanya dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, tetapi juga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pengajaran dapat dikatakan berhasil baik didasarkan bahwa belajar merupakan proses yang bermakna, bukan sesuatu yang berlangsung secara mekanis saja, tidak sekedar rutinisme. Dalam belajar terdapat sejumlah aspek yang sifatnya khas dari belajar penuh makna. Belajar yang penuh makna adalah: 1. Belajar harus memiliki tujuan

2. Belajar sesuatu yang bersifat eksplorasi serta menemukan dan bukan merupakan pengulangan rutin

3. Hasil belajar yang dicapai memunculkan pemahaman, pengertian, atau menimbulkan reaksi/jawaban yang dapat dipahami atau diterima oleh akal. 4. Hasil belajar tersebut tidak terikat pada situasi ditempat mencapai, tetapi dapat

juga digunakan dalam situasi lain. 27

26

Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet-10, hal. 24-25.

27

Whandi, Pengertian Belajar

(36)

f. Tujuan Belajar

Proses belajar dapat berlangsung dengan baik jika dalam proses belajar tersebut diperhatikan tujuan belajar yang sesungguhnya. Belajar memiliki beberapa tujuan, antara lain untuk :

1. Mengetahui suatu kepandaian, kecakapan, atau konsep yang sebelumnya tidak pernah diketahui

2. Mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat berbuat, baik tingkah laku maupun keterampilan

3. Mengkombinasikan dua pengetahuan (atau lebih) ke dalam suatu pengertian baru, baik keterampilan, pengetahuan, konsep maupun sikap/tingkah laku 4. Memahami dan/atau menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh. 28

Sementara Sardiman mengemukakan bahwa tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu:29

1. Mendapatkan pengetahuan

2. Penanaman konsep dan keterampilan 3. Pembentukan sikap

Dengan demikian, pada intinya tujuan belajar adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar.

Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar diartikan sebagai aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman, dan proses belajar telah terjadi di dalam diri anak setelah terjadi perubahan. Perubahan dalam diri anak yang dikatakan sebagai hasil proses belajar, jika perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Jadi belajar ditandai oleh dua faktor yaitu adanya pengalaman dan perubahan.

28

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 3.

29

(37)

3. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab merupakan cara menyajikan bahan ajar dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban untuk mencapai tujuan.30

Beberapa kelebihan metode Tanya jawab antara lain:

Pertanyaan-pertanyaan bisa muncul guru, bisa juga dari peserta didik, demikian halnya jawaban yang muncul bisa dari guru maupun dari peserta didik. Pertanyaan digunakan untuk merangsang aktivitas dan kreativitas berpikir peserta didik. Karena itu, mereka harus didorong untuk mencari dan menemukan jawaban yang tepat dan memuaskan. Dalam mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawabnya.

a. Memberikan kesempatan kepada murid-murid untuk dapat menerima penjelasan lebih lanjut.

b. Guru dapat dengan segera mengetahui kemajuan muridnya dari bahan yang telah diberikan.

c. Pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan agak baik dari murid dapat mendorong guru untuk memahami lebih mendalam dan mencari sumber-sumber lebih lanjut.

d. Teknik yang efektif memiliki nilai positif dalam melatih anak agar berani mengemukakan pendapatnya dengan lisan secara teratur.

e. Mendorong murid lebih aktif dan bersungguh-sungguh, dalam arti murid yang biasanya segan mencurahkan perhatian akan lebih berhati-hati dan aktif mengikuti pelajaran.

Beberapa kelemahan metode Tanya jawab antara lain: 31

a. Pemakaian waktu lebih banyak jika dibandingkan dengan metode ceramah. Jalan pelajaran lebih lambat dari metode ceramah, sehingga kadang-kadang menyebabkan bahan pelajaran tidak dapat dilaksanakan menurut yang ditetapkan.

30

E. Mulyana, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, hal.115-116

31

Ibid., hal. 116

(38)

b. Adanya kemungkinan terjadi perbedaan pendapat antara guru dan murid. Hal ini terjadi karena pengalaman murid berbeda dengan guru.

c. Kadang terjadi penyimpangan masalah dari pokok bahasan. Karena adanya mis interpretasi antara yang mengajukan pertanyaan (guru) dan yang menjawab pertanyaan (murid).

d. Waktu yang tersedia seringkali tidak mencukupi untuk suatu proses tanya jawab secara relatif utuh dan sempurna sesuai rencana.

e. Kurang dapat secara cepat merangkum bahan-bahan pelajaran.

f. Kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian anak, terutama apabila terdapat jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, padahal bukan sasaran yang dituju.

4. Getaran dan Gelombang

memiliki

Gambar 2.2 Bagan Peta Konsep Getaran dan Gelombang

(39)

a. Getaran

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita melihat atau membuat benda bergetar. Misalnya, bandul jam yang bergerak bolak-balik secara teratur, senar gitar yang bergetar ketika dipetik, bedug atau drum yang dipukul, pegas yang diberi beban bergerak ke atas dan ke bawah, serta benda-benda lainnya yang mengalami getaran.

Semua benda tersebut akan bergetar apabila kita beri simpangan. Benda yang bergetar ada yang dapat dilihat dengan mata kasat karena simpangan yang kita berikan besar. Ada pula yang tidak dapat dilihat dengan mata karena simpangan yang diberikan kecil sekali, contohnya peristiwa bergetarnya atom dalam molekul atau partikel udara ketika ada gelombang bunyi.

Benda dikatakan bergetar jika mengalami gerak bolak-balik di sekitar titik seimbangnya. Dengan demikian getaran dapat didefinisikan sebagai gerak bolak-balik dari suatu benda di sekitar titik seimbangnya.32

Gerakan dari titik a ke b ke c kembali lagi ke b dan ke a disebut satu getaran penuh. Berarti, gerakan dari titik a ke b hingga ke c merupakan gerakan setengah getaran.

Pada setiap getaran, benda yang bergetar akan mengalami posisi terjauh dari kedudukan seimbang. Jarak terjauh penyimpangan terhadap kedudukan seimbang disebut amplitudo. Jadi, amplitudo adalah jarak simpangan yang terbesar dari sebuah getaran. Pada gambar di atas yang dimaksud amplitudo adalah jarak a ke b atau b ke c.33

32

Maman Hermana, Sains Fisika Jilid 2A SMP/MTs Kelas VIII, (Jakarta: Piranti, 2005), hal.64

33

Sumarwan dkk, Ilmu Pengetahuan Alam SMP Jilid 2B Untuk Kelas VII Semester 2,

(Jakarta: Erlangga, 2007), hal.141

(40)

1). Amplitudo

Sebuah benda yang bergetar akan memiliki posisi yang berubah-ubah terhadap posisi seimbangnya. Posisi benda terhadap titik seimbangnya disebut dengan simpangan. Semakin jauh posisi benda dari titik seimbangnya, maka semakin besar simpangan benda tersebut. Bila benda mengalami simpangan yang paling jauh, maka simpangan ini selanjutnya disebut dengan amplitudo.34

2). Frekuensi

Gerakan setiap getaran tentu mempunyai kecepatan yang berbeda. Misalnya, ada gerakan yang melakukan getaran 50 kali dalam waktu satu detik (sekon). Adapula yang dalam waktu setengah detik melakukan getaran sebanyak 200 kali. Untuk itu kita perlu menyatakan seberapa banyak getaran yang dilakukan oleh suatu benda dalam setiap detik.

Angka yang menyatakan banyaknya getaran dalam setiap detik disebut frekuensi. Jadi, frekuensi suatu getaran adalah banyaknya getaran yang dilakukan oleh suatu benda dalam setiap detik (sekon).35

Besar frekuensi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

t n

f = (2.1) Dengan:

f = frekuensi (Hz)

n = jumlah ayunan (getaran) t = waktu (sekon)

Frekuensi ayunan tidak bergantung pada besar amplitudo yang kamu berikan, tetapi sangat bergantung pada panjang tali yang digunakan. Jika bandul disimpangkan sejauh 5 cm atau 10 cm, maka frekuensi ayunan tetap sama. Tetapi jika panjang talinya diubah (misalnya dari 20 cm menjadi 40 cm), maka frekuensi ayunan akan berubah. Semakin panjang tali yang digunakan, maka semakin kecil

34

Maman Hermana, op.cit., hal.65 35

(41)

frekuensinya. Ayunan bandul ini sering dilakukan orang untuk mengukur percepatan gravitasi bumi.

3). Periode

Periode adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu kali getaran. Jadi, jika frekuensi suatu getaran 2 Hz, setiap getarannya membutuhkan waktu setengah sekon. Waktu setengah sekon inilah yang disebut periode getaran itu. Jika frekuensi getaran sebesar 50 Hz, setiap getaran membutuhkan waktu 1/5 sekon. Seperlimapuluh sekon inilah periodenya. Dengan demikian, jika periode kita beri lambang T dan frekuensi kita beri lambang f, maka dapat dituliskan:36

hertz Periode getaran beban pada pegas tidak bergantung pada amplitudonya tetapi bergantung pada massa beban.37

b. Gelombang

Gelombang merupakan salah satu konsep Fisika yang sangat penting untuk dipelajari karena banyak sekali gejala alam yang menggunakan prinsip gelombang. Sebagai makhluk yang paling pandai, manusia memiliki kewajiban untuk selalu mempelajari gejala alam ciptaan Tuhan untuk mengambil manfaat bagi kehidupan manusia. Kamu dapat berkomunikasi dengan orang lain sebagian besar dengan memanfaatkan gelombang suara atau gelombang bunyi. Kamu dapat mendengarkan radio atau menonton televisi karena adanya gelombang radio.

Gelombang ada dimana-mana. Disadari atau tidak, setiap hari kita didera oleh gelombang. Terdapat banyak macam gelombang, ada gelombang cahaya, gelombang bunyi, gelombang mikro, gelombang air, gelombang gempa, gelombang pada tali dan gelombang pada slinki. Bahkan ada gelombang yang sukar didefinisikan karena merupakan aktivitas yang terjadi di dalam tubuh, seperti gelombang otak ketika kita sedang berpikir.

36

Ibid., hal.142-143 37

Marthen Kanginan, IPA FISIKA untuk Smp Kelas VIII, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal.137

(42)

Suatu benda yang sedang bergetar melakukan gerak. Dan setiap benda yang bergerak memiliki energi. Suatu benda yang bergetar memberikan energinya ke partikel-partikel yang berada di dekatnya.

Gelombang dapat dibedakan menjadi dua yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik adalah gelombang yang memerlukan medium dalam perambatannya. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang merambat tanpa memerlukan medium.38

Gelombang pada tali, gelombang pada permukaan air, gelombang gempa, dan gelombang bunyi merupakan contoh gelombang mekanik. Sedangkan cahaya (cahaya adalah gelombang), gelombang radio, gelombang radar, dan gelombang mikro merupakan contoh gelombang elektromagnetik.

Berdasarkan arah rambatannya, gelombang dapat dibedakan menjadi gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal adalah gelombang yang memiliki arah rambat tegak lurus dengan arah getarnya. Pada gelombang ini akan dihasilkan puncak-puncak gelombang dan lembah-lembah gelombang. Gelombang pada tali, gelombang cahaya, dan gelombang radio merupakan contoh gelombang transversal. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang memiliki arah rambat sejajar dengan arah getarnya. Pada gelombang longitudinal akan dihasilkan rapatan-rapatan dan renggangan-renggangan. Gelombang pada slinki dan gelombang bunyi merupakan contoh gelombang longitudinal.

Cepat rambat gelombang adalah jarak satu gelombang tiap periode. Gelombang yang merambat dari ujung satu ke ujung yang lain memiliki kecepatan tertentu, dengan menempuh jarak tertentu dalam waktu tertentu pula.

Gelombang yang berbeda bergerak dengan cepat rambat yang berbeda pula. Cepat rambat gelombang dilambangkan dengan v, dalam SI diukur dalam satuan m/s.

Secara matematis hubungan frekuensi, panjang gelombang dan cepat rambat gelombang dapat dirumuskan sebagai berikut.

λ

fx

v= (2.3)

38

(43)

Karena T

f = 1, maka

T

v= λ (2.4) Dengan:

v = cepat rambat gelombang (m/s) f = frekuensi gelombang (Hz)

λ = panjang gelombang (m) T = periode gelombang (s)

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan juga telah dilakukan oleh Maman dalam tesisnya yang menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa penggunaan teknik probing dalam pembelajaran Keseimbangan Benda Tegar menunjukkan kecenderungan dapat membimbing siswa dalam membangun sendiri pengetahuannya.39

Penelitian ini juga relevan dengan penelitian tindakan kelas yang dilakuakan oleh Maman dan Dadan dalam junal pendidikan yang menyatakan bahwa:40

1. Proses pembelajaran dengan teknik probing yang dilakukan oleh penatar pada setiap siklus mengalami perbaikan yang signifikan ditandai dengan meningkatnya keterlaksanaan tahapan probing dari siklus satu ke siklus berikutnya.

2. Kemampuan responden dalam menjawab dengan benar pertanyaan penatar menunjukkan adanya peningkatan, baik dari segi jumlah jawaban benar maupun dari segi kategori pertanyaan berdasarkan tingkatan berpikir.

3. Kemampuan berpikir responden dari siklus I ke siklus II dan siklus III menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan.

39

Maman Wijaya, op. cit., tersedia: http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1120106-142147/

40

Maman Wijaya, et all., op. cit.,hal.28

(44)

Pada penelitian Dede Sulaeman yang berjudul Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Teknik Probing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa MTs, mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:41

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan teknik probing dengan siswa yang diajar menggunakan pendekatan teknik konvensional. Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan teknik probing diperoleh rata-rata 66,43; simpangan baku sebesar 10,56 dan varians sebesar 111,52. Sedangkan kelompok siswa yang diajar menggunakan pendekatan teknik konvensional diperoleh rata-rata sebesar 61,36; simpangan baku 8,91 dan varians sebesar 79,39.

2. Teknik probing dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dibanding dengan yang diajar secara konvensional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa diperoleh harga thitung 1,724 dan ttabel sebesar 1,671; maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan prestasi belajar matematika siswa yang diajarkan dengan teknik probing dalam kelompok kecil lebih baik dibandingkan rata-rata nilai prestasi siswa yang diajarkan dengan teknik konvensional dalam kelompok kecil.

C. Kerangka Berpikir

Penerapan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu fisika banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, konstribusi ilmu fisika dalam perkembangan dan kemajuan IPTEK pun tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, ilmu fisika perlu diperkenalkan dan dipelajari sejak dini kepada peserta didik, dari hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Dengan begitu akan terbentuk pola pikir ilmiah pada diri peserta didik yang akan berpengaruh pada perkembangan dan kemajuan IPTEK di masa depan.

Dengan belajar fisika dari kecil, anak akan mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya baik di rumah, di sekolah dan di lingkungannya.

41

(45)

Dengan pengetahuan fisika yang didapat sejak kecil, anak juga akan menjadi kreatif. Sehingga, anak akan mampu memecahkan masalah-masalah dengan pengetahuan yang didapatnya secara kreatif.

Berdasarkan keterangan di atas, menunjukkan bahwa hasil belajar fisika yang diterapkan bukan hanya sekedar pengetahuan, melainkan kemampuan memecahkan berbagai macam masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang dapat membimbing peserta didik agar mencapai hasil belajar yang diharapkan. Hasil belajar yang diperoleh peserta didik akan bermakna jika pengetahuan yang didapatnya diperoleh dari hasil pemikiran dan pengalamannya sendiri. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar dimana peserta didik dapat mengkonstruksi pengetahuan sendiri, agar informasi/pengetahuan awal peserta didik yang diperoleh di luar sekolah terutama yang ada kaitannya dengan pembelajaran fisika dapat dimanfaatkan.

Proses pelajaran fisika saat ini belum mampu mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir kritis dan sistematis. Pada umunya fisika dianggap sulit karena fisika menggunakan matematika sebagai alat bantu, dan matematika yang digunakan biasanya lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya. Dengan demikian diperlukan teknik pembelajaran yang ampuh agar siswa dapat menyukai fisika sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.

Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu teknik probing. Dalam teknik pembelajaran probing, peserta didik akan diajak untuk berpartisipasi aktif di kelas. Guru akan menuntun dan menggali pengetahuan peserta didik dengan mengaitkan pengetahuan dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari sehingga akan terjadi proses berpikir. Dengan teknik pembelajaran ini peserta didik tidak bisa menghindari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa terlibat dalam proses tanya jawab. Singkatnya peserta didik akan melatih diri memupuk rasa percaya diri.

(46)

pembelajaran fisika khususnya pada konsep getaran dan gelombang, yang diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Proses belajar dengan teknik probing dijabarkan dengan bagan berikut ini:

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir

D. Perumusan Hipotesis

Hipotesis dari penelitian berdasar rumusan masalah, kajian teoritis dan kerangka berpikir adalah terdapat pengaruh teknik probing terhadap hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran konsep getaran dan gelombang.

Hasil belajar fisika siswa yang masih rendah

Tes hasil belajar (pretest dan postest)

Peningkatan hasil belajar fisika siswa Dominannya model

pembelajaran konvensional (ceramah)

Fisika dianggap sulit

Gambar

Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains
Gambar 2.1 Pola Umum Teknik  Probing
Gambar 2.2 Bagan Peta Konsep Getaran dan Gelombang
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

salam penutup salat, al-Bayhaqî memaparkan dua hadis yang berbeda, satu menyebutkan bahwa salam penutup adalah dua kali, dan satunya menyebutkan cukup sekali. Dalam kasus ini,

(b) Proof of having passed the qualifying degree with required eligibility, as specified by the Admitting Institute, will be submitted by September 30, 2015.The admission for a

2 Date Lengkap Hasil PenelitIan 88... BAB

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat penggunaan kiambang jenis ducweeds dan azola dalam pakan buatan terhadap pertumbuhan efisiensi pakan ikan

Pembelajaran mata kuliah Jitsuyou Kaiwa I ini dapat diikuti oleh mahasiswa yang. telah lulus mata kuliah shokyu kaiwa I, shokyu kaiwa II, chukyu kaiwa

self-regulated learning dalam matematika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa self- regulated learning memiliki peran penting dalam meningkatkan prestasi akademik

Jadi pada saat beban luar bernilai nol maka hanya beban awal Fi, yang bekerja pada sambungan seperti terlihat pada gambar 8.21(a) Pada saat beban maksimum, Pmax, maka beban

Youthkrew Premier League ini, yaitu acara closing ceremony yang diadakan. setiap akhir musim, tepatnya 5 bulan