• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Pengertian Hasil Belajar PAI

Hasil belajar mempunyai arti hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dsb) ( Poerwadarminta, 1980:768). Terkait dengan belajar berarti hasil yang telah dicapai oleh peserta didik setelah melakukan atau mengerjakan proses belajar mengajar berupa simbol angka.

Hasil belajar erat kaitannya dengan evaluasi dan penilaian dalam belajar PAI. Ada yang beranggapan, bahwa penilaian hanya suatu bagian kecil dalam proses pendidikan, yang menyatakan bahwa penilaian sama artinya dengan pemberian angka atas prestasi belajar siswa. Padahal makna penilaian sangat luas dan merupakan bagian sangat penting dalam upaya mengetahui hasil pendidikan. Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar., sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa (Oemar Hamalik, 2009:159).

Untuk melandasi tentang belajar penulis akan menyampaikan beberapa dasar Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Sebagai dasar yang dipergunakan dalam pembahasan masalah pembelajaran adalah menunjuk pada ayat Al-Qur'an surat Al-Mujadalah ayat : 11 yang berbunyi sebagai berikut :

مُكَل ُ َّاللَّ ِحَسْفَي اىُحَسْفاَف ِسِلاَجَمْلا يِف اىُحَّسَفَت ْمُكَل َليِق اَذِإ اىُىَمَآ َهيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

يِذَّلاَو ْمُكْىِم اىُىَمَآ َهيِذَّلا ُ َّاللَّ ِعَفْزَي اوُزُشْواَف اوُزُشْوا َليِق اَذِإَو

تاَجَرَد َمْلِعْلا اىُتوُأ َه

ٌزيِبَخ َنىُلَمْعَت اَمِب ُ َّاللََّو

.

ةل د اجملا

( : ۱۱ )

Artinya :"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: " Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan (kepadamu) : "Berdirilah, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q.S. Al Mujadalah : 11) (Departemen Agama RI, 1989:910)

Menurut Tafsir Al-Muyassar, ayat di atas menerangkan, bahwa jika kita ingin menjadi orang yang tinggi derajatnya dihadapan manusia, maka kita harus mempunyai ilmu pengetahuan dan untuk dapat memiliki ilmu pengetahuan yaitu dengan belajar ilmu pengetahuan tersebut. Jadi belajar merupakan sesuatu hal yang wajib dilakukan oleh setiap manusia didalam rangka menjalani kehidupan di dunia. Belajar yang dimaksud adalah mencari ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum, karena ketika kita hidup didunia dan akhirat, maka kita membutuhkan kedua ilmu pengetahuan tersebut.

Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad saw, juga disebutkan tentang pentingnya belajar yang berbunyi sebagai berikut :

يراخبلا ياور .ملعتلاب ملعلا امواو .ًمهفي ازيخ ًب الله د زي هم

.

(Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhori, t.t : 27)

Artinya : “ Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah akan memahamkan (menunjukkan) kebaikan itu padanya. Dan sesungguhnya ilmu itu hanya bisa diperoleh dengan belajar”. (HR. Bukhari)

Dari hadis tersebut di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah merupakan kunci pokok menuju jalan keberhasilan. Tanpa belajar kita tidak akan memperoleh apa-apa. Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan minat belajar yang kuat. Kerena dengan minat belajar yang kuat, maka belajar akan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Banyak hal yang dapat diperoleh dengan belajar terutama dalam menguasai ilmu pengetahuan. Lagi pula hampir semua ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan belajar.

Di depan telah banyak dikemukakan berbagai pendapat tentang pengertian belajar. Kalau kita perhatikan dari sekian banyak definisi mengenai belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli didik akan tampak ada suatu unsur yang sama pada setiap definisi, yaitu perbuatan belajar mengandung arti perubahan dalam diri seseorang yang melakukan perbuatan belajar. Orang yang telah melakukan belajar tidak sama keadaannya dengan sebelum ia melakukan perbuatan belajar.

Hakikat proses belajar bertitik tolak dari suatu konsep bahwa belajar merupakan perubahan perbuatan melalui aktifitas, praktik, dan pengalaman. Dua faktor utama yang menentukan proses belajar adalah

hereditas dan lingkungan. Hereditas adalah bawaan sejak lahir seperti bakat, abilitas, inteligensi, sedangkan aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah orang dewasa sebagai unsur, manusia yang menciptakan lingkungan, yakni guru dan orang tua (Oemar Hamalik, 2009:55).

Perubahan tersebut dapat diartikan bahwa seseorang setelah melakukan suatu perbuatan belajar mungkin lebih pandai menyesuaikan diri terhadap pergaulan dilingkungannya. Demikian pula halnya dalam memanfaatkan alam sekitarnya, atau ia dapat berbicara lebih baik dan pandai atau mungkin dapat melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan yang positif dibandingkan dengan tindakan dan perbuatan yang negatif sebelum ia belajar.

Ada enam macam ciri-ciri perubahan tingkah laku orang yang telah belajar, yaitu:

a. Perubahan yang terjadi dilakukan secara sadar, artinya setiap individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan dalam dirinya. b. Perubahan hasil belajar bersifat kontinyu dan fungsional yaitu

perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan dinamis.

c. Perubahan dalam diri orang yang belajar bersifat positif dan aktif, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

d. Perubahan hasil belajar bersifat permanen. Artinya perubahan tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

e. Perubahan hasil belajar bertujuan dan terarah kepada perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Jika seseorang belajar tentang sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya (Abyan Amir,1996:97).

b. Ranah Hasil Belajar PAI

Hasil belajar PAI meliputi tiga ranah yaitu : 1) Hasil pengetahuan

Merupakan hasil belajar PAI yang berupa hasil pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk angka-angka. Dalam hal ini hasil belajar PAI lebih ditekankan pada penguasaan materi-materi pelajaran yang bersifat pengetahuan.

2) Hasil belajar keterampilan

Merupakan hasil belajar PAI yang berupa hasil penguasaan konsep-konsep yang berdampak pada keterampilan melakukan perbuatan belajar dari konsep-konsep pengetahuan yang sedang dipelajari.

3) Hasil belajar sikap

Yaitu hasil belajar yang berupa sikap seseorang terhadap perbuatan belajar dari materi pelajar an yang telah diterima oleh siswa. Dimana sikap ini melekat pada diri seorang siswa yang selanjutnya menjadi sebuah kebiasaan.

Adapun mengenai tujuan-tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan dengan instructional effects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedang tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil sampingan yaitu : tercapai karena siswa ”menghidupi” (to live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu seperti contohnya, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain. Semua itu lazim diberi istilah nurturant effects. Jadi guru dalam mengajar harus sudah memiliki rencana dan menetapkan strategi belajar-mengajar untuk mencapai instructional effects, maupun kedua-duanya.

Dari uraian di atas, dapat dirangkum dan ditinjau secara umum tujuan belajar sebagai berikut:

1) Untuk mendapatkan pengetahuan. 2) Penanaman konsep dan ketrampilan. 3) Pembentukan sikap (Sardiman, 1992:28).

c. Indikator Hasil Belajar PAI

Hasil belajar PAI dapat dilihat dari indikator-indikator dalam tiga ranah belajar yang dapat dipaparkan sebagai berikut:

1) siswa mendapatkan nilai PAI mengalami peningkatan 2) siswa menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran

3) siswa hafal terhadap konsep pengetahuan tentang materi pelajaran 4) siswa memiliki keterampilan melakukan aktivitas tertentu

5) siswa memiliki konsep berupa sikap tertentu yang menjadi kebiasaan melakukan tindakan.

Mengapa di dalam belajar diperlukan aktivitas? Sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Sebagai rasionalitasnya hal ini juga mendapatkan pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.

Frobel mengatakan bahwa ”manusia sebagai pencipta”. Dalam ajaran agama pun diakui bahwa manusia adalah sebagai pencipta kedua (setelah Tuhan). Secara alami anak didik memang ada dorongan untuk mencipta. Anak adalah suatu organisme yang berkembang dari dalam.prinsip utama yang dikemukakan Frobel bahwa anak itu harus bekerja sendiri. Dalam dinamika kehidupan manusia, maka berfikir dan berbuat sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitu juga dalam belajar sudah barang tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan itu, berfikir dan berbuat. Seseorang yang telah berhenti berfikirdan berbuat perlu diragukan eksistensi kemanusiaannya. Ilustrasi ini menunjukkan penegasan bahwa dalam belajar sangat memerlukan kegiatan berfikir dan berbuat.

Montessori juga menegaskan bahwa anak-anak itu memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik

akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.

Dalam hal kegiatan belajar ini, Rouseau memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Ilustrasi ini diambil dalam kasus dan lingkup pelajaran ilmu bumi. Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi.

Dengan mengemukakan beberapa pandangan dari berbagai ahli tersebut di atas, jelas bahwa dalam kegiatan belajar, subyek didik / siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas, belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik.

Berbicara pendidikan berarti membicarakan pendidikan Islam dimana pendidikan Islam dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu pendidikan Islam dilihat sebagai suatu proses, pendidikan Islam dilihat sebagai substansi kurikulum dan pendidikan Islam dilihat sebagai institusi/lembaga pendidikan yang berciri khas ke Islaman yaitu termasuk

dalam bermacam-macam dan tingkah lakunya (Abdul Rachman Shaleh et.al., 2005:6).

Penelitian ini dilakukan di SMP yang ada di wilayah Kabupaten Jepara, sehingga perlu dikenalkan pengertiannya yaitu, salah satu bentuk sekolah formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dan pendidkan agama atau akhlak mulia pada jenjang pendidikan dasar di dalam binaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, stake holder sangat besar pengaruhnya. Adapun yang sangat mempunyai pengaruh signifikan adalah guru. Jabatan guru sebagai suatu profesi menuntut keahlian dan ketrampilan khusus dibidang pendidikan dan pengajaran juga kedisiplinan. Jabatan guru bukan sebagai ”okupasi” atau pekerjaan yang sekadar mencari nafkah. Guru yang profesional tentu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang langsung menyentuh masalah inti pendidikan, yaitu pengetahuan dan ketrampilan mengenai cara-cara menimbulkan dan mengarahkan proses pertumbuhan yang terjadi dalam diri anak didik yang sedang mengalami proses pendidikan (Rohani Ahmad H.M dan Ahmadi Abu, 1991:103).

Disiplin itu perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi beberapa kebutuhan tertentu, di antaranya adalah disiplin memberi anak rasa aman, memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok sosial, anak bisa belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan, berfungsi sebagai motivasi pendorong ego yang

mendorong anak mencapai apa yang diharapkannya, membantu anak mengembangkan hati nurani atau suara dari dalam yang membimbing dalam mengambil suatu keputusan dan pengendalian prilaku.

Tujuan disiplin sekolah adalah memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan, mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya, menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar, agar siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan bermanfaat baginya serta lingkungannya. Perilaku disiplin terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor keluarga, masyarakat dan sekolah. Pendidikan di keluarga sebagai mitra vertikal. Para orangtua diharapkan memberikan contoh atau menjadi panutan pelaksanaan norma-norma; pendidikan di sekolah sebagai mitra diagonal. Para guru diharapkan memberikan atau menuntut siswa lewat pengayaan pengetahuan, penguasaan dan kemampuan analisis terhadap norma sehingga siswa mempunyai wawasan memadai tentang norma yang berlaku; pendidikan di masyarakat sebagai mitra horisontal. Masyarakat diharapkan dapat menjadi mitra bertukar pikiran dalam memajukan pendidikan (Andre Prasetyo, 2013:23).

Sekolah secara umum juga mempunyai peran yang besar untuk meningkatkan prestasi belajar. Diantaranya dengan meningkatkan pemberian motivasi agar siswa mau belajar dengan sungguh-sungguh.

Adapun bentuk motivasi yang diberikan kepada anak bisa bervariasi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Pembaharuan berbagai metode pembelajaran atau berbagai model pembelajaran dan strategi pembelajaran mungkin bisa juga diterapkan dalam rangka meingkatkan prestasi belajar. Tersedianya media pembelajaran juga mempunyai peran positif bagi peningkatan prestasi belajar.

Ambil contoh pemilihan strategi pembelajaran hendaknya dilandasi prinsip efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tingkat keterlibatan peserta didik. Untuk itu pengajar haruslah berfikir: strategi pembelajaran manakah yang paling efektif dan efesien dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan? pemilihan strategi pembelajaran yang tepat diarahkan agar peserta didik dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal (B. Uno, Hamzah, 2008:9).

Motivasi adalah merupakan dorongan, alasan yang berasal dari dalam maupun dari luar diri manusia yang membawa rangsangan kuat untuk menimbulkan minat belajar. Ia adalah salah satu bentuk perhatian orang tua yang diberikan kepada anak. Sedangkan belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman atau aktivitas tertentu. Belajar bisa timbul bila didorong oleh keinginan tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Oleh karena itu semakin besar dorongan untuk menimbulkan minat yang diberikan oleh orang tua, maka semakin besar pula keinginan untuk belajar. Dengan demikian keberhasilan belajar siswa

sangat ditentukan oleh adanya perhatian orang tua dalam memberikan motivasi sebagai pembangkit minat belajar anak. Demikian juga prestasi belajar siswa akan mudah diperoleh, jika tingkat minat / aktivitas belajar yang termotivasi semakin besar pula.

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam bisa dikuasai oleh siswa dengan aktivitas belajar. Ketika belajarnya sungguh-sungguh, maka sudah barang tentu hasil prestasinya akan lebih baik. Semakin sungguh-sungguh dalam belajar, hasil prestasinya pun akan semakin baik pula, begitu seterusnya.

Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu siswa tidak hanya sekedar ”pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik akan tumbuh kesadaran dan kemauannya, untuk mempraktekkan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya.

Jadi pada intinya tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti menghasilkan, hasil belajar. Relevan dengan uraian mengenai tujuan belajar tersebut, maka hasil belajar itu melipiti :

1. Hal ihwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif) 2. Hal ihwal personal, kepribadian atau sikap (afektif)

3. Hal ihwal kelakuan, ketrampilan atau penampilan (psikomotorik) (Sardiman, 1992:30).

Ketiga hasil belajar di atas dalam pengajaran merupakan tiga hal yang secara perencanaan dan programatik terpisah, namun dalam kenyataannya pada diri siswa akan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Ketiganya itu dalam kegiatan belajar-mengajar, masing-masing direncanakan sesuai dengan butir-butir bahan peljaran (content). Karena semua itu bermuara kepada anak didik, maka setelah terjadi proses internalisasi, terbentuklah suatu kepribadian yang utuh. Dan untuk itu semua diperlukan sistem lingkungan yang mendukung.

Dari sini tampak dengan jelas adanya implikasi yang sangat signifikan antara kedisiplinan siswa dengan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam siswa SMP Kabupaten Jepara. Artinya bahwa prestasi belajar peserta didik sangat tergantung kepada sejauh mana tingkat kedisiplinan siswa dalam meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar yang dimiliki oleh seorang siswa atau peserta didik.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar PAI

Kehadiran faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senatiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal. Sebaliknya, tanpa kehadiran faktor-faktor psikologis, bisa jadi memperlambat proses belajar, bahkan dapat pula menambah kesulitan dalam belajar.

Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting itu, dapat dipandang sebagai cara-cara berfungsinya fikiran siswa dalam hubungannya dengan pemahaman bahan pelajaran. Sehingga penguasaan terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan efektif. Dengan demikian proses belajar dan mengajar itu akan berhasil baik, kalau didukung oleh faktor-faktor psikologis dari si pelajar. Dalam hal ini ada berbagai model klasifikasi pembagian macam-macam faktor psikologis yang diperlukan dalam kegiatan belajar. Thomas F. Staton menguraikan enam macam faktor psikologis sebagaimana dikutip oleh Sardiman AM sebagai berikut : ”Motivasi, Konsentrasi, Reaksi, Organisasi, Pemahaman, Ulangan” (Sardiman,1992: 38).

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Sejauh penelusuran peneliti, belum ditemukan penelitian yang memfokuskan secara khusus pada aktualisasi nilai kedisiplinan dalam mapel pendidikan agama Islam. Namun ada penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan dengan pendidikan akhlaq dan kedisiplinan antara lain:

1. Penelitian dari Chodhori Supaat,dengan judul “Pendidikan Akhlaq dan Implementasiya pada Sekolah Aliyah Negeri (Studi Kasus tentang MAN 01 Pati dan MAN 02 Pati)”. Tesis Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang tahun 2001.

Penelitian yang dilakukan oleh saudara Chodori Supaat, dikemukakan beberapa masalah, yaitu adanya penyimpangan perilaku Siswa yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Isi atau materi kurikulum yang tidak diimbangi dengan implementasi dan sistem evaluasi yang

objektif, kontinyu, integral terutama evaluasi ranah afektif, serta metode pengajaran yang masih monoton untuk mata pelajaran akhlaq. Hasil penelitian saudara Chodori Supaat menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

a. Munculnya gejala penyimpangan perilaku siswa, baik ringan maupun berat pada umumnya disebabkan oleh faktor eksternal atau faktor yang timbul dari pengaruh luar, tidak timbul dari keinginan diri siswa sendiri. Hal ini berarti kurang optimalnya guru akhlak dalam melaksanakan tugas secara profesional.

b. Kurang tegasnya dalam menerapkan tata tertib sekolah, tidak ada sangsi yang edukatif. Disamping itu adanya sikap dasar atas pembawaan siswa itu sendiri, karakteristik negatif, yang kurang mendapatkan perhatian serius.

c. Problematika yang ada dalam pendidikan akhlak diantaranya problematika pengelolaan kelas, problematika penilaian, terbatasnya alokasi waktu, interaksi antara guru dengan siswa yang kurang akrab, rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. 2. Penelitian dari Salwiyah,dengan judul “Strategi Guru Dalam Membentuk

Disiplin Anak Usia Prasekolah Pada Taman Kanak-Kanak Islam Hanifa”. Tesis, PPS Universitas Negeri Jakarta. 2003.

Hasil dari penelitian tesis tersebut menunjukkan bahwa disiplin yang diterapkan guru Taman Kanak-kanak Islam Hanifa ialah anak datang sekolah tepat pada waktunya, anak berpakaian seragam, berdo’a sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, mencuci tangan sebelum dan sesudah

makan, menyimpan dan merapikan mainan, menunggu giliran pada saat mengambil makanan, menerima dan menyelesaikan tugas, membuang sampah pada tempatnya.

Sedangkan strategi yang diterapkan oleh guru TK Islam Hanifa dalam membentuk disiplin anak melalui urutan pembelajaran awal, inti dan akhir, metode mengajar, media mengajar dan waktu memgajar.

3. Disipline Your Kids, Joyce Divinyi, M.S., L.P.C. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2003.

Buku tersebut menawarkan pendekatan yang tidak biasa tetapi sangat efektif untuk membantu anak-anak mempelajari hal yang perlu mereka ketahui agar sukses dan bahagia dalam hidup. Lima langkah dalam buku tersebut adalah mengenai pendisiplinan yang efektif. Pendisiplinan yang bagus dan tepat dimaksudkan untuk mengajari. Pada kenyataannya, arti kata disiplin adalah "untuk mengajar". Namun, permasalahannya adalah, bahwa pendisiplinan sering kali tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Hal ini karena pendisiplinan sering kali disalahartikan dengan hukuman. Hukuman, bukanlah hal yang sama dengan pendisiplinan, juga bukan merupakan pengganti pendisiplinan.

Menyalah artikan hukuman dengan pendisiplinan adalah kesalahan umum. Hukuman dimaksudkan untuk membuat anak-anak menyesal karena telah berkelakuan tidak pantas. Pendisiplinan, berarti mengajari anak untuk mengembangkan dan menggunakan kendali diri dan pertimbangan yang baik dengan mengajari mereka keterampilan. Jika tidak mengajari, berarti bukan disiplin. Hukuman, sebaliknya, didasarkan pada keyakinan bahwa

anak-anak menderita karena kesalahan mereka, mereka tidak akan melakukannya lagi.

4. Penelitian dari Ani Nur Aeni, dengan judul “Menanamkan disiplin pada anak melalui Dary Activity menurut ajaran Islam”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim vol. 9 no.1 – 2011 (Selasa, 10 September 2014). Di dalam jurnal ini sudara Ani Nur Aeni menjelaskan, seringkali orang tua merasa kesulitan untuk mendisiplinkan anak, terkadang karena kesal ketika anak tidak menuruti perintah orang tua, maka cenderung orang tua menyelesaikannya dengan memberikan hukuman kepada anak atau sebaliknya terlampau mengumbar reward. Ketika kita berhadapan dengan anak dengan berbagai keunikannya, maka pandanglah anak sebagai amanah, dzuriyah, fitnah dan zinah. Dalam menanamkan disiplin kepada anak perlu mempertimbangkan perkembangan psikologis dan pertumbuhan fisik anak. Aktifitas yang dilakukan oleh anak secara berulang-ulang akan menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan melakukan hal

Dokumen terkait