• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.3 Hasil Uji Bivariat

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum dan lokal pada ruang kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara serta hasil kuesioner, dilakukan uji alternatif Exact Fisher untuk melihat apakah ada hubungan intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016.

Hubungan intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji Exact Fisher Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

Intensitas Pencahayaan Setempat

Keluhan Kelelahan Mata Jumlah Sig. (p) Ya Tidak N % N % N % Baik (≥ 300 lux) Buruk (< 300 lux) 1 21 4,0 84,0 2 1 8,0 4,0 3 22 12,0 88,0 0,029 Jumlah 22 88,0 3 12,0 25 100

Berdasarkan tabel hasil pengukuran diatas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer yang bekerja dengan intensitas pencahayaan baik (≥300 lux) sebanyak 3 orang (12,0%) terdiri dari 1 orang (4,0%) mengalami kelelahan mata dan 2 orang (8,0%) tidak mengalami kelelahan. Sedangkan karyawan yang bekerja pada intensitas pencahayaan buruk (<300 lux) sebanyak 22 orang (88,0%) terdiri dari 21 orang (84,0%) mengalami kelelahan dan 1 orang (4,0%) tidak mengalami kelelahan.

Pada hasil uji Exact Fisher antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata didapatkan nilai p = 0,029 dimana p < 0,05 artinya ada hubungan bermakna antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum pada 2 unit ruang kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara didapatkan hasil bahwa pencahayaan di kedua ruangan tersebut dikategorikan buruk (tidak memenuhi standar) dengan intensitas < 300 lux.

Ruang kerja Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan memiliki intensitas 140 lux serta Ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan memiliki intensitas 209 lux. Nilai tersebut berada jauh dari standar pencahayaan sesuai Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 yaitu sebesar 300 lux. Hal ini dikarenakan pada ruang kerja tersebut hanya memanfaatkan sumber cahaya alami yang masuk melalui jendela di sekeliling ruangan. Ruangan menggunakan tirai vertical blind berwarna coklat muda (bilah-bilah vertical bisa dibuka secara horizontal menjadikan fungsi pengaturan cahaya ruangan bekerja secara baik dan bisa diatur sesuai kebutuhan).

Sumber pencahayaan buatan yang bersumber dari lampu hanya digunakan ketika cuaca mendung atau pada saat menjelang sore hari. Lampu yang digunakan merupakan lampu berjenis TL (Tube Lamp) dengan cahaya lampu berwarna putih. Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Namun, warna putih membuat benda-benda tampak pucat. Selain itu suasana yang terbentuk pun menjadi kurang hangat, formal dan monoton.Warna ini juga dapat membuat

konsentrasi tetap stabil sehingga sering dipakai pada ruang kerja (Istiawan dan Kencana, 2006).

Pencahayaan buatan pada ruangan ini berasal dari lampu yang dipasang dengan posisi armatur menjorok ke dalam plafon sehingga cahaya yang jatuh ke objek kerja terhalang oleh armatur (tidak maksimal). Armatur berfungsi sebagai penopang alat penerangan, selain itu juga berfungsi untuk menyebarkan dan membiaskan cahaya yang berasal dari alat penerangan.

Pencahayaan menggunakan sistem pencahayaan semi langsung, 60% sampai 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja (tidak ada tunneling effect di atas lampu) dengan arah pencahayaan down light (pencahayaan ke bawah) berfungsi memberikan pencahayaan secara merata. Arah pencahayaan ini berasal dari atas dengan tujuan untuk memberikan cahaya pada objek di bawahnya. Lampu yang digunakan biasanya berasal dari lampu yang dipasang di langit-langit rumah dengan posisi rumah lampu masuk ke dalam (Istiawan dan Kencana, 2006). Dinding ruangan ini dicat berwarna putih sehingga memberikan kesan lapang dan bersih serta mendukung pantulan cahaya menyebar ke seluruh ruangan.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan lokal di kedua ruangan dengan total 25 titik pengukuran objek kerja (komputer dan meja kerja) didapatkan hasil sebanyak 22 titik (88,0%) dengan pencahayaan buruk (tidak memenuhi standar) dan hanya 3 titik (12,0%) yang memiliki pencahayaan baik (memenuhi standar). Ketiga titik tersebut memiliki pencahayaan lokal yang baik dikarenakan posisi meja kerja yang berada dekat dengan jendela (tirai vertical

daripada objek kerja yang letaknya jauh dari jendela. Pada salah satu titik pengukuran (meja nomor 7) intensitas pencahayaan mencapai 665 lux. Meskipun pencahayaan sudah memenuhi standar, namun kondisi pencahayaan tersebut dapat berisiko menyebabkan kelelahan mata karena menyebabkan kesilauan, sehingga diperlukan pengaturan cahaya yang masuk dengan mengatur tirai vertical blind.

Pada hasil penelitian didapatkan hasil dari total 25 karyawan pengguna komputer, sebanyak 22 orang (88,0%) mengalami keluhan kelelahan mata. Hal ini disebabkan penggunaan komputer secara terus menerus dalam waktu yang lama dan diperparah oleh kondisi pencahayaan yang tidak sesuai kebutuhan sehingga mata mengalami kelelahan. Karyawan yang bekerja dengan pencahayaan baik sebanyak 3 orang (12,0%), terdiri dari 1 orang (4,0%) mengalami keluhan kelelahan mata dan 2 orang (8,0%) tidak mengalami kelelahan. Meskipun kondisi pencahayaan sudah baik, masih terdapat karyawan yang mengalami kelelahan mata. Karyawan tersebut memiliki riwayat kelainan refraksi mata berupa rabun jauh (miopia). Saat bekerja karyawan tersebut menggunakan kacamata sehingga kondisi mata dianggap normal karena telah melakukan penyesuaian. Namun, berdasarkan skor Visual Fatigue Index (VFI) karyawan tersebut mengeluhkan kelelahan mata yang bisa saja disebabkan faktor lain (bias) bukan karena faktor pencahayaan.

Karyawan yang bekerja dengan kondisi pencahayaan buruk sebanyak 22 orang (88,0%) terdiri dari 21 orang (84,%) yang mengalami kelelahan mata dan 1 orang (4,0%) tidak mengalami kelelahan mata. Meskipun pencahayaan buruk, terdapat karyawan yang tidak mengalami kelelahan mata dikarenakan karyawan

tersebut baru bekerja secara menetap di depan komputer selama satu tahun terakhir sehingga tingkat paparan masih rendah. Selain itu, karyawan tersebut bekerja di depan komputer < 4 jam dalam sehari dikarenakan terkadang beraktivitas di luar ruangan sehingga risiko mengalami kelelahan mata lebih rendah. Menurut Padmanaba (2006), kuntitas, kualitas dan distribusi cahaya dapat mempengaruhi kelelahan mata. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan kerja dapat menyebabkan kelelahan mata

Hasil uji statistik bivariat menunjukkan P value sebesar 0,029 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016. Secara keseluruhan terdapat 22 orang karyawan (88,0%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Menurut Sakdiah (2008) pencahayaan yang tidak memadai pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian akan menimbulkan dampak yang sangat terasa pada mata, yaitu terjadinya kelelahan otot mata (kelelahan visual) dan kelelahan saraf mata.

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 dapat disimpulkan :

1. Hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum pada 2 unit ruang kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara, yaitu ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan (140 lux) serta ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan (209 lux) menunjukkan bahwa kedua ruangan tersebut memiliki pencahayaan buruk (< 300 lux).

2. Hasil pengukuran intensitas pencahayaan lokal pada 25 titik objek kerja karyawan menunjukkan hasil sebanyak 22 titik (88,0%) memiliki pencahayaan buruk (<300 lux).

3. Hasil penelitian pada 25 orang karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara sebanyak 22 orang (88,0%) mengalami kelelahan mata.

4. Hasil statistik (p value = 0,029 < 0,05) ada hubungan yang bermakna antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara.

6.2 Saran

1. Bagi perusahaan seharusnya memberikan penerangan di ruangan kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di ruang kerja dapat dilakukan dengan cara :

a. Gunakan armatur lampu berbentuk raster (sejajar) sehingga jumlah cahaya lampu yang jatuh ke objek kerja maksimal.

b. Nyalakan lampu ruangan pada saat siang hari. c. Gunakan tirai vertical blind berwarna putih.

2. Bagi karyawan, lakukan relaksasi mata minimal 5-10 menit setiap satu jam penggunaan komputer untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan saat bekerja.

2.1 Pencahayaan

2.1.1 Pengertian Pencahayaan

Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya (Suhardi, 2008).

Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²), dimana lm adalah lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan.

Penerangan merupakan salah satu faktor fisik yang sangat penting untuk mendapatkan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, juga mempunyai kaitan erat dengan produktivitas. Dengan penerangan yang cukup pada objek penglihatan akan membantu tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan mudah dan cepat. Cukup tidaknya intensitas penerangan secara objektif disesuaikan dengan macam pekerjaan, tergantung pula ketajaman penglihatan pekerja yang berbeda antara orang tua dan muda (Suma’mur, 2009).

2.1.2 Sumber Pencahayaan

Secara umum sumber pencahayaan dibedakan menjadi dua, yaitu pencahayaan alamiah dan pencahayaan buatan.

1) Pencahayaan Alamiah

Pencahayaan alamiah adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya alami berupa cahaya matahari dengan intensitas bervariasi menurut waktu, musim dan tempat. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar (2011) banyaknya sinar matahari yang dapat mencapai ruangan tempat kerja tergantung pada jumlah dan arah sinar matahari, keadaan mendung yang dapat menutup sinar matahari, letak lokasi gedung terhadap gedung lainnya, lingkungan sekitarnya dan musim itu sendiri. Selain hal tersebut, kondisi pencahayaan alami juga dipengaruhi oleh ukuran, orientasi dan kebersihan jendela. Untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak dan lebar jendela. Luas jendela untuk penerangan alami sekitar 20% luas lantai ruangan (Aryanti, 2006).

2) Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya lain selain cahaya alami. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar (2011) menyebutkan bahwa sumber pencahayaan buatan yang utama adalah bersumber dari energi listrik. Jumlah cahaya, warna cahaya itu sendiri dan warna objek kerja berbeda-beda tergantung dari jenis sumber cahaya listrik yang digunakan.

Menurut Wibiyanti (2008) fungsi pokok pencahayaan buatan di lingkungan kerja baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut :

a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksannya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat.

b. Memungkinkan penghuni untuk berjalan dan bergerak secara mudah dan aman.

c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja.

d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayangan. e. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.

Dalam penggunaan penerangan listrik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni sebagai berikut :

a. Penerangan listrik harus cukup intensitasnya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.

b. Penerangan listrik tidak boleh menimbulkan pertambahan suhu udara di tempat kerja yang berlebihan. Jika hal itu terjadi, maka diusahakan suhu dapat turun, misalnya dengan ventilasi, kipas angin dan lain-lain.

c. Sumber cahaya listrik harus memberikan penerangan dengan intensitas yang tepat, menyebar, merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, serta tidak menimbulkan bayangan yang mengganggu.

Jenis-jenis lampu yang digunakan dalam pencahayaan buatan, antara lain : a. Golongan Lampu Pijar (incandescence/bulb/bohlam)

Lampu pijar tergolong lampu listrik generasi awal yang masih digunakan hingga saat ini. Jenis lampu pijar terdiri dari lampu filamen karbon, lampu

wolfram dan lampu halogen. Bola lampu pijar dibuat hampa udara atau berisi gas

mulia (Muhaimin, 2001). Pada umumnya lampu pijar memiliki cahaya berwarna kekuningan yang menimbulkan suasana hangat, romantis dan akrab. Intensitas cahaya pada lampu pijar lebih kecil dibandingkan lampu neon. Artinya, pada daya (watt) yang sama, lampu neon menghasilkan cahaya lebih terang daripada lampu pijar (Istiawan dan Kencana, 2006).

b. Golongan Lampu Berpendar (fluorescence/neon/TL)

Lampu ini umumnya disebut lampu neon. Pada dunia industri lampu ini lebih dikenal dengan sebutan lampu TL. Cahaya lampu neon biasa berwarna putih. Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Cahaya yang dipancarkan lampu neon lebih terang dibanding lampu pijar dan halogen karena lampu ini punya efficacy lebih tinggi dari lampu pijar (Istiawan dan Kencana, 2006).

2.1.3 Tipe Pencahayaan

Berdasarkan standar penerangan buatan di dalam gedung yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (1981) tipe pencahayaan dibedakan atas tiga jenis, antara lain :

1) Pencahayaan Umum

Pencahayaan umum adalah pencahayaan secara umum dengan memperhatikan karakteristik dan bentuk fisik ruangan, tingkat pencahayaan yang diinginkan dan instalasi yang dipergunakan. Pencahayaan umum harus menghasilkan iluminasi yang merata pada bidang kerja dan pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus.

2) Pencahayaan Terarah

Pencahayaan terarah berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu atau objek seni atau koleksi berharga lainnya. Sistem ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas.

3) Pencahayaan Setempat

Pencahayaan setempat lebih mengkonsentrasikan cahaya pada tempat tertentu, misalnya tempat kerja memerlukan tugas visual dan tipe ini sangat bermanfaat bagi pekerja dengan aktivitas pekerjaan sebagai berikut :

a. Pekerja yang melakukan pekerjaan teliti.

b. Pekerjaan yang mengamati bentuk dan benda yang memerlukan cahaya dari arah tertentu.

c. Menunjang tugas visual yang pada mulanya tidak direncanakan untuk ruang tersebut.

Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, sistem pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :

1) Sistem Pencahayaan Merata

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan digunakan jika tugas visual yang dilakukan diseluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit.

2) Sistem Pencahayaan Setempat

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut.

3) Sistem Pencahayaan Gabungan Merata dan Setempat

Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk :

a. Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi.

b. Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah tertentu.

c. Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang tersebut.

d. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.

Gambar 2.1 Tipe Pencahayaan Gambar 2.2 Tipe Pencahayaan Gambar 2.3 Tipe Pencahayaan Merata Setempat Gabungan

Sumber: Artikel tentang Pencahayaan (repository.usu.ac.id)

2.1.4 Sistem Pencahayaan Tempat Kerja

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannnya secara jelas, tepat dan tanpa upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan perencanaan sistem pencahayaan di tempat kerja agar aktivitas kerja optimal serta meningkatkan produktivitas.

Klasifikasi sistem pencahayaan dari sumber cahaya menurut Illuminating Engineering Society (IES), antara lain:

1) Pencahayaan Tidak Langsung (Indirect Lighting)

Pada pencahayaan tidak langsung langit-langit merupakan sumber cahaya semu dan cahaya yang dipantulkan menyebar serta tidak menyebabkan

bayangan. Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke langit- langit ruangan sehingga yang dimanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya pantulan. Pancaran cahaya pada penerangan tidak langsung dapat pula dipantulkan pada dinding sehingga cahaya yang sampai pada permukaan bidang kerja adalah pantulan dari cahaya dinding. Sistem ini menjadi tidak efektif jika cahaya yang sampai ke langit-langit merupakan cahaya pantulan dari bidang lain. Pencahayaan tipe ini diperlukan pada ruang gambar, perkantoran, rumah sakit dan perhotelan.

Gambar 2.4 Pencahayaan Tidak Langsung

Sumber: Muhaimin (2001)

2) Pencahayaan Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)

Distribusi cahaya pada pencahayaan ini mirip dengan distribusi pencahayaan tidak langsung tetapi lebih efisisen dan kuat penerangannya lebih tinggi. Pada sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, selebihnya dipantulkan ke bagian bawah. Pada sistem ini masalah bayangan tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. Pencahayaan jenis ini diperlukan pada ruangan yang memerlukan modeling shadow, seperti toko buku, ruang baca dan ruang tamu.

Gambar 2.5 Pencahayaan Semi Tidak Langsung

Sumber: Muhaimin (2001)

3) Pencahayaan Menyebar / Difus (General Diffus Lighting)

Pada pencahayaan difus distribusi cahaya ke atas dan kebawah relatif merata sehingga termasuk sistem direct-indirect lighting. Pada sistem ini 40% hingga 60% cahaya diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui. Pencahayaan difus menghasilkan cahaya teduh dengan bayangan lebih jelas dibandingkan dengan bayangan yang dihasilkan pencahayaan tidak langsung dan pencahayaan semi tidak langsung. Penggunaan pencahayaan difus umumnya diperlukan pada tempat ibadah.

Gambar 2.6 Pencahayaan Difus

4) Pencahayaan Semi Langsung (Semi Direct Lighting)

Pencahayaan semi langsung termasuk jenis pencahayaan yang efisien. Pada sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja selebihnya diarahkan ke langit-langit. Penggunaan pencahayaan jenis ini biasa digunakan pada kantor, ruang kelas dan tempat lainnya.

Gambar 2.7 Pencahayaan Semi Langsung

Sumber: Muhaimin (2001)

5) Pencahayaan Langsung (Direct Lighting)

Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke bidang kerja sehingga terjadi efek terowongan (tunneling effect), yaitu timbulnya bagian yang gelap di langit-langit tepat di atas lampu. Pencahayaan langsung dapat diatur menyebar atau terpusat, tergantung reflektor yang digunakan. Sistem pencahayaan langsung memiliki kelebihan, yaitu efisiensi penerangan tinggi, memerlukan sedikit lampu untuk bidang kerja yang luas. Disisi lain kelemahan dari sistem ini yaitu bayang-bayang gelap karena jumlah lampu sedikit maka jika terjadi gangguan atau kerusakan akan sangat berpengaruh terhadap kondisi pencahayaan di dalam ruangan.

Gambar 2.8 Pencahayaan Langsung

Sumber: Muhaimin (2001)

2.1.5 Standar Pencahayaan Tempat Kerja

Penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penerangan yang tepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang maksimal dan ketidakefisienan yang minimal sehingga mengurangi terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 2009).

Standar intensitas pencahayaan yang ditetapkan oleh Illuminating Engineering Society (IES), sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminasi sebesar 300 lux yang merata pada bidang kerja. Apabila iluminasinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan pada akhirnya menurunkan kinerja pekerja (Fayrina, 2012). Sedangkan standar penerangan menurut Kepmenkes RI No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, tercantum dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan Minimal (lux)

Keterangan

Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus

100 Ruang penyimpanan dan

ruang peralatan / instalasi yang memerlukan

pekerjaan yang kontinyu. Pekerjaan kasar dan

terus menerus

200 Pekerjaan dengan mesin

dan perakitan kasar.

Pekerjaan rutin 300 R.administrasi, ruang

kontrol, pekerjaan mesin & perakitan / penyusun.

Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau

bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjan dengan mesin.

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna,

pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus.

Pekerjaan amat halus 1500

Tidak menimbulkan bayangan

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus.

Pekerjaan terinci 3000

Tidak menimbulkan bayangan

Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus.

2.1.6 Pengukuran Intensitas Pencahayaan

Intensitas dalam penerangan dinyatakan dalam satuan “lux”. Dalam pengukuran intensitas pencahayaan alat yang digunakan adalah Luxmeter. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenaga listrik oleh

photoelectric cell. Berdasarkan SNI 16-7062-2004 intensitas penerangan diukur

dengan 2 cara yaitu : 1) Pencahayaan Umum

Pada pencahayaan umum pengukuran dilakukan pada setiap meter persegi luas lantai. Penentuan titik pengukuran umum meliputi titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai.

2) Pencahayaan Lokal

Pada pencahayaan lokal pengukuran dilakukan di tempat kerja atau meja kerja pada objek yang dilihat oleh tenaga kerja. Pengukuran titik pengukuran lokal meliputi objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan kerja.

2.2 Kelelahan Mata

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitif terhadap cahaya karena terdapat photoreceptor. Impuls saraf dari stimulasi photoreceptor dibawa ke otak bagian lobus oksipital di serebrum dimana sensasi penglihatan diubah menjadi persepsi (Tarwoto dkk, 2009).

Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan (Pearce, 2008).

Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam guncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 miliar

cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).

Gambar 2.9 Anatomi Mata

Bagian-bagian yang terdapat dalam mata manusia (Tarwoto dkk, 2009), yaitu : a. Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat bewarna putih, buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di bagian depan yang disebut kornea. Sklera

Dokumen terkait