• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan

Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

No Responden :

Unit Kerja :

Identitas Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : (Laki-laki / Perempuan)*

3. Umur : tahun

4. Masa Kerja : tahun

*) coret yang tidak perlu

Petunjuk Pengisian :

1. Berikan tanda checklist ( ) pada salah satu jawaban untuk setiap pertanyaan (penilaian ini bersifat subjektif).

2. Penilaian Keluhan Kelelahan Mata berdasarkan Visual Fatigue Index (VFI)

a. Tidak Pernah = Tidak pernah mengalami keluhan

b. Kadang-kadang = Keluhan 1-2 kali/minggu

c. Sering = Keluhan 3-4 kali/minggu

(2)

No Pertanyaan

1 Apakah mata Anda kabur jika melihat atau tidak fokus sewaktu bekerja mengguna- kan komputer

2 Apakah mata Anda terasa lelah jika membaca

3 Apakah mata Anda sering berkedip-kedip saat membaca 4 Apakah jika bekerja pada

komputer membuat kepala Anda sakit (dalam waktu singkat)

5 Apakah Anda terasa lelah jika Anda bekerja pada komputer 6 Apakah Anda kehilangan

konsentrasi ketika membaca di komputer

9 Apakah baris yang Anda baca pernah terlewatkan atau terulang lagi ketika Anda malam hari daripada pagi hari 12 Ketika mulai mengeprint dan

membaca tulisannya sebentar apakah mata Anda kabur 13 Apakah sewaktu bekerja

(3)

14 Apakah saat bekerja dengan komputer jarak monitor dengan mata < 40 cm

15 Apakah Anda sering lupa mengingat apa yang anda baca

16 Sewaktu menggunakan komputer apakah layar monitor lebih tinggi dari 19 Apakah Anda sering/pernah

mengalami nyeri pada leher, mengistirahatkan mata Anda setelah satu jam bekerja 22 Apakah Anda merasa kedua

mata Anda tidak berfungsi dengan baik

Pertanyaan Pendukung

1. Berapa lama anda bekerja menggunakan komputer dalam satu hari kerja? a. ≤ 4 jam

b. > 4 jam

2. Apakah setiap satu jam pemakaian komputer Anda melakukan relaksasi mata? (tidak berada di depan layar komputer/mengalihkan pandangan)

a. Ya b. Tidak

(4)

DENAH RUANG KERJA & PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN LOKAL

Ruang I : Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan

Ruang II : Ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan

(5)

DENAH PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN UMUM RUANG II

3,5 m

6,5 m

Keterangan :

(6)
(7)
(8)
(9)

LAMPIRAN 4

(10)

LAMPIRAN 5

(11)

LAMPIRAN 6

(12)

LAMPIRAN 7

MASTER DATA

Keterangan :

(13)

MK : Masa kerja dalam bentuk kategori (1 = < 5 tahun ; 2 = ≥ 5 tahun)

LK : Lama kerja menggunakan komputer dalam bentuk kategori (1 = ≤ 4 jam ; 2 = > 4 jam)

DIM : Durasi istirahat mata dalam bentuk kategori (1 = < 15 menit ; 2 = ≥ 15 menit)

IP : Intensitas pencahayaan dalam bentuk kategori (1 = baik ≥ 300 lux) ; 2 = buruk < 300 lux)

(14)

Jenis Kelamin Karyawan OUTPUT HASIL UJI UNIVARIAT DAN BIVARIAT

(15)
(16)
(17)

Intensitas Pencahayaan Setempat * Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

(18)

Keterangan : Terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga

syarat uji Chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji Exact Fisher.

Chi-Square Tests

Computed only for a 2x2 table a.

3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 36.

(19)

Gambar 1. Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan

(20)

Gambar 3. Pengukuran Intensitas Pencahayaan Lokal

(21)

Gambar 5. Tirai vertical blind di Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara

dengan Kelelahan Mata Karyawan pada Bagian Administrasi di PT. Hutama Karya Wilayah IV Semarang. Skripsi. Semarang :

FakultasKesehatan Masyarakat UNES. http://uppm.fk.unes.ac.id. Diakses tanggal 8 Januari 2016.

Cahyono.2005. Informasi Biologi Mata dan

Penglihatan.http://www.medicastore.com//. Diakses tanggal 8 Januari

2016.

Chiuloto, K. 2011. Pengaruh Keadaan Lingkungan Kerja dan Radiasi Non

Peng-Ion terhadap Kelelahan Mata pada Karyawan Biro Perjalanan di Kota Medan. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya (Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan). 1981. Penerangan Alami Siang Hari

dari BangunanEdisi III. Jakarta.

Fayrina, Andri. 2012. Analisis Tingkat Pencahayan dan Keluhan Kelelahan

Mata pada Pekerja di Area Produksi Pelumas Jakarta PT. Pertamina (Persero) Tahun 2012. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat

UniversitasIndonesia.http://lib.ui.ac.id/file?...Andri%20Fayrina%20Ramad hani.pdf. Diakses tanggal 10 Januari 2016.

Firasati, R.N. 2012.Hubungan Intensitas Penerangan dengan Kelelahan Mata

pada Tenaga Kerja Bagian Recing PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret. http://dgilib.uns.ac.id..=Hubungan-Intensitas-Penerangan-Dengan-Kelelahan-Mata...-Surakarta. Diakses tanggal 10 Januari 2016.

Firmansyah, Fathoni. 2010. Pengaruh Intensitas Penerangan terhadap

Kelelahan Mata Pada Tenaga Kerja Di Bagian Pengepakan PT.IKAPHARMINDO PUTRAMAS Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret. http://eprints.uns.ac.id/122/1.pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2016.

Haeny, Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan

Mata. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

(23)

Hanum, Iis. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer

untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR Tahun 2008. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7048/1.pdf. Diakses

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

Kurmasela Grace.P, Saerang.J.SM., Rares Laya. 2013. Hubungan Waktu

Penggunaan Laptop dengan Keluhan Penglihatan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik.

Vol. 1, No. 1 : 291-299.

Kurniawidjaja, Meily.L. 2012. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. UI Press. Jakarta.

Lasabon, D. J. 2013. Pengaruh Pencahayaan dan Masa Kerja Berdasarkan

Waktu Kerja Terhadap Kelelahan Mata pada Pengerajin Sulaman Kerawang pada UKM “Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Skripsi. Jurusan Kesehatan

Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.http://siat.ung.ac.id. Diakses tanggal 10 Januari 2016.

Maryamah, S. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Grha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tahun 2011. Skripsi.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/SITI%20MARYAMAH.pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2016.

Muhaimin, M.T. 2001. Teknologi Pencahayaan. Penerbit Refika Aditama. Bandung.

Murtopo dan Sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap

Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas Muhamadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains &

(24)

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/.../6.%20.pdf. Diakses tanggal 8 Januari 2016.

Neufert, Ernst. 1996. Data Arsitek Jilid I. Penterjemah Sunarto Tjahjadi. Penerbit Erlangga

Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan

Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/pdf. Diakses tanggal 10 Januari 2016.

Nugroho, Hengki. D. E. 2009. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap

Kelelahan Mata Pada Tenaga Kerja Di Laboratorium PT. Polypet Karyapersada Cilegon. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret Surakarta.http://eprints.undip.ac.id/6968/1/3522.pdf. Diakses tanggal 10 Januari 2016.

Padmanaba, C.Gd.R. 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap

Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior, Program Studi Desain Interior FSRD. Institut Seni Indonesia Denpasar.

Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Penterjemah Sri Yuliani Handoyo. Penerbit PT.Gramedia. Jakarta

Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye Pada Pengguna Visual Display

Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Kesehatan Kerja Vol.34

No.1/154.

Sakdiah, S. 2008. Gambaran Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Subjektif

Kelelahan Mata pada Karyawan di Rumah Sakit Ananda Bekasi.

Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.http://ib.ui.ac.id/file?file=digital/122867-S-5564.pdf. Diakses tanggal 8 Januari 2016.

Santosa, Adi. 2006. Pencahayaan pada Interior Rumah Sakit: Studi Kasus

Ruang Rawat Inap Utama Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Majalah Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006:

49-56. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.phpDepartmentID=INT. Diakses tanggal 15 Januari 2016.

Standar Nasional Indonesia. 2001. Tata Cara Perancangan Sistem

(25)

Standar Nasional Indonesia.2004. Pengukuran Intensitas Penerangan di

Tempat Kerja. SNI 16-7062-2004.

Suhardi, B. 2008.Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Suma’mur, PK. 2009. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit CV.Sagung Seto. Jakarta.

Sunandar, A. 2011.Pengendalian Intensitas Penerangan dengan Penambahan

Daya Lampu untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pegawai Kantor di Kecamatan JJ, Karanganyar. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret. https://dglib.uns.ac.id/dokumen/download/pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2016.

Suptandar, J.Pamudji. 1999. Disain Interior Pengantar Merencana Interior

Untuk Mahasiswa Disain Dan Arsitektur. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Suptandar, J.P.; Rubiharto,A.K.; Astuti, S.P.; Rahayuningsih, H. 2006. Sistem

Pencahayaan Pada Desain Interior. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta.

Tarwaka; Bakri, S.H.A; Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan,

Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Universitas Islam

Batik. Surakarta.

Tarwoto; Aryani, R; Wartonah. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa

Keperawatan. Penerbit Trans Info Media. Jakarta.

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Himpunan Perundang-Undangan K3.

Wibiyanti, P.I. 2008. Kajian Pencahayaan pada Industri Kecil Pakaian Jadi

dan Pembuatan Tas di Perkampungan Industri Kecil Penggilingan Tahun 2008. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

(26)

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode

penelitian survei analitik. Survei analitik adalah penelitian yang diarahkan untuk

menganalisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor risiko dengan

faktor efek, dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian dimana observasi,

pengukuran dan pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat

(Notoatmodjo, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada karyawan pengguna komputer di Satuan

Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara dengan

alasan :

1. Belum pernah dilakukannya penelitian tentang hubungan intensitas

pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di

Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara.

2. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak Satuan Kerja Penataan

Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan

(27)

3.2.2 Waktu Penelitian

Adapun penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret-April 2016.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan

Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara sebanyak 25 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh populasi karyawan pengguna komputer

di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara

sebanyak 25 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti.

Data diperoleh dengan melakukan pengukuran intensitas pencahayaan oleh

petugas Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan dengan menggunakan

Luxmeter pada ruangan kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan

Lingkungan Provinsi Sumatera Utara. Penilaian keluhan kelelahan mata

berdasarkan kuesioner Visual Fatigue Index (VFI) yang dimodifikasi oleh

(28)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data dalam bentuk jadi yang dikumpulkan dan diolah

oleh pihak lain. Data diperoleh dari perusahaan berupa gambaran umum

perusahaan, struktur organisasi dan data pendukung lainnya.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

3.5.1 Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel

independen yang berupa intensitas pencahayaan serta variabel dependen berupa

keluhan kelelahan mata.

3.5.2 Defenisi Operasional

1. Intensitas Pencahayaan

Intensitas pencahayaan merupakan tingkat pencahayaan yang

memungkinkan pekerja dapat melihat objek dengan jelas.

2. Keluhan Kelelahan Mata

Keluhan kelelahan mata merupakan tingkat kelelahan mata yang dirasakan

oleh karyawan setelah bekerja dengan menggunakan komputer

berdasarkan kuesioner Visual Fatigue Index (VFI).

3.6 Metode Pengukuran

Aspek pengukuran adalah mengukur intensitas pencahayaan dan keluhan

kelelahan mata pada karyawan pengguna komputer. Untuk dapat mengetahuinya

dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat serta wawancara dengan

(29)

1. Intensitas Pencahayaan

Pengukuran besarnya intensitas pencahayaan dilakukan dengan

menggunakan alat Luxmeter. Pengukuran pencahayaan dilakukan secara umum

dan lokal (pada meja kerja karyawan). Pencahayaan umum dan lokal diukur pada

titik yang telah ditentukan sesuai ukuran ruangan kerja (SNI 16-7062-2004

tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja). Setiap responden

akan mendapat hasil pengukuran intensitas pencahayaan kemudian dicatat

hasilnya.

Alat Ukur : Luxmeter

Metode Analisis : SNI 16-7062-2004

Spesifikasi Alat : Digital Luxmeter Merk HAGNER ECI SN 55 225 (UJI 6)

Kalibrasi alat dilakukan dengan tingkat akurasi ± 3 % di

laboratorium B.Hagner AB di Solna, Swedia pada 02

September 2015 (Mtk5P02900-K03).

Gambar 3.1 Luxmeter Digital HAGNER ECI SN 55 255

(30)

Hasil Pengukuran :

a. Pencahayaan baik (memenuhi standar ) = ≥ 300 lux

b. Pencahayaan buruk (tidak memenuhi standar ) = < 300 lux.

Prosedur Pengukuran :

1. Tahap Persiapan

Dalam penelitian pengukuran dilakukan oleh petugas Balai Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Medan. Alat dihidupkan dengan cara membuka bagian

penutup Luxmeter.

2. Penentuan Titik Pengukuran

a. Penerangan setempat: objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan.

Bila merupakan meja kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang

ada.

b. Penerangan lokal: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan

pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu

tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:

1) Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis

horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 meter.

2) Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik

potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak

setiap 3 meter.

3) Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal

(31)

3. Persyaratan pengukuran

a. Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan

dilakukan.

b. Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi

pekerjaan.

4. Tata cara

a. Hidupkan Luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup

sensor.

b. Petugas menentukan titik pengukuran pencahayaan umum menggunakan

Laser Distance Meter (FLUKE 424D) dengan hasil :

Gambar 3.2 Laser Distance Meter (FLUKE 424D)

Sumber : Dokumentasi Pribadi

1. Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan

Luas ruangan : 11,5 m x 6,5 m = 75 m2

Titik pengukuran umum : 11 titik

(32)

2. Ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan

Luas ruangan : 6,5 m x 3,5 m = 23 m2

Titik pengukuran umum : 7 titik

Titik pengukuran lokal : 10 titik

c. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik untuk

pengukuran intensitas penerangan umum atau lokal.

d. Baca hasil pengukuran pada layar luxmeter setelah menunggu beberapa

saat sehingga didapat nilai angka yang stabil. Setelah melakukan

pengukuran pada satu titik, tutup sensor menggunakan telapak tangan

untuk mengembalikan ke angka nol. Setelah angka dilayar telah

menunjukan angka nol, lakukan pengukuran pada titik lainnya.

e. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil (kemudian dilakukan

pengolahan hasil pengukuran oleh petugas dengan mempertimbangkan

faktor koreksi alat).

f. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran.

2. Keluhan Kelelahan Mata

Pengukuran variabel kelelahan mata dengan menggunakan kuesioner

Visual Fatigue Index (VFI) yang terdiri dari 22 pertanyaan dengan alternatif

jawaban Tidak Pernah (skor 1), Kadang-kadang (skor 2), Sering (skor 3) dan

(33)

Kemudian dilakukan perhitungan VFI yaitu:

VFI = Total of answer for each perator

Total of higher coeficient of occurence for each ailment

Keterangan:

Total of answer for each operator : Jumlah skor total yang diperoleh setiap

responden.

Total of higher coeficient of occurence for each ailment : Jumlah skor maksimal

dari 22 pertanyaan

(22 x 4 = 88).

Hasil Pengukuran:

a. Ya (mengalami kelelahan mata) = VFI ≥ 0,4

b. Tidak (tidak mengalami kelelahan mata) = VFI < 0,4

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

(34)

3.7 Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh, dianalisis melalui proses pengolahan data yang

mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Editing, penyuntingan data dilakukan untuk menghindari kesalahan atau

kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi.

2. Coding, pemberian kode atau scoring pada tiap jawaban untuk memudahkan

entry data.

3. Entry data, data yang telah diberi kode tersebut kemudian dimasukkan dalam

program komputer untuk selanjutnya akan diolah.

4. Analysis, data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan analisis

univariat dan analisis bivariat.

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian yang disajikan dalam bentuk distribusi dan

persentase dari tiap variabel.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Variabel independen dan dependen pada penelitian

ini merupakan data numerik yang diubah menjadi data kategorik. Berdasarkan hal

tersebut maka uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji alternatif

(35)

Uji bivariat dilakukan dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Analisa data

dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan α (0,05). Ho diterima

jika p>α berarti tidak ada hubungan dan Ho ditolak jika p<α berarti ada hubungan.

(36)

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum dan Lokasi Satuan Kerja Penataan Bangunan dan

Lingkungan Provinsi Sumatera Utara

Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera

Utara merupakan struktural di bawah Direktorat Jenderal Cipta Karya

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Satuan Kerja Penataan

Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas

melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan perencanaan

teknis, penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan, gedung, pengelolaan

rumah negara, penataan bangunan dan lingkungan khusus, serta penyusunan

standarisasi dan penguatan kelembagaan.

Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera

Utara berkantor di gedung Pusat Informasi Pengembangan Permukiman

Bangunan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Williem Iskandar No. 9

Kenangan Baru, Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

4.1.2 Struktur dan Fungsi Direktorat Jenderal Cipta Karya

Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan bagian stuktural di

Kementerian Pekerjan Umum dan Perumahan Rakyat terdiri dari beberapa bagian,

(37)

Gambar 4.1 Struktur Direktorat Jenderal Cipta Karya

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 536,

Direktorat Jenderal Cipta Karya menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan kebijakan, program dan anggaran serta evaluasi kinerja

pembangunan bidang Cipta Karya.

b. Pembinaan teknis dan penyusunan NSPM untuk air minum, air limbah,

persampahan, drainase, teriminal, apsar dan fasos-fasum lainnya.

c. Fasilitas pembangunan dan pengelolaan infrastruktur permukiman perkotaan

(38)

d. Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi air minum dan sanitasi

melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Serta standarisasi

bidang permukiman, air minum, penyehatan lingkungan permukiman dan tata

bangunan.

e. Penyediaan infrastruktur PU bagi pengembangan kawasan perumahan rakyat.

f. Fasilitasi pembangunan rumah susun dalam rangka peremajaan kawasan.

g. Penyediaan infrastruktur permukiman untuk kawasan kumuh/nelayan,

pedesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil dan pulau-pulau kecil.

h. Penyediaan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan air.

i. Pembinaan teknis dan pengawasan pembangunan bangunan gedung dan

pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara.

j. Penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan infrastrukturpermukiman

akibat bencana alam dan kerusuhan sosial.

k. Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal dan permberdayaan

kapasitas kelembagaan dan SDM bidang Cipta Karya.

4.1.3 Visi dan Misi Pembangunan Bidang Cipta Karya

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Direktorat Jenderal Cipta Karya

melalui Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera

Utara memiliki visi dan misi Pembangunan Bidang Cipta Karya, yaitu :

a. Visi

Terwujudnya permukiman perkotaan dan pedesaan yang layak huni, produktif

dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur yang handal dalam

(39)

pengembangan penyehatan lingkungan permukiman dan penataan bangunan

dan lingkungan.

b. Misi

1. Meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur)

permukiman di perkotaan dan perdesaan dalam rangka mengembangkan

permukiman yang layak huni, berkeadilan sosial, sejahtera, berbudaya,

produktif, aman, tentram dan berkelanjutan untuk memperkuat

pengembangan wilayah.

2. Mewujudkan kemandirian daerah melalui peningkatan kapasitas

pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan

pembangunan infrastruktur permukiman, termasuk pengembangan sistem

pembiayaan dan pola investasinya.

3. Melaksanakan pembinaan penataan kawasan perkotaan dan perdesaan serta

pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara yang memenuhi standar

keselamatan dan keamanan bangunan.

4. Menyediakan infrastruktur permukiman bagi kawasan kumuh/nelayan,

daerah perbatasan, kawasan terpencil, pulau-pulau kecil terluar dan daerah

tertinggal, serta air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan

air.

5. Memperbaiki kerusakan infrastruktur permukiman dan penanggulangan

(40)

6. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM

yang profesional, serta pengembangan NSPM dengan menerapkan prinsip

Good Governance.

4.1.4 Struktur Organisasi Satuan Kerja Penataan Bangunan dan

Lingkungan Provinsi Sumatera Utara

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Satuan Kerja Penataan Bangunan dan

Lingkungan Provinsi Sumatera Utara

Kuasa Pengguna Anggaran Barang (KPA/B)

(41)

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Jenis Kelamin Karyawan Pengguna Komputer

Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Jenis Kelamin di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

Jenis Kelamin Jumlah %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer paling

banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (60,0%) dan berjenis

kelamin perempuan sebanyak 10 orang (40,0%).

4.2.2 Umur Karyawan Pengguna Komputer

Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan umur dapat dilihat

pada tabel berikut :

(42)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer paling

banyak berumur 30 tahun sebanyak 13 orang (52,0%) dan berumur < 30 tahun

sebanyak 12 orang (48,0%).

4.2.3 Masa Kerja Karyawan Pengguna Komputer

Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan masa kerja dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Masa Kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

Masa Kerja (tahun) Jumlah %

kerja < 5 tahun sebanyak 12 orang (48,0%).

4.2.4 Lama Kerja Karyawan Pengguna Komputer

Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan lama kerja

menggunakan komputer dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Lama Kerja Menggunakan Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Sumatera Utara Tahun 2016

(43)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer

mayoritas bekerja dengan menggunakan komputer selama > 4 jam sebanyak 21

orang (84,0%) dan sisanya bekerja di depan komputer selama ≤ 4 jam sebanyak 4

orang (16,0%).

4.2.5 Durasi Istirahat Mata Karyawan Pengguna Komputer

Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan lama durasi istirahat

mata dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Durasi Istirahat Mata di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

Durasi Istirahat (menit) Jumlah %

< 15

(52,0%) dan durasi istirahat mata < 15 menit sebanyak 12 orang (48,0%).

4.2.6 Intensitas Pencahayaan Ruang Kerja

a. Intensitas Pencahayaan Umum

Tabel 4.6 Distribusi Intensitas Pencahayaan Umum Ruang Kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

(44)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa intensitas pencahayaan umum pada 2

unit ruang kerja menunjukkan intensitas pencahayaan di kedua ruangan tersebut

(100%) bernilai < 300 lux dikategorikan pencahayaan buruk (tidak memenuhi

standar).

b. Intensitas Pencahayaan Lokal

Tabel 4.7 Distribusi Intensitas Pencahayaan Lokal Ruang Kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

Intensitas Pencahayaan (lux) Jumlah %

< 300

mayoritas bernilai < 300 lux sebanyak 22 titik (88,0%) dan intensitas pencahayaan

≥ 300 lux sebanyak 3 titik (12,0%).

4.2.7 Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer

Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan keluhan kelelahan

mata dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Keluhan Kelelahan Mata di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

Keluhan Kelelahan Mata Jumlah %

(45)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer yang

mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 22 orang (88,0%) dan yang tidak

mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 3 orang (12,0%).

4.3 Hasil Uji Bivariat

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum dan lokal

pada ruang kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi

Sumatera Utara serta hasil kuesioner, dilakukan uji alternatif Exact Fisher untuk

melihat apakah ada hubungan intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan

mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan

Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016.

Hubungan intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata

karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan

Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji Exact Fisher Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016

Intensitas Pencahayaan Setempat

Keluhan Kelelahan Mata Jumlah Sig.

(46)

Berdasarkan tabel hasil pengukuran diatas dapat dilihat bahwa karyawan

pengguna komputer yang bekerja dengan intensitas pencahayaan baik (≥300 lux)

sebanyak 3 orang (12,0%) terdiri dari 1 orang (4,0%) mengalami kelelahan mata

dan 2 orang (8,0%) tidak mengalami kelelahan. Sedangkan karyawan yang

bekerja pada intensitas pencahayaan buruk (<300 lux) sebanyak 22 orang (88,0%)

terdiri dari 21 orang (84,0%) mengalami kelelahan dan 1 orang (4,0%) tidak

mengalami kelelahan.

Pada hasil uji Exact Fisher antara intensitas pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata didapatkan nilai p = 0,029 dimana p < 0,05 artinya ada hubungan

bermakna antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan

pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi

(47)

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum pada 2 unit

ruang kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi

Sumatera Utara didapatkan hasil bahwa pencahayaan di kedua ruangan tersebut

dikategorikan buruk (tidak memenuhi standar) dengan intensitas < 300 lux.

Ruang kerja Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan memiliki

intensitas 140 lux serta Ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan memiliki

intensitas 209 lux. Nilai tersebut berada jauh dari standar pencahayaan sesuai

Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 yaitu sebesar 300 lux. Hal ini dikarenakan pada

ruang kerja tersebut hanya memanfaatkan sumber cahaya alami yang masuk

melalui jendela di sekeliling ruangan. Ruangan menggunakan tirai vertical blind

berwarna coklat muda (bilah-bilah vertical bisa dibuka secara horizontal

menjadikan fungsi pengaturan cahaya ruangan bekerja secara baik dan bisa diatur

sesuai kebutuhan).

Sumber pencahayaan buatan yang bersumber dari lampu hanya digunakan

ketika cuaca mendung atau pada saat menjelang sore hari. Lampu yang digunakan

merupakan lampu berjenis TL (Tube Lamp) dengan cahaya lampu berwarna putih.

Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Namun, warna putih

membuat benda-benda tampak pucat. Selain itu suasana yang terbentuk pun

(48)

konsentrasi tetap stabil sehingga sering dipakai pada ruang kerja (Istiawan dan

Kencana, 2006).

Pencahayaan buatan pada ruangan ini berasal dari lampu yang dipasang

dengan posisi armatur menjorok ke dalam plafon sehingga cahaya yang jatuh ke

objek kerja terhalang oleh armatur (tidak maksimal). Armatur berfungsi sebagai

penopang alat penerangan, selain itu juga berfungsi untuk menyebarkan dan

membiaskan cahaya yang berasal dari alat penerangan.

Pencahayaan menggunakan sistem pencahayaan semi langsung, 60%

sampai 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja (tidak ada tunneling effect di atas

lampu) dengan arah pencahayaan down light (pencahayaan ke bawah) berfungsi

memberikan pencahayaan secara merata. Arah pencahayaan ini berasal dari atas

dengan tujuan untuk memberikan cahaya pada objek di bawahnya. Lampu yang

digunakan biasanya berasal dari lampu yang dipasang di langit-langit rumah

dengan posisi rumah lampu masuk ke dalam (Istiawan dan Kencana, 2006).

Dinding ruangan ini dicat berwarna putih sehingga memberikan kesan lapang dan

bersih serta mendukung pantulan cahaya menyebar ke seluruh ruangan.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan lokal di kedua

ruangan dengan total 25 titik pengukuran objek kerja (komputer dan meja kerja)

didapatkan hasil sebanyak 22 titik (88,0%) dengan pencahayaan buruk (tidak

memenuhi standar) dan hanya 3 titik (12,0%) yang memiliki pencahayaan baik

(memenuhi standar). Ketiga titik tersebut memiliki pencahayaan lokal yang baik

dikarenakan posisi meja kerja yang berada dekat dengan jendela (tirai vertical

(49)

daripada objek kerja yang letaknya jauh dari jendela. Pada salah satu titik

pengukuran (meja nomor 7) intensitas pencahayaan mencapai 665 lux. Meskipun

pencahayaan sudah memenuhi standar, namun kondisi pencahayaan tersebut dapat

berisiko menyebabkan kelelahan mata karena menyebabkan kesilauan, sehingga

diperlukan pengaturan cahaya yang masuk dengan mengatur tirai vertical blind.

Pada hasil penelitian didapatkan hasil dari total 25 karyawan pengguna

komputer, sebanyak 22 orang (88,0%) mengalami keluhan kelelahan mata. Hal ini

disebabkan penggunaan komputer secara terus menerus dalam waktu yang lama

dan diperparah oleh kondisi pencahayaan yang tidak sesuai kebutuhan sehingga

mata mengalami kelelahan. Karyawan yang bekerja dengan pencahayaan baik

sebanyak 3 orang (12,0%), terdiri dari 1 orang (4,0%) mengalami keluhan

kelelahan mata dan 2 orang (8,0%) tidak mengalami kelelahan. Meskipun kondisi

pencahayaan sudah baik, masih terdapat karyawan yang mengalami kelelahan

mata. Karyawan tersebut memiliki riwayat kelainan refraksi mata berupa rabun

jauh (miopia). Saat bekerja karyawan tersebut menggunakan kacamata sehingga

kondisi mata dianggap normal karena telah melakukan penyesuaian. Namun,

berdasarkan skor Visual Fatigue Index (VFI) karyawan tersebut mengeluhkan

kelelahan mata yang bisa saja disebabkan faktor lain (bias) bukan karena faktor

pencahayaan.

Karyawan yang bekerja dengan kondisi pencahayaan buruk sebanyak 22

orang (88,0%) terdiri dari 21 orang (84,%) yang mengalami kelelahan mata dan 1

orang (4,0%) tidak mengalami kelelahan mata. Meskipun pencahayaan buruk,

(50)

tersebut baru bekerja secara menetap di depan komputer selama satu tahun

terakhir sehingga tingkat paparan masih rendah. Selain itu, karyawan tersebut

bekerja di depan komputer < 4 jam dalam sehari dikarenakan terkadang

beraktivitas di luar ruangan sehingga risiko mengalami kelelahan mata lebih

rendah. Menurut Padmanaba (2006), kuntitas, kualitas dan distribusi cahaya dapat

mempengaruhi kelelahan mata. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan

kerja dapat menyebabkan kelelahan mata

Hasil uji statistik bivariat menunjukkan P value sebesar 0,029 yang berarti

ada hubungan yang bermakna antara intensitas pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan

dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016. Secara keseluruhan

terdapat 22 orang karyawan (88,0%) yang mengalami keluhan kelelahan mata.

Menurut Sakdiah (2008) pencahayaan yang tidak memadai pada pekerjaan yang

memerlukan ketelitian akan menimbulkan dampak yang sangat terasa pada mata,

(51)

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada karyawan

pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2016 dapat disimpulkan :

1. Hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum pada 2 unit ruang kerja di

Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara,

yaitu ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan (140 lux) serta ruang

Konsultan Individual dan Perpustakaan (209 lux) menunjukkan bahwa kedua

ruangan tersebut memiliki pencahayaan buruk (< 300 lux).

2. Hasil pengukuran intensitas pencahayaan lokal pada 25 titik objek kerja

karyawan menunjukkan hasil sebanyak 22 titik (88,0%) memiliki pencahayaan

buruk (<300 lux).

3. Hasil penelitian pada 25 orang karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja

Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara sebanyak 22

orang (88,0%) mengalami kelelahan mata.

4. Hasil statistik (p value = 0,029 < 0,05) ada hubungan yang bermakna antara

intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna

komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi

(52)

6.2 Saran

1. Bagi perusahaan seharusnya memberikan penerangan di ruangan kerja

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk meningkatkan kualitas

pencahayaan di ruang kerja dapat dilakukan dengan cara :

a. Gunakan armatur lampu berbentuk raster (sejajar) sehingga jumlah

cahaya lampu yang jatuh ke objek kerja maksimal.

b. Nyalakan lampu ruangan pada saat siang hari.

c. Gunakan tirai vertical blind berwarna putih.

2. Bagi karyawan, lakukan relaksasi mata minimal 5-10 menit setiap satu jam

penggunaan komputer untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan

(53)

2.1 Pencahayaan

2.1.1 Pengertian Pencahayaan

Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis

yang terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut memiliki panjang dan

frekuensi tertentu yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam

spektrum elektromagnetisnya (Suhardi, 2008).

Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah

penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan

secara efektif. Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²), dimana lm adalah

lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan.

Penerangan merupakan salah satu faktor fisik yang sangat penting untuk

mendapatkan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, juga mempunyai kaitan

erat dengan produktivitas. Dengan penerangan yang cukup pada objek penglihatan

akan membantu tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan mudah

dan cepat. Cukup tidaknya intensitas penerangan secara objektif disesuaikan

dengan macam pekerjaan, tergantung pula ketajaman penglihatan pekerja yang

(54)

2.1.2 Sumber Pencahayaan

Secara umum sumber pencahayaan dibedakan menjadi dua, yaitu

pencahayaan alamiah dan pencahayaan buatan.

1) Pencahayaan Alamiah

Pencahayaan alamiah adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber

cahaya alami berupa cahaya matahari dengan intensitas bervariasi menurut

waktu, musim dan tempat. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar

(2011) banyaknya sinar matahari yang dapat mencapai ruangan tempat kerja

tergantung pada jumlah dan arah sinar matahari, keadaan mendung yang dapat

menutup sinar matahari, letak lokasi gedung terhadap gedung lainnya,

lingkungan sekitarnya dan musim itu sendiri. Selain hal tersebut, kondisi

pencahayaan alami juga dipengaruhi oleh ukuran, orientasi dan kebersihan

jendela. Untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak dan

lebar jendela. Luas jendela untuk penerangan alami sekitar 20% luas lantai

ruangan (Aryanti, 2006).

2) Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya

lain selain cahaya alami. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar

(2011) menyebutkan bahwa sumber pencahayaan buatan yang utama adalah

bersumber dari energi listrik. Jumlah cahaya, warna cahaya itu sendiri dan

warna objek kerja berbeda-beda tergantung dari jenis sumber cahaya listrik

(55)

Menurut Wibiyanti (2008) fungsi pokok pencahayaan buatan di

lingkungan kerja baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang

dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut :

a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail

serta terlaksannya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat.

b. Memungkinkan penghuni untuk berjalan dan bergerak secara mudah dan

aman.

c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat

kerja.

d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara

merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayangan.

e. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.

Dalam penggunaan penerangan listrik harus memenuhi syarat-syarat

tertentu, yakni sebagai berikut :

a. Penerangan listrik harus cukup intensitasnya sesuai dengan pekerjaan yang

dilakukan.

b. Penerangan listrik tidak boleh menimbulkan pertambahan suhu udara di

tempat kerja yang berlebihan. Jika hal itu terjadi, maka diusahakan suhu dapat

turun, misalnya dengan ventilasi, kipas angin dan lain-lain.

c. Sumber cahaya listrik harus memberikan penerangan dengan intensitas yang

tepat, menyebar, merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, serta tidak

(56)

Jenis-jenis lampu yang digunakan dalam pencahayaan buatan, antara lain :

a. Golongan Lampu Pijar (incandescence/bulb/bohlam)

Lampu pijar tergolong lampu listrik generasi awal yang masih digunakan

hingga saat ini. Jenis lampu pijar terdiri dari lampu filamen karbon, lampu

wolfram dan lampu halogen. Bola lampu pijar dibuat hampa udara atau berisi gas

mulia (Muhaimin, 2001). Pada umumnya lampu pijar memiliki cahaya berwarna

kekuningan yang menimbulkan suasana hangat, romantis dan akrab. Intensitas

cahaya pada lampu pijar lebih kecil dibandingkan lampu neon. Artinya, pada daya

(watt) yang sama, lampu neon menghasilkan cahaya lebih terang daripada lampu

pijar (Istiawan dan Kencana, 2006).

b. Golongan Lampu Berpendar (fluorescence/neon/TL)

Lampu ini umumnya disebut lampu neon. Pada dunia industri lampu ini

lebih dikenal dengan sebutan lampu TL. Cahaya lampu neon biasa berwarna

putih. Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Cahaya yang

dipancarkan lampu neon lebih terang dibanding lampu pijar dan halogen karena

lampu ini punya efficacy lebih tinggi dari lampu pijar (Istiawan dan Kencana,

2006).

2.1.3 Tipe Pencahayaan

Berdasarkan standar penerangan buatan di dalam gedung yang ditetapkan

oleh Departemen Pekerjaan Umum (1981) tipe pencahayaan dibedakan atas tiga

(57)

1) Pencahayaan Umum

Pencahayaan umum adalah pencahayaan secara umum dengan memperhatikan

karakteristik dan bentuk fisik ruangan, tingkat pencahayaan yang diinginkan

dan instalasi yang dipergunakan. Pencahayaan umum harus menghasilkan

iluminasi yang merata pada bidang kerja dan pencahayaan ini cocok untuk

ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus.

2) Pencahayaan Terarah

Pencahayaan terarah berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu

atau objek seni atau koleksi berharga lainnya. Sistem ini cocok untuk pameran

atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas.

3) Pencahayaan Setempat

Pencahayaan setempat lebih mengkonsentrasikan cahaya pada tempat tertentu,

misalnya tempat kerja memerlukan tugas visual dan tipe ini sangat bermanfaat

bagi pekerja dengan aktivitas pekerjaan sebagai berikut :

a. Pekerja yang melakukan pekerjaan teliti.

b. Pekerjaan yang mengamati bentuk dan benda yang memerlukan cahaya dari

arah tertentu.

c. Menunjang tugas visual yang pada mulanya tidak direncanakan untuk ruang

tersebut.

Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem

Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, sistem pencahayaan dapat

(58)

1) Sistem Pencahayaan Merata

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan

digunakan jika tugas visual yang dilakukan diseluruh tempat dalam ruangan

memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang

merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun

tidak langsung di seluruh langit-langit.

2) Sistem Pencahayaan Setempat

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak

merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang

memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih

banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan

mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat

tersebut.

3) Sistem Pencahayaan Gabungan Merata dan Setempat

Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem

pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang

dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan

digunakan untuk :

a. Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi.

b. Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari

(59)

c. Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat

yang terhalang tersebut.

d. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau

yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.

Gambar 2.1 Tipe Pencahayaan Gambar 2.2 Tipe Pencahayaan Gambar 2.3 Tipe Pencahayaan Merata Setempat Gabungan

Sumber: Artikel tentang Pencahayaan (repository.usu.ac.id)

2.1.4 Sistem Pencahayaan Tempat Kerja

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang

dikerjakannnya secara jelas, tepat dan tanpa upaya yang tidak perlu (Suma’mur,

2009). Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan perencanaan sistem

pencahayaan di tempat kerja agar aktivitas kerja optimal serta meningkatkan

produktivitas.

Klasifikasi sistem pencahayaan dari sumber cahaya menurut Illuminating

Engineering Society (IES), antara lain:

1) Pencahayaan Tidak Langsung (Indirect Lighting)

Pada pencahayaan tidak langsung langit-langit merupakan sumber cahaya

(60)

bayangan. Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke

langit-langit ruangan sehingga yang dimanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya

pantulan. Pancaran cahaya pada penerangan tidak langsung dapat pula

dipantulkan pada dinding sehingga cahaya yang sampai pada permukaan

bidang kerja adalah pantulan dari cahaya dinding. Sistem ini menjadi tidak

efektif jika cahaya yang sampai ke langit-langit merupakan cahaya pantulan

dari bidang lain. Pencahayaan tipe ini diperlukan pada ruang gambar,

perkantoran, rumah sakit dan perhotelan.

Gambar 2.4 Pencahayaan Tidak Langsung

Sumber: Muhaimin (2001)

2) Pencahayaan Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)

Distribusi cahaya pada pencahayaan ini mirip dengan distribusi pencahayaan

tidak langsung tetapi lebih efisisen dan kuat penerangannya lebih tinggi. Pada

sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding

bagian atas, selebihnya dipantulkan ke bagian bawah. Pada sistem ini masalah

bayangan tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. Pencahayaan jenis ini

diperlukan pada ruangan yang memerlukan modeling shadow, seperti toko

(61)

Gambar 2.5 Pencahayaan Semi Tidak Langsung

Sumber: Muhaimin (2001)

3) Pencahayaan Menyebar / Difus (General Diffus Lighting)

Pada pencahayaan difus distribusi cahaya ke atas dan kebawah relatif merata

sehingga termasuk sistem direct-indirect lighting. Pada sistem ini 40% hingga

60% cahaya diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya

dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Pada sistem ini masalah bayangan

dan kesilauan masih ditemui. Pencahayaan difus menghasilkan cahaya teduh

dengan bayangan lebih jelas dibandingkan dengan bayangan yang dihasilkan

pencahayaan tidak langsung dan pencahayaan semi tidak langsung.

Penggunaan pencahayaan difus umumnya diperlukan pada tempat ibadah.

Gambar 2.6 Pencahayaan Difus

(62)

4) Pencahayaan Semi Langsung (Semi Direct Lighting)

Pencahayaan semi langsung termasuk jenis pencahayaan yang efisien. Pada

sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja selebihnya

diarahkan ke langit-langit. Penggunaan pencahayaan jenis ini biasa digunakan

pada kantor, ruang kelas dan tempat lainnya.

Gambar 2.7 Pencahayaan Semi Langsung

Sumber: Muhaimin (2001)

5) Pencahayaan Langsung (Direct Lighting)

Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke bidang kerja

sehingga terjadi efek terowongan (tunneling effect), yaitu timbulnya bagian

yang gelap di langit-langit tepat di atas lampu. Pencahayaan langsung dapat

diatur menyebar atau terpusat, tergantung reflektor yang digunakan. Sistem

pencahayaan langsung memiliki kelebihan, yaitu efisiensi penerangan tinggi,

memerlukan sedikit lampu untuk bidang kerja yang luas. Disisi lain

kelemahan dari sistem ini yaitu bayang-bayang gelap karena jumlah lampu

sedikit maka jika terjadi gangguan atau kerusakan akan sangat berpengaruh

(63)

Gambar 2.8 Pencahayaan Langsung

Sumber: Muhaimin (2001)

2.1.5 Standar Pencahayaan Tempat Kerja

Penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik penting bagi

keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penerangan yang

tepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang maksimal dan

ketidakefisienan yang minimal sehingga mengurangi terjadinya kecelakaan

(Suma’mur, 2009).

Standar intensitas pencahayaan yang ditetapkan oleh Illuminating

Engineering Society (IES), sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki

pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminasi sebesar 300 lux yang merata

pada bidang kerja. Apabila iluminasinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka

dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan pada akhirnya

menurunkan kinerja pekerja (Fayrina, 2012). Sedangkan standar penerangan

menurut Kepmenkes RI No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan

(64)

Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan Minimal (lux)

Keterangan

Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus

100 Ruang penyimpanan dan

ruang peralatan / instalasi yang memerlukan

pekerjaan yang kontinyu. Pekerjaan kasar dan

terus menerus

200 Pekerjaan dengan mesin

dan perakitan kasar.

Pekerjaan rutin 300 R.administrasi, ruang

kontrol, pekerjaan mesin & perakitan / penyusun.

Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau

bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjan dengan mesin.

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna,

pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus.

Pekerjaan amat halus 1500

Tidak menimbulkan

2.1.6 Pengukuran Intensitas Pencahayaan

Intensitas dalam penerangan dinyatakan dalam satuan “lux”. Dalam

pengukuran intensitas pencahayaan alat yang digunakan adalah Luxmeter. Prinsip

(65)

photoelectric cell. Berdasarkan SNI 16-7062-2004 intensitas penerangan diukur

dengan 2 cara yaitu :

1) Pencahayaan Umum

Pada pencahayaan umum pengukuran dilakukan pada setiap meter persegi luas

lantai. Penentuan titik pengukuran umum meliputi titik potong garis horizontal

panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari

lantai.

2) Pencahayaan Lokal

Pada pencahayaan lokal pengukuran dilakukan di tempat kerja atau meja kerja

pada objek yang dilihat oleh tenaga kerja. Pengukuran titik pengukuran lokal

meliputi objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan kerja.

2.2 Kelelahan Mata

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitif terhadap

cahaya karena terdapat photoreceptor. Impuls saraf dari stimulasi photoreceptor

dibawa ke otak bagian lobus oksipital di serebrum dimana sensasi penglihatan

diubah menjadi persepsi (Tarwoto dkk, 2009).

Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada

retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan

rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan (Pearce, 2008).

Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam guncangan.

Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif

(66)

cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan otomatis yang

mempertahankan tekanan internalnya untuk mempertahankan bentuk bola mata

yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).

Gambar 2.9 Anatomi Mata

Bagian-bagian yang terdapat dalam mata manusia (Tarwoto dkk, 2009), yaitu :

a. Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat bewarna putih, buram dan

tidak tembus cahaya, kecuali di bagian depan yang disebut kornea. Sklera

memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot

ekstrinsik.

b. Kornea

Kornea merupakan jendela mata bentuknya transparan, terletak pada bagian

depan mata berhubungan dengan sklera. Bagian ini merupakan tempat

(67)

c. Lapisan Koroid

Memiliki pigmen berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan

berpigmen. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi atau

pemantulan sinar.

d. Iris

Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke anterior, bersambungan

dengan permukaan lensa anterior.Iris tidak tembus pandang dan berpigmen.

Fungsi iris adalah mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam

mata dengan cara merubah ukuran pupil. Ukuran pupil dapat berubah karena

mengandung serat otot sirkuler yang mampu menciutkan pupil dan

serat-serat radikal yang menyebabkan pelebaran pupil.

e. Pupil

Pupil merupakan bintik tengah yang berwarna hitam, merupakan celah di

dalam iris. Pupil merupakan jalan masuknya cahaya untuk mencapai retina

(Pearce, 2008).

f. Lensa

Lensa mempunyai struktur bikonveks, tidak mempunyai pembuluh darah,

transparan dan tidak bewarna. Lensa berada dibelakang iris. Ruangan bagian

depan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor dan ruangan pada

bagian belakang lensa berisi cairan vitreous humor. Lensa berfungsi untuk

memfokuskan cahaya yang masuk ke depan retina melalui mekanisme

(68)

memfokuskan objek secara jelas pada jarak yang beragam (Tarwoto dkk,

2009).

g. Retina

Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi 2/3 bola mata pada

bagian belakang. Retina merupakan bagian mata yang sangat peka terhadap

cahaya. Ada dua sel photoreceptor pada retina yaitu sel kerucut dan sel

batang. Pigmen pada sel kerucut berfungsi pada suasana terang atau pada

tingkat intensitas cahaya yang tinggi dan berperan dalam penglihatan di siang

hari. Sedangkan pigmen dalam sel batang berfungsi pada situasi yang kurang

terang atau pada malam hari. Pada sel kerucut terdapat tiga macam sel yang

peka terhadap warna merah, hijau dan biru. Kerusakan pada salah satu sel

kerucut akan menyebabkan buta warna (Tarwoto dkk, 2009). Selain itu,

terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind

spot). Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek

yang lebih kecil seperti kegiatan membaca huruf kecil.

2.2.2 Pengertian Kelelahan Mata

Menurut Tarwaka (2004) kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan

tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan

setelah istirahat. Kelelahan mata adalah gangguan yang dialami mata karena

otot-ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam

jangka waktu lama (Padmanaba, 2006).

Kelelahan mata dapat dipengaruhi dari kuantitas iluminasi, kualitas

(69)

yang dapat berpengaruh pada kelelahan mata, penerangan yang tidak memadai

akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai dengan intensitas penerangan

yang ada. Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta warna

penerangan yang digunakan. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan

kerja dapat menyebabkan kelelahan mata. Distribusi cahaya yang tidak merata

sehingga menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemampuan membedakan

kontras (Padmanaba, 2006).

2.2.3 Gejala Keluhan Kelelahan Mata

Kelelahan mata akibat dari pencahayaan yang kurang baik akan

menunjukkan gejala kelelahan mata. Kelelahan mata dapat dikurangi dengan

memberikan pencahayaan yang baik di tempat kerja.

Menurut Pusat Hyperkes dan Keselamatan Kerja (1995) yang dikutip

Nugroho (2009) gejala kelelahan mata yang sering muncul antara lain, kelopak

mata terasa berat, terasa ada tekanan dalam mata, mata sulit dibiarkan terbuka,

merasa enak kalau kelopak mata sedikit ditekan, bagian mata paling dalam terasa

sakit, perasaan mata berkedip, penglihatan kabur tidak bisa difokuskan,

penglihatan terasa silau, penglihatan seperti berkabut walau mata difokuskan,

mata mudah berair, mata pedih dan berdenyut, mata merah, jika mata ditutup

terlihat kilatan cahaya, kotoran mata bertambah, tidak dapat membedakan warna

sebagaimana biasanya, ada sisa bayangan dalam mata, penglihatan tampak ganda,

(70)

Menurut Sheedy (2004) yang dikutip Hanum (2008), sering dan lamanya

seseorang bekerja dengan komputer dapat mengakibatkan keluhan serius pada

mata. Keluhan yang sering diungkapkan oleh pekerja komputer adalah :

a. kelelahan mata yang merupakan gejala awal

b. mata terasa kering

c. mata terasa terbakar

d. pandangan menjadi kabur

e. penglihatan ganda

f. sakit kepala

g. nyeri pada leher, bahu dan otot punggung.

2.2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pengguna

Komputer

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada

pengguna komputer, antara lain :

a. Usia

Menurut National Aging Safety Database (NASD) usia yang semakin

lanjut mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk mendeteksi

lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan. Dengan bertambahnya

usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya dan

agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan

ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat,

demikian pula penglihatan jauh. Presbiopia atau kelainan akomodasi yang terjadi

(71)

Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau

menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina

(Maryamah, 2011). Pada usia 20 tahun manusia pada umumnya dapat melihat

objek dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya

empat kali lebih besar.

Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga

daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan

dan menipiskan mata. Begitu pula sebaliknya, semakin muda seseorang kebutuhan

cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan

kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit (Haeny, 2009).

Menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi.

Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak

terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan “titik dekat”

atau punktum proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau

berakomodasi maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat

dilihat dengan jelas dapat dikatakan bahwa benda terletak pada “titik jauh” atau

punktum remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas

akomodasi.

b. Kelainan Refraksi Mata

1) Hipermetropia

Hipermetropia sering juga disebut sebagai rabun dekat. Pasien

hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan

(72)

memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di

daerah makula lutea. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan

memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi

kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca

atau mempergunakan matanya terutama pada usia telah lanjut akan

memberikan keluhan kelelahan setelah membaca (Ilyas dan Yulianti,

2014).

2) Miopia

Pasien dengan miopia akan menyatakan lebih jelas bila melihat dengan

jarak dekat, sedangkan melihat jauh penglihatan kabur atau rabun jauh

(Ilyas dan Yulianti, 2014).

3) Astigmatisme

Astigmatisme merupakan suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak

dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan

sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik (Ilyas dan Yulianti, 2014).

4) Presbiopi

Dengan bertambahnya usia maka akan terjadi gangguan akomodasi pada

usia lanjut yang disebabkan oleh kelemahan otot akomodasi serta lensa

mata elastisitasnya berkurang akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan

akomodasi ini maka pada pasien berusia 40 tahun atau lebih akan

memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan

Gambar

Gambar 1. Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan
Gambar 4. Pengukuran Intensitas Pencahayaan Umum
Gambar 6. Jendela Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan
Gambar 3.1 Luxmeter Digital HAGNER ECI SN 55 255
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber: Data Primer April, 2019 Data pada tabel 11 dapat dilihat bahwa sampel pegawai yang bekerja pada intensitas pencahayaan baik ≥ 300 lux sebanyak 8 orang 26.7% yang terdiri dari

Hasil pengukuran pemakaian antiglare pada layar monitor komputer dengan kelelahan mata diperoleh hasil responden yang tidak memakai antiglare hampir sebagian besar

Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara terkait dengan kinerja karyawan dalam bekerja.. Dari hasil prasurvei, diperoleh bahwa kinerja karyawan