METODE PENELITIAN
A. Hasil Capaian Program-Program Pengentasan Kemiskinan di Beberapa Daerah
Di bawah ini menyajikan hasil capaian program-program pengentasan
kemiskinan di beberapa daerah, antara lain :
a) Kabupaten Situbondo (Sama’I dkk,2010)
No Indikator Dampak Program Target Realisasi Gap (target-realisasi)
1 Capaian indikator dampak
program
42,8% 61,6% -18,8%
2 Pemberdayaan masyarakat 35,6% 46% -10,4%
3 Bantuan Langsung Masyarakat 21,7% 46,6% -24,9%
4 Bantuan teknologi 73% 100% -27%
Program yang dilakukan pemerintah kabupaten Situbondo adalah
dengan melaksanakan program PNPM Mandiri untuk perkotaan dan
pedesaan. Program pemberdayaan masyarakat ini dilakukan sebesar
56% di pedesaan dan sisanya sebesar 44% di perkotaan.
Dapat dilihat melalui tabel di atas, kabupaten Situbondo dapat
melewati target yang telah di tetapkan yang menunjukkan keberhasilan
program pengentasan kemiskinan di daerah tersebut. Artinya,
dapat dilihat dari persentase capaian indikator program, gap di atas
menunjukkan realisasinya melebihi dari target sehingga dapat
dikatakan berhasil.
Kekurangan dari program penanggulangan kemiskinan di Situbondo
adalah belum adanya model pengentasan kemiskinan yang
menyeluruh, sinergis, dan terintegrasi. Hal ini bertujuan agar mereka
yang telah keluar dari jerat kemiskinan tidak lagi kembali miskin.
b) Kabupaten Sragen (Tibyan, Universitas Sebelas Maret, 2010)
Di Kabupaten Sragen dalam penelitian ini melihat dampak dari
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), dan melihat
dampak program tersebut ketika diterapkan pada 240 KSM yang
menerima dana PNPM dari program ini.
Hasil Capaian Program Pengentasan Kemiskinan menunjukkan
bahwa:
Ada perbedaan signifikan rata – rata produktivitas usaha angggota KSM setelah adanya program P2KP (Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan) lebih tinggi dibanding rata – rata
produktivitas usaha angggota KSM sebelum adanya program.
Bantuan dana untuk menambah modal kerja usaha anggota KSM, berhasil meningkatkan penyerapan jumlah tenaga kerja.
Dengan adanya bantuan dana tambahan modal kerja pada UMKM berhasil meningkatkan penghasilan mitra.
Dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kabupaten Sragen
mampu meningkatkan produktivitas, menambah kesempatan kerja dan
meningkatkan penghasilan bagi UMKM di Kabupaten Sragen.
Kelompok Swadana Mandiri (KSM) adalah wadah untuk menyalurkan
dana dan pemberdayaan masyarakat Sragen agar keluar dari jerat
kemiskinan.
c) Kabupaten Bantul (Suparmini, 2011)
Program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten
Bantul adalah program Pembangunan Perdesaan (PODES) dan
beberapa program penanggulangan kemiskinan yang diampu oleh
BKK PP dan KB.
No. Hasil Capaian sebelumnya 2009 dan
setelahnya
Kemiskinan diantaranya 9 program diampu oleh BKK PP dan KB 2. Keefektifan program pengentasan kemiskinan Pemberian bantuan dana sejumlah Rp. 3.459.761,00 / KK miskin dapat menurunkan jumlah KK miskin di Kabupaten Bantul sebanyak 10.524 KK miskin. Pada tahun 2010, dengan pemberian bantuan dana sejumlah Rp. 1.785.546,00/KK miskin dapat menurunkan jumlah KK miskin sebanyak 5.535 KK miskin.
Sebagian besar KK miskin di kabupaten Bantul berjenis kelamin
laki-laki (69,3%), berstatus kawin yaitu sebanyak 29.454 KK (64,7%),
berpendidikan SD yaitu sebanyak 18.607 KK (39,6%), bekerja sebagai
dalam KK miskin adalah SD yaitu sebanyak 14.118 anak (55,7%), dan
potensi yang dimiliki anggota keluarga yang berusia 16 tahun ke atas
adalah tidak mempunyai keterampilan yaitu sebanyak 34.314 orang
(55,5%).
Hal tersebut dicapai melalui penambahan program pengentasan
kemiskinan di kabupaten Bantul yang terbukti efektif menurunkan
angka kemiskinan di daerah tersebut. Selain itu adanya pemberian
bantuan dana juga efektif mengurangi angka kemiskinan yang dilihat
dari penurunan jumlah KK miskin.
d) Kabupaten Deli Serdang (James Erik Siagian, 2007)
Penelitian ini dilakukan pada 2 kecamatan yang memperoleh bantuan
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yaitu di Kecamatan STM
Hulu dan Pantai Labu. Hasil penelitian dibawah ini ingin melihat
seberapa besar dampak dari penyediaan sarana dalam program
pengembangan kecamatan tersebut.
No. Program Penyediaan Sarana Dampak Besarnya
dampak
1. Sarana Sosial Dasar berhasil 7 kali lebih
besar dengan
sarana
2. Sarana Ekonomi berhasil 14 kali lebih
berhasil
daripada tanpa
sarana ekonomi
3. Lapangan Kerja berhasil 24 kali lebih
berhasil
mengentaskan
kemiskinan
Dari hasil penelitian di atas, ditemukan bahwa penyediaan sarana
sosial, sarana ekonomi, dan penyediaan lapangan kerja memberikan
dampak positif bagi pengentasan kemiskinan di
kabupaten Deli Serdang yakni di dua kecamatan yang mendapat
bantuan dari Program Pengembangan Kecamatan (P2K).
Melalui penelitian ini juga dipaparkan bahwa kelemahan dari program
ini adalah masih belum menyentuh langsung ke masyarakatnya.
Sehingga disarankan, program-program selanjutnya harus bersentuhan
e) Desa Purbayan Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo (Ahmad
Tontowi, 2010)
Di desa Purbayan ini ada program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
yang diberikan pemerintah bagi masyarakat miskin di desa tersebut
karena masyarakat miskin ditempat ini tidak terlalu banyak, namun
pada kenyataannya belum bisa menghilangkan jumlah penduduk
miskin. Setelah itu baru dilaksanakan program penanggulangan
kemiskinan yaitu P2KP untuk mengentaskan kemiskinan di desa ini.
Dalam penelitian ini, ada beberapa dampak yang terjadi setelah adanya
program penanggulangan kemiskinan, antara lain :
a. Terbentuknya institusi lokal tingkat desa yang peduli terhadap
penanggulangan kemiskinan yaitu terbentuknya Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM).
b. Meningkatnya akses bagi masyarakat yang berupa sarana dan
prasarana, pelayanan sosial serta pengembangan pendanaan
simpan pinjam.
c. Terpeliharanya sifat kegotong-royongan dalam pembangunan
sarana dan prasarana desa sebagai bentuk swadaya masyarakat
Melalui program penanggulangan kemiskinan perkotaan yang di
Sukoharjo sudsh terlaksana dengan baik. Implementasi program
sudah terlihat dari hasil yang dicapai pada hasil capaian di atas.
Hambatan yang terjadi adalah dalam pelaksanaan program, masih
adanya aturan yang belum jelas pelaksanaannya sehingga
membingungkan bagi pelaksana yang mengakibatkan
program-program ini belum bisa berjalan maksimal.
f) Jawa Barat (Rusli Budiman, 2014)
Ada beberapa dinas yang melakukan program-program
penanggulangan kemiskinan, antara lain :
Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Program : Pemberdayaan Usaha Pertanian Tanaman Pangan
Hasil : berkembangnya nilai tambah dan daya saing usaha
tanaman pangan dan hortikultura.
Dinas Peternakan
Program : bantuan kepada 80 orang peternak itik
Hasil : Meningkatnya pengetahuan, sikap dan ketrampilan
masyarakat miskin sebanyak 80 orang dalam melakukan
usaha agribisnis ternak itik.
Program : Budidaya ikan lele sangkuriang, ikan hias, ikan
gurame.
Hasil : meningkatkan hasil panen ikan.
Dinas Kehutanan
Program : Penanggulangan kemiskinan masyarakat sekitar
hutan (pengembangan budidaya lebah madu dan jamur kayu).
Hasil : Meningkatnya pendapatan petani lebah madu (+Rp
500.000,-/Bulan (Umumnya Buruh Tani), penghasilan
tambahan dari hasil Budidaya lebah.
Badan Ketahanan Pangan Daerah
Program : Fasilitasi Lumbung Pangan Masyarakat,
Pengembangan Desa Mandiri Pangan, Fasilitasi Keluarga
Sadar Gizi dan Lingkungan Bebas Rawan Pangan, Penguatan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin.
Hasil : Terbangunnya lumbung pangan, terbangunnya desa
mandiri pangan, meningkatnya gizi keluarga, tersedianya
cadangan pangan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Program : Pengembangan Kewirausahaan Industri Kecil
Hasil : Meningkatnya pengetahuan di bidang makanan tekstil
Program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan oleh
SKPD di lingkungan Provinsi Jawa Barat berjalan secara parsial dan
kurang di perhatikan sinergitas dengan program yang digagas SKPD
yang lain. Pada tahun 2012 ada enam SKPD di Jawa Barat yang sudah
memulai program penanggulangan kemiskinan yaitu dinas Pertanian,
Dinas Peternakan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan
Ketahan Pangan dan dinas Perikanan dan Kelautan. Karena belum
memperoleh hasil yang maksimal, maka program penanggulangan
terus dilakukan hingga mencapai target pada tahun 2014 adalah
sebesar 8%.
Walaupun masih belum maksimal diterapkan di Jawa Barat,
program-program penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat sudah
menurunkan angka kemiskinan walaupun belum mencapai target. Oleh
karena itu adanya kontinuitas dari program-program yang diluncurkan
SKPD ini agar sesuai dengan target pemerintah.
g) Desa Gempolsewu, Kabupaten Kendal (Mudzakir, Abdul Kodhar.
UNDIP Semarang. 2000)
Hasil penelitian di desa Gempolsewu, Kabupaten Kendal
menunjukkan data-data sebagai berikut:
pencaharian sebagai nelayan (68.76 %), tanpa ada mata pencaharian
alternative. Pada Desa Gempolsewu terdapat Pusat Pendaratan lkan
(PPI) Tawang, yang merupakan Pelabuhan Perikanan tipe C. Produk
Domestik Regional Bruto menurut lapangan usaha atas dasar harga
berlaku di kabupaten Kendal tahun 1990-1999 sektor perikanan hanya
memberikan kontribusinya sebesar 1,99%. Tingkat pendidikan
penduduk Desa Gempolsewu sebagian besar mulai SMP/sederajat
40.71% SD 28.89 % dan SLTA 6.51%. Tingkat pendapatan nelayan
berdasarkan kepemilikan alat tangkap, untuk alat tangkap Mini purse
seine dalam setahunnya sebesar Rp. 63.720.000,-. Nelayan lampara
pendapatan pertahunnya sebesar Rp. 2.250.000,-, nelayan Cantrang
pendapatau pertahunnya sebesar Rp. 4.157.000,-, sedangkan untuk alat
tangkap Dogol sebesar Rp. 3.609.000,- alat tangkap AS Rp. 2.280.000,
dan jaring Klitik per tahunnya tiap ARK sebesar Rp. 3.750.000,-.
Masalah yang nampak dari hasil penelitian adalah lemahnya kemauan
untuk maju, kualitas sumber daya manusia yang rendah, lemahnya
nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas kinerja dan daya
beli serta terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan
pembangunan.
Hal yang sangat mendasar yang meyebabkan kemiskinan di daerah
Gempolsewu adalah kebiasaan masyarakat disana yang tidak mau
pemerintah menerapkan kebijakan untuk mengubah budaya konsumtif
mereka, peningkatan sumber daya manusia, dan pembentukan
kelompok nelayan.
h) Pulau Buru-Maluku dan Surade-Jawa Barat (Pattinama, Marcus J.
2009)
Sebelumnya sudah ada program BLT (Bantuan Langsung
Tunai), namun belum maksimal dalam mengentaskan kemiskinan di
daerah tersebut. Banyak yang salah sasaran, dan bahkan menyebabkan
adanya peluang untuk penggelapan dana hingga menyebabkan konflik
sosial. Untuk itu penelitian ini ingin melihat definisi kemiskinan yang
lebih spesifik untuk mengetahui program yang tepat bagi model
pengentasannya.
Studi literatur dan observasi lapangan menunjukkan bahwa konsep
kemiskinan memiliki banyak sisi, misalnya sisi ekonomi, sosial
(kesehatan, pendidikan), kultural, kelembagaan dan politik. Sisi-sisi
kemiskinan itu lahir dari penggalian mendalam faktor-faktor penyebab
kemiskinan. Dalam riset ini yang dikembangkan adalah konsep
kemiskinan subjektif. Diharapkan adanya sinergi definisi dari
penduduk miskin dan kelompok luar (pemerintah, lembaga riset, dan
masyarakat tertentu di lokasi tertentu, sekaligus holistik, sistemik dan
dinamis.
Perbedaan Indikator dan Masalah Kemiskinan
Surade, Jawa Barat Pulau Buru
Kekurangan pangan, kondisi
rumah yang sangat sederhana,
membeli pakaian setahun sekali,
tidak memiliki tanah, tidak
memiliki akses ke pendidikan dan
kesehatan.
Pola lahan berpindah yang masih
subsisten, keterbatasan akses
terhadap permodalan dan
perbaikan teknologi pertanian dan
isolasi dalam arti mahalnya biaya
transportasi (waktu dan tenaga).
Kedua komunitas mengandalkan
tenaga kerja sendiri dan keluarga,
produksi terbatas di lahan terbatas
serta lemah dalam tawar-menawar
dengan pedagang.
Dari penelitian ini ingin menegaskan bahwa masalah kemiskinan
bukan hanya sekedar mengumpulkan data dan membicarakannya
melainkan membutuhkan komitmen dan upaya berkelanjutan dalam
diatasi karena masalah kemiskinan di setiap daerah itu berbeda-beda
dan cara penanganannya pun berbeda.