HASIL DAN ANALISIS
5.1 Hasil dan Analisis Simulasi
(a)
(b)
Gambar 5.1 Snapshoot COMSOL : (a) jaringan abnormal ; (b) jaringan normal
5.1.1 Simulasi 1
Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keabnormalan jaringan terhadap sinyal. Hasil pengukuran echo jaringan normal dan abnormal dalam domain waktu ditampilkan pada gambar 5.2.
(a) (b)
Gambar 5.2 Sinyal : (a) jaringan normal ; (b) jaringan abnormal
Gambar 5.2 (a) merupakan sinyal yang tidak memiliki jaringan abnormal dan gambar 5.2 (b) merupakan sinyal jaringan abnormal yang memiliki dua buah
echo tambahan. Pada awal sinyal masing-masing gambar terdapat pulsa awal yang dikirim oleh transduser. Pulsa yang dikirim oleh transduser kemudian memasuki jaringan tubuh hingga bertemu batas antara jaringan lunak dan hati. Pada batas, pulsa ada yang direfleksikan dan ada yang ditransmisikan.
Jaringan lunak memiliki densitas (ρ) sebesar 1050 kg/m3 dan kecepatan ultrasonik (v) sebesar 1540 m/s. Hati memiliki densitas (ρ) 1061 kg/m3 dan
Pulsa awal
Pulsa awal
Echo jaringan abnormal Echo batas akhir
tubuh Echo batas akhir
kecepatan ultrasonik sebesar (v) 1550 m/s. Dari persamaan (3.31) jaringan lunak dan hati masing-masing memiliki impedansi akustik 1,61x106 dan 1,65x106. Impedansi akustik menentukan energi akustik yang direfleksikan dan ditransmisikan pada batas antara medium.
Mengacu pada persamaan (3.36) koefisien refleksi antara jaringan lunak dan hati sebesar 0,0015 dan intensitas yang direfleksikan hanya 0,15 %. Hal ini menyebabkan pada gambar 5.2 (a) echo yang timbul akibat refleksi batas antara jaringan lunak dan hati hampir tidak terlihat.
Sebagian besar pulsa ditransmisikan menuju batas kedua antara hati dan jaringan lunak. Proses terjadi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada batas ini sebagian pulsa direfleksikan dengan intensitas sangat kecil dibanding intensitas pulsa awal sehingga echo hampir tidak terlihat. Pulsa yang ditransmisikan setelah melewati batas kedua antara jaringan lunak dan hati menuju batas akhir tubuh. Pada batas akhir tubuh, pulsa direfleksikan dan diterima oleh transduser.
Pada gambar 5.2 (b) terdapat dua buah echo yang tidak terdapat pada gambar 5.2 (a). Echo tersebut merupakan pulsa yang direfleksikan pada batas antara hati dan jaringan abnormal. Jaringan abnormal memiliki impedansi akustik yang berbeda dengan hati. Mengacu pada persamaan (3.31) impedansi akustik dipengaruhi oleh kecepatan ultrasonik dalam jaringan.
Intensitas echo hasil refleksi pada batas antara hati dan jaringan abnormal lebih besar dibandingkan intensitas echo hasil refleksi pada batas antara jaringan lunak dan hati yang hampir homogen (impedansi akustik hampir sama). Semakin besar kecepatan ultrasonik, maka semakin besar impedansi akustik medium tersebut. Hal ini menyebabkan semakin besar pula pulsa yang direfleksikan.
5.1.2 Simulasi 2
Frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan untuk keperluan medis harus dipilih secara tepat karena akan mempengaruhi informasi diagnosis. Simulasi ini bertujuan untuk memperoleh frekuensi optimal dalam diagnosis keabnormalan pada organ hati.Hasil pengukuran echo jaringan abnormal dengan
variasi frekuensi 1 sampai 6 MHz dalam domain waktu ditampilkan pada gambar 5.3.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 5.3 Sinyal jaringan abnormal dengan variasi frekuensi (a) 1 MHz ; (b) 2 MHz ; (c) 3 MHz ; (d) 4 MHz ; (e) 5 MHz ; (f) 6 MHz
Gambar 5.3 menunjukkan sinyal jaringan abnormal dengan frekuensi 1
sampai 6 MHz. Mulai dari gambar 5.3 (a) sampai 5.3 (f), panjang gelombang
semakin lama semakin pendek dengan frekuensi yang semakin meningkat.
Mengacu pada persamaan (3.17), panjang gelombang dipengaruhi oleh kecepatan
ultrasonik dan frekuensi.
Persamaan (3.17) menunjukkan hubungan antara frekuensi dan panjang gelombang. Panjang gelombang echo berbanding terbalik dengan frekuensi transduser. Ketika diberikan frekuensi 1 dan 2 MHz, jumlah echo yang muncul tidak begitu jelas terlihat karena panjang gelombangnya cukup besar sehingga jarak antara echo berdekatan. Hal ini menandakan bahwa semakin kecil frekuensi maka resolusi sinyal juga semakin rendah.
Ketika diberi frekuensi mulai dari 4 sampai 6 MHz, echo batas akhir jaringan mengalami penurunan intensitas. Intensitas echo batas akhir jaringan yang sangat kecil (mendekati nol) pada frekuensi 6 MHz menyebabkan echo ini tidak terlihat pada gambar 5.3 (f). Semakin besar frekuensi menyebabkan gelombang ultrasonik semakin banyak mengalami pelemahan sehingga jangkauan kedalamannya berkurang. Tidak munculnya echo batas akhir tubuh disebabkan karena gelombang suara frekuensi 6 MHz tidak dapat menjangkau hingga batas akhir tubuh.
5.1.3 Simulasi 3
Bandwidth merupakan salah satu parameter penting yang mempengaruhi sinyal ultrasonik. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bandwidth
dalam diagnosis keabnormalan pada organ hati. Hasil pengukuran echo jaringan abnormal dengan variasi bandwidth 1 hingga 3 MHz dalam domain waktu ditampilkan pada gambar 5.4.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 5.4 Sinyal dengan variasi bandwidth (a) 1 MHz ; (b) 1,4 MHz ; (c) 1,8 MHz ; (d) 2,2 MHz ; (e) 2,6 MHz ; (f) 3 MHz
1
Bandwidth didefinisikan sebagai wilayah kerja transduser pada daerah frekuensi. Bandwidth menggambarkan kemampuan maksimum transduser untuk mentransmisikan ultrasonik per satuan waktu. Hasil sinyal pada gambar 5.3 menunjukkan bahwa bandwidth mempengaruhi panjang pulsa echo yang dihasilkan.
Gambar 5.4 (a) dan (b) merupakan sinyal dengan bandwitdth sempit, yaitu 1 dan 1,4 MHz. Dari gambar tersebut dapat diamati bahwa jarak antara echo 1 dan
echo 2 sangat sedikit sehingga tampak seperti gelombang kontinu. Hal ini menunjukkan resolusi bandwidth sempit kurang baik. Apabila dibandingkan echo
1 gambar 5.4 (b) yang diperbesar menjadi gambar 5.5 (a) dengan echo 1 gambar 5.4 (c) yang diperbesar menjadi gambar 5.5 (b), maka dapat dilihat pulsa pada gambar 5.5 (a) lebih panjang dan jumlah gelombang yang lebih banyak dari pada pulsa pada gambar 5.5 (b). Hal ini menunjukkan bandwidth yang lebih sempit akan menghasilkan jumlah gelombang yang lebih banyak.
(a) (b)
Gambar 5.5 Pulsa ultrasonik (a) bandwidth 1,4 MHz ; (b) bandwidth 1,8 MHz
Dari sinyal yang diperoleh dan mengacu pada persamaan (4.2) semakin lebar bandwidth, maka panjang pulsa yang dibangkitkan transduser berbanding terbalik dengan bandwidth frekuensi transduser tersebut. Panjang pulsa akan mempengaruhi resolusi sinyal yang dihasilkan. Pulsa yang panjang menyebabkan jarak antar echo sedikit sehingga sulit untuk dibedakan.
Impedansi akustik merupakan parameter penting dalam menetapkan transmisi dan refleksi gelombang di batas antara jaringan yang memiliki impedansi akustik yang berbeda. Impedansi akustik suatu medium dipengaruhi oleh kecepatan ultrasonik merambat dalam medium tersebut. Pada gambar 5.6 (a) jaringan abnormal yang memiliki kecepatan 1650 m/s sudah dapat dideteksi dengan adanya echo yang dipantulkan. Untuk mencari hubungan antara impedansi akustik dengan intensitas ultrasonik yang ditransmisikan oleh transduser, maka pada simulasi ini dilakukan variasi impedansi akustik jaringan abnormal. Variasi kecepatan dilakukan dari 1900 hingga 2600 m/s (gambar (b) sampai (i)).
(a)
(d) (e)
(f) (g)
(h) (i)
Gambar 5.6 Sinyal dengan variasi kecepatan ultrasonik jaringan abnormal :(a) 1650 m/s ; (b) 1900 m/s ; (c) 2000 m/s ; (d) 2100 m/s ; (e) 2200 m/s ; (f) 2300 m/s ; (g) 2400 m/s ; (h) 2500 m/s ; (i)
Apabila diperhatikan mulai dari gambar 5.6 (b) sampai dengan 5.6 (i) intensitas echo semakin lama semakin besar seiring dengan bertambahnya kecepatan ultrasonik dalam jaringan abnormal. Seperti yang telah dibahas pada 5.1, semakin besar kecepatan ultrasonik maka semakin besar impedansi akustik. Dengan impedansi akustik yang semakin besar, selisih impedansi akustik hati dan jaringan abnormal juga semakin besar (ketidakhomogenan semakin besar). Hal ini yang menyebabkan pulsa yang direfleksikan dan intensitas echo semakin besar. Hubungan antara kecepatan gelombang ultrasonik dalam jaringan abnormal dengan intensitas relatif echo ditunjukkan pada grafik 5.1.
Grafik 5.1 menunjukkan hubungan antara kecepatan ultrasonik dalam jaringan abnormal dan intensitas echo berbanding lurus, artinya semakin besar kecepatan ultrasonik dalam jaringan abnormal maka semakin besar pula intensitas
echo yang dihasilkan.
Grafik 5.1 Hubungan kecepatan ultrasonik dalam jaringan abnormal dengan intensitas relatif echo
5.1.5 Simulasi 5
Salah satu parameter keganasan jaringan abnormal adalah semakin membesarnya ukuran. Untuk mencari hubungan antara ukuran jaringan abnormal dengan intensitas ultrasonik yang ditransmisikan oleh transduser, maka pada
simulasi ini dilakukan variasi ukuran jaringan abnormal. Variasi ukuran dilakukan dengan memvariasikan panjang dari 1 cm hingga 3,8 cm.
(a) (b)
(c) (d)
(g) (h)
Gambar 5.7 Sinyal dengan variasi panjang jaringan abnormal : (a) 1 cm ; (b) 1,4 cm ; (c) 1,8 cm ; (d) 2,2 cm ; (e) 2,6 cm ; (f) 3 cm ; (g) 3,4 cm ; (h) 3,8 cm
Dapat dilihat mulai dari gambar 5.7 (a) sampai dengan 5.7 (h) intensitas
echo semakin lama semakin besar seiring dengan bertambahnya panjang jaringan abnormal. Hubungan antara panjang jaringan abnormal dengan intensitas relatif
echo ditunjukkan pada grafik 5.2.
Grafik 5.2 menunjukkan semakin besar panjang jaringan abnormal, maka semakin luas daerah yang menghamburkan ultrasonik sehingga intensitas echo semakin besar.
Perubahan jaringan diawali dari ukuran yang kecil. Simulasi ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh jaringan abnormal yang memiliki ukuran lebih kecil dari λ/2π terhadap sinyal yang dihasilkan dengan variasi jumlah yang
menunjukkan konsentrasinya.
Gambar 5.8 Sinyal jaringan abnormal dengan ukuran lebih kecil dari λ/2π
Pada sinyal gambar 5.8 ukuran jaringan abnormal tidak menghasilkan
echo karena refleksi yang dihasilkan sangat kecil. Namun, jaringan abnormal tersebut berpengaruh terhadap intensitas echo batas akhir jaringan. Intensitas echo
batas akhir jaringan semakin berkurang dengan bertambahnya jumlah jaringan abnormal. Hal ini disebabkan pada ukuran jaringan abnormal lebih kecil dari λ/2π
mayoritas interaksi yang terjadi adalah hamburan dan absorbsi sehingga semakin bertambah jumlah jaringan abnormal maka semakin banyak pula hamburan absorbsi yang terjadi. Hamburan dan absorbsi menyebabkan gelombang ultrasonik yang direfleksikan semakin berkurang.
5.1.6 Simulasi 6
Keabnormalan jaringan dapat pula dideteksi dari spektrum yang dihasilkan. Spektrum dihasilkan dengan mencari Power Spectral Density (PSD) yang menyatakan intensitas daya pada fungsi frekuensi. PSD menjelaskan bagaimana kekuatan sinyal atau sebuah rangkaian waktu yang didistribusikan dengan frekuensi.
(b)
(c)
Gambar 5.9 (a) Spektrum jaringan normal ; (b) Spektrum jaringan abnormal ; (c) Spektrum jaringan abnormal ukuran lebih kecil dari λ/2π
Gambar 5.9 menunjukkan bahwa ada perbedaan spektrum jaringan abnormal memiliki intensitas daya yang lebih besar dan puncak yang lebih kompleks dibandingkan dengan spektrum jaringan normal. Intensitas daya yang lebih besar dan puncak yang lebih kompleks menunjukkan adanya refleksi yang berasal dari jaringan abnormal. Spektrum ini juga dapat mengindentifikasi adanya
jaringan abnormal dengan ukuran yang lebih kecil dari. Pada gambar 5.9 (c) ditunjukkan bahwa jaringan abnormal memberi pengaruh pada pengurangan intensitas echo dari batas akhir jaringan akibat interaksi hamburan dan absorbsi. Hal ini menyebabkan intensitas daya spektrum jaringan abnormal lebih kecil dibandingkan dengan jaringan normal.
5.1.7 Simulasi 7
Untuk memperoleh sinyal yang mendekati kondisi sebenarnya, maka gambar 5.10 (a) dan 5.11 (a) yang menunjukkan sinyal jaringan normal dan abnormal ditambahkan noise sebesar 5 %. Diasumsikan sinyal akustik yang akan dianalisis adalah :
I = ttk + N (5.1) Dengan I merupakan sinyal akustik yang memiliki noise, ttk adalah sinyal akustik, dan N merupakan noise yang ditambahkan.
Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh noise terhadap sinyal. Hasil sinyal yang sudah ditambahkan noise ditunjukkan pada gambar 5.10 (b) dan 5.11 (b).
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 5.11 Sinyal jaringan abnormal (a) tanpa noise ; (b) dengan noise
Apabila memperhatikan gambar 5.10 (b) dan 5.11 (b), jumlah echo yang menjadi sumber informasi diagnosis menjadi tidak terlihat lagi. Hal ini menandakan bahwa noise mengakibatkan sinyal yang diterima mengalami kecacatan dan menghilangkan informasi yang dibawa. Oleh karena itu, noise perlu dikurangi menggunakan wavelet.
Sinyal jaringan normal ditambahkan noise yang ditampilkan pada wavelet (gambar 5.13 (a)) kemudian dilewatkan pada filter, yaitu low pass filter dan high pass filter. Proses ini disebut dekomposisi tingkat satu. Keluaran low pass filter
disebut approximation (A) dan keluaran high pass filter disebut detail (D). Keluaran dari low pass filter dijadikan masukan proses dekomposisi tingkat berikutnya. Sinyal approximation hasil dekomposisi tingkat satu disebut A1 menjadi masukan dekomposisi tingkat dua yang akan menghasilkan
approximation 2 (A) dan detail 2 (D) seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.12.
Proses dekomposisi ini dilakukan hingga tingkat delapan yang hasilnya ditampilkan pada gambar 5.13 (b). Gabungan keluaran low pass filter dan high pass filter (A8 dan D8) inilah yang menjadi sinyal hasil denoising pada gambar 5.13 (c).
(a) (b)
(c)
Gambar 5.13 Denoising pada sinyal jaringan normal dengan wavelet : (a) sinyal jaringan normal dengan noise ; (b) dekomposisi sinyal ; (c) sinyal hasil denoising
Echo batas akhir jaringan terlihat lagi
Proses denoising jaringan abnormal sama seperti yang telah dijelaskan pada reduksi derau jaringan normal juga melalui tahapan yang ditunjukkan pada gambar 5.14.
(a) (b)
(c)
Gambar 5.14 Denoising pada sinyal jaringan abnormal dengan wavelet : (a) sinyal jaringan abnormal dengan noise ; (b) dekomposisi sinyal ; (c) hasil denoising
Echo batas akhir jaringan terlihat lagi Echo jaringan abnormal
Echo yang merupakan informasi diagnosis tidak dapat dilihat karena pengaruh noise (gambar 5.13 (a) dan 5.14 (a)) menjadi terlihat kembali (gambar 5.13 (c) dan 5.14 (c) setelah denoising menggunakan wavelet.