• Tidak ada hasil yang ditemukan

A= ɛ .b.c A = Nilai Absorbansi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sequencing Kit. Hasil Sekuensing yang telah di-BLAST dengan database yang ada di NCBI digunakan untuk identifikasi isolat-isolat tersebut.

Persiapan Sampel dilakukan dengan cara mendididihkan selama 30 menit untuk mendapatkan antigen terlarut. Kemudian sampel diuji dengan Kit Imunokromatografi untuk menguji reaksi silang dari kit tersebut.

Analisa Data

Seluruh data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisa secara deskriptif.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Produksi Antigen

Pada penelitian ini, isolat E. tarda yang digunakan adalah Isolat yang diperoleh dari Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Pontianak. Isolat tersebut dikultur pada media Tryptic Soy Agar

(TSA) dan Blood Agar (BA) serta diidentifikasi ulang. Hasil pengamatan morfologi koloni dan uji biokimiawi diperoleh bahwa isolat tersebut benar E. tarda

(Gambar 6 dan 7)

Gambar 6 Isolat E. tarda dan Uji Biokimiawi.

Keterangan :(A) Media Tryptic Soy Agar (TSA); (B) Media Blood Agar (BA); (C) Media OF, bersifat oksidatif fermentatif; (D) H2S pada media Triple Sugar Iron Agar dan (E) Katalase positif.

Hasil pengamatan morfologi koloni pada media TSA terlihat koloni halus kecil/halus berukuran sekitar 0,5-1 mm berwarna putih keabua-abuan (Gambar 6a). sedangkan pada media BA terlihat koloni berwarna putih dengan hemolisis terjadi

43

dibawah koloni. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Buller (2014) bahwa koloni E tarda pada media TSA berukuran 0,5-1 mm, berwarna putih keabu-abuan, transparan, bundar, entire, cembung, berkilau dan basah (Gambar 6A). Sedangkan pada media BloodAgar (Gambar 6B), koloni berwarna putih, naik keatas, berkilau dan bundar (Hoshina 1962 dalam Buller 2014).

Hasil uji beberapa parameter bikomiawi terlihat bahwa isolat bersifat fakultatif aerob yaitu terlihat mampu men-fermentasi glukosa dalam kondisi beroksigen maupun tidak beroksigen (Gambar 6C), pada media TSI terbentuk H2S berupa warna hitam pada goresan isolat (Gambar 6D), serta adanya aktifitas enzim katalase yaitu terbentuk oksigen berupa gelembung dari H2O2 (Gambar 6E). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Barrow dan Feltham (1993) dan Buller (2014), bahwa E. tarda bersifat fakultatif aerob, yaitu mampu menfermentasi glukosa pada media OF dalam kondisi aerob (tanpa parafin) maupun anaerob (dengan parafin). Kemampuan menfermentasi ditunjukkan dengan berubahnya warna media menjadi kuning akibat dari produksi asam pada proses fermentasi.

Selainitu E tarda juga menghasilkan Hydrogen Sulfide (H2S) (Buller 2014). Menurut Barrow dan Feltham (1993) E tarda juga memproduksi H2S seperti bakteri lain dalam genus E. yang membedakannya dari bakteri Eschericia coli. Produksi H2S ditandai dengan muculnya warna hitam pada media TSI yang merupakan hasil metabolisme dari ferrous sulfate. E tarda juga mempunyai enzym katalase (Barrow dan Feltham 1993) yang ditunjukkan dengan kemampuan memecah molekul peroksida (H2O2 ) menjadi molekul air dan oksigen(O2).

Selanjutnya isolat E tarda diidentifikasi dengan kit API20E v4.1 seperti terpapar pada Gambar 7 dan Tabel 1.

44

Tabel 1 Hasil dan Interpretasi Hasil Pengujian API20 E V.4.1

No Uji Interpretasi Hasil Hasil Profil

Negatif Positif

1 ONPG Tidak berwarna Kuning -

6

2 ADH Kuning Merah/Orange +

3 LDC Kuning Merah/Orange +

4 ODC Kuning Merah/Orange +

7 5 Citrate Hijau muda/kuning Biru-hijau/biru +

6 H2S Tidak berwarna/ abu-abu Deposit hitam/garis tipis +

7 Urea Kuning Merah/Orange -

4

8 TDA Kuning Coklat merah -

9 Indole Tidak berwarna/ hijau muda/kuning

Merah muda + 10 VP Tidak berwarna Merah muda/merah -

4 11 Gelatin Tidak diffusi Diffusi pigment hitam -

12 Glucose Biru/hijau Kuning/kuning abu +

13 Mannitol Biru/Hijau Kuning -

0

14 Inositol Biru/Hijau Kuning -

15 Sorbitol Biru/Hijau Kuning -

16 Rhamnose Biru/Hijau Kuning -

0

17 Sucrose Biru/Hijau Kuning -

18 Mel Biru/Hijau Kuning -

19 Amy Biru/Hijau Kuning -

0

20 Arabinose Biru/Hijau Kuning -

- Oksidase - - -

Hasil pengujian API20E v4.1 seperti pada Gambar 5 kemudian diinterpretasi sesuai petunjuk Kit API20E (Tabel 1). Hasil interpretasi kemudian dicocokkan dengan database APIWeb dan diperoleh nomor profil 6744000 (Kolom terakhir Tabel 1). Nomor profil tersebut dengan taxa E. tarda mempunyai Identic Persentase sebesar 99.4%. Mengacu pada tipikal koloni pada media TSA dan BA, uji oksidatif fermentatif, uji H2S pada media TSI, uji Katalase serta pengujian API20E, maka isolat tersebut diyakini merupakan isolat E. tarda.

Bakteri E. tarda yang telah diidentifikasi selanjutnya dipersiapkan untuk preparasi antigen. Antigen yang dipersiapkan adalah antigen somatik O yang mempunyai sifat tahan panas, asam dan alkohol. Antigen ini merupakan salah satu komponen dari lipopolysakarida (LPS) pada bakteri gram negatif. Unit gula yang diulang pada rantai polisakarida outer (O) diduga paling bertanggungjawab pada spesifitas antigen O. Strain salmonella yang sekuens ulangan unit gula O nya tidak lengkap, diketahui sebagai strain kasar karena berbentuk kasar pada koloni. Strain ini kurang virulen atau tidak virulen dibanding dengan strain halus yang sekuen unit gula O nya lengkap (Parija 2014).

Produksi Poliklonal Antibodi

Antibodi poliklonal terhadap anti-E tarda yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil imunisasi terhadap kelinci yang dilakukan 4 kali berturut-turut dengan jeda 1 minggu. Hasil pengamatan antibodi pada akhir minggu ke-4

45

diperoleh bahwa telah terbentuk antibodi terhadap E tarda yaitu dilihat dari reaksi aglutinasi positif terhadap bakteri tersebut (Gambar 8)

Gambar 8 Reaksi Aglutinasi dan Agar Gel Presipitation Test (AGPT)

Keterangan : A) Kontrol Negatif . B) Reaksi Positif Terhadap E. tarda dan C) Reaksi Agar Gel PresipitationTest (AGPT) positif.

Reaksi spesifik poliklonal antibodi terhadap antigen E. tarda terlihat seperti pada Gambar 8B. Yaitu terbentuknya aglutinat karena terjadi ikatan antigen-antibodi komplek. Ikatan ini akan terlihat seperti butiran-butiran halus yang dapat dilihat secara langsung. Sedangkan reaksi negatif ditunjukkan pada kontrol negtif menggunakan bakteri Escherichia coli (Gambar 8A). Tidak terjadi reaksi aglutinasi antigen dan antibodi, antigen tetap terlihat tersuspensi dalam larutan.

Reaksi positif juga ditunjukkan pada uji AGPT, yaitu terbentuk garis tipis putih yang merupakan presipitat yang tebentuk dari ikatan antigen-antibodi (Gambar 8C).

Hasil pengukuran titer antibodi secara quadruplo dengan setengah pengenceran berseri yang diawali dengan ½ pada periode akhir minggu ke-4 dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Hasil Pengukuran Titer Antibodi.

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa serum direaksikan dengan 109 sel/ml E. tarda inaktif masih terbentuk aglutinasi hingga pengenceran 26, 27,26 dan 27. Sel E. tarda mengendap karena tidak terjadi aglutinasi yang sempurna mulai terlihat pada sumur 7,8,7 dan 8. Adapun Penghitungan Titer antibodi sesuai yang diungkapkan oleh Thrusfield (2005) adalah sebagai berikut :

Arithmatic Mean Titre (AMT) = (6+7+6+7)/4

46

Geometric Mean Titre (GMT) :

Log2 (X +1) = 6,5 (X +1) = anti-Log2 6,5 (X +1) = 26,5 (X +1) = 90,5 X = 90,5 -1 = 89,5

Ikatan spesifik antibodi terjadi pada Satu sisi Fragment Antigen Binding

(Fab) terhadap satu jenis epitope pada antigen multivalen, sedangkan Fab yang lain berikatan dengan epitope yang lain pada antigen sehingga akan terbentuk ikatan antibodi-antigen yang komplek (Coico dan Sunshine 2015). Ikatan komplek antara banyak molekul antibodi dengan banyak molekul antigen inilah yang menyebabkan ukuran molekulnya menjadi semakin besar sehingga jika dilihat kasat mata akan seperti butiran butiran halus.

Fitur penting dari antibodi (IgG) ini adalah aktifitas biologi dan spesifitas. Spesifitas ini dikaitkan dengan daerah yang mempunyai kecocokan tinggi atau

complementarity- determining region (CDR)(Coico dan Sunshine 2015). Interaksi Antigen-antibodi melibatkan kesesuaian epitop antigen dengan N-terminal variable pada daerah Fab pada molekul antibodi. Beberapa epitope antigen mempunyai kecocokan sempurna dengan daerah perlekatan antigen pada antibodi sehingga

berinteraksi seperti ‘gembok dan anak kunci’ untuk menghasilkan ikatan affinitas

tinggi (Day dan Schultz 2014). Alasan Spesifitas inilah sehingga antibodi dimanfaatkan dalam immunoassay.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Poliklonal antibodi (Immunoglobulin Gamma/IgG) merupakan komponen penting dari respon kekebalan spesifik (Adaptive/Acquired Immunity). Kekebalan ini dimulai dengan paparan antigen ke dalam tubuh. Antigen dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat, kelompok kimia kecil seperti hapten atau apa saja. Antigen juga bisa berupa komponen mikroorganisme (Delves et al. 2011).

Antigen tersebut akan ditangkap oleh sel dendrit dan dibawa ke jaringan lymphoid setempat (Lymph node). Sel dendrit berfungsi sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang telah memecah molekul-molekul antigen dan dipresentasikan pada permukaan sel APC. T Cell Receptor (TCR) pada permukaan sel T penolong (T helper cell) akan mengenali molekul-molekul tersebut dengan bantuan CD4+ (pada sisi sel T) dan Major Histocompatibility Complex (MHC) II (pada sisi sel dendrit/APC). Sel T penolong (CD4+ Tcells) tipe 2 akan mensintesis sitokin (interleukin (IL)-4, IL-5, IL-9 dan IL-13) untuk membantu Sel B berdifferensiasi menjadi sel plasma yang mampu mensekresi antibodi pada sistem kekebalan humoral (Day dan Schultz 2014). Pada saat yang sama, sel B juga berdifferensiasi menjadi sel B memori sehingga sistem kekebalan humoral mempunyai kemampuan untuk mengenang.

Sel plasma merupakan penghasil antibodi diantaranya adalah Immunoglobulin Gamma (IgG) disamping subklas immunoglobulin rantai berat lain (alpha, beta, delta, epsilon dan mu) dan subklas immunoglobulin rantai ringan (kappa dan lambda) (Day dan Schultz 2014).

Antibodi (IgG) sebagai hasil sekresi dari sel plasma ditemukan melimpah dalam cairan darah bersama dengan immunoglobulin lain, albumin, protein

47

komplemen dan sel-sel darah itu sendiri. Pemisahan dari sel-sel darah dilakukan dengan membiarkan darah membeku (clotting) dan diambil cairan beningnya. Sedangkan pemisahan dari protein-protein lain dan komponen sistem pertahanan yang lain dilakukan dengan purifikasi IgG.

Purifikasi IgG dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu presipitasi Amonium Sulfat (saturasi 50%) dan Melon Gel IgG purification kit. Presipitasi amonium sulfat adalah metode purifikasi IgG yang murah dan sangat populer. Larutan Amonium sulfat yang merupakan garam dengan muatan ion tinggi ditambahkan untuk mempresipitasi antibodi. Kemudian presipitat dipisahkan dari protein yang tidak terpresipitasi dengan cara disentrifugasi, pelet yang terbentuk disuspensikan sehingga diperoleh larutan kaya antibodi (Howard dan Kaser 2013). Hasil uji Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) PolyaAcrylamide Gel electrophoresis (PAGE) terhadap Whole serum, Supernatan pada presipitasi ammonium sulfate, Serum hasil purifikasi dan antibodi komersial terpapar pada Gambar 10.

Gambar 10 Hasil Elektroforesis SDS PAGE serum.

Keterangan : Marker Protein (M), Whole Serum(1), Supernatan Presipitasi Ammonium Sulfat (2), Purifikasi dengan Presipitasi Ammonium Sulfat + filtrasi Melon Gel (3) dan Immunoglobulin G Komersial (4).

Hasil SDS PAGE terhadap sampel IgG memperlihatkan adanya dua pita besar yaitu rantai ringan (±23.7 kDa) dan pita rantai berat (±49.7 kDa)(Gambar 10 lajur 3). Menurut Day dan Schultz, Immunoglobulin terdiri dari empat rantai protein glycosylated yang ditahan bersama oleh ikatan disulfida dalam konformasi berbentuk Y. Dua dari rantai adalah massa molekul yang lebih tinggi (rantai berat, sekitar 50 kD) dan dua rantai yang ukurannya lebih kecil (rantai ringan, sekitar 25 kD). Dalam hal struktur dan urutan asam amino, dua rantai berat pada satu immunoglobulin adalah identik satu sama lain, hal yang sama juga terjadi pada dua rantai ringan. Ini berarti bahwa dua 'bagian' dari molekul pada dasarnya bayangan

cermin satu sama lain (Day dan Schultz 2014). Dua Rantai dengan berat molekul

48

Pada Gambar 10 lajur 1 (whole serum) dan lajur 2 (supernatan presipitasi) terlihat terdapat protein molekul besar (diatas 50kDa) yang terbuang. Hal ini menunjukkan bahwa purifikasi yang dilakukan mampu menghilangkan protein selain Immunoglobulin G.

Prinsip dari purifikasi menggunakan presipitasi amonium sulfat adalah, bahwa permukaan protein cenderung memiliki patch hidrofobik yang dikelilingi oleh molekul air ketika dalam kondisi terlarut (Cutler 2004). Protein (IgG) akan membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air, melalui kelompok kutub ion yang terekspos. Ketika garam ditambahkan ke dalam larutan protein, molekul air diambil untuk melarutkan ion dari garam yang ditambahkan (Cutler 2004). Kondisi ini akan menghilangkan molekul air dari protein sehingga semakin membuka daerah hidrofobik dari permukaan protein. Di beberapa titik, patch ini akan mulai berinteraksi, menyebabkan agregasi (Cutler 2004) dan kelarutan protein berkurang sehingga menyebabkan presipitasi.

Meskipun Protein secara umum akan mengendap pada konsentrasi garam tinggi, namun ada pengecualian untuk protein tipe globulin. Globulin gamma adalah tipe protein yang tidak larut pada konsentrasi garam rendah yaitu sekitar 1.5 M amonium sulfat, sedangkan globulin alpha dan beta akan mengendap pada konsentrasi 2.5-3.0 M (Scopes 1998). Dengan kata lain, penggunaan konsentrasi amonium sulfate yang tepat akan mengendapkan globulin gamma sedangkan protein-proein lain masih tetap terlarut.

Sedangkan filtrasi dengan Melon Gel pada prinsipnya adalah, menyaring protein-protein lain selain IgG dengan gel. Protein tersebut akan tetap tinggal dengan gel melalui affinitas protein tersebut, sedangkan IgG akan terelusi kebawah sehingga diperoleh IgG yang lebih murni.

Konsentrasi IgG dari hasil proses purifikasi diukur menggunakan Spektrofotometer Nanodrop™ ND2000 pada 280nm. Extinction coefficient yang digunakan yaitu 1.4 untuk 1mg/ml IgG (Mandy dan Nisonoff 1963 dalam Howard dan Kaser 2013). Hasil Pengukuran Konsentrasi IgG tersaji pada Gambar 11.

Gambar 11 Hasil Pengukuran Absorbansi Serum dengan Nanodrop™ ND2000.

23,53 0 20 40 60 80 100 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 A b so rb an si 1 0 mm Panjang gelombang (nm)

49

Penghitungan konsentrasi IgG terhadap serum yang telah dipurifikasi menggunakan persamaan Beer-Lambert yaitu sebagai berikut :

A = ɛ.b.c

C = �. �

= , . ,

= 16,8 mg/ml

Hasil penghitungan konsentrasi IgG ini yang digunakan dan kemudian disesuaikan untuk tahapan selanjutnya.

Konjugasi Antibodi dengan Partikel Emas

Pembacaan hasil kit imunokromatografi tidak memerlukan alat khusus. Hal ini karena ikatan komplek antigen-antibodi yang terbentuk dalam pengujian telah diberi label sehingga bisa terlihat secara kasat mata. Bahan/label yang sering digunakan dalam imunokromatografi adalah partikel emas (merah) dan lateks (biru). Namun yang lebih populer adalah partikel emas. Menurut Chiao et al.

(2004), partikel emas mempunyai mobilitas yang lebih baik pada membran nitrosellulossa dibandingkan lateks, tidak mudah mengendap sebelum kit dipakai dan mudahnya menambahkan prosedur untuk meningkatkan sensitifitas uji. Sedangkan dilihat dari efek pada protein yang dilabel, penggunaan partikel emas pada ligan tidak menyebabkan perubahan struktur kimia ligan tersebut (Horisberger 1979 dalam Hayat 1989), sehingga antibodi tidak kehilangan kemampuan untuk mengikat antigen. Selain itu partikel emas tidak mudah luntur pada membran setelah pengujian serta sangat mudah dan murah pembuatannya (Chun 2009).

Dalam penelitian ini, koloid emas yang digunakan adalah koloid emas reduksi kimia menggunakan sodium sitrat dengan ukuran partikel sebesar 15-20 nm. Menurut Gui et al. (2008), patikel emas ukuran >75nm bersifat kurang stabil, terjadi agregasi setelah disimpan selama seminggu, sedangkan ukuran <15nm mempunyai warna yang kurang tajam. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Li et al. (2011), bahwa ukuran partikel emas yang dihasilkan dari reduksi sodium sitrat mempunyai sebaran warna dari yang ukuran besar ke kecil adalah, ungu, merah gelap, merah terang dan merah muda-merah.

Uji pendahuluan dalam penentuan nilai pH yang optimal sangat diperlukan dalam proses konjugasi. Hal ini dikarenakan pH optimal sangat berpengaruh pada adsorbsi antibodi pada permukaan partikel emas yang terjadi karena muatan ion pada msing-masing permukaan. Uji Optimasi pH dilakukan seperti yang diungkapkan oleh Wang et al. (2012). Koloid emas diatur pH nya menggunakan 0.02 M K2CO3 secara berseri dari pH 6.0 -9.0 dengan skala 0.5 masing-masing sebanyak 200µl. Kemudian masing-masing ditambahkan antibodi 0.1mg/ml sebanyak 20µl dan digoyang-goyang selama 15 menit. Kemudian ditambahkan NaCl 10% (w/v) sebanyak 20µl dan diukur absorbansi maksimum pada 520nm.

A = Nilai Absorbansi

ɛ = Extinction Coefficient b = Panjang path (cm)

50

Hasil pH yang optimum dalam konjugasi pAb anti-Et yang diperoleh adalah pada pH 8.0 (Gambar 12).

Gambar 12 Nilai Absorbansi Koloid Emas Pasca Konjugasi dengan Antibodi pada berbagai tingkatan Keasaman

Hasil uji optimasi pH menunjukkan bahwa pada pH 8.0 diperoleh hasil yang paling optimal (Gambar 12). Hal ini ditunjukkan dengan nilai absorbansi tertinggi pada panjang gelombang 520nm (0.066) dibandingkan dengan pH lain. Kondisi pH yang optimum akan menghasilkan stabilitas partikel emas setelah konjugasi. Partikel emas yang tidak optimal berikatan dengan antibodi, ketika ditambahkan NaCl 10% akan berubah menjadi keunguan sehingga nilai absorbansi pada 520nm akan lebih rendah.

Partikel emas yang disintesa dari reduksi sitrat akan menghasilkan partikel emas yang mempunyai ion sitrat bermuatan negatif yang teradsorbsi pada permukaan dan akan stabil karena daya tolak elektrostatik (Sperling dan Parak 2010). Penambahan protein pada larutan partikel emas akan menyebabkan protein teradsorbsi secara spontan pada permukaan partikel melalui interaksi elektrostatik dan van deer waals (Hermanson 2013). Muatan ion pada masing-masing permukaan protein dan partikel emas akan berikatan secara kuat. Kondisi pH optimal dari masing-masing protein (immunogobulin) akan berbeda satu dengan lain tergantung dari nilai isoelectric point. Mengatur pH koloid emas sedikit di atas nilai isoelectric point dari protein tersebut akan berpengaruh pada keberhasilan konjugasi (Hermanson 2013). Dalam penelitian ini konjugasi optimal terjadi pada pH 8.0 dengan menunjukkan nilai tertinggi pada absorbansi 520nm.

Selain kondisi pH yang optimal, perbandingan konsentarsi IgG dan Partikel emas juga menjadi faktor penting dalam konjugasi. Antibodi yang dikonjugasikan akan teradsorbsi secara langsung pada permukaan partikel emas. Oleh karena itu, untuk memperoleh adsorbsi yang kuat dan seluruh permukan partikel emas terlapisi, maka konsentrasi antibodi yang sesuai perlu ditentukan. Titrasi beberapa konsentrasi antibodi terhadap partikel emas, dilakukan seperti yang diungkapkan oleh Crawford dan Burke (2004). Sebanyak 10 tabung masing-masing diisi dengan ddH2O sebanyak 40µl. Kemudian pAb anti-Et 1mg/ml sebanyak 40µl diisikan kedalam tabung #1 dan diencerkan secara serial hingga tabung #9. Sedangkan

0,049 0,056 0,06 0,061 0,066 0,0635 0,057 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 pH Koloid Emas A b s 5 2 0 n m

51

tabung #10 dibiarkan tanpa pAb anti-ET. Kemudian masing-masing tabung ditambahkan Koloid Emas pH 8.0 sebanyak 200µl dan dibiarkan selama 15 menit. Kemudian ditambahkan NaCl 10% masing-masing sebanyak 40µl dan diamati perubahan warna. Perubahan warna dari merah muda ke ungu menunjukkan koloid emas belum stabil dengan konsentrasi antibodi yang ditambahkan.

Tabel 2 Perubahan Warna pada Titrasi Konsentrasi Antibodi Untuk Menstabilkan Koloid Emas

Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

40 µl IgG 1mg/ml

Pengenceran

1/2 1/4 1/8 1/16 1/32 1/64 1/128 1/256 1/512 0

Tabel 3 Konsentrasi Antibodi Yang Ditambahkan Untuk Menstabilkan 1ml Koloid Emas. No Pengenceran 40µl IgG 1mg/ml Konsentrasi IgG Per 200µl Koloid Emas (µg) Konsentrasi IgG Per 1ml Koloid Emas (µg) Warna 1 1/2 20 100 Merah muda 2 1/4 10 50 Merah muda 3 1/8 5 25 Merah muda 4 1/16 2,5 12,5 Merah muda 5 1/32* 1,25* 6,25* Merah muda* 6 1/64 0,625 3,13 Merah-Ungu 7 1/128 0,313 1,56 Ungu 8 1/256 0,156 0,78 Ungu 9 1/512 0,078 0,39 Ungu 10 0 0 0 Ungu

Keterangan : *) titik akhir stabilitas koloid emas.

Konsentrasi antibodi yang optimum untuk menstabilkan koloid emas dinyatakan sebagai titik terakhir yang tidak terjadi perubahan warna ke ungu (Tabel 3). Titik akhir diperoleh pada pengenceran ke-5 yaitu diperlukan 6,25 µg untuk menstabilkan 1 ml koloid emas. Wang et al. (2013) menyatakan bahwa jumlah antibodi minimum dikalikan 120% untuk memperoleh konsentrasi optimum konjugasi. Sedangkan Widiyanti et al. (2013) menggunakan empat kali konsentrasi minimum untuk konjugasi. Dalam penelitian ini penggunaan antibodi empat kali konsentrasi minimum menunjukkan hasil yang lebih baik.

Perbandingan konsentarsi IgG dan Partikel emas adalah faktor penting dalam konjugasi. Antibodi yang dikonjugasikan akan teradsorbsi secara langsung pada permukaan partikel emas oleh kekuatan Van der waals dan ikatan hidrofobik (Shim et al. 2009). Oleh karena itu, konsentrasi antibodi yang sesuai perlu ditentukan hingga seluruh permukaan partikel emas terlapisi. Adanya bagian

52

partikel yang tidak terlapisi dengan IgG akan menyebabkan partikel emas menyerap protein lain yang mengarah pada false positive jika partikel emas melapisi antibodi penangkap pada garis uji. Sedangkan kelebihan IgG akan meyebabkan penurunan sensitifitas karena reaksi antigen-antibodi yang tidak terlabel tidak akan terdeteksi sehingga menyebabkan false negative.

Selain penentuan konsentrasi antibodi yang optimum dalam proses konjugasi antibodi-partikel emas, blocking permukaan partikel emas dengan protein lain yang tidak terkait juga sangat berperan. Blocking pada konjugat dimaksudkan untuk menstabilkan permukaan partikel emas yang tidak terlapis secara sempurna pada proses konjugasi. Permukaan partikel emas yang tidak terlapis sempurna akan memudahkan protein lain untuk menempel sehingga akan mempegaruhi hasil pengujian.

Beberapa penelitian menggunakan blocking antara lain : 1% (b/v) BSA (Shim et al. 2007), 0.1% (b/v) BSA (Wang et al. 2013), 0.1% (b/v)susu skim (Widiyanti et al. 2013). Dalam penelitian ini digunakan 1% (b/v) BSA dan menunjukkan hasil permukaan parikel emas dapat terlapis dengan sempurna yaitu dengan berkurangnya warna merah pada bebarapa tempat yang dilalui konjugat.

Setelah penambahan konjugat pada bantalan konjugat, bantalan akan dilakukan pengeringan untuk memastikan konjugat tidak berpindah dari bantalan sebelum digunakan. Namun konjugat yang kering biasanya akan susah bereaksi kembali serta tidak bisa bergerak ketika sampel ditambahkan. Oleh karena itu diperlukan bahan yang memudahkan pelarutan kembali. Bahan yang biasa digunakan antara lain sukrosa (Shim et al. 2007; Widiyanti et al. 2013; Kolosova

et al. 2007). Sukrosa dan partikel emas kering yang menempel pada permukaan akan membentuk hydrated glaze yang mudah dan cepat terlarut kembali apabila ditambahkan sampel cair.Selain itu sukrosa juga mencegah konjugat melekat pada membran (Chiao et al. 2004).

Selain sukrosa sebagai agen pelarutan kembali, kombinasi penggunaan dengan surfaktan seperti non-ionic detergen (Tween 20, Triton X, dsb) baik sebagai pelarut konjugat maupun pretreatment juga banyak dilakukan. Beberapa penelitian menggunakan kombinasi surfaktan seperti : 0.1 % tetrionic 1307 (Wang et al.

2013), Tween 20 (Kolosova et al. 2007; Widiyanti et al. 2013). Surfaktan berfungsi dalam mengurangi ikatan hidrofobik dan mengurangi tegangan permukaan air (Howard dan Kaser 2013) sehingga mengurangi ikatan non spesifik dan memudahkan konjugat terlarut kembali. Dalam penelitian ini kombinasi sukrosa dan tween 20 digunakan dalam bufer pelarut konjugat sebagai agen pelarutan kembali.

Konstruksi Kit Imunokromatografi

Kit Imunokromatografi secara umum ada 2 macam tipe, sandwich/langsung dan kompetitif. Tipe sandwich adalah menggunakan ikatan komplek Ab-Ag-Ab yang terlabel. Hasil positif dinyatakan dengan adanya garis uji. Pada tipe ini, jumlah analit pada sampel yang terbatas sangat diharapkan, sehingga konjugat tidak berikatan semua dan dapat mengalir pada garis selanjutnya. Tipe ini biasa digunakan untuk mendeteksi analit besar dengan daerah antigenik melimpah (Wild 2013). Sedangkan tipe kompetitif memanfaatkan persaingan ikatan antigen dan antibodi yang terjadi pertama kali sehingga ketiadaan ikatan yang kedua kali

53

sebagai tanda hasil uji positif. Tipe ini digunakan untuk menguji molekul kecil dengan determinan antigen tunggal yang tidak dapat mengikat dua antibodi secara bersamaan (Wild 2013).

Kit imunokromatografi ini dirancang dengan sistem sandwich yang memanfaatkan antibodi terlabel partikel emas yang menangkap antigen sebagai

Dokumen terkait