• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA KAMBING PE, SAANEN DAN PESA DENGAN METODE PCR-SSCP

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon

Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8).

Gambar 8. Elektroforesis Produk PCR Gen GH Exon 4 pada Kambing Jumlah sampel yang berhasil diamplifikasi sebanyak 208 sampel dari total 240 sampel atau sebesar 86,67%. Amplifikasi diawali dengan denaturasi awal pada suhu 95 oC selama 5 menit yang berfungsi untuk pemisahan untai DNA sehingga strukturnya berubah dari untai ganda menjadi untai tunggal. Denaturasi berikutnya berlangsung pada suhu yang sama selama 30 detik. Tahap selanjutnya annealing

pada suhu 64 oC sebagai suhu optimal yang berlangsung selama 30 detik. Setelah primer forward yang berada sebelum daerah target dan primer reverse yang berada setelah daerah target menempel pada posisi komplemennya, enzim polymerase mulai mensintesis molekul DNA yang baru. Sintesis molekul DNA yang baru terjadi pada suhu 72 oC selama 45 detik dan proses ini disebut dengan ekstensi. Proses denaturasi-penempelan-ekstensi berlangsung sebanyak 35 siklus.

Suhu annealing yang digunakan pada penelitian ini berbeda dengan Malveiro

et al. (2001) yang menggunakan bangsa kambing Algarvia diperoleh suhu 70 oC. Gupta et al. (2007) juga melakukan penelitian terhadap gen GH exon 4 pada bangsa kambing Black Bengal menggunakan primer yang sama diperoleh suhu 62 oC, dengan demikian perbedaan ini dapat dikarenakan faktor genetik. Muladno (2002)

M=Marker; 1-10=Kambing Saanen

200 bp (−) (+) M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 100 bp 400 bp 300 bp 200 bp

18 menyatakan bahwa perbedaan suhu annealing terjadi karena perbedaan panjang primer, semakin panjang primer maka semakin tinggi temperatur yang diperlukan.

Keberhasilan amplifikasi sangat ditentukan selain suhu penempelan primer, juga konsentrasi sampel DNA, taqpolymerase, dinukleotida, ion Mg, buffer, primer (Muladno, 2002), komposisi mix PCR dan kondisi thermocycler. Kekurang- berhasilan amplifikasi DNA secara spesifik dapat dikarenakan penempelan primer tidak tepat sehingga perbanyakan secara in vitro tidak terjadi dan metode ekstraksi yang digunakan kurang optimal sehingga kandungan materi pengotor masih tinggi (Agung, 2009).

Penentuan Genotipe Gen GH Exon 4

Penelitian gen GH exon 4 pada kambing PE, Saanen dan PESA ditemukan empat macam genotipe, yaitu DD, DE, EE dan GH (Gambar 9) dan empat macam alel, yaitu alel D, E, G dan H. Genotipe dibedakan berdasarkan jumlah dan posisi pita yang muncul pada gel poliakrilamida yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Malveiro et al. (2001).

Keterangan: 1-11 = Bangsa PE 12 = Bangsa PESA 13-19 = Bangsa Saanen

Gambar 9. Penentuan Genotipe Kambing PE, Saanen dan PESA di Gen GH Exon 4 Genotipe DD merupakan genotipe homozigot yang ditandai dengan munculnya lima pita, dua pita pada bagian bawah saling berdekatan dan tiga pita lainnya pada bagian atas. Genotipe DE ditandai dengan munculnya tiga pita. Sama seperti genotipe DD, genotipe DE ditandai dengan munculnya dua pita yang saling berdekatan pada bagian bawah dan satu pita pada bagian atas. Genotipe EE

Genotipe: EE DE EE DE EE EE DE EE DE DE EE DD EE EE DD GH GH GH GH

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

(−)

19 merupakan genotipe homozigot yang ditandai dengan munculnya dua pita dengan jarak yang cukup jauh dan genotipe GH ditandai dengan munculnya empat pita dan merupakan genotipe heterozigot dengan pita terpanjang. Bastos et al. (2001) menyatakan bahwa jumlah maksimum pita yang muncul dari satu individu diploid adalah empat pita, namun demikian ada beberapa penelitian menemukan pita yang lebih dari empat. Munculnya pita-pita yang dihasilkan lebih dari empat pita karena hasil duplikasi gen dengan dua alel per lokus pada ternak yang bersangkutan (Malveiro et al., 2001), namun hipotesis ini memerlukan penelitian yang lebih lanjut pada banyak ternak. Hasil ini diperoleh dua genotipe yang sama dengan penelitian yang dilakukan pada bangsa kambing Algarvia, yaitu genotipe DD dan EE. Dua genotipe heterozigot lainnya, yaitu DE dan GH tidak ditemukan pada penelitian sebelumnya.

Malveiro et al. (2001) menyatakan bahwa genotipe GH exon 4 sangat beragam dan kehadiran pita yang kurang intensif merupakan akibat dari kompleksitas dan perlu diteliti lanjut dengan sekuensing. Genotipe yang berbeda satu dengan yang lainnya perlu direkonstruksi supaya jelas perbedaan pita satu dengan pita yang lainnya, dengan catatan genotipe diurut berdasarkan bobot molekul yang paling berat (Gambar 10).

Gambar 10. Rekonstruksi Genotipe Berdasarkan Pola Pita Gen GH Exon 4 pada Kambing

F/F A/A D/D E/E C/C B/B G/G Genotipe: F/F A/A D/D E/E C/C B/B G/G H/H

20

Frekuensi Genotipe dan Alel Gen GH

Frekuensi genotipe dan alel pada fragmen gen GH exon 4 pada kambing PE, Saanen dan PESA disajikan pada Tabel 2. Frekuensi genotipe dan alel pada ketiga bangsa kambing berbeda. Frekuensi genotipe tertinggi 0,784 (genotipe DE) terdapat pada bangsa kambing PESA, sedangkan frekuensi genotipe terendah 0,017 (genotipe DD) terdapat pada bangsa kambing Saanen. Frekuensi alel tertinggi 0,619 (alel E) terdapat pada bangsa kambing PE, sedangkan frekuensi alel terendah 0,036 (alel G dan H) terdapat pada bangsa kambing PE.

Tabel 2. Frekuensi Genotipe dan Alel Gen GH Exon 4 pada Beberapa Bangsa Kambing Bangsa Kambing Populasi Genotipe Alel DD DE EE GH D E G H PE Ciapus (n=20) 0,000 1,000 0,000 0,000 0,500 0,500 0,000 0,000 Cariu (n=28) 0,000 0,741 0,000 0,259 0,370 0,370 0,130 0,130 Sukajaya (n=50) 0,000 0,400 0,600 0,000 0,200 0,800 0,000 0,000 Rataan 0,000 0,619 0,309 0,072 0,309 0,619 0,036 0,036 Saanen Cijeruk (n=20) 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,500 0,500 Cariu (n=31) * * * * * * * * Taurus (n= 40) 0,025 0,925 0,050 0,000 0,488 0,513 0,000 0,000 Rataan 0,017 0,617 0,033 0,333 0,325 0,342 0,167 0,167 PESA Cijeruk (n=7) 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,500 0,500 Cariu (n=25) 0,000 1,000 0,000 0,000 0,500 0,500 0,000 0,000 Balitnak (n=19) 0,211 0,789 0,000 0,000 0,605 0,395 0,000 0,000 Rataan 0,078 0,784 0,000 0,137 0,471 0,392 0,069 0,069

Keterangan: n = jumlah individu setiap populasi * = kosong/blank

Bangsa kambing PE memiliki tiga macam genotipe dengan frekuensi masing- masing, yaitu DE (0,619), EE (0,309) dan GH (0,072), sedangkan frekuensi alel masing-masing, yaitu D (0,309), E (0,619), G dan H (0,036). Bangsa kambing Saanen memiliki empat macam genotipe dengan frekuensi masing-masing, yaitu DD (0,017), DE (0,617), EE dan GH (0,033), sedangkan frekuensi alel masing-masing, yaitu D (0,325), E (0,342), G dan H (0,167). Sama seperti bangsa kambing PE,

21 bangsa kambing PESA juga hanya memiliki tiga genotipe dengan frekuensi masing- masing, yaitu DD (0,078), DE (0,784) dan GH (0,137), sedangkan frekuensi alel masing-masing, yaitu D (0,471), E (0,392), G dan H (0,069).

Jika dilihat berdasarkan populasi pada kambing PE, frekuensi genotipe tertinggi terdapat pada genotipe DE (1,000) di populasi Ciapus, sedangkan frekuensi alel tertinggi terdapat pada alel E (0,800) di populasi Sukajaya. Kambing Saanen di populasi Cijeruk memiliki frekuensi genotipe tertinggi, yaitu genotipe GH (1,000) dengan frekuensi alel tertinggi yaitu alel E (0,513) pada populasi Taurus. Kambing PESA memiliki frekuensi genotipe tertinggi, yaitu sebesar 1,000 untuk genotipe DE pada populasi Cariu dan genotipe GH pada populasi Cijeruk, sedangkan frekuensi alel tertinggi terdapat pada alel D (0,605) di populasi Balitnak.

Frekuensi genotipe bangsa kambing Saanen pada populasi Cariu tidak dapat dihitung karena berdasarkan hasil SSCP tidak ditemukan pita (kosong). Frekuensi genotipe bangsa kambing Saanen yang dihitung hanya berasal dari dua populasi, yaitu Cijeruk dan Taurus Dairy Farm. Bangsa PE tidak ditemukan memiliki genotipe DD, demikian halnya dengan bangsa PESA sama sekali tidak memiliki genotipe EE. Ada beberapa populasi yang tidak memiliki salah satu dari keempat genotipe yang diperoleh, yaitu genotipe DD tidak ditemukan pada bangsa PE di populasi Cijeruk, Cariu dan Sukajaya, bangsa Saanen di populasi Cijeruk dan bangsa PESA di populasi Cijeruk dan Cariu. Genotipe DE tidak ditemukan pada bangsa Saanen dan PESA di populasi Cijeruk. Genotipe EE tidak ditemukan pada bangsa PE di populasi Ciapus dan Cariu, bangsa Saanen di populasi Cijeruk dan bangsa PESA di populasi Cijeruk, Cariu dan Balitnak. Genotipe GH tidak ditemukan pada bangsa PE di populasi Ciapus, bangsa Saanen di populasi Taurus dan bangsa PESA di populasi Cariu dan Balitnak.

Frekuensi genotipe DE lebih tinggi dibandingkan genotipe yang lain, sedangkan frekuensi alel E memberikan distribusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan alel lain. Alel yang memberikan distibusi yang sama pada setiap bangsa, yaitu alel D, E G dan H pada bangsa PE dan PESA, sedangkan alel G dan H pada bangsa Saanen. Perbedaan distribusi ini memengaruhi hasil frekuensi genotipe dan alel pada ketiga bangsa kambing yang terdapat di enam populasi, sehingga memberikan polimorfisme yang tinggi. Polimorfisme dikatakan tinggi jika dalam

22 suatu populasi ditemukan dua atau lebih alel (atau lebih dari 0,01) (Nei dan Kumar, 2000). Hal ini didukung oleh Falconer dan Mackay (1996) yang menyatakan bahwa sebuah lokus polimorfik ditandai dengan salah satu frekuensi alelnya kurang dari 0,99 atau 99%.

Keseimbangan Gen dalam Populasi

Hasil analisis Keseimbangan Hardy-Weinberg gen GH exon 4 pada kambing PE di populasi Ciapus dan Cariu, Saanen di populasi Cijeruk dan Taurus serta PESA di populasi Cariu dan Balitnak sangat berbeda nyata (P<0,01), sedangkan pada kambing PE di populasi Sukajaya dan PESA di populasi Cijeruk tidak berbeda nyata (P>0,01) (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg

Bangsa Kambing Populasi χ²

PE Ciapus (n= 20) 20,000** Cariu (n=28) 66,722** Sukajaya (n=50) 3,125tn Saanen Cijeruk (n=20) 10,000** Taurus (n=40) 28,979** PESA Cijeruk (n=7) 3,500tn Cariu (n=25) 25,000** Balitnak (n=19) 8,081**

Keterangan: (tn) = tidak nyata

(**) = nyata pada taraf α = 0,01; χtabel = 6, n = jumlah individu setiap populasi

Hasil analisis menunjukkan masing-masing populasi pada bangsa kambing PE memiliki nilai χ² yaitu, Ciapus (20,000), Cariu (66,722) dan Sukajaya (3,125). Bangsa kambing Saanen memiliki nilai χ² di populasi Cijeruk (10,000), Taurus (28,979) dan PESA memiliki nilai χ², yaitu Cijeruk (3,500), Cariu (25,000) dan Balitnak (8,081). Hasil analisis tidak nyata mengindikasikan bahwa gen GH exon 4 berada dalam Keseimbangan Hardy-Weinberg, sebaliknya hasil analiasis sangat berbeda nyata mengindikasikan bahwa gen GH exon 4 tidak berada dalam Keseimbangan Hardy-Weinberg karena menyimpang dari rasio harapan.

23 Noor (2008) menyatakan bahwa suatu populasi dinyatakan berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg jika frekuensi genotipe (p2, 2pq, q2) dan frekuensi alel (p dan q) adalah satu, akibat penggabungan gamet yang terjadi secara acak dalam populasi yang besar. Keseimbangan gen pada populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi lainnya jika tidak ada seleksi, migrasi, mutasi, dan genetic drift. Sebaliknya, jika terjadi akumulasi genotipe, populasi yang terbagi, mutasi, seleksi, migrasi, dan perkawinan dalam populasi yang sama dapat menimbulkan ketidakseimbangan frekuensi genotipe atau alel di populasi tersebut.

Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho)

Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) pada fragmen gen GH exon 4 pada kambing PE, Saanen dan PESA disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Ho tertinggi, yaitu 1,000, pada kambing PE terdapat di populasi Ciapus dan Cariu, kambing Saanen terdapat di populasi Cijeruk dan kambing PESA terdapat di populasi Cijeruk dan Cariu. Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) 1,000 mengindikasikan bahwa individu-individu dalam populasi tersebut bergenotipe heterozigot.

Tabel 4. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) pada Fragmen Gen GH

Bangsa Kambing Populasi Heterozigositas

PE Ciapus (n=20) 1,000 Cariu (n=28) 1,000 Sukajaya (n=50) 0,400 0,691 Saanen Cijeruk (n=20) 1,000 Cariu (n=31) - Taurus (n=40) 0,925 0,950 PESA Cijeruk (n=7) 1,000 Cariu (n=25) 1,000 Balitnak (n= 19) 0,789 0,922

24 Nilai Ho bangsa kambing PE, Saanen dan PESA berturut-turut adalah 0,691, 0,950, dan 0,922. Nilai Ho di atas menunjukkan bahwa ketiga bangsa kambing memiliki keragaman atau polimorfisme yang tinggi. Nilai heterozigositas memiliki arti penting untuk mengetahui tingkat polimorfisme suatu alel serta prospek populasi di masa yang akan datang (Falconer dan Mackay, 1996). Pendugaan nilai Ho dihitung untuk mendapatkan keragaman genetik (genetic variability) dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya (Marson et al., 2005).

25

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil identifikasi gen GH exon 4 pada kambing PE, Saanen dan PESA bersifat polimorfik (beragam). Ditemukan empat macam genotipe, yaitu genotipe DD, DE, EE dan GH dan empat macam alel, yaitu alel D, E, G dan H. Gen GH exon

4 secara umum tidak berada dalam Keseimbangan Hardy-Weinberg. Nilai heterozigositas pegamatan (Ho) tinggi pada bangsa kambing PE, Saanen dan PESA.

Saran

Perlu dilakukan sekuens pada genotipe berbeda di setiap bangsa kambing (PE, Saanen dan PESA) untuk mengetahui secara pasti variasi polimorfik akibat perubahan basa-basa di fragmen gen GH exon 4.

26

Dokumen terkait