• Tidak ada hasil yang ditemukan

Topografi

Kabupaten Magelang merupakan wilayah yang dikelilingi oleh beberapa pegunungan. Pada wilayah barat dan timur Kabupaten Magelang berbatasan langsung dengan beberapa pegunungan diantaranya, Gunung Merbabu, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Andong, Gunung Telomoyo dan Pegunungan Menoreh. Kabupaten Magelang memiliki topografi yang beragam dengan sebagian besar daerahnya memiliki topografi berbukit. Kondisi topografi sebagian besar wilayah Kabupeten Magelang yang berbukit menyajikan keindahan panorama alam namun juga berpotensi bahaya terutama bahaya lanskap. Pada daerah tersebut, bahaya lanskap dapat berupa erosi dan longsor. Bahaya lanskap dapat diminimalkan dengan pengembangan ruang terbuka hijau pada daerah tersebut.

Kabupaten Magelang memiliki beberapa gunung yaitu gunung Merapi (2.911 m dpl), Merbabu (3.199 m dpl), Sumbing (3.296 m dpl), Telomoyo (1.894 m dpl) dan Andong (1.736 m dpl). Ketinggian wilayah dari permukaan laut berkisar antara 154 m dpl – 3.296 m dpl dengan wilayah dengan ketinggian 154 - 500 m dpl sebanyak 47%, wilayah dengan ketinggian 500 – 1000 m dpl dengan 35%, wilayah dengan ketinggian > 1000 m dpl dengan 18%. Hal ini memberikan indikasi bahwa Kabupaten Magelang memiliki potensi untuk budidaya berbagai jenis tanaman dataran rendah maupun dataran tinggi.

Kemiringan lahan di Kabupaten Magelang terbagi menjadi daerah datar (kemiringan 0–15%) meliputi Kecamatan Mertoyudan, Mungkid, Muntilan, Salam, Ngluwar dan Secang. Daerah bergelombang – berbukit (kemiringan 16– 40%) meliputi Kecamatan Tempuran, Salaman, Borobudur, Srumbung, Dukun, Sawangan, Candimulyo, Tegalrejo, Grabag dan Bandongan dan daerah bergunung-gunung dengan lembah yang curam (kemiringan >40%) meliputi Kecamatan Ngablak, Pakis, Windusari, Kaliangkrik dan Kajoran.

Pada Kabupeten Magelang, daerah topografi datar memiliki luas 8.599 ha yang berada di bagian tengah wilayah Kabupaten Magelang, daerah yang bergelombang dengan luas 44.784 ha yang menyebar di bagian tengah sedangkan

daerah yang curam memiliki luas 41.037 ha dan sangat curam dengan luas 14.155 ha yang berada di kawasan pegunungan.

Topografi datar bersifat cenderung stabil dan sesuai untuk dijadikan sebagai ruang evakuasi. Pada topografi yang berbukit, pembangunan fisik dapat diminimalkan dan mengembangkan ruang terbuka hijau di beberapa daerah untuk budidaya yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk maupun ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai konservasi.

Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan wilayah terkait kemiringan lahan, lahan dengan kemiringan 0%-15% dapat dikembangkan menjadi RTH pusat kota, RTH kawasan indusrti, RTH pada kawasan pariwisata, RTH tepi pantai dan RTH kawasan DAS. Kawasan dengan kemiringan 15%-45% dapat dikembangkan RTH pertanian, RTH perkebunan, maupun RTH pariwisata, kawasan dengan kemiringan <45% telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Aspek kemiringan lahan merupakan salah satu persyaratan dalam menentukan kesesuaian pengembangan RTH evakuasi. Daerah dengan kemiringan 0-8% memiliki karakter yang stabil dan sesuai untuk ruang evakuasi bencana. Daerah dengan kemiringan 8-15% merupakan daerah yang landai cukup sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan dengan aktivitas yang bersifat intensif. Wilayah yang memiliki kemiringan 15-30% merupakan daerah yang rentan terhadap bahaya lanskap, wilayah ini dapat dikembangkan sebagai kawasan dengan aktivitas masyarakat yang bersifat semi intensif seperti ruang terbuka hijau budidaya, kawasan pertanian, kawasan perkebunan serta kawasan rekreasi. Wilayah dengan kemiringan >30% merupakan daerah yang curam dan memiliki potensi bahaya yang besar, rawan erosi dan rawan pergerakan tanah sehingga pembangunan fisik seperti permukiman sebaiknya dihindari. Kawasan ini sesuai untuk hutan konservasi atau hutan lindung. RTH pada kecamatan Mungkid, Muntilan, dan Salam sesuai untuk dikembangkan menjadi RTH evakuasi karena terletak pada kemiringan 0-15%. RTH pada kecamatan Srumbung, Dukun, Sawangan tergolong cukup sesuai karena terletak pada kemiringan 16-30%. Analisis kemiringan lahan pada daerah yang terkait dengan kawasan rawan bencana letusan Gunung Merapi tertera pada Gambar 5.

Pengunaan Lahan

Luas keseluruhan Kabupaten Magelang adalah 108.573 ha dengan luas ruang terbuka hijau sebesar 93.298,15 ha dengan persentase 85,85%. Penggunaan lahan didominasi oleh hutan, sawah, semak, tegalan, kebun, padang rumput, permukiman, kawasan jasa dan penunjang aktivitas masyarakat.

Pada kawasan Kabupaten Magelang yang termasuk dalam kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, prinsip dasar penentuan pola ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi yang memiliki fungsi lindung, harus dilindungi dan dipertahankan sebagai kawasan lindung dan pada kawasan yang tidak mempunyai fungsi lindung dapat dibudidayakan dengan kriteria tertentu dan memberi peluang bagi masyarakat yang memanfaatkannya untuk kegiatan budidaya.

Secara garis besar penggunaan ruang Kabupaten Magelang dibagi berdasarkan peruntukan budidaya dan non budidaya, alokasi penggunaan lahan di Kabupeten Magelang meliputi kawasan non budidaya lindung yang dapat dikelompokkan menjadi kawasan lindung hidrologi, kawasan budaya (cagar budaya), dan flora-fauna (suaka alam) sedangkan untuk pembagian kawasan budidaya di Kabupaten Magelang dikelompokkan menjadi kawasan budidaya pertanian dan kawasan budidaya non pertanian. Kawasan lainnya tergolong sebagai kawasan perkotaan yang terdiri atas kawasan pemukiman, kawasan industri.

Penggunaan lahan untuk mendukung upaya penanggulangan bencana sebagai ruang evakuasi dapat diuraikan berdasarkan pembagian penggunaan lahan di Kabupaten Magelang yang meliputi kawasan budidaya, kawasan lindung atau konservasi dan kawasan perkotaan. Kawasan budidaya baik kawasan budidaya pertanian maupun kawasan budidaya non pertanian termasuk dalam ketegori sesuai untuk dikembangkan sebagai ruang evakuasi bencana namun perlu penambahan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan penanggulangan bencana. Kawasan lindung atau konservasi yang berfungsi untuk mencegah ancaman bahaya dari bencana geologi lainnya seperti erosi dan longsor yang sangat rentan terjadi di Kabupaten Magelang, kawasan konservasi di daerah bantaran sungai juga perlu dikembangkan untuk mencegah penyebaran bahaya dari aliran lahar. Kawasan ini termasuk dalam ketegori cukup sesuai. Kawasan perkotaan termasuk dalam ketegori tidak sesuai untuk dikembangkan sebagai Gambar 2. Peta Analisis Kemiringan Lahan

ruang evakuasi namun untuk mendukung upaya mitigasi dapat ditambahkan sarana dan prasarana pendukung yang dapat menbantu kelancaran proses evakuasi. Analisis penggunaan lahan untuk RTH evakuasi tertera pada Gambar 6.

Kabupaten Magelang termasuk dalam kawasan rawan letusan gunung berapi sehingga dalam penentuan rencana struktur ruang perlu mempertimbangkan beberapa aspek, seperti penentuan susunan pusat hunian dan sisitem jaringan sarana dan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Susunan pusat hunian dan sistem jaringan sarana dan prasarana pendukungnya pada setiap kawasan akan berbeda tergantung dari variasi tingkat kerawanan atau tingkat risiko dan skala atau tingkat pelayanan bagi masyarakat sehingga dalam perencanaan struktur ruang harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan, tingkat kerawanan, fungsi kawasan, dan tingkat pelayanan.

Berdasarkan informasi geologi dan tingkat risiko letusan gunung berapi, tipologi kawasan rawan letusan gunung berapi dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

a. Tipe A

1. Kawasan yang berpotensi terlanda banjir lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu pijar.

2. Kawasan yang memiliki tingkat risiko rendah (berjarak cukup jauh dari sumber letusan, melanda kawasan sepanjang aliran sungai yang dilaluinya, pada saat terjadi bencana letusan masih memungkinkan manusia untuk menyelamatkan diri sehingga risiko terlanda bencana masih dapat dihindari.

b. Tipe B

1. Kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lahar dan lava, lontaran atau guguran batu pijar, hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran panas dan gas beracun.

2. Kawasan yang memiliki tingkat risiko sedang (berjarak cukup dekat sumber letusan, risiko manusia untuk menyelamatkan diri pada saat letusan cukup sulit, kemungkinan untuk terlanda bencana sangat besar).

1. Kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lahar dan lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan lumpur panas, aliran panas dan gas beracun. Hanya diperuntukkan bagi kawasan rawan letusan gunung berapi yang sangat giat atau sering meletus.

2. Kawasan yang memiliki risiko tinggi (sangat dekat dengan sumber letusan) Pada saat terjadi aktivitas magmatis, kawasan ini akan dengan cepat terlanda bencana, makhluk hidup yang ada di sekitarnya tidak mungkin untuk menyelamatkan diri.

Berdasarkan tingkat bahaya pada kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, terdapat persyaratan penggunaan lahan yang sesuai dengan daerah tersebut yang terbagi dalam tiga tipe penggunaan lahan, yakni tipe A, tipe B dan tipe C. hal tersebut dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Peruntukan Ruang Pada Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Berapi.

Peruntukan Ruang Tipologi A Tipologi B Tipologi C Kota Desa Kota Desa Kota Desa

Hutan produksi - √ - - - - Hutan kota √ - - - √ - Hutan rakyat - √ - √ - √ Pertanian sawah - √ - √ - √ Pertanian semusim - √ - √ - √ Perkebunan - √ - √ - √ Peternakan - √ - √ - - Perikanan - √ - √ - - Pertambangan - √ - √ - - Industri √ - √ √ - - Pariwisata √ √ - √ - √ Permukiman √ √ √ √ - - Keterangan :

√ : dapat dibangun dengan syarat - : tidak layak dibangun

Pembagian penggunaan lahan pada kawasan rawan letusan gunung berapi berdasarkan tipologi kawasan yang terbagi dalam tiga kategori, yakni:

Secara umum penggunaan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi A dapat diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan budi daya seperti kegiatan kehutanan, industri, perdagangan dan perkantoran, permukiman, pariwisata di kawasan perkotaan. Kegiatan budi daya yang diperbolehkan untuk kawasan perdesaan diantaranya adalah kegiatan permukiman, pertanian, perikanan, perkebunan, pertambangan rakyat, hutan produksi dan hutan rakyat serta kegiatan perdagangan dan perkantoran. Pengembangan kegiatan budi daya tersebut dilakukan dengan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah dan sedang.

Tipe B

Penggunaan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi B dapat diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan budi daya seperti pada tipologi A, namun dengan syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan tinggi.

Tipe C

Penggunaan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi C diarahkan dengan pendekatan konsep penyesuaian lingkungan, yaitu upaya untuk menyesuaikan dengan kondisi alam, dengan lebih menekankan pada upaya rekayasa kondisi alam yang ada. Pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi C ini, penggunaan ruang diutamakan sebagai kawasan lindung sehingga mutlak dilindungi. Namun, pada kawasan rawan letusan gunung berapi di kawasan perdesaan masih dapat dimanfaatkan sebagai kawasan budi daya terbatas, seperti kegiatan kehutanan dan pariwisata.

Susunan pusat-pusat hunian dan sistem jaringan prasarana dan sarana pendukungnya pada setiap kawasan akan berbeda tergantung dari variasi tingkat kerawanan/tingkat risikonya dan skala/tingkat pelayanannya. Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur ruangnya harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan, tingkat kerawanan, fungsi kawasan, dan tingkat pelayanan dari unsur- unsur pembentuk struktur tersebut. Beberapa ketentuan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan struktur ruangnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Daerah di Kabupaten Magelang yang termasuk dalam kawasan rawan bencana masih kurang sesuai dengan pemanfaatan ruang yang seharusnya diterapkan pada kawasan rawan bencana letusan gunung berapi. Saat ini, tercacat terdapat tiga kecamatan yang termasuk dalam kawasan rawan bencana III letusan Gunung Merapi. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian pemanfaatan ruang

agar pemanfaatan ruang dapat sesuai dengan fungsi yang di tetapkan dalam rencana tata ruang.

Tabel 5. Arahan Struktur Ruang Kawasan Letusan Gunung Berapi

Unsur Pembentuk Struktur Ruang

Tipologi A Tipologi B Tipologi C

Kota Desa Kota Desa Kota Desa

Pusat hunian √ √ √ √ - -

Jaringan air bersih √ √ √ √ √ √

Drainase √ √ √ √ √ √

Sistem pembuangan limbah √ √ √ √ √ √

Sistem pembuangan sampah √ √ √ √ √ √

Jaringan transportasi lokal √ √ √ √ √ √

Jaringan telekomunikasi √ √ √ √ - -

Jaringan listrik √ √ √ √ - -

Jaringan energy √ √ √ √ - -

Keterangan :

√ : dapat dibangun dengan syarat - : tidak layak dibangun

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.21/Prt/M/2007 tentang pedoman penataan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi.

Sebagian besar penduduk telah menempati lahan berupa pegunungan dikarenakan faktor kesuburan tanah dan hasil bumi yang ada. Adanya potensi rawan bencana pada suatu wilayah akan menghambat pembangunan wilayah karena perencanaan yang ada bersifat sia-sia apabila dilakukan suatu pembangunan, maka beresiko untuk mengalami kehancuran akibat bencana alam yang sewaktu-waktu dapat terjadi, kecuali jika perencanaan yang ada memperhatikan kondisi kawasan rawan bencana sebagai pertimbangan dalam melakukan perencanaan karena bencana serupa dapat terjadi di masa depan dan pada kenyataannya tidak dapat dihindari besarnya dampak yang ditimbulkan akibat bencana tersebut, terutama korban jiwa, kerusakan fasilitas umum dan kerugian materi lainnya.

Daerah pada Kabupaten Magelang yang termasuk dalam tipologi A, termasuk dalam kawasan rawan bencana I mencakup daerah yang terletak pada daerah sekitar DAS yang sungainya berhulu di puncak Gunung Merapi termasuk tujuh kecamatan di Magelang yang terancam dampak banjir lahar dingin, yakni

Dukun, Srumbung, Sawangan, Salam, Muntilan, Mungkid, dan Ngluwar. Hingga Oktober 2011, jumlah warga di 53 desa yang terancam banjir lahar dingin yaitu 94.000 jiwa. Penduduk tersebut rata-rata tinggal di bantaran Kali Krasak, Kali Putih, Kali Pabelan, Kali Lamat, dan Kali Blongkeng. Penduduk di kawasan tersebut telah dilakukan sosialisasi mengenai langkah yang harus dilakukan jika terjadi banjir lahar dingin. Daerah yang termasuk dalam tipologi B merupakan daerah yang berada pada kawasan rawan bencana II dan daerah yang termasuk dalam tipologi C merupakan daerah kawasan rawan bencana III. Wilayah yang termasuk dalam kawasan rawan bencana III, yakni Kecamatan Srumbung dengan jumlah desa 12, Kecamatan Dukun dengan 14 desa, dan Kecamatan Sawangan 10 desa.

Wilayah Indonesia yang rentan terhadap bencana mengharuskan penataan ruang mengakomodir aspek-aspek mitigasi bencana. Mitigasi bencana sendiri merupakan serangkaian tindakan upaya meminimalisir atau mengurangi resiko bencana. Hal yang terkait penataan ruang, upaya tersebut diwujudkan dalam rencana tata ruang melalui perencanaan kawasan dan jalur evakuasi, serta pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang daerah-daerah kawasan rawan bencana atau berpotensi menimbulkan bencana terutama pada kawasan-kawasan penyangga. Penataan ruang berbasis mitigasi yang diarahkan pada pusat-pusat pemukiman dan kawasan-kawasan strategis. Perlunya penerapan mitigasi bencana dalam penataan ruang melalui pengembangan bangunan gedung dan sarana prasarana peringatan dini sehingga diharapkan agar ditambahkan pengembangan jalur dan tempat evakuasi bencana.

Iklim

Kondisi iklim dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh masyarakat serta pengaruh terhadap psikologis masyarakat pada saat proses evakuasi berlangsung. Kenyamanan dapat mengurangi rasa kepanikan serta menciptakan suasana aman. Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi kenyamanan diantaranya adalah curah hujan, suhu, kecepatan angin.

Kabupaten Magelang mempunyai curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan banyak terjadi bencana tanah longsor di beberapa daerah pegunungan dan lereng gunung. Anomali iklim yang terjadi pada tahun 2010 membuat curah hujan cukup tinggi sehingga menyebabkan lahar lebih membahayakan bagi masyarakat.

Air yang berasal dari air hujan akan menambah volume air dan mempengaruhi kepekatan dan juga luas sebaran aliran lahar, semakin besar volume air maka aliran aliran lahar yang terbentuk semakin encer dan jangkauan alirannya semakin luas dan jauh. Material lahar panas yang tertimbun di puncak Merapi dan lahar dingin yang terakumulasi di tanggul dan tebing-tebing sungai, bila terbawa oleh air hujan akan meluncur ke daerah bawahnya sebagai bahaya longsoran massa volkanik.

Kabupaten Magelang merupakan daerah yang sejuk, dengan suhu rata-rata 25,62°C. Suhu tersebut termasuk dalam suhu nyaman bagi aktivitas manusia, namun pada siang hari matahari bersinar terik dengan intensitas penyinaran sangat tinggi sehingga akan menimbulkan ketidaknyamanan dan mengganggu aktivitas. Radiasi matahari yang tinggi dapat mengganggu kenyaman dan kondisi psikologis masyarakat terutama saat proses evakuasi, rasa panik dan amarah dapat timbul dan menyebabkan disorientasi para pengungsi untuk mobilisasi ke tempat yang aman. Oleh karena itu, dibutuhkan vegetasi yang dapat menurunkan suhu dan mengurangi radiasi matahari. Kondisi ini dapat diatasi dengan menciptakan suasana teduh, baik dengan peneduh alami berupa penanaman vegetasi maupun peneduh buatan seperti shelter.

Vegetasi sebagai pengendali iklim dapat menurunkan suhu dan menyejukkan udara di sekitarnya karena dapat mengurangi pancaran sinar matahari yang masuk serta menyerap panas yang dipantulkan dari perkerasan. Selain itu, vegetasi dapat megatur dan memecah arah angin. Namun, penanaman

vegetasi peneduh harus memperhatikan arah matahari agar dapat memberikan efek pencahayaan dan bayangan yang cukup untuk menaungi pengguna tapak (Laurie, 1986)

Kecepatan angin rata-rata di Kabupaten Magelang sebesar 1,8 knot, dalam skala Beaufort, kecepatan angin termasuk dalam kategori kelas 1 (1 - 6 km/jam atau 0,54 – 3,24 knot), yaitu angin sepoi-sepoi dengan arah angin menuju arah tenggara dan barat daya. Angin memiliki peran sebagai media pembawa polusi udara, hal tersebut dapat mengganggu kenyamanan sehingga dibutuhkan vegetasi sebagai pengendali iklim.

Kisaran kelembaban udara yang nyaman bagi manusia adalah 40% - 70% (Laurie, 1986). Kelembaban udara rata-rata di Kabupaten Magelang mencapai 82%, kelembaban yang terlalu tinggi dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Kondisi ini dapat diatasi dengan memperhatikan struktur dan penempatan vegetasi yakni pemilihan vegetasi yang yang tidak terlalu rapat atau masif dan jarak penanaman yang jarang.

Pada saat erupsi, banyak debu yang yang bertebaran sehingga dibutuhkan introduksi vegetasi yang dapat menyerap debu, Terutama pada ruang evakuasi dibutuhkan kondisi iklim yang dapat menciptakan suasana nyaman. Jenis vegetasi yang dapat menyerap debu diantaranya kayu putih (Eucalyptus sp.), akasia

(Akasia mangium) dan tanjung (Mimusoph elengi).

Reduksi air hujan oleh vegetasi

Pengaruh vegetasi terhadap suhu

Pengaruh vegetasi terhadap sinar matahari

(Sumber: Brooks, 1988, dalam Zain 2008)

Gambar 7. Pengaruh Vegetasi Terhadap Iklim

Geologi dan Tanah

Secara umum formasi dan jenis batuan yang menyusun Gunung Merapi di bagian utara didasari oleh batuan vulkanik Merapi Tua berumur pleistosen atas, di bagian timur didasari oleh batuan tersier formasi nglanggran dan semilir, serta batuan tersier formasi sentolo di bagian barat maupun selatan. Menurut Bemmelen 1949 dalam Setawan 2010, di formasi sentolo memiliki tipe facies neritik. Di bagian selatan juga terdapat formasi endapan gunungapi merapi muda yang berumur kuarter dan terdiri dari material lepas sebagai hasil kegiatan letusan Gunung Merapi. Endapan gunung merapi muda batuannya berupa tuf, abu, breksi, aglomerat, dan lelehan lava tak terpilahkan. Hasil pelapukan pada lereng kaki bagian bawah membentuk dataran yang meluas di sebelah selatan, terutama terdiri dari rombakan vulkanik yang terangkut kembali oleh alur-alur yang berasal dari lereng atas.

Kelompok batuan sedimen dan gunung api tua terdapat pada sebagian kecamatan Dukun yang terdiri dari breksi, konglomerat, dan lava. Sifat batuan umumnya padu, kelulusan airnya rendah, mampu mendukung bangunan bertingkat, dan dapat menjadi akuifer dengan produktifitas kecil hingga sedang. Tanah hasil pelapukannya bertekstur lanau hingga pasir. Kesuburan potensialnya berkisar rendah hingga sedang. Kelompok batuan gunungapi muda terdapat pada kecamtan Dukun, Muntilan, Salam, Ngluwar, Srumbung dan sebagian kecamatan Mungkid yang terdiri dari tufa, aglomerat, breksi volkanik, dan lava. Pada umumnya batuan bersifat agak padu, kelulusan airnya sedang hingga tinggi, dan daya dukung pondasi bagus. Tanah hasil pelapukannya bertekstur lempung, lanau dan pasir serta kesuburan potensialnya tinggi.

Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh asal batuan dan komposisi mineralogi yang berpengaruh terhadap kepekaan erosi dan longsor. Di daerah pegunungan, bahan induk tanah didominasi oleh batuan kokoh dari batuan vulkanik, sedimen, dan metamorfik. Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen, terutama batu liat, batu liat berkapur atau marl dan batu kapur, relatif peka terhadap erosi dan longsor.

Jenis tanah di Kabupaten Magelang terdiri atas tanah jenis aluvial, andosol, komplek andosol kelabu tua dan litosol, komplek latosol, dan regosol. Latosol memiliki sifat permeabilitas baik dan tahan erosi, terbentuk dari bahan induk batuan atau tufa volkan sedangkan tanah jenis andosol memiliki permeabilias sedang dan peka erosi air dan angin. Tanah jenis andosol terbentuk akibat pelapukan bahan induk tufa dan abu vulkanik, terbentuk di wilayah yang memiliki curah hujan antara 2500-7500 mm/tahun, peka terhadap erosi, produktifitas tanah ini sedang hingga tinggi manfaatnya untuk penanaman sayuran, perkebunan kopi, teh, kina dan pinus, kesesuaian terhadap pembangunan termasuk dalam kategori rendah. Tanah jenis regosol dan litosol memiliki sifat yang sangat peka terhadap erosi sedangkan tanah jenis aluvial cenderung peka terhadap erosi (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Litosol merupakan tanah yang mempunyai solum kurang dari 30 cm, bertekstur kasar, berpasir dan atau berkerikil, kepekaan terhadap erosi sangat tinggi serta kesesuaian untuk pembangunan termasuk kategori rendah. Aluvial merupakan tanah muda sebagai

hasil sedimentasi bahan mineral yang dibawa sungai atau air. Aluvial memiliki ciri-ciri bewarna kelabu sampai coklat, bertekstur liat sampai pasir, konsistensi keras bila kering dan teguh bila lembab, bahan organik relatif rendah dan kesesuaian untuk pembangunan tergolong tinggi. Regosol merupakan tanah yang belum mengalami perkembangan dan bertekstur pasir, memiliki ciri tidak berstruktur, berwarna abu-abu, coklat kekuningan sampai coklat, konsistensi lepas, teguh atau bahkan sangat teguh bila memadat, pH 5-7, daya ikat air sangat rendah karena pori makro sangat banyak, dan mudah tererosi selain itu, kesesuaian untuk pembangunan tergolong rendah.

Pada tujuh kecamatan, tanah jenis regosol mendominasi kecamatan Ngluwar, Salam, dan Srumbung serta sebagian pada kecamatan Dukun, Muntilan, dan Mungkid. Tanah jenis regosol dan litisol terdapat pada sebagian kecamatan Dukun dan Srumbung. Tanah jenis latosol coklat terdapat pada kecamatan Sawangan dan sebagian kecamatan Mungkid. Analisis kepekaan tanah terhadap

Dokumen terkait