• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen B08hkr (Halaman 44-54)

Penapisan Fitokimia

Pada penelitian ini rendemen ekstrak kental rimpang kunyit diperoleh 14.35%. Hal ini menujukkan bahwa rimpang kunyit tersebut berkualitas baik. Karena menurut BADAN POM RI, 2004 rendemen ekstrak kental rimpang kunyit tidak kurang dari 11%. Hasil penapisan fitokimia terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia. Parameter Simplisia

Rimpang Kunyit

Ekstrak Etanol Fraksi Hexan

Alkaloid + + +

Flavonoid - -

-Tanin dan Polifenol - -

-Saponin - - +

Kuinon + + +

Ket :

+ = Pelarut menarik senyawa tersebut. - = Pelarut tidak menarik senyawa tersebut.

Menurut Hidayat (2008) alkaloid merupakan senyawa basa nitrogen asal tumbuhan yang bersifat fisiologi aktif. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987). Pada penelitian ini pelarut etanol dan hexan mampu menarik senyawa alkaloid yang ada dalam rimpang kunyit. Salah satu fungsi alkaloid yang sangat penting adalah sebagai anti radang, sehingga sediaan salep ekstrak etanol maupun fraksi hexan rimpang kunyit diharapkan mampu sebagai salah satu alternatif dalam mempercepat proses  persembuhan luka.

Saponin adalah deterjen alami yang ditemukan pada banyak tanaman yang memiliki bahan surfaktan karena mengandung inti lemak dan air yang mudah terlarut. Komponen struktur saponin terdiri dari gula-gula hexose dengan sejumlah atom karbon, hydrogen dan oksigen (Cheeke 1999). Selain itu, saponin  juga mempunyai kemampuan membunuh kuman (Anonim 2008c).

Senyawa antrakuinon dan kuinon mempunyai kemampuan sebagai anti  biotik,  penghilang rasa sakit dan merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit (Anonim 2008c). Pada penelitian ini pelarut etanol dan hexan mampu menarik  senyawa kuinon yang berada di dalam rimpang kunyit. Pada kasus persembuhan luka, kuinon berperan dalam proses merangsang pertumbuhan sel baru pada luka kulit sehingga dapat mempercepat proses persembuhannya.

Darah

Darah merupakan indikator penting untuk mengetahui perubahan fisiologi dan patologi pada binatang. Persembuhan suatu penyakit dapat diidentifikasi salah satunya melalui pemeriksaan darah. Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara internal dan eksternal. Secara internal seperti pertambahan umur, status gizi, latihan, kesehatan, stress, siklus estrus dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal akibat infeksi kuman, fraktura dan  perubahan suhu lingkungan (Guyton 1997).

Penelitian ini menggunakan mencit putih ( Mus musculus albinus) berumur  2 bulan. Pengamatan terhadap jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin dan jumlah leukosit pada hari ke-2, 4, 7, 14, dan 21 setelah perlukaan terhadap seluruh kelompok perlakuan. Pengambilan darah dilakukan secara intra cardial sehingga volume darah yang diperoleh mencukupi untuk pemeriksaan gambaran darah. Sebelum pengambilan darah dilakukan anasthesi dengan mengunakan eter  karena dengan cara ini mudah dan murah (Smith 1988).

Jumlah Eritrosit

Rataan jumlah eritrosit mencit yang diberi salep ekstrak etanol dan fraksi hexan rimpang kunyit pada hari ke-2, 4, 7, 14, dan 21 ditampilkan pada Tabel 3 dan Gambar 5.

Tabel 3. Rataan jumlah eritrosit (juta/µl) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi ekstrak rimpang kunyit.

Hari ke-Perlakuan K+ K- P1 P2 2 4.26 ± 0.14a 5.67 ± 0.96a 6.16 ± 0.09a 5.37 ± 3.82a 4 4.46 ± 0.16a 6.06 ± 1.46a 7.08 ± 1.13a 5.95 ± 0.92a 7 7.88 ± 1.46a 10.13 ± 3.54a 7.74 ± 2.50a 7.43 ± 0.46a 14 9.27 ± 0.67a 6.43 ± 0.30c 7.14 ± 0.75 bc 8.20 ± 0.17ab 21 6.77 ± 2.91a 6.10 ± 1.91a 7.17 ± 0.48a 7.56 ±1.23a Ket :

Huruf (superscript) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pada taraf uji (P<0.05)

K+ : Kontrol positif (obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%); K- : Kontrol negatif (yang tidak diberi sediaan apapun); P1 : Salep ekstrak  etanol rimpang kunyit; P2 : Salep fraksi hexan rimpang kunyit.

Gambar 5. Grafik rataan jumlah eritrosit pada mencit setelah perlakuan.

Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, hormon, keadaan hipoksia dan berbagai faktor lainnya (Sturkie dan Grimingger 1976). Swenson (1977) menambahkan faktor status nutrisi, volume darah, dan spesies juga mempengaruhi jumlah eritrosit. Faktor-faktor ini tidak hanya mempengaruhi  jumlah eritrosit tetapi juga kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan konsentrasi

kandungan darah lainnya.

Pada penelitian ini jumlah eritrosit mencit sebelum dilakukan perlukaan rata-rata berjumlah 7.2 x 106/µl, hal ini diasumsikan sebagai kondisi normal dari mencit. Sedangkan menurut Arrington (1972) jumlah eritrosit mencit normal

 berkisar antara 7.7-12.5 x 106/ul. Jumlah eritrosit hari ke 2 pada semua kelompok   perlakuan menurun (Tabel 3), hal ini diduga bahwa sebagian eritrosit lisis akibat

dilakukan perlukaan dan pada awal fase peradangan akut. Menurut Price dan Wilson (1995) pada awal peradangan akut, arteriol disekitar luka berdilatasi sehingga aliran darah ke daerah radang bertambah. Dengan dilatasinya pembuluh darah, darah yang mengalir didaerah tersebut menjadi lebih banyak dan tergenang karena lamban. Suhu lokasi radang menjadi hangat (kalor).

Jumlah eritrosit antar perlakuan pada hari ke 2, 4, 7 dan 21 tidak  menunjukkan perbedaan (P>0,05). Jumlah eritrosit pada kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% (K+), kelompok mencit yang diberi salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1) dan kelompok mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) pada hari ke 2 sampai hari ke 7 pasca perlukaan terus mengalami peningkatan dan kemudian stabil hingga akhir pengamatan (Gambar 5).

Pada hari ke-14 jumlah eritrosit pada kelompok mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% (K+) sebagai kontrol positif. Sedangkan kelompok mencit yang diberi salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1) dan kelompok mencit yang tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol negatif (K-) tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% (K+). Jumlah eritrosit mencit akibat pemberian salep fraksi hexan rimpang kunyit memperlihatkan profil yang lebih mendekati kontrol positif daripada kelompok yang diberi salep ekstrak  etanol rimpang kunyit hingga akhir pengamatan. Hal ini salah satunya karena  pelarut hexan sebagai pelarut yang bersifat non polar mampu menarik senyawa

saponin yang merupakan deterjen alami sebagai anti bakteri yang baik dalam mempercepat proses persembuhan luka. Selain itu, diduga pada hari ke 14 neovaskularisasi sudah sempurna dan fase pemulihan sudah dimulai.

Nilai Hematokrit

Tabel 4. Rataan nilai hematokrit (%) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi ekstrak rimpang kunyit.

Hari ke-Perlakuan K+ K- P1 P2 2 23.50 ± 0.71a 28.00 ± 2.83a 32.00 ± 2.83a 29.50 ± 4.95a 4 30.50 ± 2.12a 29.5 ± 3.54a 29.50 ± 3.54a 32.50 ± 3.54a 7 36.00 ± 2.83a 30.00 ± 2.83a 35.50 ± 6.36a 31.00 ± 9.90a 14 36.50 ± 4.95a 32.50 ± 3.54a 37.50 ± 0.71a 35.50 ± 2.12a 21 31.50 ± 3.54a 30.00 ± 0a 36.00 ± 0a 33.00 ± 2.83a Ket :

Huruf (superscript) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pada taraf uji (P<0.05)

K+ : Kontrol positif (obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%); K- : Kontrol negatif (yang tidak diberi sediaan apapun); P1 : Ekstrak etanol rimpang kunyit; P2 : Fraksi hexan rimpang kunyit.

Gambar 6. Grafik rataan nilai hematokrit pada mencit setelah perlakuan.

Untuk mengetahui hewan dalam kondisi anemia salah satu indikatornya adalah dengan melihat nilai hematokrit hewan tersebut. Perhitungan nilai hematokrit dimaksudkan untuk mengetahui persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Menurut Guyton (1997), hewan normal memiliki nilai hematokrit yang sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Nilai hematokrit sangat  bervariasi pada setiap individu. Angka ini bergantung pada apakah individu tersebut menderita anemia atau tidak, derajat aktivitas tubuh dan ketinggian tempat dimana individu tersebut berada (Guyton 1997).

Pada penelitian ini nilai hematokrit mencit sebelum dilakukan perlukaan rata-rata 29%, hal ini diasumsikan sebagai kondisi normal dari mencit. Sedangkan menurut Arrington (1972) kadar normal nilai hematokrit mencit 41.5 %. Jika dibandingkan dengan nilai hematokrit mencit sebelum dilakukan perlukaan, pada Tabel 4 diatas secara umum terlihat bahwa nilai hematokrit pada semua kelompok   perlakuan berada pada kisaran normal.

 Nilai hematokrit pada kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% (K+), kelompok mencit yang tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol negatif (K-), dan kelompok  mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) terus mengalami  peningkatan sejak hari ke-2 sampai hari ke-4 pasca perlukaan (Gambar 6).

Adanya variasi rataan nilai hematokrit antar perlakuan pada hari ke 2, 4, 7, 14 dan 21 tidak menunjukkan perbedaan signifikan (P>0,05) (Tabel 4). Meskipun demikian, profil nilai hematokrit kelompok mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) cenderung lebih mendekati kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% sebagai kontrol positif (K+) daripada kelompok mencit dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1) dan kelompok mencit yang tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol negatif (K-).

Kadar Hemoglobin

Tabel 5. Rataan kadar hemoglobin (g/dl) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi ekstrak rimpang kunyit.

Hari ke-Perlakuan K+ K- P1 P2 2 9.0 ± 1.410a 9.0 ± 1.410a 10.3 ± 0.707a 9.2 ± 1.131a 4 9.6 ± 1.131a 11.0 ± 1.410a 9.5 ± 0.707a 11.7 ± 0.99a 7 9.8 ± 0.566a 11.1 ± 1.273a 10.6 ± 0.566a 11.0 ± 0a 14 11.7 ± 0.424a 9.6 ± 0.283 11.3 ± 0.707a 10.4 ± 0.566a 21 11.7 ± 0.99a 11.6 ±0.566a 12.7 ± 0.424a 12.5 ± 0.707a Ket :

Huruf (superscript) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pada taraf uji (P<0.05)

K+ : Kontrol positif (obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%); K- : Kontrol negatif (yang tidak diberi sediaan apapun); P1 : Salep ekstrak  etanol rimpang kunyit; P2 : Salep fraksi hexan rimpang kunyit

Gambar 7. Grafik rataan kadar hemoglobin pada mencit setelah perlukaan. Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan musim (Jones dan Johansen 1972). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi eritropoesis dan jumlah sel darah merah juga mempengaruhi kadar hemoglobin misalnya keadaan hipoksia dan anemia (Sturkie 1976).

Pada penelitian ini kadar hemoglobin mencit sebelum dilakukan perlukaan rata-rata 9.2 g/dl, hal ini diasumsikan sebagai kondisi normal dari mencit. Sedangkan menurut Arrington (1972) kadar hemoglobin normal pada mencit adalah 10-19 g/dl. Jika dibandingkan dengan kadar hemoglobin mencit sebelum dilakukan perlukaan, meskipun terjadi peningkatan dan penurunan, secara umum

 pada Gambar 7 terlihat bahwa kadar hemoglobin pada semua kelompok perlakuan  berada pada kisaran normal.

Kadar hemoglobin antar perlakuan pada hari ke 2, 4, 7 dan 21 tidak  menunjukkan perbedaan (P>0,05) (Tabel 5). Meskipun demikian, kadar  hemoglobin hari ke 14 pada kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% sebagai kontrol positif (K+), kelompok mencit dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1), dan kelompok  mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) berbeda nyata (P<0.05) terhadap kelompok mencit yang tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol negatif (K-). Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke 14 khasiat salep ekstrak  rimpang kunyit untuk obat persembuhan luka sudah terlihat. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etanol dan fraksi hexan rimpang kunyit mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan alkaloid dan kuinon. Alkaloid sering kali digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987). Salah satu fungsi alkaloid yang sangat penting adalah sebagai anti radang, sehingga sediaan salep ekstrak  etanol maupun fraksi hexan rimpang kunyit diharapkan mampu sebagai salah satu alternatif dalam mempercepat proses persembuhan luka. Begitu pula dengan kuinon yang mempunyai kemampuan sebagai anti biotik, penghilang rasa sakit dan merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Pada kasus persembuhan luka, kuinon berperan dalam proses merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit yang luka sehingga dapat mempercepat proses persembuhannya.

Jumlah Leukosit

Tabel 6. Rataan jumlah leukosit (µl) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi ekstrak rimpang kunyit.

Hari ke-Perlakuan K+ K- P1 P2 2 2875 ± 813a 5675 ± 3217a 4200 ± 283a 4200 ± 566a 4 1925 ± 1025a 1925 ± 1803a 4700 ± 3111a 2300 ± 1344a 7 5525 ± 2227a 7575 ± 3500a 2300 ± 283a 2075 ± 35.4a 14 3600 ± 919a 2075 ± 35.4a 3800 ± 1344a 3075 ± 247a 21 2900 ± 70.7a 2625 ± 318a 2950 ± 212a 2200 ± 636a Ket :

Huruf (superscript) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pada taraf uji (P<0.05)

K+ : Kontrol positif (obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%); K- : Kontrol negatif (yang tidak diberi sediaan apapun); P1 : Salep ekstrak  etanol rimpang kunyit; P2 : Salep fraksi hexan rimpang kunyit

Gambar 8. Grafik rataan jumlah leukosit pada mencit setelah perlukaan. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 1997). Peradangan pada suatu area lokal dapat menyebabkan beberapa perubahan  baik pada tingkat vaskuler maupun pada tingkat seluler (Vegad 1995).

Pada penelitian ini jumlah leukosit mencit sebelum dilakukan perlukaan rata-rata berjumlah 5.7 x 103/µl, hal ini diasumsikan sebagai kondisi normal dari mencit. Sedangkan menurut Arrington (1972) jumlah leukosit mencit normal  berkisar antara 4-12 x 103/ul. Dari Tabel 6 diatas terlihat bahwa jumlah leukosit  pada semua kelompok perlakuan berada dibawah kisaran normal. Hal ini diduga karena leukosit bergerak ke bagian peradangan yang ada pada jaringan luka,

sehingga leukosit yang ada dalam sirkulasi darah sistemik menurun hingga dibawah normal.

Salah satu fungsi alkaloid yang sangat penting adalah sebagai anti radang, sehingga sediaan salep ekstrak etanol maupun fraksi hexan rimpang kunyit diharapkan mampu sebagai salah satu alternatif dalam mempercepat proses  persembuhan luka. Penurunaan jumlah leukosit hari ke 7 pada kelompok mencit dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1) dan kelompok mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) diduga karena pada hari ke 7 adalah  puncak peradangan. Dengan adanya zat aktif alkaloid dalam ekstrak etanol dan

fraksi hexan rimpang kunyit mampu memobilisasi sebagian besar leukosit untuk   bergerak ke pusat peradangan yaitu jaringan yang luka. Dengan demikian jumlah

leukosit di dalam sirkulasi menjadi menurun. Berbeda dengan kelompok mencit yang tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol negatif (K-) jumlah leukosit  pada hari ke 7 meningkat signifikan, hal ini karena diduga respon peradangan yang merupakan salah satu fase proses persembuhan luka berjalan sangat lambat, sehingga leukosit sebagian besar masih berada dalam sirkulas i.

Adanya variasi jumlah leukosit antar perlakuan pada hari ke-2, 4, 7, 14 dan 21 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan (P>0.05). Jumlah leukosit mencit akibat pemberian salep fraksi hexan rimpang kunyit memperlihatkan profil yang relatif lebih stabil shingga akhir pengamatan (Gambar 8). Hal ini salah satunya karena pelarut hexan sebagai pelarut yang bersifat non polar mampu menarik  senyawa saponin yang merupakan deterjen alami sebagai anti bakteri yang baik  dalam mempercepat proses persembuhan luka.

Dalam dokumen B08hkr (Halaman 44-54)

Dokumen terkait