• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering domba lokal jantan dihitung dari total konsumsi eceng gondok dan konsentrat yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya. Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa pemeliharaan domba lokal jantan. Data konsumsi bahan kering domba disajikan sebagai berikut:

Tabel 5. Rataan konsumsi bahan kering pakan domba lokal jantan (g/ekor/hari).

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

U1 U2 U3 U4 TOTAL P0 594,79 569,60 435,17 496,50 2096,07 524,02±72,42tn P1 446,80 410,90 496,70 499,76 1854,16 463,54±42,67tn P2 369,31 530,59 512,48 475,74 1888,12 472,03±72,17tn P3 506,65 523,43 472,20 463,80 1966,08 491,52±28,21tn P4 403,50 - 391,07 503,82 1298.39 432,80±61,81tn TOTAL 2321 2467,3 2307,6 2439,6 9102.83 RATAAN 464,21 493,46 461,53 487,93 476,78

Dari Tabel 5 terlihat bahwa rataan konsumsi pakan pada perlakuan P0 sebesar 524,02 g/ekor/hari; P1 sebesar 463,54 g/ekor/hari; P2 sebesar 472,03 g/ekor/hari; P3 sebesar 491,52 g/ekor/hari; P4 sebesar 432,80 g/ekor/hari;

dengan rataan konsumsi bahan kering pakan domba lokal jantan sebesar 476,78 g/ekor/hari.

Pemberian eceng gondok dengan berbagai pengolahan (mekanik, kimiawi, biologi dan kombinasi) pada domba lokal jantan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering pakan. Hal ini diasumsikan bahwa setiap perlakuan dari P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan respon yang sama terhadap konsumsi bahan kering pakan, walaupun pengolahan

eceng gondok berbeda setiap perlakuannya dan kecenderungan konsumsi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 karena tingkat palatabilitas nya yang disukai oleh ternak. Hasil analisis yang tidak berbeda nyata mengindikasikan bahwa eceng gondok dengan berbagai pengolahan tersebut mempunyai kandungan nutrisi dan palatabilitas yang berbeda hal ini dapat dilihat dari hasil analisa laboratorium yang menunjukkan bahwa kandungan Protein Kasar (PK) yang difermentasi MOL diperoleh sebesar 9.8% dan Protein Kasar (PK) yang dihasilkan dari fermentasi Trichoderma harzianum diperoleh sebesar 19.6% dan ternak yang digunakan homogen baik dari bobot badan maupun umurnya.

Hal ini dapat dikatakan bahwa perlakuan secara fermentasi dengan penggunaan Trichoderma harzianum mampu menaikkan PK tetapi menunjukkan tingkat palatabilitas yang rendah, hal ini dapat disebabkan aroma yang ditimbulkan hasil fermentasi tersebut yaitu berbau tanah.

Konsumsi Bahan Organik

Sama halnya dengan konsumsi bahan kering pakan pada domba lokal jantan, perhitungan konsumsi bahan organik pakan pada domba lokal jantan dihitung dari total konsumsi eceng gondok dan konsentrat yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan organiknya. Data konsumsi bahan organik ransum pada domba disajikan sebagai berikut:

Tabel 6. Rataan konsumsi bahan organik pada domba lokal jantan (g/ekor/hari).

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

U1 U2 U3 U4 TOTAL P0 554,67 531,18 405,82 463,02 1954,69 488,67±67,54tn P1 417,76 384,19 464,42 467,28 1733,64 433,41±39,90tn P2 349,98 502,81 485,65 450,84 1789,28 447,32±68,40tn P3 469,11 484,64 437,21 429,43 1820,40 455,10±26,13tn P4 371,66 - 360,22 464,07 1195.95 398,65±56,94tn TOTAL 2163,18 2296,48 2153,31 2274,63 8493.95 RATAAN 432,64 459,30 430,66 454,93 444,63

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa rataan konsumsi pakan pada perlakuan P0 sebesar 488,67 g/ekor/hari; P1 sebesar 433,4 g/ekor/hari; P2 sebesar 477,32 g/ekor/hari; P3 sebesar 455,1 g/ekor/hari; P4 sebesar 398,65 g/ekor/hari;

dengan rataan konsumsi bahan kering pakan domba lokal jantan sebesar 444,63 g/ekor/hari.

Pemberian eceng gondok dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik pakan domba lokal jantan. Hal ini sejalan dengan rataan konsumsi bahan kering yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05), ini disebabkan karena pola konsumsi bahan organik sejalan dengan pola konsumsi bahan kering. Bahan kering terdiri dari bahan organik dan abu sehingga besarnya konsumsi bahan organik berbanding lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering. Didukung juga oleh Tillman et al. (1991), yang mengatakan sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering.

Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Kecernaan bahan kering dihitung dengan cara bahan kering konsumsi (yang dikonsumsi oleh ternak domba) dikurangi dengan bahan kering feses, kemudian dibagi dengan bahan kering konsumsi setelah itu dikalikan 100%.

Tabel 7. Uji ortogonal kontras terhadap kecernaan bahan kering SV dB JK KT Fhit F tabel 0.05 0.01 Perlakuan 4 460.55 115.14 0.79 tn 3.06 4.89 P0 vs P1P2P3P4 1 19.07 19.07 0.13 tn 4.54 8.68 P1 vs P2P3P4 1 53.17 53.17 0.36 tn 4.54 8.68 P2 vs P3P4 1 100.43 100.43 0.69 tn 4.54 8.68 P3 vs P4 1 287.89 287.89 1.97 tn 4.54 8.68 Galat 14 2042.149 145.8678

Ket: tn : tidak berbeda nyata

Hasil uji ortgonal kontras diatas menunjukkan bahwa perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, dengan nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) pakan pada penelitian ini berkisar antara 50,57% - 52,04% dengan rataan kecernaan bahan kering sebesar 51,22% (Lampiran 3). Dimana kisaran normal kecernaan bahan kering menurut Schneider dan Flatt (1975) dan Sutardi (1979) yaitu 50,7-60%. Kecernaan bahan kering dari hasil penelitian ini masih berada di nilai normal karena kandungan nutrisi dari masing-masing pakan mengandung nutrisi lebih baik. Dimana kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan tersebut, berarti semakin baik kualitasnya. Selain itu menurut Ranjhan (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering, yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam ransum tersebut

Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 4) diketahui bahwa pemberian eceng gondok dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering domba lokal

jantan. Dari hasil penelitian diketahui kecernaan bahan kering tertinggi diperoleh dari perlakuan P4 dimana eceng gondok diolah secara 100% fermentasi

Trichoderma harzianum + konsentrat yaitu sebesar 51.66%. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan eceng gondok dengan P4 mampu menyediakan energi bagi mikroba rumen sehingga mampu mencerna pakan. Menurut Mackie et.al (2002) adanya aktifitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Pemberian mikroba yang berbeda pada pakan penelitian dapat mempengaruhi kecernaan yang berbeda pula sehingga menghasilkan perbedaan yang tidak berbeda nyata pada kelima perlakuan pakan.

Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Kecernaan bahan organik dihitung dengan cara bahan organik konsumsi dikurangi dengan bahan organik dibagi dengan bahan organik konsumsi setelah itu dikalikan 100%.

Tabel 8. Uji ortogonal kontras terhadap kecernaan bahan organik

SV dB JK KT Fhit F tabel 0.05 0.01 Perlakuan 4 524.92 131.23 0.82tn 3.06 4.89 P0 vs P1P2P3P4 1 22,23 22,23 0,14tn 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 63,92 63,92 0,40tn 4,54 8,68 P2 vs P3P4 1 113,12 113,12 0,71tn 4,54 8,68 P3 vs P4 1 325,64 325,64 2,04tn 4,54 8,68 Galat 14 2234,71 159,62

Ket: tn : tidak berbeda nyata

Hasil uji ortgonal kontras diatas menunjukkan bahwa perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan nilai koefisien cerna bahan organik (KcBO) pakan pada penelitian ini berkisar antara 53,12% - 54,38% dengan rataan kecernaan bahan kering sebesar 53,73% (Lampiran 5). Nilai rataan KCBO pada domba lokal adalah 60,74% (Elita, 2006). Nilai

kecernaan bahan organik menunjukkan jumlah zat-zat makanan seperti lemak, karbohidrat, protein yang dapat dicerna oleh ternak. Nilai kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan tersebut. Nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak. Berbeda dengan nilai KCBK, nilai KCBO penelitian ini lebih rendah dari nilai normal.

Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa pemberian eceng gondok dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan organik pada domba lokal jantan. Hal ini sejalan dengan kecernaan bahan kering, apabila perlakuan tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering maka perlakuan juga tidak mempengaruhi kecernaan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al (1991) yang berpendapat bahwa kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi kecernaan bahan organik dimana kecernaan bahan organik menggambarkan ketersediaan nutrien dari pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan ternak.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rataan dari parameter penelitian yaitu konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 9. Rekapitulasi hasil penelitian kecernaan eceng gondok dengan teknologi pakan pada domba jantan lokal

Perlakuan Konsumsi BK (g/ekor/hari) Konsumsi BO (g/ekor/hari) KcBK (%) KcBO (%) P0 524,02±72,42tn 488,67±67,54tn 50,57tn 53,12tn P1 463,54±42,67tn 433,41±39,90tn 51,29tn 53,95tn P2 472,03±72,17tn 447,32±68,40tn 51,17tn 53,67tn P3 491,52±28,21tn 455,10±26,13tn 51,03tn 53,54tn P4 432,80±61,81tn 398,65±56,94tn 52,04tn 54,38tn Rataan 476,78 444,63 51,22 53,73

Ket: tn= tidak berbeda nyata

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa pemberian eceng gondok fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum dengan masing-masing level 60% dan 100% memberikan respon yang berbeda tidak nyata (P<0,05) terhadap parameter konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Dengan rataan untuk konsumsi bahan kering 476,78 g/ekor/hari dan konsumsi bahan organik 444,63 g/ekor/hari dengan rataan kecernaan bahan kering adalah 51,22% dan rataan bahan organik adalah 53,73%. Kecenderungan yang terjadi menunjukkan bahwa perlakuan P0 lebih tinggi dilihat dari konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik nya. Sementara itu untuk kecernaan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P4 cenderung lebih tinggi artinya penambahan dengan proses fermentasi mikroorganisme lokal (MOL) di P1, P3 dan fermentasi Trichoderma harzianum di P2 dan P4 mampu menaikkan nilai kecernaan tersebut.

Dokumen terkait