• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Eceng Gondok Fermentasi pada Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Eceng Gondok Fermentasi pada Domba Lokal Jantan Lepas Sapih"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK

ECENG GONDOK FERMENTASI PADA DOMBA

LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH

DEPRISTIANA MANIK 090306067

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK

ECENG GONDOK FERMENTASI PADA DOMBA

LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh:

DEPRISTIANA MANIK 090306067

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK

ECENG GONDOK FERMENTASI PADA DOMBA

LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI Oleh:

DEPRISTIANA MANIK 090306067

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul : Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Eceng Gondok Fermentasi pada Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

Nama : Depristiana Manik NIM : 090306067

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(5)

ABSTRAK

DEPRISTIANA MANIK, 2014: “Kecernaan bahan kering dan bahan organik eceng gondok fermentasi pada domba lokal jantan lepas sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecernaan bahan kering dan bahan organik eceng gondok yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal (MOL) dan Trichoderma terhadap domba lokal jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: Konsentrat + 100% rumput, P1: Konsentrat + (40% Rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL), P2: Konsentrat + (40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi Trichoderma), P3: Konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL, P4: Konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi

Trichoderma.

Hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), dimana rataan kecernaan bahan kering P0:50,57, P1:51,29, P2:51,17, P3:51,03, dan P4:52,04. Rataan kecernaan bahan organik P0:53,12,P1:53,95, P2:53,67, P3:53,54, dan P4:54,38. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemanfaatan pakan eceng gondok fermentasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan lepas sapih. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan eceng gondok yang difermentasi dengan MOL dan Trichoderma dalam pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan lepas sapih.

(6)

ABSTRACT

DEPRISTIANA MANIK 2014, " Digestibility of dry matter and organic matter fermentation of water hyacinth on local sheep male weaning". Guided by

TRI HESTI WAHYUNI and NEVY DIANAHANAFI.

This study aims to analyze the digestibility of dry matter and organic matter fermented water hyacinth with local microorganisms ( MOL ) and Trichoderma on local sheep male weaning.The research was conducted in August to November 2013 using 20 local sheep male weaning. The design used in this study was a completely randomized design with 5 ways and 4 replications . Treatment consists of P0: Concentrate+100% grass, P1: Concentrate+(40% grass+60% water hyacinth fermentation MOL), P2: Concentrate+(40% grass+60% water hyacinth fermentation of Trichoderma), P3:Concentrate+100% water hyacinth fermentation MOL, P4:Concentrate +100% Trichoderma fermented water hyacinth.

The results showed no significant difference (P> 0.05 ), where the average dry matter digestibility P0:50,57, P1:51,29, P2:51,17, P3:51,03, dan P4:52,04. The mean organic matter digestibility P0:53,12, P1:53,95, P2:53,67, P3:53,54, dan P4:54,38. The statistic analysis the fermentation of feed utilization of water hyacinth no significant effect on the digestibility of dry matter and organic matter on local sheep male weaning. The conclusion of the results is the utilization of water hyacinth fermented with MOL and Trichoderma and the feed is not different effect in increasing the digestibility of dry matter and organic matter on local sheep male weaning.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Baserah pada tanggal 21 Maret 1992 dari Ayah D.Manik dan Ibu (alm) R.K.Sigalingging. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 SALAK dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Eceng Gondok Fermentasi pada Domba Lokal Jantan Lepas Sapih”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, MSc dan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dan penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, M.S dan Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku dosen undangan yang telah memberikan berbagai masukan kepada penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua civitas akademika di Program Studi Peternakan serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

(9)

DAFTAR ISI

Tingkat Konsumsi dan Kecernaan... 14

Kecernaan Pakan... 16

Sistem Pencernaan Ruminansia... 17

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat Penelitian ... 19

Bahan ... 19

Pelaksanaan penelitian... 23

(10)

Pembuatan Eceng Gondok Fermentasi dengan MOL... 24

Pembuatan Eceng Gondok Fermentasi dengan Trichodermaharzianum 25

Pembuatan Kandang... 25

Persiapan Domba... 25

Pengacakan Domba... 26

Pemberian Pakan dan Minum... 26

Pemberian Obat-obatan... 26

Metode Pengambilan Sampel... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering... 27

Konsumsi Bahan Organik... 28

Kecernaan Bahan Kering... 29

Kecernaan Bahan Organik... 31

Rekapitulasi Hasil Penelitian... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 34

Saran... 34 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Kebutuhan Nutrisi Domba (%)... 5

2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan dan penggemukan (%) 6

3. Komposisi zat-zat makanan eceng gondok fermentasi MOL (%)... 11

4. Kandungan nutrisi eceng gondok dengan 1gr Trichoderma (%)…... 13

5. Rataan konsumsi bahan kering pakan domba lokal jantan (g/ekor/hr)... 27

6. Rataan konsumsi bahan organik pada domba lokal jantan (g/ekor/hr)... 29

7. Uji ortogonal kontras terhadap kecernaan bahan kering... 30

8. Uji ortogonal kontras terhadap kecernaan bahan orrganik... 31

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Hal.

1. Skema Pembuatan Mikroorganisme Lokal... 23 2. Skema Pembuatan Eceng Gondok Fermentasi dengan MOL... 24 3. Skema Pembuatan Eceng Gondok Fermentasi dengan

(13)

ABSTRAK

DEPRISTIANA MANIK, 2014: “Kecernaan bahan kering dan bahan organik eceng gondok fermentasi pada domba lokal jantan lepas sapih”. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan NEVY DIANA HANAFI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecernaan bahan kering dan bahan organik eceng gondok yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal (MOL) dan Trichoderma terhadap domba lokal jantan lepas sapih. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 20 ekor domba lokal jantan. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari P0: Konsentrat + 100% rumput, P1: Konsentrat + (40% Rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL), P2: Konsentrat + (40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi Trichoderma), P3: Konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL, P4: Konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi

Trichoderma.

Hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), dimana rataan kecernaan bahan kering P0:50,57, P1:51,29, P2:51,17, P3:51,03, dan P4:52,04. Rataan kecernaan bahan organik P0:53,12,P1:53,95, P2:53,67, P3:53,54, dan P4:54,38. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemanfaatan pakan eceng gondok fermentasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan lepas sapih. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan eceng gondok yang difermentasi dengan MOL dan Trichoderma dalam pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan lepas sapih.

(14)

ABSTRACT

DEPRISTIANA MANIK 2014, " Digestibility of dry matter and organic matter fermentation of water hyacinth on local sheep male weaning". Guided by

TRI HESTI WAHYUNI and NEVY DIANAHANAFI.

This study aims to analyze the digestibility of dry matter and organic matter fermented water hyacinth with local microorganisms ( MOL ) and Trichoderma on local sheep male weaning.The research was conducted in August to November 2013 using 20 local sheep male weaning. The design used in this study was a completely randomized design with 5 ways and 4 replications . Treatment consists of P0: Concentrate+100% grass, P1: Concentrate+(40% grass+60% water hyacinth fermentation MOL), P2: Concentrate+(40% grass+60% water hyacinth fermentation of Trichoderma), P3:Concentrate+100% water hyacinth fermentation MOL, P4:Concentrate +100% Trichoderma fermented water hyacinth.

The results showed no significant difference (P> 0.05 ), where the average dry matter digestibility P0:50,57, P1:51,29, P2:51,17, P3:51,03, dan P4:52,04. The mean organic matter digestibility P0:53,12, P1:53,95, P2:53,67, P3:53,54, dan P4:54,38. The statistic analysis the fermentation of feed utilization of water hyacinth no significant effect on the digestibility of dry matter and organic matter on local sheep male weaning. The conclusion of the results is the utilization of water hyacinth fermented with MOL and Trichoderma and the feed is not different effect in increasing the digestibility of dry matter and organic matter on local sheep male weaning.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan umumnya berupa domba-domba lokal. Domba lokal memiliki ukuran yang relatif kecil, warna bulu yang seragam, ekor kecil dan tidak terlalu panjang, domba mempunyai perdagingan sedikit.

Pemenuhan pakan untuk konsumsi ternak membutuhkan alternatif sumber pakan lain yang melimpah seperti pemanfaatan limbah. Keberadaan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) ini lebih sering dianggap sebagai gulma air yang sangat merugikan manusia, karena menyebabkan pendangkalan sungai atau waduk serta menyebabkan penguapan air dan penurunan unsur hara yang cukup besar.

Eceng gondok ini bisa dimanfaatkan untuk makanan ternak, namun dalam pemanfaatannya harus dipertimbangkan karena kandungan serat kasar yang tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pengolahan, misalnya melalui teknologi fermentasi. Dengan fermentasi diharapkan mampu meningkatkan nilai gizi yang terkandung dalam eceng gondok.

(16)

murah adalah fermentasi dengan mikroorganisme lokal. Mikroorganisme yang dimaksud adalah Rhizopus sp (ragi tempe), Saccharomyces sp (ragi tape),

Lactobacillus sp (yoghurt) dan Trichoderma harzianum. Proses fermentasi juga bertujuan untuk menurunkan serat kasar suatu bahan pakan yang akan membantu dalam proses kecernaan.

Kecernaan suatu bahan pakan sangat penting diketahui karena dapat digunakan untuk menentukan nilai atau mutu suatu bahan pakan. Bahan kering suatu bahan pakan terdiri atas senyawa nitrogen, karbohidrat, lemak dan vitamin. Kecernaan suatu bahan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi kimia bahan pakan, komposisi ransum, bentuk fisik ransum, tingkat pemberian pakan dan faktor yang berasal dari ternak itu sendiri.

Pada umumnya, semakin tua hijauan seratnya akan semakin meningkat dan

protein kasarnya akan semakin menurun, dan sebaliknya jika hijauan muda seratnya

lebih rendah dan protein kasarnya akan semakin meningkat. Nuur (2004)

menyatakan bahwa enceng gondok yang difermentasi dengan Trichoderma harzianum nyata menurunkan serat kasar.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis berkeinginan untuk melakukan suatu penelitian dengan melihat dampak/pengaruh pemberian daun eceng gondok fermentasi dengan mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccaharomyces sp, dan

Lactobacillus sp) dan Trichoderma pada kecernaan domba lokal jantan lepas sapih.

Tujuan penelitian

(17)

Lactobacillus sp) dan Trichoderma terhadap domba lokal jantan lepas sapih.

Hipotesis penelitian

Pemberian eceng gondok fermentasi dengan mikroorganisme lokal

(Rhizopus sp, Saccaharomyces sp, dan Lactobacillus sp) dan Trichoderma dapat meningkatkan daya cerna bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan lepas sapih.

Kegunaan penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Domba

Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia. Sekitar 80% populasinya terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini mempunyai tubuh yang kecil sehingga disebut domba jawa atau domba gembel serta mampu hidup di daerah yang gersang (Mulyono, 1998).

Ciri-ciri domba ekor tipis termasuk golongan domba berperawakan kecil, dengan berat badan domba jantan 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg, bulu wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam di sekeliling mata, hidung, dan beberapa bagian tubuh lain, ekornya tidak menunjukkan adanya deposisi lemak, telinga umumnya medium sampai kecil dan sebagian berposisi menggantung, domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina umumnya tidak bertanduk, keunggulan domba ekor tipis ini adalah bersifat prolifik (dapat melahirkan anak kembar 2-5 ekor setiap kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi musim kawin, serta mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang bur

Pakan Domba

(19)

Menurut Hardianto (2000) ada beberapa pengertian tentang bahan pakan ternak yaitu sebagai: 1) Sumber serat yaitu adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan serat kasar (SK)>18% (contoh: limbah pertanian dan kulit biji polong-polongan). 2) Sumber energi yaitu bahan-bahan yang memiliki kadar protein kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18% atau dinding selnya kurang dari 35% (contoh: biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, umbi- umbian dan sisa penggilingan). 3) Sumber protein yaitu bahan-bahan yang memiliki kandungan protein kasar >20% (contoh: berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti bungkil, bekatul maupun yang bukan berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti silase ikan). 4) Sumber mineral yaitu bahan-bahan yang memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi, misalnya makanan berbutir dan umbi-umbian. 5) Pakan tambahan yaitu bahan-bahan tertentu yang ditambah kedalam ransum, seperti: obat-obatan, anti biotika, hormon, air dan zat flavour. Kebutuhan Nutrisi Domba dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Domba Berat

Sumber: National Research Council (1995).

Pertumbuhan Domba

(20)

pertumbuhan. Selain itu bobot tubuh pada awal fase penggemukan berhubungan dengan bobot dewasa (Soeparno, 1994).

Herman (2003) menyatakan bahwa domba mengalami pertumbuhan yang sangat cepat pada tahun pertama yaitu 50% bobot pada umur satu tahun dicapai dalam tiga bulan pertama, 25% pada tiga bulan kedua dan 25% berikutnya dicapai dalam enam bulan terakhir.

Domba jantan muda memiliki potensi untuk tumbuh lebih cepat dari pada domba betina muda, pertambahan bobot badan lebih cepat, konsumsi pakan lebih banyak dan penggunaan pakan yang lebih efisien untuk pertumbuhan badan (Anggorodi, 1990). Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan dan penggemukan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan dan penggemukan

BB BK Energi Ca P

Sumber: National Research Council (1995).

Eceng gondok

(21)

sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan, dan campuran pakan ternak. Eceng gondok hidup mengapung bebas bila airnya cukup dalam tetapi berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Tingginya sekitar 0,4-0,8 meter, daunnya tunggal dan berbentuk oval, ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.

Eceng gondok selain sebagai tanaman pengganggu perairan, tanaman ini dimanfaatkan manusia untuk mengatasi pencemaran, baik pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri maupun limbah rumah tangga. Eceng gondok dapat menyerap 50% N-organik dalam waktu 3,6 hari pada kolam pembersih limbah yang berasal dari daerah pertanian yang kotor, dan dapat juga menyerap timbunan logam yang berbahaya bagi kesehatan manusia seperti Cr, Cu, Cn, Hg dan Cd (Setyanto dan Warniningsih, 2011).

Eceng gondok mengandung protein kasar 6.31%; serat kasar 18,3; BETN 57%; Lemak kasar 0,9%; abu 12,6%; Ca 1,4%; dan P sebesar 0,3%. Eceng gondok mengandung anti nutrisi berupa nitrat 0,3%, oksalat 0,6% dan sianida 30 mg/kg basah (Fuskhah, 2000).

Fermentasi

(22)

karbohidrat, sedangkan asam amino dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu.

Pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium dan konidia. Pada proses fermentasi tahap awal, pertumbuhan kapang belum terlihat karena masih dalam tahap adaptasi. Selanjutnya pertumbuhan sel kapang meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah spora yang tumbuh di permukaan substrat (Supriyati et al.,1998).

Mikroorganisme Lokal Saccharomyces sp

Saccharomyces sp merupakan genus khamir/ragi/en:yeast yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces

merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan

saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces

dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-300C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces boullardii, dan Saccharomyces uvarum

(23)

Lactobacillus sp

Lactobacilus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerob fakultatif atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam tubuh manusia, bakteri ini dapat ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari

Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, acar, bir, anggur (minuman), cuka kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan “kultur awal” yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. Casei

dan L. Brevis adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat

Rhizhopus sp

(24)

coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif.

Rhizopus sp berproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson, 2006).

Menurut Handajani (2007), fermentasi bungkil kedelai memakai

Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan.

Mikroorganisme ini mempunyai sifat–sifat sebagai berikut :

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids

yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.

c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

(25)

mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair (Compost center, 2009). Komposisi zat-zat makanan eceng gondok fermentasi MOL dalam bahan kering dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi zat-zat makanan eceng gondok fermentasi MOL.

Zat-Zat Makanan Kandungan (%)

Protein kasar 9.79

Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (2013).

Trichoderma

Trichoderma merupakan salah satu jamur yang bersifat selulolitik yang potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa.

Trichoderma memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2006).

(26)

kasar pakan, sejalan dengan peningkatan kadar N dari urea dan aktivitas mikrobia, serta mampu meningkatkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik eceng gondok dengan melonggarkan ikatan ester antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa sehingga dapat mencerna pakan berserat (http://.id. Wikipedia. org. Pemanfaatan Daun Eceng Gondok sebagai Bahan Pakan. 2005).

Trichoderma harzianum mampu secara spesifik menghasilkan enzim selulase yang potensial untuk mendegradasi bahan lignoselulotik menjadi glukosa dan meningkatkan kandungan protein di dalam biomassa. Enzim-enzim yang dihasilkan dari golongan kapang diproduksi melalui proses fermentasi media padat (Darwis et al., 1990).

Trichoderma adalah salah satu fungi yang tersebar luas dan hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Fungi ini tumbuh pada kisaran suhu optimal 22-30°C. Miselium Trichoderma dapat menghasilkan suatu enzim yang bermacam-macam, termasuk enzim selulase glukanase dan kitinase. Oleh karena adanya enzim selulase, Trichoderma dapat tumbuh secara langsung di atas kayu yang terdiri atas selulosa sebagai polimer dari glukosa. Enzim selulase yang dihasilkan Trichoderma viride mempunyai kemampuan dapat memecah selulosa menjadi glukosa sehingga mudah dicerna oleh ternak. Selain itu Trichoderma viride mempunyai kemampuan meningkatkan protein bahan pakan. Oleh karena adanya enzim selulase, Trichoderma dapat tumbuh secara langsung di atas kayu yang terdiri atas selulosa sebagai polimer dari glukosa (Junaid, 2006).

(27)

Koloni kapang yang berwarna hijau tua dan bentuknya bola-bola konidia yang berwarna hijau yang melekat satu sama lain (Fardiaz, 1992). Komposisi zat-zat makanan eceng gondok fermentasi Trichoderma dalam bahan kering dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi eceng gondokdengan 1 gr Trichoderma harzianum.

Uraian Kandungan Nutrisi (%)

Protein kasar 19,56

Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2013)

Hijauan

Hijauan merupakan sumber bahan pakan ternak yang utama dan sangat besar peranannnya bagi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) baik untuk hidup pokok, pertumbuhan produksi (daging, susu) maupun untuk reproduksi. Persediaan rumput yang merupakan sumber pakan hijauan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh musim. Saat musim hujan, tanaman pakan ternak dapat tumbuh baik, sehingga kebutuhan pakan hijauan dapat tercukupi. Sebaliknya pada musim kemarau, tanaman hijauan yang dihasilkan akan sangat berkurang dalam jumlah dan kualitasnya. Untuk mengatasi hal ini umumnya peternak menggunakan limbah pertanian yang tersedia di sekitarnya untuk pakan ternaknya (Astuti et al., 2004).

(28)

(Handayanta, 2003).

Ternak ruminansia mampu mencerna hijauan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme didalam rumen. Makin tinggi populasinya akan semakin tinggi pula kemampuan mencerna selulosa (Siregar, 1994).

Konsentrat

Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein seperti bungkil inti sawit (BIS), dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kelapa, molases, ultra mineral, urea dan garam. Konsentrat untuk ternak domba umumnya disebut sebagai pakan penguat atau bahan baku pakan yang memiliki kandungan SK kurang dari 18% dan mudah dicerna. Penambahan konsentrat setiap hari sangat besar manfaatnya dan memungkinkan ternak domba untuk mengkonsumsi pakan yang lebih baik nilai gizinya, lebih palatabel serta merata setiap harinya. Tentu saja pemberian pakan seperti itu akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan pakan masuk ke alat pencernaan yang pada akhirnya konsumsi pakan akan mengalami peningkatan pula (Murtidjo, 1993). Tingkat Konsumsi dan Kecernaan

Kartadisastra, (1997) menyatakan bahwa tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri). Menurut Cahyono, (1998) konsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.

(29)

hidup dan menyesuaikan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, pakan yaitu sifat dan komposisi kimia pakan yang dapat mempengaruhi konsumsi (Kartadisastra, 1997)

Menurut Tillman et al., (1981) nilai koefisien cerna tidak tetap untuk setiap bahan pakan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Komposisi kimiawi

Daya cerna berhubungan dengan komposisi kimiawi nya. Serat kasar berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna oleh ternak ruminansia secara enzimatis.

2. Pengolahan pakan

Beberapa perlakuan terhadap bahan pakan seperti pemotongan, penggilingan dan pelayuan mempengaruhi daya cerna. Penggilingan yang halus dari hijauan menambah kecepatan jalannya bahan pakan melalui usus sehingga menyebabkan pengurangan daya cerna 5-15%.

3. Jumlah pakan yang diberikan

Penambahan jumlah pakan yang dimakan ternak akan mempercepat arus pakan kedalam usus, sehingga mempengaruhi daya cerna. Penambahan jumlah pakan sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan hidup pokok mengurangi daya cerna 1-2% penambahan yang lebih besar akan menyebabkan daya cerna akan semakin menurun.

4. Jenis ternak

(30)

rendah dibandingkan non ruminansia, disamping adanya peran mikroorganisme yang terdapat pada rumen.

Parakkasi (1995) menyatakan ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada bahan makanan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Variasi kapasitas produksi disebabkan oleh makanan pada berbagai jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%), kecernaan (25%) dan konversi hasil pencernaan produk yaitu sekitar 15%.

Kecernaan Pakan

Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah dan aktivitas mikroba dalam rumen. Kecernaan pakan adalah bagian pakan yang tidak dieksresikan dalam feses dan selanjutnya dapat diasumsikan sebagai bagian yang diserap oleh ternak. Selisih antara zat makanan yang dikandung dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada dalam feses merupakan bagian zat makanan yang dicerna (Mc Donald et al., 1995).

Menurut Mackie et al., (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna (Tillman et al., 1991).

(31)

diperoleh Soeharsono et al., (2004) yaitu sebesar 47,61%. Perbedaan ketiga penelitian ini disebabkan penggunaan bahan pakan yang berbeda. Perbedaan jenis bahan pakan tersebut menimbulkan kecernaan pakan yang berbeda pula, karena komposisi kimianya berbeda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan antara lain komposisi pakan dan jumlah pakan yang diberikan. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1998).

Sistem Pencernaan Ruminansia

Sistem pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalanannya menuju tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus. Disamping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran (ekskresi) bahan-bahan pakan yang tidak terserap atau tidak dapat kembali (Parakkasi,1995).

Frandson, (1992) menyatakan bagian-bagian sistem pencernaan adalah mulut, pharink, oesophagus (pada ruminansia merupakan perut depan atau forestomach), perut glandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas.

(32)

Pencernaan enzimatik atau kimawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al.,1991).

(33)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini

berlangsung selama 3 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu domba lokal jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 7.87 ± 2.18 kg, pakan konsentrat yang terdiri atas bungkil inti sawit, jagung, dedak padi, molases, mineral mix dan garam. Eceng gondok sebagai pengganti pakan rumput. MOL sebagai fermentator, Trichoderma sebagai fermentator pembanding, rodalon sebagai desinfektan dan air minum yang diberikan secara ad libitum serta obat–obatan seperti obat cacing (kalbazen) dan anti bloat untuk obat kembung.

Alat

(34)

diluar kandang dan alat tulis untuk menulis data.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan.

Ransum perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: P0: Konsentrat + 100 % Rumput

P1: Konsentrat + (40% Rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL) P2: Konsentrat + (40% Rumput + 60% eceng gondok fermentasi trichoderma harzianum)

P3: Konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL

P4: Konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi trichoderma harzianum

Model linear yang digunakan untuk rancangan acak lengkap (RAL) adalah : Yij = µ + σi + εij

Dimana :

Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan

ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan/nilai tengah

σI = Efek dari perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (Hanafiah, 2000).

Analisis Data

(35)

perlakuan yang terbaik. Dari 5 perlakuan dapat disusun 4 pembandingan linier ortogonal kontras sebagai berikut:

Perlakuan Keterangan

P0 vs P1P2P3P4 Pakan konsentrat + 100% rumput dibandingkan dengan

konsentrat + (40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi MOL) dengan konsentrat + (40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi trichoderma harzianum) dengan konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL dengan konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi trichoderma harzianum

P1 vs P2P3P4 Pakan konsentrat + (40% rumput + 60% eceng gondok

fermentasi MOL) dibandingkan dengan konsentrat + (40% rumput + 60% eceng gondok fermentasi trichoderma harzianum) dengan konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL dengan konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi trichoderma harzianum

P2 vs P3P4 Pakan konsentrat + (40% rumput + 60% eceng gondok

fermentasi trichoderma harzianum) dibandingkan dengan konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL dengan konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi trichoderma harzianum

P3 vs P4 Pakan konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi MOL

dibandingkan dengan konsentrat + 100% eceng gondok fermentasi trichoderma harzianum

Pembandingan linier ortogonal kontras menggunakan persyaratan sebagai berikut: 1. Jumlah koefisien pembanding sama dengan nol ∑ki = 0)

2. Jumlah perkalian koefisien dua pembanding sama dengan nol (∑ki ki = 0)

3. Jumlah kuadrat = Qi 2

��∑�i2

Qi = Jumlah perkalian koefisien pembanding dengan total tiap perlakuan

r = ulangan

(36)

Kaidah Keputusan

• Bila Fhit < F0,05 perlakuan tidak berbeda nyata (terima H0/tolak H1). • Bila Fhit ≥ F0,05 perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1) • Bila Fhit ≥ F0,01 perlakuan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H1)

Peubah Yang Diamati

1. Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik).

Konsumsi bahan kering dan bahan organik adalah diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratorium.

Konsumsi Pakan = Pakan yang diberikan (dalam % BK) – pakan yang sisa (dalam % BK).

2. Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Kecernaan bahan kering dapat diukur dengan menghitung berdasarkan rumus:

KcBK = (Konsumsi BK – Pengeluaran BK) Konsumsi BK

x 100%

Konsumsi dan pengeluaran feses (BK) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama periode koleksi yaitu selama satu minggu.

3. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Kecernaan bahan organik diukur dengan menghitung berdasarkan rumus: KcBO = (Konsumsi BO – Pengeluaran BO)

Konsumsi BO

x 100%

(37)

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Mikroorganisme Lokal

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke Dalam galon kapasitas 19 liter

Dimasukkan air tebu sebanyak 1 ½ liter

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan yoghurt sebanyak ± 30cc

Diaduk bahan sampai merata

Ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama 3 hari

MOL siap digunakan

(Ginting, 2009)

(38)

Pembuatan Eceng Gondok Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal

(Ginting, 2009)

Gambar 2. Skema Pembuatan Eceng Gondok Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal

Dicincang Eceng gondok

Dicampur dedak (500 kg eceng gondok 3% dedak) Dibolak-balik dengan sekop atau garpu

Disiram dengan mikroorganisme lokal yang sudah jadi Diaduk rata

(39)

Pembuatan Eceng Gondok Fermentasi dengan Trichodermaharzianum Dikeringkan eceng gondok dibawah sinar matahari

sampai 80% kering

Dikukus eceng gondok selama 30 menit Didinginkan selama 15 menit

Diserakkan diatas terpal

Ditaburkan Trichoderma harzianum dengan perbandingan 1500

Trichoderma harzianum dilarutkan dengan 1500 ml air sumur Diaduk secara merata dengan garpu atau sekop

Ditutup dengan plastik yang sudah dilobangi Dibiarkan selama 3 hari

Digunakan sebagai pakan

Gambar 3. Skema Pembuatan Eceng Gondok Fermentasi dengan Trichoderma

harzianum

Pembuatan Kandang

Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan pengapuran pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan.

Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan Rhodallon (dosis 10 ml/ 2,5 liter air).

Persiapan Domba

(40)

Pengacakan Domba

Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor. Penempatan domba dengan sistem acak yang tidak membedakan bobot badan domba. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan domba.

Pemberian Pakan dan Minum

Pakan yang digunakan adalah eceng gondok fermentasi, rumput dan konsentrat, pemberian air minum secara ad libitum dimana air minum diganti setiap hari dan tempatnya dicuci bersih. Pemberian pakan eceng gondok fermentasi, rumput dan konsentrat diberikan 2 x sehari.

Pemberian Obat-Obatan

Ternak domba sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu diberikan obat cacing Kalbazen selama adaptasi untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan, sedangkan obat lainnya diberikan apabila ternak sakit dan disesuaikan.

Metode Pengambilan Sampel

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering domba lokal jantan dihitung dari total konsumsi eceng gondok dan konsentrat yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya. Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa pemeliharaan domba lokal jantan. Data konsumsi bahan kering domba disajikan sebagai berikut:

Tabel 5. Rataan konsumsi bahan kering pakan domba lokal jantan (g/ekor/hari).

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

U1 U2 U3 U4 TOTAL 472,03 g/ekor/hari; P3 sebesar 491,52 g/ekor/hari; P4 sebesar 432,80 g/ekor/hari;

dengan rataan konsumsi bahan kering pakan domba lokal jantan sebesar 476,78 g/ekor/hari.

(42)

eceng gondok berbeda setiap perlakuannya dan kecenderungan konsumsi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 karena tingkat palatabilitas nya yang disukai oleh ternak. Hasil analisis yang tidak berbeda nyata mengindikasikan bahwa eceng gondok dengan berbagai pengolahan tersebut mempunyai kandungan nutrisi dan palatabilitas yang berbeda hal ini dapat dilihat dari hasil analisa laboratorium yang menunjukkan bahwa kandungan Protein Kasar (PK) yang difermentasi MOL diperoleh sebesar 9.8% dan Protein Kasar (PK) yang dihasilkan dari fermentasi Trichoderma harzianum diperoleh sebesar 19.6% dan ternak yang digunakan homogen baik dari bobot badan maupun umurnya.

Hal ini dapat dikatakan bahwa perlakuan secara fermentasi dengan penggunaan Trichoderma harzianum mampu menaikkan PK tetapi menunjukkan tingkat palatabilitas yang rendah, hal ini dapat disebabkan aroma yang ditimbulkan hasil fermentasi tersebut yaitu berbau tanah.

Konsumsi Bahan Organik

(43)

Tabel 6. Rataan konsumsi bahan organik pada domba lokal jantan (g/ekor/hari).

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

U1 U2 U3 U4 TOTAL

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa rataan konsumsi pakan pada perlakuan P0 sebesar 488,67 g/ekor/hari; P1 sebesar 433,4 g/ekor/hari; P2 sebesar 477,32 g/ekor/hari; P3 sebesar 455,1 g/ekor/hari; P4 sebesar 398,65 g/ekor/hari;

dengan rataan konsumsi bahan kering pakan domba lokal jantan sebesar 444,63 g/ekor/hari.

Pemberian eceng gondok dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik pakan domba lokal jantan. Hal ini sejalan dengan rataan konsumsi bahan kering yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05), ini disebabkan karena pola konsumsi bahan organik sejalan dengan pola konsumsi bahan kering. Bahan kering terdiri dari bahan organik dan abu sehingga besarnya konsumsi bahan organik berbanding lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering. Didukung juga oleh Tillman et al. (1991), yang mengatakan sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering.

Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

(44)

Tabel 7. Uji ortogonal kontras terhadap kecernaan bahan kering Ket: tn : tidak berbeda nyata

Hasil uji ortgonal kontras diatas menunjukkan bahwa perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, dengan nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) pakan pada penelitian ini berkisar antara 50,57% - 52,04% dengan rataan kecernaan bahan kering sebesar 51,22% (Lampiran 3). Dimana kisaran normal kecernaan bahan kering menurut Schneider dan Flatt (1975) dan Sutardi (1979) yaitu 50,7-60%. Kecernaan bahan kering dari hasil penelitian ini masih berada di nilai normal karena kandungan nutrisi dari masing-masing pakan mengandung nutrisi lebih baik. Dimana kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan tersebut, berarti semakin baik kualitasnya. Selain itu menurut Ranjhan (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering, yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam ransum tersebut

(45)

jantan. Dari hasil penelitian diketahui kecernaan bahan kering tertinggi diperoleh dari perlakuan P4 dimana eceng gondok diolah secara 100% fermentasi

Trichoderma harzianum + konsentrat yaitu sebesar 51.66%. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan eceng gondok dengan P4 mampu menyediakan energi bagi mikroba rumen sehingga mampu mencerna pakan. Menurut Mackie et.al (2002) adanya aktifitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Pemberian mikroba yang berbeda pada pakan penelitian dapat mempengaruhi kecernaan yang berbeda pula sehingga menghasilkan perbedaan yang tidak berbeda nyata pada kelima perlakuan pakan.

Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Kecernaan bahan organik dihitung dengan cara bahan organik konsumsi dikurangi dengan bahan organik dibagi dengan bahan organik konsumsi setelah itu dikalikan 100%.

Tabel 8. Uji ortogonal kontras terhadap kecernaan bahan organik

SV dB JK KT Fhit F tabel Ket: tn : tidak berbeda nyata

(46)

kecernaan bahan organik menunjukkan jumlah zat-zat makanan seperti lemak, karbohidrat, protein yang dapat dicerna oleh ternak. Nilai kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan tersebut. Nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak. Berbeda dengan nilai KCBK, nilai KCBO penelitian ini lebih rendah dari nilai normal.

Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa pemberian eceng gondok dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan organik pada domba lokal jantan. Hal ini sejalan dengan kecernaan bahan kering, apabila perlakuan tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering maka perlakuan juga tidak mempengaruhi kecernaan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al (1991) yang berpendapat bahwa kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi kecernaan bahan organik dimana kecernaan bahan organik menggambarkan ketersediaan nutrien dari pakan dan menunjukkan nutrien yang dapat dimanfaatkan ternak.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

(47)

Tabel 9. Rekapitulasi hasil penelitian kecernaan eceng gondok dengan teknologi pakan pada domba jantan lokal

Perlakuan Konsumsi BK

Ket: tn= tidak berbeda nyata

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka didapat kesimpulan: Pemanfaatan eceng gondok yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal (Rhizopus sp, Saccharomyces sp, dan Lactobacillus sp) dan Trichoderma harzianum dalam pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan lepas sapih.

Saran

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT.Gramedia. Jakarta.

Arora, S. P. 1995. Microbial Digestion in Ruminants. Indian Council of Agricultural Research, New Delhi.

Astuti P, S. Sukarni. 2004. Kinerja Domba Lokal yang Mendapatkan Limbah Padat (Blotong ) Industri Pabrik Gula. Karanganyar: APEKA.

Cahyono, B., 1998. Beternak Kambing dan Domba. Kanisius, Yogyakarta

Compost Centre. 2009. GuidelinesTraining On Compost: A Takakura Method. Sumatera Utara University Campus, Medan.

Darwis, AA, E Sukara, DE Amiroenas, M Syahbana, dan R Purnawati. 1990.

Produksi Enzim Selulase dan Biomassa untuk Pakan Ternak dari Biokonversi Pod Coklat Oleh Trichoderma viride. Med Pet 8 (4) : 13. Dodiandri. 1997. Pengaruh Penggantian Sebagian Ransum Basal Dengan Eceng

Gondok (Eichhornia crassipes) Atau Azolla (Azolla pinnata) Terhadap Daya Cerna Serat Kasar Dan Energi Termetabolisme Pada Ternak Itik Jantan Mojosari. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas, Padang. Elita, A. S. 2006. Studi perbandingan penampilan umum dan kecernaan pakan

pada kambing dan domba lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Fuskhah, E. 2000. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) sebagai Alternatif

Sumber Bahan Pakan, Industri dan Kerajinan. Jurnal Ilmiah Sainteks VII (4):226-234.

Ginting. N. 2009. Pembuatan Takakura dan Mikroorganisme lokal (MOL).

Compos center Pertanian. USU.Medan

Hanafiah, A. H., 2000. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang

Handajani, H., 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah, Malang.

(50)

Hardianto. R., 2000. Teknologi Complete Feed Sebagai Alternatif Pakan Ternak Ruminansia. Makalah BPTP Jawa Timur, Malang.

Harman, G. E. 2006. Trichoderma spp., including T. harzianum, T. viride, T.koningii, T.hamatum and other spp. Deuteromycetes, Moniliales (asexualclassificationsystem).

Hardjosworo, P. S. dan M.S. Rukmiasih, M. S. 2000. Meningkatkan Produksi Daging. Penebar Swadaya. Yogyakarta.

Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman, 1990. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Herman, R. 2003. Budidaya Ternak Ruminasia Kecil. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

http://.id.wikipedia.org. Pemanfaatan Daun Eceng Gondok Sebagai Bahan Pakan Ruminansia. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang 2005.

http://.id.wikipedia.org. Pemanfaatan mikrorganisme lokal. 2013.

Ciri-ciri domba Sumatera (domba ekor tipis). 2013

Junaid, M. 2006. Kemampuan Cendawan Trichoderma Sp. Menghasilkan Enzim Kitinase, B-1,3 Glukanase, Kutinase serta Daya Tumbuh In Vitro di Permukaan Bunga dan Buah Kakao. Tesis tidak diterbitkan. SSP. PPS Unhas, Makassar.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak

Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.

Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. 2005. Progarm Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. 2013. Progarm Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mackie, R. I, C. S. McSweeney and A.v Klieve. 2002. Microbial Ecology of The Ovine Rumen. Dalam: M. Freer dan H. Dove (Ed). Sheep Nutrition. CSIRO Plant Industry. Canberra. Australia. P: 73-80.

Mc donald, P., R.A Edwards, J.F.D. Greenhalg, C.A. Morgan. 1995. Animal Nutrition, 5th Edition. John Wiley & Sons inc., New York.

(51)

Murtidjo, B. A., 1993. Memelihara Domba. Kanisius. Yogyakarta.

Nuur, M. M. 2004. Pengaruh Fermentasi Enceng Gondok (Eichornia crassipes) dengan Trichoderma harzianum terhadap kadar protein kasar dan serat kasar. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Malang. National Research Council. 1995. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Revised

Edition. National Academy Press, Washington. D.C

Onilude, A. A.1996. Effect of cassavar cultivar, age and pretreatment processes of celuloce and xylanase production from cassavar waste by Trichoderma harzianum. Journal pf Basic Microbiology 36,421-431.

Parakkasi, A., 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. UI-Press, Jakarta.

Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart dan Winston. Texas.

Ranjhan, S. K., 1997. Animal Nutrition and Feeding Practice In India. Vikan Pub. House PVT Ltd. New Delhi.

Rianto, E., D. Anggalina, S. Dartosukarno, dan A. Purnomoadi. 2006. Pengaruh metode pemberian pakan terhadap produktivitas domba ekor tipis. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006, Bogor. Hal: 361-364.

Schneider, B.H.dan W.P.Flatt.1975. The Evaluation of Feeds Through Digestibility Experiment. The University Of Georgia Press, New York Setyanto, K dan Warniningsih. 2011. Pemanfaatan Eceng Gondok Untuk

Membersihkan Kualitas Air Sungai. Teknologi Technoscientia. Vol. 4, No.2

Siregar, S.B., 1994. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soeharsono dan A. Musofie. 2004. Substitusi bahan pakan konsentrat dengan gaplek-urea yang dikukus terhadap konsumsi dan kecernaan pada domba lokal. J. Pengembangan Peternakan Tropis, Edisi Spesial Oktober 2004: 51-55.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

(52)

Sutardi. 1979. Standarisasi Mutu Protein Bahan Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter Metabolisme oleh Mikrobia Rumen. Proyek Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Supriyati, T. Purwadaria., A. P. Sinurat., H. Hamid., I. P. Kompiang., 1998.

Fermentasi Bungkil Inti Sawit Secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger JITV 3(3):166.

Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo., 1981. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(53)

Lampiran 3. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

U1 U2 U3 U4 TOTAL Ket: - = ternak sudah mati sebelum diteliti

SK dB JK KT Fhitung F0,05 F0,01

Perlakuan 4 460,55 115,14 0,79 3,06 4,89 Galat 14 2042,15 145,87

Total 18 2502,70 139,04 Ket: tn= tidak berbeda nyata

(54)

Lampiran 5. Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

U1 U2 U3 U4 TOTAL Ket: - = ternak sudah mati sebelum diteliti

SK dB JK KT Fhitung F0,05 F0,01

Perlakuan 4 524.92 131.23 0.82 3.06 4.89 Galat 14 2234,71 159,62

Total 18 2759,63 153,31 Ket: tn= tidak berbeda nyata

(55)
(56)
(57)

Lampiran 3. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

U1 U2 U3 U4 TOTAL Ket: - = ternak sudah mati sebelum diteliti

SK dB JK KT Fhitung F0,05 F0,01

Perlakuan 4 460,55 115,14 0,79 3,06 4,89 Galat 14 2042,15 145,87

Total 18 2502,70 139,04 Ket: tn= tidak berbeda nyata

(58)

Lampiran 5. Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

U1 U2 U3 U4 TOTAL Ket: - = ternak sudah mati sebelum diteliti

SK dB JK KT Fhitung F0,05 F0,01

Perlakuan 4 524.92 131.23 0.82 3.06 4.89 Galat 14 2234,71 159,62

Total 18 2759,63 153,31 Ket: tn= tidak berbeda nyata

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Domba
Tabel 2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan dan penggemukan
Tabel 3. Komposisi zat-zat makanan eceng gondok fermentasi MOL.
Tabel 4. Kandungan nutrisi eceng gondok dengan 1 gr Trichoderma harzianum.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perpustakaan IPB sebagai pembina perpustakaan fakultas mengadadakan kegiatan pembinaan perpustakaan fakultas yang ada di lingkungan IPB dengan tujuan: (1)

Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda

Secara keseluruhan, hasil parameter pengujian keempat sampel menunjukkan bahwa sampel yang di ambil di desa mitra yaitu Desa Glagah Arum dan Desa Gedang

Entitas mengungkapkan informasi yang disyaratkan oleh (a)-(f) untuk setiap unit penghasil kas (kelompok dari unit) untuk mana jumlah tercatat dari goodwill atau aset tidak

S ensor fluxgate bekerja dengan cara membangkitkan medan magnet untuk dirinya sendiri sebagai medan magnet acuan, jika terdapat bahan magnet yang bergetar pada posisi x

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kepolisian Resort Kota Pangkalpinang bahwa yang menjadi salah satu faktor peyebab terjadiya prostitusi tersebut yaitu faktor

Pangkalpinang dalam penegakan hukum penyedia jasa prostitusi. Dapat memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan

Program revitalisasi pasar tradisional di Pasar Bulu Kota Semarang dikatakan belum efektif karena belum adanya perubahan mindset pedagang dari pasar tradisional