• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil sidik ragam beberapa varietas berbeda tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), jumlah daun diatas tongkol (helai), kelengkungan daun, dan umur berbunga bunga jantan (hari). Namun berbeda nyata terhadap umur berbunga bunga betina.

Dari hasil sidik ragam persilangan resiprok beberapa varietas berbeda tidak nyata terhadap umur panen (hari), jumlah biji per tongkol (biji), bobot 100 biji (g), dan laju pengisian biji (g/hari). Namun berbeda nyata terhadap jumlah baris per tongkol (baris), bobot biji per tongkol (biji), dan produksi biji kering per plot (g).

Tinggi tanaman (cm)

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 2 s/d 7 MST dapat dilihat pada Lampiran 1 s/d 12. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman 7 MST.

Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa varietas

Varietas

Tinggi tanaman pada umur tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST A 22.25b 30.86b 47.59 79.96 113.79 154.02 B 33.12a 47.58a 72.16 108.21 145.64 191.63 C 32.02a 43.91a 60.62 102.39 138.85 180.93 D 20.82b 32.89b 53.05 84.21 123.84 154.72 E 29.37a 39.78a 63.86 100.21 133.69 174.71 F 20.22c 26.56b 47.86 72.93 116.36 155.39

Dari Tabel 1 dapat dilihat rataan tinggi tanaman 7 MST yang tertinggi terdapat pada varietas B yaitu 191.63 cm dan yang terendah pada varietas A yaitu 154.02 cm.

Jumlah daun (helai)

Hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah daun 2 s/d 7 MST dapat dilihat pada Lampiran 13 s/d 24. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun 7 MST.

Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan jumlah daun dari beberapa varietas

Varietas

Jumlah daun pada umur tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST A 8.67 4.16 5.16 5.99 7.41 8.66 B 10.33 4.83 5.83 6.24 8.49 10.33 C 9.66 4.24 5.08 6.07 8.16 9.66 D 8.41 3.66 4.49 5.41 7.33 8.41 E 8.83 4.33 5.24 5.91 7.74 8.83 F 8.83 4.16 4.74 5.66 7.32 8.83

Dari Tabel 2 dapat dilihat rataan jumlah daun pada 7 MST yang tertinggi terdapat pada varietas B yaitu 10.33 helai dan yang terendah pada varietas D yaitu 8.41 helai.

Jumlah daun diatas tongkol (helai)

Hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah daun diatas tongkol dapat dilihat pada Lampiran 25. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas k berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun diatas tongkol.

Rataan jumlah daun diatas tongkol dari beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah daun diatas tongkol dari beberapa varietas

Varietas Jumlah daun Diatas Tongkol

A 4.99 B 5.83 C 5.24 D 5.58 E 5.41 F 5.41

Dari Tabel 3 dapat dilihat rataan jumlah daun diatas tongkol yang tertinggi terdapat pada varietas B yaitu 5.83 helai dan yang terendah pada varietas A yaitu 4.99 helai.

Kelengkungan daun

Hasil pengamatan sidik ragam dari kelengkungan daun dapat dilihat pada Lampiran 31. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap kelengkungan daun.

Rataan kelengkungan daun dari beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan kelengkungan daun dari beberapa varietas

Varietas kelengkungan daun

A 0.57 B 0.64 C 0.64 D 0.62 E 0.64 F 0.63

Dari Tabel 4 dapat dilihat rataan jumlah daun diatas tongkol yang tertinggi terdapat pada varietas B; C, dan E yaitu 0.64 dan yang terendah pada varietas A yaitu 0.57.

Umur berbunga bunga jantan (hari)

Hasil pengamatan sidik ragam dari umur berbunga bunga jantan dapat dilihat pada Lampiran 25. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap umur berbunga bunga jantan.

Rataan umur berbunga bunga jantan dari beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan umur berbunga bunga jantan dari beberapa varietas

Varietas Umur keluar bunga jantan

A 54.66 B 55.41 C 55.17 D 58.08 E 56.49 F 59.33

Dari Tabel 5 dapat dilihat rataan umur berbunga bunga jantan yang tertinggi terdapat pada varietas F yaitu 59.33 dan yang terendah pada varietas A yaitu 54.66.

Umur berbunga bunga betina (hari)

Hasil pengamatan sidik ragam dari umur keluar bunga betina dapat dilihat pada Lampiran 27. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur keluar bunga betina.

Rataan umur keluar bunga betina dari prok beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan umur keluar bunga betina dari beberapa varietas

Varietas Umur keluar bunga betina

A 59.58b B 59.06b C 57.41b D 65.16a E 59.25b F 62.49a

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Rataan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada taraf 5%.

Dari Tabel 6 dapat dilihat rataan umur keluar bunga betina yang tertinggi terdapat pada varietas D yaitu 65.16 hari dan yang terendah pada varietas C yaitu 57.41 hari.

Histogram umur keluar bunga betina dari beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 1. 52 54 56 58 60 62 64 66 A x B B x A C x D D x C E x F F x E P e rsila ng a n U m u r K e lu a r B u n g a B e ti n a ( h a ri )

Umur panen (hari)

Hasil pengamatan sidik ragam dari umur panen dapat dilihat pada Lampiran 33. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok berbeda tidak nyata terhadap umur panen.

Rataan umur panen dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan umur panen dari persilangan resiprok beberapa varietas

Persilangan Umur panen

A x B 95.08 B x A 96.5 C x D 95 D x C 97.58 E x F 96 F x E 97.5

Dari Tabel 7 dapat dilihat rataan umur panen pada persilangan A x B yaitu 95.08 hari dan resiproknya B x A yaitu 96.5 hari.

Pada persilangan C x D rataan umur panen yaitu 95 hari sedangkan pada resiproknya C x D yaitu 97.58 hari.

Pada persilangan E x F rataan umur panen yaitu 96 hari sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 97.5 hari.

Jumlah biji per tongkol (biji)

Hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah biji per tongkol dapat dilihat pada Lampiran 37. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok berbeda tidak nyata terhadap jumlah biji per tongkol.

Rataan jumlah biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan jumlah biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas

Persilangan Jumlah biji per tongkol

A x B 228.25 B x A 362.83 C x D 378.83 D x C 334.92 E x F 397.99 F x E 305.82

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan Jumlah biji per tongkol pada persilangan A x B yaitu 228.25 biji dan resiproknya B x A yaitu 362.83 biji

Pada persilangan C x D rataan Jumlah biji per tongkol yaitu 378.83 biji sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 334.92 biji

Pada persilangan E x F rataan Jumlah biji per tongkol yaitu 397.99 biji sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 305.82 biji.

Bobot 100 biji (g)

Hasil pengamatan sidik ragam dari bobot 100 biji dapat dilihat pada Lampiran 41. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok berbeda tidak nyata terhadap bobot 100 biji.

Rataan bobot 100 biji dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan bobot 100 biji dari persilangan resiprok beberapa varietas

Persilangan bobot 100 biji

A x B 26.37 B x A 29.97 C x D 29.42 D x C 29.91 E x F 29.65 F x E 25.81

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan bobot 100 biji pada persilangan A x B 26.37 g dan resiproknya B x A yaitu 29.97 g

Pada persilangan C x D rataan bobot 100 biji yaitu 29.42 g sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 29.91 g

Pada persilangan E x F rataan bobot 100 biji yaitu 29.65 g sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 25.81 g.

Laju pengisian biji (g/hari)

Hasil pengamatan sidik ragam dari laju pengisian biji dapat dilihat pada Lampiran 43. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok berbeda tidak nyata terhadap laju pengisian biji.

Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan laju pengisian biji dari persilangan resiprok beberapa varietas

Persilangan laju pengisian biji

A x B 2.39 B x A 2.89 C x D 2.95 D x C 3.36 E x F 3.14 F x E 2.46

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan laju pengisian biji pada persilangan A x B 2.39 g/hari dan resiproknya B x A yaitu 2.89 g/hari

Pada persilangan C x D rataan laju pengisian biji yaitu 2.95 g/hari sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 3.36 g/hari

Pada persilangan E x F rataan laju pengisian biji yaitu 3.14 g/hari sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 2.46 g/hari.

Jumlah baris per tongkol (baris)

Hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah baris per tongkol dapat dilihat pada Lampiran 35. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok berbeda nyata terhadap jumlah baris per tongkol.

Rataan jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas

Persilangan Jumlah baris per tongkol

A x B 12.25b B x A 13.58a C x D 14.33a D x C 14.16a E x F 14.92a F x E 12.75b

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Rataan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada taraf 5%.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan jumlah baris per tongkol pada persilangan A x B 12.25 baris dan resiproknya B x A yaitu 13.58 baris

Pada persilangan C x D rataan jumlah baris per tongkol yaitu 14.33 baris sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 14.16 baris

Pada persilangan E x F rataan jumlah baris per tongkol yaitu 14.92 baris sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 12.75 baris

Histogram jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 2.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

AxB BxA CxD DxC ExF FxE

Ju m la h B a ri s p e r T o n g ko l (b a ri s) Persilangan

Gambar 2. Histogram jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas

Bobot biji per tongkol (g)

Hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot biji per tongkol dapat dilihat pada Lampiran 39. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok berbeda nyata terhadap bobot biji per tongkol.

Rataan bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas

Persilangan bobot biji per tongkol

A x B 84.38b B x A 125.17a C x D 100.14b D x C 113.26a E x F 126.84a F x E 91.06b

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Rataan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada taraf 5%.

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan bobot biji per tongkol pada persilangan A x B 84.38 g dan resiproknya B x A yaitu 125.17 g

Pada persilangan C x D rataan bobot biji per tongkol yaitu 100.14 g sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 113.26 g

Pada persilangan E x F rataan bobot biji per tongkol yaitu 126.84 g sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 91.06 g

Histogram bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 3.

0 20 40 60 80 100 120 140

AxB BxA CxD DxC ExF FxE

B o b o t B ij i p e r T o n g k o l (g ) Persilangan

Gambar 2. Histogram bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas

Produksi biji kering per plot (g)

Hasil pengamatan dan sidik ragam dari produksi biji kering per plot dapat dilihat pada Lampiran 45. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok berbeda nyata terhadap produksi biji kering per plot.

Rataan produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa varietas

Persilangan produksi biji kering per plot

A x B 759.17b B x A 786.09b C x D 794.69b D x C 787.96b E x F 883.43a F x E 660.59c

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Rataan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada taraf 5%.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan produksi biji kering per plot pada persilangan A x 759.17 g dan resiproknya B x A yaitu 786.09 g

Pada persilangan C x D rataan produksi biji kering per plot yaitu 794.69 g sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 787.96 g

Pada persilangan E x F rataan produksi biji kering per plot yaitu 883.43 g sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 660.59 g.

Histogram produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat dilihat pada gambar 4.

0 200 400 600 800 1000

AxB BxA CxD DxC ExF FxE

P ro d u k is i B ij i K e ri n g /P lo t (g ) Persilangan

Gambar 2. Histogram produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa varietas

Pendugaan Parameter Genetik Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing karakter dapat

dievaluasi. Nilai duga heritabilitas (h2) dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan

kriteria heritabilitas diperoleh 8 (delapan) komponen yang mempunyai heritabilitas tinggi, terdapat 4 (empat) komponen hasil yang mempunyai heritabilitas sedang dan terdapat 1 (satu) komponen hasil yang mempunyai heritabilitas rendah.

Tabel 5. Nilai duga Heritabilitas untuk masing-masing komponen hasil

Komponen hasil (h2)

Tinggi Tanaman (cm) 0.610t

Jumlah Daun (helai) 0.600t

Jumlah Daun diatas Tongkol (helai) 0.645t

Kelengkungan Daun 0.237s

Umur Keluar bunga Jantan (hari) 0.359s

Umur Keluar bunga Betina (hari) 0.856t

Umur Panen (hari) 0.146r

Jumlah Baris per Tongkol (baris) 0.760t

Jumlah biji per tongkol (biji) 0.619t

Bobot biji per Tongkol (g) 0.913t

Bobot 100 biji (g) 0.456s

Laju Pengisian biji (g/hari) 0.477s

Keterangan :

r = Rendah

s = Sedang

t = Tinggi

Pengujian Daya Gabung Khusus

Nilai efek daya gabung khusus terhadap karakter umur keluar bunga betina, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, dan produksi biji kering per plot dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Nilai efek daya gabung khusus karakter umur berbunga bunga betina, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, dan produksi biji kering per plot

Efek DGK

Persilangan Umur keluar

bunga betina (hari)

Jumlah baris per tongkol

(baris)

Bobot biji per tongkol

(g)

Produksi biji kering per plot

(g) A x B B x A C x D D x C E x F F x E 37.16 36.03 32.41 40.16 31.91 37.91 7.53 8.86 8.28 8.11 9.29 7.12 43.67 84.46 57.46 70.68 81.96 46.18 453.73 480.64 470.55 463.82 578.61 355.77

Pembahasan

Karakter Generatif

Hasil analisis data secara statistik (lampiran 3-14) menunjukkan bahwa beberapa varietas berbeda nyata terhadap karakter umur berbunga bunga betina dimana rataan umur berbunga bunga betina yang tertinggi terdapat pada varietas D sebesar 65.16 hari dan yang terendah pada varietas C sebesar 57.41 hari. Hal ini tidak sesuai dengan deskripsi tanaman dimana pada varietas D umur keluar rambut adalah + 57 hari namun kondisi dilapangan umur keluar rambut adalah 65.16 hari. Hal ini terjadi karena perbedaan lingkungan tempat tumbuh sehingga varietas D harus beradaptasi dengan lingkungan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar asalkan keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologis proses kehidupan.

Dari hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pengujian persilangan resiprok berbeda nyata terhadap karakter jumlah baris pertongkol dimana rataan jumlah baris per tongkol tertinggi terdapat pada persilangan E x F sebesar 14.92 baris dan yang terendah pada persilangan A x B sebesar 12.25 baris.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil pada generasi F1 pada

persilangan E x F dengan para tetuanya berdasarkan deskripsi varietas akibat dari dua galur disilangkan. Hal ini sesuai dengan literatur Makmur (1992) yang menyatakan bahwa Ketegaran hibrid atau heterosis didefenisikan sebagai

meningkatnya ketegaran (vigor) dan besar turunan F1 melebihi kedua tetua, bila

bertujuan untuk menciptakan populasi baru yang menggabungkan sifat – sifat baik yang diinginkan dari kedua tetua.

Dari hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pengujian persilangan resiprok berbeda nyata terhadap karakter bobot biji per tongkol dimana rataan bobot biji per tongkol tertinggi terdapat pada persilangan E x F yaitu 126.84 g dan yang terendah pada persilangan A x B yaitu 84.38 g. Hal ini disebabkan oleh karena penyerbukan yang tidak sempurna akibat terlambatnya umur berbunga bunga varietas A sedangkan varietas B telah berbunga sehingga kesempatan untuk penyerbukan silang antar varietas menjadi kecil. Terjadinya perbedaan umur berbunga diakibatkan oleh lingkungan yaitu curah hujan yang tinggi pada saat proses pemasakan bunga yang mengakibatkan serbuk sari terbuang sehingga tanaman tidak dapat berproduksi secara optimal. Hal ini sesuai dengan literatur Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa untuk dapat berkembang dengan baik dan menyelesaikan siklus hidupnya secara lengkap, tanaman membutuhkan keadaan lingkungan tumbuh yang optimum untuk mengekspresikan program genetiknya secara penuh.

Dari hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pengujian persilangan resiprok berbeda nyata terhadap karakter Produksi biji kering per plot dimana rataan Produksi biji kering per plot tertinggi terdapat pada persilangan E x F sebesar 883.43 g dan yang terendah pada persilangan A x B sebesar 759.17 g. Hal ini disebabkan oleh karena curah hujan yang tinggi pada saat proses penyebukan silang. Hujan yang berlangsung terus menerus mengakibatkan serbuk sari menjadi busuk serta angin yang kencang menyebabkan serbuk sari terbuang percuma. Rambut – rambut (silks) bunga betina tidak diserbuki semua sehingga

persentase biji yang jadi tidak 100%. Hal ini sesuai dengan litaratur Loveless (1989) yang menyatakan bahwa Bunga betina atau sering disebut tongkol. Muncul dari ujung tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks), yaitu kepala putik. Setiap rambut di hubungkan oleh tangkai putik yang panjang ke bakal buah tunggal yang setelah di buahi menjadi biji atau inti biji (kernel).

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) dapat dilihat pada Tabel 5. Dari hasil analisis

diperoleh nilai heritabilitas yang rendah, sedang dan tinggi. Stansfield (1991) merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas tinggi > 0,5; heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah < 0,2.

Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh satu komponen yang mempunyai heritabilitas rendah yaitu pada parameter umur panen 0.146, terdapat empat komponen hasil yang mempunyai heritabilitas sedang yaitu pada parameter kelengkungan daun (0.237), umur berbunga bunga jantan (0.359), bobot 100 biji (0.456), danlaju pengisian biji (0.976) dan terdapat delapan komponen hasil yang mempunyai heritabilitas tinggi yaitu pada parameter tinggi tanaman (0.610), jumlah daun (0.600), jumlah daun diatas tongkol (0.645), umur berbunga bunga betina (0.856), jumlah barisper tongkol (0.760), jumlah biji per tongkol (0.619), bobot biji per tongkol (0.913), dan produksi biji kering per plot (0.976). Dengan demikian dari hasil analisis data diperoleh nilai heritabilitas pada penelitian ini berkisar antara 0 – 1. Dan dari nilai heritabilitas ini kita dapat melihat sejauh mana sifat tanaman dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Welsh (1991) bahwa nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh

faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut. Dan menurut Crowder (1997) menyatakan Heritabilitas dengan persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotip yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan varian genetik besar dan varian lingkungan kecil.

Daya Gabung Khusus

Dari hasil persilangan resiprok terhadap karakter jumlah baris per tongkol, didapatkan efek daya gabung khusus yang terbesar pada persilangan dimana varietas E bertindak sebagai induk betina sebesar 9.29. Hal ini menunjukkan bahwa varietas E memilki daya gabung yang tinggi dibandingkan varietas F sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bibit hibrida. Hal ini sesuai dengan literatur Takdir, dkk (2005) yang menyatakan bahwa suatu galur atau populasi disilangkan dengan galur tertentu menunjukkan heterosis yang tinggi dengan demikian galur tersebut mempunyai pasangan yang spesifik untuk menghasilkan hibrida yang hasilnya tinggi atau biasa disebut galur tersebut mempunyai daya gabung khusus tinggi/baik.

Dari hasil persilangan resiprok terhadap karakter bobot biji per tongkol didapatkan nilai efek daya gabung khusus tertinggi pada persilangan E x F yaitu sebesar 81,96 dimana varietas E (Srikandi Kuning) bertindak sebagai induk betina dan varietas F sebagai induk jantan. Sedangkan yang terendah pada persilangan F x E sebasar 46.18 dimana varietas F yang bertindak sebagai induk betina. Hal ini menunjukkan bahwa varietas E sebagai betina sesuai jika disilangkan dengan varietas F sebagai jantan. Hal ini sesuai dengan literatur Samuddin (2005) yang

menyatakan bahwa jika DGK rendah pada semua sifat yang diamati berarti tetua – tetua dan hibrida ini tidak sesuai untuk disilangkan karena gen – gen yang berguna yang disumbangkan pada setiap tetua hanya sedikit atau tidak ada untuk semua sifat. Kombinasi persilangan yang memiliki DGK yang tinggi menunjukkan bahwa tetuanya sesuai untuk dikombinasikan karena menyumbangkan gen – gen berguna yang banyak bagi keturunannya.

Dari hasil persilangan resiprok terhadap karakter produksi biji kering per plot didapatkan nilai efek daya gabung khusus tertinggi pada persilangan E x F yaitu sebesar 576,61. Hal ini diduga karena adanya pengaruh gen – gen dominan, epistasi dan aditif , seperti yang dikemukakan Welsh (1991) yang menyatakan kemampuan berkombinasi spesifik (GCA) merupakan penampilan ekspresi antara dua galur, yang merupakan hasil aksi gen dominan, epistasi dan aditif.

KESIMPULAN

1. Dari hasil analisis diperoleh bahwa persilangan resiprok berbeda nyata

terhadap jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol dan produksi biji

kering per plot. Yang paling tinggi adalah persilangan antara varietas E x F (Srikandi kuning x Bayu).

2. Nilai heritabilitas yang tertinggi terdapat pada parameter produksi biji

kering per plot (0.976) dan terendah pada umur panen (0.146).

3. Kombinasi persilangan E x F (Srikandi kuning x Bayu) memiliki daya

gabung khusus yang tertinggi pada parameter jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, dan produksi biji kering per plot sehingga sesuai untuk dijadikan tetua.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui karakteristik

Dokumen terkait