PENGUJIAN PERSILANGAN RESIPROK TERHADAP KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS
JAGUNG (Zea mays L.)
SKRIPSI
OLEH : LIMSASI SAGALA
040307022 BDP-PET
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGUJIAN PERSILANGAN RESIPROK TERHADAP KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS
JAGUNG (Zea mays L.)
SKRIPSI
OLEH : LIMSASI SAGALA
040307022 BDP-PET
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh : Disetujui Oleh :
(Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS) (Ir. Syafruddin Ilyas) Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing NIP : 130 422 455 NIP : 131 639 805
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGUJIAN PERSILANGAN RESIPROK TERHADAP KARAKTER GENERATIF BEBERAPA VARIETAS
JAGUNG (Zea mays L.)
SKRIPSI
OLEH : LIMSASI SAGALA
040307022 BDP-PET
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGUJIAN PERSILANGAN RESIPROK TERHADAP KARAKTER GENERATIF BEBERAPA VARIETAS
JAGUNG (Zea mays L.)
SKRIPSI
OLEH : LIMSASI SAGALA
040307022 BDP-PET
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara
Medan
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : PENGUJIAN PERSILANGAN RESIPROK TERHADAP
KARAKTER GENERATIF BEBERAPA VARIETAS
JAGUNG (Zea mays L.)
Nama : LIMSASI SAGALA
NIM : 040307022
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS) (Ir. Syafruddin Ilyas) Komisi Pembimbing I Komisi Pembimbing II NIP : 130 422 455 NIP : 131 639 805
Mengetahui,
Ir. Edison Purba, Ph.D.
ABSTRACT
The experimental was done to find the crop substance based on the character of vegetatif and generatif and to conducted Spesific Combing Ability (SCA) effect of some reciprocals. The experiment was conducted from May to August 2008 at Abdullah Lubis, Medan used Randomized block design non factorial with six crosses : ♀A x ♂B (Arjuna x Sukmaraga) ; ♀B x ♂A (Sukmaraga x Arjuna) ; ♀C x ♂D (Lamuru x Kalingga) ; ♀D x ♂C (Kalingga x Lamuru) ; ♀E x ♂F (Srikandi Kuning x Bayu) ; ♀F x ♂E (Bayu x Srikandi Kuning). The result of experimental revealed that reciprocals have significantly effect wit age of blooms, the number of rows per ear, the weight of kernel per ear, and the net of product. The SCA effect revealed that ♀E x ♂F (Srikandi Kuning x Bayu) showed the highest value for yield and had good SCA.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bahan tanaman atau tetua unggul berdasarkan karakter vegetatif dan generatif serta mengetahui efek Daya Gabung Khusus (DGK) antara beberapa kombinasi persilangan Resiprok. Penelitian ini dilaksanakan di Jln. Abdullah Lubis, Medan yang dilaksanakan mulai Mei sampai dengan bulan Agustus 2008 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 6 kombinasi persilangan yaitu: ♀A x ♂B (Arjuna x Sukmaraga) ; ♀B x ♂A (Sukmaraga x Arjuna) ; ♀C x ♂D (Lamuru x Kalingga) ; ♀D x ♂C (Kalingga x Lamuru) ; ♀E x ♂F (Srikandi Kuning x Bayu) ; ♀F x ♂E (Bayu x Srikandi Kuning). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persilangan resiprokal berpengaruh nyata terhadap umur berbunga bunga betina, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, dan produksi kering per plot. Dari Pengujian Efek Daya Dabung (DGK) menunjukkan bahwa persilangan E x F mempunyai potensi untuk digunakan sebagai tetua karena memiliki efek DGK yang tertinggi.
RIWAYAT HIDUP
Limsasi Sagala, dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1986 di Desa Limbong yang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, putra dari ayahanda Baringin Fransiskus Sagala dan ibunda Estaria Br Limbong.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah tahun 1998 penulis tamat dari SD Inpres N0. 105455 Sibatu - Batu, tahun 2001 tamat dari SLTP Negeri 1. Dolok Batu Nanggar, dan tahun 2004 tamat dari SMU Cinta Kasih Tebingtinggi.
Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2004, pada jurusan Budidaya Pertanian dengan program studi Pemuliaan Tanaman.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang setinggi-tingginya penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Judul skripsi ini adalah “Pengujian Persilangan Resiprok terhadap Karakter Vegetatif dan Generatif beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS., dan Ir. Syafruddin IIyas., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan yang sangat membantu penulis sejak persiapan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda tercinta E. Br Limbong, Abangku Okto L Sagala, kakakku Juwita A Sagala dan Adikku
Bernad F Sagala yang telah memberikan semangat, doa, perhatian, nasehat, dukungan moril dan materil. Terima kasihku kepada Erlya, Agus, Opie, Suseq, Din, Sylvia, Soni, Gugun, Ferdy, Bagonk, Jihot, Cbonk, Armin, Juna, Fidel, Alim & kawan-kawan BDP ’04 atas bantuan dan persahabatannya selama masa perkuliahan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.
Medan, November2008
DAFTAR ISI Lokasi dan Waktu Penelitian ...13
Pembumbunan ...17
Pengendalian Hama dan Penyakit ...18
Panen ...18
Jumlah Daun diatas Tongkol (helai) ...19
Umur Keluar Bunga Jantan (hari) ...19
Umur Keluar Bunga Betina (hari) ...19
Umur Panen (hari) ...19
Jumlah Baris per Tongkol (baris) ...19
Jumlah Biji per Tongkol (biji) ...19
Bobot Biji per Tongkol (g) ...20
Bobot 100 biji (g) ...20
Laju Pengisian Biji (g/hari) ...20
Produksi Biji Kering per Plot (g) ...20
Bobot Pipilan per Tongkol (g) ...20
DAFTAR TABEL
Hal
1. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa varietas ... 23
2. Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa varietas ... 23
3. Rataan jumlah daun diatas tongkol dari beberapa varietas... 24
4. Rataan kelengkungan daun dari beberapa varietas ... 25
5. Rataan umur berbunga bunga jantan dari beberapa varietas ... 25
6. Rataan umur keluar bunga betina dari beberapa varietas ... 26
7. Rataan umur panen dari beberapa varietas ... 27
8. Rataan jumlah biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas ... 28
9. Rataan bobot 100 biji dari persilangan resiprok beberapa varietas... 28
10. Rataan laju pengisian biji dari persilangan resiprok beberapa varietas ... 29
11. Rataan jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas ... 30
12. Rataan bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas ... 31
13.Rataan produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa varietas ... 33
14.Nilai duga Heritabilitas unuk masing – masing komponen ... 34
DAFTAR GAMBAR
Hal 1. Histogram umur berbunga bunga betina dari persilangan resiprok
beberapa varietas ... 26
2. Histogram jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas... 31
3. Histogram bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas ... 32
4. Histogram produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa varietas ... 33
5. Foto lahan penelitian ... 58
6. Foto perbandingan tongkol jagung antar persilangan ... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Data tinggi tanaman 2 MST (cm)... 37
2. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 2 MST ... 37
3. Data tinggi tanaman 3MST (cm) ... 37
4. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ... 37
5. Data tinggi tanaman 4 MST (cm)... 38
6. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 38
7. Data tinggi tanaman 5 MST (cm)... 38
8. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 38
9. Data tinggi tanaman 6 MST (cm)... 39
10.Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 39
11.Data tinggi tanaman 7 MST (cm) ... 39
12.Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST ... 40
13.Data jumlah daun 2 MST (helai) ... 40
14.Daftar sidik ragam jumlah daun 2 MST ... 40
15.Data jumlah daun 3 MST (helai) ... 40
16.Daftar sidik ragam jumlah daun 3 MST ... 40
17.Data jumlah daun 4 MST (helai) ... 41
18.Daftar sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 41
19.Data jumlah daun 5 MST (helai) ... 41
20.Daftar sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 41
21.Data jumlah daun 6 MST (helai) ... 42
22.Daftar sidik ragam jumlah daun 6MST ... 42
23.Data jumlah daun 7 MST (helai) ... 42
24.Daftar sidik ragam jumlah daun 7 MST ... 42
25.Data jumlah daun diatas tongkol (helai) ... 43
26.Daftar sidik ragam jumlah daun diatas tongkol ... 43
27.Data kelengkungan daun ... 43
28.Daftar sidik ragam kelengkungan daun ... 43
30.Daftar sidik ragam umur berbunga jantan ... 44
31.Data umur berbunga bunga betina (hari) ... 44
32.Daftar sidik ragam umur berbunga bunga betina ... 44
33.Data umur panen (hari) ... 45
34.Daftar sidik ragam umur panen ... 45
35.Data jumlah baris per tongkol (baris) ... 45
36.Daftar sidik ragam jumlah baris per tongkol ... 45
37.Data jumlah biji per tongkol (biji) ... 46
38.Daftar sidik ragam jumlah biji per tongkol ... 46
39.Data bobot biji per tongkol (g) ... 46
40.Daftar sidik ragam bobot biji per tongkol ... 46
41.Data bobot 100 biji (g) ... 47
42.Daftar sidik ragam bobot 100 biji ... 47
43.Data laju pengisian biji (g/hari) ... 47
44.Daftar sidik ragam laju pengisian biji (g/hari) ... 47
45.Data Produksi biji kering per plot ... 48
46.Daftar sidik ragam produksi biji kering per plot ... 48
47.Deskripsi jagung varietas Arjuna ... 49
48.Deskripsi jagung varietas Sukmaraga ... 50
49.Deskripsi jagung varietas Lamuru ... 51
50.Deskripsi jagung varietas Kalingga... 52
51.Deskripsi jagung varietas Srikandi kuning ... 53
52.Deskripsi jagung varietas Bayu... 54
53.Bagan Penelitian... 55
ABSTRACT
The experimental was done to find the crop substance based on the character of vegetatif and generatif and to conducted Spesific Combing Ability (SCA) effect of some reciprocals. The experiment was conducted from May to August 2008 at Abdullah Lubis, Medan used Randomized block design non factorial with six crosses : ♀A x ♂B (Arjuna x Sukmaraga) ; ♀B x ♂A (Sukmaraga x Arjuna) ; ♀C x ♂D (Lamuru x Kalingga) ; ♀D x ♂C (Kalingga x Lamuru) ; ♀E x ♂F (Srikandi Kuning x Bayu) ; ♀F x ♂E (Bayu x Srikandi Kuning). The result of experimental revealed that reciprocals have significantly effect wit age of blooms, the number of rows per ear, the weight of kernel per ear, and the net of product. The SCA effect revealed that ♀E x ♂F (Srikandi Kuning x Bayu) showed the highest value for yield and had good SCA.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bahan tanaman atau tetua unggul berdasarkan karakter vegetatif dan generatif serta mengetahui efek Daya Gabung Khusus (DGK) antara beberapa kombinasi persilangan Resiprok. Penelitian ini dilaksanakan di Jln. Abdullah Lubis, Medan yang dilaksanakan mulai Mei sampai dengan bulan Agustus 2008 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 6 kombinasi persilangan yaitu: ♀A x ♂B (Arjuna x Sukmaraga) ; ♀B x ♂A (Sukmaraga x Arjuna) ; ♀C x ♂D (Lamuru x Kalingga) ; ♀D x ♂C (Kalingga x Lamuru) ; ♀E x ♂F (Srikandi Kuning x Bayu) ; ♀F x ♂E (Bayu x Srikandi Kuning). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persilangan resiprokal berpengaruh nyata terhadap umur berbunga bunga betina, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, dan produksi kering per plot. Dari Pengujian Efek Daya Dabung (DGK) menunjukkan bahwa persilangan E x F mempunyai potensi untuk digunakan sebagai tetua karena memiliki efek DGK yang tertinggi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman jagung diduga berasal dari tanaman Teosinte (Zea mexicana)
yang dianggap sebagai kerabat terdekatnya. Teosinte merupakan tanaman asli di
Mexico dan Guatemala yang telah ada sejak 7000 tahun lalu. Mengenai daerah
asal jagung terdapat beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari Asia
dan adapula yang mengatakan dari Afrika, tetapi yang paling kuat adalah
pendapat yang mengatakan dari Amerika Tengah sekitar Mexico (Ginting, 1994).
Di beberapa daerah tropik, jagung merupakan bahan pangan pokok bagi
penduduknya. Sedangkan batang dan daunnya dimanfaatkan untuk makanan
ternak. Di Amerika dan beberapa negara Eropa, Jagung selalu di olah menjadi
tepung (maizena) tapi tidak sedikit pula dimanfaatkan untuk makanan ternak,
yaitu bagian batang dan daun jagung. Kini para pengusaha industri makanan telah
dapat membuat minyak goreng yang di olah dari butir – butir jagung. Tepung
jagung dapat diolah menjadi bermacam – macam makanan yang bergizi, dari
makanan bayi sampai kue dan roti yang lezat rasanya (Kertasapoetra, 1988).
Produksi jagung di Indonesia tahun 2007 sebesar 13.279.794 ton pipilan
kering dan mengalami kenaikan sebesar 2.470.331 ton dibandingkan produksi
jagung pada tahun 2006 yang mencapai 11.609.463 ton pipilan kering. Kenaikan
produksi jagung terutama disebabkan oleh kenaikan produktivitas dengan adanya
perubahan varietas yang ditanam petani dari varietas lokal ke varietas komposit
Dalam skala nasional, harga pipilan kering jagung di pasar adalah
Rp. 2500/kg. Diprediksikan pada masa yang akan datang harga jagung akan
melambung tinggi karena negara pengekspor jagung seperti Amerika tidak lagi
mengekspor jagung. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mengembangkan
varietas unggul.
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi jagung adalah menggunakan
varietas unggul atau hibrida. Hibrida dapat memberikan hasil biji lebih tinggi
daripada varietas bersari bebas. Namun harga benih varietas hibrida jauh lebih
mahal daripada benih bersari bebas, dan setiap kali tanam petani harus membeli
benih baru. Selain itu, produksi benih varietas bersari bebas juga sederhana dan
dapat dengan mudah dilaksanakan oleh kelompok petani atau kelompok tani
(Dahlan, 1988).
Dalam program pemuliaan tanaman, pemilihan tetua yang berpotensi
merupakan hal yang paling penting dalam perakitan varietas unggul baru. Untuk
memilih tetua – tetua yang berpotensi dan mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Pemilihan tetua berdasarkan fenotip sering tidak tepat karena pengaruh faktor
lingkungan (Suprapto dan Kairudin, 2007).
Kemampuan berkombinasi Spesifik (Spesific Combining Ability = SCA )
merupakan penampilan ekspresi antar dua galur, silang dalam ini merupakan hasil
aksi gen dominan, epistasi dan aditif. Kemampuan berkombinasi ini penting untuk
mengidentifikasi galur silang dalam bernilai yang digunakan bagi hibrid. Nilai –
nilai SCA dapat diperoleh, baik melalui persilangan seluruh silang dalam dengan
cara dialel maupun melalui beberapa sistem ramalan untuk memperkirakan
Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan menggunakan beberapa varietas jagung bersari bebas untuk mengetahui
Daya Gabung Khusus (DGK) beberapa varietas Jagung bersari Bebas.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Daya Gabung Khusus (DGK) diantara kombinasi
persilangan Resiprokal beberapa varietas Jagung (Zea mays L.)
2. Untuk mengetahui kombinasi persilangan tetua yang terbaik berdasarkan
karakter vegetatif dan generatif dari beberapa varietas
Jagung (Zea mays L.)
Hipotesis Penelitian
1. Adanya perbedaan karakter vegetatif dan Generatif antara beberapa
kombinasi persilangan varietas Jagung (Zea mays L.)
2. Adanya perbedaan Daya Gabung Khusus diantara beberapa kombinasi
persilangan varietas Jagung (Zea mays L.)
Kegunaan Penelitian
1. Penelitian ini berguna dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah
satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Ginting (1995), sistematika jagung adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiosperma
Klass : Monocotyledonae
Ordo : Glumiflorae
Famili : Graminae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays
Sistem perakaran jagung sama seperti tanaman Graminae lain, merupakan
akar serabut yang terdiri dari 3 tipe. Yang pertama yaitu akar sementara (seminal
roots) yang berkembang dari radicle (akar kecambah) embrio. Akar sementara
biasanya berjumlah 3 – 4 dan seluruhnya hidup dalam jangka waktu tertentu.
Kedua adalah akar permanen (adventitious roots) yang berasal dari nodia (buku)
paling bawah. Panjangnya sekitar 3 – 4 cm kebawah permukaan tanah. Yang
ketiga adalah akar tunggang (brace or purp roots) yang berasal dari lingkaran dua
atau lebih nodia bawah yang tertutup oleh tanah (Singh, 1987).
Batang tanaman jagung kaku dan tingginya berkisar antara 1,5 m - 2,5 m
dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang – seling yang berasal dari setiap
membungkus rapat – rapat panjang batang utama. Sering melingkupi hingga buku
berikutnya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedudukan daun jagung distik (dua baris daun tunggal yang keluar dalam
kedudukan berselang - seling) dengan pelepah – pelepah daun yang saling
bertindih dan daunnya lebar dan relatif panjang.epidermis daun bagian atasnya
biasanya berambut halus dan mempunyai baris – baris sel yang membuyar
berbentuk gelembung (buliform) yang dengan penambahan turgor, menyebabkan
daun menggulung atau membuka. Permukaan daun bagian bawah glabrus (tanpa
rambut) dan biasanya mempunyai agak lebih banyak stomata daripada permukaan
daun bagian atas (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Jagung merupakan tanaman berumah satu dengan bunga jantan tumbuh
sebagai perbungaan ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh
terpisah sebagai perbungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak
daun. Tanaman ini menghasilkan satu atau beberapa tongkol
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Bunga jantan jagung berada di puncak batang dalam bentuk malai di
ujung. Jika kepala sari dari tassel pecah maka terbentuklah kabut debu serbuk sari.
Telah di hitung bahwa sebuah tassel dapat menghasilkan sebanyak 60 juta serbuk
sari. Bunga betina tumbuh di bagian bawah tanaman dalam bentuk bulir majemuk
atau sering disebut tongkol yang tertutup rapat oleh upih daun yang disebut kulit
ari. Muncul dari ujung tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks),
yaitu kepala putik. Sewaktu reseptif rambut sutera ini lengket, sehingga serbuk
sari mana pun yang tertiup ke arah rambut ini akan melekat. Setiap rambut di
buahi menjadi biji atau inti biji (kernel). Pada bunga jantan biasanya
memencarkan serbuk sari sebelum bunga betina pada tanaman yang sama masak.
Ketika kepala putik bunga betina menjadi reseptif, maka serbuk sari dari tanaman
jagung yang bersebelahan tertiup angin dan akan menempel padanya, sehingga
terjadi penyerbukan silang (Loveless, 1989).
Biji tertempel kuat pada suatu poros yaitu tongkol. Seluruh tongkol
terbungkus, sering kali sangat rapat oleh pelepah – pelepah daun yang berubah
yang disebut kelobot, sehingga menghasilkan suatu perlindungan alami tongkol
yang sedang masak dari serangan hama dilapangan
(Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Jagung memiliki buah matang berbiji tunggal yang sering disebut
karyopsis. Biji jagung gepeng dengan permukaan atas cembung atau cekung dan
dasar runcing. Terdiri dari endosperma yang mengelilingi embrio. Warna biji
biasannya putih atau kuning. Kultivar tertentu memiliki campuran biji warna putih
dan kuning pada tongkol yang sama (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Untuk mendapatkan produksi jagung yang optimal, jagung membutuhkan
distribusi zat hara secara terus menerus. Jagung merupakan tanaman tropik yang
membutuhkan temperatur yang tinggi pada siang dan malam. Suhu yang paling
baik pada siang hari berkisar antara 200C – 470C (680F – 800F), dan suhu pada
temperatur kurang dari 100C (500F) dan suhu diatas 400C (1040F) akan
menurunkan penyerbukan (Hartmann, et al, 1981).
Jagung merupakan tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan.
Jagung dapat tumbuh mulai dari daerah dataran rendah sampai ke dataran tinggi
dengan ketinggian 3700 m dpl. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak 00 –
600 LU hingga 00 – 400 LS, dengan curah hujan tahunan yaitu 250 mm/tahun
(tanpa irigasi), dari daerah dingin sampai daerah tropis. Hal ini mungkin terjadi
karena jagung mempunyai keragaman genetik dan kemampuan setiap genotip
untuk beradaptasi di daerah yang ekstrim (Singh, 1987).
Benih jagung sebaiknya ditanam menjelang musim penghujan. Jika
penanamanya terlambat, tanah akan menjadi terlalu basah bagi pertumbuhannya
dan butir jagung yang terdapat dalam tongkolnya tidak akan penuh karena tanah
tempat pertumbuhannya menjadi terlalu kering (Kertasapoetra, 1988).
Cekaman kelengasan yang paling kritis terjadi selama pembentukan
rambut dan pengisian biji. Kekurangan air dalam waktu singkat biasanya masih
dapat di toleransi dan hanya berpengaruh kecil terhadap perkembangan biji.
Namun, kekurangan air yang berkepanjangan setelah penyerbukan dapat secara
nyata menurunkan bobot kering biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanah
Macam tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah tanah
aluvial atau lempung yang subur, terbebas pengairannya karena tanaman jagung
hendaknya diatur sedemikian rupa agar buah jagung cukup matang untuk di panen
pada permulaan musim kering (Kertasapoetra, 1988).
Tanaman jagung tumbuh di daerah tropik yang memiliki irigasi yang baik,
tanah yang subur tetapi jika dengan pemupukan yang cukup maka tanaman jagung
dapat tumbuh di beberapa jenis tanah. Tanah yang baik adalah tanah yang
gembur, remah, menyuplai banyak bahan organik dan mempunyai draenase yang
baik (Hartmann, et all, 1981).
Tanaman jagung tumbuh baik pada berbagai jenis tanah. Tanah liat lebih
disukai karena mempunyai lengas yang tinggi. Tanaman ini peka terhadap tanah
masam dan tumbuh baik pada pada kisaran pH antara 6,0 – 6,8 dan agak toleran
terhadap kondisi basa (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Varietas Bersari Bebas
Benih varietas bersari bebas adalah varietas yang benihnya dapat
digunakan secara terus – menerus pada setiap penanaman. Secara umum varietas
bersari bebas dapat dibagi atas dua golongan, yaitu varietas sintetik dan varietas
komposit. Benih varietas komposit berasal dari campuran sejumlah plasma nutfah
yang telah mengalami perkawinan acak. Sementara varietas sintetik berasal dari
campuran dua atau lebih perkawinan sendiri (Adisarwanto dan Widyastuti, 2004).
Salah satu untuk meningkatkan produksi jagung ialah dengan
menggunakan varietas unggul atau Hibrida. Hibrida dapat memberikan hasil biji
lebih tinggi daripada varietas bersari bebas. Namun harga benih hibrida jauh lebih
mahal daripada benih varietas bersari bebas., dan setiap kali tanam, petani harus
jagung hibrida. Oleh karena itu, tingkat produksi jagung hibrida tergantung
kepada bahan dasar atau varietas yang digunakan dalam pembuatan hibrida. Oleh
karena itu perbaikan populasi harus terus dilakukan. Selain itu, produksi varietas
bersari bebas juga sederhana dan dapat dengan mudah dilaksanakan oleh petani
(Dahlan, 1988).
Frekuensi gen varietas bersari bebas tidak akan berubah dari generasi ke
generasi apabila tidak terjadi seleksi, difrensiasi mutasi dan migrasi, serta
terganggunya kawin acak (misalnya karena jumlah tanaman terlalu sedikit). Oleh
karena itu, varietas bersari bebas akan lebih mudah menyebar dari satu petani
yang satu kepada yang lain (Dahlan, 1988).
Persilangan Resiprok
Persilangan Resiprok adalah persilangan antara dua induk, dimana kedua
induk berperan sebagai pejantan dalam satu persilangan, dan sebagai betina dalam
persilangan yang lain. Seleksi berulang resiprokal memperbaiki kemampuan
berkombinasi spesifik maupun umum. Caranya adalah dengan melakukan seleksi
terhadap dua populasi dengan waktu yang bersamaan (Welsh, 1991).
Seleksi berulang timbal balik melibatkan dua populasi yang diperbaik
bersama – sama. Prosedur ini dianjurkan oleh Comstock, Robinson, dan Harvey
yang berpendapat bahwa efek heterosis itu mungkin disebabkan adanya gen – gen
dominan dan sebagian lagi oleh adanya gen over dominan. Populasi yang satu
digunakan sebagai tetua penguji untuk yang lain. Jadi apabila ada populasi A dan
Seleksi ini diharapkan dapat meningkatkan heterosis antara kedua populasi
sehingga hibrida yang didapat memberikan hasil yang lebih tinggi (Dahlan, 1988).
Bahan – bahan induk sedapat mungkin mempunyai sifat – sifat genetis
yang jauh berbeda (divergent), tetapi dapat mengadakan kombinasi secara baik,
karena hibrida yang akan dibuat merupakan persilangan antara galur – galur dari
kedua bahan tersebut (Moentono, 1988)
Pengujian Tetua
Pada tanaman menyerbuk silang setiap individu tanaman adalah
heterozigot dan bila tanaman di lapangan akan terjadi persilangan dari tanaman
heterozigot di sekitarnya. Persilangan untuk menciptakan populasi baru untuk
menggabungkan sifat-sifat baik yang diinginkan dari kedua tetua yang diwariskan
pada turunannya disebut hibridisasi (Hasyim, 1999).
Peristiwa ketegaran hibrid dan tekanan inbreeding telah sejak lama dikenal
pada tanaman jagung. Ketegaran hibrid atau heterosis didefenisikan sebagai
meningkatnya ketegaran (vigor) dan besar turunan F1 melebihi kedua tetua, bila
dua galur inbreed disilangkan (Makmur, 1992).
Tersedianya induk yang membatasi variabilitas genetik suatu program
serta penyeleksiannya merupakan suatu keputusan yang menentukan. Jika
pemulia salah dalam menentukan induk, maka kemungkinan untuk mencapai
kemajuan dalam genetik akan menurun. Keragaman populasi yang tinggi dengan
sasaran yang spesifik dapat juga di gunakan sebagai sumber induk persilangan.
sejauh keragam genetiknya tidak ada. Jika dijumpai ada keragaman genetik maka
penentuan tanaman induk dapat segera dilakukan. (Welsh, 1991).
Suatu galur atau populasi disilangkan dengan galur tertentu menunjukkan
heterosis yang tinggi, tapi jika disilangkan dengan galur lain mungkin tidak
menunjukkan heterosis yang tinggi. Dengan demikian galur tersebut mempunyai
pasangan yang spesifik untuk menghasilkan hibrida yang hasilnya tinggi atau
biasa disebut galur tersebut mempunyai daya gabung khusus tinggi/baik
(Takdir, dkk, 2005).
Galur inbreed disilangkan satu sama lain kemudian dilihat penampilan F1
nya. Apabila suatu galur inbreed yang disilangkan dengan berbagai galur inbreed
menghasilkan F1 dengan penampilan rata – ratanya baik, maka galur inbreed
tersebut dikatakan mempunyai daya gabung umum yang baik. Apabila suatu galur
inbreed hanya menampilkan F1 yang baik bila disilangkan dengan galur inbreed
tertentu, maka galur inbreed tersebut mempunyai daya gabung khusus (Spesific
Combining Ability) (Sunarto, 1997).
Kemampuan berkombinasi spesifik (Spesific Combining Ability=SCA)
merupakan penampilan ekspresi antara dua galur yang merupakan hasil gen – gen
dominan, epistasi dan aditif (Welsh, 1991).
Dalam memilih kombinasi persilangan terbaik yang memanfaatkan Daya
Gabung Khusus (DGK), secara ideal hendaknya hibrida yang terpilih harus
memiliki DGK tinggi untuk hasil, mutu, dan indeks tanam serta nilai rata – rata
tanaman yang tinggi. Jika DGK rendah pada semua sifat yang diamati berarti
berguna yang disumbangkan pada setiap tetua hanya sedikit atau tidak ada untuk
semua sifat. Kombinasi persilangan yang memiliki DGK yang tinggi
menunjukkan bahwa tetuanya sesuai untuk dikombinasikan karena
menyumbangkan gen – gen berguna yang banyak bagi keturunannya
(Samuddin, 2005).
Pada dasarnya tanaman dan lingkungannya merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Untuk dapat berkembang dengan baik dan
menyelesaikan siklus hidupnya secara lengkap, tanaman membutuhkan keadaan
lingkungan tumbuh yang optimum untuk mengekspresikan program genetiknya
secara penuh. Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan
diluar asalkan keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologis proses
kehidupan (Sitompul dan Guritno, 1995).
Heritabilitas didefenisikan sebagai proporsi keragaman yang disebabkan
oleh faktor genetis terhadap keragaman fenotip dari suatu populasi. Keragaman
variasi dari suatu populasi disebabkan oleh faktor genetis (V2g) dan faktor
lingkungan (V2e) (Hasyim, 1999).
Heritabilitas secara teoritis berkisar 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh
variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 ialah
bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai
heritabilitas terletak pada kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991).
Heritabilitas dinyatakan dengan persentase dan merupakan bagian
pengaruh genetik dari penampakan fenotip yang dapat diwariskan dari tetua
kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan varian genetik besar dan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Jln. Abdullah Lubis, Medan yang terletak pada
ketinggian + 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
April 2008 sampai dengan bulan Juni 2008.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini
adalah enam varietas benih jagung bersari bebas yaitu: Arjuna, Sukmaraga,
Lamuru, Kalingga, Srikandi Kuning, dan Bayu, pupuk urea, TSP, KCl, Dithane
M-45, Decis 2,5 EC, plastik ukuran 5 kg dan ½ kg, amplop coklat dan
bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Adapun alat-alat yang digunakan adalah cangkul sebagai alat untuk
mengolah lahan, gembor berfungsi sebagai alat untuk menyiram tanaman,
meteran untuk mengukur tinggi tanaman, timbangan untuk menimbang bobot biji,
kalkulator untuk menghitung data, tangga untuk membantu dalam proses
penyerbukan, cotton bud untuk mengoleskan sebuk sari, alat tulis untuk mencatat
data, serta alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non
faktorial yang terdiri dari enam varietas, yaitu:
VA = Arjuna
VB = Sukmaraga
VC = Lamuru
VD = Kalingga
VE= Srikandi Kuning
VF = Bayu
Sehingga didapatkan 6 kombinasi persilangan sebagai berikut:
♀A x ♂B ♀B x ♂A
♀C x ♂D ♀D x ♂C
♀E x ♂F ♀F x ♂E
Jumlah Ulangan Perlakuan : 4 ulangan
Jumlah Plot : 24 plot
Jarak Tanam : 70 cm x 25 cm
Jumlah Tanaman Per Plot : 8 tanaman
Jumlah Tanaman Sampel Per Plot : 6 tanaman
Jumlah Tanaman Seluruhnya : 192 tanaman
Luas Plot : 100 cm x 125 cm
Model Linear yang digunakan untuk rancangan acak kelompok non
faktorial ini adalah :
Dimana :
Yij :: Nilai pengamatan perlakuan pada ulangan ke-i dalam varietas ke-j
µ : Nilai tengah (nilai rata-rata umum)
αi : Pengaruh perlakuan ke-i
βj : Pengaruh varietas ke-j
εij : Pengaruh random pada perlakuan ke-i dan varietas ke-j
Bila nilai F menunjukan perbedaan yang nyata antara kombinasi
persilangan, berarti terdapat perbedaan antara genotipe yang diuji, kemudian
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) berdasarkan metode Gomez
dan Gomez (1995). Dan terakhir dilakukan pendugaan daya gabung khusus
dengan menggunakan analisis ragam varian untuk Daya Gabung Khusus (Spesific
Combining Ability - SCA) menurut Mayo (1987).
SSsca =
(
)
Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman
fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas
H2= σ2g/ σ2p Dimana :
H2 = Nilai duga heritabilitas
σ2
g = varian genotip
σ2
σ2
= KTP – KTE / b
σ2
p= σ2g + σ2e , dimana σ2e = KT galat
Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (1991)
H tinggi > 0,5
H sedang = 0,2 – 0,5
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan lahan
Lahan penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari rumput-rumputan, gulma
dan sisa – sisa tanaman dengan menggunakan cangkul. Kemudian tanah diolah
hingga menjadi gembur. Kemudian dibuat petak-petak percobaan dengan ukuran
100 x 125 cm, dan dibuat parit di antara petak percobaan sebagai drainase dengan
ukuran 50 cm.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam sedalam 3-4 cm,
tiap lubang tanam ditanam 2 benih jagung dengan jarak tanam 70 x 25 cm.
Pemupukan
Pupuk urea, SP 36, dan KCl diberikan dua kali pada saat tanam dan pada
saat tanaman berumur 7 – 10 hari setelah tanam dengan dosis pupuk urea 100
kg/ha, SP 36 kg/ha, dan KCl 25 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan secara larikan.
Penyungkupan
Penyungkupan dilakukan setelah bunga jantan dan bunga betina muncul.
Penyungkupan dilakukan dengan menggunakan plastik ukuran ½ kg.
Crossing
Crossing dilakukan setelah bunga betina masak dengan cara menyebarkan
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari dan disesuaikan dengan kondisi
kelembapan tanah di lapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan
gembor.
Penyisipan
Penyisipan dilakukan apabila ada tanaman yang tidak tumbuh atau
pertumbuhannya tidak baik dan dilakukan paling lama setelah 2 minggu setelah
tanam. Bahan sisipan diambil dari bibit tanaman cadangan yang sama
pertumbuhannya dengan tanaman di lapangan.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan paling lama setelah tanaman berumur 2 minggu,
setiap lubang tanam ditinggalkan satu tanaman. Penjarangan dilakukan dengan
memotong tanaman dengan menggunakan pisau.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul atau langsung
mencabut gulma dengan tangan. Pelaksanaan penyiangan dilakukan sesuai
dengan kondisi lahan.
Pembumbunan
Pembumbunan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang sehingga
tanaman tidak mudah rebah. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit dilakukan dengan
menyemprotkan insektisida Decis dengan dosis 2 cc/liter air dan fungisida
Dithane M-45 dengan dosis 2cc/liter air , dilakukan apabila telah ada tanaman
yang terserang hama atau penyakit.
Panen
Pemanenan dilakukan setelah biji pada tongkol mencapai kriteria panen
dengan tanda-tanda rambut (silk) berwarna kehitaman dan telah mengering,
kelobot berwarna kuning, biji kering dan mengkilat dan jika ditekan dengan kuku
tidak meninggalkan bekas.
Pengeringan dan Pemipilan
Setelah panen, dilakukan pengeringan tongkol jagung selama + 7 hari
sehingga biji kering dan dapat dipipil.
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Diukur tinggi tanaman mulai dari pangkal batang hingga ujung daun
terpanjang. Pengukuran dilakukan pada masing-masing sampel dan dilakukan
mulai dari umur 2 minggu setelah tanam hingga muncul bunga jantan.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun dihitung pada masing-masing sampel dan dilakukan mulai
dari umur 2 minggu setelah tanam. Pengamatan dilakukan hinga muncul malai.
Kelengkungan Daun
Kelengkungan daun dihitung dengan rumus:
kelengkungan daun = a/b
Dimana : a = panjang daun
b = jarak antar pelepah daun dengan ujung daun dalam posisi
melengkung
Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai)
Jumlah daun di atas tongkol dihitung pada masing-masing tanaman
sampel. Pengukuran dilakukan pada saat bunga betina muncul.
Umur Keluar Bunga Jantan (hari)
Umur keluar bunga jantan dihitung apabila telah mulai membukanya daun
bendera yang membungkus malai.
Umur Keluar Bunga Betina (hari)
Umur keluar bunga betina dihitung apabila telah muncul rambut tongkol
pada masing – masing sampel.
Umur Panen (hari)
Umur panen dihitung mulai awal penanaman hingga tanaman
menampakkan kriteria panen.
Jumlah Baris per tongkol (baris)
Jumlah biji per tongkol dihitung pada semua tanaman sampel.
Jumlah Biji per Tongkol (biji)
Bobot Biji per Tongkol (g)
Bobot biji per tongkol ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil.
Bobot 100 Biji (g)
Bobot 100 biji ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil. Dilakukan
sebanyak 3 kali kemudian dirata – ratakan.
Laju pengisian biji (g/hari)
Laju pengisian biji dihitung dengan membagi bobot biji tiap tongkol
dengan selisih umur panen dan keluar rambut.
Produksi Biji Kering per Plot (g)
Produksi biji kering per plot dihitung dengan menimbang biji setelah biji
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil sidik ragam beberapa varietas berbeda tidak nyata terhadap
parameter tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), jumlah daun diatas tongkol
(helai), kelengkungan daun, dan umur berbunga bunga jantan (hari). Namun
berbeda nyata terhadap umur berbunga bunga betina.
Dari hasil sidik ragam persilangan resiprok beberapa varietas berbeda
tidak nyata terhadap umur panen (hari), jumlah biji per tongkol (biji), bobot 100
biji (g), dan laju pengisian biji (g/hari). Namun berbeda nyata terhadap jumlah
baris per tongkol (baris), bobot biji per tongkol (biji), dan produksi biji kering per
plot (g).
Tinggi tanaman (cm)
Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 2 s/d 7
MST dapat dilihat pada Lampiran 1 s/d 12. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat
bahwa varietas berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman 7 MST.
Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa varietas dapat dilihat
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST dari beberapa varietas
Varietas
Tinggi tanaman pada umur tanaman
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
Dari Tabel 1 dapat dilihat rataan tinggi tanaman 7 MST yang tertinggi
terdapat pada varietas B yaitu 191.63 cm dan yang terendah pada varietas A
yaitu 154.02 cm.
Jumlah daun (helai)
Hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah daun 2 s/d 7 MST dapat dilihat
pada Lampiran 13 s/d 24. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas
berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun 7 MST.
Rataan jumlah daun 2 s/d 7 MST dari beberapa varietas dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Rataan jumlah daun dari beberapa varietas
Varietas
Jumlah daun pada umur tanaman
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
Dari Tabel 2 dapat dilihat rataan jumlah daun pada 7 MST yang tertinggi
terdapat pada varietas B yaitu 10.33 helai dan yang terendah pada varietas D
Jumlah daun diatas tongkol (helai)
Hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah daun diatas tongkol dapat
dilihat pada Lampiran 25. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas k
berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun diatas tongkol.
Rataan jumlah daun diatas tongkol dari beberapa varietas dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan jumlah daun diatas tongkol dari beberapa varietas
Varietas Jumlah daun Diatas Tongkol
A 4.99
B 5.83
C 5.24
D 5.58
E 5.41
F 5.41
Dari Tabel 3 dapat dilihat rataan jumlah daun diatas tongkol yang tertinggi
terdapat pada varietas B yaitu 5.83 helai dan yang terendah pada varietas A yaitu
4.99 helai.
Kelengkungan daun
Hasil pengamatan sidik ragam dari kelengkungan daun dapat dilihat pada
Lampiran 31. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas berbeda tidak
nyata terhadap kelengkungan daun.
Rataan kelengkungan daun dari beberapa varietas dapat dilihat pada
Tabel 4. Rataan kelengkungan daun dari beberapa varietas
Dari Tabel 4 dapat dilihat rataan jumlah daun diatas tongkol yang tertinggi
terdapat pada varietas B; C, dan E yaitu 0.64 dan yang terendah pada varietas A
yaitu 0.57.
Umur berbunga bunga jantan (hari)
Hasil pengamatan sidik ragam dari umur berbunga bunga jantan dapat
dilihat pada Lampiran 25. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas
berbeda tidak nyata terhadap umur berbunga bunga jantan.
Rataan umur berbunga bunga jantan dari beberapa varietas dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan umur berbunga bunga jantan dari beberapa varietas
Varietas Umur keluar bunga jantan
A 54.66
Dari Tabel 5 dapat dilihat rataan umur berbunga bunga jantan yang
tertinggi terdapat pada varietas F yaitu 59.33 dan yang terendah pada varietas A
Umur berbunga bunga betina (hari)
Hasil pengamatan sidik ragam dari umur keluar bunga betina dapat dilihat
pada Lampiran 27. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas berbeda
nyata terhadap umur keluar bunga betina.
Rataan umur keluar bunga betina dari prok beberapa varietas dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan umur keluar bunga betina dari beberapa varietas
Varietas Umur keluar bunga betina
A 59.58b
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Rataan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada taraf 5%.
Dari Tabel 6 dapat dilihat rataan umur keluar bunga betina yang tertinggi
terdapat pada varietas D yaitu 65.16 hari dan yang terendah pada varietas C yaitu
57.41 hari.
Histogram umur keluar bunga betina dari beberapa varietas dapat dilihat
pada gambar 1.
Umur panen (hari)
Hasil pengamatan sidik ragam dari umur panen dapat dilihat pada
Lampiran 33. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok
berbeda tidak nyata terhadap umur panen.
Rataan umur panen dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan umur panen dari persilangan resiprok beberapa varietas
Persilangan Umur panen
Dari Tabel 7 dapat dilihat rataan umur panen pada persilangan A x B
yaitu 95.08 hari dan resiproknya B x A yaitu 96.5 hari.
Pada persilangan C x D rataan umur panen yaitu 95 hari sedangkan pada
resiproknya C x D yaitu 97.58 hari.
Pada persilangan E x F rataan umur panen yaitu 96 hari sedangkan pada
resiproknya F x E yaitu 97.5 hari.
Jumlah biji per tongkol (biji)
Hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah biji per tongkol dapat dilihat
pada Lampiran 37. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan
resiprok berbeda tidak nyata terhadap jumlah biji per tongkol.
Rataan jumlah biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas
Tabel 8. Rataan jumlah biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas
Persilangan Jumlah biji per tongkol
A x B 228.25
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan Jumlah biji per tongkol pada
persilangan A x B yaitu 228.25 biji dan resiproknya B x A yaitu 362.83 biji
Pada persilangan C x D rataan Jumlah biji per tongkol yaitu 378.83 biji
sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 334.92 biji
Pada persilangan E x F rataan Jumlah biji per tongkol yaitu 397.99 biji
sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 305.82 biji.
Bobot 100 biji (g)
Hasil pengamatan sidik ragam dari bobot 100 biji dapat dilihat pada
Lampiran 41. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok
berbeda tidak nyata terhadap bobot 100 biji.
Rataan bobot 100 biji dari persilangan resiprok beberapa varietas dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan bobot 100 biji dari persilangan resiprok beberapa varietas
Persilangan bobot 100 biji
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan bobot 100 biji pada persilangan
A x B 26.37 g dan resiproknya B x A yaitu 29.97 g
Pada persilangan C x D rataan bobot 100 biji yaitu 29.42 g sedangkan
pada resiproknya D x C yaitu 29.91 g
Pada persilangan E x F rataan bobot 100 biji yaitu 29.65 g sedangkan pada
resiproknya F x E yaitu 25.81 g.
Laju pengisian biji (g/hari)
Hasil pengamatan sidik ragam dari laju pengisian biji dapat dilihat pada
Lampiran 43. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan resiprok
berbeda tidak nyata terhadap laju pengisian biji.
Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari persilangan resiprok beberapa
varietas dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan laju pengisian biji dari persilangan resiprok beberapa varietas
Persilangan laju pengisian biji
A x B 2.39
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan laju pengisian biji pada
persilangan A x B 2.39 g/hari dan resiproknya B x A yaitu 2.89 g/hari
Pada persilangan C x D rataan laju pengisian biji yaitu 2.95 g/hari
sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 3.36 g/hari
Pada persilangan E x F rataan laju pengisian biji yaitu 3.14 g/hari
Jumlah baris per tongkol (baris)
Hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah baris per tongkol dapat
dilihat pada Lampiran 35. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan
resiprok berbeda nyata terhadap jumlah baris per tongkol.
Rataan jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa
varietas dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas
Persilangan Jumlah baris per tongkol
A x B 12.25b
B x A 13.58a
C x D 14.33a
D x C 14.16a
E x F 14.92a
F x E 12.75b
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Rataan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada taraf 5%.
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan jumlah baris per tongkol pada
persilangan A x B 12.25 baris dan resiproknya B x A yaitu 13.58 baris
Pada persilangan C x D rataan jumlah baris per tongkol yaitu 14.33 baris
sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 14.16 baris
Pada persilangan E x F rataan jumlah baris per tongkol yaitu 14.92 baris
sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 12.75 baris
Histogram jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa
0
AxB BxA CxD DxC ExF FxE
Ju
Gambar 2. Histogram jumlah baris per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas
Bobot biji per tongkol (g)
Hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot biji per tongkol dapat dilihat
pada Lampiran 39. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan
resiprok berbeda nyata terhadap bobot biji per tongkol.
Rataan bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas
dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas
Persilangan bobot biji per tongkol
A x B 84.38b
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Rataan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada taraf 5%.
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan bobot biji per tongkol pada
Pada persilangan C x D rataan bobot biji per tongkol yaitu 100.14 g
sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 113.26 g
Pada persilangan E x F rataan bobot biji per tongkol yaitu 126.84 g
sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 91.06 g
Histogram bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa
varietas dapat dilihat pada gambar 3.
0
AxB BxA CxD DxC ExF FxE
B
Gambar 2. Histogram bobot biji per tongkol dari persilangan resiprok beberapa varietas
Produksi biji kering per plot (g)
Hasil pengamatan dan sidik ragam dari produksi biji kering per plot dapat
dilihat pada Lampiran 45. Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa persilangan
resiprok berbeda nyata terhadap produksi biji kering per plot.
Rataan produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa
Tabel 13. Rataan produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa varietas
Persilangan produksi biji kering per plot
A x B 759.17b
Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Rataan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada taraf 5%.
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan produksi biji kering per plot pada
persilangan A x 759.17 g dan resiproknya B x A yaitu 786.09 g
Pada persilangan C x D rataan produksi biji kering per plot yaitu 794.69 g
sedangkan pada resiproknya D x C yaitu 787.96 g
Pada persilangan E x F rataan produksi biji kering per plot yaitu 883.43 g
sedangkan pada resiproknya F x E yaitu 660.59 g.
Histogram produksi biji kering per plot dari persilangan resiprok beberapa
varietas dapat dilihat pada gambar 4.
0
AxB BxA CxD DxC ExF FxE
P
Pendugaan Parameter Genetik
Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing karakter dapat
dievaluasi. Nilai duga heritabilitas (h2) dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan
kriteria heritabilitas diperoleh 8 (delapan) komponen yang mempunyai
heritabilitas tinggi, terdapat 4 (empat) komponen hasil yang mempunyai
heritabilitas sedang dan terdapat 1 (satu) komponen hasil yang mempunyai
heritabilitas rendah.
Tabel 5. Nilai duga Heritabilitas untuk masing-masing komponen hasil
Komponen hasil (h2)
Tinggi Tanaman (cm) 0.610t
Jumlah Daun (helai) 0.600t
Jumlah Daun diatas Tongkol (helai) 0.645t
Kelengkungan Daun 0.237s
Umur Keluar bunga Jantan (hari) 0.359s
Umur Keluar bunga Betina (hari) 0.856t
Umur Panen (hari) 0.146r
Jumlah Baris per Tongkol (baris) 0.760t
Jumlah biji per tongkol (biji) 0.619t
Bobot biji per Tongkol (g) 0.913t
Bobot 100 biji (g) 0.456s
Laju Pengisian biji (g/hari) 0.477s
Keterangan :
r = Rendah
s = Sedang
t = Tinggi
Pengujian Daya Gabung Khusus
Nilai efek daya gabung khusus terhadap karakter umur keluar bunga
betina, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, dan produksi biji kering
per plot dapat dilihat pada tabel 6.
Pembahasan
Karakter Generatif
Hasil analisis data secara statistik (lampiran 3-14) menunjukkan bahwa
beberapa varietas berbeda nyata terhadap karakter umur berbunga bunga betina
dimana rataan umur berbunga bunga betina yang tertinggi terdapat pada varietas
D sebesar 65.16 hari dan yang terendah pada varietas C sebesar 57.41 hari. Hal ini
tidak sesuai dengan deskripsi tanaman dimana pada varietas D umur keluar
rambut adalah + 57 hari namun kondisi dilapangan umur keluar rambut adalah
65.16 hari. Hal ini terjadi karena perbedaan lingkungan tempat tumbuh sehingga
varietas D harus beradaptasi dengan lingkungan terlebih dahulu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa tanaman
akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar asalkan keadaan
lingkungan tidak melebihi batas fisiologis proses kehidupan.
Dari hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pengujian
persilangan resiprok berbeda nyata terhadap karakter jumlah baris pertongkol
dimana rataan jumlah baris per tongkol tertinggi terdapat pada persilangan E x F
sebesar 14.92 baris dan yang terendah pada persilangan A x B sebesar 12.25 baris.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil pada generasi F1 pada
persilangan E x F dengan para tetuanya berdasarkan deskripsi varietas akibat dari
dua galur disilangkan. Hal ini sesuai dengan literatur Makmur (1992) yang
menyatakan bahwa Ketegaran hibrid atau heterosis didefenisikan sebagai
meningkatnya ketegaran (vigor) dan besar turunan F1 melebihi kedua tetua, bila
bertujuan untuk menciptakan populasi baru yang menggabungkan sifat – sifat baik
yang diinginkan dari kedua tetua.
Dari hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pengujian
persilangan resiprok berbeda nyata terhadap karakter bobot biji per tongkol
dimana rataan bobot biji per tongkol tertinggi terdapat pada persilangan E x F
yaitu 126.84 g dan yang terendah pada persilangan A x B yaitu 84.38 g. Hal ini
disebabkan oleh karena penyerbukan yang tidak sempurna akibat terlambatnya
umur berbunga bunga varietas A sedangkan varietas B telah berbunga sehingga
kesempatan untuk penyerbukan silang antar varietas menjadi kecil. Terjadinya
perbedaan umur berbunga diakibatkan oleh lingkungan yaitu curah hujan yang
tinggi pada saat proses pemasakan bunga yang mengakibatkan serbuk sari
terbuang sehingga tanaman tidak dapat berproduksi secara optimal. Hal ini sesuai
dengan literatur Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa untuk
dapat berkembang dengan baik dan menyelesaikan siklus hidupnya secara
lengkap, tanaman membutuhkan keadaan lingkungan tumbuh yang optimum
untuk mengekspresikan program genetiknya secara penuh.
Dari hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa pengujian
persilangan resiprok berbeda nyata terhadap karakter Produksi biji kering per plot
dimana rataan Produksi biji kering per plot tertinggi terdapat pada persilangan
E x F sebesar 883.43 g dan yang terendah pada persilangan A x B sebesar 759.17
g. Hal ini disebabkan oleh karena curah hujan yang tinggi pada saat proses
penyebukan silang. Hujan yang berlangsung terus menerus mengakibatkan serbuk
sari menjadi busuk serta angin yang kencang menyebabkan serbuk sari terbuang
persentase biji yang jadi tidak 100%. Hal ini sesuai dengan litaratur Loveless
(1989) yang menyatakan bahwa Bunga betina atau sering disebut tongkol. Muncul
dari ujung tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks), yaitu kepala
putik. Setiap rambut di hubungkan oleh tangkai putik yang panjang ke bakal buah
tunggal yang setelah di buahi menjadi biji atau inti biji (kernel).
Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas (h2) dapat dilihat pada Tabel 5. Dari hasil analisis
diperoleh nilai heritabilitas yang rendah, sedang dan tinggi. Stansfield (1991)
merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas
tinggi > 0,5; heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah < 0,2.
Berdasarkan kriteria heritabilitas diperoleh satu komponen yang
mempunyai heritabilitas rendah yaitu pada parameter umur panen 0.146, terdapat
empat komponen hasil yang mempunyai heritabilitas sedang yaitu pada parameter
kelengkungan daun (0.237), umur berbunga bunga jantan (0.359), bobot 100 biji
(0.456), danlaju pengisian biji (0.976) dan terdapat delapan komponen hasil yang
mempunyai heritabilitas tinggi yaitu pada parameter tinggi tanaman (0.610),
jumlah daun (0.600), jumlah daun diatas tongkol (0.645), umur berbunga bunga
betina (0.856), jumlah barisper tongkol (0.760), jumlah biji per tongkol (0.619),
bobot biji per tongkol (0.913), dan produksi biji kering per plot (0.976). Dengan
demikian dari hasil analisis data diperoleh nilai heritabilitas pada penelitian ini
berkisar antara 0 – 1. Dan dari nilai heritabilitas ini kita dapat melihat sejauh
mana sifat tanaman dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Hal ini didukung
oleh pernyataan dari Welsh (1991) bahwa nilai heritabilitas secara teoritis berkisar
faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor
genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai
ekstrim tersebut. Dan menurut Crowder (1997) menyatakan Heritabilitas dengan
persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotip yang
dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan
varian genetik besar dan varian lingkungan kecil.
Daya Gabung Khusus
Dari hasil persilangan resiprok terhadap karakter jumlah baris per tongkol,
didapatkan efek daya gabung khusus yang terbesar pada persilangan dimana
varietas E bertindak sebagai induk betina sebesar 9.29. Hal ini menunjukkan
bahwa varietas E memilki daya gabung yang tinggi dibandingkan varietas F
sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bibit hibrida. Hal ini
sesuai dengan literatur Takdir, dkk (2005) yang menyatakan bahwa suatu galur
atau populasi disilangkan dengan galur tertentu menunjukkan heterosis yang
tinggi dengan demikian galur tersebut mempunyai pasangan yang spesifik untuk
menghasilkan hibrida yang hasilnya tinggi atau biasa disebut galur tersebut
mempunyai daya gabung khusus tinggi/baik.
Dari hasil persilangan resiprok terhadap karakter bobot biji per tongkol
didapatkan nilai efek daya gabung khusus tertinggi pada persilangan E x F yaitu
sebesar 81,96 dimana varietas E (Srikandi Kuning) bertindak sebagai induk betina
dan varietas F sebagai induk jantan. Sedangkan yang terendah pada persilangan
F x E sebasar 46.18 dimana varietas F yang bertindak sebagai induk betina. Hal
ini menunjukkan bahwa varietas E sebagai betina sesuai jika disilangkan dengan
menyatakan bahwa jika DGK rendah pada semua sifat yang diamati berarti tetua –
tetua dan hibrida ini tidak sesuai untuk disilangkan karena gen – gen yang
berguna yang disumbangkan pada setiap tetua hanya sedikit atau tidak ada untuk
semua sifat. Kombinasi persilangan yang memiliki DGK yang tinggi
menunjukkan bahwa tetuanya sesuai untuk dikombinasikan karena
menyumbangkan gen – gen berguna yang banyak bagi keturunannya.
Dari hasil persilangan resiprok terhadap karakter produksi biji kering per
plot didapatkan nilai efek daya gabung khusus tertinggi pada persilangan E x F
yaitu sebesar 576,61. Hal ini diduga karena adanya pengaruh gen – gen dominan,
epistasi dan aditif , seperti yang dikemukakan Welsh (1991) yang menyatakan
kemampuan berkombinasi spesifik (GCA) merupakan penampilan ekspresi antara
KESIMPULAN
1. Dari hasil analisis diperoleh bahwa persilangan resiprok berbeda nyata
terhadap jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol dan produksi biji
kering per plot. Yang paling tinggi adalah persilangan antara varietas
E x F (Srikandi kuning x Bayu).
2. Nilai heritabilitas yang tertinggi terdapat pada parameter produksi biji
kering per plot (0.976) dan terendah pada umur panen (0.146).
3. Kombinasi persilangan E x F (Srikandi kuning x Bayu) memiliki daya
gabung khusus yang tertinggi pada parameter jumlah baris per tongkol,
bobot biji per tongkol, dan produksi biji kering per plot sehingga sesuai
untuk dijadikan tetua.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui karakteristik
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T., dan Y. E. Widyastuti, 1999. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering Sawah dan Pasang Surut. Penebar Swadaya, Jakarta.
Crowder, L. V., 1997. Genetika Tumbuhan. Terjemahan Lilik Kusdiarti. UGM Press, Yogyakarta
Dahlan, M., 1988. Pembentukan dan produksi Benih Varietas Bersari-Bebas. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, Malang.
Ginting, S., 1994. Agronomi Tanaman Makanan. Fakultas Pertanian Sumatera Utara, Medan.
Goldsworthy, dan Fisher, 1992. Fisiologi Budidaya Tanaman Tropik. UGM Press, Yogyakarta.
Gomez, K.A dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan oleh: Endang Sjamsudin dan J.S Baharsjah. UI-Press. Jakarta.
Hartmann, H. T., W. J. Kofnegrs., and A. M. ., 1981. Plant Science, Growth, Development, and Utilization of Cultivated Plant. Precentice Hall, New Jersey.
Hasyim, H. 1999. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kertasapoetra, A. G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman di daerah Tropik. Bina Aksara, Jakarta
Loveless, A. R., 1989. Prinsip –Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2. Gramedia, Jakarta.
Makmur, A., 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta, Jakarta
Mayo, O., 1987. The Theory of Plant Breeding. Clarendon Press, Oxford.
Moentono, 1988. Pembentukan dan Produksi Benih Varietas Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi.
Rubatzky, V. E., dan M. Yamguchi., 1998. Sayuran Dunia 1. Terjemahan: Catur Herison. Prinsip, Produksi dan Gizi. ITB Press, Bandung
Samuddin, S., 2005. Daya Gabung pada Tembakau Madura. Jurnal Agroland, volume 12. hal 27 – 32.
Limited. New Delhi
Singh, J., 1987. Feld Manual of Maize Breeding Procedures. Food Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Sitompul, s. M., dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Subandi, 1988. Perbaikan Varietas. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, Bogor.
Sunarto., 1997. Pemuliaan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang
Suprapto dan N. M. Kairudin., 2007. Hubungan antara Nilai Tetua, Daya Gabung
dan Heterosis hasil Persilangan Dialel Kedelai (Glycine max L.) pada
Ultisol. Jurnal Agrosia. Volume 10. No.2. hal 136 – 141.
Takdir A., Neni I., Argo S., Sriwidodo. 2001. Evaluasi Daya Gabung 250 Galur
S1 Tanaman Jagung (Zea maysL.) Dengan Metode Top Cross. Prosiding
Kongres IV dan Simposium Nasional PERIPI, Yogyakarta.
Tomar, S. S., 1998. Text Book of Population Genetics. Kalyani Publishers, New Delhi.
Lampiran 1. Data Tinggi Tanaman 2 MST (cm) Lampiran 2. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
keterangan tn tidak nyata * nyata
Lampiran 3. Data Tinggi Tanaman 3 MST (cm)
varietas Blok Total Rataan Lampiran 4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
keterangan tn tidak nyata
Lampiran 5. Data Tinggi Tanaman 4 MST (cm) Lampiran 6. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
keterangan tn tidak nyata * nyata
Lampiran 7. Data Tinggi Tanaman 5 MST (cm)
varietas Blok Total Rataan rataan 96.76167 97.43167 84.18167 86.91667 365.2917 91.32292 Lampiran 8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
Lampiran 9. Data Tinggi Tanaman 6 MST (cm) rataan 128.16 131.3383 128.445 126.855 514.7983 128.6996 Lampiran 10. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
keterangan tn tidak nyata * nyata
Lampiran 11. Data Tinggi Tanaman 7 MST (cm)
varietas Blok Total Rataan rataan 165.9783 171.0633 171.9617 165.27 674.2733 168.5683 Lampiran 12. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 7 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
Lampiran 13. Jumlah Daun 2 MST (helai)
rataan 3.831667 3.855 3.443333 3.933333 15.06333 3.765833 Lampiran 14. Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
keterangan tn tidak nyata
* nyata
Lampiran 15. Data Jumlah Daun 3 MST (helai)
varietas Blok Total Rataan
rataan 4.218333 4.441667 4.106667 4.165 16.93167 4.232917 Lampiran 16. Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
Lampiran 17. Data Jumlah Daun 4 MST (helai)
rataan 5.275 5.108333 4.996667 4.996667 20.37667 5.094167 Lampiran 18. Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
keterangan tn tidak nyata * nyata
Lampiran 19. Data Jumlah Daun 5 MST (helai)
varietas Blok Total Rataan Lampiran 20. Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
keterangan tn tidak nyata
Lampiran 21. Jumlah Daun 6 MST (helai)
rataan 7.718333 7.941667 7.828333 7.498333 30.98667 7.746667 Lampiran 22. Sidik Ragam Jumlah 6 MST
SK db JK KT F hitung F0.05
keterangan tn tidak nyata * nyata
Lampiran 23. Jumlah Daun 7 MST (helai)
varietas Blok Total Rataan
rataan 9.22 10.05167 9.718333 7.498333 36.48833 9.122083 Lampiran 24. Sidik Ragam Jumlah Daun 7 MST
SK db JK KT F hitung F0.05