Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
(FMA) DAN PERBEDAAN WAKTU TANAM
SKRIPSI
EVA HANDAYANI 030301016 BDP-AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
(FMA) DAN PERBEDAAN WAKTU TANAM
SKRIPSI
EVA HANDAYANI 030301016 BDP-AGRONOMI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :
(Dr. Ir. Hapsoh, MS) (Ir. Yaya Hasanah, Msi)
Ketua Anggota
NIP. 131 412 496 NIP. 132 313 511
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.)
Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan
Perbedaan Waktu tanam
Nama : Eva Handayani
NIM : 030301016
Departemen : Budidaya Pertanian
Program Studi : Agronomi
Disetujui Oleh,
Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Hapsoh, MS) (Ir. Yaya Hasanah, Msi
Ir. Edison Purba, Ph.D. Ketua Departemen
) Ketua Anggota
NIP. 131 412 496 NIP. 132 313 511
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi jagung terhadap pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan perbedaan waktu tanam.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama adalah pemberian mikofer, dengan 2 taraf yaitu 0 g mikofer/tanaman (tanpa mikoriza) dan 3 g mikofer/tanaman. Faktor kedua adalah perbedaan waktu tanam, dengan 3 taraf yaitu hari pertama penanaman, 10 hari setelah penanaman pertama dan 20 hari setelah penanaman pertama. Parameter yang diamati adalah luas daun, umur berbunga, umur panen, jumlah biji per tongkol, volume akar, bobot kering jagung pipil kering per tongkol, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, jumlah biji per baris, panjang tongkol, bobot 100 biji dan derajat infeksi.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) berpengaruh menaikkan pertumbuhan dan produksi, Perbedaan waktu tanam juga berpengaruh menaikkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Interaksi antara pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan perbedaan waktu tanam hanya berpengaruh menaikkan. Produksi jagung meningkat pada perlakuan perbedaan waktu tanam yang hari pertama penanaman dan interaksi antara pemberian mikofer dan perbedaan waktu tanam dapat meningkatkan bobot basah dan bobot kering akar.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibuhuan pada tanggal 6 September 1984 dari Bapak
Batin Sitompul S.Sos dan Ibu Yusma Hartati Harahap. Penulis adalah anak
pertama dari lima bersaudara.
Penulis lulus SD pada tahun 1997 di SD N 142926 Sibuhuan, lulus SLTP
pada tahun 2000 di SLTP N 1 Barumun, dan lulus SLTA pada tahun 2003 di
SMU N 1 Barumun, dan pada tahun 2003 penulis lulus seleksi masuk Universitas
Sumatera Utara melalui jalur PMP/PMDK. Penulis memilih Program Studi
Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, USU Medan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Asisten Laboratorium
Agroklimatologi pada tahun 2006-2007. Tahun 2007 penulis melaksanakan
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul yang dipilih dalam
penelitian ini adalah ” Respons Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.)
terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan Perbedaan Waktu
Tanam”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr. Ir. Hapsoh, MS selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu
Ir Yaya Hasanah, Msi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan
arahan dan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu
Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP selaku dosen yang membantu penyelesaian
skripsi ini dan Ibu Ir. Haryati, MP selaku dosen penanggung jawab Laboratorium
Teknologi Benih FP-USU.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tua
Ayahanda tercinta Batin Sitompul S.Sos dan Ibunda tercina Yusma Hartati
Harahap atas doa dan semangatnya, dan adik-adik yang paling penulis sayangi
yaitu Leny oktavia, Amelisa Juliana, Muhammad Alvian dan Winni atas segala
perhatiannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Hasmar Harahap atas
doa, semangat dan tenaganya. Kepada Tenni, Tetti, Fitri, Liza, Yudhi, Sadly,
Bowo, pak Haloho,kak Mol, Banda, dan teman-teman yang lain, terima kasih
banyak atas bantuan dan persahabatannya selama ini, juga buat, adik-adik junior
stambuk 2004, 2005, 2006 dan stambuk 2007 terutama anak-anak BDP serta
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
mengucapkan terima kasih kepada pihak BMG Sampali, dan Laboratorium
Agroklimatologi. Penulis juga berterima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah
banyak memberikan bantuan dan masukan kepada penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, Amin.
Medan, Mei 2008
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Hipotesisi Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) ... 9
Perbedaan Waktu Tanam ... 13
Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)... 18
Penanaman ... 18
Pemeliharaan Tanaman ... 19
Penyiraman ... 19
Penjarangan ... 19
Penyiangan ... 19
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 19
Perbedaan Waktu Tanam ... 19
Pengamatan Parameter ... 20
Luas Daun (cm2) ... 20
Umur Berbunga (hari) ... 20
Umur Panen (hari) ... 20
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Volume Akar (cm3) ... 20
Bobot Kering Jagung Pipil Kering per Tanaman (g) ... 21
Bobot Basah Tajuk (g) ... 21
Bobot Kering Tajuk (g) ... 21
Bobot Basah Akar (g) ... 21
Bobot kering Akar (g) ... 21
Derajat Infeksi (%) ... 21
Jumlah Biji per Baris (biji) ... 22
Panjang Tongkol (cm) ... 22
Bobot 100 Biji (g) ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
Pembahasan ... 34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38
Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Hal
1. Rataan Luas Daun (cm2) ... 23
2. Rataan Umur Berbunga (hari) ... 23
3. Rataan Umur Panen (hari) ... 24
4. Rataan Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 25
5. Rataan Volume Akar (cm3) ... 26
6. Rataan Bobot Jagung Pipil kering per Tanaman (g) ... 26
7. Rataan Bobot Basah Tajuk (g) ... . 27
8. Rataan Bobot Kering Tajuk (g) ... 28
9. Rataan Bobot basah Akar (g) ... 29
10.Rataan Bobot Kering Akar (g) ... 30
11.Rataan Jumlah Biji per Baris (biji) ... 30
12.Rataan Panjang Tongkol (cm) ... 31
13.Rataan Bobot 100 Biji (g) ... 32
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Tanaman jagung di Areal Pertanaman BMG Sampali ... 61
2. Biji Jagung Pipil Kering ... 61
3. Akar Tanaman Jagung (kiri) dan Tongkol Jagung (kanan) ... 62
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Deskripsi Tanaman Jagung ... 41
2. Bagan Penelitian ... 42
3. Bagan Tanaman per Petak ... 43
4. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 44
5. Prosedur Pengukuran Derajat Infeksi Akar ... 45
6. Data Luas Daun (cm2) ... 46
7. Sidik Ragam Luas Daun (cm2) ... 46
8. Data Umur Berbunga (hari) ... 47
9. Sidik Ragam Umur Berbunga (hari) ... 47
10.Data Umur Panen (hari) ... 48
11.Sidik Ragam Umur Panen (hari) ... 48
12.Rataan Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 49
13.Sidik Ragam Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 49
14.Rataan Volume Akar (cm3) ... 50
15.Sidik Ragam Volume Akar (cm3) ... 50
16.Rataan Bobot Jagung Pipil kering per Tanaman (g) ... 51
17.Sidik Ragam Bobot Jagung Pipil kering per Tanaman (g) ... 51
18.Rataan Bobot Basah Tajuk (g) ... 52
19.Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk (g) ... 52
20.Rataan Bobot Kering Tajuk (g) ... 53
21.Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk (g) ... 53
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
23.Sidik Ragam Bobot basah Akar (g) ... 54
24.Rataan Bobot Kering Akar (g) ... 55
25.Sidik Ragam Bobot Kering Akar (g) ... 55
26.Rataan Jumlah Biji per Baris (biji) ... 56
27.Sidik Ragam Jumlah Biji per Baris (biji) ... 56
28.Rataan Panjang Tongkol (cm) ... 57
29.Sidik Ragam Panjang Tongkol (cm) ... 57
30.Rataan Bobot 100 Biji (g) ... 58
31.Sidik Ragam Bobot 100 Biji (g) ... 58
32.Rangkuman Uji Beda Rataan Parameter ... 59
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dilihat dari semakin berkembangnya industri peternakan yang pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran pakan ternak. Selain bahan
pakan ternak, saat ini juga berkembang produk pangan dari jagung dalam bentuk
tepung jagung di kalangan masyarakat. Produk tersebut banyak dijadikan bahan
baku untuk pembuatan produk pangan. Dengan gambaran potensi pasar jagung
tersebut, tentu membuka peluang bagi petani untuk menanam jagung atau
meningkatkan produksi jagungnya. Potensi pasar jagung di Indonesia pun
semakin terbuka luas setelah adanya larangan impor jagung dari beberapa negara
karena terindikasi membawa bibit penyakit mulut dan kuku
(Purwono dan Hartono, 2006).
Kebutuhan jagung sejak beberapa tahun ini terus meningkat, oleh karena
itu untuk memenuhi kebutuhan jagung di Indonesia terpaksa mengimpornya dari
luar. Program peningkatan produksi jagung dilakukan pemerintah melalui
intensifikasi dan ekstensifikasi. Pada saat ini kemungkinan perluasan areal
produksi jagung terbesar adalah pada lahan kering di luar Pulau Jawa.
(Puslitbangtanak, 2002).
Mikoriza arbuskula mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap
kekeringan. Mikoriza arbuskuala memiliki kemampuan untuk meningkatkan
penyerapan air ke tanaman melalui jalinan hifa. Mikoriza arbuskula akan
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
arbuskula mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap serangan patogen,
terutama yang menyerang sistem perakaran. Mikoriza arbuskula juga berperan
untuk mengendalikan erosi tanah karena hifanya mampu meningkatkan
partikel-partikel tanah (Hendroko dan Prihmantoro, 2006).
Produk olahan jagung tersebut umumnya berasal dari industri skala rumah
tangga hingga industri besar. Secara garis besar, beberapa industri yang mengolah
jagung menjadi produk sebagai berikut :
a. Industri giling kering, yaitu menghasilkan tepung jagung.
b. Industri giling basah, yaitu menghasilkan pati, sirup, gula jagung, minyak dan
dekstrin.
c. Industri destilasi dan fermentasi, yaitu industri yang menghasilkan etil
alkohol, aseton, asam laktat, asam sitrat, gliserol, dan lain-lain
(Purwono dan Hartono 2006).
Mengingat begitu luasnya lahan kritis serta laju degradasi lahan yang
semakin tinggi, maka usaha-usaha untuk restorasi dan menekan laju kritis sudah
menjadi kebutuhan yang mendesak. Oleh karena itu, upaya lain harus diusahakan
sebagai pelengkap dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Salah satu diantaranya
adalah pemanfaatan mikoriza yang diyakini mampu memperbaiki kondisi tanah
dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Subiksa, 2003).
Waktu tanam yang tepat merupakan salah satu usaha untuk memperkecil
kegagalan panen. Tanaman jagung dapat ditanam di lahan sawah, tegalan, atau
pekarangan. Dari ketiga jenis lahan tersebut waktu tanamnya berbeda-beda.
Penanaman jagung dilahan sawah dapat dilakukan sebelum penanaman padi atau
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
ditanam pada musim labuhan yaitu pada awal musim penghujan (September
sampai November) dan pada musim marlungan atau pada akhir musim penghujan
(Februari sampai Maret) asalkan pengairan pada musim kemarau terjamin
(Warisno, 1998).
Salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi waktu tanam yang
berbeda pada penanaman jagung dan meningkatkan resistensi tanaman terhadap
patogen terutama pada sistem perakaran adalah dengan menggunakan Fungi
Mikoriza Arbuskula (FMA). Rhizobia dan FMA sering berinteraksi secara
sinergistik menghasilkan bintil akar, pengambilan nutrisi, dan hasil panen yang
lebih baik. FMA dapat membantu tanaman untuk menyerang penyakit busuk akar.
Hifa mempengaruhi morfofisiologi akar sehingga luas permukaan akar bertambah
banyak. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti respon pertumbuhan dan
produksi jagung terhadap pemberian FMA dan perbedaaan waktu tanam.
Tujuan Penelitian
Untuk menguji pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) terhadap
pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan perbedaan waktu tanam.
Hipotesis Penelitian
1. Diduga ada pengaruh pemberian FMA terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung.
2. Diduga ada pengaruh perbedaan waktu tanam terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung.
3. Diduga ada pengaruh interaksi pemberian FMA dan perbedaan waktu tanam
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan ilmiah dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu
syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Seperti halnya pada jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman
jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada kondisi tanah yang subur
dan gembur karena sistem pengolahan tanahnya cukup baik, akan didapat jumlah
akar yang cukup banyak, sedang pada tanah yang kurang baik (jelek) akar yang
tumbuh jumlahnya terbatas(Warisno, 1998).
Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman.
Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan
tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar
adventif dengan perkecambahan yang amat lebat yang memberi hara pada
tanaman. Akar layang penyokong memberikan tambahan topangan untuk tumbuh
tegak dan membantu penyerapan hara. Akar layang ini yang tumbuh di atas
permukaan tanah, tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang
sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Batang jagung tidak berlubang, tidak seperti batang padi, tetapi padat dan
terisi oleh berkas-berkas pembuluh sehingga makin memperkuat tegaknya
tanaman. Hal ini juga didukung oleh jaringan kulit yang keras dan tipis yang
terdapat pada batang di sebelah luar. Batang jagung beruas, dan pada bagian
pangkal batang jagung beruas pendek dengan jumlah ruas berkisar antara 8 – 21.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
antara 50 – 60 cm, namun rata-rata panjang batang pada umumnya antara
100 – 300 cm (AAK, 1993).
Daun terdiri dari pelepah dan helaian daun diantaranya dilapisi oleh
spikula yang menghalangi air masuk ke dalam pelepah daun. Jumlah daun seiring
dengan jumlah ruas, biasanya antara 8 – 21 daun. Panjang daun berbeda-beda
anatara 30 – 150 cm. Lebar daun dapat mencapai 15 cm. Daun terdapat pada
buku-buku batang yang terdiri dari kelopak daun, lidah daun dan helaian daun,
letaknya berseling. Daun yang dibentuk pertama kali tetap kecil, sedang daun
yang berikutnya lebih berkembang (Tobing, dkk, 1995).
Rambut pertama berasal dari putik dasar tongkol dan ada satu helai rambut
untuk satu biji jagung yang akan terbentuk. Rambut biasanya muncul 1-3 hari
setelah sari mulai tersebar dan siap diserbuki (reseptif) ketika keluar dari kelobot.
Bergantung pada suhu dan kejaguran tanaman, diperlukan waktu 2-7 hari untuk
memunculkan semua rambut secara sempurna. Hampir semua biji jagung
terbentuk pada 3-5 hari setelah rambut pertama muncul. Suhu tinggi selama
persebaran tepung sari dan munculnya rambut dapat berpengaruh buruk karena
tepung sari dapat mengering. Penyerbukan dapat terjadi dalam kisaran suhu yang
lebar, suhu optimumnya sekitar 30 oC. pada banyak kultivar, suhu di atas 36 oC
dengan terapan angin kering yang panas atau ketika tanaman mengalami cekaman
kelengasan, menyebabkan penyerbukan buruk yang berakibat pada buruknya
pengisian biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
secara lurus atau berkelok-kelok dan jumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji (sead coad), endosperm dan embrio
(Rukmana, 1997).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman jagung memerlukan kelengasan tinggi, berkisar dari 500-700
mm per musim. Cekaman kelengasan paling kritis terjadi selama pembentukan
rambut dan pengisian biji. Kekeringan air dalam waktu singkat biasanya dapat
ditoleransi, dan hanya berpengaruh kecil terhadap perkembangan biji. Namun,
kekeringan air yang berkepanjangan setelah penyerbukan dapat secara nyata
menurunkan bobot kering biji. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan biji sebagian
di sokong oleh mobilisasi asimilat yang tersimpan di batang keseluruhan, tanaman
agak tahan terhadap kekeringan, tetapi peka terhadap drainase tanah yang jelek
dan tidak tahan genangan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Walaupun asal tanaman jagung dari daerah tropis tetapi karena banyak
sekali tipe-tipe dan variasi sifat-sifat yang dimilikinya sehingga jagung dapat
menyebar luas kemana-mana dan dapat hidup baik di berbagai iklim. Pertanaman
jagung yang luas terdapat di daerah beriklim sedang pada waktu musim panas dan
sub tropis basah. Jadi pada umumnya tanaman jagung dapat ditanam di semua
belahan bumi, kecuali daerah yang sangat dingin atau musim tanam yang pendek
(Ginting, 1995).
Perkembangan tanaman dan pembungaan dipengaruhi oleh panjang hari
dan suhu, pada hari pendek tanaman lebih cepat berbunga. Banyak kultivar
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
berkurang hingga kurang dari 13 atau 12 jam. Pada hari panjang, tipe tropika ini
tetap vegetatif dan kadang-kadang dapat mencapai tinggi 5-6 m sebelum tumbuh
bunga jantan. Namun, pada hari yang sangat pendek (8 jam) dan suhu kurang dari
20 oC juga menunda pembungaan. Ketika ditanam pada kondisi hari pendek pada
daerah iklim sedang kultivar tropika cenderung berbunga lebih awal
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Jumlah dan distribusi curah hujan merupakan faktor penting dimana
tanaman jagung membutuhkan curah hujan yang relatif sedikit. Tanaman akan
tumbuh normal pada curah hujan yang berkisar 250 – 500 mm per tahun. Curah
hujan kurang atau lebih dari angka yang di atas akan menurunkan produksi. Air
banyak dibutuhkan pada waktu perkecambahan dan setelah berbunga. Setelah
tongkol mulai kuning, air tidak diperlukan lagi. Idealnya tanaman jagung
membutuhkan curah hujan 100 – 125 mm per bulan dengan distribusi merata
(Tobing, dkk, 1995).
Jagung dapat ditanam di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi
(daerah pegunungan) yang memiliki ketinggian sekitar 1.000 m atau lebih dari
permukaan laut (dpl). Umumnya jagung yang ditanam di daerah dengan
ketinggian kurang dari 800 m dpl akan memberikan hasil yang tinggi. Jagung
yang ditanam di tanah dengan ketinggian antara 800 m sampai 1.200 m dpl juga
masih dapat berproduksi dengan baik (Warisno, 1998).
Tanah
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai
jenis tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tetapi jagung yang
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
dengan baik. Untuk pertumbuhan optimal pada tanaman jagung membutuhkan pH
5,5 – 6,5. tanah yang bersifat asam yaitu angka pH kurang dari 5,5 dapat
dilakukan pengapuran (AAK, 1993).
Keadaan basah memang diperlukan ketika biji jagung mulai ditanam.
Keadaan kering pada waktu penanaman pemula adalah jelek, baik bagi
pertumbuhan selanjutnya maupun bagi pembuahannya. Demikian pula keadaan
yang terlalu basah tidak menguntungkan tanaman karena cenderung dapat
mengundang berbagai penyakit. Pada tanah yang terlalu lembab penanaman
hendaknya diatur sedemiakn rupa agar buah jagung cukup matang untuk dipanen
pada awal musim kering, maksudnya agar agar hasil pemanenan dapat segera
dikeringkan untuk menghindari penjamuran yang dapat menurunkan kualitas dan
menimbulkan penyakit (Kartasapoetra, 1998).
Tanaman jagung membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar,
mempunyai akar serabut yang menyebar dangkal dan kurang toleran terhadap
kandungan air berlebihan, menghendaki butir tanah yang berukuran halus pada
lapisan permukaannya. Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8 % masih
dapat ditanami jagung denngan arah barisan melintang searah kemiringan tanah
dengan maksud mencegah erosi tanah apabila terjadi hujan (Suprapto, 1990).
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tingkat
tinggi memiliki istilah umum yaitu mikoriza (jamak mikorizae) yang secara
harfiah berarti akar jamur. Akar jamur ditemukan oleh botaniwan Jerman, Frank
pada abad yang lalu (1855) di pepohonan hutan pinus, tetapi penelitian
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
adal dalam kondisi alami dalam sistem perakaran banyak tanaman budidaya
lainnya yang penting secara ekonomi (Rao, 1994).
Jamur sudah bersimbiosis dengan akar tanaman, sejak tanaman berevolusi.
Jamur yang tumbuh dan berasosiasi dengan alga, dikenal sebagai lichen. Namun,
lichen ini dapat terbentuk jika bersimbiosis dengan akar Bryophyta, Pteridophyta
dan tanaman tingkat tinggi, dan simbiosis ini disebut sebagai mikoriza. Mikoriza
merupakan fungal bakteria yang membentuk nodul pada tanaman Leguminosa dan
Actinomycetes, dan membentuk nodul pada jumlah tertentu pada tanaman lain
(Russel, 1991).
Beberapa pengaruh FMA antara lain : (1) Kemampuannya yang tinggi
dalam meningkatkan penyerapan air dan hara terutama P. (2) Bertindak sebagai
pelindung biologi bagi pathogen akar. (3) Lebih tahan cekaman kekeringan,
kemasaman, salinitas, keracunan logam berat dalam tanah. (4) Meningkatkan
produksi hormon auksin yang berfungsi meningkatkan elastisitas dinding sel dan
mencegah atau memperlambat proses penuaan akar. Mikoriza ini berpengaruh
terhadap pertumbuhan yang lebih baik dan produksi yang tinggi. Dengan
demikian akan dihasilkan jagung yang bermutu tinggi secara kualitas dan
kuantitas (Sastrahidayat, 1995).
Terdapat dua macam mikoriza, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza.
Pada ektomikoriza (juga disebut mikoriza ektotrof). Jamur ini seluruhnya
menyelubungi masing-masing cabang akar dalam selubung atau mantel hifa.
Hifa-hifa itu hanya manembus antar sel korteks akar (interseluler). Pada endomikoriza,
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
(intraseluler) dan membentuk hubungan langsung antar sel-sel akar dan tanah
sekitarnya (Rao, 1994).
Yang paling menarik dari dua tipe mikoriza adalah kemampuannya untuk
memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan mempertinggi pengambilan P. Dalam
tanah yang defisien P, tanaman bermikoriza biasanya jelas-jelas tumbuh lebih baik
dibandingkan dengan tanaman non-mikoriza tetapi akan terjadi sebaliknya pada
tanah yang disupali fosfat dengan baik. Sesungguhnya dalam tanah seperti ini,
tanaman bisa memperlihatkan tingkat infeksi yang sangat rendah. Keuntungan
tanaman bermikoriza tidak dapat diterangkan berdasarkan morfologi akar, karena
mereka mengambil fosfat lebih cepat per unit panjang akar daripada tanaman
non-mikoriza. Pada kenyataannya tanaman bermikoriza, mempunyai sistem perakaran
yang lebih pendek, juga pada ektomikoriza adalah mungkin bahwa pengaruh
mikroba rizosfer dalam menurunkan panjang akar disebabkan infeksi
endomikoriza, karena hal tersebut memiliki pengaruh nyata
(Fitter dan Hay, 1991).
Taksonomi jamur FMA masih berada pada tahap perubahan yang terus
menerus dan bila semata-mata hanya berdasarkan pada morfologi spora, dikenal
lima genus mikoriza arbuskula yaitu Glomus, Gigaspora, Acaulospora,
Sclerocytis, dan Endogone, yang terakhir ini hanya terbatas pada tanaman yang
membentuk ekto atau tidak membentuk mikoriza (Rao, 1994).
Kemampuan intersepsi akar dalam pengambilan nutrisi dapat dipertinggi
oleh mikoriza, yang merupakan sebuah simbiosis antara jamur dan akar tanaman.
Efek yang menguntungkan dari mikoriza ini sangat besar ketika tanaman tumbuh
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
dengan keadaan pH tanah yang sedikit asam, sedikit P, cukup N, dan temperatur
tanah renah. Hifa dari mikoriza beraktifitas dengan menyebar dalam sistem akar
tanaman (Tisdale, et al, 1993).
Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman
inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis).
Kareanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai Biofertilization,
baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan
(Killham, 1994).
Mikoriza endotropik lebih banyak terdapat pada ektomikoriza, mereka
banyak bermanfaat di lapangan dan produksi tanaman sayur-sayuran. Hifa
menyerbu akar-akar dengan cabang-cabangnya di antara sel, biasanya bagiannya
jauh dari bagian tengah akar. Hifa yang membelit atau struktur hifa yang
bercabang, terbentuk diantara sel-sel akar dan disebut “arbuscles”. Bentuk struktur
ini adalah dasar untuk menunjukkan endomikoriza sebagai mikoriza “vesiular
arbuskular” (VA) (Foth, 1991).
Menurut Foth (1991), tanaman inang dimanfaatkan jamur sebagai
makanan, keuntungan bagi tanaman inang termasuk :
1. Permukaan akar bertambah efektif dengan bertambah efektifnya absorbsi
nutrient (partikel fosfor) dan air.
2. Fungsi akar menjadi lebih luas.
3. Toleransi terhadap kekeringan dan panas bertambah.
4. Sumbangan nutrient tanah lebih tersedia.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Jaringan hifa eksternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air
dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar
memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro)
sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah
(Marschner, 1992).
Simbiosis jamur mikoriza arbuskula dapat meningkatkan serapan P pada
pembibitan. Namun, untuk mendapatkan keuntungan simbiosis yang tinggi perlu
diketahui kondisi optimum simbiosis. Simbiosis mikoriza arbuskula dengan
tanaman sangat dipengaruhi tingkat hara dan dosis inokulum. Beberapa hal yang
mempengaruhi simbiosis mikoriza arbuskula ialah dosis inokulum dan pupuk.
Dosis inokulum berpengaruh terhadap keefektifan inokulasi. Dibandingkan
dengan spora sebagai inokulum, propagul campuran berupa spora, akar terinfeksi
dan hifa eksternal dapat menginfeksi dalam waktu yang lebih cepat
(Widiastuti, dkk, 2002).
Perbedaan Waktu Tanam
Waktu tanam yang tepat merupakan salah satu usaha untuk memperkecil
kegagalan panen. Tanaman jagung dapat ditanam dilahan sawah, tegalan, atau
pekarangan. Dari ketiga jenis lahan tersebut waktu tanamnya berbeda-beda.
Penanaman jagung dilahan sawah dapat dilakukan sebelum penanaman pada atau
sesudah panen padi, sedangkan pada lahan tegalan dan pekarangan sebaiknya
ditanam pada musim labuhan yaitu pada awal musim penghujan (September
samapai November) dan pada musim marlungan atau pada akhir musim
penghujan (Februari sampai Maret) asalkan pengairan pada musim kemarau
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Salah satu kendala yang dapat membatasi pertumbuhan dan produksi
tanaman pada lahan kering adalah ketersediaan air yang rendah, karena itu
diperlukan kultivar jagung yang berpotensi produksi dan mempunyai kemampuan
adaptasi yang tinggi terhadap cekaman air. Pengaruh cekaman air tehadap
pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat cekaman yang dialami dan jenis
atau kultivar yang ditanam. Pengaruh awal dari tanaman yang mendapat cekaman
air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian
berpengaruh besar terhadap proses fisiologi dan metabolisme dalam tanaman
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG) Sampali, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dari atas
permukaan laut (dpl). Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan
bulan Agustus 2007 (Lampiran 1).
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung Pioneer 12
(Lampiran 2), Urea (450 kg/ha), TSP (100 kg/ha) dan KCl (100 kg/ha) sebagai
pupuk dasar, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam bentuk mikofer, Insektisida
Decis 2,5 EC untuk mengendalian hama pada tanaman tersebut.
Alat yang digunakan adalah meteran untuk mengukur luas lahan, cangkul
untuk mengolah lahan, tugal untuk membuat lubang tanam, tali plasti untuk
menentukan lubang tanam, gembor untuk menyiram tanaman, gelas beker untuk
mengukur volume akar, oven untuk mengeringkan tanaman, timbangan untuk
menimbang tanaman, pacak sampel untuk menandai tanaman sampel, papan
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan 2 faktor perlakuan, yaitu :
Faktor I : Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (M) dengan 2 taraf, yaitu :
M0 = 0 g MVA/lubang tanam
M1 = 3 g MVA/lubang tanam
Faktor II : Waktu Tanam (W) dengan 3 taraf, yaitu :
W1 = Hari pertama penanaman
W2 = 10 Hari setelah penanaman pertama
W3 = 20 hari setelah penanaman pertama
Dengan demikian diperoleh 6 kombinasi perlakuan sebagai berikut :
M0W1 M0W2 M0W3
M1W1 M1W2 M1W3
Jumlah ulangan = 3 ulangan
Jumlah tanaman = 55 tanaman/petak
Jumlah tanaman sampel = 5 tanaman/petak
Jumlah tanaman sampel seluruhnya = 45 tanaman/petak
Jumlah tanaman destruktif = 5 tanaman/petak
Jumlah tanaman destruktif seluruhnya = 45 tanaman/petak
Jumlah tanaman/penanaman = 165 tan/1 x penanaman/ulangan
Jarak tanam = 70 cm cm x 25 cm
Ukuran petak = 3 m x 3 m
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linier, yaitu :
Yijk = µ +
i + j + k + ( )jk + ijk
Dimana :
Yijk
= Hasil pengamatan pada blok ke-I dengan FMA pada taraf ke-j dan Perbedaan Waktu Tanampada taraf ke-kµ
= Nilai tengah
i
= Efek blok ke-i
j
= Efek FMA pada taraf ke-j
k
= Efek Perbedaan Waktu Tanam pada taraf ke-k
( )jk
= Efek interaksi antara FMA pada taraf ke-j dan Perbedaan WaktuTanam pada taraf ke-k
ijk
= Efek galat pada blok ke-j yang mendapat perlakuan FMA pada tarafke-j dan Perbedaan Waktu Tanam pada taraf ke-k.
Jika dari sidik ragam diperoleh efek FMA atau perbedaan waktu tanam
yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Lahan penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan kotoran
lainnya, lalu diolah dengan cara menggemburkan lahan dengan menggunakan
cangkul, dilanjutkan dengan pembuatan petak percobaan dengan ukuran
3 m x 3 m.
Pemupukan Dasar
Pemupukan dasar dilakukan bersamaan pada saat penanaman. Pemupukan
dasar yang diberikan adalah Urea 450 kg/ha, TSP 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha,
dimana pupuk urea diberikan 3 kali yaitu 150 kg/ha pada waktu penanaman, 150
kg/ha saat tanaman berumur 1 bulan dan 150 kg/ha saat tanaman berumur 40 hari.
TSP dan KCl diberikan pada saat tanaman berumur 1 bulan. Pemupukan
dilakukan dengan cara ditugal di sekitar tanaman dengan jarak 15 cm dari
tanaman kemudian ditutup kembali dengan tanah.
Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Aplikasi FMA dalam bentuk mikofer diberikan bersamaan dengan
penanaman sebanyak 3 g/lubang tanam. Setelah mikofer ditutup dengan tanah,
maka benih jagung ditanam 2 benih/lubang tanam, kemudian ditutup kembali
dengan tanah atau kompos untuk mempermudah perkecambahan.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Penanaman dilakukan dengan menggunakan tugal, dengan cara menugal
lahan yang telah digemburkan kira-kira sedalam 5 cm dari permukaan tanah
kemudian memasukkan benih jagung sebanyak 2 benih/lubang tanam yang
sebelumnya benih direndam dalam air 10 – 15 menit. Jarak tanam yang digunakan
70 cm x 25 cm.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari yang tergantung
dengan kondisi lingkungan dan kelembaban tanah dilakukan dengan
menggunakan gembor dan air bersih.
Penjarangan
Penjarangan tanaman dilakukan 2 minggu setelah tanam dengan cara
memotong tanaman dengan menggunakan pisau atau mencabut hingga akar dan
meninggalkan satu tanaman yang sehat.
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul
2 minggu sekali.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit tergantung kondisi lapangan. Bila terjadi
serangan hama, maka dilakukan penyemprotan insektisida Decis 2,5 EC dengan
dosis 0,5 cc/liter air.
Perbedaan Waktu Tanam
Tanaman jagung ditanam pada waktu yang berbeda yaitu dengan
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Pengamatan Parameter
Luas Daun (cm2)
Luas daun dihitung pada saat tanaman sudah berbunga. Daun yang
dihitung adalah daun yang bagian tengah dengan menggunakan meteran. Dengan
rumus : panjang x lebar x konstanta. Nilai konstanta yang digunakan berdasarkan
jumlah daun tersebut.
Umur Berbunga (hari)
Umur berbunga diamati setelah 75 % tanaman telah mengeluarkan
bunga/petaknya.
Umur Panen (hari)
Umur panen dihitung setelah tanaman memenuhi kriteria panen seperti
rambut jagung telah berwarna coklat dan tongkol sudah terisi penuh. Pemanenan
awal dilakukan setelah 80 % dari tanaman telah berdaun 5 yaitu dengan mencabut
tanaman.
Jumlah Biji per Tongkol (biji)
Jumlah biji dihitung setelah tanaman jagung dipanen dan dihitung per
tongkolnya.
Volume Akar (cm3)
Volume akar diukur pada saat tanaman sudah dipanen. Volume akar
diukur dengan menggunakan metode grafimetrik yaitu dengan menggunakan
gelas beker yang diisi air penuh, kemudian akar dimasukkan ke dalamnya.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Bobot Kering Jagung Pipil Kering per Tanaman (g)
Jagung yang sudah dipanen, kemudian dipipil atau dipisahkan dari tongkol
jagung. Jagung pipil kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 70 oC
selama 24 jam, lalu ditimbang (Lampiran 4).
Bobot Basah Tajuk (g)
Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar tanaman dengan cara
memotong pangkal batang kemudian ditimbang. Bobot basah tajuk diukur setelah
tanaman di panen.
Bobot Kering Tajuk (g)
Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar tanaman dengan cara
memotong pada pangkal batang. Kemudian diovenkan dengan suhu 75 oC selama
24 jam, lalu ditimbang. Bobot kering tajuk diukur setelah tanaman di panen.
Bobot Basah Akar (g)
Bagian akar tanaman dipisahkan dari tajuk tanaman dengan cara
memotong bagian leher akar kemudian ditimbang. Bobot basah akar diukur
setelah tanaman di panen (Lampiran 5).
Bobot Kering Akar (g)
Bagian akar tanaman dipisahkan dari tajuk tanaman dengan cara
memotong bagian leher akar kemudian diovenkan dengan suhu 75 o C selama 24
jam, lalu ditimbang. Bobot kering akar diukur setelah tanaman di panen.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Pengamatan derajat infeksi diamati pada akar tanaman di akhir
pertumbuhan vegetatif tanaman. Akar tanaman diteliti berapa persen FMA
menginfeksi akar tanaman (Lampiran 6).
Jumlah Biji per Baris (biji)
Jumlah biji dihitung per barisnya setelah tanaman jagung dipanen,
kemudian dirata-ratakan.
Panjang Tongkol (cm)
Panjang tongkol diukur pada saat tanaman sudah dipanen dengan
menggunakan meteran atau penggaris (Lampiran 7).
Bobot 100 Biji (g)
Biji terlebih dahulu di ovenkan, kemudian biji tanaman yang sudah di
ovenkan ditimbang dalam 100 biji. Pengukuran dilakukan setelah panen.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil analisis data secara statistik bahwa perlakuan inokulasi
FMA berpengaruh nyata terhadap luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering
tajuk, bobot kering akar, dan bobot 100 biji tetapi berpengaruh tidak nyata
terhadap umur berbunga, umur panen, jumlah biji per tongkol, bobot kering
jagung pipil kering per tanaman, bobot basah akar, panjang tongkol, dan jumlah
biji per baris.
Berdasarkan hasil analisis data secara statistik bahwa perlakuan perbedaan
waktu tanam berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, umur panen, dan bobot
kering tajuk tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun, jumlah biji per
tongkol, volume akar, bobot kering jagung pipil kering per tanaman, bobot basah
tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, jumlah biji per baris, panjang tongkol,
bobot 100 biji.
Berdasarkan hasil analisis data secara statistik bahwa interaksi antara
pemberian mikoriza dan perbedaan waktu tanam tidak berpengaruh nyata terhadap
semua parameter pengamatan kecuali bobot kering akar yang memberikan
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009 Luas Daun (cm2)
Data hasil analisis secara statistik luas daun dapat dilihat pada Lampiran
9-10. Data luas daun pada perlakuan inokulasi mikofer dan perbedaan waktu
tanam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Luas Daun
Mikofer (g)
Waktu Tanam (hari ke) Rataan
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
nyata terhadap luas daun, dimana luas daun tertinggi pada perlakuan 3 g mikofer
(841.14 cm2) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer (775.86 cm2).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun,
dimana luas daun tertinggi pada perlakuan waktu tanam 11 hari (836.45 cm2) dan
yang terendah pada perlakuan waktu tanam 21 hari (775.35 cm2) dapat dilihat
pada Tabel 1. Selanjutnya juga dapat dilihat bahwa interaksi antara inokulasi
mikofer dan perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun.
Umur Berbunga (hari)
Data hasil analisis secara statistik umur berbunga dapat dilihat pada
Lampiran 11-12. Data umur berbunga pada perlakuan inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Umur Berbunga
Mikofer (g)
Waktu Tanam (hari ke) Rataan
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
... hari ...
0 72,40 72,80 73,27 72,82
3 72,47 72,73 73,27 72,82
Rataan 72,43b 72,77b 73,27a 72,82
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
tidak nyata terhadap umur berbunga, dimana umur berbunga tertinggi pada
perlakuan 0 g mikofer dan 3 g mikofer (72.82 hari).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh nyata terhadap umur berbunga,
dimana umur berbunga tertinggi pada perlakuan waktu tanam 21 hari (73.27 hari)
dan terendah pada perlakuan 1 hari (72.43 hari) dapat dilihat pada Tabel 2.
Selanjutnya dapat diketahui bahwa interaksi antara inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap umur berbunga.
Umur Panen (hari)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam umur panen dapat dilihat pada
Lampiran 13-14. Data umur panen pada perlakuan inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Umur Panen
Mikofer (g)
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
tidak nyata terhadap umur panen, dimana umur panen tertinggi pada perlakuan 3 g
mikofer (95.78 hari) dan yang terendah pada perlakuan 0 g mikofer (95.73 hari).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh nyata terhadap umur panen, dimana
umur panen tertinggi pada perlakuan waktu tanam 11 hari (99.37 hari) dan
terendah pada perlakuan waktu tanam 1 hari (92.5 hari) dapat dilihat pada
Tabel 3. Selanjutnya dapat diketahui bahwa interaksi antara inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap umur panen.
Jumlah Biji per Tongkol (biji)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam jumlah biji per tongkol dapat
dilihat pada Lampiran 15-16. Data jumlah biji per tongkol pada perlakuan
inokulasi mikofer dan perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Jumlah Biji per Tongkol
Mikofer (g)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
tidak nyata terhadap jumlah biji per tongkol, dimana jumlah biji per tongkol
tertinggi pada perlakuan 0 g mikofer (543.38 biji) dan terendah pada perlakuan 3
g mikofer (515.89 biji).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah biji per
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
hari (550.13 biji) dan terendah pada perlakuan waktu tanam 11 hari (518.57 biji)
dapat dilihat pada Tabel 4. Selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara
inokulasi mikofer dan perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap
jumlah biji per tongkol.
Volume Akar (cm3)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam volume akar dapat dilihat pada
Lampiran 17-18. Data volume akar pada perlakuan inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Volume Akar
Mikofer (g)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
tidak nyata terhadap volume akar, dimana volume akar tertinggi pada perlakuan 3
g mikofer (142.07 cm3) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer (109.89 cm3).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap volume akar,
dimana volume akar tertinggi pada perlakuan waktu tanam 11 hari (139.20 cm3)
dan terendah pada perlakuan waktu tanam 1 hari (112.13 cm3) dapat dilihat pada
Tabel 5. Selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara inokulasi mikofer dan
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Bobot Kering Jagung Pipil kering per Tanaman (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering jagung pipil kering
per tanaman dapat dilihat pada Lampiran 19-20. Data bobot kering jagung pipil
kering per tanaman pada pelakuan inokulasi mikofer dan perbedaan waktu tanam
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Bobot Kering Jagung Pipil Kering per Tanaman
Mikofer (g)
Waktu Tanam (hari ke) Rataan
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
tidak nyata terhadap bobot kering jagung pipil kering per tanaman, dimana bobot
kering jagung pipil kering per tanaman tertinggi pada perlakuan 0 g mikofer
(149.34 g) dan terendah pada perlakuan 3 g mikofer (148.54 g).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering
jagung pipil kering per tanaman, dimana bobot kering jagung pipil kering per
tanaman tertinggi pada perlakuan waktu tanam 11 hari (151.98 g) dan terendah
pada perlakuan waktu tanam 1 hari (145.15 g) dapat dilihat pada Tabel 6.
Selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara inokulasi mikofer dan perbedaan
waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering jagung pipil kering
per tanaman.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah tajuk dapat dilihat
pada Lampiran 21-22. Data bobot basah tajuk pada inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Bobot Basah Tajuk
Mikofer (g)
Waktu Tanam (hari ke) Rataan
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
nyata terhadap bobot basah tajuk, dimana bobot basah tajuk tertinggi pada
perlakuan 3 g mikofer (392.25 g) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer
(306.60 g).
Dari Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot
basah tajuk, dimana bobot basah tajuk tertinggi pada perlakuan waktu tanam 21
hari (360.99 g) dan terendah pada perlakuan waktu tanam 11 hari (337.80 g) dapat
dilihat pada Tabel 7. Selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara inokulasi
mikofer dan perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot
basah tajuk.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering tajuk dapat dilihat
pada Lampiran 23-24. Data bobot kering tajuk pada inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Bobot Kering Tajuk
Mikofer (g)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
nyata terhadap bobot kering tajuk, dimana bobot kering tajuk tertinggi pada
perlakuan 3 g mikofer (113.78 g) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer
(93.96 g).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk,
dimana bobot kering tajuk tertinggi pada perlakuan waktu tanam 1 hari (118.73 g)
dan terendah pada waktu tanam 21 hari (94.34 g) dapat dilihat pada Tabel 8.
Selanjutnya dapat juga dilihat bahwa interaksi antara inokulasi mikofer dengan
perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot basah akar dapat dilihat
pada Lampiran 25-26. Data bobot basah akar pada perlakuan inokulasi mikofer
dan perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Bobot Basah Akar
Mikofer (g)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
tidak nyata terhadap bobot basah akar, dimana bobot basah akar tertinggi pada
perlakuan 3 g mikofer (164.46 g) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer
(141.73 g).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah
akar, dimana bobot basah akar tertinggi pada perlakuan waktu tanam 11 hari
(168.72 g) dan terendah pada perlakuan waktu tanam 21 hari (137.22 g) dapat
dilihat pada Tabel 9. Selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara inokulasi
mikofer dan perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot
basah akar.
Bobot Kering Akar (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering akar dapat dilihat
pada Lampiran 27-28. Data bobot kering akar pada inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 10.
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
nyata terhadap bobot kering akar, dimana bobot kering akar tertinggi pada
perlakuan 3 g mikofer (47.78 g) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer
(36.02 g).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering
akar, dimana bobot kering akar tertinggi pada perlakuan waktu tanam11 hari
(49.50 g) dan terendah pada perlakuan waktu tanam 21 hari (36.25 g) dapat dilihat
pada Tabel 10. Selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering akar,
dimana bobot kering akar tertinggi pada interaksi perlakuan 3 g mikofer dan
waktu tanam 1 hari (59.89 g) dan terendah pada interaksi perlakuan 0 g mikofer
dan waktu tanam 1 hari (19.99 g).
Jumlah Biji per Baris (biji)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam jumlah biji per baris dapat dilihat
pada Lampiran 29-30. Data jumlah biji per baris pada inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan Jumlah Biji per Baris
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
3 37,80 38,00 37,13 37,64
Rataan 36,57 37,27 37,93 37,26
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
tidak nyata terhadap jumlah biji per baris, dimana jumlah biji per baris tertinggi
pada perlakuan 3 g mikofer (37.64 biji) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer
(36.87 biji).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah biji per
baris, dimana jumlah baris tertinggi pada perlakuan waktu tanam 21 hari
(37.93 biji) dan terendah pada waktu tanam 1 hari (36.57 biji) dapat dilihat pada
Tabel 11. Selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah biji per baris.
Panjang tongkol (cm)
Data hasil pengamatan dan sidik argam panjang tongkol dapat dilihat pada
Lampiran 31-32. Data panjang tongkol pada inokulasi mikofer dan perbedaan
waktu tanam dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan Panjang Tongkol
Mikofer (g)
Waktu Tanam (hari ke) Rataan
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
perlakuan 3 g mikofer (20.27 cm) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer (20.03
cm).
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap panjang
tongkol, dimana panjang tongkol tertinggi pada perlakuan waktu tanam 21 hari
(20.35 cm) dan terendah pada waktu tanam 1 hari (19.98 cm) dapat dilihat pada
Tabel 12. Selanjutnya dapat dilihat bahwa interaksi antara inokulasi mikofer dan
perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tongkol.
Bobot 100 Biji (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot 100 biji dapat dilihat pada
Lampiran 33-34. Data bobot 100 biji pada inokulasi mikofer dan perbedaan waktu
tanam dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan Bobot 100 Biji
Mikofer (g)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berpengaruh nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa inokulasi mikofer berpengaruh
tidak nyata terhadap bobot 100 biji, dimana bobot 100 biji tertinggi pada
perlakuan 3 g mikofer (20.27 cm) dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer (20.03
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Perbedaan waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 biji,
dimana bobot 100 biji tertinggi pada perlakuan waktu tanam 21 hari (20.35 cm)
dan terendah pada waktu tanam 1 hari (19.98 cm) dapat dilihat pada Tabel 13.
Selanjunya dapat dilihat bahwa interaksi antara inokulasi mikofer dan perbedaan
waktu tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 biji.
Rangkuman uji beda rataan parameter dapat dilihat pada Lampiran 35.
Pembahasan
Pengaruh Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Terhadap pertumbuhan dan Produksi Jagung
Berdasarkan hasil analisis data secara statistik bahwa perlakuan pemberian
mikoriza berpengaruh nyata terhadap luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering
tajuk dan bobot kering akar dan bobot 100 biji tetapi berpengaruh tidak nyata
terhadap umur berbunga, umur panen, jumlah biji per tongkol, bobot kering
jagung pipil kering per tanaman, bobot basah akar, panjang tongkol, dan jumlah
biji per baris. Luas daun tertinggi pada perlakuan 3 g mikofer sebesar 841.14 cm2
dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer sebesar 775.86 cm2 (Tabel 1). Hal ini
disebabkan penyinaran sinar matahari yang cukup tinggi sehingga proses
fotosintesis dan respirasi daun bekerja dengan baik (Lampiran 36). Hal ini
sesuai dengan literatur Fitter dan Hay (1995) yang menyatakan bahwa alasan
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
oleh tanaman pada akhir perkembangan vegetatif, adanya diversi hasil fotosintesis
dari akar-akar hingga buah yang berkembang pada awal pembungaan.
Bobot basah tajuk tertinggi pada perlakuan 3 g mikofer sebesar 392.25 g
dan terendah pada perlakuan 0 g mikofer sebesar 306.60 g (Tabel 7). Hal ini
disebabkan karena efek yang menguntungkan dari mikoriza ini sangat besar ketika
tanaman tumbuh pada tanah yang kurang subur. Hifa dari mikoriza beraktifitas
dengan menyebar dalam sistem akar tanaman. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
iklim yang sesuai misalnya kelembaban saat itu termasuk rendah dan intensitas
matahi yang tinggi(Lampiran 36). Hal ini sesuai dengan pernyataan Tisdale, et al
(1993) yang menyatakan bahwa kemampuan intersepsi akar dalam pengambilan
nutrisi dapat dipertinggi oleh mikoriza, yang merupakan sebuah simbiosis antara
jamur dan akar tanaman.
Bobot kering tajuk pada perlakuan 0 g mikofer sebesar 93.96 g,
sedangkan pada perlakuan 3 g mikofer bobot keringnya meningkat menjadi
113.78 g. Hal ini disebabkan karena mikoriza berperan dalam membantu
pertumbuhan tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa simbiosis jamur mikoriza
arbuskula dapat meningkatkan serapan unsur hara P. Pemberian mikoriza sangat
berbeda pertumbuhannya dibandingkan dengan tanaman yang tanpa mikoriza. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Widiastuti, dkk (2002) yang menyatakan bahwa
untuk mendapatkan keuntungan simbiosis yang tinggi perlu diketahui kondisi
optimum simbiosis. Dibandingkan dengan spora sebagai inokulum, propagul
campuran berupa spora, akar terinfeksi dan hifa eksternal dapat menginfeksi
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
Bobot kering akar pada perlakuan 0 g mikofer sebesar 36.02 g sedangkan
pada perlakuan 3 g mikofer meningkat sebesar 47.78 g (Tabel 10). Hal ini
disebabkan karena kemampuan mikoriza untuk memperbaiki pertumbuhan
tanaman dengan mempertinggi pengambilan unsur hara P. Pada kenyataannya
tanaman bermikoriza mempunyai sistem perakaran yang pendek pada
ektomikoriza sehingga pengaruh mikroba rizosfer dalam menurunkan panjang
akar disebabkan infeksi endomikoriza, karena hal tersebut memiliki pengaruh
nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitter and Hay (1991) yang menyatakan
bahwa dalam tanah yang defisiensi P, tanaman bermikoriza biasanya tumbuh lebih
baik dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza tetapi akan terjadi
sebaliknya pada tanah yang disuplai fosfat dengan baik akan memperlihatkan
tingkat infeksi yang sangat rendah.
Pengaruh perbedaan Waktu Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung
Berdasarkan hasil analisis data secara statistik bahwa perlakuan perbedaan
waktu tanam berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, umur panen, dan bobot
kering tajuk tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun, jumlah biji per
tongkol, volume akar, bobot kering jagung pipil kering per tanaman, bobot basah
tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, jumlah biji per baris, panjang tongkol,
bobot 100 biji. Dimana umur berbunga tertinggi pada perlakuan waktu tanam 21
hari 73.27 hari dan terendah pada perlakuan 1 hari 72.43 hari (Tabel 2). Hal ini
disebabkan pada saat tanaman mulai mengeluarkan bunga, suhu yang sangat
tinggi dan ketersediaan air cukup untuk membantu penyerbukan tanaman
Eva Handayani : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Dan Perbedaan Waktu Tanam, 2008.
USU Repository © 2009
dengan pernyataan Mapegau (2006) yang menyatakan bahwa salah satu kendala
yang dapat membatasi pertumbuhan dan produksi tanaman pada lahan kering
adalah ketersediaan air yang rendah, karena itu diperlukan kultivar jagung yang
berpotensi produksi dan mempunyai kemampuan yang tinggi terhadap cekaman
air.
Umur panen tertinggi pada perlakuan waktu tanam 11 hari 99.37 hari
dan terendah pada perlakuan waktu tanam 1 hari 92.5 hari (Tabel 3). Hal ini
disebabkan oleh waktu penanaman yang tepat dan sesuai dengan kriteria
pertumbuhannya (Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan penyataan Warisno (1998)
yang menyatakan bahwa waktu tanam yang tepat merupakan salah satu usaha
untuk memperkecil kegagalan panen.
Bobot kering tajuk tertinggi pada perlakuan waktu tanam 1 hari 118.73 g
dan terendah pada waktu tanam 21 hari 94.34 g (Tabel 8). Hal ini disebabkan
karena pada saat penanaman waktu tanam 21 hari, areal pertanaman tersebut
tergenang akibat curah hujan yang tinggi sehingga pertumbuhan perakarannya jadi
terhambat (Lampiran 36). Hal ini sesuai dengan pernyataan Warisno (1998) yang
menyatakan bahwa tanaman jagung dapat ditanam di lahan sawah sebelum
penanaman padi atau sesudah panen padi.
Interaksi Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan perbedaan Waktu Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung
Berdasarkan hasil analisis data secara statistik bahwa interaksi antara
pemberian mikoriza dan perbedaan waktu tanam hanya berpengaruh nyata