PENGARUH SKABIES TERHADAP
PRESTASI BELAJAR SANTRI
DI SEBUAH PESANTREN
DI KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Persyaratan
Untuk Memperoleh Keahlian dalam Bidang Magister Kedokteran Klinik
dan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
OLEH:
SUDARSONO
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memampukan penulis dalam menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang
berjudul: “Pengaruh Skabies terhadap Prestasi Belajar Santri di sebuah Pesantren di Kota
Medan” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam bidang
Magister Kedokteran Klinik dan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Tidak ada satupun karya tulis dapat diselesaikan seorang diri tanpa bantuan dari
orang lain. Dalam penyelesaian tesis ini, baik ketika penulis melakukan penelitian
maupun saat penulis menyusun setiap kata demi kata dalam penyusunan proposal dan
hasil penelitian, ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan untuk membantu,
memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini,
ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan perhargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Yang terhormat dr. Salia Lakswinar, SpKK, selaku pembimbing utama penulis, yang
dengan penuh kesabaran membimbing, memberi saran dan koreksi kepada penulis
selama proses penyusunan tesis ini.
2. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), sebagai Ketua Program Studi
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara dan juga sebagai pembimbing kedua penulis, yang telah mendidik
dan banyak membantu penulis selama menjalani pendidikan, dan dengan penuh
kesabaran membimbing, memberikan saran dan koreksi kepada penulis selama
penyusunan tesis ini.
3. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. H. Syahril
Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan Program
Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan
Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Yang terhormat Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi,
SpKK(K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan juga selalu memberikan dukungan,
bimbingan dan dorongan kepada penulis selama menjalani pendidikan.
6. Yang terhormat dr. Richard Hutapea, SpKK(K), dr. Remenda Siregar, SpKK, dan
dr. Kristina Nadeak, SpKK, sebagai tim penguji, yang telah memberikan saran dan
koreksi selama penyusunan tesis ini.
7. Yang terhormat dr. Lukmanul Hakim Nasution, SpKK, yang telah banyak
memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan.
8. Yang terhormat dr. Murniati Manik, MSc, SpKK, yang telah banyak memberikan
dukungan kepada penulis selama menjalani pendidikan
9. Yang terhormat Guru besar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Marwali Harahap,
SpKK(K), Prof. dr. Diana Nasution, SpKK(K) dan Prof. dr. Mansur A. Nasution,
SpKK(K), serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, dan RS
PTPN II Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu
dan membimbing penulis selama menjalani pendidikan.
10. Yang terhormat Ibu Dra. Elvi Andriani Yusuf, MPSi, Psikolog, selaku staf Fakultas
Psikologi Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing dan
memberikan saran serta koreksi kepada penulis selama proses penyususnan tesis ini.
11. Yang terhormat Direktur Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan, Drs. H. Rasyidin
Bina, MA, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di
pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan
12. Yang terhormat Kepala Balai Pengobatan Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan,
dr. Raja Lontung Ritonga, serta seluruh staf medis yang telah banyak membantu
penulis selama melakukan penelitian ini.
13. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medam, Direktur RSU Dr.
14. Yang terhormat Drs. Abdul Jalil Amra, M.Kes, selaku staf Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam
metodologi penelitian dan pengolahan statistik selama proses penyusunan tesis ini.
15. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, dan
RS PTPN II Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
16. Yang tercinta Ayahanda Sho Kie Tjui dan Ibunda Kui Kim, yang dengan penuh cinta
kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh,
mendidik, dan membesarkan saya, dan tidak bosan-bosannya memotivasi saya untuk
terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kiranya hanya Tuhan
Yang Maha Esa yang dapat membalas segala kebaikan kalian.
17. Yang terkasih kedua adik saya, Sudirman dan Viviani, terima kasih atas doa,
dukungan dan pengertian yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.
18. Yang terkasih seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan
kepada saya selama menjalani pendidikan.
19. Yang terhormat dr. Rudyn Reymond Panjaitan, M.Ked(KK), dr. Dina Arwina
Dalimunthe, dr. Herlin Novita Pane, dr. Ade Arhamni, dr. Deryne Anggia Paramita,
dr. Sri Naita Purba, dr. T. Sy. Dessi Indah Sari AS dan seluruh teman sejawat peserta
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU
atas segala bantuan, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan kepada saya
selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan permohonan
maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan yang telah penulis
lakukan selama menjalani masa pendidikan dan selama proses penyusunan tesis.
Dan akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, penulis panjatkan doa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan melindungi kita
semua. Amin.
Medan, Maret 2011
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR SKEMA ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan penelitian ... 3
1.4.1 Tujuan umum ... 3
1.4.2 Tujuan khusus ... 3
1.5. Manfaat penelitian ... 4
1.6 Kerangka teori ... 5
1.7 Kerangka konsep ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies ... 6
2.1.1 Epidemiologi ... . 6
2.1.2 Etiologi ... 7
2.1.3 Gambaran klinis ... 9
2.1.4 Pemeriksaan penunjang ... ... 10
2.2 Prestasi belajar ... 11
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ... . 11
2.2.2 Pengaruh skabies terhadap prestasi belajar ... 14
2.2.3 Evaluasi prestasi belajar ... 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain penelitian ... 17
3.2 Waktu dan tempat penelitian ... 17
3.3 Populasi penelitian ... 17
3.4 Besar sampel ... 17
3.5 Cara pengambilan sampel penelitian ... 18
3.6 Identifikasi variabel ... 18
3.7 Kriteria inklusi dan eksklusi ... 18
3.8 Alat, bahan dan cara kerja... 19
3.8.1 Alat dan bahan... 19
3.8.2 Cara kerja... 19
3.9 Definisi operasional ... 21
3.10 Kerangka operasional... 24
3.11 Pengolahan dan analisis data ... 24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik subjek penelitian ... 26
4.2 Nilai raport subjek penelitian ... 28
4.3 Korelasi lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies ... 29
4.4 Pengaruh lamanya menderita skabies terhadap prestasi belajar... 29
4.6 Pengaruh keparahan lesi skabies terhadap prestasi belajar... 30
4.7 Pengaruh intensitas gatal akibat skabies terhadap prestasi belajar ... . 31
4.8 Perbandingan prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita
skabies ... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 34
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 26
Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur ... 27
Tabel 4.3 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelas ... .... 27
Tabel 4.4 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan lamanya menderita skabies .... 28
Tabel 4.5 Nilai raport subjek penelitian ... 28
Tabel 4.6 Korelasi lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies ... 29
Tabel 4.7 Pengaruh lamanya menderita skabies terhadap prestasi belajar ... .. 29
Tabel 4.8 Korelasi keparahan lesi skabies dengan intensitas gatal ... 30
Tabel 4.9 Pengaruh keparahan lesi skabies terhadap prestasi belajar ... 30
Tabel 4.10 Pengaruh intensitas gatal akibat skabies terhadap prestasi belajar ... 31
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 1 : Kerangka teori pengaruh skabies terhadap prestasi belajar ... 5
Skema 2 : Kerangka konsep pengaruh skabies terhadap prestasi belajar ... 5
Skema 3 : Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar... 14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Naskah penjelasan kepada orangtua/wali peserta penelitian
Lampiran 2 : Persetujuan ikut serta dalam penelitian
Lampiran 3 : Status penelitian
Lampiran 4 : Persetujuan komite etik
Lampiran 5 : Master tabel data subjek penelitian
PENGARUH SKABIES TERHADAP PRESTASI BELAJAR SANTRI DI SEBUAH PESANTREN DI KOTA MEDAN
Sudarsono, Chairiyah Tanjung, Salia Lakswinar, Elvi Andriani Yusuf*
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
*Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar belakang : Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat terutama pada malam hari. Pada anak sekolah, hal ini akan menyebabkan gangguan tidur sehingga pada pagi harinya anak tampak lelah dan lesu. Selain itu rasa gatal menyebabkan keinginan untuk menggaruk yang akan menganggu konsentrasi belajar. Semua ini tentunya akan berdampak terhadap prestasi belajar anak.
Tujuan : Mengetahui pengaruh skabies terhadap prestasi belajar santri di sebuah pesantren di kota Medan
Subjek dan metode : Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2011, melibatkan 50 santri penderita skabies. Terhadap subjek penelitian ditelusuri nilai raport saat menderita skabies yaitu nilai raport semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 dan nilai raport sebelum menderita skabies yaitu nilai raport semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 dan dilakukan analisis statistik dengan uji t dependent.
Hasil : Prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies.
Kesimpulan : Skabies dapat menyebabkan prestasi belajar anak menurun.
INFLUENCE OF SCABIES ON THE LEARNING ACHIEVEMENT OF THE SANTRI (STUDENT) OF A PESANTREN IN THE CITY OF MEDAN
Sudarsono, Chairiyah Tanjung, Salia Lakswinar, Elvi Andriani Yusuf* Department of Dermatology
Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara H.Adam Malik General Hospital, Medan *Faculty of Psychology, University of Sumatera Utara
ABSTRACT
Background: The main clinical symptom of scabies is a severe itchy especially at night. In the students, this will disturb their sleep that the next morning they will look tired and weak. In addition, the feeling of itchy causes their desire to scratch that it will disturb their learning concentration. All of these will of course bring an impact on the students’ learning achievement.
Objective: To examine the influence of scabies on the learning achievement of the santri in a pesantren in the city of Medan.
Subject and method: This is an analytical study with cross-sectional design conducted from January to February 2011 involving 50 santries developing scabies. The mark of the reports of the santries developing scabies in odd semester of 2010/2011 was compared with those of 2009/2010 before they developed the scabies. Then the mark of both odd semesters was statistically analyzed through t dependent test.
Result: The learning achievement of the santries before developing scabies was higher than that after developing scabies.
Conclusion: Scabies can make the learning achievement of the santries decrease.
PENGARUH SKABIES TERHADAP PRESTASI BELAJAR SANTRI DI SEBUAH PESANTREN DI KOTA MEDAN
Sudarsono, Chairiyah Tanjung, Salia Lakswinar, Elvi Andriani Yusuf*
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
*Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar belakang : Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat terutama pada malam hari. Pada anak sekolah, hal ini akan menyebabkan gangguan tidur sehingga pada pagi harinya anak tampak lelah dan lesu. Selain itu rasa gatal menyebabkan keinginan untuk menggaruk yang akan menganggu konsentrasi belajar. Semua ini tentunya akan berdampak terhadap prestasi belajar anak.
Tujuan : Mengetahui pengaruh skabies terhadap prestasi belajar santri di sebuah pesantren di kota Medan
Subjek dan metode : Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2011, melibatkan 50 santri penderita skabies. Terhadap subjek penelitian ditelusuri nilai raport saat menderita skabies yaitu nilai raport semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 dan nilai raport sebelum menderita skabies yaitu nilai raport semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 dan dilakukan analisis statistik dengan uji t dependent.
Hasil : Prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies.
Kesimpulan : Skabies dapat menyebabkan prestasi belajar anak menurun.
INFLUENCE OF SCABIES ON THE LEARNING ACHIEVEMENT OF THE SANTRI (STUDENT) OF A PESANTREN IN THE CITY OF MEDAN
Sudarsono, Chairiyah Tanjung, Salia Lakswinar, Elvi Andriani Yusuf* Department of Dermatology
Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara H.Adam Malik General Hospital, Medan *Faculty of Psychology, University of Sumatera Utara
ABSTRACT
Background: The main clinical symptom of scabies is a severe itchy especially at night. In the students, this will disturb their sleep that the next morning they will look tired and weak. In addition, the feeling of itchy causes their desire to scratch that it will disturb their learning concentration. All of these will of course bring an impact on the students’ learning achievement.
Objective: To examine the influence of scabies on the learning achievement of the santri in a pesantren in the city of Medan.
Subject and method: This is an analytical study with cross-sectional design conducted from January to February 2011 involving 50 santries developing scabies. The mark of the reports of the santries developing scabies in odd semester of 2010/2011 was compared with those of 2009/2010 before they developed the scabies. Then the mark of both odd semesters was statistically analyzed through t dependent test.
Result: The learning achievement of the santries before developing scabies was higher than that after developing scabies.
Conclusion: Scabies can make the learning achievement of the santries decrease.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan
Sarcoptes scabiei varietas hominis (S. scabiei).1-3 Penyakit ini tersebar di seluruh dunia
dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan
S. scabiei.1,4,5 Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan berkisar antara 6 - 27% dari populasi umum.6,7 Skabies menyerang semua ras dan kelompok umur dan
yang tersering adalah kelompok anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja).1,6,7
Pada penelitian yang dilakukan Inair I dkk pada tahun 2002 terhadap 785 anak
sekolah dasar di Turki, diperoleh 17 anak (2,2%) menderita skabies.8 Penelitian potong
lintang yang dilakukan oleh Ogunbiyi AO dkk pada tahun 2005 terhadap 1066 anak
sekolah dasar di Ibadan, Nigeria, menunjukkan 50 anak (4,7%) menderita skabies.9
Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia
(KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak
892 penderita skabies dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5-14 tahun)
sebesar 54,6%.6
Data dari pesantren Oemar Diyan tahun 2005, menunjukkan sebanyak 287
(38,5%) penderita skabies dari 745 santri. Di pesantren Al-Falah tahun 2006, 108 (17,3%)
santri menderita skabies dari 625 santri sedangkan di pesantren Ulumul Qu’ran, 125
(19,2%) santri menderita skabies dari 650 santri.10
Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data
yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari – Desember 2008, dari total
diantaranya di diagnosis dengan skabies, dan 57 (41%) diantaranya berumur 6-18 tahun
(usia sekolah). Pada periode Januari – Desember 2009, dari total 5369 pasien, 153
(2,85%) merupakan pasien dengan diagnosis skabies, dan 54 (35,3%) diantaranya
berumur 6-18 tahun (usia sekolah).
Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat.11-15 Pada awalnya gatal bersifat lokalisata dan ringan yang kemudian seiring bertambahnya penyebaran
tungau melalui migrasi atau akibat garukan, rasa gatal menjadi generalisata.16,17 Gatal
biasanya semakin hebat pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur sehingga
pada pagi harinya anak tampak lelah dan lesu.6,7,13-15,18,19 Pada siang hari, rasa gatal
biasanya menetap namun dapat ditoleransi.20 Rasa gatal disebabkan oleh aktivitas tungau yang menimbulkan iritasi dan skibala tungau yang bersifat antigenik.6,11,13,21,22 Pada anak sekolah hal ini tentunya menganggu konsentrasi belajar anak karena adanya keinginan
untuk menggaruk.23 Rasa lelah dan lesu akibat gangguan tidur juga akan berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan anak seperti proses belajar di sekolah.24 Semua ini pada
akhirnya akan memberikan dampak terhadap prestasi belajar anak.
Pada penelitian yang dilakukan Jackson A dkk pada tahun 2007 di Alagoas, Brazil,
diperoleh 196 (9,8%) penderita skabies dari 2005 orang. Seratus empat puluh dua
(72,4%) dari 196 penderita mengalami gangguan tidur, terutama disebabkan rasa gatal.25 Tingginya angka kejadian skabies di pesantren mungkin menyebabkan merasa
terganggunya santri dalam proses belajar, sehingga dapat mengakibatkan prestasi
belajarnya menurun. Berdasarkan data dari tiga pesantren yaitu pesantren Oemar Diyan,
Al-Falah, dan Ulumul Qu’ran di kabupaten Aceh Besar pada tahun 2006, dari 520 santri
yang menderita skabies, diperoleh 15,5% santri yang nilai raportnya menurun bahkan
Dari pemaparan di atas, tampaknya ada pengaruh skabies terhadap prestasi belajar.
Namun sampai saat ini belum ada penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap prestasi
belajar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap
prestasi belajar.
1.2 Rumusan masalah
Apakah ada pengaruh skabies terhadap prestasi belajar santri di pesantren ?
1.3 Hipotesis
Prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat
menderita skabies.
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum :
Untuk mengetahui pengaruh skabies terhadap prestasi belajar santri.
1.4.2 Tujuan khusus :
A. Mengetahui korelasi lamanya menderita skabies dengan perbedaan
prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita skabies.
B. Mengetahui pengaruh lamanya menderita skabies terhadap prestasi
belajar
C. Mengetahui korelasi keparahan lesi skabies dengan intensitas gatal.
D. Mengetahui pengaruh keparahan lesi skabies terhadap prestasi belajar
E. Mengetahui pengaruh rasa gatal akibat skabies terhadap prestasi
belajar santri.
F. Mengetahui perbedaan prestasi belajar santri sebelum dan saat
menderita skabies
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Membuka wawasan mengenai hubungan keparahan lesi skabies dengan
rasa gatal dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup penderita terutama
prestasi belajar.
1.5.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
dan dapat menyadarkan masyarakat terutama pemilik pesantren agar dapat
melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan yang efektif terhadap
santrinya.
1.5.3 Hasil penelitian ini dapat menjadi data bagi penelitian selanjutnya dalam
1.6 Kerangka teori
Aktif malam hari
Gatal hebat
Gangguan tidur
Gangguan konsentrasi belajar
S. scabiei
Skabies
skibala
Kondisi fisiologis
Rasa lelah dan lesu
Iritasi Antigenik
Kondisi psikologis
Faktor internal
Faktor eksternal
Faktor pendekatan belajar
PRESTASI BELAJAR
1.7 Kerangka konsep
Gangguan prestasi belajar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skabies
Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan
S. scabiei varietas hominis.1-3 Istilah skabies berasal dari bahasa Latin yang berarti menggaruk (to scratch).14
2.1.1 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat menyerang semua ras dan
kelompok umur, yang tersering adalah kelompok anak-anak. Diperkirakan terdapat
sekitar 300 juta kasus skabies di seluruh dunia setiap tahun.1,4,5
Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan berkisar antara
6 - 27% dari populasi umum.6,7 Skabies menyerang semua ras dan kelompok umur dan
yang tersering adalah kelompok anak usia sekolah dan dewasa muda (remaja).1,6,7
Pada penelitian yang dilakukan Inair I dkk pada tahun 2002 terhadap 785 anak
sekolah dasar di Turki, diperoleh 17 anak (2,2%) menderita skabies.8 Penelitian potong
lintang yang dilakukan oleh Ogunbiyi AO dkk pada tahun 2005 terhadap 1066 anak
sekolah dasar di Ibadan, Nigeria, diperoleh 50 anak (4,7%) menderita skabies.9
Berdasarkan pengumpulan data KSDAI tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota
besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892 penderita skabies dimana insiden tertinggi
yaitu pada kelompok usia sekolah (5-14 tahun) sebesar 54,6%.6
Berdasarkan data dari pesantren Oemar Diyan tahun 2005, diperoleh sebanyak
diperoleh sebanyak 108 (17,3%) penderita skabies dari 625 santri sedangkan di pesantren
Ulumul Qu’ran, diperoleh 125 (19,2%) penderita skabies dari 650 santri.10
Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data
yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari – Desember 2008, dari total
4.731 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 139 (2,94%)
diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis skabies, dan 57 (41%) diantaranya
berumur 6-18 tahun (usia sekolah). Pada periode Januari – Desember 2009, dari total
5369 pasien, 153 (2,85%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis skabies, dan
54 (35,3%) diantaranya berumur 6-18 tahun (usia sekolah).
Faktor-faktor yang mempengaruhi insiden skabies antara lain higiene yang buruk,
keadaan sosial ekonomi yang rendah, imunitas yang menurun, kepadatan penduduk dan
hubungan seksual yang bersifat promiskuitas.4,7,14
2.1.2 Etiologi
Penyebab skabies pada manusia adalah S. scabiei varietas hominis, yang merupakan tungau dimana seluruh siklus hidupnya berada di kulit.4 Tungau ini termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acari, famili Sarcoptidae, dan genus
Sarcoptes.7
Tungau memiliki badan yang bulat, punggung cembung, bagian perutnya rata dan
berwarna putih kotor. Ukuran tungau betina berkisar antara 330-450 x 250-350 µm,
sedangkan tungau jantan berukuran lebih kecil yakni 200-240 x 150-200 µm. Bentuk
dewasa memiliki empat pasang kaki, dua pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat
dan dua pasang kaki lainnya pada wanita berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
Tungau betina hidup dalam terowongan sepanjang hidupnya, berumur kurang
lebih 4-5 minggu. Tungau betina akan meletakkan telur dalam terowongan 2-3 butir
sehari. Telur berbentuk lonjong, transparan, dan berkulit tipis. Telur menetas
mengeluarkan larva dalam waktu 2-4 hari. Sebagian larva tinggal di dalam terowongan
dan sebagian lain keluar dari terowongan menuju permukaan kulit membentuk kantung
kecil di stratum korneum. Larva mendapat makanan dan berkembang dalam kantung,
setelah 2-3 hari larva keluar dari kantung menjadi nimfa. Selanjutnya nimfa akan
berkembang menjadi bentuk tungau dewasa jantan atau betina dalam 3-6 hari. Siklus
hidup dari telur sampai bentuk dewasa berlangsung antara 10-14 hari.1,3,4,6,17,18
Kopulasi tungau dapat terjadi di atas permukaan kulit atau di dalam terowongan.
Setelah kopulasi, tungau jantan akan mati, sedangkan tungau betina yang telah dibuahi
akan membuat terowongan. Panjang terowongan dapat mencapai beberapa milimeter,
tetapi jarang melebihi satu sentimeter. Terowongan terletak kurang lebih sejajar dengan
tempat masuk tungau pada stratum korneum, bahkan dapat mencapai stratum
granulosum.1,15
Infestasi tungau ini terjadi apabila seseorang tertular tungau betina yang telah
dibuahi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Penularan dapat terjadi melalui
kontak erat dan lama antara kulit dengan kulit (sekitar 20 menit), ataupun melalui kontak
seksual.1,4,5,17,26,27 Skabies juga dapat ditularkan melalui kontak dengan tempat tidur,
2.1.3 Gambaran klinis
Masa inkubasi skabies berlangsung 4 - 6 minggu. Pada kasus reinfeksi, gejala
akan berkembang dalam waktu 1 sampai 2 hari.1,4,6,11,12,22
Gejala klinis utama adalah gatal, dan lebih hebat pada malam hari atau bila cuaca
panas serta berkeringat. Hal ini karena meningkatnya aktivitas tungau saat suhu tubuh
meningkat.1,3,4,6,7 Gatal yang terjadi disebabkan oleh aktivitas tungau yang menimbulkan iritasi dan skibala tungau yang bersifat antigenik.6,11,13,21,22 Pergerakan tungau tergantung
pada suhu tubuh. Tungau tidak bergerak bila suhu di bawah 20ºC.21 Reaksi alergi terhadap tungau atau produknya berperan penting dalam perkembangan lesi dan
timbulnya rasa gatal. Bukti yang ada mendukung keterlibatan hipersensitivitas tipe segera
dan tipe lambat. Pada uji kulit dengan ekstrak tungau, memberikan hasil samar, namun
pada uji intradermal timbul reaksi hipersensitivitas tipe segera yang sering dijumpai pada
penderita skabies beberapa bulan setelah infeksi.15 Keterlibatan hipersensitivitas tipe lambat didukung oleh adanya perubahan histologi pada papul dan nodul yang meradang
dimana sel infiltrat yang dominan adalah limfosit T.6,11,15
Lesi kulit skabies yang patognomonik yaitu berupa terowongan linier dengan
panjang 1-10 mm. Terowongan tersebut dapat terlihat jelas di daerah sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan dan siku. Manifestasi kulit lain berupa papul, vesikel atau nodul yang
timbul pada ujung terowongan. Rasa gatal mula-mula terbatas pada lesi, lama kelamaan
dapat menjadi generalisata.1,4,5
Predileksi skabies antara lain pada sela jari tangan dan kaki, permukaan fleksor
pergelangan tangan dan kaki, siku, lekukan anterior aksila, penis, skrotum, labia, daerah
2.1.4 Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menemukan S. scabiei
dalam berbagai stadium dan skibala.1
Tungau biasanya dapat ditemukan pada ujung terowongan, namun pemeriksaan
ini memerlukan ketrampilan dan latihan. Kerokan kulit dari lesi berupa papul atau
terowongan, bermanfaat untuk menegakkan diagnosis skabies. Pertama-tama, satu tetes
minyak mineral diletakkan pada pisau skapel steril, kemudian dilakukan pengerokan pada
5-6 lesi yang dicurigai. Hasil kerokan dan minyak diletakkan pada gelas objek dan ditutup
dengan gelas penutup, selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop.1,5,6,13 Pada skabies
klasik, sering tidak dijumpai tungau karena sedikitnya jumlah tungau. Kegagalan untuk
menemukan tungau tidak dapat menyingkirkan diagnosis skabies.5
Pada pemeriksaan apusan kulit, kulit dibersihkan dengan eter, kemudian dengan
gerakan cepat selotip dilekatkan dan ditekan pada lesi dan setelah beberapa detik selotip
diangkat. Selotip lalu diletakkan di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada
satu gelas objek), dan diperiksa di bawah mikroskop.3,6,28
Pemeriksaan lain yaitu burrow ink test, dengan cara mengoleskan tinta atau gentian violet ke permukaan kulit yang terdapat lesi, tinta akan terabsorbsi dan kemudian
akan terlihat terowongan.1,3,6,20 Selain itu, dapat digunakan tetrasiklin topikal dan dengan bantuan lampu wood terowongan akan tampak sebagai garis lurus berwarna kuning
kehijauan.3,6
Dermoskopi juga dapat dilakukan untuk membantu mengidentifikasi terowongan
atau tungau beserta produknya.1,6
Pada pemeriksaan biopsi, tungau dapat ditemukan terpotong pada stratum
korneum. Selain itu tampak proses inflamasi ringan serta edema stratum granulosum dan
2.1.5 Diagnosis
Skabies merupakan penyakit yang mudah dan tidak sulit untuk di diagnosis dalam
bidang dermatologi.1
Tanda kardinal skabies adalah (1) gatal terutama malam hari, (2) ditemukan lesi
kulit yang khas pada tempat predileksi, (3) adanya riwayat anggota keluarga yang
menderita kelainan yang sama, serta (4) ditemukan S. scabiei dalam berbagai stadium atau skibala pada pemeriksaan mikroskopis.1,4 Diagnosis skabies ditegakkan jika dijumpai
dua dari empat tanda kardinal tersebut.26
2.2 Prestasi belajar
Belajar, dalam pengertian yang paling umum, adalah setiap perubahan prilaku
yang diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya.
Dalam pengertian yang lebih spesifik, belajar didefinisikan sebagai perolehan
pengetahuan dan kecakapan baru. Pengertian inilah yang merupakan tujuan pendidikan
formal di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki program
terencana, tujuan instruksional yang konkret, dan diikuti oleh para siswa sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan secara sistematis.29
Prestasi belajar adalah hasil usaha belajar yang menunjukkan ukuran kecakapan
yang dicapai dalam bentuk nilai.30
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik di sekolah
secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu faktor internal, faktor eksternal,
Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri peserta didik yaitu keadaan/
kondisi jasmani atau rohani peserta didik. Yang termasuk faktor internal antara lain faktor
fisiologis dan faktor psikologis.31-33
Keadaan fisik yang sehat, segar serta kuat akan memberikan hasil belajar yang
baik. Keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan
belajarnya.31,34
Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar adalah inteligensi,
bakat, minat, motivasi, dan perhatian.31-33
Inteligensi merupakan kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan
untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dalam situasi yang baru dengan cepat dan
efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,
mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.35 Faktor ini berkaitan dengan
Intelligence Quotient (IQ).31 IQ pada dasarnya merupakan suatu ukuran tingkat kecerdasan yang berkaitan dengan usia.32
Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap
individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang akan lebih mudah mempelajari
sesuatu yang sesuai dengan bakatnya.33
Minat merupakan kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu.31,32 Tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran
maka akan timbul kesulitan belajar.33
Motivasi adalah dorongan yang membuat seseorang berbuat sesuatu.31,32,35 Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehingga semakin
Perhatian adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu.
Untuk bisa mendapat hasil yang baik dalam belajar harus mempunyai perhatian terhadap
pelajaran.35
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor ini
meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.31,33
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Dalam
lingkungan keluarga setiap siswa memerlukan perhatian orang tua dalam mencapai
prestasi belajarnya yang diwujudkan dalam hal kasih sayang, memberi nasihat dan
sebagainya. Hubungan yang harmonis antara anggota keluarga akan menciptakan suasana
yang damai, tenang, dan tentram. Hal ini dapat menciptakan kondisi belajar yang baik,
sehingga prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan baik. Keadaan ekonomi keluarga
juga mempengaruhi prestasi belajar siswa, kadang kala siswa merasa kurang percaya diri
dengan keadaan ekonomi keluarganya.33
Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah
diadakan kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan. Sekolah menjadi wahana yang
sangat dominan bagi pengaruh pembentukan sikap, prilaku dan prestasi seorang siswa.35 Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak,
keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas,
pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya, semua ini turut mempengaruhi
keberhasilan belajar anak.33
Lingkungan masyarakat di sekitar siswa sangatlah berpengaruh terhadap belajar
siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar dan mempunyai
kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh pada siswa. Siswa akan tertarik untuk
berbuat seperti yang dilakukan orang-orang disekitarnya. Akibatnya belajar terganggu
terpusat kepada pelajaran berpindah ke perbuatan yang selalu dilakukan orang-orang
disekitarnya.35
Faktor pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi
strategi dan metode yang digunakan peserta didik dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.31
PROSES DAN PRESTASI
BELAJAR Faktor internal
1. kondisi fisiologis 2. kondisi psikologis
- inteligensi
1. lingkungan keluarga 2. lingkungan sekolah 3. lingkungan masyarakat
Faktor pendekatan belajar 1. strategi belajar 2. metode belajar
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar. Dikutip dari
kepustakaan 31.
2.2.2 Pengaruh skabies terhadap prestasi belajar
Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat.11-15 Pada awalnya
gatal bersifat lokalisata dan ringan yang kemudian seiring bertambahnya penyebaran
tungau melalui migrasi atau akibat garukan, rasa gatal menjadi generalisata.16,17 Gatal
biasanya semakin hebat pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur sehingga
Pada penelitian yang dilakukan Jackson A dkk pada tahun 2007 di Alagoas, Brazil,
diperoleh 196 (9,8%) penderita skabies dari 2005 orang. Seratus empat puluh dua
(72,4%) dari 196 penderita mengalami gangguan tidur, terutama disebabkan rasa gatal.25 Rasa gatal disebabkan oleh aktivitas tungau yang menimbulkan iritasi dan skibala
tungau yang bersifat antigenik.6,11,13,21,22 Terdapat bukti yang mendukung keterlibatan hipersensitivitas tipe segera dan tipe lambat pada skabies.15 Pada anak sekolah, rasa gatal ini tentunya menganggu konsentrasi belajar anak karena adanya keinginan untuk
menggaruk.23 Rasa lelah dan lesu akibat gangguan tidur juga akan berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan anak seperti proses belajar di sekolah.24
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar sebab ia mudah capek,
mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang, dan kurang semangat. Karena hal-hal
tersebut, penerimaan dan respon terhadap pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu
bekerja secara optimal dalam memproses, mengelola, menginterpretasikan dan
mengorganisasi materi pelajaran melalui inderanya sehingga ia tidak dapat memahami
makna materi yang dipelajarinya.33
2.2.3 Evaluasi prestasi belajar
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Pada prinsipnya, evaluasi hasil belajar
merupakan kegiatan yang terencana dan berkesinambungan.32
Cara mengukur prestasi belajar yang selama ini digunakan adalah dengan
mengukur tes-tes, yang biasa disebut dengan ulangan. Tes dibagi dua yaitu tes formatif
dan tes sumatif. Tes formatif adalah tes yang diadakan sebelum atau selama pelajaran
berlangsung, sedangkan tes sumatif (ujian akhir semester) adalah tes yang diadakan pada
dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai raport, indeks prestasi studi, angka
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross sectional study) yang bersifat analitik.
3.2 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari - Februari 2011, bertempat di
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan.
3.3 Populasi penelitian
3.3.1 Populasi
Santri yang menderita skabies
3.3.2 Sampel
Santri yang menderita skabies yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4 Besar sampel
Untuk menghitung besar sampel penelitian, maka digunakan rumus berikut :
Rumus :37
dimana Zα = deviat baleu α. Jika α = 0,05ÆZα = 1,64
Zβ = deviat baleu β. Jika β = 0,10 Æ Zβ = 1,282
d = selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 0,15
maka n = ( 1,64 + 1,282) x 0,35 2 0,15
n = 46,48 ≈ 47 orang
Jumlah sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 50 orang.
3.5 Cara pengambilan sampel penelitian
Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan menggunakan metode consecutive
sampling.
3.6 Identifikasi variabel
3.6.1 Variabel bebas : skabies
3.6.2 Variabel terikat : prestasi belajar
3.6.3 Variabel kendali : nilai raport
3.7 Kriteria inklusi dan eksklusi
A. Kriteria inklusi
a. Duduk di kelas II SLTP, III SLTP, I SMU, II SMU, atau III SMU
b. Menderita skabies minimal 3 bulan sebelum ujian semester
c. Mendapat persetujuan dari orang tua atau wali dengan
menandatangani informed consent. B. Kriteria eksklusi
a. Menderita anemia.
b. Menderita dermatitis atopik, psoriasis, prurigo nodularis, atau
c. Orang tua (ayah atau ibu) atau saudara kandung meninggal dunia
dalam 6 bulan terakhir saat ujian semester.
3.8 Alat, bahan dan cara kerja
3.8.1 Alat dan bahan
Untuk memeriksa adanya tungau S. scabiei digunakan metode kerokan kulit. Alat yang digunakan adalah skapel, gelas objek, gelas penutup,
mikroskop Olympus model CX21FS1. Bahan yang digunakan adalah
kalium hidroksida (KOH) 10%.
Alat yang digunakan untuk menentukan kadar hemoglobin adalah Nesco
Multicheck® (glukosa, kolesterol, dan hemoglobin). Bahan yang
digunakan strip hemoglobin, lancet, kapas, dan alkohol 70%.
3.8.2 Cara kerja
1. Pencatatan data dasar
a. pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Poliklinik
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan
b. pencatatan data dasar meliputi identitas penderita seperti nama,
jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, kelas, alamat dan nomor
telepon
2. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis dan pemeriksaan
penunjang dengan metode kerokan kulit untuk menemukan tungau S.
scabiei dalam berbagai stadium atau skibala. Langkah – langkah pemeriksaan kerokan kulit :
• satu tetes KOH 10% diletakkan pada pisau skapel steril
• hasil kerokan dan KOH 10% diletakkan pada gelas objek dan
ditutup dengan gelas penutup
• periksa dibawah mikroskop1,15
3. Diagnosis skabies ditegakkan oleh peneliti dengan supervisi dari
pembimbing jika dijumpai dua dari empat tanda kardinal berikut :
(1) gatal terutama malam hari
(2) ditemukan lesi kulit yang khas pada tempat predileksi
(3) adanya riwayat anggota keluarga/teman yang menderita
kelainan yang sama
(4) ditemukan S. scabiei dalam berbagai stadium atau skibala
pada pemeriksaan mikroskopis.
4. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin.
Langkah-langkah pemeriksaan kadar hemoglobin :
• masukkan kode kunci yang terdapat pada vial strip hemoglobin
pada alat Nesco Multicheck®. Pastikan nomor kode kunci sama
dengan nomor kode vial strip hemoglobin
• masukkan strip hemoglobin pada alat Nesco Multicheck®
• bersihkan ujung jari dengan alkohol 70%. Biarkan kering
• tusuk ujung jari dengan lancet
• masukkan setetes darah pada mulut strip hemoglobin
• hasil akan tampak dalam waktu 6 detik
5. Santri yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan sebagai
sampel penelitian
6. Nilai raport diperoleh dari guru. Nilai yang digunakan dalam penelitian
menderita skabies dan nilai raport semester ganjil tahun ajaran
2010/2011 saat menderita skabies
3.9 Definisi operasional
3.9.1 Skabies :
Penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan Sarcoptes
scabiei varietas hominis (S. scabiei). Diagnosis ditegakkan jika dijumpai 2 dari 4 tanda kardinal berikut yaitu (1) gatal terutama malam hari, (2)
ditemukan lesi kulit yang khas pada tempat predileksi, (3) adanya riwayat
anggota keluarga/teman yang menderita kelainan yang sama, serta (4)
ditemukan S. scabiei dalam berbagai stadium atau skibala pada pemeriksaan mikroskopis.
3.9.2 Derajat keparahan lesi skabies :
Suatu pengukuran objektif terhadap beratnya skabies yang dialami oleh
sampel berdasarkan pemeriksaan fisik.
• Ringan Æ jika lesi mengenai 1-5 lokasi predileksi
• Sedang Æ jika lesi mengenai 6-10 lokasi predileksi
• Berat Æ jika lesi mengenai > 10 lokasi predileksi
3.9.3 Intensitas gatal :
Suatu pengukuran subjektif terhadap beratnya rasa gatal yang ditimbulkan
skabies.
• Ringan Æ gatal kadang-kadang menganggu tidur malam hari
(≤ 3 hari/minggu)
• Sedang Æ gatal sering menganggu tidur malam hari
• Berat Æ gatal menganggu tidur sepanjang malam (terus menerus)
3.9.4 Prestasi belajar :
Hasil usaha belajar yang menunjukkan ukuran kecakapan yang dicapai
dalam bentuk nilai yang tertera di dalam raport.
3.9.5 Santri :
Para pelajar yang belajar di pesantren dan tinggal pada asrama yang
disediakan oleh pesantren.
3.9.6 Pesantren :
Sekolah Islam berasrama dan pendidikan umum yang persentase ajarannya
lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum.
3.9.7 Nilai raport :
Nilai yang tertera di raport subjek penelitian.
3.9.8 Umur :
Umur subjek saat pengambilan sampel dihitung dari tanggal lahir, bila
lebih dari 6 bulan, umur dibulatkan ke atas; bila kurang dari 6 bulan,
dibulatkan ke bawah.
3.9.9 Lama menderita skabies :
Lamanya waktu (yang dinyatakan dalam bulan) santri menderita skabies
dihitung dari tanggal pemeriksaan fisik, bila lebih dari 15 hari, lamanya
waktu dibulatkan ke atas; bila kurang dari 15 hari, dibulatkan ke bawah.
3.9.10 Anemia :
Keadaan dimana jumlah hemoglobin dalam sel darah merah berada di
bawah normal yakni kurang dari 12 g/dL pada anak yang berusia 12-14
3.9.11 Dermatitis atopik :
Keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rinitis alergik, dan atau asma
bronkial).39 Diagnosis dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka.40
3.9.12 Psoriasis :
Penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya
bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan; disertai tanda Auspitz dan Kobner.41 Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.
3.9.13 Prurigo nodularis :
Penyakit kronik yang ditandai oleh adanya nodus kutan yang gatal,
terutama terdapat di ekstremitas bagian ekstensor.42 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.
3.9.14 Liken simpleks kronik :
Peradangan kulit kronik, gatal, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal
dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) akibat garukan atau
3.10 Kerangka operasional
Nilai raport (prestasi belajar) Penderita skabies
Hubungan Sebelum menderita
skabies
Saat menderita skabies Santri
Anamnesis,
Pemeriksaan dermatologis Pemeriksaan kerokan kulit
Sampel
Kriteria inklusi & eksklusi
3.11 Pengolahan dan analisis data
Semua analisis statistik dikerjakan menggunakan SPSS versi 15.0 untuk
windows. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis dan selanjutnya disajikan
dalam bentuk tabel. Batas uji kemaknaan (p) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 0,05. Dikatakan bermakna jika nilai p ≤ 0,05 dan tidak bermakna jika nilai
p > 0,05. Untuk mengetahui normalitas distribusi data, digunakan uji
dilakukan uji tdependent. Sedangkan pada uji korelasi antara lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap 50 orang penderita
skabies. Pada penelitian ini, tidak dijumpai S. scabiei dalam berbagai stadium atau skibala pada pemeriksaan mikroskopis sehingga diagnosis skabies pada penelitian ini ditegakkan
berdasarkan tiga tanda kardinal lainnya.
4.1 Karakteristik subjek penelitian
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
Subjek penelitian Jenis kelamin
n %
Laki-laki 50 100
Perempuan 0 0
Total 50 100
Pada penelitian ini, dari 50 orang subjek penelitian seluruhnya adalah laki-laki.
Berdasarkan pengumpulan data KSDAI tahun 2001, dari 892 penderita skabies,
566 orang (63,45%) adalah laki-laki dan 326 orang (36,55%) adalah perempuan.6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muzakir di tiga pesantren di
kabupaten Aceh Besar tahun 2007, dari 77 penderita skabies, 28 orang (36,36%) adalah
laki-laki dan 49 orang (63,64%) adalah perempuan.10
Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan dari KSDAI dan penelitian yang
dilakukan oleh Muzakir, dikarenakan keterbatasan peneliti yang hanya mendapat izin dari
Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur
Subjek penelitian Umur (tahun)
n %
12 1 2
13 16 32
14 10 20
15 8 16
16 5 10
17 8 16
18 2 4
Total 50 100
Umur subjek penelitian berkisar dari 12 tahun sampai 18 tahun dan yang
terbanyak adalah umur 13 tahun dan 14 tahun yaitu masing-masing 16 orang (32%) dan
10 orang (20%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil KSDAI pada tahun 2001. Dari 892
penderita skabies, kelompok umur 5-14 tahun menduduki jumlah terbanyak yaitu 487
orang (54,60%).6
Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Muzakir, dimana
umur 16 tahun dan 18 tahun menduduki jumlah terbanyak yaitu masing-masing 16
orang (20,78%).10
Tabel 4.3 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelas
Subjek penelitian Kelas
n %
II SLTP 24 48
III SLTP 11 22
III Intensif (I SMU) 15 30
Pada penelitian ini, subjek penelitian duduk di kelas II SLTP, III SLTP, dan III
intensif (I SMU) dan penderita skabies yang terbanyak duduk di kelas II SLTP yaitu 24
orang (48%).
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Muzakir, dimana penderita
skabies yang terbanyak duduk di kelas III SMU yaitu 23 orang (29,87%).10 Perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya perasaan malu santri senior untuk berobat.
Tabel 4.4 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan lamanya menderita skabies
Subjek penelitian Lama menderita skabies
(bulan) n %
0-6 15 30
7-12 35 70
Total 50 100
Dari penelitian ini, sebanyak 15 orang (30%) sudah menderita skabies selama 0-6
bulan dan 35 orang (70%) sudah menderita skabies selama 6-12 bulan.
4.2 Nilai raport subjek penelitian
Tabel 4.5 Nilai raport subjek penelitian
Sebelum menderita skabies Saat menderita skabies Derajat
Mean SD Maksimum Minimum Mean SD Maksimum Minimum Nilai
raport
5,88 1,24 8,22 3,83 5,40 1,24 8,43 3,50
Pada penelitian ini diperoleh rerata nilai raport subjek penelitian sebelum
menderita skabies adalah 5,88, sedangkan nilai rerata subjek penelitian saat menderita
4.3 Korelasi lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar saat dan
sebelum menderita skabies
Tabel 4.6 Korelasi antara lamanya menderita skabies dengan perbedaan prestasi belajar
saat dan sebelum menderita skabies
Korelasi n r p-value*
Lamanya menderita skabies dengan prestasi belajar
50 0,097 0,505
*Uji Spearman
Pada tabel 4.6 ditampilkan analisis korelasi antara lamanya menderita skabies
dengan perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies. Dari hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara lamanya menderita skabies dengan
perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies. (p=0,505; r=0,097).
4.4 Pengaruh lamanya menderita skabies terhadap prestasi belajar
Tabel 4.7 Pengaruh lamanya menderita skabies terhadap prestasi belajar
Lamanya menderita skabies
n Nilai raport sebelum menderita skabies
Nilai raport saat menderita skabies
Pada tabel 4.7 diperlihatkan nilai raport subjek penelitian sebelum dan saat
menderita skabies berdasarkan lamanya menderita skabies. Dari hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa baik pada kelompok santri yang sudah menderita skabies selama 0-6
bulan dan kelompok santri yang sudah menderita skabies selama 7-12 bulan terdapat
perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies, dimana prestasi belajar
4.5Korelasi keparahan lesi skabies dengan intensitas gatal
Tabel 4.8 Korelasi keparahan lesi skabies dengan intensitas gatal
Intensitas gatal
Uji Sommers, p=0,0001 dengan nilai korelasi = 0,656
Pada tabel 4.8 dapat dilihat korelasi keparahan lesi skabies dengan intensitas gatal.
Hasil analisis statistik dengan uji Sommers menunjukkan nilai korelasinya adalah 0,656 dan p=0,0001 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara keparahan lesi skabies
dengan intensitas gatal dengan derajat korelasi kuat.
Berdasarkan kepustakaan, gatal pada skabies awalnya bersifat lokalisata dan
ringan yang kemudian seiring bertambahnya penyebaran tungau melalui migrasi atau
akibat garukan, rasa gatal menjadi generalisata.16,17
Pada penelitian ini diperoleh korelasi kuat antara keparahan lesi skabies dengan
intensitas gatal sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin luas area yang terlibat pada
skabies maka intensitas gatal yang ditimbulkan juga bertambah berat.
4.6Pengaruh keparahan lesi skabies terhadap prestasi belajar
Tabel 4.9 Pengaruh keparahan lesi skabies terhadap prestasi belajar
Keparahan lesi skabies
n Nilai raport sebelum menderita skabies
Nilai raport saat menderita skabies
Pada tabel 4.9 diperlihatkan perbandingan nilai raport subjek penelitian sebelum
menunjukkan bahwa pada kelompok santri dengan keparahan lesi sedang dan berat
terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies, dimana prestasi
belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies.
Pada kelompok santri dengan keparahan lesi ringan, prestasi belajar lebih tinggi
sebelum menderita skabies dibandingkan saat menderita skabies walaupun perbedaan
tersebut tidak signifikan.
4.7 Pengaruh intensitas gatal akibat skabies terhadap prestasi belajar
Tabel 4.10 Pengaruh intensitas gatal akibat skabies terhadap prestasi belajar
Intensitas gatal akibat skabies
n Nilai raport sebelum menderita skabies
Nilai raport saat menderita skabies
p-value*
Ringan 26 5,98±1,31 5,52±1,14 0,0001
Sedang 18 5,66±1,20 5,12±1,37 0,0001
Berat 6 6,13±1,14 5,77±1,31 0,31
*Uji t dependent
Pada tabel 4.10 diperlihatkan perbandingan nilai raport subjek penelitian sebelum
dan saat menderita skabies berdasarkan intensitas gatal akibat skabies. Dari hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa pada kelompok santri dengan intensitas gatal ringan dan
sedang terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies, dimana
prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita
skabies.
Pada kelompok santri dengan intensitas gatal berat, prestasi belajar lebih tinggi
sebelum menderita skabies dibandingkan saat menderita skabies walaupun perbedaan
4.8Perbandingan prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita skabies
Tabel 4.11 Perbandingan prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita skabies
Variabel Sebelum menderita skabies
Saat menderita skabies
p-value*
Nilai raport 5,88±1,24 5,40±1,24 0,0001
*Uji t dependent
Pada tabel 4.11 diperlihatkan perbandingan nilai raport subjek penelitian sebelum
dan saat menderita skabies. Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan prestasi belajar santri saat dan sebelum menderita skabies dimana prestasi
belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies
(p=0,0001).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap prestasi belajar
santri di sebuah pesantren di kota Medan pada bulan Januari – Februari 2011
dengan kesimpulan sebagai berikut :
1. Prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan
saat menderita skabies.
2. Tidak terdapat korelasi antara lamanya menderita skabies dengan perbedaan
prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies.
3. Prestasi belajar santri sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan
saat menderita skabies baik pada kelompok santri yang sudah menderita
skabies selama 0-6 bulan dan kelompok santri yang sudah menderita skabies
selama 7-12 bulan.
4. Terdapat korelasi kuat antara keparahan lesi skabies dengan intensitas gatal.
5. Pada kelompok santri dengan keparahan lesi sedang dan berat, prestasi belajar
sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita skabies.
6. Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies
pada kelompok santri dengan keparahan lesi ringan.
7. Pada kelompok santri dengan intensitas gatal ringan dan sedang, prestasi
belajar sebelum menderita skabies lebih tinggi dibandingkan saat menderita
skabies.
8. Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar saat dan sebelum menderita skabies
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disarankan :
1. Perlu penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang pengaruh skabies
terhadap prestasi belajar.
2. Melakukan penelitian prospektif dalam jangka panjang untuk menilai
pengaruh skabies terhadap prestasi belajar.
3. Melakukan penelitian dengan intervensi pengobatan untuk menilai pengaruh
skabies terhadap prestasi belajar.
4. Melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan skabies terhadap santri bagi
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan H. Infestasi parasit pada kulit yang sering terjadi. Disampaikan pada
simposium skin and sexually transmitted infection updates in daily practice,
Bandung, 15 November, 2008.
2. Carder KR. Fungal infections, infestations and parasitic infections in neonates.
Dalam : Eichenfield LF, Frieden IJ, EsterlyNB. Neonatal dermatology. Edisi ke-2.
China: Elseiver Inc.; 2008. h. 213-27.
3. Soedarto M. Skabies. Dalam : Daili SJ, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J, editor.
Penyakit menular seksual. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003.
h. 162-8.
4. Stone SP, Goldfard JN, Bacelien RE. Scabies, other mites, and pediculosis.
Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:
McGrawHill Incoorporate; 2008. h. 2029-37.
5. Chosidow O. Scabies. N Engl J Med 2006; 354: 1718-27.
6. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam : Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati
DD, Elandari, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI; 2003. h. 62-80.
7. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia; 1995.
h. 4-9.
8. Inair I, Sahin MT, Gunduz K, Dinc G, Turel A, Ozturkcan S. Prevalence of skin
conditions in primary school children in Turkey: Differences based on
9. Ogunbiyi AO, Owoaje E, Ndahi A. Prevalence of skin disorders in school children
in Ibadan, Nigeria. Pediatric Dermatology 2005; 22(1): 6-10.
10.Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada
pesantren di Kabupaten Aceh Besar tahun 2007. Tesis. Medan: Universitas
Sumatera Utara, 2008.
11.Walton SF, Currie BJ. Problems in diagnosing scabies, a global disease in human
and animal populations. Clinical Microbiology Reviews 2007; 20: 268-79.
12.Wooltorton E. Concerns over lindane treatment for scabies and lice. CAMJ 2003;
168(11): 1447-8
13.Scabies. Diperoleh dari :
http://www.stanford.edu/class/humbio103/Parasites2004/Scabies/ScabiesHome.ht
m.
14. Bierma P. Scabies. Diperoleh dari :
http://www.myonlinewellness.com/topic/Scabies.
15.Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. Dalam :
Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editor. Textbook of
dermatology. Edisi ke-2. Volume 2. Italia: Rotolito Lombarda; 1998. h. 1423-81.
16.Habif TP. Clinical dermatology. Edisi ke-3. Missouri: Mosby-Year Book; 1996.
h. 445-53.
17.Leone PA. Pubic lice and scabies. Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE,
Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, editor. Sexually transmitted diseases.
Edisi ke-4. Volume 1. China: McGrawHill; 2008. h. 839-51.
18.Pardo RJ, Kerdel FA. Parasites, arthropods, and hazardous animals of
dermatologic significance. Dalam : Moschella SL, Hurley HJ. Dermatology.
19.McLeod J, Embil JM, Plourde P, Gates N. Scratching out the problem: scabies.
The Canadian Journal of CME 2003; 139-44.
20.James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s diseases of the skin clinical
dermatology. Edisi ke-10. Kanada: Elseiver Inc.; 2006. h. 452-3.
21.Commens C. The treatment of scabies. Australian Prescriber 2000; 23: 33-5.
22.Johnston G, Sladden M. Scabies: diagnosis and treatment. BMJ 2005; 331: 619-22.
23.Pemerintah Kabupaten Garut. Anak-anak itu belajar sambil terus gagaro.
Diperoleh dari :
http://www.garutkab.go.id/pub/news/detail/1162-anak-anak-itu-belajar-sambil-terus-gagaro.html.
24.Rahmawati N. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penyakit skabies terhadap
perubahan sikap penderita dalam pencegahan penularan penyakit skabies pada
santri di pondok pesantren Al-Amin Palur Kabupaten Sukoharjo. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2009.
25.Jackson A, Heukelbach J, Filho AFS, Junior EBC, Feldmeier H. Clinical features
and associated morbidity of scabies in a rural community in Alagoas, Brazil.
Tropical Medicine and International Health 2007; 12(4): 493-502.
26.Handoko RP. Skabies. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007.
h. 122-5.
27.Vorou R, Remoudaki HD, Maltezou HC. Nosocomial scabies. Journal of Hospital
Infection 2007; 65: 9-14.
28.Katsumata K, Katsumata K. Simple method of detecting Sarcoptes scabiei var
hominis mites among bedridden elderly patients suffering from severe scabies infestation using an adhesive-tape. Diperoleh dari :
29.Azwar S. Pengantar psikologi inteligensi. Edisi ke-1. Yogyakarta: Pustaka pelajar;
1996. h. 161-73.
30.Pengertian prestasi belajar. Diunduh dari :
http://belajarpsikologi.com/pengertian-prestasi-belajar/
31.Asnawi Y. Prestasi belajar kajian teoritis. Diperoleh dari :
http://www.scribd.com/doc/17318020/Prestasi-Belajar-Kajian-Teoritis
32.Syah M. Psikologi belajar. Jakarta: Rajawali press; 2005. h. 133-225.
33.Nurkholis A. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mata pelajaran
ekonomi pada siswa kelas VIII MTs. Nurussalam Tersono Kabupaten Batang.
Skripsi. Semarang. Universitas Negeri Semarang, 2006.
34.Dalyono M. Psikologi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta; 2009. h.208-59.
35.Astuti EF. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mata pelajaran
pengetahuan sosial-ekonomi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Padamara
Kabupaten Purbalingga tahun pelajaran 2005/2006. Skripsi. Semarang:
Universitas Negeri Semarang, 2007.
36.Cara mengukur prestasi belajar. Diunduh dari :
http://belajarpsikologi.com/cara-mengukur-prestasi-belajar/
37.Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan
besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, editor. Dasar-dasar metodologi
penelitian klinis. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995. h.187-212.
38.World Health Organization. Iron deficiency anaemia: assessment, prevention, and
control: a guide for programme manager. Diunduh dari :
http://www.who.int/nutrition/publications/micronutrients/anaemia_iron_deficienc
39.Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis (Atopic eczema).
Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:
McGrawHill Incoorporate; 2008. h. 146-58.
40.Zulkarnain I. Manifestasi klinis dan diagnosis dermatitis atopik. Dalam :
Boediardja SA, Sugito TL, Indriatmi W, Devita M, Prihianti S, editor. Dermatitis
atopik. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009. h. 21-38.
41.Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-7. New York: McGrawHill Incoorporate; 2008. h. 169-93.
42.Burgin S. Nummular eczema and lichen simplex chronicus/ prurigo nodularis.
Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:
Lampiran 1.
NASKAH PENJELASAN KEPADA ORANG TUA / WALI
PESERTA PENELITIAN
Selamat pagi/siang.
Perkenalkan nama saya dr. Sudarsono. Saat ini saya sedang menjalani Program
Pendidikan Dokter Spesialis Kulit di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Magister
Kedokteran Klinik dengan konsentrasi pada Spesialisasi Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang saya jalani, saya
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh skabies terhadap prestasi belajar santri
di sebuah pesantren di kota Medan”.
Tujuan penelitian saya adalah untuk mengetahui pengaruh skabies terhadap
prestasi belajar santri. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah
wawasan mengenai hubungan gatal dengan keparahan skabies dan pengaruhnya terhadap
kualitas hidup penderita terutama prestasi belajar.
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh sejenis
parasit/tungau/kutu yang disebut Sarcoptes scabiei. Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat, dan gatal biasanya memburuk pada malam hari. Hal ini
tentunya mengganggu konsentrasi belajar anak karena keinginan untuk menggaruk.
Selain itu skabies juga dapat menyebabkan gangguan tidur pada anak karena rasa gatal
yang hebat sehingga anak tampak lelah dan lesu saat belajar di sekolah. Akibatnya akan