• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektifitas Trichoderma harzianum dengan Formulasi Granular Ragi untuk Mengendalikan Penyakit Jamur Akar Putih {Rigidoporus microporus(Swartz:fr.)van Ov} pada Tanaman Karet di Pembibitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektifitas Trichoderma harzianum dengan Formulasi Granular Ragi untuk Mengendalikan Penyakit Jamur Akar Putih {Rigidoporus microporus(Swartz:fr.)van Ov} pada Tanaman Karet di Pembibitan"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIFITAS Trichoderma harzianum DENGAN FORMULASI

GRANULAR RAGI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT JAMUR

AKAR PUTIH (Rigidoporus microporus(Swartz:fr.)van Ov) PADA

TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN

SKRIPSI

OLEH :

MARAH HALIM PULUNGAN 080302023

HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEKTIFITAS Trichoderma harzianum DENGAN FORMULASI

GRANULAR RAGI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT JAMUR

AKAR PUTIH (Rigidoporus microporus(Swartz:fr.)van Ov) PADA

TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN

SKRIPSI

OLEH :

MARAH HALIM PULUNGAN 080302023

HPT

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Ir. Lahmuddin Lubis, MP.) (Ir. Fatimah Zahara) Ketua Anggota

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Marah Halim Pulungan, " Efficacy test of Trichodermaharzianum Yeast

Granular Formulations for Disease Control White Root Fungus (Rigidoporus microporus (Swartz: fr.) van Ov) in the Rubber Plant Breeding",

under the guidance of Ir. Lahmuddin Lubis, MP. and Ir. Fatimah Zahara. Required more efficient technologies in utilizing Trichoderma spp, one of which is make formulations in granular form. Granular formulations easier in application, longer storage period and support the deployment of Trichoderma in the soil. This study aims to know the effectiveness of T. harzianum granular formulations with a variety of mixed media in controlling white root disease fungus in rubber plant. The research was conducted at Rubber Research Institute of Plant Sungei Putih, Deli Serdang, North Sumatra in January-April 2013. The method used was a randomized block design (RBD) Non Factorial consists of 10 treatments with three replications.

The results showed the highest disease intensity JAP at V0 treatment (control) that is 83.33% and the lowest at treatment V2 (Rice flour + T.harizianum) of 05.55%. High rubber stump buds highest at treatment V8 (Rice flour + sugar + bread yeast + T. harzianum) was 24.44 cm and the lowest at treatment V0 (without treatment) its 7.78 cm. While soil pH was highest at treatment V6 (Rice flour + tape yeast + T. harzianum ground limestone) the scale is 6.33, and the lowest soil pH on treatment V7 (rice flour + tape yeast + sulfur + T. harzianum) scale 4.33. Growth and the antagonist of T. harzianum higher compared with the addition of other fungi that could be a competitor for space and nutrients of T. harzianum.

(4)

ABSTRAK

Marah Halim Pulungan, ” Uji Efektifitas Trichoderma harzianum dengan Formulasi Granular Ragi untuk Mengendalikan Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus(Swartz:fr.)van Ov) pada Tanaman Karet di Pembibitan”, di bawah bimbingan Ir. Lahmuddin Lubis, MP. dan Ir. Fatimah Zahara. Diperlukan teknologi yang lebih efisien lagi dalam pemanfaat Trichoderma spp, salah satunya adalah pembuatan formulasi dalam bentuk granular. Formulasi granular lebih mudah dalam pengaplikasian, masa penyimpanan lebih lama dan mendukung penyebaran Trichoderma didalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas T. harzianum formulasi granular dengan berbagai campuran media dalam mengendalikan penyakit Jamur akar putih (Rigidoporus microporus) pada tanaman karet. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Karet Sungei Putih, Deli Serdang, Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2013. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial terdiri dari 10 perlakuan dengan tiga ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan intensitas penyakit JAP tertinggi terdapat pada perlakuan V0 (Kontrol) yaitu sebesar 83,33 % dan terendah pada perlakuan V2 (Tepung beras + T.harizianum) sebesar 05,55 %. Tinggi tunas stump karet tertinggi pada perlakuan V8 (Tepung beras + ragi roti + gula + T. harzianum) sebesar 24,44 cm dan terendah pada perlakuan V0 (Tanpa perlakuan) sebesar 7,78 cm. Sementara pH tanah tertinggi terdapat pada perlakuan V6 (Tepung beras + ragi tape + kapur tanah + T. harzianum) yaitu skala 6,33, dan pH tanah terendah pada perlakuan V7 (Tepung beras + ragi tape + sulfur + T. harzianum) yaitu skala 4,33. Pertumbuhan dan daya antagonis T. harzianum lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan cendawan lain yang dapat menjadi kompetitor ruang dan nutrisi bagi T. harzianum.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Marah Halim Pulungan, dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 16 April 1990 dari pasangan Ayahanda Syarif S. Pulungan dan Ibunda Faridah Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari 3 (tiga) bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh :

- Lulusan dari Sekolah Dasar Negeri No. 01416 Tembung , Deli Serdang, pada tahun 2002.

- Lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta Amir Hamzah, Medan pada tahun 2005.

- Lulus dari Sekolah Menengah Atas Swasta Budisatria, Medan pada tahun 2008.

- Pada tahun 2008 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur UMB.

Pengalaman Kegiatan Akademis :

- Tahun 2011 Mengikuti Seminar Pertanian ”Meningatkan Ketahanan Pangan Nasional” di Gelanggang Mahasiswa, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

- Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman ) tahun 2008-2011.

- Tahun 2010 mengikuti seminar Syngenta, dengan tema ”How do we feed a growing population”.

(6)

- Penanggung jawab Komunitas Muslim HPT (Komus) 2006 – 2010

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan baik.

Adapun judul dari proposal ini adalah “UJI EFEKTIFITAS

Trichoderma harzianum DENGAN FORMULASI GRANULAR RAGI

UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH

(Rigidoporus microporus(Swartz:fr.)van Ov) PADA TANAMAN KARET DI

PEMBIBITAN” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan skripsi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Ir. Lahmuddin Lubis, MP selaku ketua dan Ir. Fatimah Zahara, selaku anggota yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal ini dimasa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga proposal ini bermanfaat.

Medan, Mei 2013

(8)

DAFTAR ISI Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus(Swartz:fr.)van Ov). ... 5

Biologi Penyebab Penyakit ... 5

Gejala Serangan ... 7

Penularan ... 9

Faktor yang Mempengaruhi Jamur Akar Putih ... 9

Pengendalian Penyakit Rigidoporus microporus ... 10

Trichoderma harzianum Rifai. ... 11

Biologi Trichoderma harzianum Rifai. ... 12

Ekologi Trichoderma harzianum Rifai. ... 14

Fisiologi Trichoderma harzianum Rifai. ... 16

Komponen Formulasi Biofungisida Granular Trichoderma ... 18

(9)

BAHAN DAN METODE

Parameter Pengamatan ... 36

(10)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hlm

Tabel 1. Komposisi kimia tepung beras per 100 g bahan ... 19 Tabel 2.Data pengamatan intensitas penyakit pada pengamatan 4, 8 dan12

Msa ... 39 Tabel 3. Rataan tinggi tunas (cm) stum karet akibat pengaplikasian formulasi

T. harzianum pada12 Msa ... 45 Tabel 4. Rataan pH Tanah Stum Karet Akibat Pengaplikasian Formulasi

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hlm

1. Tubuh buah jamur Rigidoporus microporus ... 6

2. Rizomorf pada permukaan akar karet yang terserang R. microporus ... 8

3. Isolat T. harzianum pada media PDA ... .. 13

4. Konidia T. harzianum (1. Konidiofor ,2. Phialid, 3. Konidia) ... 14

5. Mikoparasitisme Trichoderma terhadap jamur patogen ... 18

6. Foto mikroskopis cendawan dalam ragi Rhizopus oryzae, Saccharomyces cerivisae dan Aspergillus oryzae ... 22

7. Perbanyakan T. harzianum dengan PDA dalam plastik ... 30

8. Suspensi T. harzianum dalam handsprayer ... 31

9. Pembentukan granular dalam wadah. ... 34

10 Formulasi granular T. harzianum ... 35

11. Histogram pengaruh pengaplikasian formulasi terhadap intensitas penyakit JAP (%) pada pengamatan 4-12 Msa ... 41

12. Histogram pengaruh pengaplikasian formulasi terhadap intensitas tinggi Tunas (cm) pada Pengamatan 12 Msa ... 48

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hlm

Lampiran 1. Bagan penelitian ... 59

Lampiran 2. Intensitas penyakit JAP pada tanaman karet pengamatan 4 Msa (%) ... 61

Lampiran 3. Intensitas penyakit JAP pada tanaman karet pengamatan 8 Msa (%) ... 63

Lampiran 4. Intensitas penyakit JAP pada tanaman karet pengamatan 12 Msa (%) ... 65

Lampiran 5. Tinggi tunas tanaman karet pengamatan 12 Msa (%) ... 67

Lampiran 6. pH tanah tanaman karet pengamatan 12 Msa (%) ... 69

Lampiran 7. Foto lahan penelitian ... 71

Lampiran 8. Aplikasi Granular ... 71

Lampiran 9. Stump tanaman karet yang akan diseleksi ... 72

Lampiran 10. Menempelnya Trichoderma yang tumbuh pada granular di akar 72 Lampiran 11. Pengukuran pH tanah menggunakan Universal Indicator ... 73

Lampiran 12. Foto a.Tanaman yang telah sehat, b.Tanaman kerdil, c.Tanaman mati ... 73

Lampiran 13. Uji pertumbuhan T. harzianum dengan gula dan ragi tape, a. 1 msi, b. 2 msi, c. 4 msi secara in-vitro ... 73

(13)

ABSTRACT

Marah Halim Pulungan, " Efficacy test of Trichodermaharzianum Yeast

Granular Formulations for Disease Control White Root Fungus (Rigidoporus microporus (Swartz: fr.) van Ov) in the Rubber Plant Breeding",

under the guidance of Ir. Lahmuddin Lubis, MP. and Ir. Fatimah Zahara. Required more efficient technologies in utilizing Trichoderma spp, one of which is make formulations in granular form. Granular formulations easier in application, longer storage period and support the deployment of Trichoderma in the soil. This study aims to know the effectiveness of T. harzianum granular formulations with a variety of mixed media in controlling white root disease fungus in rubber plant. The research was conducted at Rubber Research Institute of Plant Sungei Putih, Deli Serdang, North Sumatra in January-April 2013. The method used was a randomized block design (RBD) Non Factorial consists of 10 treatments with three replications.

The results showed the highest disease intensity JAP at V0 treatment (control) that is 83.33% and the lowest at treatment V2 (Rice flour + T.harizianum) of 05.55%. High rubber stump buds highest at treatment V8 (Rice flour + sugar + bread yeast + T. harzianum) was 24.44 cm and the lowest at treatment V0 (without treatment) its 7.78 cm. While soil pH was highest at treatment V6 (Rice flour + tape yeast + T. harzianum ground limestone) the scale is 6.33, and the lowest soil pH on treatment V7 (rice flour + tape yeast + sulfur + T. harzianum) scale 4.33. Growth and the antagonist of T. harzianum higher compared with the addition of other fungi that could be a competitor for space and nutrients of T. harzianum.

(14)

ABSTRAK

Marah Halim Pulungan, ” Uji Efektifitas Trichoderma harzianum dengan Formulasi Granular Ragi untuk Mengendalikan Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus(Swartz:fr.)van Ov) pada Tanaman Karet di Pembibitan”, di bawah bimbingan Ir. Lahmuddin Lubis, MP. dan Ir. Fatimah Zahara. Diperlukan teknologi yang lebih efisien lagi dalam pemanfaat Trichoderma spp, salah satunya adalah pembuatan formulasi dalam bentuk granular. Formulasi granular lebih mudah dalam pengaplikasian, masa penyimpanan lebih lama dan mendukung penyebaran Trichoderma didalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas T. harzianum formulasi granular dengan berbagai campuran media dalam mengendalikan penyakit Jamur akar putih (Rigidoporus microporus) pada tanaman karet. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Karet Sungei Putih, Deli Serdang, Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2013. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial terdiri dari 10 perlakuan dengan tiga ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan intensitas penyakit JAP tertinggi terdapat pada perlakuan V0 (Kontrol) yaitu sebesar 83,33 % dan terendah pada perlakuan V2 (Tepung beras + T.harizianum) sebesar 05,55 %. Tinggi tunas stump karet tertinggi pada perlakuan V8 (Tepung beras + ragi roti + gula + T. harzianum) sebesar 24,44 cm dan terendah pada perlakuan V0 (Tanpa perlakuan) sebesar 7,78 cm. Sementara pH tanah tertinggi terdapat pada perlakuan V6 (Tepung beras + ragi tape + kapur tanah + T. harzianum) yaitu skala 6,33, dan pH tanah terendah pada perlakuan V7 (Tepung beras + ragi tape + sulfur + T. harzianum) yaitu skala 4,33. Pertumbuhan dan daya antagonis T. harzianum lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan cendawan lain yang dapat menjadi kompetitor ruang dan nutrisi bagi T. harzianum.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta kepala keluarga (KK), komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Indonesia merupakan negara dengan areal tanaman karet terluas di dunia. Pada tahun 2005, luas perkebunan karet Indonesia mencapai 3,2 juta ha, disusul Thailand (2,1 juta ha), Malaysia (1,3 juta ha), China (0,6 juta ha), India (0,6 juta ha), dan Vietnam (0,3 juta ha). Dari areal tersebut diperoleh produksi karet Indonesia sebesar 2,3 juta ton yang menempati peringkat kedua di dunia, setelah Thailand dengan produksi sekitar 2,9 juta ton. Posisi selanjutnya ditempati Malaysia (1,1 juta ton), India (0,8 juta ton), China (0,5 juta ton), dan Vietnam (0,4 juta ton) (Suryana, 2007).

Pengembangan industri karet hingga saat ini terus dilakukan. Namun, terdapat hambatan dalam pengembangan budidaya karet tersebut antara lain adanya serangan penyakit. Diantaranya penyakit penting yang menyerang karet adalah penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh cendawan Rigidoporus lignosus (Farid dkk. 2006).

(16)

penyebab penyakit akar putih pada tanaman industri, terutama karet ,lada dan ubi kayu. Jamur ini menimbulkan lapuk pada akar dan leher akar sehingga menyebabkan kematian tanaman. JAP diperkirakan menyebabkan kematian 3% pada perkebunan besar dan 5% pada perkebunan karet rakyat di Indonesia dengan

taksiran nilai kerugian mencapai Rp.300 miliar setiap tahunnya (Situmorang 2004).

Jamur akar putih menjadi penyakit yang sangat penting karena penyebabnya memiliki kisaran inang yang luas. Selain menyerang karet, jamur akar putih dapat menyerang teh, kopi, kakao, kelapa sawit, mangga, nangka, ubi kayu, jati, cengkeh, duwet, lamtoro, sengon, dadap, nibung, kapur barus, cemara, kayu besi, meranti, rasamala, walikukun, kesambi, randu alas, kumpas, akasia, Ficus spp., dan Agzelia sp. Jamur akar putih juga dapat menyerang pupuk hijau, seperti Tephrosia spp. dan Crotalaria spp. Tanaman penutup tanah kacangan yang menjalar (legume creeping cover, LCC) juga rentan terhadap jamur akar ini (Semangun, 2000).

(17)

Trichoderma sp. selain bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah juga mampu menginduksi ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Harman, 2000). Keberhasilan penggunaan Trichoderma sp. untuk pengendalian penyakit tanaman baik di rumah kaca, pada pembibitan maupun di lapangan telah banyak dilaporkan. Nurbailis (2008) telah melakukan penelitian tentang pengendalian penyakit Fusarium sp. pada tanaman tomat dengan menggunakan jamur Trichoderma sp. di rumah kaca.

Pengendalian hayati terhadap cendawan patogenik memberi harapan untuk dikembangkan di lapangan. Banyak peneliti yang menarik manfaat jamur antagonis sebagai agensia yang efektif untuk mengendalikan berbagai patogen dalam tanah (Istikorini, 2002).

Pengaplikasian Trichoderma spp menggunakan media biakan jagung, beras dan berbagai substrat lain selama ini di nilai kurang efisien bagi petani. Hal ini dikarenakan media jagung dan beras tidak tahan disimpan lama, berlendir, bau yang menyengat, dan mudah terkontaminasi, sehingga menyebabkan petani enggan untuk membuatnya. Diperlukan teknologi yang lebih efisien lagi dalam pemanfaat Trichoderma spp, salah satunya adalah pembuatan formulasi dalam bentuk granular. Formulasi granular lebih mudah dalam pengaplikasian, tahan penyimpanan dan tidak berbau.

Tujuan Penelitian

(18)

untuk mengendalikan penyakit Jamur akar putih (R. microporus) pada tanaman karet.

Hipotesis Penelitian

Mikroorganisme di dalam setiap ragi memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap efektifitas T. harzianum dalam mengendalikan penyakit jamur akar putih (R. microporus) pada tanaman karet.

Kegunaan Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Jamur Akar Putih (Rigidoporusmicroporus (Swartz:fr.) van Ov).

Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur yang lazimnya disebut jamur akar putih (JAP). Nama ilmiah jamur ini adalah R. lignosus (Klotzsch) Imazeki atau R. microporus (Swartz: Fr.)van ov., Poliporus lignosus Klotzsch, meskipun sampai sekarang jamur ini sering dikenal dengan nama Fomes lignosus (Klotzsch) Bres (Semangun, 2000).

Biologi Penyebab Penyakit

Jamur R. microporus dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Fungy

Filum : Basidiomycota Klas : Basidiomycetes Ordo : Aphylloporales Famili : Polyporacceae Genus : Rigidoporus

Species : Rigidoporus microporus (Swartz:fr.) van Ov. (Alexopoulos , 1996)

(20)

JAP membentuk tubuh buah berbentuk kipas tebal, agak berkayu, mempunyai zona-zona pertumbuhan, sering mempunyai struktur serat yang radier, mempunyai tepi yang tipis. Warna permukaan tubuh buah dapat berubah tergantung dari umur dan kandungan airnya. Pada permukaan tubuh buah benang-benang jamur berwarna kuning jingga, tebalnya 2,8-4,5 μm, mempunyai banyak sekat (septum) yang tebal. (Gambar 1). Pada waktu masih muda berwarna jingga jernih sampai merah kecokelatan dengan zona gelap yang agak menonjol. Permukaan bawah berwarna jingga, tepihnya berwarna kuning jernih atau putih kekuningan. Jika menjadi tua atau kering tubuh buah menjadi suram, permukaan atasnya cokelat kekuningan pucat dan permukaan bawahnya cokelat kemerahan (Semangun, 2000).

Gambar 1. Tubuh buah jamur Rigidoporus microporus Sumber : http://nad.litbang.deptan.go.id

(21)

Rigidoporus microporus jamur yang bersifat parasit fakultatif, artinya dapat hidup sebagai saprofit yang kemudian menjadi parasit. Jamur R. microporus tidak dapat bertahan hidup apabila tidak ada sumber makanan. Bila belum ada inang jamur ini bertahan di sisa-sisa tunggul (Liyanage, 1976).

Gejala Serangan

Gejala serangan JAP pada tanaman karet ditandai dengan adanya perubahan pada warna daun. Daun berwarna hijau kusam, permukaan daun lebih tebal dari yang normal. Setelah itu daun- daun menguning dan rontok. Pada pohon dewasa gugurnya daun, yang disertai dengan matinya ranting menyebabkan pohon mempunyai mahkota yang jarang. Ada kalanya tanaman membentuk bunga/ buah lebih awal (Rahayu, dkk., 2006).

Pada tanaman muda gejalanya mirip dengan tanaman yang mengalami kekeringan. Daun-daun berwarna hijau kusam dan lebih tebal dari yang normal. Daun tersebut akhirnya menjadi cokelat dan mengering. Pohon akhirnya tumbang dengan daun yang masih menggantung. Ada kalanya pohon tiba-tiba tumbang tanpa menimbulkan gejala kematian tajuk, karena akar tanaman telah busuk dan mati. Apabilah leher akar tanaman yang terserang dibuka, akan tampak rizomorf jamur berwarna putih, baik diakar tunggang ataupun di akar lateral. Akar- akar tersebut akan busuk dan tanaman akan mati (Sinulingga, 1989).

(22)

berwarna kekuningan, dalam tanah merah tanahnya dapat kemerahan atau kecokelatan, kulit yang sakit akan busuk dan warnanya cokelat. Kayu dari akar yang baru saja mati tetap keras, berwarna cokelat, kadang-kadang agak kekelabuan. Pada pembusukan yang lebih jauh, kayu berwarna putih atau krem, tetapi padat dan kering, meskipun di tanah basah kayu yang terserang dapat busuk dan hancur (Basuki dan Wisma, 1995).

Gambar 2. Rizomorf pada permukaan akar karet yang terserang R. microporus

(23)

Penularan

Penularanjamur akar putih terjadi melalui persinggungan antara akar karet dengan sisa-sisa akar tanaman lama, tunggul-tunggul atau pohon yang sakit. Selain persinggungan, penyebarannya bisa terjadi karena hembusan angin yang membawa spora jamur ini. Spora yang jatuh di tunggul atau sisa kayu akan tumbuh dan membentuk koloni. Kemudian jamur akan merambat ke akar cabang tunggul dan pindah ke akar tanaman di dekatnya melalui pertautan akar. Stum atau bahan tanaman sebagai bibit juga dapat menjadi sebab tersebarnya pnyakit di areal kebun karet (Tim Penulis PS, 1999).

Penyebaran JAP yang paling efektif yaitu melalui kontak akar. Apabila akar-akar tanaman sehat saling bersinggungan dengan akar tanaman karet yang sakit, maka rizomorf JAP akan menjalar pada tanaman yang sehat kemudian menuju leher akar dan selanjutnya menginfeksi akar lateral lainnya. Tanaman yang terinfeksi ini akan menjadi sumber infeksi pada tanaman jirannya, sehingga perkembangan penyakit semakin lama semakin meluas (Sujatno, dkk., 2007).

Faktor yang Mempengaruhi Jamur Akar Putih

(24)

Setelah patogen menginfeksi tanaman, perkembangan selanjutnya bergantung pada pH, kandungan bahan-bahan organik, kelembapan dan aerase tanah. R. micropous dapat tumbuh baik pada kelembapan diatas 90%, kandungan bahan organik tinggi serta aerase yang baik. Apabila kondisi ini sesuai, patogen dapat menjalar sejauh 30 cm dalam waktu 2 minggu (Sinulingga dan Eddy, 1989).

Pada umumnya intensitas JAP memuncak pada umur tanaman 3-4 tahun pada saat ini terjadi pertautan akar antar gawangan, faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit, tanah yang gembur/ berpori, dan yang beraksi netral (pH 6-7), dengan suhu lebih dari 20o C sangat baik bagi perkembangan penyakit. Penyakit berkembang cepat pada awal musim hujan. Tunggul yang terbukamerupakan medium penularan JAP dan akar-akar yang terinfeksi merupakan sumber penularan lebih lanjut (Soepena, 1984).

Di Sumatera Utara kebun-kebun yang terletak di tanah podsolik merah kuning kurang menderita kerugian dari jamur akar putih, daripada yang terdapat di tanah aluvial. Ini disebabkan karena tanah tersebut lebih masam, sehingga Rigidoporus tidak dapat berkembang dengan baik. Selain itu di tanah yang lebih masam terdapat jamur Trichoderma spp., yang menjadi antagonis bagi Rigidoporus dapat berkembang dengan baik (Semangun, 2000).

Pengendalian Penyakit R. microporus

Menurut Semangun (2000) pengendalian dapat dibagi menjadi dua kelompok kegiatan, yaitu: membersihkan sumber infeksi, sebelum dan sesudah penanaman karet dan mencegah meluasnya penyakit dalam kebun.

(25)

Sumber infeksi berasal dari pohon-pohon hutan yang sakit, atau tunggul-tunggul pohon hutan yang terinfeksi, sedang pada peremajaan berasal dari pohon karet tua yang sakit atau tunggul-tunggul tua pohon yang sakit. Tunggul-tunggul yang terdapat di kebun harus dibongkar. Jika pembongkaran tunggul tidak dapat dilakukan, untuk mempercepat pembusukan akar dilakukan peracunan tunggul (stump poisoning) dan peracunan pohon. Agar tunggul yang baru tidak dapat diinfeksi oleh spora R. microporus, sehabis penebangan bidang potongan harus segera ditutup dengan obat penutup luka (Semangun, 2000).

2. Mencegah meluasnya penyakit dalam kebun

Pembuatan selokan isolasi (parit isolasi) disekitar tanaman yang terserang yang bertujuan untuk mematahkan hubungan antara bagian jala-jala akar yang sakit dengan yang sehat. Jeluk (dalamnya) parit isolasi berpariasi antara 60 cm dan 90 cm dengan lebar lebih kurang 30 cm. Pencegahan dapat juga dilakukan dengan monitoring JAP di lapangan. Monitoring ini dapat dilakukan seperti pembukaan leher akar. Pembukaan leher akar ini bertujuan agar pangkal dari akar tunggang dan akar-akar samping tidak tertutup tanah, karena jamur R. microporus tidak dapat berkembang dengan baik pada akar-akar yang berada di luar tanah (Semangun, 2000).

Trichoderma harzianum Rifai.

(26)

macam tanah, di permukaan akar berbagai macam tumbuhan, juga dapat diisolasi dari kayu busuk atau serasah (Suwahyono dan Wahyudi, 2001).

Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang sangat penting untuk pengendalian hayati. Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat dilakukan melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan benih maupun melalui kompos. Selain itu Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis mudah dibiakkan secara massal, mudah disimpan dalam waktu lama dan dapat diaplikasikan sebagai seed furrow dalam bentuk tepung atau granular /butiran (Arwiyanto, 2003).

Sifat antagonis jamur Trichoderma sp. telah diteliti sejak lama. Inokulasi Trichoderma sp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan jamur ini yang dapat diisolasi dari biakan yang ditumbuhkan di dalam petri. Spesies lain dari jamur ini telah diketahui bersifat antagonistik atau parasitik terhadap jamur patogen tular tanah yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman pertanian (Khairul, 2001).

Biologi T. harzianum Rifai.

Dalam Agrios (1996), jamur ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Sub divisio : Deuteromycotina

(27)

Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Trichoderma

Spesies : Trichoderma harzianum Rifai

Konidium (fialospora) jorong, bersel 1, dalam kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru. Pada umumnya bersifat saprofit dalam tanah, dan banyak jenisnya yang mempunyai daya antagonistik terhadap jamur-jamur parasit (Semangun, 1998). Koloni jamur pada media agar menyebar, mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau (Gambar 3). Hifa vegetatif hialin (Gilman, 1971).

Gambar 3. Isolat T. harzianum pada media PDA Sumber: http://harshbio.tripod.com/trichoderma1

(28)

ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek (Gambar 4.a). Fialid tampak langsing dan panjang terutama pada aspeks dari cabang, dan

berukuran 18 x 2,5 μm (Gambar 4.b). Konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek (Gambar 4.c), berukuran (2,8 - 3,2) x (2 ,5-2,8) m, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar dan kadang-kadang terminal, umumnya berbentuk bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar dkk, 1999).

Gambar 4. Konidia T. harzianum (a. Konidiofor ,b. Phialid, c. Konidia) Sumber: a). http://www.mycology.adelaide.edu.au/

b). Foto langsung

Ekologi Trichoderma harzianum Rifai.

Spesies Trichoderma adalah jamur tanah kosmopolitan (Waksman, 1952). Mereka berkoloni dalam kisaran yang luas dalam nisia tanah dari suhu dingin sampai iklim tropis pada tanah pertanian, tanah kebun buah, tanah hutan, tanah padang rumput dan tanah padang pasir (Domsch dkk., 1980).

a b

c

(29)

Kondisi penyebaran alam dari saprofit Trichoderma mengartikan bahwa jamur ini umumnya terdapat pada lapisan tanah atas (F dan H) dimana kerapatan yang tinggi dari miselium dapat dijumpai khususnya dalam serasah lembab hutan pohon berdaun jarum (Danielson dan Davey, 1973).

Jamur antagonis ini sering diisolasi dari tanah hutan, misalnya dibawah pohon pinus atau berdaun jarum, acacia, nothofagus, pohon berdaun lebar lainnya, pada pembibitan tanaman hutan, tanah hutan yang subur dibawah tetumbuhan pioner dalam komunitas tanaman hutan, sangat sering diisolasi dari tanah pertanian, tanah padang rumput, perkebunan jeruk, tanah kebun, kebun anggur, tanah lapang gambut, tanah rawa, tanah bergaram, tanah berpasir, tanah coklat, podsolik, gua, dan disemua jenis tanah di dunia. Jamur ini sering dijumpai di lapisan permukaan tanah, tetapi juga pada kedalaman tanah 120 cm, dan umumnya pada habitat yang agak asam. Jamur juga sering dijumpai pada tanah yang diperlakukan dengan alil alkohol atau beragam fungisida (Soesanto, 2008).

(30)

Faktor lain yang memengaruhi pertumbuhan Trichoderma adalah kelembaban, sedangkan kandungan garam tidak terlalu memengaruhi

Trichoderma. Penambahan HCO - dapat menghambat mekanisme kerja

Trichoderma. Melalui uji biokimia diketahui bahwa dibandingkan sukrosa, glukosa merupakan sumber karbon utama bagi Trichoderma, sedangkan pada beberapa spesies sumber nitrogennya berasal dari ekstrak khamir dan tripton (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, 2011).

Trichoderma harzianum mempunyai kemampuan untuk menjadi parasit bagi jamur lain, dimungkinkan karena T. harzianum mampu menghasilkan enzim-enzim yang mampu melisiskan dinding sel jamur lain, seperti enzim-enzim kitinase dan

β-glukanase (Panji, 1998).

Rifai (1969) dalam Salma dan Gunarto (1999) yang menyatakan bahwa jamur antagonis Trichoderma spp dapat diisolasi dari tanah lokal, termasuk jamur selulolitik sejati karena mampu menghasilkan komponen selulase secara lengkap. Djatmiko dan Rohadi (1997) menyatakan Trichoderma spp. mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam mendapatkan Nitrogen dan Karbon.

Fisiologi Trichoderma harzianumRifai.

(31)

yang Trichoderma spp. lakukan. Strain rizosfer yang paling kuat kompeten dapat ditambahkan ke tanah atau bibit dengan metode apapun. Setelah Trichoderma spp. masuk dan kontak dengan akar, Trichoderma spp. menginfeksi permukaan akar atau korteks, tergantung pada strain. Dengan demikian, jika ditambahkan sebagai perlakuan benih, strain terbaik akan menginfeksi permukaan akar bahkan ketika akar satu meter atau lebih di bawah permukaan tanah dan mereka bisa bertahan di angka berguna hingga 18 bulan setelah aplikasi. Namun, sebagian besar strain kurang memiliki kemampuan dalam hal ini (Harman, 2000).

Mekanisme pengendalian jamur fitopatogenik dilakukan melalui interaksi hifa langsung. Setelah konidia Trichoderma harzianum di introduksikan ketanah, akan tumbuh kecambah konidianya di sekitar perakaran tanaman. Mekanisme pengendalian jamur fitopatogen meliputi:

- Mikoparasitik.

Mikoparasitik adalah kemampuan menjadi parasit bagi jamur patogen, memarasit miselium cendawan lain dengan menembus dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan akan mati (Gambar 5).

- Antibiosis

Antibiosis adalah kemampuan menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin, yang dapat menghancurkan sel jamur melalui pengrusakan terhadap permebilitas memban sel, dan enzim chitinase, lamiarinase, yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.

(32)

Gambar 5.Mikoparasitisme Trichoderma terhadap jamur patogen

Sumber:

- Menghancurkan dinding sel jamur patogen, dengan menghasilkan enzim, seperti enzim kitinase dan b-1-3- glukanase. Akibatnya, hifa jamur patogen akan rusak protoplasmanya dan jamur akan mati (Harman, 2000).

Komponen Formulasi Biofungisida Granular Trichoderma

Deskripsi Biofungisida adalah suatu pestisida hayati yang digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman khususnya yang disebabkan oleh jamur (fungi). Penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur patogen sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang pertanian. Biofungisida Trichoderma merupakan salah satu produk biofungisida yang berbahan aktif sel dan spora Trichoderma harzianum (isolat asli Indonesia) yang merupakan jenis jamur parasit bagi jamur patogen tanaman. Biofungisida Trichoderma harzianum diproduksi dan diformulasikan dalam bentuk granular. Di samping kemampuan sebagai agen biokontrol, jamur Trichoderma harzianum memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman, dan hasil produksi tanaman. Sifat ini

(33)

menandakan bahwa Trichoderma harzianum juga berperan sebagai Plant Growth Enhancer (Sito, 2012).

Berikut adalah komponen-komponen granular T.harzianum :

Tepung Beras

Beras merupakan salah satu protein yang penting di wilayah Asia, dan menyumbang sekitar 30 - 80% dari kebutuhan akan protein. Dilihat dari fraksi kelarutannya, protein beras terdiri dari 5% albumin (protein larut air), 10% globulin (protein larut garam), kurang dari 5% prolamin (protein larut alkohol) dan lebih dari 8% glutelin (protein larut dalam basa). Selain itu beras kaya akan vitamin B, sedikit lemak dan mineral (Inglett, 1980).

Komposisi kimia Tepung beras dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 1.Komposisi Kimia Tepung Beras per 100 g Bahan

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, R.I.,(2000).

Ragi

Ragi adalah suatu macam tumbuh - tumbuhan bersel satu yang tergolong kedalam keluarga cendawan. Ragi berkembang biak dengan suatu proses yang dikenal dengan istilah pertunasan, yang menyebabkan terjadinya peragian.

(34)

Peragian adalah istilah umum yang mencangkup perubahan gelembung udara dan yang bukan gelembung udara ( aerobic dan anaerobic ) yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dalam pembuatan roti, sebagian besar ragi berasal dari mikroba jenis Saccharomyces Cerevisiae. Ragi merupakan bahan pengembang adonan dengan produksi gas karbondioksida (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Menurut US. Wheat Assosiates, (1983), ragi terdiri dari sejumlah kecil enzym, termasuk protease, lipase, invertase, maltase dan zymase. Enzym yang penting dalam ragi adalah invertase, maltase dan zymase. Enzym invertase dalam ragi bertanggung jawab terhadap awal aktivitas fermentasi. Enzym ini mengubah gula ( sukrosa) yang terlarut dalam air menjadi gula sederhana yang terdiri atas glokosa dan fruktosa. Gula sederhana kemudian dipecah menjadi karbondioksida dan alkohol. Enzym amilase yang terdapat dalam tepung mampu memproduksi maltosa yang dapat dikonsumsi oleh ragi sehingga fermentasi terus berlangsung. Proses pengembangan adonan dapat terjadi apabila ragi dicampur dengan bahan- bahan lain dalam pembuatan roti, maka ragi akan menghasilkan CO2. Gas inilah yang menjadikan adonan roti menjadi mengembang. Proses pengembangan adonan yang dilakukan oleh ragi ditunjang oleh penggunaan bahan lain yaitu gula sebagai sumber energi.

(35)

ditutup dengan kain saring. Organisme akan tumbuh secara alami pada pasta ini pada suhu ruang dalam waktu 2 – 5 hari. Beberapa pengusaha menambahkan rempah-rempah atau bumbu untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang diharapkan. Penambahan sari tebu juga dilakukan untuk menambah gula (Hidayat, 2009).

Aspergillus oryzae digunakan dalam pembuatan tape di indonesia dan sake dijepang. Monilla sitophila yaitu jamur oncom. Rizopus oryzae merupakan ragi untuk membuat tempe. Contoh khamir yaitu Saccharomyces cerevisae jamur ini terkenal sebagai ragi yang diperlukan dalam pembuatan minuman, tape, dan bermacam-macam roti, khamir merupakan jamur uniseluler berbentuk bulat atau lonj

Berdasarkan hasil penelitian Barnett dkk, (2000), dan Gandjar, (2003), disimpulkan mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah kapang Aspergillus oryzae, Amylomyces rouxii, Mucor sp., dan Rhizhopus sp.; khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii, Saccharomycescerevisiae, dan Candidautilis ; serta bakteri Pediococcus sp. Dan Bacillus sp.

(36)

Gambar 6.Foto mikroskopis cendawan dalam ragi Rhizopus oryzae (Perbesaran a.10x, b.40x, c.100x), Saccharomyces cerivisae (d.10x, e.40x, f.100x) Aspergillus

oryzae (g. berbagai mikroba ragi tape, h. perbesaran 40x, i.100x) Sumber:langsung

Menurut Dwijoseputro (1978), Aspergillus terdapat di mana-mana, baik di daerah kutub maupun di daerah tropik, dan hampir pada setiap substrat. Aspergillus memiliki fungsi penting bagi tanaman, Aspergillus dapat berperan dalam menambat N bebas dari udara dan melarutkan fosfat di dalam tanah yang dapat dijadikan sebagai nutrisi organik oleh tanaman.

Gula (Sukrosa)

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yang diperoleh dari bit atau tebu.

a b c

d e f

(37)

Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis dan kelembutan yang mempunyai daya larut tinggi, mempunyai kemampuan menurunkan aktivitas air (aw) dan mengikat air (Hidayat dan Ikariztiana, 2004).

Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk kedalam golongan karbohidrat. Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam.sukrosa dengan kemurniaan yang tinggi dan kadar abu yang rendah baik untuk hard candy (Suhaidi dan Ismed, 2010).

Bekatul

Bekatul adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat proses penggilingan padi. Menurut FAO dalam Houston (1972), bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi yang sebenarnya merupakan selaput inti biji padi. Bekatul terdiri atas lapisan pericarp, seed coat, nucellus, dan aleurone. Proses penggilingan padi menjadi beras menghasilkan beras sebanyak 60-65%.

Karbohidrat yang terdapat pada bekatul berupa selulosa, hemiselulosa dan pati. Kandungan pati yang terdapat pada bekatul diperoleh dari bagian endosperma yang terbawa pada proses penyosohan (Hargrove 1994). Kandungan pati tersebut akan meningkat dengan semakin banyaknya tahap penyosohan yang dilakukan.

Hasil penelitian Djatmiko dan Rohadi (1997) menunjukkan pelet T.

harzianum yang diperbanyak dalam sekam padi dan bekatul mempunyai

(38)

gada, baik pada tanah andosol maupun latosol. Pelet T. harzianum 61 g/pot, merupakan perlakuan paling baik dalam memperkecil diameter akar gada, bobot akar gada dan intensitas penyakit akar gada.

Jagung

Biji jagung terdiri dari kulit ari, lembaga, tip cap dan endosperma. Sebagian besar pati (85 %) terdapat pada endosperma. Pati terdiri dari fraksi amilopektin (73 %) dan amilosa (27 %). Serat kasar terutama terdapat pada kulit ari. Komponen utama serat kasar adalah hemiselulosa (41,16 %). Gula terdapat pada lembaga (57 %) dan endosperma (15 %). Protein sebagian besar terdapat pada endosperm

Kapur Tanah

(39)

Sulfur

Sebagian besar sulfur di dalam tanah berasal dari bahan organik yang telah mengalami dekomposisi dan sulfur elemental ( bubuk/ batu belerang ) dari aktivitas vulkanis. Sulfur yang larut dalam air akan segera diserap tanaman, karena unsur ini sangat dibutuhkan tanaman terutama pada tanaman-tanaman muda.Adapun fungsi umum sulfur sbb :

1. Membantu pembentukan butir hijau daun sehingga daun menjadi lebih hijau. 2. Menambah kandungan protein dan vitamin hasil panen.

3. Meningakatkan jumlah anakan yang menghasilkan (pada tanaman padi). 4. berperan penting pada proses pembulatan zat gula.

5. Memperbaiki warna, aroma, dan kelenturan daun tembakau ( khusus pada tembakau omprongan).

6. Memperbaiki aroma, mengurangi penyusutan selama penyimpangan, memperbesar umbi bawang merah dan bawang putih.

(40)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Karet Sungei Putih, Deli Serdang, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 80 meterdiatas permukaan laut. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan April 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah bibit karet stum mata tidur (PB 260) sebanyak 90 batang yang telah terserang JAP kategori II, Trichoderma harzianum Rifai., tepung beras, ragi tape, ragi roti, ragi tempe, gula, bekatul, jagung, kapur tanah, sulfur (belerang), top soil, PDA, Alkohol 96 %, aquades, plastik, polibag.

Alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, handsprayer, wadah plastik, mikroskop binokuler, pisau, timbangan, saringan, mistar, petridish, pipet tetes, gelas ukur, erlenmeyer, laminar air flow, autoclave, inkubator, universal indicator, kamera, cork borer, kalkulator, papan nama, dan alat tulis, haemocytometer.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial, Perlakuan terdiri dari :

V0 : Kontrol

(41)

V2 : Formulasi Tepung beras + trichoderma ( 12 : 5 ) Dengan kerapatan konidia Trichoderma 3,4 x 107 konidia/ml.

Untuk ulangan perlakuan dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (t-1) (r-1) ≥ 15

Metode linier dari rancangan yang digunakan adalah : Yij = μ + ρi + τj + εij

(42)

Jumlah perlakuan : 10 perlakuan

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah polibag per plot : 3 polibag Jumlah tanaman per polybag : 1 tanaman Jumlah seluruh unit : 30 unit Jumlah serluruh tanaman : 90 tanaman

Jumlah sampel yang diamati : 3 tanaman per perlakuan Jarak antar ulangan : 120 cm

Jarak antar perlakuan : 60 cm Jarak antar polibag : 40 x 40 cm

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Stum Mata Tidur

Stum mata tidur yang digunakan berasal dari tanaman karet klon PB 260, yang berasal dari balai penelitian tanaman karet Sei Putih. Stum yang digunakan merupakan stum yang telah terserang jamur akar putih kategori II, yaitu miselium telah melekat kuat pada kulit atau diperkirakan miselium telah masuk ke kulit perakaran stum karet. Stum dikumpulkan dari hasil seleksi di pembibitan. Stum yang digunakan telah berumur ± 1,5 tahun.

Persiapan Media Tanam

(43)

patogen/mikroorganisme yang terdapat pada media tanam. Sterilisai air panas dilakukan dengan cara menyiramkan air panas kepermukaan tanah top soil hingga merata, kemudian dikeringanginkan di atas plastik di ruangan tertutup sampai dingin.

Penanaman Stum

Stum ditanam dalam polibag berukuran 30 x 40 cm. Polibag-polibag tersebut kemudian disusun rapi dengan jarak antar polibag 40 cm x 40 cm, jarak antar perlakuan 60 cm, jarak antar ulangan 120 cm. polibag di kelompokkan dalam setiap plot yang masing-masing plot 3 polibag, dalam setiap polibag berisi 1 stum tanaman karet, dengan 3 sampel tanaman per plot dan jumlah ulangan 3. Sehingga jumlah seluruh tanaman yaitu 90 tanaman. Stum yang sudah ditanam kemudian disiram dengan air untuk merangsang pertumbuhan akar.

Pemeliharaan

(44)

Penyediaan InokulumT. harzianum

Isolat T. harzianumi diperoleh dari Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Isolat T. harzianum kemudian diinokulasi ke dalam media PDA (disegarkan) dan diinkubasi selama 7 hari untuk memperoleh biakan murni.

PerbanyakanT. harzianum

Untuk melakukan pengembangbiakan massal T. harzianum digunakan media PDA. Media PDA dimasukan kedalam plastik panjang transparan yang tahan panas. Media dimasukan dengan volume 1/3 dari plastik dan di letakan dalam keadaan miring (Gambar 7). Diambil potongan isolat T. harzianum dengan cork borer dari biakan murni, kemudian diinokulasikan ke dalam media PDA dalam plastik.

Gambar 7. Perbanyakan T. harzianum dengan PDA dalam plastik, a). hari pertama inokulasi, b). 18 hari setelah inokulasi

a

(45)

Media PDA yang diinokulasikan dalam plastik dibuat sebanyak 30 media sesuai banyak perlakuan dan ulangan. Setelah itu media disimpan dalam inkubator selama 18 hari pada suhu 27 0C.

Pembuatan Formulasi Granular

50 ml akuades steril dimasukan ke dalam setiap media PDA T. harzianum di dalam plastik , kemudian plastik tersebut digoyang-goyang

hingga konidia terlepas dan tercampur ke dalam akuades (terbentuk suspensi konidia T. harzianum). Setiap 50 ml suspensi dari masing-masing plastik yang berjumlah 30 plastik, disatukan kedalam wadah sehingga diperoleh 1,5 L suspensi dengan kerapatan 3,4 x 107 konidia/ml, kemudian dimasukan ke dalam handsprayer sebanyak 150 ml suspensi per-perlakuan (Gambar 8).

Gambar 8. Suspensi T. harzianum dalam handsprayer Perlakuan V1 (Jagung + trichoderma)

(46)

kedalam media substrat, kemudian di inkubasikan pada suhu 27 °C selama 14 hari dan siap diaplikasikan.

Perlakuan V2 (Tepung beras + trichoderma)

Sebanyak 360 gr tepung beras dimasukan ke dalam wadah besar berdiameter 30 cm. Kemudian wadah digoyang-goyang, sambil menyemprotkan 150 ml suspensi T. harzianum dengan handsprayer, sampai terbentuk butiran-butiran gumpalan tepung berukuran kecil, penyemprotan dilakukan secara merata agar tidak terjadi penggumpalan besar.

Perlakuan V3 (Tepung beras + ragi tape + trichoderma)

Sebanyak 360 gr tepung beras dimasukan ke dalam wadah besar berdiameter 30 cm, tepung dicampur secara merata dengan 30 gr ragi tape. Kemudian wadah digoyang-goyang, sambil menyemprotkan 30 ml suspensi T. harzianum dengan handsprayer, sampai terbentuk butiran-butiran gumpalan tepung berukuran kecil, penyemprotan dilakukan secara merata agar tidak terjadi penggumpalan besar.

Perlakuan V4 (Tepung beras + ragi tape + gula + trichoderma)

(47)

Perlakuan V5 (Tepung beras + ragi tape + bekatul + trichoderma)

Sebanyak 360 gr tepung beras dimasukan ke dalam wadah besar berdiameter 30 cm, tepung dicampur secara merata dengan 30 gr ragi tape dan 30 gr bekatul. Kemudian wadah digoyang-goyang, sambil menyemprotkan 150 ml suspensi T. harzianum dengan handsprayer, sampai terbentuk butiran-butiran gumpalan tepung berukuran kecil, penyemprotan dilakukan secara merata agar tidak terjadi penggumpalan besar.

Perlakuan V6 (Tepung beras + ragi tape + kapur tanah + trichoderma)

360 gr tepung beras dimasukan ke dalam wadah, tepung dicampur secara merata dengan 30 gr ragi tape dan 30 gr kapur tanah. Kemudian wadah digoyang-goyang, sambil menyemprotkan 150 ml suspensi T. harzianum dengan handsprayer, sampai terbentuk butiran-butiran gumpalan tepung.

Perlakuan V7 (Tepung beras + ragi tape + sulfur + trichoderma)

360 gr tepung beras dimasukan ke dalam wadah, tepung dicampur secara merata dengan 30 gr ragi tape dan 30 gr sulfur. Kemudian wadah digoyang-goyang, sambil menyemprotkan 30 ml suspensi T. harzianum dengan handsprayer, sampai terbentuk butiran-butiran gumpalan tepung.

Perlakuan V8 (Tepung beras + ragi roti + gula + trichoderma)

360 gr tepung beras dimasukan ke dalam wadah, tepung dicampur secara merata dengan 30 gr ragi roti dan 30 gr gula. Kemudian wadah digoyang-goyang, sambil menyemprotkan 150 ml suspensi T. harzianum dengan handsprayer, sampai terbentuk butiran-butiran gumpalan tepung.

(48)

360 gr tepung beras dimasukan ke dalam wadah, tepung dicampur secara merata dengan 30 gr ragi tempe dan 30 gr gula. Kemudian wadah digoyang-goyang, sambil menyemprotkan 150 ml suspensi T. harzianum dengan handsprayer, sampai terbentuk butiran-butiran gumpalan tepung. Berikut adalah gambar pembentukan tepung menjadi butiran didalam wadah (Gambar 9).

Gambar 9. Pembentukan granular dalam wadah, a. tepung beras, b. tepung yang telah menjadi butiran (granular)

Butiran-butiran yang dihasilkan dibungkus dalam plastik transparan, kemudian disimpan dalam suhu kamar selama 3 hari (Gambar 10.a). Setelah 3 hari butiran di jemur secara tidak langsung hingga kering selama 3 hari. Butiran-butiran yang telah kering dari setiap perlakuan (V2-V9) diayak dengan lubang ayakan ukuran diameter 2-3 mm, sehingga diperoleh granular yang berukuran seragam (Gambar 10.b). Granular kemudian dikemas dalam plastik.

(49)

Gambar 10. Formulasi granular T. harzianum, a). foto sebelum penjemuran dan pengayakan, b). foto sesudah penjemuran dan pengayakan

Aplikasi Formulasi Granular

Aplikasi formulasi granular T. harzianum dilakukan 1 minggu setelah

penanaman. Ditimbang 40 gr dari masing-masing perlakuan granular T. harzianum, kemudian diaplikasikan dengan cara menabur 40 gr granular dan

media jagung per-polibag, berdasarkan perlakuannya masing-masing. Pengaplikasian dilakukan dengan cara membongkar tanah disekitar perakaran stum, kemudian granular ditaburkan dan ditutup tanah kembali. Setelah itu tanaman disiram untuk mengaktifkan pertumbuhan T. harzianum pada granular. Pengaplikasian dilakukan terhadap stum tanaman karet yang telah terserang JAP kategori II, sehingga di harapkan formulasi dapat mengembalikan stum ke keadaan sehat.

a

(50)

Parameter Pengamatan

Intensitas Penyakit (%)

Pengamatan intensistas serangan jamur akar putih dilakukan selama 3 kali pengamatan. Pengamatan pertama dilakukan 4 minggu setelah aplikasi (MSA), 8 MSA, dan 12 MSA.

Pengamatan dilakukan dengan cara menggali sekitar perakaran stum, dilakukan secara perlahan mulai dari tanah bagian terluar hingga leher perakaran sehingga tidak merusak perakaran stum. Kemudian dilakukan pengamatan nilai kategori serangan jamur akar putih pada akar tanaman berdasarkan skala yang ditentukan. Kemudian ditutup kembali dengan tanah. Persentase intensitas penyakit jamur akar putih dihitung dengan rumus :

i Σ (nivi) i=0

IP = x 100% NV

dimana :

ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i

vi = nilai skor penyakit dari i = 0,1,2 sampai i t-skor tertinggi N = jumlah tanaman yang diamati

V = skor tertinggi (Sinaga, 2006).

(51)

Skala 0 : Akar tanaman terbebas dari serangan JAP

Skala 1 : Akar tanaman ditumbuhi miselium JAP tetapi terbatas pada permukaan kulit

Skala 2 : Miselium telah melekat kuat pada kulit atau diperkirakan miselium telah masuk ke kulit

Skala 3 : Bagian kulit telah membusuk Skala 4 : Tanaman mati

Derajat Kemasaman Tanah (pH tanah)

Diukur derajat kemasaman tanah dari setiap perlakuan dengan 2 tahap.

Tahap pertama dilakukan sebelum pengaplikasian formulasi granular T. harzianum. Tahap kedua dilakukan setelah pengaplikasian. Prosedur kerja

untuk menghitung derajat kemasaman tanah adalah sebagai berikut:

- Ditimbang masing-masing 10 gram tanah dari setiap polybag, masukan kedalam masing-masing wadah.

- Dimasukan 15 ml aquades ke masing-masing wadah berisi tanah - Dicampurkan tanah dan aquades

- Diaduk selama 30 detik, kemudian diamkan campuran tanah selama 5 menit

- Dimasukan kertas universal indicator kedalam wadah berisi campuran tanah dan air. Diamati perubahan warnanya. (Syarief, 1998)

Tinggi Tunas

(52)
(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Penyakit JAP

Data pengamatan intensitas penyakit JAP pada 4, 8 dan 12 minggu setelah aplikasi (Msa) dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 2 sampai dengan lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi jamur T. harzianum melalui berbagai formulasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada pengamatan 4-12 Msa.

Rataan dari intensitas penyakit JAP pada pengamatan 4, 8 dan 12 Msa dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data Pengamatan Intensitas Penyakit pada Pengamatan 4, 8 dan12 Msa.

Perlakuan Rataan Intensitas Penyakit (%) 4 Msa 8 Msa 12 Msa

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama sangat tidak berbeda nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan.

(54)

perlakuan V3 (Formulasi Tepung beras + ragi tape + trichoderma) sebesar 08,33%, seterusnya V7, V8, V1, V5, V9 dan V4. Hal ini disebabkan T. harzianum memiliki daya antagonis terhadap cendawan patogen, dengan mekanisme mikoparasitik, antibiosis, kompetisi dan menghasilkan enzim yang dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Harman (2000), yang menyatakan bahwa mekanisme pengendalian jamur fitopatogenik dilakukan melalui interaksi hifa langsung. Setelah konidia Trichoderma harzianum di introduksikan ketanah, akan tumbuh kecambah konidianya di sekitar perakaran tanaman. Mekanisme pengendalian jamur fitopatogen meliputi mikoparasitik, antibiosis , kompetisi ruang dan nutrisi, serta menghancurkan dinding sel jamur patogen, dengan menghasilkan enzim, seperti enzim kitinase dan b-1-3-glukanase. Akibatnya, hifa jamur patogen akan rusak protoplasmanya dan jamur akan mati.

(55)

mendukung kesehatan tanaman. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Panji (1998) yang menyatakan Trichoderma harzianum mempunyai kemampuan untuk menjadi parasit bagi jamur lain, dimungkinkan karena T. harzianum mampu menghasilkan enzim-enzim yang mampu melisiskan dinding sel jamur lain,

seperti enzim kitinase dan β-glukanase.

Data pengamatan intensitas penyakit JAP pada pengamatan 4, 8 dan 12 Msa dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Histogram Pengaruh Pengaplikasian Formulasi Terhadap Intensitas Penyakit JAP (%) pada Pengamatan 4-12 Msa

Dari Gambar 11. terlihat pada setiap perlakuan mengalami penurunan intensitas penyakit. Tetapi pada perlakuan V4 pengamatan 12 Msa, intensitas penyakit lebih tinggi diantara perlakuan lainnya selain kontrol, yaitu sebesar 22,22 %, Hal ini selain disebabkan oleh persaingan ruang dan nutrisi oleh cendawan Aspergillus, juga disebabkan oleh kandungan gula (sukrosa) yang terlalu tinggi

(56)

kurang disukai oleh cendawan T. harzianum, sehingga pertumbuhan T. harzianum sedikit terhambat akibat gangguan metabolisme, karena T. harzianum merupakan cendawan yang mengambil nutrisi utama dari selulosa sebagai sumber karbon dan energi untuk kebutuhan hidupnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Armaini, dkk (2008) yang menyatakan bahwa media permentasi yang mengandung sukrosa dan glukosa sedikit sekali menghasilkan enzim selulase dibandingkan dengan media yang mengandung selulosa. Berat maksimum jamur yang tumbuh pada media selulosa adalah 0,57 g, berat maksimum jamur pada media glukosa adalah 0,26 g, sedangkan pada media sukrosa berat maksimum jamur adalah 0,10 g. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Rifai (1969) dalam Salma dan Gunarto (1999) yang menyatakan bahwa jamur antagonis Trichoderma spp dapat diisolasi dari tanah lokal, termasuk jamur selulolitik sejati karena mampu menghasilkan komponen selulase secara lengkap.

Pada Gambar 11. Dapat dilihat bahwa perlakuan V1 (jagung + T. harzianum, sangat berbeda nyata dengan perlakuan V2 (tepung beras + T. harzianum ) pada pengamatan 4 – 12 Msa. Untuk kandungan nutrisi jagung dan

(57)

terkena siraman air, sehingga T. harzianum membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menjangkau JAP.

Pada perlakuan V3 merupakan perlakuan terbaik kedua, dengan intensitas

penyakit 8,33%. Selain kerugian yang ditimbulkan akibat interaksi antara T. harzianum dengan Aspergillus oryzae, yaitu kompetisi ruang dan nutrisi.

Kombinasi kedua kapang ini juga memberikan efek positif, karna sama-sama dapat menghasilkan zat antimikroba. Zat yang dihasilkan Aspergillus sp. Yaitu mevionin dan aspersilin, yang dapat menekan pertumbuhan cendawan patogen. Hal ini sesuai dengan literatur Gandjar (2006) yang menyatakan bahwa kapang tanah yang mempunyai aktivitas antimikroba adalah genus Aspergillus, Penicillium, Paecilomyces, Trichoderma. Aspergillus merupakan fungi tanah yang sudah banyak dimanfaatkan dalam pengendalian patogen penyebab penyakit tanaman. Aspergillus menghasilkan senyawa antimikroba mevionin dan aspersilin.

(58)

Hal ini terjadi karena pertumbuhan spora Trichoderma lebih cepat dibandingkan pertumbuhan spora jamur penyebab penyakit. Trichoderma dapat menghasilkan antibiotik glikotoksin yang mampu menghambat pertumbuhan jamur parasit seperti Pythium pada tanaman.

Pada pengamatan dilapangan 12 Msa, didapatkan dari 9 stump karet V0 (kontrol), 3 diantaranya pertumbuhan tunas kerdil, dengan sebagian daun mengering dan gugur, dan 6 tanaman mati dengan membusuknya perakaran stump, serta batang yang mengering. Hal ini sesuai dengan literatur Yusuf, dkk (1992) JAP dapat mematikan tanaman karet yang berumur 3 tahun dalam waktu 6 bulan dan tanaman karet umur 6 tahun dalam waktu 12 bulan. Sehingga pada tanaman karet berumur 1,5 tahun dapat mati dalam waktu 3 bulan.

Pemberian kapang Aspergillus oryzae dan Rhizopus oryzae pada formulasi, menyebabkan terjadinya kompetisi nutrisi oleh kedua kapang tersebut. Akibat berkurangnya nutrisi bagi T. harzianum, daya antagonis T. harzianum menjadi menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elfina (2001) yang menyatakan bahwa kandungan lemak dan nutrisi essensia (karbon, hidrogen, oksigen, posfor, nitrogen, sulfur dan kalsium) sedikit dapat menurunkan daya antagonis Trichoderma spp, karena nutrisi essensial tersebut sangat dibutuhkan oleh jamur dalam pertumbuhannya. Hal ini juga didukung oleh literatur Djatmiko dan Rohadi (1997) Trichoderma spp. mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam mendapatkan Nitrogen dan Karbon.

(59)

menimbulkan interaksi negatif antara sesama cendawan, seperti kompetisi dan parasitisme sesama cendawan antagonis. Diperlukan media yang baik dan jenis cendawan tertentu, yang dapat bersinergis untuk mengendalikan patogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Howell (1991) yang menyatakan bahwa substrat atau media organik tempat tumbuh cendawan antagonis berpengaruh dalam menghasilkan berbagai bentuk spora, zat anti cendawan maupun anti bakteri. Kombinasi cendawan antagonis dan media organik yang tepat harus digunakan agar dapat menekan penyakit dengan baik.

Tinggi Tunas

Data pengamatan tinggi tunas dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 5. Dari analisis sidik ragam tinggi tunas stum karet, menunjukkan perbedaan nyata pada setiap perlakuan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Rataan Tinggi Tunas (cm) Stum Karet Akibat Pengaplikasian Formulasi T. harzianum pada 12 Msa

Perlakuan Rataan Tinggi Tunas (cm)

V0 7,78 D

(60)

Tabel 3. menunjukkan bahwa tinggi tunas tertinggi pada perlakuan V8 (Tepung beras + ragi roti + gula + T. harzianum) sebesar 24,44 cm, dan terendah pada perlakuan V0 (Tanpa perlakuan) sebesar 7,78 cm. Hal ini disebabkan Trichoderma mampu memberikan kesuburan pada tanaman, juga pada perlakuan V1, V2, V3, V5, V6, V7, V8 ,V9. T.harzianum dapat mengaktifkan zat stimulan pertumbuhan tanaman yang ada didalam tanaman, sehingga T.harzianum dapat berperan sebagai Plant Growth Enhancer (peningkat pertumbuhan tanaman). Herlina dan Dewi (2010) menyatakan bahwa salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah adalah jamur Trichoderma sp. Spesies Trichoderma sp. disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Hal ini juga didukung oleh penelitian Suwahyono (2004) bahwa pemberian Trichoderma spp. Pada tanaman alpukat mampu meningkatkan jumlah akar dan lebar daun, serta menumbuhkan pucuk daun yang baru setelah beberapa minggu terserang penyakit.

(61)

memengaruhi Trichoderma. Penambahan HCO - dapat menghambat mekanisme kerja Trichoderma. Melalui uji biokimia diketahui bahwa dibandingkan sukrosa, glukosa merupakan sumber karbon utama bagi Trichoderma, sedangkan pada beberapa spesies sumber nitrogennya berasal dari ekstrak khamir dan tripton.

Rendahnya pertumbuhan tunas stump karet pada perlakuan V0, disebabkan oleh terganggunya metabolisme tanaman, akibat infeksi JAP pada akar, sehingga terhambatnya penyerapan unsur hara tanaman. Gejala yang ditimbulkan yaitu daun berubah warna menjadi kuning dan daun gugur, kemudian dilanjutkan dengan matinya ranting dan mengeringnya batang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu (2006) yang menyatakan gejala serangan JAP pada tanaman karet ditandai dengan adanya perubahan pada warna daun. Daun berwarna hijau kusam, permukaan daun lebih tebal dari yang normal. Setelah itu daun-daun menguning dan rontok. Pada pohon dewasa gugurnya daun, yang disertai dengan matinya ranting menyebabkan pohon mempunyai mahkota yang jarang. Ada kalanya tanaman membentuk bunga/ buah lebih awal.

(62)

sebagian besar bahan organik yang bersifat stabil, seperti humus yang berfungsi sebagai penyimpan hara dan berperanan dalam memperbaiki struktur tanah.

Untuk melihat pengaruh pengaplikasian formulasi terhadap Tinggi Tunas (cm) pada pengamatan 12 Msa dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Histogram Pengaruh Pengaplikasian Formulasi Terhadap Intensitas Tinggi Tunas (cm) pada Pengamatan 12 Msa

pH Tanah

Data pengamatan pH tanah dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi berbagai formulasi T. harzianum terhadap tanah stum karet, menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap parameter pH tanah. Hasil pengukuran pH tanah seluruh perlakuan sebelum pengaplikasian yaitu skala 6.

Rataan pH tanah akibat pengaplikasian formulasi T. harzianum pada 12 Msa dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

(63)

Tabel 4. Rataan pH Tanah Stum Karet Akibat Pengaplikasian Formulasi T. harzianum 12 Msa.

Perlakuan Rataan pH Tanah

V0 6,00 B

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama sangat tidak berbeda nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan.

Dari tabel 4. menunjukkan pH tanah tertinggi terdapat pada perlakuan V6 (Tepung beras + ragi tape + kapur tanah + T. harzianum) yaitu skala 6,33, dan pH

tanah terendah pada perlakuan V7 (Tepung beras + ragi tape + sulfur + T. harzianum) yaitu skala 4,33, dan seterusnya diikuti dengan menurunnya pH

tanah pada perlakuan V2, V3, V4, V5, V8, dan V9. Hal ini disebabkan oleh enzim dan zat-zat yang dihasilkan T. harzianum dalam merombak bahan organik bersifat masam, sehingga berpengaruh terhadap kemasaman tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Basuki dan Aron (1994) yang menyatakan bahwa penurunan pH tanah sesudah aplikasi jamur Trichoderma spp dipengaruhi oleh jamur Trichoderma spp itu sendiri, karena jamur Trichoderma spp mengeluarkan sejenis enzim β (1-3) glukanase dan kitinase yang menjadi salah satu faktor yang dapat menurunkan pH tanah.

(64)

masam, yaitu 4,33 dan 5,33. Hal ini dikarenakan pertumbuhan Jamur akar putih optimum pada pH tanah antara 6-7, sehingga mempercepat perkembangan dan penyebaran JAP. Hal ini sesuai dengan literatur Soepena (1984) yang menyatakan bahwa pada umumnya intensitas JAP memuncak pada umur tanaman 3-4 tahun pada saat ini terjadi pertautan akar antar gawangan, faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit, tanah yang gembur/ berpori, dan yang beraksi netral (pH 6-7), dengan suhu lebih dari 20o C sangat baik bagi perkembangan penyakit. Penyakit berkembang cepat pada awal musim hujan. Tunggul yang terbukamerupakan medium penularan JAP dan akar-akar yang terinfeksi merupakan sumber penularan lebih lanjut.

Dari hasil Percobaan diketahui pH tanah yang masam, membantu Trichoderma dalam menurunkan intensitas penyakit JAP, seperti yang terlihat pada perlakuan V8,V7,V3 dan V2. Hal ini dikarenakan tanah yang masam membantu Trichoderma dalam meningkatkan efektifitas enzim kitinase yang dihasilkan. Khitinase merupakan enzim yang berfungsi mengendalikan penyakit tanaman, dengan berperan penting dalam pemecahan kitin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yurnaliza (2007) yang menyatakan bahwa kitinase jamur bersifat aktif pada pH asam, memiliki temperatur yang tinggi, tingkat kestabilan yang tinggi, dan mempunai aktivitas endokhitinase dan eksokhitinase.

(65)

terlihat pada perlakuan lainnya yang menggunakan ragi roti dan ragi tempe, pada perlakuan V8 dan V9.

Untuk melihat pengaruh pengaplikasian formulasi terhadap pH tanah pada pengamatan 12 Msa dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Histogram Pengaruh Pengaplikasian Formulasi Terhadap pH Tanah pada Pengamatan 12 Msa

0 1 2 3 4 5 6 7

V0 V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9

pH

T

a

na

(66)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Intensitas penyakit tertinggi JAP terdapat pada perlakuan V0 (Kontrol) yaitu sebesar 83,33 % dan terendah pada perlakuan V2 (Formulasi Tepung beras + trichoderma) sebesar 05,55 %.

2. T. harzianum tidak hanya dapat memarasit dan berkompetisi dengan

cendawan patogen, tetapi juga dengan cendawan saprofit lainnya. T. harzianum memanfaatkan selulosa dari cendawan lain dan berkompetisi

mendapatkan ruang dan nutrisi.

3. Jamur antagonis Trichoderma spp. merupakan jamur selulolitik sejati, yang pertumbuhannya paling baik pada media yang mengandung selulosa. Sedangkan pada media yang banyak sukrosa, pertumbuhannya tidak maksimal.

4. Pengaplikasian T. harzianum dalam bentuk granular tepung beras lebih baik dari pada substrat jagung, karena tepung beras memiliki agregat yang sangat halus, sehingga memudahkan penyebaran T. harzianum.

5. Pemanfaatan nitrogen dari khamir Saccharomyces cerevisae oleh T. harzianum, meningkatkan pertumbuhan tunas stump, dengan tunas

tertinggi terdapat pada perlakuan V8 (Tepung beras + ragi roti + gula + T. harzianum) sebesar 24,44 cm.

(67)

terendah pada perlakuan V7 (Tepung beras + ragi tape + sulfur + T. harzianum) yaitu skala 4,33.

Saran

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal.465.

Alexopoulos, C.J; C.W.Mims & M. Blackwell, 1996. Introdctory Micology 4th edition John Wiley and Sons, New York.869 p.

Armaini and Mardiah , Elida and Dharma, Abdi and M, Masdiaty and Salim, Marniati. 2008. Pengaruh Karbohidrat Terhadap Media Fermentasi Untuk Memproduksi Enzim Selulase dari Trichoderma reesei. Project Report. Universitas Andalas.

Arwiyanto, 2003. Pengembangan Agens Hayati untuk Tanaman Hortikultura. Departemen Pertanian Jakarta.

Bangun, M. K. 1990. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Basuki, dan Wisma, S., 1995. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Akar Putih Pada tanaman Karet, hal: 1-5. dalam Kumpulan Lokakarya Pengendalian Penyakit Penting Tanaman Karet. Pusat Penelitian Karet, Sungei Putih. Barnett, J.A., R.W. Payne & D. Yarrow, 2000. Yeasts: Characteristics and

indentification. Cambridge University Press, Cambridge: ix + 1139 hlm. Danielson, R. M. & Davey, C. B. 1973. The Abundance of Trichoderma

Propagules and The Distribution of Species in Forest Soils. Soil Biology & Biochemistry 5. Hlm. 485-494.

Departemen Kesehatan RI, 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara. Jakarta.

Djatmiko, H.A., dan Rohadi, S.S., 1997. Efektivitas Trichoderma harzianum Hasil Perbanyakan dalam Sekam Padi dan Bekatul Terhadap Patogenesitas

Plasmodiophora brassicae pada Tanah latosol dan Andosol. Majalah

Ilmiah UNSOED, Purwokerto 2 : 23 : 10-22.

Domsch, K. H., Gams, W. & Anderson, T.-H., 1980. Compendium of Soil Fungi. Academic Press. London, New York.

Gambar

Gambar 1. Tubuh buah jamur Rigidoporus microporus Sumber : http://nad.litbang.deptan.go.id
Gambar 2. Rizomorf pada permukaan akar karet yang terserang
Gambar 3. Isolat T. harzianum pada media PDA Sumber: http://harshbio.tripod.com/trichoderma1
Tabel 1. Komposisi Kimia Tepung Beras per 100 g Bahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan ESQ merupakan model yang tepat untuk membangun karakter mahasiswa FE angkatan 2012 Untag’45 Surabaya, dibuktikan dengan nilai koefisen korelasi sebesar 0,592 dan T

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id.. Sesuai dengan tingkat perkembangan, kematangan

Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Daur Air melalui Penerapan Model Cooperative Tipe Snowball Throwing pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Bategede Jepara.. Skripsi

[r]

kesempatan yang pernah diberikan oleh Allah untuk mengenal kalian lebih. dekat dan membantu studi

Bahwa dalam rangka memperlancar kegiatan RTAR dalam proses regenerasi Pengurus PMII Rayon “KI HAJAR DEWANTARA” Periode 2015-2016, maka perlu adanya Tata Tertib Rapat Tahunan

ruanglingkupyangsudahlebihluasdarisebelumnya.Dengan melihat hasil penelitian ini yang menunjukkan kontribusi dari model variasi variabel hanya 12% maka dapat

dijumpai pada sampel nyamuk yang berasal drui Bandung. Ini bernrti lnrih: tersebut.. spesifrk untuk nyamuk-nyamuk strain K.L.I.IRU. Jadi jelns terdapnt