• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Karakter Fenotip, Genotip dan Heritabilitas Keturunan Kedua dari Hasil Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Karakter Fenotip, Genotip dan Heritabilitas Keturunan Kedua dari Hasil Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS

KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING

BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

SKRIPSI

Oleh:

SERI WATI SEMBIRING

050307003 / BDP-PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS

KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING

BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

SKRIPSI

Oleh :

SERI WATI SEMBIRING

050307003/BDP-PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

(3)

Judul : Evaluasi Karakter Fenotip, Genotip dan Heritabilitas Keturunan Kedua dari Hasil Selfing Beberapa

Varietas Jagung (Zea mays L.) Nama : Seri Wati Sembiring

Nim : 050307003

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Mengetahui :

( Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS ) Sekretaris Departemen Budi Daya Pertanian

Tanggal Lulus :

( Ir. Mbue Kata Bangun, MS) Anggota

(4)

ABSTRAK

SERI WATI SEMBIRING, Evaluasi Karakter Fenotip, Genotip dan Heritabilitas Keturunan Kedua dari Hasil Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.). Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS dan Ir. Mbue Kata, MS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakter fenotip, genotip dan heritabilitas keturunan kedua dari hasil selfing dari enam varietas jagung (Bayu, Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna, dan Srikandi Kuning-1). Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, mulai dari bulan Januari 2010 sampai April 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu Faktor. Parameter yang diamati Tinggi tanaman, Jumlah daun, Kelengkungan daun, Jumlah daun di atas tongkol, Umur keluar bunga jantan, Umur keluar bunga betina, Umur panen, Laju pengisian biji, Jumlah baris per tongkol, Jumlah biji per tongkol, Bobot biji per tongkol, Bobot 100 biji, Produksi pipilan kering per plot dan Heritabilitas.

Hasil penelitian menunjukkan jagung F2 (selfing) berbeda nyata terhadap

karakter Tinggi tanaman dan Jumlah daun, terdapat perbedaan yang nyata diantara F2 (selfing). Nilai heritabilitas sedang terdapat pada karakter Tinggi tanaman.

Arjuna F2 (selfing) memiliki nilai rataan produksi yang tertinggi dibanding jagung

F2 (selfing) lainnya. Pada Arjuna F2 ini lebih memungkinkan dilakukan silang

dalam.

(5)

ABSTRACT

SERI WATI SEMBIRING, Evaluation the Character of Phenotype, genotype and the heritability of the F2 self-crossed some varieties of maize (Zea mays L.). Supervised by Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS dan Ir. Mbue Kata, MS.

The objective of the research was to evaluate the phenotypic and genotypic characters and the heritability of the F2 self-crossed from six maize varieties (Bayu, Lagaligo,Wisanggeni, Lamuru, Arjuna and Srikandi Kuning-1). The research was conducted on the field experimental, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan with 25 m altitude, from January 2010 to April 2010. The Completely Randomized Design was used with one factor. The Parameters observed the plant height, the number of leaves, the curvature of leaf, the number of leaves above the cob, the affect time of male flowering, the affect time of female flowering, the age of harvest, the rate of seed filling, the number of rows per ear, the number of seeds per ear, the weight of seeds per ear, the weight of 100 seeds, the dry seed yielded and Heritability.

The results showed that the F2 (selfing) maize significantly Higher Plants and the Number of Leaves, were significant different among F2 (selfing). The heritability values were found for the plant height. The Arjuna F2 (selfing) showed the highest rate of yielding among the F2 (selfing) varieties. The Arjuna F2 (selfing) was valuable for selfing to produce the pure line maize.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Namo Mbelin pada tanggal 04 April 1987 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari ayahanda (alm) Ngasup Sembiring dan ibunda Jentia Murni Nahampun.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Swasta Singosari, Deli Tua dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, penulis memilih program studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Evaluasi Karakter Fenotip, Genotip dan Heritabilitas Keturunan Kedua dari Hasil Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.)”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS dan Ir. Mbue Kata, MS. Selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Terima kasih penulis ucapkan kepada (alm) Ayahanda Ngasup Sembiring dan Ibunda tercinta Jentia Murni Nahampun, kepada abanda tersayang Karda Sembiring dan adek-adekku tersayang: Suryana Sembiring, Andre Nahampun, dan Erliani Sihotang, serta seluruh anggota keluarga yang senantiasa banyak memberikan dukungan moril maupun materil.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah banyak membantu yaitu Desni, Wilda, Rosdiana, Dewi, Astri, Tina, Vira, Nurul, Atun, Syahril, Soni, Okta, dan kawan-kawan BDP’05, BDP’06, BDP’07 dan BDP’08 yang telah membantu penulis dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukan.

(8)

DAFTAR ISI

Pemeliharaan tanaman ... 18

(9)

2. Penyiraman ... 19

3. Penyiangan dan pembumbunan ... 19

4. Pengendalian hama dan penyakit ... 19

Panen ... 20

Pengeringan dan pemipilan ... 20

Pengamatan Parameter ... 20

Tinggi tanaman (cm) ... 20

Produksi pipilan kering per plot (gram) ... 22

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

No.

1. Nilai harapan kuadrat tengah pada analisis ral non-faktorial ... 16

2. Rataan tinggi tanaman 2-7 mst dari jagung F2 hasil selfing ... 23

3. Rataan jumlah daun 2-7 mst dari jagung F2 hasil selfing... ... 24

4. Rataan kelengkungan daun dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 25

5. Rataan jumlah daun di atas tongkol dari jagung F2 dan F1 hasil selfing. ... ... 26

6. Rataan umur keluar bunga jantan dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 26

7. Rataan umur keluar bunga betina dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 27

8. Rataan umur panen dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 27

9. Rataan laju pengisian biji dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 28

10. Rataan jumlah baris per tongkol dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 28

11. Rataan jumlah biji per tongkol dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 29

12. Rataan bobot biji per tongkol dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 29

13. Rataan bobot 100 biji dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 30

14. Rataan produksi pipilan kering dari jagung F2 dan F1 hasil selfing ... ... 30

15. Nilai duga heritabilitas dari berbagai parameter tanaman F2 dan F1 hasil selfing ... ... 31

16. Uji progenitas Tetua dengan F2 hasil selfing pada produksi pipilan kering .. ... 31

17. Uji progenitas F1 dengan F2 hasil selfing pada produksi pipilan kering ... ... 32

(12)

DAFTAR GAMBAR

No.

1. Perkembangan tinggi tanaman dari 2 mst sampai dengan 7 mst

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

1. Jadwal kegiatan ... 40

2. Deskripsi jagung varietas bayu ... 41

3. Deskripsi jagung varietas lagaligo ... 42

4. Deskripsi jagung varietas wisanggeni ... 43

5. Deskripsi jagung varietas lamuru ... 44

6. Deskripsi jagung varietas arjuna... 45

7. Deskripsi jagung varietas srikandi kuning-1 ... 46

8. Bagan penelitian ... 47

9. Pengamatan tinggi tanaman (cm) 2 mst F2 (selfing) ... 48

10. Sidik ragam tinggi tanaman (cm) 2 mst F2 (selfing) ... 48

11. Pengamatan tinggi tanaman (cm) 3 mst F2 (selfing)... 48

12. Sidik ragam tinggi tanaman (cm) 3 mst F2 (selfing) ... 48

13. Pengamatan tinggi tanaman (cm) 4 mst F2 (selfing)... 49

14. Sidik ragam tinggi tanaman (cm) 4 mst F2 (selfing) ... 49

15. Pengamatan tinggi tanaman (cm) 5 mst F2 (selfing)... 49

16. Sidik ragam tinggi tanaman (cm) 5 mst F2 (selfing) ... 49

17. Pengamatan tinggi tanaman (cm) 6 mst F2 (selfing)... 50

18. Sidik ragam tinggi tanaman (cm) 6 mst F2 (selfing) ... 50

19. Pengamatan tinggi tanaman (cm) 7 mst F2 (selfing) ... 50

20. Sidik ragam tinggi tanaman (cm) 7 mst F2 (selfing) ... 50

21. Tinggi tanaman 2-7 mst dari jagung F2 (selfing) ... 51

22. Pengamatan jumlah daun (helai) 2 mst F2 (selfing) ... 51

23. Sidik ragam jumlah daun 2 mst F2 (selfing) ... 51

(14)

24. Pengamatan jumlah daun (helai) 3 mst F2 (selfing) ... 51

25. Sidik ragam jumlah daun 3 mst F2 (selfing) ... 52

26. Pengamatan jumlah daun (helai) 4 mst F2 (selfing) ... 52

27. Sidik ragam jumlah daun 4 mst F2 (selfing) ... 52

28. Pengamatan jumlah daun (helai) 5 mst F2 (selfing) ... 52

29. Sidik ragam jumlah daun 5 mst F2 (selfing) ... 53

30. Pengamatan jumlah daun (helai) 6 mst F2 (selfing) ... 53

31. Sidik ragam jumlah daun 6 mst F2 (Selfing) ... 53

32. Pengamatan jumlah daun (helai) 7 mst F2 (selfing) ... 53

33. Sidik ragam jumlah daun (helai) 7 mst F2 (selfing) ... 54

34. Rataan pertambahan jumlah daun tanaman 2-7 mst dari jagung F2 (selfing) ... 54

35. Pengamatan kelengkungan daun F2 (selfing) ... 54

36. Sidik ragam kelengkungan daun F2 (selfing) ... 54

37. Pengamatan jumlah daun di atas tongkol (helai) F2 (selfing) ... 55

38. Sidik ragam jumlah daun di atas tongkol (helai) F2 (selfing)... 55

39. Pengamatan umur keluar bunga jantan (hari) F2 (selfing)... 55

40. Sidik ragam umur keluar bunga jantan (hari) F2 (selfing) ... 55

41. Pengamatan umur keluar bunga betina (hari) F2 (selfing)... 56

42. Sidik ragam umur keluar bunga betina (hari) F2 (selfing) ... 56

43. Pengamatan umur panen (hari) F2 (selfing) ... 56

44. Sidik ragam umur panen (hari) F2 (selfing) ... 56

45. Pengamatan laju pengisisan biji (gr/hari) F2 (selfing)... 57

46. Sidik ragam laju pengisian biji (gr/hari) F2 (selfing) ... 57

(15)

48. Sidik ragam jumlah baris per tongkol (baris) F2 (selfing)... 57

49. Pengamatan jumlah biji per tongkol (biji) F2 (selfing) ... 58

50. Sidik ragam jumlah biji per tongkol (biji) F2 (selfing) ... 58

51. Pengamatan bobot biji per tongkol (gr) F2 (selfing) ... 58

52. Sidik ragam bobot biji per tongkol (gr) tanaman F2 (selfing) ... 58

53. Pengamatan bobot 100 biji (gr) F2 (selfing) ... 59

54. Sidik ragam bobot 100 biji (gr) tanaman F2 (selfing) ... 59

55. Pengamatan produksi pipilan kering per plot (gr) tanaman F2 (selfing) ... 59

56. Pengamatan produksi pipilan kering (kg/ha) tanaman F2 (selfing) ... 59

57. Sidik ragam produksi pipilan kering (kg/ha) tanaman F2 (selfing)... 60

58. Uji progenitas tetua dengan F2 (selfing) pada produksi pipilan kering ... 60

59. Uji progenitas F1 dengan F2 (selfing) pada produksi pipilan kering ... 60

60. Nilai duga heritabilitas dari berbagai parameter tanaman F1 (selfing) ... 60

61. Rangkuman uji beda rataan pada jagung F2 (Selfing) ... 61

62. Rangkuman uji beda rataan pada jagung F1 (Selfing) ... 62

63. Rangkuman uji beda rataan pada tetua jagung ... 63

64. Data hasil analisis tanah ... 64

65. Gambar 1. Foto lahan penelitian tanaman jagung F2 (Selfing) ... 65

66. Gambar 2. Foto perbandingan tongkol jagung F2 (Selfing) ... 67

67. Gambar 3. Foto Perbandingan pipilan kering jagung F2 (Selfing) ... 70

(16)

ABSTRAK

SERI WATI SEMBIRING, Evaluasi Karakter Fenotip, Genotip dan Heritabilitas Keturunan Kedua dari Hasil Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.). Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS dan Ir. Mbue Kata, MS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakter fenotip, genotip dan heritabilitas keturunan kedua dari hasil selfing dari enam varietas jagung (Bayu, Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna, dan Srikandi Kuning-1). Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, mulai dari bulan Januari 2010 sampai April 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu Faktor. Parameter yang diamati Tinggi tanaman, Jumlah daun, Kelengkungan daun, Jumlah daun di atas tongkol, Umur keluar bunga jantan, Umur keluar bunga betina, Umur panen, Laju pengisian biji, Jumlah baris per tongkol, Jumlah biji per tongkol, Bobot biji per tongkol, Bobot 100 biji, Produksi pipilan kering per plot dan Heritabilitas.

Hasil penelitian menunjukkan jagung F2 (selfing) berbeda nyata terhadap

karakter Tinggi tanaman dan Jumlah daun, terdapat perbedaan yang nyata diantara F2 (selfing). Nilai heritabilitas sedang terdapat pada karakter Tinggi tanaman.

Arjuna F2 (selfing) memiliki nilai rataan produksi yang tertinggi dibanding jagung

F2 (selfing) lainnya. Pada Arjuna F2 ini lebih memungkinkan dilakukan silang

dalam.

(17)

ABSTRACT

SERI WATI SEMBIRING, Evaluation the Character of Phenotype, genotype and the heritability of the F2 self-crossed some varieties of maize (Zea mays L.). Supervised by Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS dan Ir. Mbue Kata, MS.

The objective of the research was to evaluate the phenotypic and genotypic characters and the heritability of the F2 self-crossed from six maize varieties (Bayu, Lagaligo,Wisanggeni, Lamuru, Arjuna and Srikandi Kuning-1). The research was conducted on the field experimental, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan with 25 m altitude, from January 2010 to April 2010. The Completely Randomized Design was used with one factor. The Parameters observed the plant height, the number of leaves, the curvature of leaf, the number of leaves above the cob, the affect time of male flowering, the affect time of female flowering, the age of harvest, the rate of seed filling, the number of rows per ear, the number of seeds per ear, the weight of seeds per ear, the weight of 100 seeds, the dry seed yielded and Heritability.

The results showed that the F2 (selfing) maize significantly Higher Plants and the Number of Leaves, were significant different among F2 (selfing). The heritability values were found for the plant height. The Arjuna F2 (selfing) showed the highest rate of yielding among the F2 (selfing) varieties. The Arjuna F2 (selfing) was valuable for selfing to produce the pure line maize.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia yang bernilai ekonomis dan mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Permintaan jagung meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan industri.

Walaupun memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, namun hasil jagung rata-rata nasional masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi hasil jagung. Pada tahun 2005, Indonesia mengimpor jagung 1,80 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 2,20 juta ton kalau produksi nasional tidak segera dipacu. Usaha meningkatkan produksi jagung untuk kebutuhan dalam negeri harus terus diupayakan. Salah satu upaya meningkatkan kapasitas produksi jagung nasional adalah mengintensifkan kegiatan pemuliaan untuk mendapatkan benih

unggul yang berpotensi hasil tinggi. Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode

eksploitasi potensi genetik untuk mendapatkan kultivar unggul baru yang berdaya hasil tinggi pada kondisi lingkungan tertentu.

Jagung hibrida umumnya berdaya hasil tinggi, lebih tahan terhadap hama penyakit, lebih tanggap terhadap pemupukan, pertanaman, tongkol lebih seragam, jumlah biji lebih banyak, dan bobot biji lebih tinggi.

Varietas hibrida merupakan generasi pertama (F1) hasil persilangan antara

(19)

inbrida, yakni galur tetua yang homozigot melalui silang dalam (inbreeding) pada tanaman menyerbuk silang.

Selfing (silang dalam) adalah suatu metode dalam pemuliaan tanaman. Pelaksanaanya adalah dengan cara melakukan penyerbukan sendiri. Penyerbukan sendiri adalah perpindahan serbuk sari dari anther ke stigma dalam satu bunga. Tujuan penyerbukan sendiri adalah untuk mengatur karakter-karakter yang diinginkan dalam kondisi homozigot sehingga genotipe tersebut dapat dipelihara tanpa perubahan genetik. Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri diperoleh kembali pada progeni F1 ketika galur murni tersebut disilangkan dengan

galur murni lain yang tidak berhubungan.

Adanya perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan menyebabkan timbul perbedaan fenotip pada setiap tanaman, dan dari penampilan fenotip suatu tanaman dapat dihitung suatu nilai yang menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian karakter vegetatif, generatif dan nilai heritabilitas keturunan kedua dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.)

Tujuan Penelitian

Untuk menguji keunggulan F2 dibandingkan dengan F1. Untuk mengetahui

karakter vegetatif, generatif dan nilai heritabilitas F2 dari hasil selfing beberapa

(20)

Hipotesis Penelitian

Keturunan kedua tidak berbeda dengan turunan pertama, ada perbedaan karakter fenotip dan genotip F1 dengan F2 dari hasil selfing beberapa varietas

jagung, ada perbedaan nilai heritabilitas F1 dengan F2 dari hasil selfing beberapa

varietas jagung.

Kegunaan Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung

diklasifikasikan dalam kingdom : Plantae, divisio : Anthophyta, kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

spesies : Zea mays L.

Sistem akar primer terdiri atas radikula dan akar-akar seminal yang muncul dari bagian pangkal biji ketika berkecambah. Kemudian, sistem akar yang tetap (sekunder) berkembang dari empat sampai lima buku pertama dari batang yang tetap di bawah tanah. Akar-akar penguat atau udara terbentuk dari beberapa buku di atas permukaan tanah (Fischer dan Palmer, 1992).

(22)

Daun terdapat pada buku-buku batang dan terdiri dari kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helai daun. Helai daun memanjang yang ujungnya meruncing. Antara pelepah daun dan helai daun dibatasi oleh spicula yang berguna untuk menghalangi masuknya air hujan (embun) ke dalam pelepah daun. Jumlah daun sekitar 8 – 18 helai berwarna hijau atau hijau kekuning-kuningan, berbentuk pita memanjang, bertulang daun sejajar menyirip ke ujung daun, ibu tulang dan mengeras (Nurmala, 1998). Kemiringan daun sangat bervariasi antar genotipa dan kedudukan daun, yang berkisar dari hampir datas sampai tegak dalam satu mutan (tanpa lidah daun) (Fischer dan Palmer, 1992).

Bunga jantannya berada di puncak batang dalam bentuk malai di ujung, yang umumnya disebut tasel (tassel). Jika kepala sari dari tasel pecah terbentuklah kabut debu serbuk sari. Telah dihitung bahwa sebuah tasel dapat menghasilkan sebanyak 60 juta serbuk sari. Bunga betina tumbuh di bagian bawah dari tanaman dalam bentuk bulir majemuk atau disebut tongkol (cobs) yang tertutup rapat oleh upih daun yang disebut kulit ari (busk). Muncul dari ujung tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang atau rambut sutera (silk), yaitu kepala-kepala putik. Sewaktu reseptik rambut sutera ini lengket, sehingga serbuk sari mana pun yang tertiup ke arah rambut ini akan melekat. Setiap rambut atau kepala putik dihubungkan oleh tangkai putik yang panjang ke bakal buah tunggal yang setelah dibuahi menjadi biji atau inti biji (kernel). Pada jagung bunga jantan biasanya memencarkan serbuk sari sebelum bunga betina pada tanaman yang sama menjadi masak (Loveless, 1989).

(23)

serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari, bergantung pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan kemudian kering (Subekti, et al., 2008).

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10- 16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Subekti, et al., 2008). Biji jagung tersusun rapi pada tongkol, biji berkeping tunggal (monokotil). Jumlah biji berkisar antara 200-400 butir (Nurmala, 1998).

Syarat Tumbuh

Iklim

Suhu optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24-25 0C. Suhu optimal yang diperlukan untuk perkecambahan adalah 30-320C, untuk pembungaan sampai pemasakan adalah 300C (Nurmala, 1998).

(24)

Tanah

Jagung dapat tumbuh pada semua jenis tanah, akan tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan kaya humus, mempunyai aerasi dan drainase yang baik (Nurmala, 1998).

Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air (Iriany, et al., 2008).

Tanaman jagung memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan dan pembentukan biji. Air sangat diperlukan pada saat penanaman, pembungaan (45– 55 hari setelah tanam) dan pengisian biji (60–80 hari setelah tanam) (Wahyudi, et al., 2006).

Varietas

Produksi jagung berbeda antar daerah, terutama disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang ditanam. Variasi lingkungan tumbuh akan mengakibatkan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan (Allard and Brashaw dalam Iriany, et al., 2008), yang berarti agroekologi spesifik memerlukan varietas yang spesifik untuk dapat memperoleh produktivitas optimal (Iriany, et al., 2008).

Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Takdir, et al., 2008). Hibrida dikembangkan

(25)

hibrida selalu dibuat atau diperbaharui untuk mendapatkan generasi F1 (Departemen pertanian, 2007).

Varietas hibrida memiliki keunggulan dibandingkan dengan varietas bersari bebas, diantaranya mampu berproduksi lebih tinggi 15 - 20% dan memiliki karakteristik baru yang diinginkan seperti ketahanan terhadap penyakit. Selain itu, penampilan varietas hibrida lebih seragam (Morris dalam Suwarno, 2008), dimana varietas bersari bebas pada umumnya memiliki keragaman yang tinggi pada karakteristik tongkol dan biji (Suwarno, 2008).

Untuk varietas-varietas jagung yang sesuai terhadap lingkungannya, lama pertumbuhan total (dari penanaman sampai kemasakan biji) dapat bervariasi dari 65 hari di dataran rendah tropik sampai kira-kira 12 bulan di dataran tinggi tropik, yang bergantung pada genotipa dan panjangnya musim pertumbuhan yang ditentukan oleh suhu, ketersediaan lengas, pergiliran tanaman dan kebutuhan persediaan pangan yang tepat waktunya (Fischer dan Palmer, 1992).

Seleksi

Efektivitas seleksi dan keberhasilan seleksi dalam suatu program pemuliaan tanaman sangat tergantung kepada adanya variabilitas genetik dan informasi nilai duga heritabilitas karakter tanaman, dan korelasi antar karakter-karakter yang berbeda (Djuariah, 2006).

(26)

sempit, maka kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam populasi relatif seragam sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar variabilitas genetik.

Dari segi pemuliaan pengujian genotipe pada suatu lingkungan tertentu

sangat diperlukan informasi genetik. Keberhasilan seleksi ditentukan oleh nilai duga heritabilitas dan variabilitas. Menurut Pinaria et al dalam (Saleh, et al., 2007) pemilihan/seleksi pada suatu lingkungan akan berhasil bila karakter yang diamati menunjukkan nilai duga heritabilitas yang tinggi dan variabilitas yang luas. Pada karakter yang mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi, menunjukkan bahwa pengaruh genetik lebih berperan dibanding pengaruh lingkungan. Selain hal tersebut informasi keeratan (korelasi) antara karakter komponen hasil dengan hasil juga diperlukan. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi, semakin erat hubungan antara kedua karakter tersebut.

Tanaman yang tidak diinginkan dibuang dan tanaman-tanaman yang paling vigor dipelihara dan diserbuk sendiri pada generasi-generasi berikutnya. Perbedaan yang nyata diantara galur semakin tampak sejalan dengan semakin lanjutnya generasi penyerbukan sendiri. Setelah lima hingga tujuh generasi penyerbukan sendiri, penampilan tanaman di dalam satu galur menjadi lebih seragam. Tiap galur murni memiliki kombinasi gen-gen yang spesifik (Suwarno, 2008).

Selfing

(27)

Pada tanaman menyerbuk sendiri di alam bebas, tersedia galur galur murni yang homozigot pada hampir setiap lokus gen (Makmur, 1992).

Galur murni dihasilkan dari penyerbukan sendiri hingga diperoleh tanaman yang homozigot. Hal ini umumnya memerlukan waktu lima hingga tujuh generasi penyerbukan sendiri yang terkontrol. Dalam membentuk galur murni baru, seorang pemulia mulai dengan individu tanaman yang heterozigot. Dengan penyerbukan sendiri, terjadi segregasi dan penurunan vigor (Suwarno, 2008).

Tambahan penurunan vigor akan terlihat pada tiap generasi penyerbukan sendiri hingga galur homozigot terbentuk. Sekitar setengah dari total penurunan vigor terjadi pada generasi pertama penyerbukan sendiri, kemudian menjadi setengahnya pada generasi berikutnya. Selain mengalami penurunan vigor, individu tanaman yang diserbuk sendiri menampakkan berbagai kekurangan seperti: tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap penyakit, dan bermacam-macam karakter lain yang tidak diinginkan. Munculnya fenomena-fenomena tersebut dikenal dengan istilah depresi tangkar dalam atau inbreeding depression (Poehlman, 1983).

Depresi tangkar dalam terjadi akibat peningkatan homozigositas dari gen-gen resesif yang bersifat menghambat. Tanaman jagung gen-generasi S1, tekanan

(28)

sendiri, penampilan tanaman di dalam satu galur menjadi lebih seragam. Tiap galur murni memiliki kombinasi gen-gen yang spesifik (Suwarno, 2008).

Shull dalam (Welsh, 1991) menjelaskan bahwa dari hasil persilangan tertentu dalam silang dalam tanaman jagung, didapatkan suatu peningkatan pertumbuhan dan kekuatan tanaman pada keturunannya, padahal pada persilangan yang lain ekspresi heterosis sangat kecil atau tidak ada sama sekali. Ia kemudian berpendapat bahwa heterosis dapat pula terjadi pada beberapa persilangan jagung silang dalam.

Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri diperoleh kembali pada progeni F1 ketika galur murni tersebut disilangkan dengan galur murni lain

yang tidak berhubungan. Selama proses penyerbukan sendiri, banyak gen-gen resesif yang tidak diinginkan menjadi homozigot dan menampakkan fenotipenya. Karakteristik yang diinginkan dari galur murni, seperti batang yang kuat dan ketahanan terhadap penyakit, diwariskan kepada progeni hibrida ketika galur-galur murni tersebut disilangkan (Suwarno, 2008).

Heritabilitas

Heritabilitas adalah proposi dari variasi fenotipe total yang disebabkan oleh efek gen. Heritabilitas dari suatu sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1 (Stansfield dan Elrod, 2007 ).

(29)

yang digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan (Alnopri, 2004). Heritabilitas dapat diperbesar apabila varian genetik diperbesar atau varian fenotip diperkecil (Wahdan et al,1996).

Ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman mempunyai karakter genetik berbeda, umumnya dapat dilihat bila varietas-varietas yang berbeda ditanam pada lingkungan yang sama. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotip tanaman (Makmur, 1992).

Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperanan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan (Poehlman, 1983).

Uji Progenitas

Uji progenitas dipergunakan sebagai suatu sistem evaluasi mengukur karakter terbaik setiap induk yang dapat digunakan pada persilangan selanjutnya dalam seleksi berulang. Uji keturunan tersebut dengan demikian tidak mempersoalkan asal dari keturunan. Setiap produksi sistem keturunan berguna dalam mengidentifikasi karakter induk yang dapat dipergunakan dalam program pemuliaan spesifik (Welsh, 1991).

(30)
(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas

permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan April 2010.

Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih jagung keturunan pertama dari hasil selfing (F1 Selfing) dari varietas : Bayu,

Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna, Srikandi Kuning-1, yang berasal dari penelitian sebelumnya, pupuk (TSP, KCL, Urea), insektisida Decis 2,5 EC, fungisida Dithane M-45, air, dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Adapun alat-alat yang digunakan adalah cangkul, timbangan analitik, gembor, handsprayer, meteran, plastik transparan 1 kg dan ¼ kg, papan nama, papan perlakuan, pacak sampel, alat tulis dan alat alat lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri dari enam varietas jagung keturunan pertama hasil selfing:

V1 : Bayu F2

V2 : Lagaligo F2

(32)

V4 : Lamuru F2

V5 : Arjuna F2

V6 : Srikandi Kuning-1 F2

Jumlah Ulangan : 4 ulangan

Jumlah Plot : 24 plot

Jarak Tanam : 70 cm x 25 cm

Luas Plot : 100 cm x 100 cm

Jumlah Tanaman Per Plot : 6 tanaman Jumlah Tanaman Sampel Per Plot : 4 tanaman Jumlah Tanaman Sampel Seluruhnya : 96 tanaman Jumlah Tanaman Seluruhnya : 144 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

i = 1,2,3,4,5,6 j = 1,2,3,4 Dimana :

Yij : Hasil pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Nilai rata-rata

τi : Efek perlakuan ke-i

εij : Pengaruh error dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(33)

Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan pengujian heritabilitas (Stansfield dan Elrod, 2007).

h2 = σ2g /σ 2p

Dimana :

h2 = nilai duga heritabilitas σ 2 Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield dan Elrod (2007) adalah :

h2 tinggi > 0,5 h2 sedang = 0,2-0,5 h2 rendah < 0,2

Tabel 1. Nilai harapan kuadrat tengah pada analisis ral non-faktorial Sumber (db) Jumlah Kuadrat

(JK)

(34)

th =

jika : t hitung < t.05/2 (dbe) tn (H0 terima)

t hitung > t.05/2 (dbe) * (H0 tolak)

Dimana:

SE =√ S2 √n S2 = KT error n = Jumlah ulangan

F1 = Turunan Pertama F2 (selfing)

F2 = Tetua

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan lahan

Areal penelitian diukur dan dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang tumbuh pada areal tersebut dengan menggunakan cangkul dan parang. Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 100 cm x 100 cm, jarak antar plot 50 cm dan jarak antar blok 50 cm. Tanah diolah dengan kedalaman 20 cm sampai tanah gembur.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam pada lahan penelitian. Setiap plot dibuat lubang tanam sebanyak 6 lubang tanam. Setiap lubang tanam, ditanam 2 benih per lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah top soil.

Pemupukan

Pupuk TSP dan KCL diberikan pada saat tanam atau sebagai pemupukan │F1 – F2│

(35)

Sedangkan urea dengan dosis 200 kg/ha diberikan dalam 3 waktu yaitu 1/3 bagian pada waktu tanam, 1/3 pada saat tanaman berumur 2 MST, dan 1/3 bagian lagi diberikan pada saat tanaman berumur 4 MST. Untuk pemberian Urea pada 2 MST dan 4 MST dilakukan dengan cara dibuat larikan disekeliling tanaman.

Penyungkupan

Penyungkupan dilakukan pada saat malai dan tongkol muncul. Hal ini dilakukan agar serbuk sari (alat kelamin jantan) dari satu varietas tidak menyerbuki bunga betina (tongkol) varietas lain. Penyungkupan dilakukan dengan cara menyungkup malai (alat kelamin jantan) dengan amplop coklat yang dapat menampung serbuk sari dan bunga betina (tongkol) disungkup dengan menggunakan plastik transparan.

Selfing

Selfing dilakukan setelah bunga betina masak. Dengan cara mengumpulkan serbuk sari dari malai yang telah mekar kemudian serbuk sari ditaburkan pada bunga betina (silk) pada tanaman yang sama. Setelah selfing dilakukan, bunga betina disungkup kembali dengan plastik transparan. Setelah masa receptif bunga betina berakhir, plastik transparan dibuka. Penyerbukan dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00-10.00 WIB.

Pemeliharaan tanaman

1. Penjarangan dan penyulaman

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST. Penjarangan

(36)

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati atau abnormal dengan menggunakan tanaman cadangan yang masih hidup. Penyulaman dilakukan paling lama 1 minggu sebelum pengambilan data pertama. Benih sulaman harus dari varietas yang sama.

2. Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan sesuai kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.

3. Penyiangan dan pembumbunan

Penyiangan dilakukan secara manual atau dengan menggunakan cangkul dengan membersihkan tanaman yang ada di dalam maupun diluar plot. Dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pembumbunan dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah dan berdiri tegak. Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah disekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST atau jika tanaman rebah.

4. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida Decis 2,5 EC dengan dosis 1 cc/liter air, sedangkan pengedalian penyakit

(37)

Panen

Panen dilakukan dengan memetik tongkol jagung dengan menggunakan tangan. Adapun kriteria panennya adalah klobot berwarna kuning kecoklatan, rambut tongkol telah berwarna hitam dan bijinya telah keras (bila ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas), kering dan mengkilat.

Pengeringan dan pemipilan

Setelah panen, dilakukan pengeringan tongkol jagung selama ± 7 hari sehingga biji kering dan dapat dipipil.

Pengamatan Parameter

Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan daun tertinggi tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.

Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung dengan menghitung seluruh daun yang telah membuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.

Kelengkungan daun

Kelengkungan daun diukur setelah muncul bunga jantan. Daun yang diukur kelengkungannya adalah daun yang ke-7. Kelengkungan daun dihitung dengan rumus :

(38)

Dimana : a = panjang daun

b = jarak antar ujung daun hingga pangkal daun dalam posisi melengkung

(Sutoro et al, 1997).

Jumlah daun di atas tongkol (helai)

Dihitung dengan menghitung seluruh daun yang berada di atas tongkol utama pada masing-masing tanaman sampel. Dilakukan apabila bunga betina telah muncul.

Umur keluar bunga jantan (hari)

Umur berbunga jantan dihitung ketika bunga jantan muncul pertama kali pada setiap tanaman. Kriteria yang digunakan adalah munculnya daun bendera pembungkus malai. Pengamatan ini dilakukan setiap hari pada tanaman sampel.

Umur keluar bunga betina (hari)

Umur berbunga betina dihitung pada saat bunga betina (silk) pertama kali muncul dari tongkol. Pengamatan ini dilakukan setiap hari pada tanaman sampel.

Umur panen (hari)

Umur panen dihitung mulai dari awal penanaman sampai dilakukannya pemanenan pada setiap tanaman.

Laju pengisian biji (gram/hari)

Laju pengisian biji dihitung dengan membangi bobot biji tiap tongkol dengan selisih umur panen dengan umur keluar rambut.

(39)

Jumlah baris per tongkol (baris)

Jumlah baris pertongkol dihitung pada semua tanaman sampel, dengan cara menghitung jumlah baris yang terdapat pada satu tongkol tiap-tiap tanaman sampel.

Jumlah biji per tongkol (biji)

Jumlah biji per tongkol dihitung pada semua tanaman sampel.

Bobot biji per tongkol (gram)

Bobot biji per tongkol ditimbang setelah biji dipipil dan dikeringkan.

Bobot 100 biji per tongkol (gram)

Bobot 100 biji ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil.

Produksi pipilan kering per plot (gram)

Produksi per plot ditimbang setelah biji dipipil dan dikeringkan.

Heritabilitas

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil analisis data secara statistik pada Lampiran 9-35 diperoleh bahwa jagung F2 berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman dan jumlah

daun. Jagung F2 tidak berbeda nyata terhadap parameter kelengkungan daun,

jumlah daun di atas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, laju pengisian biji, jumlah baris per tongkol, jumlah biji pertongkol, bobot biji pertongkol, bobot 100 biji dan produksi pipilan kering. Nilai duga heritabilitas dari setiap parameter bernilai rendah sampai sedang.

Tinggi tanaman (cm)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 9-21 dapat dilihat bahwa jagung F2

berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 2 s/d 7 mst.

Rataan tinggi tanaman dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman 2-7 mst dari jagung F2 hasil selfing.

Jagung F2

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan belum berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

(41)

Perkembangan tinggi tanaman dari 2 mst sampai dengan 7 mst dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan tinggi tanaman dari 2 mst sampai dengan 7 mst dan juga hasil selfing

Jumlah daun (helai)

Hasil sidik ragam pada lampiran 22-34 dapat dilihat bahwa jagung F2 berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun pada 2 s/d 4 mst tetapi

tidak berbeda nyata pada 5 s/d 7 mst.

Rataan jumlah daun 2-7 minggu setelah tanam dari setiap jagung F2 dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah daun 2-7 mst dari jagung F2 hasil selfing.

Jagung F2 Jumlah Daun (helai)

2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan belum berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

(42)

Dari Tabel 3 diketahui bahwa pengamatan 2, 3, 4 mst terdapat perbedaan jumlah daun yang berbeda nyata secara statistik dari varietas yang diuji tetapi pada pengamatan 5, 6, 7 mst perbedaan jumlah daun tidak berbeda nyata. Rataan jumlah daun tertinggi pada 7 mst terdapat pada varietas Wisanggeni F2 (13,7

helai) dan terendah pada varietas Lagaligo F2 (11,9 helai).

Kelengkungan daun

Hasil sidik ragam pada Lampiran 35-36 dapat dilihat bahwa jagung F2

tidak berbeda nyata terhadap kelengkungan daun. F2

Rataan kelengkungan daun dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Rataan kelengkungan daun dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Kelengkungan Daun F2 Kelengkungan Daun F1

V1 = Bayu 0,63 0,65

V2 = Lagaligo 0,69 0,66

V3 = Wisanggeni 0,66 0,62

V4 = Lamuru 0,64 0,65

V5 = Arjuna 0,68 0,59

V6 = Srikandi Kuning-1 0,64 0,60

Dari Tabel 4 diketahui bahwa rataan kelengkungan daun tertinggi jagung F2 terdapat pada Lagaligo(0,69) dan terendah pada Bayu (0,63).

Jumlah daun di atas tongkol (helai)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 37-38 dapat dilihat bahwa jagung F2

berbeda tidak nyata pada jumlah daun di atas tongkol.

Rataan jumlah daun di atas tongkol dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada

(43)

Tabel 5. Rataan jumlah daun di atas tongkol dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Jumlah Daun di Atas Tongkol F2 (helai)

Dari Tabel 5 diketahui bahwa rataan jumlah daun tertinggi F2 terdapat

pada Srikandi Kuning-1 (6,1 helai) dan terendah pada Wisanggeni (5,4 helai).

Umur keluar bunga jantan (hari)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 39-40 dapat dilihat bahwa jagung F2

tidak berbeda nyata terhadap umur keluar bunga jantan.

Rataan umur keluar bunga jantan dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Rataan umur keluar bunga jantan dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Umur Keluar Bunga Jantan F2 (hari)

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa umur keluar bunga jantan F2 tercepat

terdapat pada Bayu (50,3 hari) dan terlama terdapat pada Lamuru(54,1 hari).

Umur keluar bunga betina (hari)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 41-42 dapat dilihat bahwa jagung F2

berbeda tidak nyata terhadap umur keluar bunga betina.

Rataan umur keluar bunga betina dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada

(44)

Tabel 7. Rataan umur keluar bunga betina dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Umur Berbunga Betina F2 (hari)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa umur keluar bunga betina F2 tercepat

terdapat pada Arjuna (53,6 hari) dan umur keluar bunga betina terlama pada Lamuru (57,1 hari).

Umur panen (hari)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 43-44 dapat dilihat bahwa jagung F2 berbeda tidak nyata terhadap umur panen.

Rataan umur panen dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan umur panen dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

(86,7 hari) dan terlama pada Wisanggeni (88,9 hari).

Laju pengisian biji (gram/hari)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 45-46 dapat dilihat bahwa jagung F2

berbeda nyata terhadap laju pengisian biji.

(45)

Tabel 9. Rataan laju pengisian biji dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Laju Pengisian Biji F2 (gram/hari)

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan laju pengisian biji F2 tertinggi

terdapat pada Arjuna (3,52 gram/hari) dan terendah pada Lagaligo (2,94 gram/hari).

Jumlah baris per tongkol (baris)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 47-48 dapat dilihat bahwa jagung F2

berbeda tidak nyata terhadap jumlah baris per tongkol. Rataan jumlah baris per tongkol dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan jumlah baris per tongkol dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Jumlah Baris per Tongkol F2 (baris)

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan jumlah baris per tongkol F2

tertinggi terdapat pada Srikandi Kuning-1 (14,0 baris) dan jumlah baris terendah terdapat pada Lagaligo (12,8 baris).

Jumlah biji per tongkol (biji)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 49-50 dapat dilihat bahwa jagung F2

berbeda tidak nyata terhadap parameter jumlah biji per tongkol.

(46)

Tabel 11. Rataan jumlah biji per tongkol dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Jumlah Biji per Tongkol F2 (biji)

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan jumlah biji per tongkol F2

tertinggi terdapat pada Arjuna (411,8 biji) dan jumlah biji pertongkol terendah terdapat pada Lagaligo (354,4 biji).

Bobot biji per tongkol (gram)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 51-52 dapat dilihat bahwa jagung F2

berbeda tidak nyata terhadap parameter bobot biji per tongkol.

Rataan bobot biji per tongkol dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Rataan bobot biji per tongkol dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Bobot Biji per Tongkol F2 (gram)

Bobot Biji per Tongkol F1

(gram)

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan bobot biji per tongkol F2 tertinggi

terdapat pada Arjuna (116,20 gram) dan terendah terdapat pada Lagaligo (93,27 gram).

Bobot 100 biji (gram)

Hasil sidik ragam pada Lampiran 53-54 dapat dilihat bahwa jagung F2

(47)

Rataan bobot 100 biji (gram) dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada

Tabel 13.

Tabel 13. Rataan bobot 100 biji dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung F2 Bobot 100 Biji F2 (gram) Bobot 100 Biji F1 (gram)

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan bobot 100 biji F2 tertinggi

terdapat pada Bayu (29,70 gram) dan terendah terdapat pada Lagaligo (25,98 gram).

Produksi pipilan kering

Hasil sidik ragam pada Lampiran 55-57 dapat dilihat bahwa jagung F2

berbeda tidak nyata terhadap produksi pipilan kering.

Rataan produksi pipilan kering dari setiap jagung F2 dapat dilihat pada

Tabel 14.

Tabel 14. Rataan produksi pipilan kering dari jagung F2 dan F1 hasil selfing.

Jagung Produksi Pipilan Kering F2 (kg/ha)

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa rataan produksi pipilan kering F2

(48)

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dari berbagai parameter pengamatan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai duga heritabilitas dari berbagai parameter tanaman F2 dan F1 hasil

selfing.

Parameter Nilai F2 Kriteria Nilai F1 Kriteria

Tinggi Tanaman 0,33 Sedang 0,03 Rendah

Jumlah Daun 0,12 Rendah 0,31 Sedang

Kelengkungan Daun 0,06 Rendah 0,26 Sedang

Jumlah Daun di Atas Tongkol 0,01 Rendah 0,07 Rendah Umur Keluar Bunga Jantan 0,20 Rendah 0,09 Rendah Umur Keluar Bunga Betina 0,08 Rendah 0,47 Sedang

Umur Panen 0,04 Rendah 0,11 Rendah

Laju Pengisian Biji 0,20 Rendah 0,50 Tinggi Jumlah Baris per Tongkol 0,08 Rendah 0,29 Sedang Jumlah Biji per Tongkol 0,19 Rendah 0,35 Sedang Bobot Biji per Tongkol 0,14 Rendah 0,35 Sedang

Bobot 100 Biji 0,13 Rendah 0,07 rendah

Produksi Pipilan Kering 0,14 Rendah 0,36 Sedang

Uji Progenitas

Produksi pipilan kering (kg/ha)

Data perbandingan produksi pipilan kering per plot terdapat pada Lampiran 58. Dari data tersebut dapat diperoleh tetua berbeda nyata dengan Bayu F2, Lagaligo F2, Wisanggeni F2, Lamuru F2, Arjuna F2 dan Srikandi kuning-1 F2.

Uji progenitas dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Uji progenitas tetua dengan F2 hasil selfing pada produksi pipilan kering.

(49)

Data perbandingan produksi pipilan kering terdapat pada Lampiran 59. Dari data tersebut dapat diperoleh F1 berbeda nyata dengan Bayu F2, Lagaligo F2,

Wisanggeni F2, Lamuru F2, Arjuna F2 dan Srikandi kuning-1 F2. Uji progenitas

dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Uji progenitas F1 dengan F2 hasil selfing pada produksi pipilan kering.

Varietas

Hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa jagung F2 berbeda

nyata pada karakter tinggi tanaman pada 2 s/d 7 mst, jumlah daun pada 2 s/d 4 mst tetapi tidak berbeda nyata pada karakter jumlah daun pada 5 s/d 7 mst, jumlah daun di atas tongkol dan kelengkungan daun.

Jagung F2 berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman 2 s/d 7 mst. Dari

(50)

sesuai dengan literatur Makmur (1992) yang menyatakan bahwa ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman mempunyai karakter genetik berbeda, umumnya dapat dilihat bila varietas-varietas yang berbeda ditanam pada lingkungan yang sama. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotip tanaman.

Jagung F2 berbeda nyata pada karakter jumlah daun pada 2 s/d 4 mst

sedangkan pada 5 s/d 7 mst tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tinggi tanaman dimana tinggi tanaman tertinggi adalah varietas Bayu (13,3 helai) sedangkan yang terendah adalah varietas Lagaligo (11,9 helai). Setiap varietas memiliki bentuk, jumlah dan ukuran daun yang berbeda dimana tinggi dan kedewasaan jagung sangat erat hubungannya dengan jumlah daun.. Hal ini sesuai dengan Rubatzky dan Yamaguchi, (1995) batang tanaman jagung tingginya berkisar antara 1,5 m dan 2,5 m dan terbungkus pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap buku. Menurut Nurmala (1998) batang berbuku-buku dibatasi oleh ruas-ruas yang jumlahnya antara 10-40 ruas. Daun terdapat pada buku-buku batang dan terdiri dari kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helai daun.

Ada perbedaan karakter antara F1 dengan F2 dimana karakter tinggi

tanaman F2 lebih pendek dibanding F1, Karakter jumlah daun F2 lebih sedikit

dibanding F1, karakter umur panen F2 lebih singkat dibanding F1, karakter laju

pengisian biji F2 lebih tinggi dibanding F1, karakter produksi pipilan kering F2

lebih rendah dibanding F1. Perbedaan karakter terjadi akibat selama proses

(51)

homozigot dan menampakkan fenotipenya. Menurut Poehlman, (1983) selain mengalami penurunan vigor, individu tanaman yang diserbuk sendiri menampakkan berbagai kekurangan seperti: tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap penyakit, dan bermacam-macam karakter lain yang tidak diinginkan. Sedangkan menurut Suwarno, (2008) perbedaan yang nyata diantara galur semakin tampak sejalan dengan semakin lanjutnya generasi penyerbukan sendiri.

Jagung F2 tidak berbeda nyata pada karakter jumlah daun di atas tongkol

dan kelengkungan daun. Diperoleh bahwa adanya keseragaman pertumbuhan pada masing-masing jagung F2. Keseragaman ini disebabkan oleh faktor lingkungan

tumbuh tanaman. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh yaitu kesuburan tanah dan cahaya matahari. Pada lahan penelitian kesuburan tanah dan penyinaran cahaya matahari hampir sama dan merata pada setiap jagung F2. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Iriany et al, (2008) yang mengatakan bahwa produksi jagung dapat berbeda antara daerah, terutama disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah dan ketersediaan air.

Karakter generatif

Jagung F2 tidak berbeda nyata pada karakter umur keluar bunga jantan,

umur keluar bunga betina, laju pengisian biji, bobot biji per tongkol dan produksi pipilan kering. Keseragaman ini disebabkan faktor lingkungan yang lebih berperan dimana jagung F2 memiliki variabilitas genetik yang sempit sehingga

(52)

mempunyai variabilitas luas, maka seleksi akan dapat dilaksanakan pada populasi tersebut. Apabila nilai variabilitas genetik sempit, maka kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam populasi relatif seragam sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar variabilitas genetik.

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing masing parameter dapat dievaluasi. Nilai duga heritabilitas (h2) dapat dilihat pada tabel 14. Heritabilitas dari suatu sifat tertentu berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas 0 ialah seluruh variasi terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan sedangkan nilai heritabilitas 1 menunjukkan total variasi dipengaruhi oleh genetik. Karakter yang diamati memiliki kriteria heritabilitas sedang dan rendah. Stansfield dan Elrod (2007), mengelompokan kriteria heritabilitas atas tiga, yaitu: heritabilitas tinggi >0,5, heritabilitas sedang 0,2-0,5 dan heritabilitas rendah <0,2.

(53)

lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Sedangkan menurut Wahdan et al, (1996) heritabilitas dapat diperbesar apabila varians genetik diperbesar dan atau varians fenotip diperkecil.

Karakter yang memiliki kriteria nilai duga heritabilitas sedang adalah Tinggi Tanaman (0,33). Karakter ini dipengaruhi oleh perbandingan genotip dan lingkungan. Menurut Makmur (1992) keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotip tanaman.

Uji progenitas

Hasil uji progenitas perbandingan F2 dengan tetua dan F1 pada produksi

pipilan kering dapat dilihat pada tabel 28-29. dari data diperoleh F2 berbeda nyata

dengan tetua dan F1 dimana jumlah rataan produksi semakin menurun pada Bayu

F2, Lagaligo F2, Wisanggeni F2, Lamuru F2, Arjuna F2 dan Srikandi kuning-1 F2

dibandingkan dengan tetua dan F1. Ini menunjukkan selfing yang dilakukan

(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ada perbedaan karakter antara F1 dengan F2 (selfing).

2. Dari hasil analisis pada karakter tinggi tanaman diperoleh bahwa jagung F2

(selfing) lebih pendek dari jagung F1, pada karakter jumlah daun diperoleh

bahwa jagung F2 jumlah daunnya lebih sedikit dari jagung F1.

3. Selfing menyebabkan menurunnya variabilitas genetik pada beberapa karakter jagung F2 dibandingkan dengan F1.

4. Nilai heritabilitas mengalami penurunan pada F2 dibandingkan dengan F1.

Saran

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Alnopri., 2004. Variabilitas Genetik dan Heritabilitas sifat-Sifat Pertumbuhan Bibit Tujuh Genotip Kopi Robusta-Arabika. ISSN 1411 – 0067. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol. 6, No. 2, 2004, Hlm. 91-96.

Bangun, M. K., 1991. Rancangan Percobaan. USU-Press, Medan.

Crowder, L.V., 1997. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Departemen Pertanian., 2007. Jagung Hibrida Unggul Baru. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.29 No. 54.

Djuariah, D., 2006. Variabilitas Genetik, Heritabilitas dan Penampilan Fenotipik 50 Genotipe Kangkung Darat Di Dataran Medium. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.

Fischer, K.S dan A.F.E. Palmer, 1992. Jagung Tropik. Dalam Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, editor P.R. Goldsworthy dan N.M. Fisher. Terjemahan Tohari. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hasyim, H. 2002. Diktat Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Iriany, R.N., M. Yasin dan A.Takdir, 2008. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Loveless, 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. PT Gramedia, Jakarta.

Makmur, A.,1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Nurmala, T., 1998. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Poehlman, J.M., 1983. Breeding Field Crops. Panima Publishing Corporation, New Dehli.

Rubatzky, V.E. dan M.Yamaguchi, 1995. Sayuran Dunia 1. Penerbit ITB, Bandung.

(56)

Stansfield, W. D dan S. L. Elrod., 2007. Schaum’s Outlines Teori dan Soal-Soal Genetika, Edisi Keempat. Terjemahan Damaring Tyas W. dan A. Safitri. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Steenis, C. G.G. J. 2003. Flora. PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Subekti, N. A., Syafruddin., Roy Efendi dan Sri Sunarti., 2008. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman serealia, Maros.

Sutoro, Hadiatmo, dan S.B. Bayatri. 1997. Bentuk Tanaman Jagung Berpotensi Tinggi. Simposium Nasional dan Kongres III Peripi.

Suwarno, W. B., 2008. Perakitan Varietas Jagung Hibrida. Dipublikasi di http://willy.situshijau.co.id tanggal 20 April 2008. Diakses Pada Tanggal 11 November 2009.

Takdir, M., S. Sunarti, dan Made J. Mejaya. 2008. Pembentukan Varietas Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Wahdan, R. Baihaki, A.,Setiamihardih, R., Suryatmana.G. 1996. Variabilitas dan

Heritabilitas Laju Akumulasi Bahan Kering Pada Biji Kedelai. Zuriat. Vol 7. No. 2:92-98.

Wahyudi, M. H., R. Setiamihardja., A. Baihaki dan D. Ruswandi., 2006. Evaluasi Daya Gabung Dan Heterosis Hibrida Hasil Persilangan Dialel Lima Genotip Jagung Pada Kondisi Cekaman Kekeringan. Zuriat, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2006.

Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Terjemahan J. P. Mogea. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Nilai harapan kuadrat tengah pada analisis ral non-faktorial
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman 2-7 mst dari jagung F2 hasil selfing.
Gambar 1. Perkembangan tinggi tanaman dari 2 mst sampai dengan 7 mst dan
Tabel 4. Rataan kelengkungan daun dari jagung F2 dan F1 hasil selfing. Jagung  Kelengkungan Daun F Kelengkungan Daun F
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan Skala Likert, Menurut (Sugiyono, 2008:93ü 1 ”Š•Š 1 ’”Ž›• 1 yaitu alat yang digunakan untuk mengukur jawaban dari Wajib Pajak Orang

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Indah Ilmiyati, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Analisis Pengaruh Audit Tenure Terhadap Audit Report Lag Dengan

Setiap komunikasi tentulah ditujukan kepada pihak tertentu sebagai penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Dalam sebuah komunikasi massa penerima adalah mereka

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah,

Berangkat dari teori diatas, kehancuran di Negara kita memang disebabkan oleh orang-orang yang berakhlak buruk, baik orang tua maupun anak remaja. Faktanya, banyak kita

Ciri benda langit tersebut dimiliki oleh …. Menurut gambar berikut, yang menunjukkan molekul unsur adalah nomor …. Menurut data hasil pengujian derajad keasaman berbagai zat

Kepemimpinan camat dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Pegawai di Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

(2) Ke- giatan Inti, meliputi: (a) Guru menjelaskan materi tentang alat indra dan fungsinya; (b) Siswa memperhatikan penjelasan dari guru pengajar; (c)