PREVALENSI AMELOBLASTOMA PADA RAHANG YANG
DILAKUKAN TERAPI HEMIMANDIBULEKTOMI DAN
HEMIMAKSILEKTOMI DI POLI BEDAH MULUT SMF GIGI
DAN MULUT RSUP H. ADAM MALIK DARI TAHUN
2007-2008
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
IVANA
NIM : 050600060
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2009
Ivana
Prevalensi Ameloblastoma pada Rahang yang Dilakukan Terapi
Hemimandibulektomi dan Hemimaksilektomi di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan
Mulut RSUP H. Adam Malik dari Tahun 2007-2008
xii + 52 halaman
Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari
sisa-sisa epitel pada masa pembentukan gigi. Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara
lokal dan dapat menyebabkan deformitas wajah yang besar. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui prevalensi ameloblastoma, jenis perawatan yang dilakukan pada
pasien, rekonstruksi pasca bedah dan keluhan pasien setelah perawatan.
Penelitian dilakukan secara deskriptif di poli bedah mulut SMF gigi dan mulut
RSUP H. Adam Malik, Medan. Dari tahun 2007-2008, diperoleh pasien yang
menderita ameloblastoma sebanyak 18 kasus dimana 17 kasus berada pada mandibula
dan 1 kasus pada maksila. Rasio jenis kelamin 1:1 dan rentang usia 16 sampai 79
tahun dengan angka kejadian paling tinggi pada dekade ketiga. Jenis perawatan yang
dilakukan hemimandibulektomi pada 17 kasus dan 1 kasus dilakukan
hemimaksilektomi. Rekonstruksi yang dilakukan adalah pemakaian AO plat tanpa
diikuti pemasangan protesa pada sebanyak 11 kasus (61,11%), 5 kasus (27,78%)
kasus (5,56%) menggunakan protesa obturator dan 1 kasus (5,56%) lagi tidak
dilakukan rekonstruksi kembali.
Hasil penelitian untuk keluhan pasca operasi dari 18 orang pasien yang dapat
diminta kembali untuk mengisi kuesioner hanya 10 orang. Hasil penelitian untuk
keluhan estetis sebanyak 8 orang merasa tidak puas, sedangkan 2 orang merasa cukup
puas dari segi estetis. Keluhan fungsional pasca operasi yang paling tinggi adalah
dalam hal pengendalian saliva yaitu sebanyak 9 orang dari 10 orang yang berhasil
diminta datanya mengalami kesulitan pengendalian saliva. Keluhan pasca operasi
yang paling rendah adalah dari segi kenyamanan penggunaan plat atau obturator
bedah dimana hanya 2 orang dari 10 pasien yang diminta datanya kembali merasa
tidak nyaman dengan plat.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan
pertimbangan lebih lanjut mengenai ameloblastoma.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 6 April 2009
Pembimbing : Tanda tangan
1. Olivia Avriyanti Hanafiah,drg.,Sp.BM ……… NIP : 132 206 391
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah disetujui dan telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 06 April 2009
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Abdullah,drg
Anggota : 1. Suprapti Arnus,drg.,Sp.BM.
2. Indra Basar Siregar,drg.,M.Kes
3. Olivia Avriyanti Hanafiah,drg.,Sp.BM
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Sp. Pros., Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumetera Utara Medan.
2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM, selaku ketua Departemen dan seluruh
staf pengajar di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan arahan yang diberikan.
3. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM dan Welly Efendy Seba,drg.,
Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik.
4. Prof. Trimurni Abidin,drg., M.Kes, Sp.KG(K) yang telah memberikan
banyak bantuan kepada penulis berupa pikiran, tenaga dan waktu kepada penulis
sehingga penulisan skripsi dapat berjalan dengan baik
5. Siti Bahirrah,drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan.
6. Seluruh staf di RSUP H. Adam Malik Medan terutama di Litbang dan poli
gigi dan mulut yang telah memberikan kesempatan, saran dan arahan kepada penulis
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran gigi USU yang
telah mendidik dan membimbing penulis selama menuntut ilmu.
8. Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis kepada orangtua tercinta,
ayahanda Aziz Halim dan Ibunda Alm. Ani yang telah membesarkan, mendidik serta
memberikan dukungan moril dan materil yang tidak akan terbalas oleh penulis.
9. Teman-teman terbaik penulis Trio Novalia dan seniorku Sanny, Wydiavei,
Mardi, Julita, Lindawati, Emma, Yose, Jilly, Fernando, Edward, dan seluruh
teman-teman angkatan 2005 atas semua dukungannya yang telah memberikan banyak
inspirasi, dukungan, semangat dan doa kepada penulis.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki
menjadikan skripsi ini kurang sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara Medan, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, April 2009 Penulis,
DAFTAR ISI
2.4Gambaran Histopatologis..……….. 10
2.6.1 Enukleasi... 16
2.6.2 Eksisi Blok... 17
2.6.3 Hemimandibulektomi... 18
2.6.4 Hemimaksilektomi... 20
2.7Rekonstruksi Pasca Bedah... 23
2.7.1 Pemakaian Protesa Obturator... 23
2.7.1.1 Obturator Bedah... 23
2.7.1.2 Obturator Interim... 23
2.7.1.3 Obturator Defenitif... 24
2.7.2 Penggunaan Plat... 25
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian..……….……..………. 27
3.2Populasi………..………..………. 27
3.3Sampel………..………...……….. 27
3.3.1 Kriteria Sampel….………...………. 27
3.3.2 Besar Sampel..……….. 27
3.4Variabel Penelitian….….………. 28
3.4.1 Variabel Bebas... 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Prevalensi Ameloblastoma……….. 32
4.2 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Jenis Kelamin... 32
4.3 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Usia... 33
4.4 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Lokasinya... 34
4.5 Perawatan yang Dilakukan pada Pasien Ameloblastoma...…... 34
4.6 Rekonstruksi Pasca Operasi... 35
4.7.2.7 Rasa Sakit pada TMJ... 41
BAB 5 PEMBAHASAN... 42
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 48
6.1 Kesimpulan... 48
6.2 Saran... 49
DAFTAR TABEL
3 Distribusi Ameloblastoma berdasarkan lokasinya di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun
2007-2008... 34
4 Jenis perawatan yang dilakukan pada pasien ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun
2007-2008... 34
5 Jenis rekonstruksi pasca operasi yang dilakukan pada pasien ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMFGigi dan Mulut RSUP
H. Adam Malik tahun 2007-2008... 35
6 Keluhan dari segi estetis setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP
H. Adam Malik tahun 2007-2008... 36
7 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kenyamanan pasien dalam menggunakan plat/obturator setelah dilakukan operasi pada
penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan
Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008... 37
8 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan pengendalian saliva setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun
2007-2008... 37
9 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan masalah pengunyahan setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun
2007-2008... 38
Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun
2007-2008... 39
11 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kemampuan melaksanakan oral hygiene setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP
H. Adam Malik tahun 2007-2008... 39
12 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan ada/tidaknya rasa kebas pada daerah bekas operasi setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut
RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008... 40
13 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan ada/tidaknya rasa sakit pada TMJ setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma……… 5
2 Ameloblastoma subtipe klinis………. 6
3 Periferal ameloblastoma……….. 9
4 Ameloblastoma tipe folikular……….. 10
5 Ameloblastoma tipe pleksiform……….. 11
6 Ameloblastoma tipe acanthomatous……… 11
7 Ameloblastoma tipe granular………... 12
8 Ameloblastoma tipe sel basal………... 13
9 Multiokular ameloblastoma………. 14
10 Uniokular ameloblastoma……… 14
11 Eksisi blok……… 18
12 Pola insisi pada hemimandibulektomi………. 19
13 Tipe umum dari reseksi mandibula……….. 20
14 Pola insisi Weber Fergusson……… 21
15 Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi……….. 22
16 Obturator………. 24
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari
sisa-sisa epitel pada masa pembentukan gigi. Ameloblastoma dapat tumbuh dari berbagai
macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar dan tulang.
Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas
wajah yang besar. Ameloblastoma memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila
tumor ini tidak dieksisi secara luas dan hati-hati.1
Dari semua pembengkakan yang terjadi pada rongga mulut, 9% merupakan
tumor odontogenik dan kira-kira 1% dari lesi tersebut merupakan ameloblastoma.
Ameloblastoma terjadi pada maksila sekitar 20% kasus, paling sering terjadi pada
region kaninus dan antral. Ameloblastoma terjadi pada mandibula sekitar 80% kasus.
Yang mana 70% terjadi di daerah molar atau pada ramus asendens, 20% pada regio
premolar dan 10% di regio anterior.
Ameloblastoma biasanya didiagnosa pada pasien yang umurnya antara dekade
empat dan dekade lima, kecuali pada kasus tipe unikistik yang biasanya terjadi pada
pasien yang berusia antara 20 sampai 30 tahun dengan tidak ada predileksi jenis
kelamin. Sekitar 10-15% tumor ini terjadi berhubungan dengan gigi yang tidak
Pasien ameloblastoma dapat dirawat dengan berbagai macam cara. Perawatan
bervariasi mulai dari enukleasi dan kuretase sampai reseksi. 3 Pembedahan secara
radikal merupakan perawatan yang direkomendasikan untuk ameloblastoma
multikistik yang melibatkan reseksi pada bagian rahang yang terkena tumor dan
mengikutkan sekitar 1 sampai 2 cm dari tulang yang sehat. Perawatan konservatif
dengan kuretase atau enukleasi hanya dilakukan pada perawatan ameloblastoma tipe
unikistik. Kuretase dan enukleasi dapat menghemat waktu, fungsi dan penampilan
pasien sedangkan perawatan secara radikal dapat mengakibatkan kerusakan permanen
terhadap regio maksilofasial. 4
Kerugian dari reseksi rahang adalah terjadinya deformitas wajah dan
kehilangan fungsi apabila tidak direkonstruksi dengan tepat.3 Defek dari maksila
dapat diatasi dengan obturator bedah dan menunjukkan hasil yang memuaskan tetapi
defek pada mandibula harus diperbaiki dengan bone graft.5 Defek pada mendibula
dapat dilakukan rekonstruksi segera atau ditunda. Defek pada maksila dapat diatasi
dengan dua cara: yang pertama dengan bedah apabila defek tidak luas dapat ditutup
dengan mukosa bukal dan palatal, sedangkan defek yang sangat luas atau pasien yang
memiliki resiko tinggi melakukan operasi dapat menggunakan protesa obturator. 4
Berdasarkan beberapa literatur, tumor odontogenik menunjukkan adanya
variasi geografi dalam distribusi dan frekuensinya. Beberapa studi dari berbagai
belahan dunia yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang relatif terjadinya
tumor odontogenik.6 Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui
prevalensi pasien ameloblastoma di kota Medan, khususnya pada RSUP H. Adam
1.2Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui prevalensi ameloblastoma yang
dilakukan hemimandibulektomi dan hemimaksilektomi di poli Bedah Mulut SMF
Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik dari tahun 2007-2008.
Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui distribusi ameloblastoma berdasarkan jenis kelamin.
2. Mengetahui distribusi ameloblastoma berdasarkan usia pasien.
3. Mengetahui distribusi ameloblastoma berdasarkan lokasinya.
4. Mengetahui jumlah pasien yang mendapat terapi bedah.
5. Mengetahui jumlah pasien yang dilakukan rekonstruksi setelah terapi
bedah baik pemasangan plat maupun pemakaian protesa obturator.
6. Mengetahui keluhan yang diderita pasien setelah dilakukan terapi.
1.3Manfaat penelitian
Dengan diketahuinya prevalensi tumor ameloblastoma yang mendapat terapi
hemimandibulektomi dan hemimaksilektomi pada RSUP H. Adam Malik dari tahun
2006-2008 diharapkan dapat menjadi:
1. Masukan bagi masyarakat dan khususnya tenaga kesehatan mengenai
prevalensi ameloblastoma.
2. Informasi bagi tenaga kesehatan gigi mengenai penatalaksanaan yang
lebih baik dan komprehensif dan keluhan pasien sesudah terapi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ameloblastoma
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang
tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat
oleh Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya
bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten.7
Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma
biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini
bersifat jinak.8
2.2 Etiologi dan Patogenesis
Pada saat ini sebagian penulis mempertimbangkan bahwa tumor ini tumbuh
dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini
belum diketahui.
Tumor ini dapat berasal dari:
Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada
perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada
Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang
spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi
terbentuknya kista odontogenik
Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957)
mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista
dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista
odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan
dengan epiteluim oral. 7,9
Gambar 1. Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology.
2.3 Tipe Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.1
Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
2.3.1. Tipe solid atau multikistik
Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang
terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada
usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada
usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis kelamin yang
signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah
molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya
pada regio posterior.8
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan
lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan
pada tumor yang besar.8
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain
variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat
bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun
prognosis. 10
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor
ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.11
Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi
rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu,
ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi
dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka
panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.10
2.3.2 Tipe unikistik
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini
ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90%
ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.8
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis
maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki
komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti
dengan regio parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai
ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan
Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan
menyarankan enukleasi simple sebagai perawatannya. Studi menunjukan secara
klinis enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan
angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple
merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih
radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau
keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.10
2.3.3 Tipe periferal/ekstraosseus
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus
ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva
atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan
ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Periferal ameloblastoma
ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus
atau granular.
Tumor ini diyakini mewakili 2 % sampai 10% dari seluruh kasus
ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua
rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus
dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa
penulis lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma daripada
neoplasma dan tumor ini biasnya bersifat jinak, tidak mengalami rekurensi setelah
eksisi simpel komplit.10,11
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan
perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada
jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal
dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin
inferior harus diikutkan periosteoum untuk menyakinkan penetrasi sel tumor ke
tulang tidak terjadi.1
Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,
2.4. Gambaran Histopatologis
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi bergantung
pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi
ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous,
sel granular dan tipe sel basal.12
2.4.1 Tipe Folikular
Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal
dengan adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah
lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel
yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan
yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista. 12
Gambar 4 : Ameloblastoma tipe follikular (www. pathologyOutlines.com)
2.4.2 Tipe Pleksiform
Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang
terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami
degenerasi kistik. 12
Gambar 5: Ameloblastoma tipe pleksiform (Shklar
G.Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia;
W.B.SaundersCompany, 1984: 253)
2.4.3 Tipe Acanthomatous
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous
metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil
terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan
padat. 12
2.4.4 Tipe Sel Granular
Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari
sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga memberikan
gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan
periferal sel kolumnar dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari
ameloblastoma tipe sel granular dan menekankan bahwa tipe sel granular ini
cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi
bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai
tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.13
Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.4.5 Tipe Sel Basal
Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel
epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam
lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe
Gambar 8: Tipe sel basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.5. GambaranRadiologis
Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran
radiolusensi yang multiokular atau uniokular. 12
2.5.1 Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh
septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor.7 Gambaran multiokular
ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble.
Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan
garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi
Gambar 9: Multiokular ameloblastoma ameloblastoma/)
2.5.2 Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat dari
gambaran roentgen.7
Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri :
2.6Perawatan
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang
yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi
ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir
50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.3
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma
sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan
dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi
paska operasi ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus dilakukan
secara rutin.14 Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang
yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat
radiosensitif tapi Andra (1949) melaporkan bahwa terapi dengan X-ray dan Radium
mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi ini 9
Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma
yang kecil, sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun
reseksi sebagian untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang
pertama kali melakukan operasi kasus ameloblastoma memiliki kesempatan terbaik
ameloblastoma harus dienukleasi bila uniokular, dikauterisasi dengan panas atau
bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan mengikutkan sedikit tulang yang
normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau ulang 29 kasus
ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak 91% jika
dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan reseksi (18
kasus). 5
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:
2.6.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder
(1950) pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan
prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari
pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor
dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor.5
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka.
Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum,
maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat
dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf
dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah
operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan
perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum
operasi dapat dilakukan.15
2.6.2 Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi
sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan
apabila ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang
meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang
dapat direseksi di bawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada
outline osteotomi, dengan bur leher panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk
melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang
dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa merusak border tulang.
Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk
mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor
saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat
tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara
Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V. Mosby Company,1969: 993)
2.6.3 Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin
saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus
dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke
regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan
perubahan bentuk wajah yang dinamakan ” Andy Gump Deformity”.16
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal
(bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah. 17 Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke
dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah
border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula
sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja
Gambar 12: Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA.
Atlas of Oral and Maxillofacial
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder
Company, 1992: 243).
Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan
mendiseksi mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan
secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara
vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus depressor
labii inferior, depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula yang akan
direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-hati. Setelah
itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi dengan margin yang
cukup.18 Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk pemeriksaan untuk
menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian itu bebas
dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk
digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara
temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari dengan
membiarkan kondilus dan prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah
hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan
langsung. 17
Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus B.Tanpa pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial
Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 244)
2.6.4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson.
Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal
dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari
Gambar 14: Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431)
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan
lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan
oscillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju
kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar
ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan
lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan
mengunakan chisel dan gunting Mayo dan kemudian dilakukan pemotongan
posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat
Gambar 15: Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007 :432)
Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang tepat dapat
membantu ahli prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang
tajam dihaluskan. Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin
lateral defek yang akan menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka.
Flap yang ada pada mukosa dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft
kemudian dijahit ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan
dibawah flap pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura semuanya ditutup. Graft
dipertahankan dengan packing iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing
yang cukup digunakan untuk mengisi kembali kontur pipi. Obturator bedah yang
sudah dibuat oleh ahli prostodonsi direline dengan soft denture reliner sehingga dapat
mendukung packing dan menutup defek. Obturator dapat dipasangkan ke gigi-gigi
secara fixed atau tidak, tergantung kondisi individual pasien. Flap pipi kemudian
2.7 Rekontruksi pasca bedah
2.7.1 Pemakaian protesa obturator
Pemasangan protesa palatal secara imidiate telah menjadi perawatan standard
setelah dilakukan maksilektomi atau palatektomi, kecuali digunakan rekonstruksi free
flap. Cacat bedah dapat memberikan efek samping terhadap kesehatan fungsional dan
psikologis pasien. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mengembalikan fungsi
bicara, fungsi pencernaan, menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan
membangun kembali proyeksi midfacial. 19
Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase
masng-masing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung
kesembuhan pasien. Ketiga obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator
interim, dan obturator definitif.20
2.7.1.1 Obturator Bedah
Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah yang mana
dimasukkan pada waktu bedah untuk membantu mempertahankan packing, mencegah
kontaminasi oral dari luka bedah dan skin graft dan memungkinkan pasien untuk
berbicara dan menelan selama periode postoperasi inisial.21 Protesa ini akan
digunakan kira-kira 5 sampai 10 hari. 20
2.7.1.2 Obturator Interim
Obturator bedah akan dikonversi menjadi obturator interim dengan
penambahan bahan-bahan lining untuk adaptasi terhadap defek. Protesa interim ini
secara periodik akan direadaptasi dan direline kembali untuk menyesuaikan terhadap
meningkatkan kenyamanan dan fungsional pasien.21 Tujuan dari obturator ini adalah
mengembalikan fungsi bicara dengan mengembalikan kontur palatal. Protesa ini akan
digunakan sekitar dua sampai enam bulan. 20
2.7.1.3 Obturator Defenitif
Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan kontraksi
telah selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil memerlukan
penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian terhadap bagian perifer
protesa. 20
2.7.2 Pengunaan plat
Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas
mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan
lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena proses
patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila dilakukan
mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak.
Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak membutuhkan
rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula akan menimbulkan
kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat untuk melakukan
rekonstruksi masih diperdebatkan.22
Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan untuk
mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan dalam 3
kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang
autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada rekonstruksi
mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium aluminat, kalsium
apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat, proplas dan teflon). Dari
semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari stainless steel, AO Plates
(Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan titanium (titorp
plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose plat, kehilangan
sekrup, dan fraktur plat.22
Plat rekonstruksi mandibula memiliki keuntungan dari segi:
Tidak membutuhkan donor
Kontur yang baik
Kemampuan untuk membentuk kondilus.22
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Penelitian dilakukan secara deskriptif .
3.2 Populasi
Populasi pada penelitian ini ialah seluruh pasien yang mengunjungi poli bedah
mulut SMF gigi dan mulut RSUP H. Adam Malik selama tahun 2007-2008 yang
didiagnosa menderita ameloblastoma yaitu berjumlah 18 orang.
3.3 Sampel
3.3.1 Kriteria sampel
Pasien yang didiagnosa menderita ameloblastoma.
Pasien menjalani terapi hemimandibulektomi atau hemimaksilektomi di RSUP H. Adam Malik Medan.
Pasien yang diwawancarai minimal 1 bulan post operasi. 3.3.2 Besar sampel
Besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi pada penelitian yang
3.4 Variabel penelitian
3.4.1 Variabel bebas:
Pasien ameloblastoma yang menjalani terapi bedah dengan karakteristik
responden:
- Umur
- Lokasi ameloblastoma
- Jenis kelamin
3.4.2 Variabel terikat
1. Prosedur bedah yang dilakukan:
a. Hemimaksilektomi
b. Hemimandibulektomi
2. Terapi sesudah tindakan bedah
a. Pemakaian protesa obturator
b. Pemakaian plat
3. Ada tidaknya keluhan saat ini
a. Keluhan fungsional
b. Keluhan estetis
3.5. Definisi operasional
1. Penderita ameloblastoma ialah pasien pada poli bedah mulut SMF gigi
dan mulut RSUP H Adam Malik selama tahun 2007-2008 yang didiagnosa menderita
2. Terapi yang dilakukan pada penderita ameloblastoma berupa tindakan
bedah yang dilakukan oleh poli bedah mulut RSUP H. Adam Malik
hemimaksilektomi ataupun hemimandibulektomi.
3. Hemimaksilektomi ialah terapi bedah yang dilakukan pada pasien
yang melibatkan pembuangan jaringan tumor dan sebagian maksila.
4. Hemimandibulektomi ialah terapi bedah yang dilakukan pasien yang
melibatkan pembuangan jaringan tumor dan separuh bagian mandibula.
5. Terapi sesudah tindakan bedah ialah pemakaian protesa obturator bagi
pasien yang menjalani hemimaksilektomi dan pemakaian plat pada pasien yang
menjalani hemimandibulektomi.
6. Pemakaian protesa obturator ialah rehabilitasi yang dilakukan dengan
memakai protesa setelah menjalani hemimaksilektomi untuk mengatasi defek pada
maksila.
7. Penggunaan plat ialah rehabilitasi yang dilakukan setelah menjalani
hemimandibulektomi berupa pemasangan plat AO pada mandibula.
8. Keluhan saat ini adalah hasil penilaian pasien terhadap terapi yang
telah dijalani meliputi penilaiannya secara estetis dan fungsional yang dikategorikan
menjadi puas atau tidak puas.
9. Keluhan estetis ialah keluhan yang dirasakan oleh pasien meliputi ada
atau tidak bentuk wajah yang asimetris.
10. Keluhan fungsional ialah keluhan yang dirasakan pasien meliputi
fungsi bicara, fungsi mengunyah, kemampuan mengontrol saliva, parastesi dan rasa
3.6. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di poli bedah mulut SMF gigi dan mulut Rumah sakit
umum pusat Haji Adam Malik.
3.7.Alat dan Bahan penelitian
a. Kartu Status Pasien
b. Alat tulis
c. Kuesioner
3.8 Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan pada poli bedah mulut SMF gigi dan mulut
RSUP H. Adam Malik, diambil data-data pasien yang didiagnosa menderita
ameloblastoma. Kemudian dari data-data pasien yang ada dicatat dan diseleksi. Selain
itu, dicatat data-data yang diinginkan melalui rekam medik pasien seperti: umur, jenis
kelamin, lokasi ameloblastoma, dan terapi yang dilakukan. Setelah itu, pasien yang
memenuhi kriteria akan dihubungi kembali dengan telefon untuk dilakukan
wawancara dengan kuesioner yang sudah disusun terlebih dahulu. Dari wawancara
akan diperoleh data-data yang diperlukan seperti keluhan pasien saat ini.
3.9 Pengolahan Data
Data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
3.10 Analisa Data
Dihitung prevalensi amelolastoma dan distribusinya dalam umur, jenis kelamin dan lokasi.
Dihitung dalam jumlah presentase pasien yang menjalani terapi bedah.
Dihitung dalam presentase pasien yang menjalani rekonstruksi pasca bedah dengan mengunakan plat maupun dengan obturator.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Prevalensi Ameloblastoma.
Dari data-data yang diperoleh dari pada Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan
Mulut Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, diperoleh jumlah pasien yang
didiagnosa menderita ameloblastoma selama tahun 2007-2008 sejumlah 18 orang.
4.2 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Jenis Kelamin.
Dari 18 orang yang menderita ameloblastoma diperoleh persentase
ameloblastoma yang terjadi pada laki-laki sebesar 50% dan pada perempuan sebesar
50 %. Diperoleh rasio terjadinya ameloblastoma pada laki-laki dan wanita sebesar
1:1.
Tabel 1: Distribusi ameloblastoma berdasarkan jenis kelamin di Poli Bedah Mulut
SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.
Jenis Kelamin Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Laki-laki 9 50%
Perempuan 9 50%
4.3 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Usia.
Dari 18 kasus yang diperoleh persentase ameloblastoma tertinggi terjadi pada
usia 21-30 tahun sebanyak 44,44%, pada usia 31-40 tahun sebanyak 22,22%, pada
usia 11-20 tahun sebanyak 11,11% , pada usia 50-60 tahun sebanyak 11,11%
kemudian persentase terendah pada usia 40-50 tahun sebesar 5,56 % dan pada usia
70-80 tahun sebesar 5,56% juga. Ameloblastoma dijumpai pada usia paling muda
yaitu 16 tahun dan paling tua pada usia 79 tahun.
Tabel 2: Distribusi ameloblastoma berdasarkan usia di Poli Bedah Mulut SMF Gigi
dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.
Usia
(tahun)
Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
11-20 2 11,11%
21-30 8 44,44%
31-40 4 22,22%
41-50 1 5,56%
51-60 2 11,11%
61-70 0 0
71-80 1 5,56%
4.4 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Lokasinya.
Dari 18 kasus diperoleh persentase Ameloblastoma yang terjadi pada
mandibula sebesar 94,44% sedangkan yang terjadi pada maksila sebesar 5,56%.
Tabel 3: Distribusi Ameloblastoma berdasarkan lokasinya di Poli Bedah Mulut SMF
Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.
Lokasi Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Mandibula 17 94,4%
Maksila 1 5,56%
Total 18 100%
4.5 Perawatan yang Dilakukan pada Pasien Ameloblastoma
Dari 18 kasus ameloblastoma, sebanyak 17 kasus (94,4%) dilakukan
hemimandibulektomi sedangkan 1 kasus (5,56%) dilakukan hemimaksilektomi.
Tabel 4: Jenis perawatan yang dilakukan pada pasien ameloblastoma di Poli Bedah
Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.
Jenis Perawatan Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Hemimandibulektomi 17 94,4%
Hemimaksilektomi 1 5,56%
4.6 Rekonstruksi Pasca Operasi
Dari 18 kasus ameloblastoma, sebanyak 11kasus (61,11%) dilakukan
rekonstruksi dengan penggunaan AO plat, 5 kasus (27,78%) dilakukan rekonstruksi
dengan penggunaan plat dan diikuti pemakaian protesa dan 1 kasus (5,56%)
menggunakan protesa obturator dan 1 kasus (5,56%) lagi tidak dilakukan
rekonstruksi kembali.
Tabel 5: Jenis rekonstruksi pasca operasi yang dilakukan pada pasien ameloblastoma
di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun
2007-2008.
Jenis Rekonstruksi Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
AO Plat Tanpa Protesa 11 61,11%
AO Plat dan Protesa 5 27,78%
Protesa Obturator 1 5,56%
Tidak Dilakukan Rekonstruksi 1 5,56%
Total 18 100%
4.7 Keluhan Pasca Operasi
Keluhan pasca operasi yang diambil datanya mencakup keluhan dari segi
estetis dan keluhan dari segi fungsional yang dirasakan oleh pasien. Dari 18 pasien
4.7.1 Keluhan Dari Segi Estetis
Dari 10 pasien yang kembali untuk diambil datanya, 2 pasien (11,11%)
merasa puas dari segi estetis dan 8 pasien (44,44%) merasa tidak puas. Sisanya 8
orang (44,44%) tidak kembali untuk diambil datanya.
Tabel 6: Keluhan dari segi estetis setelah dilakukan operasi pada penderita
ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam
Malik tahun 2007-2008.
Keluhan Dari Segi Estetis Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Merasa Puas 2 11,11%
Tidak Puas 8 44,44%
Tidak Kembali 8 44,44%
Total 18 100%
4.7.2 Keluhan Dari Segi Fungsional
Dari segi fungsional ada beberapa hal yang didata mencakup: kemampuan
dalam kenyamanan pasien, pengendalian saliva, pengunyahan, pengucapan,
kemampuan melaksanakan oral hygeine, ada/tidaknya rasa kebas pada daerah operasi
4.7.2.1 Kenyamanan Pasien
Dari 10 pasien yang kembali diambil datanya, sebanyak 8 orang (44,44%)
merasa nyaman dalam menggunakan plat/obturator dan 2 orang (11,11%) yang
merasa kurang nyaman dalam menggunakan plat/obturator.
Tabel 7: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kenyamanan pasien dalam
menggunakan plat/obturator setelah dilakukan operasi pada penderita
ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam
Malik tahun 2007-2008.
Dari 10 pasien yang berhasil diambil datanya kembali, sebanyak 9 orang
pasien (50%) merasa sulit dalam mengendalikan saliva dan 1 orang (5,55%) yang
tidak mengalami kesulitan dalam pengendalian saliva.
Tabel 8: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan pengendalian saliva setelah
dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut
Pengendalian saliva Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Mengalami Kesulitan 9 50%
Tidak Ada Kesulitan 1 5,55%
Tidak Kembali 8 44,44%
Total 18 100%
4.7.2.3 Pengunyahan
Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 4 orang (22,22%)
tidak mengalami kesulitan dalam mengunyah dan sebanyak 6 orang (33,33%)
mengalami kesulitan dalam mengunyah.
Tabel 9: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan masalah pengunyahan setelah
dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF
Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008
Pengunyahan Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Mengalami Kesulitan 6 33,33%
Tidak Ada Kesulitan 4 22,22%
Tidak Kembali 8 44,44%
4.7.2.4 Pengucapan
Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 4 orang (22,22%)
tidak mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata dan sebanyak 6 orang
(33,33%) mengalami kesulitan dalam pengucapan.
Tabel 10: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan masalah pengucapan setelah
dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF
Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.
Pengucapan Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Mengalami Kesulitan 6 33,33%
Tidak Ada Kesulitan 4 22,22%
Tidak Kembali 8 44,44%
Total 18 100%
4.7.2.5 Kemampuan Dalam Melaksanakan Oral Hygiene
Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 7 orang (38,88%)
tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan oral hygiene dan sebanyak 3 orang
(16,66%) mengalami kesulitan.
Tabel 11: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kemampuan melaksanakan
oral hygiene setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di
Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun
Kemampuan melaksanakan
oral hygiene
Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Mengalami Kesulitan 3 16,66%
Tidak Ada Kesulitan 7 38,88%
Tidak Kembali 8 44,44%
Total 18 100%
4.7.2.6 Rasa Kebas Pada Daerah Operasi
Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 7 orang (38,88%)
mengalami rasa kebas pada daerah bekas operasi dan sebanyak 3 orang (16,66%)
mengalami tidak mengalami rasa kebas.
Tabel 12: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan ada/tidaknya rasa kebas
pada daerah bekas operasi setelah dilakukan operasi pada penderita
ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam
4.7.2.7 Rasa Sakit pada TMJ
Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 6 orang (33,33%)
mengalami rasa sakit pada TMJ dan sebanyak 4 orang (22,22%) mengalami tidak
mengalami rasa sakit pada TMJ.
Tabel 13: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan ada/tidaknya rasa sakit pada
TMJ setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah
Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.
Rasa Sakit Pada TMJ Penderita Ameloblastoma
Jumlah (orang) Persentase
Ada 6 33,33%
Tidak Ada 4 22,22%
Tidak Kembali 8 44,44%
BAB 5
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi ameloblastoma pada Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik pada poli bedah mulut SMF gigi dan mulut selama
tahun 2007-2008 diperoleh 18 orang pasien.
Dari tabel 1 dapat dilihat distribusi ameloblastoma berdasarkan jenis kelamin
dimana didapatkan rasio terjadinya ameloblastoma pada laki-laki dan perempuan
adalah sama yaitu 1:1. Tidak dijumpai adanya predileksi ameloblastoma terhadap
jenis kelamin. Hasil yang diperoleh agak berbeda dengan hasil penelitian Hatada dkk,
hasil penelitian Gueressi dkk di Argentina dan juga hasil penelitian Farzad P dkk.
Hasil penelitian Hatada dkk diperoleh rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan
adalah 1,6: 1. Pada penelitian Gueressi dkk di Argentina diperoleh rasio jenis kelamin
laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Sedangkan pada penelitian Farzad P di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial di Universitas Huddinge di Stockholm
diperoleh rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 1,7 : 1. Dari beberapa
penelitian yang dilaporkan (Robinson,1937; Small & Waldron,1955; Smith,1968;
Daramola et al., 1975; Pinstole et al.,1995) ameloblastoma terjadi dalam frekuensi
yang sama antara laki-laki dan perempuan.11,23,24
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa ameloblastoma terjadi hampir pada seluruh
rentang usia dari yang paling muda yaitu 16 tahun dan yang paling tua 79 tahun dan
dekade ketiga dari kehidupan. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Farzad P dkk
ameloblastoma terjadi paling tinggi pada dekade ketiga dan keempat kehidupan yang
juga ditemukan sama dengan beberapa penelitian lainnya (Small,1955; Podtar,1969;
Mehlisch et al.,1978; Kameyama et al.,1987). Pada penelitian Hatada dkk 63,2%
ameloblastoma ditemukan pada pasien usia 10 sampai 30 tahun dengan usia rata-rata
34,7. Hasil yang diperoleh agak berbeda dengan hasil penelitian Lagares di rumah
sakit Virgen del Rocio dimana rata-rata usia pasiennya 42,3 tahun. Ameloblastoma
terjadi paling tinggi pada dekade ketiga berhubungan dengan impaksi molar ketiga
dan pada akhir dekade ketiga merupakan masa akhir erupsi gigi. 2,11,24
Dari tabel 3, lokasi yang paling sering ditemukan ameloblastoma adalah pada
rahang bawah yaitu 17 kasus (94,4%). Hasil ini hampir sama dengan penelitian di
Jepang oleh Ueno dkk.(1986) sebesar 95% pada rahang bawah dan penelitian di
Nigeria oleh Adekeye (1980) yaitu sebesar 99,1%. Pada penelitian Hatada dkk dari
190 kasus ameloblastoma, 176 kasus (92,63%) ditemukan pada rahang bawah dan 14
kasus (7,37%) yang ditemukan pada rahang atas. Tetapi hasil penelitian yang
diperoleh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Faryad P dkk dimana dari 8
kasus ameloblastoma sekitar 7 kasus (87,5%) ditemukan pada rahang bawah.
Ameloblastoma lebih banyak dijumpai pada mandibula berhubungan karena gigi
molar impaksi lebih banyak terjadi pada mandibula dan struktur tulang pada
mandibula lebih kompak. 11,24
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa 17 kasus (94,4%) dilakukan
hemimandibulektomi dan 1 kasus (5,56%) pada rahang atas dilakukan
hampir 80% dilakukan enukleasi dari tahun 1966-1969, sedangkan pada tahun
1990-1994 dilakukan reseksi parsial pada 16 kasus dari 27 kasus. Terdapat perbedaan
metode operasi seiring berjalannya waktu dan tidak ditemukan adanya kasus
rekurensi pada regio maksila. Lokasi yang paling sering terjadi rekurensi adalah pada
bagian gigi molar mandibula. Sekitar 25% dari kasus terjadi rekurensi setelah
dilakukan prosedur enukleasi dari tahun 1966-1969. Sedangkan dari 16 kasus yang
dilakukan reseksi dari tahun 1990-1994 tidak dijumpai terjadi rekurensi. Perbedaan
hasil yang diperoleh disebabkan adanya perbedaan metode operasi seiring
perkembangan waktu karena prevalensi terjadinya rekurensi pada ameloblastoma ini
cukup tinggi apabila tidak dilakukan perawatan yang efektif. Penelitian Adekeye
dan Lavery pada 21 kasus rekurensi ameloblastoma dijumpai rekurensi 19 kasus
pada mandibula dan 2 kasus pada maksila. Metode operasi yang digunakan enukleasi
pada 5 pasien, kuretase pada 8 pasien, reseksi blok pada 3 pasien dan mandibulektomi
atau maksilektomi pada 5 pasien. Semua kasus rekurensi yang terjadi dirawat dengan
pembedahan secara radikal. Dari hasil penelitian Adekeye dan Lavery dapat dilihat
apabila tidak dilakukan reseksi secara radikal maka kemungkinan besar dapat terjadi
rekurensi. Jadi metode operasi yang dilakukan bersifat radikal dengan tujuan untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya rekurensi. 11,24
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rekonstruksi yang dilakukan setelah
hemimandibulektomi dan hemimaksilektomi adalah pengunaan AO plat sebesar
88,89% kasus, penggunaan obturator protesa sebesar 5,56% dan tidak dilakukan
rekonstruksi sebesar 5,56%. Diperoleh hasil rekonstruksi dengan menggunakan plat
rahang bawah sedangkan satu-satunya kasus ameloblastoma pada rahang atas
direkonstruksi dengan menggunakan protesa obturator. Selain itu, pasien
direkonstruksi lebih banyak hanya memakai plat tanpa protesa hal ini disebabkan
karena pasien mengalami kesulitan dalam hal waktu, biaya dan juga jarak.
Hasil penelitian untuk keluhan pasca operasi dari 18 orang pasien yang dapat
diminta kembali untuk mengisi kuesioner hanya 10 orang. Hal ini disebabkan karena
banyaknya nomor telepon pasien yang tidak dapat dihubungi kembali dan alamat
yang ada pada rekam medik tidak jelas. Selain itu, pasien memiliki kesibukan
masing-masing dan juga mengalami kesulitan dalam transportasi karena kebanyakan
pasien berada di luar kota.
Dari tabel 6, dapat dilihat hasil penelitian untuk keluhan estetis sebanyak 8
orang merasa tidak puas, sedangkan 2 orang merasa cukup puas dari segi estetis.
Keluhan ini disebabkan pasien merasa wajahnya tidak simetris antara kiri dan kanan.
Hal ini disebabkan penggunaan plat AO tidak sepenuhnya menggantikan seluruh
kuantitas dan kualitas tulang yang hilang. Pada reseksi yang luas melewati midline
maka asimetris wajah yang terjadi semakin besar. Selain itu, banyaknya pasien yang
belum menggunakan protesa sehingga hal ini memperngaruhi asimetris wajah.
Dari tabel 7, keluhan fungsional pasca operasi yang paling rendah adalah dari
segi kenyamanan penggunaan plat atau obturator bedah dimana hanya 2 orang dari 10
pasien yang diminta datanya kembali merasa tidak nyaman dengan plat.
Ketidaknyamanan pasien disebabkan karena dukungan tulang rahang yang berkurang.
Dari tabel 8 dapat dilihat keluhan fungsional pasca operasi yang paling tinggi
berhasil diminta datanya mengalami kesulitan pengendalian saliva. Tetapi hal ini
hanya berlangsung rata-rata 3 bulan. Pengendalian saliva pada pasien
hemimandibulektomi dapat terpengaruh biasanya sebagai kompensasi terhadap
kehilangan inervasi saraf sensori dan motorik yakni saraf lingualis dan saraf mentalis
yang diangkat pada sisi yang terlibat tumor. Sedangkan pada pasien yang dilakukan
hemimaksilektomi tidak dijumpai adanya kesulitan dalam pengendalian saliva.25
Dari tabel 9 dapat dilihat sebanyak 6 orang (33,33%) mengalami kesulitan
dalam mengunyah. Kebanyakan kesulitan ini disebabkan karena dukungan tulang
rahang berkurang dan pasien belum memasang protesa sehingga menimbulkan
kesulitan dalam pengunyahan. Mastikasi merupakan aktivitas neuromuskular yang
kompleks yang sangat tergantung pada integritas struktur dan neural mandibula,
lidah, otot-otot pengunyahan, gigi geligi, palatum lunak dan keras, bibir, pipi dan
aliran saliva yang cukup. Derajat disfungsi yang terjadi bergantung pada lokasi dan
ukuran tumor, volume yang direseksi dan metode rekonstruksi yang dilakukan. Pada
umumnya reseksi yang melibatkan lidah dan mandibula yang menyebabkan
kehilangan kontinuitas mandibula biasanya menunjukan ketidakmampuan dalam
melakukan mastikasi yang signifikan. Dengan pemasangan gigi tiruan diharapkan
dapat mengurangi kesulitan pasien dalam pengunyahan25
Dari tabel 10, sebanyak 6 orang (33,33%) mengalami kesulitan dalam
pengucapan. Kesulitan yang dirasakan pasien terutama adalah dalam pengucapan
huruf S dan R. Suara dihasilkan tergantung dari kemampuan mengontrol udara dari
paru-paru, laring, hipofaring dan rongga mulut. Untuk menghasilkan suara dari huruf
rongga mulut, lidah, palatum lunak, dental alveolar kompleks, otot buccinator dan
bibir merupakan komponen yang penting dalam mengontrol bentuk dan volume
rongga mulut dalam pengucapan. Pasien mandibulektomi sering menunjukan
kesulitan dalam artikulasi pengucapan huruf-huruf linguodental seperti ”T”, ”D”, ”S”
dan ”Z”. Pada umumnya pengucapan pasien mandibulektomi masih dapat dimengerti.
Derajat keparahan juga tergantung dari kondisi fungsi lidah. Dengan penempatan
protesa pada mandibular dan maksila dapat mengkompensasi artikulasi pada beberapa
pasien yang mengalami defek. Kesulitan juga dialami pasien karena setelah operasi
terbentuk jaringan fibrous sehingga lidah mengalami kesulitan dalam mencapai
palatal akibatnya pasien mengalami kesulitan dalam pengucapan.25
Dari tabel 11, diketahui hanya 3 orang (16,66%) mengalami kesulitan dalam
melakukan prosedur oral hygiene (menggosok gigi). Hal ini terutama disebabkan
karena kesulitan dalam membuka mulut.
Dari tabel 12, diketahui sebanyak 7 orang (38,88%) mengalami rasa kebas
pada daerah bekas operasi. Rasa kebas ini dialami sewaktu-waktu disebabkan karena
saraf alveolar inferior dan saraf mentalis yang telah diambil ketika dilakukan reseksi
sehingga sering timbul efek samping berupa rasa kebas pada daerah mental, bibir
bawah dan gigi pada daerah yang terlibat.26
Dari tabel 13, diketahui keluhan rasa sakit pada TMJ sebanyak 6 orang
(33,33%) mengalami rasa sakit. Rasa sakit pada TMJ ini bisa terjadi karena TMJ pada
pasien yang telah dihemimandibulektomi sehingga beban pengunyahan yang terjadi
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Prevalensi terjadinya ameloblastoma yang ditemukan di Poli Bedah Mulut
SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik selama tahun
2007-2008 sebesar 18 orang.
2. Ameloblastoma tidak memiliki predileksi terhadap jenis kelamin tertentu
dimana distribusinya adalah sama pada laki-laki dan perempuan.
3. Ameloblastoma dapat saja terjadi pada semua rentang usia dengan angka
kejadian yang paling tinggi terjadi pada rentang usia 21-30 tahun sebesar 44,44%.
4. Lokasi yang paling sering ditemukan ameloblastoma adalah pada
mandibula sebesar 94,44% dan pada maksila sebesar 5,56%.
5. Metode perawatan yang paling banyak dilakukan adalah
hemimandibulektomi yaitu sebesar 94,44%. Hal ini berkaitan dengan lokasi
ameloblastoma yang paling sering ditemukan pada mandibula. Dan dengan
dilakukannya pembedahan secara radikal diharapkan tidak terjadi rekurensi.
6. Metode rekonstruksi yang paling banyak dilakukan adalah dengan
penggunaan AO plat tanpa penggunaan protesa sebesar 61,11%. Hal ini disebabkan
karena lokasi tumor yang terjadi lebih banyak pada mandibula. Pada maksila
7. Dari segi estetis sebanyak 8 orang dari 10 pasien yang dapat dihubungi
kembali merasa tidak puas. Keluhan fungsional pasca operasi yang paling tinggi
adalah dalam hal pengendalian saliva sebesar 50% sedangkan keluhan yang paling
rendah adalah dari segi kenyamanan penggunaan plat atau protesa obturator sebesar
11,11%.
6.2 Saran
Saran penulis dalam penelitian ini:
1. Sebaiknya data demografis pasien dicatat dengan lengkap pada rekam
medik sehingga apabila kita ingin melakukan penelitian ataupun follow up kembali
pasien dapat dengan mudah dihubungi.
2. Perlunya peningkatan kesadaran dan pengetahuan bagi pasien akan
pentingnya kesehatan sehingga pasien bersedia untuk dilakukan follow up kembali
mengingat angka rekurensi ameloblastoma yang tinggi.
3. Pada penelitian yang lebih lanjut diharapkan menggunakan sampel yang
lebih banyak dan waktu melakukan follow up yang lebih panjang sehingga dapat
memperkecil bias dalam penelitian.
4. Agar pasien bisa memiliki kualitas hidup yang lebih baik, perawatan yang
dilakukan harus secara komprehensif mulai dari pembedahan sampai rekonstruksi
untuk mengembalikan fungsi estetis dan fungsional pasien. Oleh karena itu,
diperlukan kerjasama yang baik antara dokter bedah mulut dengan dokter gigi
DAFTAR PUSTAKA
1. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.
2. Lagares DT, Cossio PI, Guisado JMH, Perez JLG. Mandibular Ameloblastoma a
review of the literature and presentation of six cases. J Med Oral Patol Oral Cir
Bucal 2005; 10: 231-8.
3. Montoro JRdMC, Tavares MG, Melo DH et al. Mandibular Ameloblastoma
Treateed by Bone Resection and Imediate Reconstruction. Brazillian Journal of
Otorhinolaryngology 2008;74 (1);155-7.
4. Peterson LJ. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. St Louis: CV
Mocby, 2003: 498.
5. Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed. Saint Louis; The C.V. Mosby
Company,1969: 991-1002.
6. Santos JN, Pinto LP, Figueredo CRLVD, Souza LBD. Odontogenic Tumos:
analysis of 127 cases. Pesqui Odontol Brass 2001; 15: 308-313.
7. Shafer WG, Hine MK, Levy BM, Tomich CE. A Textbook of Oral Pathology. 4th
ed. Philadelphia; WB Saunders Company, 1983:276.
8. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd Ed. Philadelphia; Saunders,2004: 611-2,616.
9. Farmer ED, Lawton FE. Stone’s Oral and Dental Diseases. 5th ed. Great Britain;
10.Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed.Missouri;
Churhill Livingstone Elsevier, 2007:426-34,492-5,1466-8.
11.Farzad P. Ameloblastoma of the Jaws.
Agustus 2008>.
12.Ishikawa G, Waldron CA.Color Atlas of Oral Pathology. 1st Ed. Delhi; A.I.T.B.S
Publisher & Distributors,1999: 146-7.
13.Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. Ed 1.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC,2003: 153.
14.Archer WH. A Manual of Oral Surgery. 1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders
Company, 1952: 313.
15.Shklar G. Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1984:
264-71.
16.Riden K. Key Topic in Oral and Maxillofacial Surgery. Oxford; BIOS Scientific
Publisher Ltd,1998: 238-9.
17.Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders
Company, 1992: 242-55.
18.Balasubramanian T. Hemimandibulectomy. http:
19. Har-El G, Bhaya M. Intraoperative Fabrication of Palatal Prótesis for Maxillary
Resection. Archives of Otolaringology Head and Neck Surgery 2001; 127: 843-6.
20.Zarb GA, Bolender CL. Prosthodontic Treatments for Edentolous Patients.