LANDMARK KOTA MEDAN
(PERSEPSI DALAM ARSITEKTUR)
STUDI KASUS : ISTANA MAIMUN
SKRIPSI
OLEH
IVANA IDRIS
110406050
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STUDI KASUS : ISTANA MAIMUN
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
IVANA IDRIS
110406050
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LANDMARK KOTA MEDAN (PERSEPSI DALAM ARSITEKTUR) STUDI KASUS : ISTANA MAIMUN
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 08 Juli 2015
Nama Mahasiswa : Ivana Idris
Nomor Pokok : 110406050
Program Studi : Arsitektur
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
(Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D.)
Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,
(Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc.) (Ir. N. Vinky Rachman, M.T.)
Panitia Penguji Skripsi
Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D.
Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, M.T.
ABSTRAK
Sebuah kota, termasuk Kota Medan, seharusnya memiliki identitas yang dapat mencirikan kota tersebut. Dengan keragaman masyarakat dari segi suku dan etnis, membuat Kota Medan sulit mencapai kesepakatan bersama dalam membentuk landmark sebagai identitas Kota. Istana Maimun merupakan salah satu bangunan tua dan bersejarah di Kota Medan, dianggap sebagai landmark oleh PemkoMedan. Namun tidak ada keterangan/ penjelasan yang menunjukan Istana Maimun sebagai landmark Kota Medan. Metoda penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan verifikasi (Pengujiaan). Indikator
landmark menurut Kevin Lynch, dan beberapa pendapat yang mendukung yaitu Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu Ashihara, akan mengalami pengujian terhadap lima contoh landmark untuk mengetahui kesesuaian/ kecocokan teori (grounded research). Variabel penelitian yang telah mengalami verifikasi, akan dijadikan sebagai landasan teori untuk menganalisis Istana Maimun. Hasil penilaian berdasarkan indikator menunjukan Istana Maimun dapat disebut sebagai
landmark karena telah memenuhi semua kriteria landmark Kevin Lynch.
Kata Kunci : Landmark, Kevin Lynch, Istana Maimun, Kota Medan.
ABSTRACT
A town, for instance Medan, should have its own unique iconic landmark. As a multi-racial society, it is hard to create an iconic landmark in Medan. Maimun Palace, one of the heritage site in Medan, is assumed to be an iconic landmark by City Council of Medan. However, there is no explanation on why Maimun Palace is an iconic landmark. The inspection method used is a descriptive research using verification approach. According to Kevin Lynch, Christian Norberg Schulz and Yoshinobu Ashihara, landmark indications shall be compared with five examples of landmarks in order to do suitability checks of grounded theory. Research items which have been verified will be used to analyze Maimun Palace. The indicator result shows that Maimun Palace is the landmark of Medan since it satisfied all criteria listed by Kevin Lynch.
Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur pada Universitas Sumatera Utara
(USU) Medan.
Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil., Ph.D. selaku Dosen
Pembimbing yang telah membantu memberikan petunjuk dan pengarahan
dalam penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara atas semua kritik dan sarannya selama
masa perkuliahan.
6. Idris Kawi (Papa) dan Yenny Widjaja (Mama), selaku orang tua tercinta,
yang telah memberikan doa, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan
studi dan skripsi peneliti di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
7. Untuk saudara tersayang, Nico Idris (Adik) dan Yulinda Limanto, B.Sc.
(Kakak) yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
8. Untuk sahabat terkasih, Angelia Stefani, Ester, Mellisa Taniasuri, Jessica
Tanurjaya, Sucliany Sutanto, Henny Handayani, Destia Farahdina, dan
lainnya yang telah menemani dan memberi semangat dari awal masuk kuliah
membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini. Akhir
kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi
semua pihak.
Medan, 11 Juli 2015
Penulis,
ABSTRAK ... i
3.4 Sumber data dan Alat Pengumpulan Data ... 20
4.3 Analisa Istana Maimun ... 63
4.3.1 Sejarah terbentuknya Istana Maimun ... 63
4.3.2 Arsitektur Melayu dengan kebudayaan Islam pada Istana Maimun ... 64
4.3.3 Arsitektur Istana Maimun ... 66
BAB V KESIMPULAN ... 81
3.1 Indikator-indikator yang diperlukan suatu landmark ...18
3.2 Sampel Penelitian ...19
4.1 Indikator-indikator landmark berdasarkan 5 contoh landmark ...61
3.1 Istana Maimun sebagai salah satu landmark Kota Medan
2.6 Sudut penglihatan manusia menurut Ashihara ...12
2.7 Potongan yang menunjukkan sudut penglihatan menurut Ashihara (1982) ...12
3.1 Istana Maimun ... 21
4.1 Piramida Giza ...22
4.2 Peta dataran tinggi Giza ...24
4.3 Sphinx ...25
4.4 Skema interior Piramida ...27
4.5 Great Hall Piramida ...27
4.6 Queen‘s Chamber (kiri) dan King's Chamber (kanan) ...28
4.7 Gambaran sumbu semi-minor dan semi-major...29
4.8 Zona buffer pada Piramida Giza ...29
4.9 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Piramida Giza ...30
4.10 Batasan jarak pengamatan Piramida Giza ...31
4.11 Menara Petronas ...32
4.12 Master Plan Menara Petronas ...33
4.13 Skybridge pada Menara Petronas ...33
4.14 Eksterior Menara Petronas ...34
4.17 Jarak pandang manusia terhadap Menara Petronas ...35
4.18 Rumus matematika sederhana trigonometri ...36
4.19 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Menara Petronas ...36
4.20 Menara Eiffel ...37
4.21 Struktur Menara Eiffel ...38
4.22 Batasan jarak pengamatan terhadap Menara Eifell ...39
4.23 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Menara Eifell ...39
4.24 Patung Liberty ...40
4.25 Peta teluk pelabuhan New York ...42
4.26 Peta Pulau Liberty...42
4.27 Pedestal dan Fort Wood ...43
4.28 Obor dan tablet Patung Liberty...44
4.29 Kaki Patung Liberty ...45
4.30 Zona buffer pada Patung Liberty ...46
4.31 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Patung Liberty ...46
4.32 Batasan jarak pengamatan Patung Liberty ...47
4.33 Sydney Opera House...49
4.34 Siteplan Sydney Opera House ...49
4.35 Kuil Mayan (kiri) dan Podium Sydney Opera House (kanan) ...50
4.36 Sistem geometris terhadap Sydney Opera House ...50
4.37 Panel Chevron ...51
4.38 Bentukan Chevron pada penutup atap Syney Opera House ...51
4.39 Zona buffer Sydney Opera House ...52
4.40 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Sydney Opera House ...53
4.41 Batasan jarak pengamatan Sydney Opera House...53
4.42 Istana Maimun ... 63
4.43 Peta perpindahan Kesultanan Deli ...64
4.44 Mesjid Raya Al-Mashun ... 66
4.47 Bangunan adat Karo tempat bersemayam meriam puntung ...68
4.48 Tampak depan Istana Maimun ...68
4.49 Denah Istana Maimun ...69
4.50 Perbandingan tampak Istana Maimun dan Villa Godi ...69
4.51 Ruang Balairung, Istana Maimun ...71
4.52 Motif lantai Istana Maimun ...71
4.53 Hiasan motif tanaman tembakau ...72
4.54 Motif semut beriring ...72
4.55 Motif panil dan motif bunga 17 kelopak ...73
4.56 Motif pita terbelah ...74
4.57 Jendela semu ...74
4.58 Motif langit-langit ...75
4.59 Penggunaan warna pada eksterior dan interior Istana Maimun ...76
4.60 Batasan jarak pengamatan terhadap Istana Maimun ...76
ABSTRAK
Sebuah kota, termasuk Kota Medan, seharusnya memiliki identitas yang dapat mencirikan kota tersebut. Dengan keragaman masyarakat dari segi suku dan etnis, membuat Kota Medan sulit mencapai kesepakatan bersama dalam membentuk landmark sebagai identitas Kota. Istana Maimun merupakan salah satu bangunan tua dan bersejarah di Kota Medan, dianggap sebagai landmark oleh PemkoMedan. Namun tidak ada keterangan/ penjelasan yang menunjukan Istana Maimun sebagai landmark Kota Medan. Metoda penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan verifikasi (Pengujiaan). Indikator
landmark menurut Kevin Lynch, dan beberapa pendapat yang mendukung yaitu Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu Ashihara, akan mengalami pengujian terhadap lima contoh landmark untuk mengetahui kesesuaian/ kecocokan teori (grounded research). Variabel penelitian yang telah mengalami verifikasi, akan dijadikan sebagai landasan teori untuk menganalisis Istana Maimun. Hasil penilaian berdasarkan indikator menunjukan Istana Maimun dapat disebut sebagai
landmark karena telah memenuhi semua kriteria landmark Kevin Lynch.
Kata Kunci : Landmark, Kevin Lynch, Istana Maimun, Kota Medan.
ABSTRACT
A town, for instance Medan, should have its own unique iconic landmark. As a multi-racial society, it is hard to create an iconic landmark in Medan. Maimun Palace, one of the heritage site in Medan, is assumed to be an iconic landmark by City Council of Medan. However, there is no explanation on why Maimun Palace is an iconic landmark. The inspection method used is a descriptive research using verification approach. According to Kevin Lynch, Christian Norberg Schulz and Yoshinobu Ashihara, landmark indications shall be compared with five examples of landmarks in order to do suitability checks of grounded theory. Research items which have been verified will be used to analyze Maimun Palace. The indicator result shows that Maimun Palace is the landmark of Medan since it satisfied all criteria listed by Kevin Lynch.
BAB I. PENDAHULUAN
Secara historis dan faktual, sebuah kota seharusnya memiliki identitas baik
berupa fisik ataupun non-fisik yang dapat mencirikan kota tersebut dengan kota
lainnya. Identitas fisik berupa bangunan yang disebut dengan landmark.
1.1 Latar Belakang Masalah
Kota Medan merupakan ibukota Sumatera Utara yang dikenal dengan
keragaman masyarakat baik dari segi suku dan etnis. Keragaman masyarakat yang
saling mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan, bahkan sampai
kepada arsitektural pada bangunan-bangunan yang tersebar di penjuru Kota
Medan. Pengaruh tersebut memberikan dampak akan sulitnya mencapai
kesepakatan bersama dalam membentuk landmark sebagai identitas Kota Medan.
Kota Medan memiliki beberapa bangunan tua dan bersejarah yang
dianggap sebagai landmark Kota Medan oleh PemkoMedan, salah satunya adalah
Istana Maimun. Namun tidak ada keterangan/ penjelasan yang menunjukan Istana
Maimun sebagai landmark Kota Medan.
Gambar 1.1 Istana Maimun sebagai salah satu landmark Kota Medan menurut PemkoMedan
1.2 Rumusan Masalah
Apakah Istana Maimun disebut landmark Kota Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Istana Maimun disebut landmark Kota Medan atau tidak.
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk memberikan sumbangan pemikiran atau menambah informasi bagi
studi-studi yang berhubungan dengan landmark.
1.5 Kerangka Berpikir
Adapun kerangka pemikiran secara skematik dapat dilihat pada gambar 1.2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kota
Kota adalah kehidupan kumpulan manusia yang paling kompleks.
Pengertian kota dapat berbeda-beda berdasarkan pendekatan dalam bidang
masing-masing. Jika dilihat dari segi sosiologi maupun antropologi, maka kota
sebagai wadah masyarakat berprilaku dalam aktifitas sehari-hari, mencakup
lingkup manusia, sosial, budaya dan sejarah.
Dalam buku Founding Vernacular Landscape, John Brickerhoff Jackson
(1984: 12). Menyebutkan :
“It is a romantic error to suppose that this experience should be solitary. If we
hunt, If we farm, even if we botanize, we benefiting from and sharing in the
accumulated experience of others, so this identity of ours also has its social
implications. It implies that we recognize other people as inhabitants of the earth
as well as members of a social order. It is the attraction of these two very different
and sometimes contradictory definitions of man that produces a landscape-an
environment modified by the permanent presence of a group. No group sets out to
create a landscape, of course. What is sets out to do is to create a community, and
the landscape as its visible manifestation is simple by-product of people working
and living, sometimes coming together, sometimes staying apart, but always
recognizing their interdependence.”
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap kota
memiliki perbedaan, baik dari perencanaan dan perancangan kota, hal tersebut
pola kontur visual dari lingkungan alam. Walaupun suatu kota akan selalu
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, namun sifat dasar dan
karakteristik bentuk kota memiliki ciri-ciri dan bentuk tersendiri masing-masing
kota.
2.2 Identitas Kota
Kota sebagai suatu lingkungan fisik memiliki berbagai aspek yang dapat
mengangkat, mengembangkan dan mencirikan kota itu sendiri, seperti nilai
historis dan aspek-aspek yang bersifat faktual lainnya yang membuahkan suatu
identitas bagi kota.
Menurut Kevin Lynch dalam buku Good City Form (1979),
mengungkapkan bahwa “Identity is the extent to wich a person can recognize or
recall a place as being distinct from other places as having vivid, or unique, or at
least a particular, character of its own‖. Berdasarkan definisi ini, menyatakan
bahwa identitas adalah suatu kondisi saat seseorang mampu mengenali atau
memanggil kembali (ingatan) suatu tempat yang memiliki perbedaan dengan
tempat lain karena memiliki karakter dan keunikan.
Identitas kota menurut Suwarno Harjanto, dalam artikel: Identitas Fisik
Binaan. Majalah KOTA (1989: 14), merupakan sesuatu yang spesifik, yang dapat
membedakan satu kota dengan kota lainnya. Dalam hal ini masing-masing
lingkungan (kota) seharusnya memiliki identitas, sesuatu yang melahirkan
karakter/ ciri khas yang membedakan dengan kota lainnya. Identitas kota bisa
berwujud fisik atau non-fisik, aktifitas sosial, nilai ekonomis, atau
identitas dari suatu kota maupun kawasan, baik itu berwujud fisik maupun
non-fisik. Kemampuan menangkap adanya identitas kota tergantung dari si pengamat,
yang menurutnya lebih menarik dan mudah untuk diingat akan dijadikannya
sebagai identitas kawasan tersebut. Bisa dikatakan tergantung dari kesukaan atau
selera dan sudut pandang si pengamat pada informasi-informasi yang ingin
diambilnya (benda-benda fisik atau bersifat non-fisik seperti sosial, ekonomi,
budaya). Kemudian informasi tadi digunakan untuk mengenali kawasan tersebut
dengan cara memberikan makna dan perasaan pada kawasan tersebut. Hal ini
merupakan salah satu yang membuat perbedaan ketika menangkap suatu identitas
sebuah kota atau kawasan dapat muncul dengan sendirinya ataupun diciptakan.
Menurut Suwarno Harjanto, kota dapat berkembang diikuti pertambahan
populasi dan bentuk fisiknya. Tentu hal ini juga memiliki dampak pada identitas.
Karena identitas dapat berwujud bermacam-macam, tidak tertutup kemungkinan
bahwa perkembangan kota dapat melahirkan identitas baru. Munculnya suatu
pembangunan sesuatu hal yang bersifat monumental akan membuat identitas baru
suatu kawasan, baik itu direncanakan untuk dijadikan identitas maupun tidak,
ataupun suatu perilaku sosial masyarakat yang baru dalam suatu kawasan
membentuk suatu budaya baru yang diterapkan masyarakat menjadi perwakilan
dalam mencirikan atau memberikan identitas terhadap kawasan tersebut. Identitas
kota yang berwujud fisik adalah segala sesuatu yang bersifat fisik bisa dijadikan
pengidentifikasi kawasan tersebut. Identitas fisik yang mudah ditangkap oleh
pengamat adalah suatu objek yang dijadikan acuan (point of reference) terhadap
biasanya dijadikan pengamat sebagai acuan (landmark). Secara tidak langsung hal
ini menjadikannya obyek yang mudah diingat dan mencirikan kawasannya.
Identias kota yang bersifat non-fisik merupakan identitas kota yang dibuat oleh
perilaku warga kotanya. Identitas tersebut bisa merupakan faktor sosial, ekonomi
dan budaya. Suatu aktifitas sosial yang berbeda dengan banyak kawasan pada
umumnya akan memberikan identitas yang lebih mudah ditangkap oleh pengamat.
Kevin Lynch (1960) menyatakan bahwa kota adalah sesuatu yang dapat
diamati, dari segi letak jalur jalan, batas tepian, distrik atau kawasan, titik temu,
dan tetengernya dapat dengan mudah dikenali dan dapat dikelompokkan dalam
pola keseluruhan bentuk kota.
Lynch membuat kategori bentuk kota dalam 5 unsur, yaitu :
1. Path (jalur)
Path adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch
menemukan dalam risetnya bahwa jika elemen ini tidak jelas, maka
kebanyakan orang meragukan citra kota secara keseluruhan. Path merupakan
rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan
secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api,
saluran, dsb. Path memiliki identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan
yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun), serta ada penampakan yang
kuat (misalnya fasad gedung, pohon besar, sungai), atau ada belokan/ tikungan
Gambar 2.1 Path
(Sumber : http://krypton.mnsu.edu/)
2. Edge (tepian)
Edge adalah elemen linear yang tidak dipakai/ dilihat sebagai Path. Edge
berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus
linear, misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, sungai,
topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai referensi daripada
misalnya elemen sumbu yang bersifat koordinasi (Linkage). Edge merupakan
penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk. Edge
merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district
dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas
tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas: membagi
atau menyatukan.
Gambar 2.2 Edge
3. Node (simpul)
Node merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau
aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas yang lain,
misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, atau
bagian kota secara keseluruhan dalam skala makro misalnya pasar, taman,
square, dsb.
Gambar 2.3 Node
(Sumber : http://krypton.mnsu.edu/)
4. District (kawasan)
District merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah
kawasan/ district memiliki ciri khas yang mirip (baik dalam hal bentuk, pola,
dan wujudnya), dan khas pula dalam batasnya, dimana orang merasa harus
mengakhiri atau memulainya. District dalam kota dapat dilihat sebagai
referensi interior maupun eksterior. District mempunyai identitas yang lebih
baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat
homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introver/ ekstrover atau berdiri
Gambar 2.4 District
(Sumber : http://krypton.mnsu.edu/)
5. Landmark (tetenger)
Landmark merupakan lambang dan simbol untuk menunjukkan suatu bagian
kota, biasanya dapat berupa bangunan gapura batas kota (yang menunjukkan
letak batas bagian kota), atau tugu kota (menunjukkan ciri kota atau
kemegahan suatu kota), patung atau relief (menunjukkan sisi kesejarahan suatu
bagian kota), atau biasa pula berupa gedung dan bangunan tertentu yang
memiliki suatu karakteristik tersendiri yang hanya dimiliki kota tersebut.
Sehingga keberadaan suatu landmark mampu menunjukkan dan mengingatkan
orang tentang tetenger suatu kota.
Gambar 2.5 Landmark
2.3 Landmark
Kevin Lynch (1960: 48), mengatakan bahwa “Landmarks are another type
of point-reference, but in this case the observer does not enter within them, they
are external‖. Hal ini dapat disimpulkan bahwa landmark merupakan sebuah
objek fisik yang menarik secara visual.
Kevin Lynch (1960: 78), juga mengatakan bahwa “Landmark seemed to
be a tendency for those more familiar with a city to rely increasingly on systems
of landmarks for their guides—to enjoy uniqueness and specialization, in place of
the continuities used earlier‖. Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
landmark biasanya mempunyai bentuk yang unik sehingga menjadi elemen
penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu daerah dan juga
merupakan acuan yang mencirikan suatu kawasan.
Terdapat beberapa kriteria untuk menjadikan suatu obyek sebagai landmark
(Lynch, 1960):
Memiliki hirarki fisik secara visual
Hirarki menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu urutan
tingkatan/ jabatan. Sedangkan visual berarti dapat dilihat dengan indra penglihat
(mata), berupa bentuk. Dapat disimpulkan bahwa bangunan yang memiliki hirarki
fisik secara visual adalah bangunan yang memiliki perbedaan bentuk untuk
mencapai dominasi terhadap lingkungan sekitarnya.
Menurut Schulz dalam buku Towards a Phenomenology of Architecture
“The catagories of ‗romantic‘,‘cosmic‘,‗classical‘ are a general understanding of
the spirit of place, which helped our understanding of the structure of man-made
place, as well as its relationship to natural place. In more recent architecture, the
romantic character is fully present and wonderfully interpreted in the Art
Nouvean. Greek architecture represents the archetype of classical architecture.”
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya bangunan
merupakan salah satu karakteristik yang dapat mempengaruhi hubungan antara
bangunan tersebut dengan lingkungan sekitar.
Menurut Lynch (1960: 80), ―Spatial prominence can establish elements as
landmarks in either of two ways: by making the element visible from many
locations, or by setting up a local contrast with nearby elements, i.e., a variation
in setback and height‖. Dapat disimpulkan bahwa suatu landmark dapat mencapai
dominasi/ menonjol terhadap suatu ruangan jika landmark tersebut dapat dilihat
dari berbagai lokasi, atau memiliki kekontrasan dengan elemen sekitar yaitu
dengan variasi halangan dan ketinggian bangunan disekitar lingkungan.
Menurut Ashihara (1982), persepsi ketinggian bangunan tergantung pada
sudut pandang manusia dengan ketinggian permukaan jalan. Pada dasarnya sudut
pandangan mata manusia secara normal pada bidang vertikal adalah 60°, tetapi
bila melihat secara intensif maka sudut pandangan mata berkurang 1° (Ashihara,
1970). Sekitar 20°dari 60° merupakan sudut pandangan seseorang sesuai dengan
persepsi tingkat yang lebih rendah (di bawah garis horizontal visi). Sedangkan 40°
merupakan sudut pandangan seseorang untuk persepsi tingkat yang lebih tinggi
tinggi bangunan tidak boleh melebihi 2/3 dari garis visual yang superior (sekitar
27°). Sama dengan pendapat Lynch dalam Rapoport (1971), bahwa sudut pandang
yang normal adalah 27°. Jadi untuk perbandingan, digunakan D/H = 27°.
Gambar 2.6 Sudut penglihatan manusia menurut Ashihara. (Sumber : Ashihara, 1970)
Gambar 2.7 Potongan yang menunjukkan sudut penglihatan menurut Ashihara (1982).
(Sumber : Rheingantz dan Alcantara, 2009)
Apabila seseorang mengamati keseluruhan bangunan dengan sudut 27°,
jika tinggi sebuah bangunan = H, dan jarak pengamat = D, maka untuk melihat
sebuah bangunan dibutuhkan 2 ≥ D/H ≤ 4, D/H =3 merupakan perbandingan
yang paling ideal. Hal ini akan menyebabkan bentuk atau rupa bangunan,
tekstur-tekstur dinding, ukuran dan penempatan lubang-lubang, serta sudut tangkap
terhadap pintu masuk menjadi perhatian utama bagi arsitek. Jika D/H< 1, maka
maka bangunan tidak terlihat dengan jelas. Apabila D/H< 4, maka tata nilai
ruangnya menjadi hilang dan pengaruh timbal balik antara bangunan sukar
dirasakan (Ashihara, 1970). Berdasarkan pernyataan Ashihara, dapat disimpulkan
bahwa sebaiknya jarak pengamat (D) sampai landmark merupakan ruang terbuka
publik tanpa adanya benda/ bangunan lain yang menutupi landmark. Hal ini
bertujuan untuk sebuah landmark lebih terlihat jelas dan memberikan persepsi
pandangan yang ideal menurut Ashihara.
Kevin Lynch dalam buku The Image of City (1960: 79) menyatakan
“Control of the landmark and its context may be needed: the restriction of signs to
specified surfaces, height limits which apply to all but one building. If in addition
it has some richness of detail or texture, it will surely invite the eye”. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa persepsi pandangan yang ideal terhadap ketinggian suatu
bangunan menurut Ashihara mempengaruhi suatu landmark.
Unique memorable
Kevin Lynch dalam buku The Image of City (1960: 79) menyatakan “The
key physical characteristic of this class is singularity, some aspect that is unique
or memorable in the context‖. Arti dari singularity diatas adalah keistimewaan/
kekhususan, sehingga dapat disimpulkan suatu keunikan dapat dicapai apabila
landmark tersebut memiliki keistimewaan/ kekhususan yang tidak terdapat pada
bangunan lain.
Menurut Kevin Lynch (1960: 81), ―Its strength as a landmark seemed to
derive from the contrast and irritation felt between its cultural status and its
value as a landmark rises‖. Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu
landmark dapat mencapai kekontrasan dan perbedaan antara nilai historis dan
nilai estetis. Nilai historis yang menyangkut proses terbentuknya objek tersebut
dan kaitannya dengan lingkup tempat dimana landmark berada. Sedangkan nilai
estetis dapat mencakup nilai historis menyangkut kurun waktu terbentuknya
bangunan, karena nilai estetika tiap kurun waktu dapat berlainan.
Kevin Lynch (1960: 1) menyatakan, ”At every instant, there is more than
the eye can see, more than the ear can hear, a setting or a view waiting to be
explored. Nothing is experienced by itself, but always in relation to its
surroundings, the sequences of events leading up to it, the memory of past
experiences”. Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
diperlukan sebuah kejadian atau peristiwa yang mendukung sebuah landmark
sehingga terbentuknya memori masa lalu. Acara tersebut akan dijadikan sebagai
ritual ataupun upacara yang berfungsi untuk mengenang kembali kenangan
penting yang terkandung dalam landmark. Pernyataan tersebut diperkuat oleh
pendapat Schulz dalam buku Towards a Phenomenology of Architecture (1979:
32), “Man's participation in the natural totality is concretized in rituals, in which
"cosmic events", such as creation, death and resurrection are re-enacted. As such,
rituals do not however belong lo the natural environment, and will be discussed in
the next chapter, together with the general problem of representing time.‖
Identifiable
Kevin Lynch dalam buku The Image of City menyatakan ―Figure
which an element stands out need not be limited to immediate surroundings.”
(1960: 81) dan “Its location is crucial: if large or tall, the spatial setting must
allow it to be seen; if small, there are certain zones that receive more perceptual
attention than others: floor surfaces, or nearby facades at, or slightly below,
eye-level. Any breaks in transportation—nodes, decision points—are places of
intensified perception.” (1960: 101). Berdasarkan kedua pernyataan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa landmark diletakan ditempat yang mudah dilihat dan
dijangkau, ataupun memiliki latar belakang kontras sehingga mencapai dominasi.
Jika landmark tersebut tidak memiliki ketinggian yang menonjol maka diperlukan
sesuatu yang menarik perhatian pengamat, salah satunya adalah perbedaan
permukaan tanah.
Kevin Lynch (1960: 83) menyatakan,“Landmarks may be isolated, single
events without reinforcement. Except for large or very singular marks, these are
weak references, since they are easy to miss and require sustained searching”.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan dengan sebuah landmark dapat
dikenal dan diakui oleh orang banyak jika adanya kejadian atau peristiwa yang
terkandung dalam landmark tersebut.
Bentuk yang jelas atau nyata (Clear Form)
Kevin Lynch dalam buku The Image of City (1960: 81), menyatakan―The
gold dome of Boston's State House, the visibility from long distances of its bright
gold dome, all make it a key sign for central Boston‖. Pernyataan diatas dapat
disimpulkan bahwa untuk mempunyai bentuk yang jelas, dapat dicapai apabila
diperkuat oleh pendapat Schulz dalam buku Towards a Phenomenology of
Architecture (1979: 65), “Here we return again to the relationship between house
and cosmic order, which was discussed above. What is important to stress in this
context however, is that the meaning of a building is related to its structure.
Meaning and character cannot be interpreted in purely formal or aesthetic terms,
but are, as we have already pointed out, intimately connected with making.
Heidegger in fact defines the ―method‖ of art as inswerk_setzen (to ―set
-into-work‖). This is the meaning of architectural concretizarion: to set a place into
BAB III. METODOLOGI
3.1 Metode Penelitian
Dalam melakukan kajian landmark terhadap Istana Maimun, metoda
penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
verifikasi (Pengujiaan).
Penelitian deskriptif (Developmental), yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya
sesuatu aspek fenomena sosial tertentu, dan untuk mendeskripsikan fenomena
tertentu secara terperinci (Masri Singarimbun, 1982).
Metode verifikasi (Pengujiaan), yaitu untuk menguji seberapa jauh tujuan
yang sudah digariskan itu tercapai atau sesuai atau cocok dengan harapan atau
teori yang sudah baku. Tujuan dari penelitian verifikasi adalah untuk menguji
teori-teori yang sudah ada guna menyusun teori baru dan menciptakan
pengetahuan-pengetahuan baru. Metode verifikasi berkembang menjadi grounded
research, yaitu metode yang menyajikan suatu pendekatan baru, dengan data
sebagai sumber teori (teori berdasarkan data).
Sesuai dengan penjelasan definisi, penelitian ini akan mendeskripsikan
atau menjelaskan fenomena-fenomena yang terdapat pada 5 contoh landmark
terkenal didunia dari berbagai dokumentasi untuk dianalisis dengan
variabel-variabel yang didapat dari kajian literatur menurut Kevin Lynch.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada penelitian ini adalah indikator-indikator landmark
pendapat yang mendukung yaitu Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu
Ashihara.
Kriteria Landmark
menurut Kevin Lynch Indikator Keterangan
Hirarki fisik secara Visual
Memiliki gaya bangunan. Baik tradisional, klasik, modern, dll.
Tabel 3.1 Indikator-indikator yang diperlukan suatu landmark
3.3 Populasi/ sampel
Menurut Margono (2004: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi
perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Populasi
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:
109; Furchan, 2004: 193). Nawawi (dalam Margono, 2004: 121), mengungkapkan
bahwa penggunaan sampel dalam kegiatan penelitian dilakukan karena ukuran
populasi yang tak terbatas (tak terhingga), besarnya jumlah objek membutuhkan
biaya yang besar, waktu yang tersedia terbatas, penelitian yang dapat merusak
atau merugikan, tingkat ketelitian, dan lebih ekonomis.
Seluruh landmark yang ada didunia merupakan populasi pada penelitian
ini. Berdasarkan jumlah landmark didunia yang banyak, maka digunakan
beberapa landmark yang terkenal oleh masyarakat umum sebagai sampel dari
objek penelitian. Sebanyak 193 negara di dunia yang diakui oleh PBB, maka
populasi penelitian diperkecil menjadi 5 Benua. Masing-masing landmark dari 5
Benua yang akan menjadi pada sampel penelitian ini, yaitu Piramida Agung Giza,
Mesir; Menara Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia; Menara Eiffel di Paris,
Prancis; Patung Liberty, Amerika Serikat; dan Sydney Opera House di Sydney,
Australia.
Benua Negara Landmark
Afrika Mesir Piramida Agung Giza
Benua Negara Landmark
Asia Malaysia Menara Petronas
Eropa Perancis Menara Eiffel
Amerika Amerika Serikat (United States) The Statue of Liberty
Oseania Australia Sydney Opera House
Tabel 3.2 Sambungan
3.4 Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder.
Data dari berbagai kumpulan dari buku, jurnal, artikel, laporan dan lain-lain yang
akurat. Data yang diambil, kemudian dianalisa kembali berdasarkan keterkaitan
dengan kriteria landmark.
3.5 Kawasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bangunan Istana Maimun, istana Kesultanan
Deli, yang merupakan salah satu peninggalan arsitektur tradisional Melayu dari
Kesultanan Deli terbesar di Sumatera Utara. Istana Maimun terletak di Jalan
Brigadir Jenderal Katamso, Medan, Sumatera Utara.
Gambar 3.1 Istana Maimun (Sumber : Google Image)
3.6 Metode Analisis Data
Berdasarkan hasil variabel penelitian/ indikator landmark yang diperoleh
dari kajian literatur Kevin Lynch, Christian Norberg Schulz dan Yoshinobu
Ashihara tentang landmark. Maka tahapan selanjutnya adalah menganalisis
kembali indikator landmark dengan fenomena-fenomena yang terdapat pada 5
contoh landmark terkenal di dunia, yang bertujuan untuk mengetahui kesesuaian/
kecocokan kriteria landmark menurut Kevin Lynch. Variabel penelitian yang
telah mengalami verifikasi (Pengujiaan), akan dijadikan sebagai landasan teori
BAB IV. ANALISA
4.1 Pengujian Indikator
Berikut merupakan 5 landmark terkenal didunia yang akan digunakan
untuk pengujian indikator.
4.1.1 Piramida Agung Giza
Piramida merupakan struktur batu tertua didunia dan dikenal sebagai salah
satu keajaiban dunia (Quibell, 1927). Piramida Giza, merupakan piramida
terbesar, yang terletak di dataran tinggi batu kapur, dekat tepian lahan irigasi pada
puncak Delta Sungai Nil, di provinsi Giza, Mesir (Belmonte, 2010). Dibagian
utara piramida Giza terdapat Delta, tanah datar yang luas. Sedangkan dibagian
selatan terdapat lembah sempit menerus sepanjang Sungai Nil sampai ke Sudan.
Kedua sisi tersebut berdekatan dengan gurun pasir (Quibell, 1927).
Piramida Giza termasuk salah satu situs yang dilindungi oleh UNESCO
pada tahun 1979 dan merupakan salah satu objek wisata yang terkenal. Jutaan
wisata mengunjungi piramida tersebut tiap tahun (Quibell, 1927).
Gambar 4.1 Piramida Giza (Sumber : Wikipedia)
Sekitar tahun 3500 SM, terjadi gabungan antara dua negara yaitu bagian
Pengabungan terjadi dibawah kekuasaan Raja Menes atau Mena, yang merupakan
Raja pertama dari seluruh Mesir. Kota tersebut dinamai dengan Memphis, terletak
sepanjang Sungai Nil untuk beberapa mil antara site desa modern Giza dan
Bedrashein Memphis. Bagi orang Mesir, baik modern ataupun kuno, mayat selalu
disemayamkan/ dikuburkan dipuncak padang pasir. Hal ini diakibatkan tempat
pemakaman yang sangat sempit, serta pemakaman di Memphis, membentang
sepanjang gurun dari Abu Roash di utara ke Dahshur di selatan, telah dipenuhi
dengan makam yang telah meninggal dari 4000 tahun yang lalu (Quibell, 1927).
Dataran tinggi Giza adalah tempat kuburan yang berisi makam beberapa
raja dan ratu dari Dinasti keempat dan keluarga mereka. Hal itu juga dianggap
sebagai tempat suci dan kudus, dan tempat pemujaan yang dilakukan selama
puluhan generasi, terutama di daerah Sphinx dan kuil Isis, Lady of the Pyramids
(Belmonte, 2010).
Masyarakat Mesir kuno percaya bahwa adanya kehidupan setelah
kematian. Hal tersebut dapat dikatakan dengan keabadian yang terbatas, dengan
melakukan pengawetan tubuh. Masyarakat Mesir kuno tidak dapat
membayangkan bagian roh seseorang muncul tanpa sebuah badan yang
menampungnya, sehingga mayat/ tubuh harus diperlakukan seolah-olah masih
membutuhkan kebutuhan yaitu makanan dan minuman dengan ritual magis.
Berdasarkan kepercayaan orang Mesir maka terdapat 2 bagian pada beberapa
makam Mesir yaitu ruang pemakaman dibagian bawah dan kapel/ kuil dibagian
sedangkan kapel digunakan untuk tempat berkumpulnya roh mendiang dengan
para kerabat dan pendeta saat peringati hari kematian (Quibell, 1927).
Prinsip tersebut juga terdapat dalam piramida Giza. Para raja Mesir telah
memikirkan rancangan sebuah bangunan agung bagi dirinya sendiri, dengan
prinsip yang sama, yaitu sebuah makan yang terdiri dari dua bagian, satu untuk
kematian dan satu untuk kehidupan. Piramida sebagai kuburan/ tempat
pemakaman bagi raja yang harus disembah oleh semua orang di bumi dan yang
akan diterima di antara para dewa di atas. Serta Sebuah kuil di luar piramida
untuk melakukan pemujaan ritual penguburan (Quibell, 1927).
Dataran tinggi Giza dipilih oleh Khufu atau dikenal dengan raja Cheops
pada tahun 2550 SM, Firaun kedua dari Dinasti keempat, sebagai tempat
peristirahatan-nya. Dataran tinggi Giza terdiri dari tiga piramida besar dari Dinasti
keempat, Sphinx, kuil-kuil dan kuburan keluarga kerajaan dan para bangsawan
yang telah ditata dalam rencana (grid) Hippodamian (Belmonte, 2010).
Piramida pertama adalah Piramida Khufu/ Cheops. Piramida terbesar yang
memiliki luas area sekitar 13 hektar mencakup piramida dan tempat peristirahatan
keluarga. Panjang setiap sisi piramida mencapai 746 kaki dengan ketinggian
mencapai 450 kaki. Piramida Khufu selesai dibangun pada tahun 2560 SM.
Dibagian selatan terdapat tiga piramida kecil yang merupakan milik anak-anak
perempuan Cheops dan juga terdapat sebuah kuil kecil dibagian selatan yang
digunakan untuk menyembah Isis (Quibell, 1927).
Piramida kedua adalah piramida Khafre/ Chephren. Piramida yang
memiliki dimensi lebih kecil dibandingkan dengan Piramida Khufu. Piramida
Khafre memiliki ketinggian 447,5 kaki dengan panjang sisi-sisi dasar permukaan
piramida mencapai 690,5 kaki (Quibell, 1927). Sphinx termasuk dalam bagian
piramida kedua (Piramida Khafe), merupakan hewan mitos, gabungan dari kepala
seorang pria dengan tubuh singa yang menandakan persatuan kekuatan dan
kebijaksanaan. Ukiran kepala pada patung Sphinx adalah representasi dari raja
Khafre/ Chephren. Sphinx memiliki ketinggian 66 kaki dengan panjang mencapai
187 kaki. Fungsi utama dari Sphinx adalah mengawasi pintu masuk ke kuil,
seperti dewa penjaga. Namun orang Mesir menyembah Sphinx sebagai bentuk
dewa matahari tanpa mengacu pada raja (Quibell, 1927).
Piramida ketiga adalah piramida Menkaure/ Mycerinus. Dibandingkan
dengan kedua piramida diatas, maka Piramida ini merupakan piramida terkecil.
Piramida Menkaure/ Mycerinus memiliki ketinggian 204 kaki dengan panjang
sisi-sisi dasar permukaan piramida mencapai 356,5 kaki (Quibell, 1927).
Piramida pertama dan kedua diselesaikan oleh raja Khafre/ Chephren,
sedangkan piramida ketiga dibangun oleh raja Menkaure sendiri. Seluruh periode
konstruksi berlangsung selama sekitar 80 tahun (Belmonte, 2010). Diperkirakan
5,5 juta ton batu kapur, 8.000 ton granit dari Aswan, dan 500.000 ton semen yang
digunakan dalam pembangunan Piramida (Romer, 2007: 157). Pembangunan
monumental besar terakhir di dataran tinggi Giza adalah Piramida Ratu
Khentkaus, leluhur raja-raja dari Dinasti kelima (Belmonte, 2010).
Interior pada ketiga piramida tersebut hampir sama yaitu saat memasuki
bagian dalam piramida, terdapat lorong/ gang kecil yang cukup tajam (miring) dan
mengarah ke ruang bawah tanah yang telah digali. Ruang bawah tanah inilah
digunakan sebagai ruang pemakaman. Sekitar dua puluh kilometer dari pintu
masuk, dibagian sudut terdapat lorong sempit yang menuju ke atas, ditemukan
salah satu portcullises (pintu besi istana) granit besar. Setelah melewati lorong
sempit dan licin maka terjadi pelebaran koridor yang dikenal dengan Great Hall,
dengan panjang 155 kaki dan ketinggian mencapai 28 kaki. Dinding koridor
terdiri dari 7 segmen secara horizontal yang terbuat dari batu kapur Mogattam.
Setiap segmen diproyeksikan sedikit keluar sehingga mempersempit ke atap
Gambar 4.4 Skema interior piramida (Sumber : Schmitz, 2012: 113)
Gambar 4.5 Great hall piramida (Sumber : Google Image)
Sebuah koridor mendatar yang terletak di ujung bawah Great Hall terdapat
ruang ratu (Queen‘s Chamber), yang dimaksudkan untuk ruang pemakaman
sebagai rencana pembangunan kedua. Ruang yang memiliki panjang 18 kaki 10
inci dengan lebar 17 kaki, memiliki atap runcing, dan dengan kontruksi sangat
baik (Quibell, 1927).
Setelah melewati Great wall maka kita mencapai sebuah hal kecil sebelum
melewati ruang raja (King's Chamber). Atap dan dinding pada ruang tersebut
menggunakan batu granit besar. Ruang raja memiliki panjang 34,5 kaki, lebar 17
Chamber) mencapai 139 kaki dari permukaan dasar piramida. Didalam ruang raja
terdapat Sarkofagus, tempat perletakan peti yang terbuat dari batu granit. Isi peti
kayu tersebut adalah mayat raja yang telah diawetkan (Quibell, 1927).
Gambar 4.6 Queen‘s Chamber (kiri) dan King's Chamber (kanan) (Sumber : Google Image)
Piramida Agung Giza dan seluruh dataran tinggi Giza merupakan desain
yang sangat cerdas dan terintegrasi. Detail konstruksi menunjukkan presisi yang
luar biasa berdasarkan ilmu pengetahuan yang sangat akurat yaitu geodetic bumi,
astronomi, astrofisika, matematika dan mekanika Newton. Terlihat dari Queen‘s
Chamber beserta lorong sempit berhubungan dengan orbit Bumi terhadap
Matahari yang terkait dengan gaya gravitasi. Skala kamar peti raja (King's
Chamber) menggunakan faktor perhitungan tentang volume Bumi dan lingkaran
orbit Bumi terhadap Matahari (Schmitz, 2012: 113).
Lokasi Piramida Agung Giza merupakan lokasi yang ideal untuk kajian
yang akurat tentang bentuk dan ukuran Bumi (astronomi) dengan hubungan
matematika terutama pada titik-titik penting yang menarik yaitu: pada 30° di
sumbu semi-major dari Bumi, dan pada 45° tepat dalam pembagian geometris
90° (Schmitz, 2012: 113).
Gambar 4.7 Gambaran sumbu semi-minor dan semi-major (Sumber : Wikipedia)
Dalam UNESCO, Lingkungan sekitar Piramida Giza telah ditandai dengan
zona buffer. Zona buffer tersebut merupakan zona yang harus dipertahankan/
dikonservasi sehingga memaksimalkan keindahan Piramida Giza. Zona buffer
(ditandai dengan garis warna coklat) pada Piramida Giza (ditandai dengan blok
merah) sangat besar mencakup padang pasir, dapat dilihat pada gambar 4.8.
Untuk mencapai pengamatan ideal yang diungkapkan Ashihara, maka
digunakan rumus D/H= 2 dan D/H= 4 untuk mengetahui batasan jarak
pengamatan (D) melihat Piramida pertama yang memiliki tinggi 450 kaki =
137,16 meter, Piramida kedua yang memiliki tinggi 447,5 kaki = 136,4 meter, dan
Piramida ketiga yang memiliki tinggi 204 kaki = 62,18 meter.
Gambar 4.9 Ilustrasi jarak pandang manusia terhadap Piramida Giza
Berdasarkan hasil perhitungan, maka batasan jarak pengamatan (D) yang
ideal untuk melihat piramid pertama adalah 274,32 - 548,64 meter, piramid kedua
Gambar 4.10 Batasan jarak pengamatan Piramida Giza
Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, area yang diwarnai dengan warna
coklat merupakan area buffer, sedangkan lingkaran yang diwarnai dengan warna
kuning merupakan area pengamatan yang ideal berdasarkan jarak (D) radius
masing-masing piramida. Dapat dilihat area pengamatan ideal termasuk dalam
zona buffer yang dikonservasi sehingga Piramida Giza termasuk landmark yang
memberikan pandangan yang jelas berdasarkan persepsi ketinggian bangunan
yang diungkapkan Ashihara.
4.1.2 Menara Petronas
Menara Petronas termasuk bagian Kuala Lumpur City Centre yang
merupakan salah satu yang terbesar proyek pembangunan real estate di dunia.
Terdiri dari taman 50 hektar, yang akan mencakup sebuah danau, yang akan
diakses oleh publik, dan kompleks dari 20 atau bangunan sehingga sekitarnya
yang akan berisi ruang kantor, apartemen, kamar hotel, fasilitas rekreasi, restoran,
air dingin untuk pendinginan semua bangunan tersebut dalam iklim subtropis
(Henry Petroski, 2013: 322).
Menara Petronas merupakan cerminan ambisi dan aspirasi untuk
mewujudkan visi Malaysia sebagai negara industri yang berkembang pada tahun
2020 (Galal Abada, 2004: 1). Menara Petronas memiliki fasad majestik/ megah
bergaya modern dan avant-garde untuk mengambarkan Malaysia sebagai negara
berkembang yang bangga dengan warisan dan optimis tentang masa depan
(http://www.petronastwintowers.com.my/). Menara Petronas terletak di Golden
Triangle kota Malaysia, site yang merupakan pusat secara geografis dan simbolis
(Galal Abada, 2004: 3).
Gambar 4.11 Menara Petronas
(Sumber : Google Image dan Galal Abada, 2004)
Menara Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia adalah sepasang menara
kembar yang pernah menjadi bangunan tertinggi di dunia pada tahun 1998-2004.
Memiliki luas tapak 218.000 m2, ketinggian 452 meter dengan 88 lantai (Galal
Abada, 2004: 5). Menara Petronas merupakan bangunan simetris, dimana sumbu
Gambar 4.12 Master plan Menara Petronas (Sumber : Galal Abada, 2004)
Keunikan Menara Petronas adalah terdapat sebuah skybridge yang
menyambung kedua Menara Petronas di lantai 41 dan 42, yang menjadikannya
jembatan dua lantai tertinggi di dunia. Jembatan ini terletak 170 meter dari
permukaan jalan dan panjangnya 58,4 meter (Galal Abada, 2004: 39).
Gambar 4.13 Skybridge pada Menara Petronas (Sumber : Google Image)
Bentuk fasad majestik/ megah terbentuk dari 83.500 meter persegi ekstrusi
stainless steel dan 33.000 panel curtain wall sistem cladding (Galal Abada, 2004:
10). Stainless steel akan bercahaya apabila diberi pencahayaan dibawahnya (Galal
Gambar 4.14 Eksterior Menara Petronas (Sumber : Google Image dan Galal Abada, 2004)
Menara Petronas memiliki budaya yang cukup kental pada denah dan
interior lobby Menara Petronas. Denah Menara Petronas yang terbentuk dari
geometris Islam sederhana dari dua kotak saling menciptakan bentuk bintang segi
delapan dengan semi lingkaran disudut bagian dalam segi. Bentuk ini
menggambarkan prinsip-prinsip Islam yaitu "kesatuan dalam kesatuan, harmoni,
stabilitas dan rasionalitas" (http://www.petronastwintowers.com.my/).
Gambar 4.15 Perkembangan desain denah dengan gabungan tema, Ilustrasi Cesar Pelli & Associates.
(Sumber : Wikipedia)
Pada interior, dinding lobby dilapisi dengan kayu Malaysia berwarna
Malaysia yang paling populer, digunakan di Pandan tenun dan Bertam
sawit-dinding anyaman (Galal Abada, 2004: 7).
Gambar 4.16 Interior Menara Petronas (Sumber : Galal Abada, 2004)
Menara Kembar Petronas dikenal sebagai bangunan cerdas, dibangun
dengan sistem transportasi vertikal, automatik kontrol dan sistem komunikasi,
pencahayaan yang baik, sistem kebakaran yang lengkap, dan keamanan bangunan,
dimana meminimalkan penggunaan energi (Galal Abada, 2004: 15).
Pengunjungan terbatas dengan 1.200 pengunjung/ hari untuk menikmati
pemandangan di skybridge, maka total sekitar 438.000 pengunjung/ tahun (Galal
Abada, 2004: 16).
Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, Luas area Taman Petronas
ditandai dengan blok warna merah. Memiliki 3 titik pengamatan yang cukup jauh
untuk melihat bangunan Menara Petronas yang ditandai dengan simbol A. Jarak
antara titik no.1 dengan A sekitar 568,31 meter, jarak antara titik no.2 dengan A
sekitar 715,68 meter, dan jarak antara titik no.3 dengan A sekitar 753,20 meter.
Menurut Ashihara (1982), untuk persepsi tingkat bangunan yang lebih
tinggi (di atas garis horizontal visi), maka sudut pandangan seseorang menjadi
40°. Untuk mengetahui jarak pengamatan (D) berdasarkan sudut dan ketinggian
bangunan, dapat menggunakan rumus matematika sederhana trigonometri.
Gambar 4.18 Rumus matematika sederhana Trigonometri (Sumber : Google Image)
Untuk bangunan yang memiliki ketinggian yang mencapai pengamatan
yang ideal, maka digunakan rumus Tan α = D/H untuk mengetahui batasan jarak
pengamatan (D) melihat sebuah Menara Petronas yang memiliki tinggi 452 meter.
Berdasarkan hasil perhitungan, maka jarak pengamatan (D) minimal untuk
melihat sebuah Menara Petronas adalah 538,74 meter. Dengan jarak antara titik
pengamatan no.1,2,dan 3 dengan Menara Petronas, dapat memberikan pandangan
yang jelas berdasarkan persepsi ketinggian bangunan yang diungkapkan Ashihara.
4.1.3 Menara Eiffel
Menara Eiffel, menara yang berumur 120 tahun, merupakan landmark dan
daya tarik wisata utama kota Paris, Perancis. Monumen klasik modern sebagai
sumber daya komunikasi, bangunan radio-televisi, selama perang dunia pertama.
Fungsi tersebut memberikan makna masa depan dan diperkuat dengan
penggunaan material besi dan kaca pada menara (Susan Sontag, 1986: 245).
Menara Eiffel ini berdiri di Champ de Mars, Taman publik sebesar 42 hektar,
merupakan salah satu distrik/ wilayah pusat di kota Paris.
Pada tahun 1887-1889, Menara Eiffel dibangun selama 795 hari sebagai
pintu masuk untuk Exposition Universelle, Pameran dunia yang merayakan
seabad Revolusi Perancis. Dengan ketinggian 324 meter, Menara Eifell
merupakan bangunan struktur tertinggi didunia sampai tahun 1929. Terdiri dari
18.038 bagian besi benam, dan menggunakan 2,5 juta paku keling (Hubert
Chanson, 2009).
Gambar 4.21 Struktur Menara Eiffel (Sumber : Wikipedia)
Struktur ini dibangun dengan keahlian insinyurnya, Alexandre Gustave
Eiffel, dengan menggunakan metode grafis untuk membangun menara yang
memiliki kekuatan untuk mendukung beban berat yang besar dan hasil observasi
yang dikumpulkan dari beberapa pengalaman dalam menghitung kekuatan
pergerakan angin (Patrick Weidman dan Iosif Pinelis, 2004).
Menurut buku The Barthes Reader (1986: 237), Menara Eiffel memiliki
kekuatan yaitu objek observasi bagi pengunjung, tempat untuk observasi (dapat
melihat kota Paris jika berada di dalam menara) dan menjadi objek observasi bagi
Universelle bertambah dari 5 juta (1855) menjadi lebih dari 50 juta (1900) seperti
yang dilaporkan oleh Simone dan Olmo (dalam T. Freytag, 2010: 52).
Menurut buku The Barthes Reader (1986: 236), menyatakan bahwa
menara Eiffel dapat dilihat di mana saja di Paris kecuali berada di restoran
menara.
Gambar 4.22 Batasan jarak pengamatan terhadap Menara Eifell
Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, Luas area Champ de mars (yang
diblok dengan warna merah) memiliki jarak terjauh 835,42 meter dari Menara
Eiffel (yang ditandai dengan garis warna kuning). Untuk mencapai pengamatan
yang ideal, maka digunakan rumus D/H= 2 dan D/H= 4 untuk mengetahui batasan
jarak pengamatan (D) melihat sebuah Menara Eifell dengan tinggi 324 meter.
Berdasarkan hasil perhitungan, maka batasan jarak pengamatan (D) yang
ideal untuk melihat sebuah Menara Eifell adalah 648-1.296 meter. Dengan jarak
terjauh 835,42 meter yang dimiliki Champ de mars, maka Menara Eiffel termasuk
landmark yang memberikan pandangan yang jelas berdasarkan persepsi
ketinggian bangunan yang diungkapkan Ashihara.
4.1.4 Patung Liberty
Patung Liberty merupakan simbol yang paling berharga bagi kebangsaan
Amerika. Dibentuk menjadi suatu unit sistem Taman Nasional saat proklamasi
oleh presiden Franklin D.Roosevelt pada tahun 1933 (United States of America,
1984).
Sejarah Patung Liberty dengan simbol untuk mencerahkan dunia dimulai
dengan latar belakang dari karir Edouard de Laboulaye, seorang penulis dan
profesor Perancis. Inspirasi sebuah patung muncul dari mimpinya untuk
persahabatan, perdamaian, dan kemajuan internasional. Asal-usul patung timbul
dari kolaborasi kreatif Laboulaye dengan temannya, Frédéric Auguste Bartholdi.
Laboulaye mengusulkan peringatan untuk menghormati kelahiran bangsa
Amerika dan persahabatan abadi antara Perancis dan Amerika pada tahun 1865.
Pada awal tahun 1871, salah satu masa sulit di kemakmuran Perancis, Laboulaye
menyarankan bahwa 5 tahun setelah seratus tahun kemerdekaan Amerika Serikat,
adalah waktu yang baik untuk menempatkan suatu kenangan dari simbol
persaudaraan, Patung Liberty (United States of America, 1984).
Patung Liberty merupakan monumen utama pada pulau Liberty. Pulau
Bedloe diganti dengan nama Pulau Liberty pada tahun 1956, sebuah pulau datar
dengan luas 5 hektar di teluk pelabuhan New York, dalam wilayah perairan New
Jersey. Sekitar 1 km dibagian utara Pulau Liberty terdapat pulau Ellis, pada tahun
1892-1954 berfungsi sebagai stasiun pendaratan bagi imigran berkunjung ke
Amerika Serikat. Pada tahun 1965 Presiden Lyndon B.Johnson menambahkan
pulau Ellis kedalam Monumen Nasional Patung Liberty. Pada tahun 1984, PBB
menunjukan Patung Liberty sebagai Situs Warisan Dunia. Pulau Liberty bisa
diakses oleh kapal feri dari kota Jersey dan Manhattan (United States of America,
Gambar 4.25 Peta teluk pelabuhan New York (Sumber : Tyler, 2000)
Gambar 4.26 Peta Pulau Liberty (Sumber : National Park Service)
Patung Liberty adalah keberhasilan seni dan insinyur akhir abad ke-19,
untuk mewujudkan cita-cita filosofis pencerahan. Pada saat pembuatan, patung
tersebut mempersonifikasikan semangat dan aspirasi, serta bakat teknik dan
abad persahabatan dan kerjasama Perancis-Amerika (United States of America,
1984).
Frederic Auguste Bartholdi, seorang pemahat dari Perancis, merancang
bentuk luar/ eksternal dari Patung Liberty. Untuk bagian dalam/ internal,
kerangka penahan dirancang oleh Gustave Eiffel. Bagian dasar dari Patung
Liberty dirancang oleh seorang arsitek Amerika, Richard Morris Hunt (United
States of America, 1984).
Patung Liberty merupakan suatu wujud berongga yang terdiri dari
lembaran tembaga yang ditempa dan diikat pada kerangka besi struktural. Patung
Liberty, dengan ketinggian 46 meter, terletak diatas alas granit (Pedestal) setinggi
27 meter dan FortWood. Dinding luar Pedestal terdiri dari 45 segmen granit dan
bagian dalam terdiri dari kolom besar yang terbuat dari beton. Fort Wood,
dibangun untuk melindungi pelabuhan NewYork pada tahun 1808-1811, alas yang
berbentuk bintang dengan 11 sisi memiliki ketinggian 19,8 meter. Maka total
ketinggian Patung Liberty dari dasar permukaan sampai ke puncak adalah 93
meter (United States of America, 1984).
Gambar 4.27 Pedestal dan Fort Wood
(Sumber : Google Image)
Elemen pada patung Liberty berasal dari sumber-sumber klasik,
Renaissance, dan kontemporer. Bartholdi mencari simbol yang akan menyatukan
semangat kedua negara dan memiliki daya tarik universal yang melampaui niat itu
(United States of America, 1984).
Gaya seni Yunani–Romawi yang terlihat pada jubah patung Liberty, Baju
tradisional Yunani-Romawi Pala dan Stolla, merupakan pakaian bebas yang
dikenakan saat Yunani kuno. Patung Liberty juga mengangkat obor kebebasan di
tangan kanan dan mengenggam sebuah tablet atau buku yang ditandai dengan
tanggal Romawi 4 Juli 1776, tanggal Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat,
dibagian lengan kirinya. Sesuai dengan “The Statue of Liberty Enlightening the
World”, obor patung Liberty dilambangkan dengan penerangan. Menerangi jalan
untuk kebebasan dan kemerdekaan (www.nps.gov).
Gambar 4.28 Obor dan tablet Patung Liberty (Sumber : Google Image)
Bartholdi menempatkan rantai yang rusak didekat kaki Patung Liberty,
serta tumit pada kaki kanan Liberty yang diangkat seakan berjalan, terlihat seakan
tertangkap pada pertengahan melangkah. Hal tersebut melambangkan kebebasan
Gambar 4.29 Kaki Patung Liberty (Sumber : Google Image)
Patung Liberty adalah upaya bersama antara Amerika dan Perancis. Telah
disepakati bahwa rakyat Amerika yang membangun alas, dinamai dengan
pedestal. Sedangkan rakyat Perancis bertanggung jawab pada Patung dan
perakitan (United States of America, 1984).
Patung Liberty selesai dibuat pada bulan Juli 1884, di Perancis. Patung
tersebut kemudian dibongkar dan dikirim ke Amerika Serikat. Pada bulan
Juni1885, Patung Liberty tiba di New York. Pemasangan kembali patung Liberty
membutuhkan waktu 4 bulan setelah pembangunan alas selesai. Pada tanggal 28
Oktober 1886 peresmian Patung Liberty berlangsung didepan ribuan penonton
(United States of America, 1984).
Patung Liberty terdapat zona buffer yang telah ditandai oleh UNESCO,
disekeliling Taman Liberty (ditandai dengan blok blok biru). Untuk gambaran
Gambar 4.30 Zona buffer pada Patung Liberty
(Sumber : whc.unesco.org)
Untuk mencapai pengamatan ideal yang diungkapkan Ashihara, maka
digunakan rumus D/H= 2 dan D/H= 4 untuk mengetahui batasan jarak
pengamatan (D) melihat Patung Liberty yang memiliki ketinggian 93 meter.
Berdasarkan hasil perhitungan, maka batasan jarak pengamatan (D) yang
ideal untuk melihat Patung Liberty adalah 186 – 372 meter.
Gambar 4.32 Batasan jarak pengamatan Patung Liberty
Berdasarkan aplikasi Google Earth Pro, area yang diwarnai dengan warna
kuning merupakan area pengamatan yang ideal berdasarkan jarak (D) dari hasil
perhitungan. Lingkungan sekitar Patung Liberty hanya meliputi taman terbuka
dan perairan pelabuhan New York, memberi efek kontras terhadap ketinggian
Patung Liberty untuk mendapatkan pandangan yang baik. Dari gambar diatas
maka dapat disimpulkan bahwa Patung Liberty dapat memberikan pandangan
4.1.5 Sydney Opera House
Sydney Opera House merupakan salah satu bangunan maha karya pada
zaman arsitektur lama, serta menjadi bangunan ikon pada tahun ke-20 (Utzon,
2002: 13). Sydney Opera House ini terletak di Bennelong Point, pelabuhan
Sydney (Utzon, 2006: 7). Posisi Sydney Opera House ditengah pelabuhan Sydney
memberikan kesan kebebasan pemandangan dari segala arah (Utzon, 2002: 63).
Sydney Opera House, dengan rancangan yang futuristik dan hightect
inovation merupakan suatu bentuk tantangan dalam bidang arsitektur yang
berhasil diwujudkan (Haryanto, 2005). Sydney Opera House dibangun
berdasarkan keinginan untuk menciptakan bangunan, sebagai rumah untuk
beraktifitas, yang berkaitan dengan kehidupan budaya untuk kota besar.
Keinginan ini berasal dari perdana menteri Cahill dalam menghasilkan pusat
kebudayaan yang menakjubkan bagi penduduk Sydney (Utzon, 2002: 62).
Sydney Opera House yang dirancang oleh Jorn utzon, merupakan
bangunan berharga kebanggaan dan kekaguman bagi masyarakat di Australia.
Banyak jutaan turis yang berdatangan pada gedung ini karena memiliki daya tarik
dalam bentuk bangunan, yaitu penggunakan Shell design pada atap bangunan
(Utzon, 2006: 13). Sistem shell bertulang berdasarkan geometri lengkung, dengan
diameter ± 75 meter. Seluruh bangunan meliputi 1,8 hektar dari total area 5,8
hektar. Ketinggian Shell mencapai 20 lantai bangunan. Sydney Opera house
memberi kesan harmonis antara bentuk atap gedung seperti kapal yang berlayar
dengan latar belakang lokasi yang mendukung, pelabuhan Sydney Sydney (Utzon,
Gambar 4.33 Sydney Opera House
(Sumber : Utzon, 2006)
Desain bangunan multifungsi dengan dua ruang kinerja. Rancangan hall
besar multi fungsi dengan kapasitas 3.000 orang, ditambah hall kecil dengan
kapasitas 1.200 orang (Utzon, 2006: 111). bangunan kompleks yang mempunyai
lebih dari 1000 kamar (Utzon, 2006: 14).
Gambar 4.34 Siteplan Sydney Opera House
Dibagian luar terdapat podium bertingkat yang berfungsi sebagai
pedestrian. Podium yang terbuat dari blok beton yang lebar mencapai 120 meter
dan panjang podium 183 meter (± 2,2 hektar). Podium Sydney Opera House
menyimbolkan aspek keagamaan pada site dengan konsep menuju altar megah
gereja. Konsep podium diambil dari kuil Mayan di Meksiko, melambangkan
kebangkitan cakrawala yang hilang (Utzon, 2006: 15).
Gambar 4.35 Kuil Mayan (kiri) dan Podium Sydney Opera House (kanan) (Sumber : Utzon, 2006)
Shell pada atap Sydney Opera House, dinding kaca, dan tata leta kruang
dirancang berdasarkan sistem geometris yang kuat. Tata letak terdiri dari
serangkaian bagian radial yang semua diarahkan keluar dari titik pusat diarea
panggung (Utzon, 2002: 75).
Gambar 4.36 Sistem geometris terhadap Sydney Opera House