• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transformasi Gaya Arsitektur, Studi Kasus: Istana Maimun, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Transformasi Gaya Arsitektur, Studi Kasus: Istana Maimun, Medan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFORMASI GAYA ARSITEKTUR, STUDI KASUS: ISTANA MAIMUN, MEDAN

SKRIPSI

OLEH

FRIZA LUTHFI 090406053

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TRANSFORMASI GAYA ARSITEKTUR, STUDI KASUS: ISTANA MAIMUN, MEDAN

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRIZA LUTHFI 090406053

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PERNYATAAN

TRANSFORMASI GAYA ARSITEKTUR, STUDI KASUS: ISTANA MAIMUN, MEDAN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

(4)

Judul Skripsi : Transformasi Gaya Arsitektur, Studi Kasus: Istana Maimun, Medan

Nama Mahasiswa : Friza Luthfi Nomor Pokok : 090406053 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Koordinator Skripsi,

Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc

Ketua Program Studi,

Ir. N. Vinky Rahman, MT

Tanggal Lulus: 17 Juli 2014

(5)

Telah diuji pada Tanggal: 17 Juli 2014

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Prof. Ir. Moehammed Nawawiy Loebis, M.Phil. Phd. Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto, M.T.

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillaahi Rabbil’alamin ke hadirat Allah SWT. Penulis panjatkan, atas limpahan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Ir. Moehammed Nawawiy Loebis, M. Phil, Ph. D. sebagai dosen pembimbing skripsi ini atas segala masukan-masukan, kesempatan, serta kesabaran dan waktu yang diberikan kepada penulis. Secara istimewa penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada ayahanda Ir. Heri Firmansyah dan Ibunda Dr. Sri Sofyani SpA(k) yang telah memberikan dukungan materil maupun moril sehingga membantu terselesaikannya skripsi ini.

Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Imam Faisal Pane, ST., MT. dan Ir. Dwi Lindarto, MT. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat berharga. 2. Bapak Ir. Bauni Hamid, M.Des dan Ibu Ir. Dwira Aulia, M. Sc., PhD selaku

koordinator dan sub koordinator mata kuliah Skripsi yang juga telah memberikan masukan dan pertimbangan yang sangat membantu.

3. Ibu Andalucia ST., MT. Dan bapak Hairul dari Badan Warisan Sumatera yang telah banyak membantu dalam memberikan referensi dan meminjamkan buku terkait judul skripsi penulis.

(7)

5. Fildzah Fitria, A. Md. yang sangat banyak memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

6. Teman-teman sesama angkatan 09 Kevin Shah, M. Fatahillah, Qudrah Nooriman, Ade Setya, dan Baqir Adrian atas dorongan semangat dan canda tawanya. Dan juga teman-teman seperjuangan kelompok skripsi yaitu Jeumpa Kemalasari dan Putri Amanda Nasution.

7. Serta semua pihak atas segala bantuan yang telah diberikan demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian semoga bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, Juli 2014

(8)

ABSTRAK Nama : Friza Luthfi

Program Studi : Arsitektur

Judul : Transformasi Gaya Arsitektur: Istana Maimun

Istana Maimun merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Deli yang hingga saat ini masih menjadi salah satu kebanggaan kota Medan. Istana ini setiap harinya dikunjungi ratusan pengunjung dari dalam maupun luar negeri yang menikmati keindahan istana dan juga ingin lebih tahu tentang sejarah Kesultanan Deli sendiri. Skripsi ini membahas tentang gaya arsitektur Istana Maimun dan latar belakang dibalik keindahan Istana Maimun yang seperti sekarang.

(9)

ABSTRACT Name : Friza Luthfi

Study Program : Architecture

Judul : Transformation of Architectural Style: Maimun Palace

Maimun Palace is one of Deli Kingdom’s heritage that is still being the

pride of Medan city until now. This palace is visited by hundreds of domestic and

foreign visitors who enjoyed the beauty of the palace and wondered about the

Deli Kingdom’s history as well. This thesis talks about the architectural style of

Maimun Palace and the story behind the beauty.

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR DIAGRAM... ix

DAFTAR TABEL... x

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

1.5. Kerangka Berpikir... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Identifikasi... 6

2.2. Gaya Dalam Arsitektur... 7

2.3. Pengaruh Budaya pada Arsitektur... 9

2.3.1. Pengertian Budaya... 9

2.3.2. Kebutuhan Budaya... 10

2.3.3. Budaya dan Arsitektur... 11

2.3.4. Perubahan Budaya dan Transformasi... 11

2.4. Transformasi... 12

2.4.1. Pengertian Transformasi...12

2.4.2 Asal-usul perubahan... 13

2.4.2.1. Adaptasi... 13

2.4.2.2. Pencapaian Kebutuhan Budaya... 14

(11)

2.4.3.1. Pertukaran Internal (Evolusionisme)... 15

2.4.3.2. Pertukaran Eksternal (Difusionisme)... 16

2.4.3.3. Pertukaran Terpadu... 17

2.4.4. Transformasi dalam Arsitektur... 18

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN... 20

3.1. Jenis Penelitian... 20

3.2. Variabel Penelitian...21

3.3. Populasi / Sampel... 23

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 24

3.5. Kawasan Penelitian... 25

3.6. Metode Analisa Data... 25

BAB 4. ISTANA KESULTANAN DELI... 28

4.1. Sejarah Kesultanan Deli... 28

4.2. Istana Labuhan Deli... 31

4.3. Istana Maimun... 34

4.3.1. Lingkungan Istana... 35

4.3.2. Denah Istana... 37

4.3.3. Pola Lantai dan Tangga Utama... 40

4.3.4. Atap... 41

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN... 46

5.1. Adaptasi... 47

5.2. Pencapaian Misi Budaya... 47

5.2.1. Deli Sebagai Kerajaan Islam... 47

5.2.2. Deli Sebagai Kerajaan Melayu... 50

5.2.3. Nilai Sosio Kultural... 53

BAB 6. KESIMPULAN... 54

(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kerajaan di Sumatera (1650-1700)... 1

Gambar 1.2. Wilayah Kesultanan Deli... 2

Gambar 4.1. Lambang Kesultanan Deli... 29

Gambar 4.2. Istana Labuhan Deli... 32

Gambar 4.3. Peta Perpindahan Kesultanan Deli... 34

Gambar 4.4. Lingkungan Istana... 36

Gambar 4.5. Denah Istana Maimun... 37

Gambar 4.6. Tampak Depan Istana Maimun... 38

Gambar 4.7. Perbandingan Istana Maimun dan Villa Godi... 38

Gambar 4.8. Pembagian Sumbu Simetrikal... 40

Gambar 4.9. Segmen Atap Istana... 41

Gambar 4.10. Atap Teritisan... 42

Gambar 4.11. Atap Utama Istana... 42

Gambar 4.12. Kubah Istana... 43

Gambar 4.13. Teritisan Menahan Air Masuk...44

Gambar 4.14. Teritisan Menahan Silau dan Panas Berlebih... 44

(14)

DAFTAR DIAGRAM

(15)

DAFTAR TABEL

(16)

ABSTRAK Nama : Friza Luthfi

Program Studi : Arsitektur

Judul : Transformasi Gaya Arsitektur: Istana Maimun

Istana Maimun merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Deli yang hingga saat ini masih menjadi salah satu kebanggaan kota Medan. Istana ini setiap harinya dikunjungi ratusan pengunjung dari dalam maupun luar negeri yang menikmati keindahan istana dan juga ingin lebih tahu tentang sejarah Kesultanan Deli sendiri. Skripsi ini membahas tentang gaya arsitektur Istana Maimun dan latar belakang dibalik keindahan Istana Maimun yang seperti sekarang.

(17)

ABSTRACT Name : Friza Luthfi

Study Program : Architecture

Judul : Transformation of Architectural Style: Maimun Palace

Maimun Palace is one of Deli Kingdom’s heritage that is still being the

pride of Medan city until now. This palace is visited by hundreds of domestic and

foreign visitors who enjoyed the beauty of the palace and wondered about the

Deli Kingdom’s history as well. This thesis talks about the architectural style of

Maimun Palace and the story behind the beauty.

(18)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah Sumatera Utara (dulunya Sumatera Timur) sudah terkenal sejak dari zaman pra sejarah sampai sekarang ini akan hasil buminya, seperti kapur barus, rotan, kayu gaharu, gambir, perak, tembaga, dan emas (Wolters, 1967: 122; Reid, 2010: 15,30 dalam Suprayitno, 2012). Potensi sumber daya alam dan posisinya yang strategis ini telah mengantarkan Sumatera Utara dalam jaringan perdagangan internasional.

Gambar 1.1. Kerajaan di Sumatera (1650-1700)

(19)

Hal ini menyebabkan wilayah pesisir timur Sumatera atau di muara-muara sungai yang menghubungkan kawasan pedalaman dengan pesisir, tumbuh Bandar-bandar perdagangan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi dan politik.

Keadaan geografis tersebut lah yang melatar-belakangi lahirnya kerajaan-kerajaan seperti kerajaan-kerajaan Aru, Deli, dan Serdang. Kerajaan-kerajaan-kerajaan ini memegang peranan penting dalam hal perbatasan lahan pertanian dan perkebunan. Kesultanan Deli selalu memiliki peran politik antara Aceh, Siak, dan Johor. Namun berkat kepiawaian para penguasa pada masa kesultanan deli tersebut, Deli tidak pernah menjadi arena pertempuran yang mematikan peradaban manusia seperti pembunuhan atas bangsawan di Johor dan Perak, Malaysia oleh pasukan Aceh.

Gambar 1.2. Wilayah Kesultanan Deli

(20)

Deli mencapai puncak kekuasaannya ketika hadir perusahaan perkebunan dan kolonialisme Belanda di Sumatera Utara. Pada masa inilah Sultan Deli mampu membangun istana dan masjid yang megah dan simbol-simbol kekuasaan lainnya di kota Medan sebagai sebuah kesultanan yang dihormati. Kerajaan Deli juga memiliki peninggalan-peninggalan sejarah dalam bidang arsitektur diantaranya kolam Sri Deli, Mesjid Raya, dan juga Istana Maimun. Istana yang terletak di Jl. Brig. Jend. Katamso ini dibangun atas kerjasama pihak kerajaan dan juga pihak kolonial Belanda. Sehingga bangunan istana memiliki banyak sekali perpaduan gaya arsitektural seperti arsitektur Islam, Melayu, India, Spanyol, Belanda, dll.

1.2. Rumusan Masalah

(21)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

• Memaparkan bentuk arsitektural dan ragam hias ornamental Istana

Maimun.

• Mengidentifikasi komponen-komponen tradisional Istana Maimun.

• Mengkaji lebih lanjut tentang latar belakang Istana Maimun pada akhirnya

berbentuk seperti sekarang.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan urutan yang telah dirangkum sebelumnya, penulis berharap dari penelitian ini dapat diambil manfaat tentang gaya arsitektural Istana Maimun yang meliputi:

(1) Latar belakang dibangunnya Istana Maimun

(2) Proses yang melatar-belakangi pembangunan Istana Maimun.

(22)

(Transformasi) 1.5. Kerangka Berpikir

Istana Kesultanan Deli

Istana Labuhan Deli Istana Maimun

Mengkaji sejarah Kesultanan Deli

Transformasi Gaya Arsitektural Istana Maimun

Kesimpulan

Unsur yang dirubah / dipertahankan

(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Identifikasi

Identifikasi adalah proses pengenalan, menempatkan obyek atau individu dalam suatu kelas sesuai dengan karakteristik tertentu. (Menurut JP Chaplin yang diterjemahkan Kartini Kartono yang dikutip oleh Uttoro 2008 : 8). Menurut Poerwadarminto (1976: 369) “Identifikasi adalah penentuan atau penetapan identitas seseorang atau benda”. Menurut ahli psikoanalisis identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan seseorang, secara tidak sadar, seluruhnya atau sebagian, atas dasar ikatan emosional dengan tokoh tertentu, sehingga ia berperilaku atau membayangkan dirinya seakan-akan ia adalah tokoh tersebut (Nainggolan, 2013).

Maksud lain dari identifikasi adalah untuk melihat apakah estimasi yang berupa angka dari parameter persamaan struktural dapat diperoleh dari koefisien persamaan bentuk reduksi (Surachmat, 2014)

(24)

2.2. Gaya Dalam Arsitektur

Dikutip dari wikipedia, bahwa gaya arsitektur adalah sebuah cara membangun yang digolongkan berdasarkan gaya atau ciri yang membuatnya mudah dikenal. Unsur yang menjadi bahan sebuah gaya arsitektur adalah bentuk, cara pembuatan, material, serta sifat atau karakter dari wilayah tempat bangunan tersebut dibuat. Penggolongan sebuah gaya arsitektur dapat didasarkan pada kapan bangunan tersebut dibuat karena dapat menjadi lambang sebuah kebiasaan atau fashion di era dimana bangunan tersebut dibuat. Selain itu, pengaruh agama serta kemajuan teknologi juga dapat mempengaruhi gaya sebuah bangunan.

Gaya (style) arsitektur diwakili oleh dua hal. Pertama, yang paling kasat mata adalah arsitektur dalam pengertian formalistik (wujud), bentukan masa, teknik membangun, fungsi-fungsi yang diwadahi, dan kesan keseluruhan karya tersebut. Yang kedua, lebih sulit dikenali, adalah dalam pengertian pra-anggapan, interpretasi dan wacana yang melatari kehadiran wujud arsitektur. Pada tataran ini, wujud “hanya” merupakan hasil dari proses desain. Yang harus diapresiasi adalah bobot pemikiran, curahan emosi, maupun penyaluran kehendak dari si arsitek. Beberapa karya yang dirancang dalam proses dan alur pemikiran yang kurang lebih serupa bisa menjadi pemicu kehadiran “gaya” tertentu (Media, 2008).

(25)

“universal”. Kehadiran ketiga gaya arsitektur tersebut sangat nyata di seluruh belahan dunia dan sangat terkait dengan tarik-menarik kekuatan global versus lokal, homogenitas versus heterogenitas kultur, keterbukaan versus ketertutupan masyarakat terhadap ide baru. Juga tidak kalah pentingnya, tergantung situasi finansial bangsa dan negara. Taksonomi tersebut sangat simplistic sifatnya, untuk itu jangan dipandang secara kaku. Di dalam gaya arsitektur yang lebih dekat pada referensi kultur tertentu, tetap saja akan ditemui pendekatan personal arsitek di dalamnya yang cukup untuk menghadirkan perbedaan dengan apa yang umum dilakukan. Tetap saja ada pendekatan arsitektur, pencarian yang bisa dikaitkan dengan samudera arsitektur di jagat ini. Pada zaman teknologi informasi seperti ini, bahkan tidak mungkin bagi kita untuk secara ketat menerapkan “kemurnian” gaya.

Situasi arsitektur mutakhir Indonesia memperlihatkan beragam gaya muncul di berbagai bagian negeri ini. Secara umum, kita bisa menyaksikan contoh pembagian taksonomis yang diterapkan secara eklektik, terkadang tanpa kesadaran atas “kepantasan” dengan alam negeri yang berbeda dengan alam asal gaya arsitektur tersebut.

(1) Gaya Arsitektur Kultural

(26)

(2) Gaya Arsitektur Personal

Yaitu arsitektur yang memiliki langgam memicu kemana latar belakang si arsitek sendiri. Latar belakang pendidikan, kebangsaan, dan kesukaan sang arsitek memegang peranan penting dalam karya yang dihasilkan. Salah satu contoh arsitek yang memiliki gaya yang khas yaitu Zaha Hadid.

(3) Gaya Arsitektur Universal

Yaitu gaya arsitektur yang bertujuan untuk menghadirkan gaya arsitektur untuk seluruh umat manusia di berbagai tempat berbeda secara sadar. Gaya universal ini didominasi oleh arsitek modernis akhir abad ke-19 sampai sekarang (Lestari).

2.3. Pengaruh Budaya pada Arsitektur

2.3.1. Pengertian Budaya

Pengertian budaya mengarah ke sifat yang berhubungan dengan logika, yang berarti tidak didatangkan sebagai definisi tetapi lebih ke dalam konteks yang berbeda dan diharapkan dapat membuat pengertian sendiri selain dari mengidentifikasikan konteks itu sendiri.

(27)

Hal ini menciptakan sistem aturan dan kebiasaan, yang merefleksikan gagasan dan ciptaan gaya hidup, perilaku, panduan, peran, sikap, makanan sebagaimana bentuk yang dibangun dari arsitektur (Parson dan Shils: 1962, Rapoport: 1977 dalam Loebis, 2002). Ada kecenderungan kesamaan yang lebih besar di dalam kultur daripada mereka sendiri. Keteraturan di dalam kultur adalah berhubungan dengan gaya hidup dan lingkungan yang terbangunan dalam setiap skala. Lebih lanjut dinyatakan bahwa sifat aturan ini akan diuraikan dalam lingkungan yang membedakan lingkungan dari yang lain.

2.3.2. Kebutuhan budaya

Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang selalu ditemukan ketika perilaku manusia dianalisa dari segi budaya, etnis, bahasa, perbuatan, jenis kelamin dan usia. Kebutuhan yang tidak tergantung pada sistem nilai struktur sosial yang khusus, juga tidak dikondisikan oleh lingkungan alami dimana masyarakat dapat dikembangkan pada tingkat pengembangan teknis dan sosial.

(28)

Max Neef (1992) memberikan kebutuhan dasar manusia yang bersifat terbatas, sedikit dan dapat diklasifikasikan dan kebutuhan ini sama dalam semua budaya dan dalam semua periode sejarah. Dia mengemukakan bahwa perubahan terhadap waktu dan melalui budaya adalah cara dimana kebutuhan itu dipenuhi. Lebih lanjut, dia membedakan kebutuhan manusia dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan yang menghasilkan progresif dan irreversibel. (Loebis, 2002)

2.3.3. Budaya dan Arsitektur

Interaksi dan pertukaran antar budaya merupakan perubahan dalam berbagai cara dan menciptakan sintesis baru dengan apa yang telah ada sebelumnya dan memungkinkan pengembangan periode di dalam mana akan melibatkan dan menemukan ekspresi baru dalam merespon interaksi dengan kultur eksternal. Gambaran budaya itu berinteraksi, memperkaya dan menciptakan sintesis baru dengan budaya yang ada dan menghasilkan bentuk arsitektur baru melalui transformasi (Loebis, 2002).

2.3.4. Perubahan budaya dan transformasi

(29)

bagi ukuran sistem sosial tertentu, sementara fungsi ini merupakan implikasi integrasi struktur dengan yang lain dalam sistem baru.

Dalam bahasa, transformasi adalah aturan sintaktis tertentu atau pola dasar kata dalam kalimat yang mengambil satu kategori sintaksis atau simbol dan merubahnya ke dalam string lain oleh proses penambahan, penghapusan atau permutasi yang dispesifiaksikan oleh aturan transformasional. Catatan dapat diperluas untuk hikayat dan mitos atau tujuan arsitektur dengan heterogenitas yang telah ada sebagai hasil dari transformasi yang dicapai (Loebis, 2002).

2.4. Transformasi

2.4.1. Pengertian Transformasi

(30)

2.4.2. Asal usul perubahan

Makna kata perubahan juga dapat berarti sebagai suatu keberhasilan masa lampau yang kemudian menghasilkan modifikasi atau penggantian unsur pola budaya yang mengarah pada urutan pola dalam waktu dan ruang yang menghasilkan pola budaya lainnya. Sejak saat itu, perubahan budaya menjadi perubahan historis yang berkaitan dengan rangkaian kejadian dan pergerakan dalam ruang dan waktu dan tidak dipelajari terpisah dari catatan sejarah.

Usaha yang terbaik untuk memperhitungkan asal usul perubahan budaya dalam evolusionisme dan strukturalisme ditemukan dalam pekerjaan terkahir dari sosiologi fungsionalis. Pandangan ini menjelaskan struktur dan proses perubahan budaya sebasgai sistem bagian yang terikat secara mutual, masing-masing dengan mengisi fungsi untuk mempertahankan sistem. Sistem ini merupakan catatan interpretual dengan kondisi keseimbangan dinamis di mana bagian atau peran disesuaikan untuk yang lain dan perubahan dalam subsistem untuk bagian yang baru. Sistem ini memuat upaya mencapai keadaan baru dan meninggalkan perubahan (Loebis, 2002).

2.4.2.1. Adaptasi

(31)

mobilisasi masyarakat dalam sumber dan mempertahankan pola budaya dalam usaha menciptakan keseimbangan dinamik.

Sehingga, menurut Parson dan Shills (1962) kondisi ini tidak dapat diatasi secara statis, karena sistem memiliki potensi yang tinggi untuk merangsang dan melaksanakan perubahan dan adaptasi dalam menjaga tujuan tendensi dari misi budaya dari masyarakat.

Meskipun adaptasi adalah faktor penting, tetapi tidak cukup dalam analisis proses perubahan dan transformasi karena tidak memperhitungkan peran aktif dari faktor eksternal, yang bekerja dengan baik (Loebis, 2002).

2.4.2.2. Pencapaian kebutuhan budaya

Sebagaimana dijelaskan di atas, kebutuhan budaya tidak hanya merupakan kebutuhan fisik atau kebutuhan biologi yang diajukan oleh Malinowski (1944) dan Mallmann (1973) tetapi juga keinginan, kebutuhan dan kebutuhan sosial yang dinyatkan oleh Radcliffe Brown (1922). Kebutuhan budaya adalah rangkaian interaksi dinamis dari kebutuhan biologi dan ideologi material (Loebis, 2002).

(32)

2.4.3. Perubahan Melalui Pertukaran

2.4.3.1. Pertukaran internal (evolusionisme)

Teori evolusionisme meyakini bahwa proses pertukaran budaya memperlihatkan keteraturan dan kecenderungan dari setiap pola untuk mengalami sebuah perubahan.

Kecenderungan ini juga dijelaskan dalam pandangan pakar teori lainnya seperti dialektika Hegel dengan cara berpikir dan juga gambar dunia. Pendekatan dialektika menawarkan jenis teori evolusi dari dunia dalam pengertian idealistis, yang menekankan pentingnya pemikiran dan produk mental dari pada dunia material dalam definisi sosial untuk dunia material dan fisik. Pendekatan dialektika didasarkan atas konflik dinamik yang dikembangkan dalam berbagai hal.

Penyelesaian kontradiksi ini terletak dalam perubahan dinamis dari kesadaran individu dalam konteks masyarakat. Setiap individu akan menyadari bahwa penggenapan dari kebutuhan ini terletak pada perubahan dinamis dan pengembangan semangat dan pola masyarakat secarra keseluruhan. Ritzer (1996) mengemukakan bahwa “Individu dalam skema Hegel bergulir dari pemahaman sesuatu kepada pemahaman diri sendiri dan pemahaman tempat mereka dalam skema hal, kepada Hegel, dengan proses evolusi yang terjadi dalam kontrol seseorang dan aktivitasnya (Loebis, 2002).

(33)

dan konsep ini tidak memiliki asal usul yang independen atau penyebaban tetapi muncul dalam kaitannya dengan aktivitas. Desakan dari kesadaran praktis itu berarti mengembangkan karakteristik dalam pemisahan historisme dalam perubahan sosial dari doktrin materialisme.

Penggabungan dan sintesisasi pemikiran dan tindakan manusia dapat merubah pola masyarakat dalam dua cara: melalui produktivitas atau kerja dan melalui aktivitas politik atau revolusi. Revolusi akan mengabaikan kontradiksi antara struktur kelas. Oleh karena itu, evolusi sosial akan menghentikan revolusi politik hanya bila pertentangan kelas dapat dihilangkan.

Kelemahan evolusionisme ini adalah ketidakmampuannya untuk mengambil poroses berkelanjutan secara radikal dan bahkan rangkaian yang diungkapkan dalam catatan historis. Secara sistematis ini mengabaikan pentingnya kejadian intruksi dengan peran faktor kesempatan tanpa melihat margin kepentingan teoritis pada respon dan inisiatif manusia dan diarahkan pada perubahan yang terjadi dalam mempengaruhi berbagai perubahan resultan (Loebis, 2002).

2.4.3.2. Pertukaran eksternal (Difusionisme)

(34)

Kajian empiris dari difusi ini mengungkapkan proses yang bukan hanya salah satu yang tidak mendiskrimiansikan berbagai unsur kultur yuang diberikan dan juga keberadaan dalam unsur migrasi terhadap kultur penerima tetapi diarahkan oleh gaya tertentu dan tekanan pada sisi kultur donor dan mengembangkan resistensi pada bagian penerima.

Pandangan ini didukung oleh Malinowski (1945) yang secara implisit menekankan bahwa dampak misi budaya ini mempengaruhi dan mengaktifkan kelembagaan tidak hanya semata berupa fusi atau campuran, tetapi diorientasikan pada garis yang berbeda dengan tujuan tertentu. Mereka tidak dipadukan satu dengan yang lain yang tidak dapat bertindak dengan cara yang sederhana.

Difusi tidak dapat diteliti dalam penelitian lapangan bila tidak didefinisikan dengan berabgai unsur dalam transformasi yang tidak kehilangan elemen budaya tetapi sistem yasng terorganisir.

Sifat perubahan budaya ditentukan oleh faktor-faktor dan keadaan yang tidak dapat dinilai oleh penelitian budaya itu saja. Kelas dan interplay dari kedua budaya ini selalu menghasilkan hal baru (Loebis, 2002).

2.4.3.3. Pertukaran terpadu

(35)

hal ini membatasi fokus pada pertukaran budaya eksternal dan tidak memperhitungkan pengaruh pertukaran budaya internal dan lingkungan lokal dalam proses perubahan dan transformasi. Sebaliknya, evolusionisme memastikan bahwa perbedan internal adalah penyebab dan proses berkelanjutan dan keseluruhan teori perubahan didasarkan atas spesialisasi internal. Dengan demikian evolusionsime cenderung mengabaikan perubahan yang diakibatkan oleh dampak perubahan budaya eksternal yang diajukan oleh difusionis. (Loebis, 2002)

2.4.4. Transformasi Dalam Arsitektur

Santoso (1981: 38), berpendapat bahwa ada 2 macam transformasi di bidang arsitektur.

(1) Transformasi dengan mempertahankan unsur-unsur dasar tertentu (Transformasi autokhton). Unsur-unsur dasar tersebut biasa disebut sebagai arsitektur permanen.

(2) Transformasi yang berisi suatu break dengan tradisi atau transformasi alternatif. Transformasi alternatif ini dapat dibagi dalam 2 macam.

(36)
(37)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang kompleks dan rinci. Penelitian yang menggunakan pendekatan induksi yang mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta merupakan penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif. Paradigma ini disebut juga dengan pendekatan konstruktifis, naturalistik atau interpretatif (constructivist, naturalistic of intrepetative approach), atau perspektif post-modern (Erlina, 2011).

Penelitian ini berarti:

(1) Menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah kelompok. (2) Menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan.

(3) Memberikan gambaran, baik yang berbentuk verbal maupun numerikal. (4) Menyajikan informasi dasar.

(5) Menciptakan seperangkat kategori atau pengklasifikasian. (6) Menjelaskan tahapan-tahapan atau seperangkat tatanan.

(38)

3.2. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang dapat membedakan atau mengubah nilai. Nilai dapat berbeda pada waktu yang berbeda untuk obyek atau orang yang sama, atau nilai dapat berbeda dalam waktu yang sama untuk orang atau obyek yang berbeda. Pada penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel dependen dan independen (Erlina, 2011).

3.2.1. Variabel Dependen

Variabel ini sering juga disebut dengan variabel terikat atau variabel tidak bebas, variabel output, kriteria atau konsekuen, dan menjadi perhatian utama dalam penelitian. Variabel tak bebas ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel sebab atau variabel bebas. Jadi variabel dependen adalah konsekuensi dari variabel independen.

Yang menjadi variabel dependen di dalam penelitian ini adalah bangunan Istana Maimun. Variabel ini merupakan perhatian utama dari penelitian ini dan bersifat terikat.

3.2.2. Variabel Independen

(39)

yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen, atau yang menyebabkan terjadinya variasi bagi variabel tak bebas (variabel dependen) dan mempunyai hubungan yang positif maupun negative bagi variabel dependen lainnya.

Yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah langgam dan latar belakang yang dimiliki oleh sang arsitek perancang Istana Maimun. Sang arsitek adalah orang yang sangat berperan penting dalam perencanaan dan pembangunan istana sehingga menjadi variabel utama yang membentuk sebab dalam penelitian ini.

3.2.3. Operasional Variabel

Operasionalisasi variabel penelitian ini ditampilkan pada tabel:

Variabel Indikator

Metode Penelitian Deskriptif Sumber

Data

Survey Skala Independen Gaya

Arsitektural Studi Literatur Jurnal Ilmiah Istana Labuhan Deli

Dependen Gaya

Arsitektural

Studi Literatur

Jurnal Ilmiah

Observasi Bentuk

[image:39.595.102.516.430.598.2]

Istana Maimun

(40)

3.3. Populasi / Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005:72). Populasi dalam penelitian ini digolongkan kedalam populasi homogeny yang berarti populasi ini memiliki sifat atau keadaan yang sama, sehingga dalam pengambilan sampel tidak perlu mempersoalkan jumlahnya secara kuantitatif sepanjang jumlah tersebut telah memenuhi syarat minimum sampel untuk tujuan analisis data penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah detail arsitektural Istana Maimun.

Sampel dapat dikatakan baik apabila sampel tersebut memenuhi dua kriteria yaitu presisi dan akurat. Sampel yang diharapkan memiliki presisi yang tinggi yaitu sampel yang mempunyai tingkat kesalahan pengambilan sampel yang rendah. Kesalahan pengambilan sampel (sampling error) adalah seberapa jauh sampel berbeda dari yang dijelaskan pleh populasinya. Adapun ruang lingkup sampel dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk detail arsitektural yang terdapat di Istana Maimun diantaranya:

(1) Lingkungan Istana (2) Bentuk Bangunan (3) Atap

(41)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian:

(1) Studi Kepustakaan, yaitu usaha untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan teori-teori yang ada kaitannya dengan masalah dan variabel yang diteliti, terdiri dari bangunan istana maimun dan gaya arsitektur yang terdapat didalamnya. Studi literatur ini diperoleh dari :

• Perpustakaan

• Hasil penelitian terdahulu

• Jurnal-jurnal imiah

• Media-media (cetak dan elektronik)

(2) Observasi, dilakukan dengan meninjau secara langsung detail arsitektural yang terdapat di Istana Maimun dan berada di dalam ruang lingkup sampel penelitian.

(42)

3.5. Kawasan Penelitian

Ruang lingkup pada kawasan penelitian ini yaitu bangunan Istana Maimun yang terletak di Jl. Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun, Medan, Sumatera Utara. Bangunan istana sendiri mempunyai luas kurang lebih 2.772M2.

3.6. Metode Analisa Data

Salah satu tujuan penelitian adalah untuk menguji hipotesis. Tujuan pengujian hipotesis untuk menentukan apakah jawaban teoretis yang terkandung dalam pernyataan hipotesis didukung oleh fakta yang dikumpulkan dan dianalisis dalam proses pengujian data.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Peneliti akan melakukan studi literatur tentang sejarah dibangunnya Istana Maimun yang diambil berdasarkan teori dan diadaptasi dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian didapatlah hasil berupa variabel moderating.

(43)

(3) Kemudian peneliti melakukan survey observasi tentang komponen arsitektural yang terdapat pada Istana Maimun sesuai populasi dan sampel yang telah ditentukan. Kemudian didapatlah hasil berupa variabel dependen

(4) Langkah selanjutnya peneliti mengelompokan variabel dependen kedalam kelompok gaya arsitektural yang didapat dari variabel independen dan moderating dan menarik kesimpulan antara ketiga variabel tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua metode penelitian antara lain deskriptif dan eksplorasi.

3.6.1. Analisa Deskriptif

Metode analisis deskriptif merupakan metode yang digunakan dengan mengadakan pengumpulan data dan penganalisaan data yang diperoleh sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat seta hubungan antar fenomena yang diteliti.

(44)

3.6.2. Analisa Eksplorasi

Analisa ini disebut juga analisa penjajakan yang bertujuan untuk memahami karakteristik fenomena atau masalah yang diteliti. Analisa ini dilakukan untuk mengklasifikasikan berbagai macam persoalan yang masih bersifat samar-samar. Tujuan langsung ari studi ini adalah untuk mengembangkan hipotesis atau pertanyaan-pertanyaan untuk penelitian selanjutnya (Cooper & Emory, 1995 dalam Erlina, 2011).

Tujuan Penelitian dan Variabel

Jenis Penelitian Metode Analisis

Studi literatur terhadap Istana Labuhan Deli (Independen)

Deskriptif Analisis data sekunder

Bangunan Istana Maimun (Dependen)

[image:44.595.103.513.311.540.2]

Eksplorasi Observasi

(45)

BAB 4. ISTANA KESULTANAN DELI

4.1. Sejarah Kesultanan Deli

Berdirinya Kesultanan Deli sangat sering dikaitkan dengan seorang tokoh asal India bernama Gocah Pahlawan. Gocah Pahlawan dianggap sebagai nenek moyang rakyat Deli dan Serdang. Gocah Pahlawan bernama asli Yazid dan merupakan keturunan raja–raja Bukit Mahameru, yang kemudian meninggalkan Pagaruyung karena terjadi konflik dengan ayahnya. Dengan menumpang kapal pedagang dari India, ia terdampar di Pantai Aceh Pasai (Pelly dkk., 1986:11 dalam Baiduri, 2012).

(46)

dengan Deli, sebagaimana disebutkan dalam surat Iskandar Muda kepada Raja James I dari Inggris tahun 1615 M sebagai salah satu negeri yang dikuasai Iskandar Muda (Husny, 1975 dalam Sinar, 1989). Oleh karena itu Kesultanan Deli boleh dikatakan sebagai lanjutan dari Kerajaan Aru-Deli Tua, sebab Gotjah Pahlawan kemudian digelari “Yang Di Pertuan Deli” dan keturunannya menjadi penguasa Deli. Dari sinilah dimulainya riwayat Kerajaan Deli.

[image:46.595.212.430.255.423.2]

Pada tahun 1665M Sri Gocah Pahlawan meninggal dunia, selanjutnya memerintah di Deli yaitu Tuanku Panglima Perunggit. Pada masa ini kekuasaan Aceh sudah lemah dan setelah mangkatnya Sultan Iskandar Thaani, maka Aceh diperintah oleh raja-raja perempuan. Pada tahun 1669M, Panglima Perunggit memploklamirkan Deli merdeka dari Aceh dan Berhubungan dengan Belanda di Melaka. Pada tahun 1700 masehi Tuanku Panglima Perunggit wafat dan kemudian tahta kesultanan digantikan oleh keturunannya secara turun-menurun. Secara keseluruhan raja atau sultan yang pernah bertahta di Kerajaan Deli adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Lambang Kesultanan Deli

(47)
[image:47.595.78.556.120.655.2]

Tabel 4.1. Sultan Deli dan Peranannya

Sumber: Sinar (1989)

Nama Sultan Peran

1. Tuanku Panglima Gocah Pahlawan (1632-1669)

Mendirikan Kesultanan Deli dan memusatkan

pemerintahan di Deli Tua

2. Tuanku Panglima Parunggit (1669-1698)

Memindahkan pemerintahan ke Medan

3. Tuanku Panglima Padrap (1698-1728)

4. Tuanku Panglima Pasutan (1728-1761)

Memindahkan pemerintahan ke Labuhan Deli

5. Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761-1805) 6. Sultan Amaluddin Mangedar Alam (1805-1850) 7. Sultan Osman Perkasa Alamsyah (1850-1858) 8. Sultan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873)

9. Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam (1873-1924)

Memindahkan pemerintahan kembali ke Medan

(48)

4.2. Istana Labuhan Deli

Kesultanan Deli dahulunya berada di kawasan provinsi Sumatera Utara, yang dulunya disebut Sumatera Timur. Wilayah Kesultanan Deli terletak antara 4057’ – 4039’ Lintang Utara, dan 98025’-90047’ Bujur Timur (Veth, 1877:153 dalam Baiduri, 2012). Sejak ditetapkannya lokasi Kesultanan Deli pusat pemerintahan telah mengalami beberapa kali perpindahan. Semasa Gocah Pahlawan, kesultanan Deli berkedudukan di Delitua, kemudian semasa pemerintahan Tuanku Panglima Parunggit bergeser ke Medan Deli, dan selanjutnya ke Labuhan Deli pada masa Tuanku Panglima Pasutan.

(49)
[image:49.595.115.510.311.571.2]

Gambar 4.2. Istana Labuhan Deli

Sumber: www.tropenmuseum.nl (2014)

(50)

Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Istana Labuhan Deli memiliki bentuk sebagai berikut:

• Memiliki beranda di bagian depan istana yang merupakan tempat

penghuni istana bercengkrama dan menjamu tamu kerajaan.

• Memiliki atap yang memiliki bubungan atau ruang pada bagian dalam atap

yang berfungsi sebagai tempat perputaran udara (kemungkinan berbentuk perisai atau pelana).

• Berbentuk rumah panggung dengan jarak dari tanah 4 meter.

• Memiliki tangga utama pada bagian depan istana menuju ke dalam

balairung istana

• Memiliki bentuk simetris

• Terdiri dari bangunan utama dan juga bangunan sekunder yang

dihubungkan dengan selasar-selasar.

• Sebagian besar material bangunan terbuat dari kayu dan dihias

menggunakan cat minyak.

• Memiliki balairung yang luas tanpa tiang pada bagian tengahnya sehingga

(51)

4.3. Istana Maimun

Pada tahun 1890, Sultan Ma’mun Al Rasyid memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Deli kembali ke Medan (Pelly dkk., 1986:2 dalam Baiduri 2012). Pada tahun 1876, Kesultanan Deli menetapkan kawasan yang menjadi daerah kekuasaannya yaitu meliputi daerah-daerah 1) Deli dan sekitarnya, 2) Sunggal atau yang disebut Serbanyaman, 3) Sepuluh dua kota atau XII kota (kemudian menjadi Hamparan Perak), 4) Sukapiring, dan 5) Senembah. Daerah Senembah yang terletak di perbatasan Deli dab Serdang terbagi menjadi beberapa daerah, yaitu Percut, Denai, Bedagai dan Padang.

[image:51.595.218.373.354.543.2]

Pada saat memindahkan pusat pemerintahan ke Medan, Sultan Ma’moen Al-Rasyid mendirikan sebuah istana yang megah yang bernama Istana Maimun. Batu pertama bangunan istana Maimun ini diletakkan oleh Sultan Makmoen Al Rasyid pada tanggal 26 Agustus 1888, pembangunan istana ini memakan waktu

Gambar 4.3. Peta Perpindahan Kesultanan Deli

(52)

hampir 3 tahun lamanya, dan mulai ditempati pada 18 Mei 1891 (Teruna, 2006). Pada saat itu juga Ibukota Deli resmi dipindahkan ke Medan. Istana Maimun adalah Istana kebesaran Kesultanan Deli dengan warna kuningnya (kuning merupakan warna kerajaan Melayu) dan khas gaya arsitektur Melayu di pesisir timur. Ia merupakan salah satu landmark yang terkenal di Medan, ibukota Sumatera Utara.

Istana ini memiliki luas 2,772 meter persegi, dan memiliki 30 kamar dan menghabiskan biaya hingga F1.100.000,-. Tidak hanya itu, Sultan Makmoen juga memesan perlengkapan untuk ruang resepsi dan balairung dari perusahaan Mutters yang menghabiskan biaya hingga F1.60.000,-. Puas dengan hasil karya Van Erp, beliau kemudian mempersayakan kembali Van Erp untuk mengarsiteki Masjid Raya Al-Mashun. (Teruna, 2006)

4.3.1. Lingkungan Istana

Istana Maimun berdiri diatas lahan yang berukuran kurang lebih 4,5 hektar. Bangunan istana menghadap kearah diantara timur dan timur laut. Dari lahan tersebut, dialokasikan sebesar 3600 m2 untuk bangunan istana.

(53)

dengan gerbang tadi. Dan melalui gerbang itu jugalah kita keluar dari komplek istana.

Sisi utara istana merupakan taman yang cukup luas. Selain berfungsi untuk memperindah kasawan istana, taman ini juga menjual tanaman-tanaman hias yang diperjual belikan secara bebas.

Terdapat pemukiman warga yang merupakan tempat tinggal para kerabat kerajaan yang terletak pada sisi barat istana. Pada tahun 2014, terdapat rumah dan kepala keluarga yang bermukim disitu.

Pada sisi tenggara berjarak sekitar 10 meter dari bangunan istana, terdapat bangunan bergaya Arsitektur karo tempat dipajangnya meriam puntung. Menurut sejarah, meriam puntung awalnya merupakan jelmaan saudara laki-laki Putri Hijau yang berusaha diculik oleh Raja Aceh pada saat itu.

A. Halaman Istana

B. Parkir Istana

C. Taman Istana

[image:53.595.161.365.457.709.2]

D. Pemukiman Kerabat

(54)

4.3.2. Denah Istana

Bangunan Istana Maimun memiliki luas total 2772M2. Bangunan terdiri dari tiga bagian, yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Lantai 1 bangunan merupakan area yang seluruhnya digunakan sebagai area administrasi dan area kerja pegawai kerajaan pada masa itu. Lantai dua bangunan induk digunakan sebagai balairung besar dan bagian belakangnya digunakan sebagai dapur dan area servis. Bangunan sayap kanan lantai dua digunakan sebagai ruang rehat dan kamar bagi keluarga dan kerabat kerajaan berjenis kelamin wanita, sedangkan sayap kiri digunakan untuk yang berjenis kelamin laki-laki (Hasil wawancara dengan Humas Yayasan Ma’moen Al-Rasyid, 2014).

[image:54.595.162.484.484.698.2]

Istana juga memiliki beranda yang besar mengelilingi lantai satu dan dua istana. Beranda ini memiliki lebar 2,4 m dan dahulu berfungsi sebagai tempat bersantai bagi kerabat dan tamu kerajaan.

Gambar 4.5. Denah Istana Maimun

Balairung Dapur

R. Istirahat

R. Istirahat R. Istirahat

(55)
[image:55.595.171.465.113.174.2]

Dilihat dari bentuk denah dan tampak bangunan yang merupakan cerminan satu sisi bangunan dengan yang lainnya, Istana Maimun menunjukkan kesimetrisan yang kuat. Kesimetrisan tersebut mengingatkan kepada gaya arsitektur Palladian, sebuah gaya arsitektur yang tercipta pada zaman Renaissance. Arsitektur Palladian adalah gaya arsitektur Eropa yang tercipta dari desain arsitek Venesia Andrea Palladio (1508-1580). Istilah “Palladian” biasanya merujuk kepada bangunan dengan desain yang terinspirasi dari karya Palladio. Gaya desain Palladio berbasis kuat pada simetri, perspektif dan nilai-nilai arsitektur kuil Romawi dan Yunani Kuno. Gaya ini terus berkembang sampai akhir abad ke-18

[image:55.595.166.463.480.674.2]

Gambar 4.6. Tampak Depan Istana Maimun

Gambar 4.7. Perbandingan Istana Maimun dan Villa Godi Istana Maimun

(56)

“Paladianisme yang Sebenarnya” di Villa Godi karya Palladio dari bukunya Quattro Libri dell Architettura. Sayap-sayap tambahannya merupakan bangunan agrikultural dan bukan bagian dari villa. Di abad ke-18 sayap-sayap bangunan tersebut menjadi bagian penting Palladianisme.

Dapat dilihat, Istana Maimun memiliki kemiripan simetrikal dengan Villa Godi yang ditunjukkan dari pembagian segmen bangunan yang terdiri atas sayap kiri, bangunan tengah dan sayap kanan, seperti yang disebut sebagai bagian penting Palladianisme.

(57)

Arsitek zaman Renaissans, terutama di Italia, juga meneliti reruntuhan bangunan kuno untuk mempelajari bagaimana proporsi dan simetri dulu diaplikasikan di struktur nyata. Hasil dari penelitian tersebut merupakan filosofi baru dari keindahan bangunan. Bangunan dan dekorasi Gothic yang mengimitasi pergerakan surgawi pun digantikan oleh simetri elegan yang mendemonstrasikan intelektual manusia.

4.3.3. Pola Lantai dan Tangga Utama

[image:57.595.177.477.89.228.2]

Sebagian besar lantai pada Istana Maimun ditutupi oleh tegel-tegel disusun secara berkombinasi. Tegel ini berukuran 30x30 cm dan terletak pada ruangan sebelah kiri dan kanan balairung, dapur, dan beranda depan istana. Lantai pada balairung istana menggunakan marmer putih berukuran 70x70cm. Marmer jenis ini juga menutupi tangga naik pada drop off menuju balairung istana.

Gambar 4.8. Pembagian Sumbu Simetrikal

(58)
[image:58.595.176.440.199.388.2]

Gambar 4.9. Segmen Atap Istana Maimun 4.3.4. Atap

Terdapat 3 segmen atap pada bangunan istana. Yaitu atap yang melindungi beranda pada lantai 2, atap yang menutupi lantai 2, atap yang menutupi loteng, dan atap pada drop off.

(59)
[image:59.595.113.511.100.221.2] [image:59.595.109.463.564.625.2]

Gambar 4.11. Atap Utama Istana Gambar 4.10. Atap Teritisan

Atap yang menutupi lantai 2 memiliki penutup terbuat dari bahan sirap berwarna abu-abu kehitaman. Pada segmen ini kemiringan atap 32 derajat. Atap memiliki hang over sepanjang 1,75 m.

Atap pada loteng lantai 2 memiliki penutup terbuat dari bahan berwarna charcoal. Loteng ini berguna sebagai area perputaran udara yang membuat suhu udara pada lantai satu dan dua istana tetap terjaga. Pada segmen ini kemiringan atap derajat. Atap memiliki hang over sepanjang.

Atap puncak berdiri diatas tembok layar setinggi 2 meter. Dan pada tembok layar terdapat ventilasi-ventilasi yang berbentuk kisi-kisi dan terletak secara berseberangan atau yang biasa disebut dengan sistem cross ventilation.

(60)

hitam. Ketiga kubah tersebut memiliki alas yang berbentuk segi empat dan memiliki ukuran yang sama, yaitu. Kubah memiliki empat sisi yang berdiri diatas setiap sisi pada alas segi empat, dan terjalin menjadi satu pada ujung-ujung sudutnya. Kubah ini merupakan kubah yang merebah rendah. Bangunan yang menggunakan atap kubah pada umumnya adalah bangunan yang berdenah bujur sangkar atau persegi panjang sehingga memberikan kesan besar dan megah pada bangunan tersebut. Namun kubah pada istana maimun ini berbentuk dan tidak menjadi pusat perhatian utama pada istana.

[image:60.595.230.404.308.418.2]

Atap Istana Maimun dibuat untuk dapat menyesuaikan dengan iklim tropis yang memiliki suhu rata-rata 30o, kemiringan hujan 17o, dan sinar matahari yang berlebihan. Atap over hang yang melindungi beranda lantai 2 memiliki over hang sepanjang 1,75 m bertujuan untuk mengantisipasi masuknya air hujan ke area beranda atau ruangan istana. Over hang ini juga berfungsi sebagai penahan masuknya sinar matahari yang berlebihan kedalam area istana sehingga sinar matahari yang masuk tidak membawa panas berlebihan dan juga cahaya yang menyilaukan.

(61)
[image:61.595.223.398.82.290.2]

Gambar 4.14. Teritisan Menahan Silau dan Panas Berlebih

[image:61.595.234.391.334.491.2]

Istana juga memiliki lantai loteng yang berukuran tinggi 2,5 m dengan lantai papan. Ruang loteng ini berfungsi sebagai ruang perputaran udara dimana terdapat ventilasi di sekeliling sisi dinding loteng. Loteng ini memiliki sistem cross ventilation guna melancarkan aliran udara pada ruang loteng sehingga suhu udara pada ruang istana lantai dua tetap terjaga baik. Hal ini telah ditemukan sejak rumah tradisional melayu ada. Karena mereka tinggal di sepanjang pantai dan

(62)
[image:62.595.129.521.182.343.2]

muara sungai serta tepi sungai, dan cukup lobang angin untuk menyegarkan udara tropis yang panas (Sinar, 1993).

(63)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan pembahasan terhadap komponen-komponen arsitektural Istana Maimun yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Adapun pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar-belakangi gaya arsitektur Istana Maimun.

Dari hasil perbandingan antara Istana Labuhan Deli dan Istana Maimun, dapat disimpulkan bahwa:

Perbandingan Gaya Arsitektural Istana Kesultanan Deli

(64)

Faktor yang melatar-belakangi transformasi:

5.1. Adaptasi

Penerapan bentuk atap perisai, cross ventilation dan bukaan lebar merupakan hasil penyesuaian dengan iklim Sumatera Utara yaitu iklim tropis yang memiliki temperatur dan kelembapan tinggi. Adaptasi ini memungkinkan bangunan tetap memiliki suhu yang nyaman terhadap penghuni bangunan. Karena dengan adanya ruang dibawah atap dan juga didukung dengan cross ventilation memungkinkan udara mengalir langsung dengan peletakan ventilasi atau jendela yang tegak lurus berseberangan. Penggunaan bukaan jendela yang besar dan jumlah ventilasi yang banyak juga membantu mengatur suhu dalam bangunan istana tetap dalam kondisi nyaman.

5.2. Pencapaian Misi Budaya

Kesultanan Deli berusaha untuk menunjukkan jati diri kerajaan yang diaplikasikan pada desain Istana Maimun. Hal ini merupakan pencapaian misi budaya Kesultanan Deli sebagai berikut.

5.2.1. Deli Sebagai Kerajaan Islam

(65)

Gotjah Pahlawan sebagai wakil sultan aceh juga memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam hingga ke pedalaman di seluruh wilayah kekuasaan Deli. Proses pengislaman ini dilakukan dengan cara damai, diantaranya menjalin ikatan persaudaraan dengan datuk Sunggal, salah satu dari empat wilayah yang menjadi bagian kesultanan Deli pada masa itu. Seiring perkembangan Kesultanan Deli, perkembangan agama Islam juga turut menyertai. Pada Saat itu hampir seluruh masyarakat Melayu mengikuti agama yang dianut Sultan mereka yaitu Islam (Sinar, 1989).

Namun berkembangnya Islam di tanah Melayu ternyata sudah terjadi sejak 1400 M. Setelah pusat imperium Melayu berada di Malaka dan Pameshwara di-Islam-kan dari Pasai, maka sejak itu terbentuklah suatu wadah baru bagi orang Islam yang disebarkan dari Melaka ke segenap penjuru nusantara. Penyebaran melalui rute dagang ini sambil diikuti dengan perkawinan puteri raja setempat, bukan saja membentuk masyarakat Islam disitu tetapi juga sekaligus membentuk “budaya Melayu”. Sejak itu terbentuklah definisi jatidiri Melayu yang baru yang tidak lagi terikat kepada factor genealogis (hubungan darah) tetapi disatukan oleh factor kultural (budaya) yang sama, yaitu kesamaan agama Islam (Sinar, 1989).

Bukti-bukti lain yang memperkuat bahwa masyarakat Melayu merupakan penganut Islam yang taat adalah sebagai berikut:

(66)

distinct language and are called Malaios. These Malaios hold the Alcoran of Mafemede in great veneration. They are polished and wellbred, fond of Music, and given to love”. (Mereka sebagaimana saya katakana adalah orang Islam dengan bahasa yang khas dan disebut “Orang Melayu”. Mereka bersih dan sangat berketurunan baik, sangat gemar akan music dan berkasih sayang).

(2) E. Godinho de Eredia, “Declaracam de Malacae India Meridionale Com o Cathay” (1613M). Terjemahan bahasa portugis ke Inggris oleh J.V. Milis: “The Malaios are all Serracenos or Moriscos”. (Orang Melayu itu semuanya Islam atau Muslim)

(3) R. J. Wilkinson, “A Malay English Dictionary” (1959) “A Malay” (occationally Moslem) e.g. “Masuk Melayu” (To turn Mohammedan)

Kesultanan Deli sebagai kerajaan Islam dapat dilihat pada perencanaan lingkungan istana. Pada istana Labuhan Deli terdapat mesjid pada bagian depan istana yaitu Mesjid Al-Osmani atau yang juga dikenal dengan Mesjid Labuhan Deli. Begitu juga Istana Maimun yang memiliki Mesjid Raya Al-Mashun yang terletak hanya 100 meter di depan Istana Maimun. Hal ini menguatkan identitas Kesultanan Deli sendiri sebagai kerajaan Islam dan juga mengikuti syariah Islam kehidupan sehari-hari.

(67)

langit-langit, lengkungan-lengkungan, dan juga kubah. Bentuk denah yang mengadopsi unsur arsitektur Palladian yang berbentuk simetris dengan peletakan bangunan utama di tengah dan bangunan pendukung di sayap kiri dan kanan merupakan arti dari ketuhanan yang maha esa. Ini merupakan hasil dari pencapaian misi budaya Kesultanan Deli yaitu mengedepankan ketuhanan yang maha esa dan dengan agama yang dianut yaitu Islam. Hasan Muarif Ambary dalam bukunya, Aspek-Aspek Arkeologi Indonesia menyatakan, “Istana Maimun yang memiliki atap-atap kubah dan barisan tiang penopang atap bercirikan khas Maroko, secara jelas meniru gaya Mughal India (atau mungkin kolonial Eropa yang menerapkan konsep arsitektur Mughal) untuk menandai sebuah istana Islami”.

5.2.2. Deli Sebagai Kerajaan Melayu

(68)

faktor kultural (budaya) yang sama, yaitu kesamaan agama Islam, bahasa Melayu, dan adat-istiadat Melayu di pesisir Sumatera Timur (Sinar, 1989).

Syafwandi berpendapat bahwa dalam menata ruang atau membentuk fisik bangunan rumah tinggal, masyarakat Melayu pada umumnya dipengaruhi oleh agama dan adat istiadat yang berlaku. Kehidupan etnis dan agamis yang tercerminkan pada bangunan kemudian diistilahkan dengan Arsitektur Melayu (Syafwandi, 1993 dalam Winandari, 2005:143).

Pintu dan jendela dicat menggunakan cat minyak dengan warna dominan kuning dengan paduan warna hijau dan putih. Warna putih sendiri banyak digunakan pada bagian kisi-kisi jendela dan pintu. Pemilihan warna kuning sebagai warna dominan merupakan pengaplikasian unsur budaya melayu yang mengartikan warna kuning sebagai warna kebesaran kerajaan dan sebagai perlambang kemakmuran Sedangkan hijau berarti kesuburan dan putih berarti kesucian. Perpaduan warna tersebut merupakan perlambang kerajaan yang mahsyur dan subur (Sinar, 1993).

(69)
(70)

5.2.3. Nilai Sosio Kultural

(71)

BAB 6. KESIMPULAN

Kerajaan Deli yang merupakan salah satu kerajaan Islam yang besar di Indonesia saat itu, sangat mengedepankan keagamaan dalam keseharian dan kebudayaannya. Bahkan kerajaan sendiri memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam ke seluruh wilayah kekuasaan kerajaan. Hal inilah yang membuat gaya arsitektur Istana Maimun sangat mengedepankan ketuhanan yang merupakan penunjukan jati diri Kerajaan Deli sendiri sebagai kerajaan yang beragama yaitu agama Islam. Selain itu juga Kesultanan Deli memberikan kesan sosial yang kuat pada desain Istana Maimun dengan membuat istana terkesan sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin berkunjung dan mempawa pesan kepada Sultannya.

(72)

DAFTAR PUSTAKA

Baiduri, R. 2012. Masjid Raya Al-Mashun Medan. Tinjauan Arsitektural dan Ornamental. Yogyakarta: Eja Publisher.

Briggs, M. S. 1959. Concise Encyclopaedia of Architecture. London: J.M Dent & Sons Ltd.

Erlina. 2011. Metodologi Penelitian. Medan

Jordan, R. F. 1988. Western Architecture. London: Thames and Hudson.

Lestari, D. S. S. Identifikasi Arsitektur Pada Daerah Pinggiran Surakarta. Kasus: Lingkungan Batas Kota Gerbang Makutho.

Loebis, M. N. 2002. Architecture in Transformation: The Case of Batak Toba. Universiti Sains Malaysia.

Media, V. 2008. Indikator Pelanggaran Karya Arsitektur dan Korelasinya dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Nainggolan, E. Z. 2013. Meningkatkan Kemampuan Identifikasi Bangun Datar Melalui Metode Bermain pada Siswa Kelas II SDN 8 Pulubala Kabupaten

Gorontalo. FGSD FIP Universitas Negeri Gorontalo.

Santoso, S. J. 1981. Dinamika Perkembangan Arsitektur di Jaman Prakolonial di P. Jawa. Majalah Dimensi no.5.

Sekaran, U. 2003. Research method for business: A skill building approach, 4th edition. John Wiley & Sons.

(73)

Sinar, T. L. 1989. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Sinar, T. L. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Perwira Medan. Sinar, T. L. 1993. Motif dan Ornament Melayu. Medan: Lembaga Pembinaan &

Pembinaan Seni Budaya Melayu.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABET. Suprayitno. 2012. Sejarah Kesultanan Deli (1632-1945)

Susendra. 2003. Cineplex di Yogyakarta. (Skripsi). UAJY. Sutanto, S. Makalah “Gaya-Gaya Arsitektur”.

Teruna, T. A. A. 2006. Sultan Makmoen Al Rasyid dan Berdirinya Pemerintahan Kota Medan serta Istana Maimoon. Bandung: Melajoe Marie Meladjoe. Winandari, M.I.R. 2005. Arsitektur Melayu adalah Arsitektur Tropis. Proceedings

of International Seminar Malay Architecture As Lingua Franca, Universitas Trisakti, Jakarta, 143-148.

Williams, K. Symmetry in Architecture.

Yuan, L. J. 1987. The Malay House: Rediscovering Malaysia’s Indigenous Shelter System. Institut Masyarakat.

(74)

LAMPIRAN

PETA KAWASAN

Gambar

Gambar 1.1. Kerajaan di Sumatera (1650-1700)
Gambar 1.2. Wilayah Kesultanan Deli
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
Tabel 3.2. Metode Analisis
+7

Referensi

Dokumen terkait

b Tidak memiliki dana untuk ditempat lain.. Abdul Rahim Siregar : Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Medan Studi Kasus: Daerah Aliran Sungai Deli Di Kelurahan Aur Medan

objek wisata Istana Maimun adalah sebuah kawasan wisata seni dan budaya dengan. potensi yang sangat besar dengan sejarah tentang Istana Maimun,

Bab I penelitian yang dilakukan ini merupakan deksripsi mengenai pengelolaan cagar budaya khususnya kawasan segitiga emas kota Medan, yakni Istana Maimun, Masjid Raya Al-Mashun

Kita dapat menemukan konsep transformasi berupa rotasi pada ornamen balairung Istana Maimun pada ornamen tembakau yang terdapat pada dinding balairung seperti pada Gambar

Landmark merupakan lambang dan simbol untuk menunjukkan suatu bagian kota, biasanya dapat berupa bangunan gapura batas kota (yang menunjukkan letak batas bagian

yang berfungsi sebagai tempat perputaran udara (kemungkinan berbentuk perisai atau pelana). • Berbentuk rumah panggung dengan jarak dari tanah 4 meter. • Memiliki tangga utama

kebutuhan budaya juga menjadi objek perubahan dan transformasi usaha untuk.

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar