EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN PERTAMA DARI HASIL SELFING
BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)
SKRIPSI
Oleh:
DESNI HANDAYANI ZENDRATO 050307038/BDP-PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Evaluasi Karakter Fenotip, Genotip dan Heritabilitas Keturunan Pertama dari Hasil Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.).
Nama : Desni Handayani Zendrato.
Nim : 050307038.
Departemen : Budidaya Pertanian. Program Studi : Pemuliaan Tanaman.
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Anggota
( Ir. Hot Setiado, MS ) NIP : 131 570 477 Ketua
ABSTRACT
The objective of the research was to evaluate the phenotypic and genotypic characters and the heritability of the F1 self-crossed from several maize varieties. The research was conducted on the field experimental of the Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan with 25 m altitude, from January 2009 to April 2009. The Randomized Blok design was used with one factor (Bayu F1 (selfing), Lagaligo F1 (selfing), Wisanggeni F1 (selfing), Lamuru F1 (selfing), Arjuna F1 (selfing), dan Srikandi Kuning-1 F1 (selfing). The results showed that the F1 (selfing) maize significantly affected the time of female flowering, the rate of seed filling, the number of seeds per ear, the weight of seeds per ear, the dry seed yielded. The highest heritability was found in the rate of seed filling. The Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) showed the highest rate of yielding among the F1 (selfing) varieties. The Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) was valuable for selfing to produce the pure line maize.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakter fenotip, genotip dan heritabilitas keturunan pertama dari hasil selfing beberapa varietas jagung. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan Ketinggian tempat ± 25 m dpl, mulai dari bulan Januari 2009 sampai Mei 2009. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan satu Faktor (F1 (selfing), Lagaligo F1 (selfing), Wisanggeni F1 (selfing), Lamuru F1 (selfing), Arjuna F1 (selfing) dan Srikandi Kuning-1 F1 (selfing). Hasil penelitian menunjukkan jagung F1 (selfing) berbeda nyata terhadap karakter umur keluar bunga betina, laju pengisian biji, jumlah biji pertongkol, bobot biji pertongkol dan produksi pipilan kering. Parameter yang diamati menunjukkan heritabilitas rendah sampai tinggi. Nilai heritabilitas tinggi terdapat pada karakter laju pengisian biji. Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) memiliki nilai rataan produksi yang tertinggi dibanding jagung F1 (selfing) lainnya. Pada Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) ini lebih memungkinkan dilakukan silang dalam.
RIWAYAT HIDUP
Desni Handayani Zendrato, dilahirkan pada tanggal 7 Desember 1987 di
Hilimbosi, Kabupaten Nias, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak kedua dari
delapan bersaudara, putri dari ayahanda A.R. Zendrato dan ibunda R. Hulu.
Pendidikan dasar penulis dimulai pada tahun 1993 di SD Inpres
Silimaomo, Tuhemberua, Nias dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan ke
SMP Negeri 2 Tuhemberua, Nias dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3
Gunungsitoli, Nias dan lulus tahun 2005.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) pada program studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi
Himpunan Mahasiswa Jurusan Budidaya Pertanian (HIMADITA) pada tahun
ajaran 2005/2006 sampai 2009/2010. Penulis pernah menjadi asisten
Laboratorium Biologi (2007/2008), Laboratorium Morfologi Tumbuhan
(2008/2009), Laboratorium Anatomi Tumbuhan (2008/2009) dan Laboratorium
Zat Pengatur Tumbuh (2007/2009).
Pengalaman di bidang kemasyarakatan, penulis dapatkan saat mengikuti
praktek kerja lapangan (PKL) di PTPN III unit Kebun Rambutan pada bulan Juni
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Judul skripsi ini adalah “Evaluasi Karakter Fenotip, Genotip dan Heritabilitas Keturunan Pertama dari Hasil Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) ” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS., dan Ir. Hot Setiado, MS., selaku dosen
pembimbing yang telah banyak mengarahkan, memberi saran, bimbingan, dan
masukan kepada penulis sejak persiapan penelitian sampai menyelesaikan skripsi
ini.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda A.R. Zendrato
dan Ibunda tercinta R. Hulu, kakak Besta, serta adek-adekku tersayang: Idam,
Benita, Misi, Rinci, Eldasari, Putri, trimakasih atas segala dukungan, doa dan
semangat. Khususnya kepada ayah dan ibu, penulis mengucapkan terimakasih atas
semua dana yang telah diberikan selama penulis menjalani perkuliahan.
Terimakasih juga kepada semua keluarga besar penulis, sanak saudara untuk
dukungan, dana dan doanya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar Mandolin
Community, Medan. Terimakasih kepada kak Lina, Adil, Erika, Eka, Jovitha,
Emer, Happy, Lely, Tini, bang Eve, bang Parlin, Eman, Kalvin, Ebid, Emon,
Yaman, kak Videl, Syaril, Diana, Andrian, Okta, Renhak, Andreas dan
kawan-kawan BDP’05, BDP’08 untuk semua dukungan, bantuan dan suka-duka yang
dibagi bersama. Dan Trimakasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu
penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan kemajuan dunia pertanian.
Medan, Juni 2009
Selfing ... 23
Pemeliharaan Tanaman ... 23
Penjarangan dan Penyulaman ... 23
Penyiraman ... 24
Penyiangan dan Pembubunan ... 24
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 24
Panen ... 24
Pengeringan da Pemipilan ... 25
Pengamatan Parameter ... 25
Tinggi Tanaman (cm) ... 25
Jumlah Daun (helai) ... 25
Kelengkungan Daun ... 25
Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) ... 26
Umur Keluar Bunga Jantan (hari) ... 26
Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 26
Umur Panen (hari) ... 26
Produksi Pipilan Kering per Plot (gram) ... 27
Heritabilitas ... 27
Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 32
Umur Panen (hari) ... 33
Laju Pengisian Biji (gram/hari) ... 34
Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... 35
Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 35
Bobot Biji per Tongkol (gram) ... 36
Bobot 100 Biji per Tongkol (gram) ... 37
Produksi Pipilan Kering per Plot (gram) ... 38
Heritabilitas ... 39
Uji Progenitas Pada Tinggi Tanaman (cm) ... 40
Uji Progenitas Pada Jumlah Daun (helai) ... 41
Uji Progenitas Pada Kelengkungan Daun ... 42
Uji Progenitas Pada Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) . 43 Uji Progenitas Pada Umur Keluar Bunga Jantan (hari) ... 44
Uji Progenitas Pada Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 45
Uji Progenitas Pada Laju Pengisian Biji (gram/hari) ... 47
Uji Progenitas Pada Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... 48
Uji Progenitas Pada Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 49
Uji Progenitas Pada Bobot Biji per Tongkol (gram) ... 50
Uji Progenitas Pada Bobot 100 Biji per Tongkol (gram) ... 51
Uji Progenitas Pada Produksi Pipilan Kering per Plot (gram) 52 Pembahasan ... 53
Karakter Vegetatif ... 53
Karakter Generatif ... 53
Heritabilitas ... 56
Uji Progenitas ... 58
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 63
Saran ... 63
DAFTAR TABEL
1. Nilai Harapan Kuadrat Tengah Pada Analisis Rak non-faktorial ... 21
2. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) 2-7 MST Jagung F1 (Selfing) ... 28
3. Rataan Jumlah Daun (helai) 2-7 MST dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 29
4. Rataan Kelengkungan Daun dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 30
5. Rataan Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) dari Jagung F1 (Selfing). ... .. 31
6. Rataan Umur Keluar Bunga Jantan (hari) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 31
7. Rataan Umur Keluar Bunga Betina (hari) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 32
8. Rataan Umur Panen (hari) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 33
9. Rataan Laju Pengisian Biji (g/hari) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 34
10. Rataan Jumlah Baris per Tongkol (baris) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 35
11.Rataan Jumlah Biji per Tongkol (biji) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 36
12.Rataan Bobot Biji per Tongkol (g) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 37
13.Rataan Bobot 100 Biji (g) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 38
14.Rataan Produksi Pipilan Kering per Plot (g) dari Jagung F1 (Selfing) ... .. 38
15.Nilai Duga Heritabilitas dari Berbagai Parameter ... .. 39
16.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Tinggi Tanaman (cm) ... .. 40
17.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Jumlah Daun (helai) ... .. 41
18.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Kelengkungan Daun ... .. 42
19.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) .. 43
20.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Umur Berbunga Jantan (hari) ... .. 44
21.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Umur Berbunga Betina (hari) ... .. 45
23.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Laju Pengisian Biji (gram/hari) ... .. 47
24.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... .. 48
25.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... .. 49
26.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Bobot Biji per Tongkol (gram) ... .. 50
27.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Bobot 100 Biji (gram) ... .. 51 28.Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Produksi Pipilan Kering per Plot (gram) 52
DAFTAR GAMBAR
1. Grafik Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) ... 29
2. Grafik Pertambahan Jumlah Daun (Helai) ... 30
3. Histogram Rataan Umur Keluar Bunga Betina Jagung F1 (Selfing) ... 31
4. Histogram Rataan Laju Pengisian Biji (g/hari) Jagung F1 (Selfing) ) ... 32
5. Histogram Rataan Jumlah Biji per Tongkol (biji) Jagung F1 Selfing ... 33
6. Histogram Rataan Bobot Biji per Tongkol (g) Jagung F1 (Selfing). ... 35
7. Histogram Rataan Bobot Biji per Tongkol (g) Jagung F1 (Selfing) ... 37
8. Histogram Rataan Tinggi Tanaman Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung .... 38
9. Histogram Rataan Jumlah Daun Tanaman Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung (7 MST) ... 39
10.Histogram Rataan Kelengkungan Daun Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 40
11.Histogram Rataan Jumlah Daun di Atas Tongkol Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 41
12.Histogram Rataan Umur Berbunga Jantan Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 42
13.Histogram Rataan Umur Berbunga Betina Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 43
14.Histogram Rataan Umur Panen Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 44
15.Histogram Rataan Laju Pengisian Biji Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung 45 16.Histogram Rataan Jumlah Baris per Tongkol Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 46
17.Histogram Rataan Jumlah Biji per Tongkol Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 47
19.Histogram Rataan Bobot 100 Biji Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 49
20.Histogram Rataan Bobot 100 Biji Tetua dengan F1 (Selfing) pada Jagung ... 50
21.Foto Lahan penelitian ... 76
22.Foto Perbandingan Tongkol Jagung ... 77
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
29. Jadwal Kegiatan ... 65
30. Bagan Penelitian ... 66
31. Deskripsi Jagung Varietas Bayu ... 67
32. Deskripsi Jagung Varietas Lagaligo ... 68
33. Deskripsi Jagung Varietas Wisanggeni ... 69
34. Deskripsi Jagung Varietas Lamuru ... 70
35. Deskripsi Jagung Varietas Arjuna ... 71
36. Deskripsi Jagung Varietas Srikandi Kuning-1 ... 72
37. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST Tetua ... 73
38. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 2 MST Tetua ... 73
39. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST F1 (Selfing) ... 73
40. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 2 MST F1 (Selfing) ... 73
41. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 2 MST ... 74
42. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 3 MST Tetua ... 74
43. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 3 MST Tetua ... 74
44. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 3 MST F1 (Selfing) ... 74
45. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 3 MST F1 (Selfing) ... 75
46. Tabel Uji Progenitas Tanaman Tetua dengan F1 (Selfing) 3 MST ... 75
47. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST Tetua ... 75
48. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 4 MST Tetua ... 75
49. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST F1 (Selfing) ... 76
51. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 4 MST ... 76
52. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 5 MST Tetua ... 76
53. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 5 MST Tetua ... 77
54. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 5 MST F1 (Selfing) ... 77
55. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 5 MST F1 (Selfing) ... 77
56. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 5 MST ... 77
57. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST Tetua ... 78
58. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 6 MST Tetua ... 78
59. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST F1 (Selfing) ... 78
60. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 6 MST F1 (Selfing) ... 78
61. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 6 MST ... 79
62. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 7 MST Tetua ... 79
63. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 7 MST Tetua ... 79
64. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 7 MST F1 (Selfing) ... 79
65. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) 7 MST F1 (Selfing) ... 80
66. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 7 MST ... 80
67. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 2 MST Tetua ... 80
68. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 2 MST Tetua ... 80
69. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST Tetua ... 81
70. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 2 MST F1 (Selfing)) ... 81
71. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 2 MST F1 (Selfing) ... 81
72. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 2 MST F1 (Selfing) ... 81
73. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 2 MST ... 82
75. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 3 MST Tetua ... 82
76. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST Tetua ... 82
77. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 3 MST F1 (Selfing) ... 83
78. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 3 MST F1 (Selfing) ... 83
79. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST F1 (Selfing)) ... 83
80. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 3 MST ... 83
81. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 4 MST Tetua ... 84
82. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 4 MST Tetua ... 84
83. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST Tetua ... 84
84. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 4 MST F1 (Selfing) ... 84
85. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 4 MST F1 (Selfing) ... 85
86. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 4 MST F1 (Selfing) ... 85
87. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 4 MST ... 85
88. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 5 MST Tetua ... 85
89. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 5 MST Tetua ... 86
90. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST Tetua ... 86
91. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 5 MST F1 (Selfing) ... 86
92. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 5 MST F1 (Selfing) ... 86
93. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST F1 (Selfing) ... 87
94. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 5 MST ... 87
95. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 6 MST Tetua ... 87
96. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 6 MST Tetua ... 87
97. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST Tetua ... 88
99. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun 6 MST F1 (Selfing) ... 88
100. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST F1 (Selfing) ... 88
101. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 6 MST ... 89
102. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 7 MST Tanaman Tetua ... 89
103. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 7 MST Tetua ... 89
104. Tabel Pengamatan Jumlah Daun (helai) 7 MST Tanaman F1(Selfing) ... 89
105. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun (helai) 7 MST Tanaman F1(Selfing) ... 90
106. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) 7 MST ... 90
107. Tabel Pengamatan Kelengkungan Daun Tetua ... 90
108. Data Transformasi Y=√x+0,5 Kelengkungan Daun Tetua ... 90
109. Daftar Sidik Ragam Kelengkungan Daun Tetua ... 91
110. Tabel Pengamatan Kelengkungan Daun F1 (Selfing) ... 91
111. Daftar Sidik Ragam Kelengkungan Daun F1 (Selfing) ... 91
112. Data Transformasi Y=√x+0,5 Kelengkungan Daun F1 (Selfing) ... 91
113. Daftar Sidik Ragam Kelengkungan Daun F1 (Transformasi Y=√x+0,5) ... 92
114. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) ... 92
115. Tabel Pengamatan Jumlah Daun di Atas Tongkol Tetua ... 92
116. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun di Atas Tongkol Tetua ... 92
117. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun di Atas Tongkol Tetua ... 93
118. Tabel Pengamatan Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) F1 (Selfing) ... 93
119. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun di Atas Tongkol F1 (Selfing) ... 93
120. Data Transformasi Y=√x+0,5 Jumlah Daun di Atas Tongkol F1 ... 93
121. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) F1 (Selfing) .... 94
123. Tabel Pengamatan Umur Keluar Bunga Jantan (hari) Tanaman Tetua ... 94
124. Daftar Sidik Ragam Umur Keluar Bunga Jantan (hari) Tanaman Tetua ... 94
125. Tabel Pengamatan Umur Keluar Bunga Jantan (hari) F1(Selfing) ... 95
126. Daftar Sidik Ragam Umur Keluar Bunga Jantan (hari) F1(Selfing) ... 95
127. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan Turunan F1(Selfing) ... 95
128. Tabel Pengamatan Umur Keluar Bunga Betina (hari) Tanaman Tetua ... 95
129. Daftar Sidik Ragam Umur Keluar Bunga Betina (hari) Tanaman Tetua .... 96
130. Tabel Pengamatan Umur Keluar Bunga Betina (hari) F1(Selfing) ... 96
131. Daftar Sidik Ragam Umur Keluar Bunga Betina (hari) F1 (Selfing) ... 96
132. Tabel Uji Progenitas Tanaman Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) ... 96
133. Tabel Pengamatan Umur Panen (hari) Tanaman Tetua ... 97
134. Daftar Sidik Ragam Umur Panen (hari) Tanaman Tetua ... 97
135. Tabel Pengamatan Umur Panen (hari) F1 (Selfing) ... 97
136. Daftar Sidik Ragam Umur Panen (hari) F1 (Selfing) ... 97
137. Tabel Uji Progenitas Tanaman Tetua dengan Turunan F1 (Selfing) ... 98
138. Tabel Pengamatan Laju Pengisian biji (gram/hari) Tanaman Tetua ... 98
139. Daftar Sidik Ragam Laju Pengisian Biji (gram/hari) Tanaman Tetua ... 98
140. Data Transformasi Y=√x+0,5 Laju Pengisian biji (gram/hari) Tetua ... 98
141. Daftar Sidik Ragam Laju Pengisian Biji (gram/hari) Tanaman Tetua ... 99
142. Tabel Pengamatan Laju Pengisisan Biji (gram/hari) F1(Selfing) ... 99
143. Data Transformasi Y=√x+0,5 Laju Pengisisan Biji (gram/hari) F1 (Selfing) ... 99
144. Daftar Sidik Ragam Laju Pengisian Biji (gram/hari) F1 (Selfing) ... 99
146. Tabel Pengamatan Jumlah Baris Per Tongkol (baris) Tanaman Tetua ... 100
147. Daftar Sidik Ragam Jumlah Baris Per Tongkol (baris) Tanaman Tetua ... 100
148. Tabel Pengamatan Jumlah Baris Per Tongkol (baris) F1 (Selfing) ... 100
149. Daftar Sidik Ragam Jumlah Baris Per Tongkol (baris) F1 (Selfing) ... 101
150. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Jumlah Baris per Tongkol ... 101
151. Tabel Pengamatan Jumlah Biji Per Tongkol (biji) Tanaman Tetua ... 101
152. Daftar Sidik Ragam Jumlah Biji Per Tongkol (biji) Tanaman Tetua ... 101
153. Tabel Pengamatan Jumlah Biji Per Tongkol (biji) F1 (Selfing) ... 102
154. Daftar Sidik Ragam Jumlah Biji Per Tongkol (biji) F1 (Selfing) ... 102
155. Tabel Uji Progenitas Tetua dengan F1 pada Jumlah Biji per Tongkol ... 102
156. Daftar Sidik Ragam Laju Pengisian Biji (gram/hari) Tanaman Tetua ... 102
157. Daftar Sidik Ragam Bobot Biji per Tongkol (gram) Tanaman Tetua ... 103
158. Tabel Pengamatan Bobot Biji per Tongkol (gram) Tanaman F1 ... 103
159. Daftar Sidik Ragam Bobot Biji per Tongkol (gram) F1 (Selfing) ... 103
160. Tabel Uji Progenitas Tanaman Tetua dengan Turunan F1 ... 103
161. Tabel Pengamatan Bobot 100 Biji (gram) Tanaman Tetua ... 104
162. Daftar Sidik Bobot 100 Biji per Plot (gram) Tanaman Tetua ... 104
163. Tabel Pengamatan Bobot 100 Biji (gram) Tanaman F1 ... 104
164. Daftar Sidik Bobot 100 Biji (gram) F1 (Selfing) ... 104
165. Tabel Uji Progenitas Tanaman Tetua dengan Turunan F1(Selfing) ... 105
166. Tabel Pengamatan Bobot 100 Biji (gram) Tanaman Tetua ... 105
167. Daftar Sidik Produksi Pipilan Kering per Plot (gram) Tanaman Tetua ... 105
170. Tabel Uji Progenitas Tanaman Tetua dengan Turunan F1(Selfing) ... 142
171. Rangkuman Uji Beda Rataan pada Tanaman Jagung F1 (Selfing) ... 143
172. Gambar 1. Foto Lahan Penelitian Tanaman Jagung F1 (Selfing) ... 144
173. Gambar 2. Foto Perbandingan Tongkol Jagung F1 (Selfing) ... 145
ABSTRACT
The objective of the research was to evaluate the phenotypic and genotypic characters and the heritability of the F1 self-crossed from several maize varieties. The research was conducted on the field experimental of the Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan with 25 m altitude, from January 2009 to April 2009. The Randomized Blok design was used with one factor (Bayu F1 (selfing), Lagaligo F1 (selfing), Wisanggeni F1 (selfing), Lamuru F1 (selfing), Arjuna F1 (selfing), dan Srikandi Kuning-1 F1 (selfing). The results showed that the F1 (selfing) maize significantly affected the time of female flowering, the rate of seed filling, the number of seeds per ear, the weight of seeds per ear, the dry seed yielded. The highest heritability was found in the rate of seed filling. The Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) showed the highest rate of yielding among the F1 (selfing) varieties. The Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) was valuable for selfing to produce the pure line maize.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakter fenotip, genotip dan heritabilitas keturunan pertama dari hasil selfing beberapa varietas jagung. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian USU, Medan dengan Ketinggian tempat ± 25 m dpl, mulai dari bulan Januari 2009 sampai Mei 2009. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan satu Faktor (F1 (selfing), Lagaligo F1 (selfing), Wisanggeni F1 (selfing), Lamuru F1 (selfing), Arjuna F1 (selfing) dan Srikandi Kuning-1 F1 (selfing). Hasil penelitian menunjukkan jagung F1 (selfing) berbeda nyata terhadap karakter umur keluar bunga betina, laju pengisian biji, jumlah biji pertongkol, bobot biji pertongkol dan produksi pipilan kering. Parameter yang diamati menunjukkan heritabilitas rendah sampai tinggi. Nilai heritabilitas tinggi terdapat pada karakter laju pengisian biji. Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) memiliki nilai rataan produksi yang tertinggi dibanding jagung F1 (selfing) lainnya. Pada Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) ini lebih memungkinkan dilakukan silang dalam.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa
daerah asal tanaman jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan),
kemudian dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7.000 tahun yang lalu,
dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru 4.000 tahun yang lalu. Jagung
mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1500an dan pada
awal tahun 1600an, yang berkembang menjadi tanaman yang banyak
dibudidayakan di Indonesia, Filipina dan Thailand (Iriany et al, 2008).
Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan dan
bahan baku industri. Pada tahun 2005, Indonesia mengimpor jagung 1,80 juta ton
dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,20 juta ton (Deptan, 2007). Badan
Pusat Statistik (2008) mengumumkan, Angka Tetap (ATAP) produksi jagung
tahun 2007 sebesar 13,29 juta ton pipilan kering. Dewasa ini produktivitas jagung
di tingkat petani baru menyentuh angka 3,4 t/ha. Di tingkat penelitian hasil jagung
berkisar antara 5,0-9,0 t/ha, bergantung pada kondisi lahan, lingkungan setempat
dan teknologi yang diterapkan (Deptan, 2008). Benih jagung hibrida yang
dikembangkan petani mampu memberi hasil 6-7 t/ha. Hal ini berarti peningkatan
produksi jagung Indonesia lebih banyak ditentukan oleh peningkatan
produktivitas dibandingkan dengan perluasan areal tanam (Deptan 2007).
Varietas unggul (baik hibrida maupun bersari bebas) mempunyai peranan
penting dalam upaya meningkatkan produktivitas jagung. Peranannya menonjol
pengendalian penyakit (Balitsereal.litbang.deptan.go.id, 2008). Dibandingkan
dengan jagung bersari bebas, jagung hibrida berpotensi hasil lebih tinggi karena
memiliki gen-gen dominan untuk berproduksi tinggi. Hibrida dikembangkan
berdasarkan gejala hybrid vigor atau heterosis dengan menggunakan populasi
generasi F1 (http://www.pustaka-deptan.go.id, 2008).
Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode eksploitasi potensi genetik
untuk mendapatkan kultivar unggul baru yang berdaya hasil tinggi pada kondisi
lingkungan tertentu (Azrai, 2008). Tanaman jagung mempunyai komposisi
genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan bunganya menyilang.
Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang homozigot justru
akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya
hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur dan hasilnya tinggi
justru diperoleh dari tanaman yang komposisi genetiknya heterozigot
(Takdir et al, 2008).
Selfing (silang dalam) adalah suatu metode dalam pemuliaan tanaman.
Pelaksanaanya adalah dengan cara melakukan penyerbukan sendiri. Penyerbukan
sendiri adalah perpindahan serbuk sari dari anther ke stigma dalam satu bunga.
Tujuan penyerbukan sendiri adalah untuk mengatur karakter-karakter yang
diinginkan dalam kondisi homozigot sehingga genotipe tersebut dapat dipelihara
tanpa perubahan genetik. Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri
Berdasarkan hasil pengamatan tetua selfing diperoleh bahwa tinggi
tanaman 7 MST (203,494-224,363 cm), jumlah daun (11,750-13,688 helai),
kelengkungan daun (0,454-0,557), jumlah daun di atas tongkol
(5,125-6,250 helai), umur keluar bunga jantan (50,13-53,88 hari), umur keluar
bunga betina (52,56-57,44 hari), umur panen (88,38-91,56 hari), laju pengisian
biji (2,024-3435 gram/hari), jumlah baris per tongkol (12,750-14,688 baris),
jumlah biji per tongkol (264,75-440,13 biji), bobot biji per tongkol
(69,330-123,069 gram), bobot 100 biji (23,101-30,229 gram), produksi pipilan
kering per plot (405,999-696,569 gram) (Sihombing, 2008).
Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul oleh
suatu karakter didominasi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Dengan
demikian pemulia tanaman dapat memperkirakan karakter yang akan memberikan
respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki
nilai heritabilitas tinggi (Sjamsudin, 1990).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
karakter vegetatif, generatif dan nilai heritabilitas keturunan pertama dari hasil
selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.)
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui karakter fenotip, genotip dan nilai heritabilitas
Hipotesis Penelitian
- Adanya perbedaan karakter fenotip dan genotip tetua dengan keturunan
pertamanya dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.).
- Adanya perbedaan nilai heritabilitas tetua dengan keturunan pertamanya
dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.).
Kegunaan Penelitian
- Sebagai bahan dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu
syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung
diklasifikasikan dalam kingdom : Plantae, divisio : Anthophyta,
kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan
spesies : Zea mays L.
Sistem akar primer terdiri atas radikula dan akar-akar seminal yang
muncul dari bagian pangkal biji ketika berkecambah. Kemudian sistem akar yang
tetap (sekunder) berkembang dari empat sampai lima buku pertama dari batang
yang tetap di bawah tanah. Akar-akar penguat atau udara terbentuk dari beberapa
buku di atas permukaan tanah (Fischer dan Palmer, 1996).
Batang tanaman jagung tingginya berkisar antara 1,5 m dan 2,5 m dan
terbungkus pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap buku.
Buku batang muda terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus
rapat-rapat sepanjang batang utama. Percabangan (batang liar) umumnya
terbentuk pada pangkal batang. Batang liar ini adalah batang sekunder yang
berkembang pada ketiak daun terbawah dekat permukaan tanah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 2000). Batangnya terdiri dari 8-12 buku. Daun jagung
muncul dari buku-buku batang, sedangkan pelepah daun menyelubungi ruas
batang. Kedudukan daun berlawanan antara yang satu dengan yang lainnya. Tepi
berbulu (glaborous) dan umumnya mengandung stomata lebih banyak
dibandingkan dengan permukaan atas (Subandi et al, 1998).
Daun terdapat pada buku-buku batang dan terdiri dari kelopak daun, lidah
daun (ligula) dan helaian daun. Helaian daun memanjang yang ujungnya
meruncing. Antara pelepah daun dan helai daun dibatasi oleh stipula yang berguna
untuk menghalangi masuknya air hujan (embun) ke dalam pelepah daun. Jumlah
daun sekitar 8-18 helai, berwarna hijau atau hijau kekuning-kuningan, berbentuk
pita memanjang, bertulang daun sejajar menyirip ke ujung daun, ibu tulang
mengeras (Nurmala, 1998).
Jagung merupakan tanaman berumah satu. Jagung menghasilkan
bunga-bunga jantannya dalam suatu perbungaan terminal (malai) dan
bunga-bunga betina pada tunas-tunas samping (tongkol). Jagung adalah protandri,
yakni mekarnya bunga jantan (pelepasan tepung sari) biasanya terjadi satu atau
dua hari sebelum munculnya tangkai putik (umumnya dikenal sebagai rambut).
Karena pemisahan tongkol dan malai bunga jantan serta protandri
pembungaannya, jagung merupakan suatu spesies menyerbuk silang. Produksi
tepung sari melimpah, dan ada taksiran-taksiran bahwa 25.000 sampai 50.000
butir tepung sari dihasilkan untuk setiap biji potensial (Fischer dan Palmer, 1996).
Pembungaan pada jagung ditandai oleh kemunculan kepala-kepala sari
dari buliran pada malai bunga jantan dan kemunculan rambut-rambut
(kepala-kepala putik) dari kelobot. Perkembangan rambut dimulai kira-kira
10 sampai 15 hari sebelum rambut-rambut pada floret-floret bagian pangkal
memulai pertumbuhannya lebih lambat dapat muncul pertama karena jarak yang
harus mereka lewati lebih pendek (Fischer dan Palmer, 1996).
Bunga jantan berada di puncak batang dalam bentuk malai di ujung, yang
umumnya disebut tasel (tassle). Jika kepala sari dari tasel pecah terbentuklah
kabut debu serbuk sari. Telah dihitung bahwa sebuah tasel dapat menghasilkan
60 juta serbuk sari. Bunga betina tumbuh di bagian bawah dari tanaman dalam
bentuk bulir majemuk atau disebut tongkol (cobs) yang tertutup rapat oleh upih
daun yang disebut kulit ari (busk). Muncul dari ujung tongkol dijumpai sejumlah
besar rambut panjang atau rambut sutera (silks), yaitu kepala putik. Sewaktu
reseptif rambut sutera ini lengket, sehingga serbuk sari mana pun yang tertiup ke
arah rambut ini akan melekat. Setiap rambut atau kepala putik dihubungkan oleh
tangkai putik yang panjang ke bakal buah tunggal yang setelah dibuahi menjadi
biji atau inti biji (kernel) (Loveless,1983).
Anak bulir jantan tertancap berpasangan atau tiga. Benang sari 3, anak
bulir betina dalam 8 baris vertikal atau lebih dan terkumpul berpasangan. Bakal
buah berbentuk telur, tangkai putik sangat panjang, dengan ujung bercabang dua
pendek (Steenis, 2003).
Pada jagung bunga jantan biasanya memencarkan serbuk sari sebelum
bunga betina pada tanaman yang sama menjadi masak. Ketika kepala putik bunga
betina menjadi reseptif, maka serbuk sari dari pohon jagung yang bersebelahan
tertiup angin dan akan menempel padanya, sehingga terjadilah penyerbukan silang
Biji biji tertempel kuat pada suatu poros yang kuat (“janggel”). Seluruh
tongkol terbungkus, seringkali sangat rapat, oleh pelepah-pelepah daun yang
berubah yang disebut kelobot. Berat biji individual merupakan hasil perkalian
lamamnya periode pengisian biji yang efektif dan laju pertumbuhan biji, dan
keduanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan terutama suhu.
(Fischer dan Palmer, 1996).
Kemasakan fisiologi tanaman ditandai oleh pembentukkan suatu lapisan
pemisah atau lapisan hitam pada tungkai bunga tiap biji. Periode sejak
pembungaan sampai kemasakan bijian untuk setiap genoptip akan sangat
bergantung pada suhu, walaupun suatu lingkungan yang tak menguntungkan dapat
mempercepat pembentukan lapisan hitam. Ukuran biji bergantung pada
faktor-faktor yang mengendalikan penyediaan asimilat untuk pengisian biji, jumlah biji
yang tumbuh, dan batas-batas pertumbuhan biji-biji individual yang ditentukan
secara genetik (Fischer dan Palmer, 1996).
Syarat Tumbuh
Iklim
Areal dan agroekologi pertanaman jagung sangat bervariasi, dari dataran
rendah sampai dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah, berbagai tipe iklim dan
bermacam pola tanam. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung
Agar tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan curah hujan
sekitar 600 mm-1200 mm per tahun yang terdistribusi merata selama musim
penanaman (Kartasapoetra, 1988).
Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi
di dataran tinggi di atas 1000 m dpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung
sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 m dari permukaan
laut, umur panen jagung akan mundur satu hari (Iriany et al, 2008).
Intensitas radiasi matahari sangat diperlukan dalam jumlah yang cukup,
sesuai dengan sifat tanaman jagung sebagai golongan C4. Sebaiknya jagung
mendapat cahaya matahari yang langsung, tanpa adanya naungan
(Nurmala, 1998).
Keadaan lingkungan yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dan
kebutuhan tanaman akan keadaan lingkungan yang khusus mengakibatkan
keragaman jenis tanaman yang berkembang menurut perbedaan tempat
(Sitompul dan Guritno, 1995).
Jagung termasuk tanaman C4 yaitu tanaman ini mempunyai kelebihan
yaitu mempunyai aktivitas fotosintesis yang relatif tinggi pada keadaan normal,
fotorespirasi yang sangat rendah, transpirasi rendah serta efesiensi dalam
penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomis yang
Tanah
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik,
dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang
dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air (Iriany et al, 2008).
Derajat keasaman tanah untuk jagung berkisar antara 5,5-7,5 dengan pH
optimum adalah 6,8 (Nurmala, 1998).
Produksi jagung berbeda antara daerah, terutama disebabkan oleh
perbedaan kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang ditanam. Variasi
lingkungan tumbuh akan mengakibatkan adanya interaksi genotip dengan
lingkungan, yang berarti agroekologi spesifik memerlukan varietas yang spesifik
untuk dapat memperoleh produktivitas optimal (Iriany et al, 2008).
Varietas
Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat
dipertahankan setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas
berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas
sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).
Kasno et al, (2005) menyatakan bahwa varietas menunjuk pada sejumlah
individu dalam suatu spesies yang berbeda dalam bentuk dan fungsi fisiologi
tertentu dari sejumlah individu lainnya dalam suatu spesies yang sama.
Penggunaan varietas yang berbeda akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi
Pada awal penggunaan jagung hibrida, varietas yang dilepas adalah hibrida
silang puncak ganda, namun sekarang lebih banyak hibrida silang tunggal.
Pembentukan galur inbrida berasal dari materi populasi dasar berupa varietas
bersari bebas, hibrida, varietas lokal, dan plasma nutfah introduksi
(Takdir et al, 2008).
Varietas jagung bersari bebas dapat berupa varietas sintetik maupun
komposit. Varietas sintetik dibentuk dari beberapa galur inbrida yang memiliki
daya gabung umum yang baik, sedangkan varietas komposit dibentuk dari galur
inbrida, varietas bersari bebas, dan hibrida. Varietas sintetik adalah populasi
bersari bebas yang berasal dari silang sesamanya (intercross) antar galur inbrida.
Varietas komposit dibentuk dari galur, populasi, dan atau varietas yang tidak
dilakukan uji daya gabung terlebih dahulu. Sebagian bahan untuk pembentukan
komposit berasal dari galur dan varietas (Mejaya et al, 2008).
Untuk varietas-varietas jagung yang sesuai terhadap lingkungannya,
lamanya pertumbuhan total (dari penanaman sampai kemasakan biji) dapat
bervariasi dari 65 hari di dataran rendah tropik sampai kira-kira 12 bulan di
dataran tinggi tropik, yang bergantung pada genotip dan panjangnya musim
pertumbuhan oleh suhu, ketersediaan lengas, pergiliran tanaman, dan kebutuhan
persediaan pangan yang tepat waktunya (Fischer dan Palmer, 1996).
Selfing
Pada tanaman menyerbuk sendiri, terjadi pemindahan serbuk sari dari
kotak sari kepada kepala putik dari bunga yang sama, atau tanaman yang sama.
tanaman menyerbuk sendiri di alam bebas, tersedia galur murni yang homozigot
pada hampir setiap lokus gen (Makmur, 1992).
Shull (1910) dalam Welsh (2005) menjelaskan bahwa dari hasil
persilangan tertentu dalam silang dalam tanaman jagung, didapatkan suatu
peningkatan pertumbuhan dan kekuatan tanaman pada keturunannya, padahal
pada persilangan yang lain ekspresi heterosis sangat kecil atau tidak ada sama
sekali. Ia kemudian berpendapat bahwa heterosis dapat pula terjadi pada beberapa
persilangan jagung silang dalam.
Silang dalam menyebabkan homosigositas, yaitu munculnya gen-gen yang
merugikan (letal) dan berkurangnya ketegaran tetapi dapat digunakan untuk
mengembangkan galur murni dari spesies menyerbuk silang. Derajat silang dalam
tergantung pada intensitas pembuahan sendiri atau perkawinan individu yang
berkerabat (Crowder, 1997).
Untuk mendapatkan hasil yang tinggi terhadap suatu jenis tanaman,
mula-mula dilakukan inbeeding terus menerus terhadap berbagai varietas atau
strain, sampai ditemukan galur-galur murni yang dianggap baik (Yatim, 1986).
Peristiwa ketegaran hibrid dan tekanan inbreeding telah sejak lama dikenal
pada jagung, kemudian dikembangkan juga pada tanaman menyerbuk silang
lainnya. Ketegaran hibrid atau heterosis didefenisikan meningkatnya ketegaran
(vigor) dan besar turunan F1 melebihi kedua tetua, bila dua galur inbred
disilangkan. Sebaliknya tekanan inbreeding terjadi bila dilakukan inbreeding atau
penyerbukan sendiri beberapa generasi dari tanaman menyerbuk silang
Penyerbukan sendiri atau silang dalam pada tanaman menyerbuk silang
akan mengakibatkan terjadinya segregasi pada lokus yang heterozigot, frekuensi
yang homozigot bertambah, dan genotype heterozigot berkurang. Hal tersebut
akan menyebabkan penurunan vigor dan produktivitas tanaman, atau disebut juga
depresi silang dalam (inbreeding depression) (Takdir et al, 2008). Menurut
Stern et al, (2003) tanaman menyerbuk sendiri memiliki kehomozigotan yang
tinggi, karena gen-gen yang dimilikinya berasal dari tetua yang sama.
Penyebab depresi silang dalam ini tampaknya berkaitan dengan tak
terkendalikan pemunculan genotip-genotip homozigot resesif dan letal yang
merugikan. Selain itu genotip-genotip heterozigot yang menguntungkan justru
hilang akibat perkawinan diri ini (Welsh, 2005).
Oleh inbreeding terus-menerus, kehomozigotan makin meningkat antara
individu suatu penduduk atau antara gen dalam atau individu. Kehomozigotan ini
akan melemahkan individu-individu terhadap perubahan lingkungan, tetapi variasi
makin sedikit. Inbreeding menuju kepada stabilisasi varietas suatu spesies, karena
genotip makin sama pada individu-individu suatu penduduk, dan dalam tiap
individu makin banyak gen yang homozigot (Yatim, 1986).
Heritabilitas
Heritabilitas adalah proposi dari variasi fenotipe total yang disebabkan
oleh efek gen. Heritabilitas dari suatu sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1
(Stansfield, 2005).
Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian
kepada keturunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik
besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan
heritabilitas makin kecil (Crowder, 1997).
Ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman mempunyai karakter
genetik berbeda, umumnya dapat dilihat bila varietas-varietas yang berbeda
ditanam pada lingkungan yang sama. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan
dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu dengan lainnya dalam
mempengaruhi penampilan fenotip tanaman (Makmur, 1992). Heritabilitas dapat
diperbesar apabila varian genetik diperbesar atau varian fenotip diperkecil
(Wahdan et al,1996).
Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat
memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor
lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik
lebih berperanan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor
lingkungan (Poehlman and Sleper, 1995).
Ragam fenotipe merupakan total ragam biologis dan terdiri dari ragam
genetik, ragam lingkungan dan interaksi antara keduanya. Variasi lingkungan
ditimbulkan oleh lingkungan, diukur dengan rata-rata tanggapan tetua homozigot
dan keturunan F1 terhadap lingkungan tertentu. Variasi genetik timbul dari gen-gen yang sedang segregasi dan interaksinya dengan gen-gen lain, diukur dengan
Seleksi
Seleksi ialah memilih serta mencari keturunan tanaman atau ternak yang
memiliki karakter baik, yang berguna untuk meningkatkan hasil serta mutunya.
Karakter-karakter yang baik ditentukan genotype, tetapi expresinya dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (Yatim, 1986).
Seleksi yang berpedoman pada nilai variabilitas genotipik dan fenotipik
serta heritabilitas dapat membantu ketajaman seleksi sehingga hasil yang
didapatkan akan lebih baik. Variabilitas genotip yang tinggi akan mempengaruhi
variabilitas fenotip dalam suatu populasi, sehingga pemulia mempunyai peluang
yang lebih besar dalam melakukan seleksi (Budiyanti, 2007).
Potensi karakter baik ditentukan dalam genotype. Maka untuk mendapat
jaminan dan kestabilan exspresi potensi yang tinggi, orang harus membuat seleksi
pada sifat genetis, sedangkan seleksi morfologis (fenotipe) hanya menyertainya
(Yatim, 1986).
Efektif atau tidaknya suatu seleksi tanaman berdaya hasil tinggi dari
sekelompok populasi, tergantung dari seberapa jauh keragaman hasil yang
disebabkan faktor genetik yang nantinya diwariskan kepada keturunannya dan
seberapa jauh pula keragaman hasil yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh
tanaman (Makmur, 1992).
Pendekatan yang paling nyata untuk peningkatan hasil adalah mengatur
luas daun melalui populasi tumbuhan, meningkatkan fotosintesis daun melalui
seleksi untuk laju fotosintesis yang tinggi, atau dengan memodifikasi susunan
daun (Fischer dan Palmer, 1996).
Keberhasilan sistem seleksi tergantung pada kemampuan pemulia untuk
menentukan fenotip yang tepat serta pertimbangan dalam menentukan
heritabilitas. Pada karakter yang heritabilitasnya rendah, pertambahan gen
berlangsung lambat, walaupun penggabungan gen-gen tersebut dapat tercapai.
Seleksi akan sangat efektif pada tanaman yang heritabilitasnya tinggi
(Welsh, 2005).
Uji Progenitas
Uji progenitas dipergunakan sebagai suatu sistem evaluasi mengukur
karakter terbaik setiap induk yang dapat digunakan pada persilangan selanjutnya
dalam seleksi berulang. Uji keturunan tersebut dengan demikian tidak
mempersoalkan asal dari keturunan. Setiap produksi sistem keturunan berguna
dalam mengidentifikasi karakter induk yang dapat dipergunakan dalam program
pemuliaan spesifik (Welsh, 2005).
Pada tanaman menyerbuk sendiri individu tanaman adalah homozigot.
Secara genotip dapat diproduksi pada keturunan dan kemungkinan dapat
dievaluasi melalui progeny test/pengujian keturunan (Hasyim, 2002).
Metode seleksi yang dikembangkan untuk meningkatkan proporsi karakter
yang diinginkan pada populasi tanaman secara konvensional tergantung dari
sistem perkembangbiakan tanaman, dan peran gen-gen yang mengendalikan
karakter tersebut. Metode seleksi berdasarkan peran gen yang mengendalikan
gen ini diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. Peran dan jumlah gen yang
menentukan arah dan kemajuan seleksi (Widodo, 2003).
Karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari suatu
perbedaan perlakuan yang sangat kecil, atau tidak ada perbedaan perlakuan sama
sekali, atau galat percobaan yang terlalu besar atau keduanya
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas
permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2008 sampai dengan
Mei 2008.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih
jagung keturunan pertama dari hasil selfing yaitu: Bayu F1 (selfing), Lagaligo F1 (selfing), Wisanggeni F1 (selfing), Lamuru F1 (selfing), Arjuna F1 (selfing), Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) sebagai objek pengamatan, pupuk (TSP, KCL, Urea), insektisida Decis 2,5 EC untuk mengendalikan hama, fungisida Dithane
M-45 untuk mengendalikan jamur, air untuk menyiram tanaman, dan bahan-bahan
lain yang mendukung penelitian ini.
Adapun alat-alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengolah lahan,
timbangan analitik untuk menimbang kebutuhan pupuk dasar dan menimbang
produksi tanaman, gembor untuk menyiram tanaman, handsprayer untuk
mengaplikasikan insektisida dan fungisida, meteran untuk mengukur luas lahan
dan tinggi tanaman, plastik transparan 1 kg dan ¼ kg, papan nama, papan
perlakuan, pacak sampel, alat tulis dan alat alat lain yang mendukung penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
non Faktorial, terdiri dari enam benih jagung keturunan pertama hasil selfing:
V1 : Bayu F1 (selfing) V2 : Lagaligo F1 (selfing) V3 : Wisanggeni F1 (selfing) V4 : Lamuru F1 (selfing) V5 : Arjuna F1 (selfing)
V6 : Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) Jumlah Ulangan Perlakuan (Blok) : 4 ulangan
Jumlah Plot : 24 plot
Jarak Tanam : 70 cm x 25 cm
Luas Plot : 100 cm x 100 cm
Jumlah Tanaman Per Plot : 6 tanaman
Jumlah Tanaman Sampel Per Plot : 4 tanaman
Jumlah Tanaman Sampel Seluruhnya : 96 tanaman
Jumlah Tanaman Seluruhnya : 144 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yaitu sebagai berikut :
Yij = µ + αi + ßj + εij i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4,5,6 Dimana :
Yij : Hasil pengamatan blok ke-i dalam perlakuan ke-j
ßj : Efek perlakuan ke-j
εij : Pengaruh random terhadap blok ke-i pada perlakuan ke-j
Apabila hasil sidik ragam berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak
berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 5 % (Steel dan Torrie, 1993).
Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman
fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan pengujian
heritabilitas (Stansfield, 2005).
h2 = σ2g /σ 2p
Dimana :
h2 = nilai duga heritabilitas σ 2
g = varian genotipe σ 2
p = varian fenotipe σ 2
p = (KTP-KTE)/r σ 2
p = σ 2g + σ 2e , dimana σ 2e = kuadrat tengah galat KTP = kuadrat tengah perlakuan
KTE = kuadrat tengah error
r = ulangan
Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (2005) adalah :
h2 tinggi > 0,5 h2 sedang = 0,2-0,5 h2 rendah < 0,2
Tabel 1. Nilai Harapan Kuadrat Tengah Pada Analisis Rak Non-faktorial Sumber
Keragaman
Derajat Bebas(db)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
Estimasi Kuadrat Tengah
(EKT) Genotipe (a-1) JKg KTg σ 2e + r σ 2g
Ulangan (r-1) JKu Ktu σ 2e + a σ 2u Error (a-1)(r-1) JKe KTe σ 2e Total (gr)-1 JKp
Uji Progenitas
Menurut Sastrosupadi (2004) untuk membedakan atau membandingkan
dua macam perlakuan umumnya dilakukan dengan uji t (t test). Pada prinsipnya
berbeda nyata atau tidaknya dua macam perlakuan tersebut dapat diketahui dari
perbandingan t hitung dan t tabel (daftar).
t hitung :
jika : t hitung < t.05/2 (db: n-1) tn (H0 terima) t hitung > t.05/2(db: n-1) * (H0 tolak) Dimana:
S2 = KT error n = Jumlah ulangan
│F1 – Ftetua│
S
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Areal penelitian diukur dan dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman
yang tumbuh pada areal tersebut dengan menggunakan cangkul dan parang.
Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 100 cm x 100 cm, jarak antar plot
50 cm dan jarak antar blok 50 cm. Tanah diolah dengan kedalaman 20 cm sampai
tanah gembur.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam pada lahan
penelitian. Setiap plot dibuat lubang tanam sebanyak 6 lubang tanam. Setiap
lubang tanam, ditanam 2 benih per lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah
top soil.
Pemupukan
Pupuk TSP dan KCL diberikan pada saat tanam atau sebagai pemupukan
dasar. Pupuk TSP dengan dosis 100 kg/ha dan KCL dengan dosis 100 kg/ha.
Sedangkan urea dengan dosis 200 kg/ha diberikan dalam 3 waktu yaitu 1/3 bagian
pada waktu tanam, 1/3 pada saat tanaman berumur 2 MST, dan 1/3 bagian lagi
diberikan pada saat tanaman berumur 4 MST. Untuk pemberian Urea pada 2 MST
Penyungkupan dilakukan pada saat malai dan tongkol muncul. Hal ini
dilakukan agar serbuk sari (alat kelamin jantan) dari satu varietas tidak
menyerbuki bunga betina (tongkol) varietas lain. Penyungkupan dilakukan dengan
cara menyungkup malai (alat kelamin jantan) dengan amplop coklat yang dapat
menampung serbuk sari dan bunga betina (tongkol) disungkup dengan
menggunakan plastik transparan.
Selfing
Selfing dilakukan setelah bunga betina masak. Dengan cara
mengumpulkan serbuk sari dari malai yang telah mekar kemudian serbuk sari
ditaburkan pada bunga betina (silk) pada tanaman yang sama. Setelah selfing
dilakukan, bunga betina disungkup kembali dengan plastik transparan. Setelah
masa receptif bunga betina berakhir, plastik transparan dibuka. Penyerbukan
dilakukan pada pagi hari antara pukul 700-1000 WIB.
Pemeliharaan Tanaman Penjarangan dan Penyulaman
Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST. Penjarangan
dilakukan dengan memotong tanaman sehingga setiap lubang tanam terdapat
1 tanaman.
Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati atau
abnormal dengan menggunakan tanaman cadangan yang masih hidup.
Penyulaman dilakukan paling lama 1 minggu sebelum pengambilan data pertama.
Benih sulaman harus dari varietas yang sama.
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan
sesuai kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.
Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan dilakukan secara manual atau dengan menggunakan cangkul
dengan membersihkan tanaman yang ada di dalam maupun diluar plot. Dilakukan
sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pembumbunan dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah dan berdiri
tegak. Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah
disekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 3
MST atau jika tanaman rebah.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida
Decis 2,5 EC dengan dosis 1 cc/liter air, sedangkan pengedalian penyakit
dilakukan dengan menyemprot fungisida Dithane M-45 dengan dosis 2 gram/liter
air.
Panen
Panen dilakukan dengan memetik tongkol jagung dengan menggunakan
tangan. Adapun kriteria panennya adalah klobot berwarna kuning kecoklatan,
rambut tongkol telah berwarna hitam dan bijinya telah keras (bila ditekan dengan
Pengeringan dan Pemipilan
Setelah panen, dilakukan pengeringan tongkol jagung selama ± 7 hari
sehingga biji kering dan dapat dipipil. Kadar air benih harus mencapai peryaratan
yaitu 14 %.
Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan daun tertinggi
tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan
setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun dihitung dengan menghitung seluruh daun yang telah
membuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu sejak
tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.
Kelengkungan Daun
Kelengkungan daun diukur setelah muncul bunga jantan. Daun yang
diukur kelengkungannya adalah daun yang ke-7. Kelengkungan daun dihitung
dengan rumus :
Kelengkungan daun : a/b
Dimana : a = panjang daun
b = jarak antar ujung daun hingga pangkal daun dalam posisi
melengkung
Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai)
Dihitung dengan menghitung seluruh daun yang berada di atas tongkol
utama pada masing-masing tanaman sampel. Dilakukan apabila bunga betina telah
muncul.
Umur Keluar Bunga Jantan (hari)
Umur berbunga jantan dihitung ketika bunga jantan muncul pertama kali
pada setiap tanaman. Kriteria yang digunakan adalah munculnya daun bendera
pembungkus malai. Pengamatan ini dilakukan setiap hari pada tanaman sampel.
Umur Keluar Bunga Betina (hari)
Umur berbunga betina dihitung pada saat bunga betina (silk) pertama kali
muncul dari tongkol. Pengamatan ini dilakukan setiap hari pada tanaman sampel.
Umur Panen (hari)
Umur panen dihitung mulai dari awal penanaman sampai dilakukannya
pemanenan pada setiap tanaman.
Laju Pengisian Biji (gram/hari)
Laju pengisian biji dihitung dengan membangi bobot biji tiap tongkol
dengan selisih umur panen dengan umur keluar rambut.
Berat biji (gram) LPB =
Jumlah Baris per Tongkol (Baris)
Jumlah baris pertongkol dihitung pada semua tanaman sampel, dengan
cara menghitung jumlah baris yang terdapat pada satu tongkol tiap-tiap tanaman
sampel.
Jumlah Biji per Tongkol (biji)
Jumlah biji per tongkol dihitung pada semua tanaman sampel.
Bobot Biji per Tongkol (gram)
Bobot biji per tongkol ditimbang setelah biji dipipil dan dikeringkan.
Bobot 100 Biji per Tongkol (gram)
Bobot 100 biji ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil.
Produksi per Perlakuan (gram)
Produksi per perlakuan ditimbang setelah biji dipipil dan dikeringkan.
Heritabilitas
Nilai heritabilitas dihitung pada setiap parameter yang diamati dan
dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus yang tertera pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil analisis data secara statistik pada Lampiran 9-142 diperoleh
bahwa jagung F1 (selfing) berbeda nyata terhadap parameter umur keluar bunga betina, laju pengisian biji, jumlah biji pertongkol, bobot biji pertongkol dan
produksi pipilan kering. Jagung F1 (selfing) tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun di atas tongkol,
kelengkungan daun, umur berbunga jantan, umur panen, jumlah baris per tongkol
dan bobot 100 biji. Nilai duga heritabilitas dari setiap parameter bernilai rendah
sampai tinggi.
Tinggi Tanaman (cm)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 9-37 dapat dilihat bahwa
jagung F1 (selfing) tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman.
Rataan tinggi tanaman dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman 2-7 MST dari Jagung F1
(Selfing).
Jagung F1 (Selfing) Tinggi Tanaman (cm)
2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst Bayu (V1) 39,706 62,55 91,23 132,46 181,29 213,113 Lagaligo (V2) 36,881 64,27 87,79 132,88 176,34 210,919 Wisanggeni (V3) 41,863 64,25 93,91 142,70 187,84 236,325 Lamuru (V4) 36,581 59,62 89,09 123,54 168,99 205,588 Arjuna (V5) 42,288 62,61 92,42 136,48 176,67 211,956 Srikandi Kuning-1 (V6) 38,313 52,69 91,73 138,79 161,37 210,025
Dari Tabel 2 diketahui bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi 7 mst
terdapat pada Wisanggeni F1 (selfing) (236,325 cm) dan terendah pada Lamuru F1 (selfing) (205,588 cm).
Grafik pertambahan tinggi tanaman pada setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Pertambahan Tinggi Tanaman Jumlah Daun (helai)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 77 dapat dilihat bahwa
jagung F1 (selfing) tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun.
Rataan jumlah daun 2-7 minggu setelah tanam dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Jumlah Daun 2-7 MST dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Jumlah Daun (helai)
2 mst 3 mst 4 mst 5 mst 6 mst 7 mst Bayu (V1) 4,938 8,000 9,313 10,563 12,250 15,500 Lagaligo (V2) 4,750 6,938 8,875 10,063 11,875 14,625 Wisanggeni (V3) 5,125 8,000 9,375 9,813 11,875 14,875 Lamuru (V4) 4,875 7,563 8,938 9,688 11,688 14,875 Arjuna (V5) 4,813 6,875 8,000 9,563 11,375 14,813 Srikandi Kuning-1 (V6) 4,688 7,375 9,000 9,938 11,813 15,375
Dari Tabel 3 diketahui bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada 7 mst
terdapat pada Bayu F1 (selfing) (15,500 helai) dan terendah pada Lagaligo F1 (selfing) (14,625 helai).
Grafik pertambahan jumlah daun 2-7 minggu setelah tanam dari setiap
jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Gambar 2.
0
Gambar 2. Grafik Pertambahan Jumlah Daun Kelengkungan Daun
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 83 dapat dilihat bahwa jagung F1 (selfing) tidak berbeda nyata terhadap kelengkungan daun.
Rataan kelengkungan daun dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Kelengkungan Daun dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Kelengkungan Daun Bayu (V1) 0,647
Lagaligo (V2) 0,664 Wisanggeni (V3) 0,624 Lamuru (V4) 0,648 Arjuna (V5) 0,588 Srikandi Kuning-1 (V6) 0,601
Dari Tabel 4 diketahui bahwa rataan kelengkungan daun tertinggi terdapat
pada Lagaligo F1 (selfing) (0,664) dan terendah pada Arjuna F1 (selfing) (0,588).
Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 91 dapat dilihat bahwa jagung F1 (selfing) berbeda tidak nyata pada jumlah daun di atas tongkol.
Rataan jumlah daun di atas tongkol dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Jumlah Daun di Atas Tongkol dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) Bayu (V1) 6,375
Lagaligo (V2) 6,313 Wisanggeni (V3) 5,500 Lamuru (V4) 5,750 Arjuna (V5) 6,063 Srikandi Kuning-1 (V6) 6,250
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 5 diketahui bahwa rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada
Bayu F1 (selfing) (6,375 helai) dan terendah pada Wisanggeni F1 (selfing) (5,500 helai).
Umur Keluar Bunga Jantan (hari)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 98 dapat dilihat bahwa
jagung F1 (selfing) tidak berbeda nyata terhadap umur keluar bunga jantan.
Tabel 6. Rataan Umur Keluar Bunga Jantan dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Umur Keluar Bunga Jantan (hari) Bayu (V1) 52,00
Lagaligo (V2) 50,69 Wisanggeni (V3) 50,06 Lamuru (V4) 51,88 Arjuna (V5) 49,81 Srikandi Kuning-1 (V6) 51,56
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa umur keluar bunga jantan tercepat
terdapat pada Arjuna F1 (selfing) (49,81 hari) dan terlama terdapat pada Bayu F1 (selfing) (52,00 hari).
Umur Keluar Bunga Betina (hari)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 103 dapat dilihat bahwa jagung
F1 (selfing) berbeda nyata terhadap umur keluar bunga betina.
Rataan umur keluar bunga betina dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Umur Keluar Bunga Betina dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Umur Berbunga Betina (hari) Bayu (V1) 55,250 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa umur keluar bunga betina tercepat
Histogram rataan umur keluar bunga betina dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Gambar 3.
49
Gambar 3. Histogram Rataan Umur Keluar Bunga Betina Jagung F1
(Selfing). Umur Panen (hari)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 108 dapat dilihat bahwa
jagung F1 (selfing) berbeda tidak nyata terhadap umur panen.
Rataan umur panen dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Umur Panen dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Umur Panen (hari) Srikandi Kuning-1 (V6) 89,813
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Laju Pengisian Biji (gram/hari)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 116 dapat dilihat bahwa jagung
F1 (selfing) berbeda nyata terhadap laju pengisian biji.
Rataan laju pengisian biji dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Laju Pengisian Biji dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Laju Pengisian Biji (gram/hari) Bayu (V1) 2,370 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan laju pengisian biji tertinggi
terdapat pada Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) (3,277 gram/hari) dan terendah pada Arjuna F1 (selfing) (2,006 gram/hari).
Jumlah Baris per Tongkol (baris)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 121 dapat dilihat bahwa
jagung F1 (selfing) berbeda tidak nyata terhadap jumlah baris pertongkol. Rataaan jumlah baris per tongkol dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Jumlah Baris per Tongkol dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Jumlah Baris per Tongkol (baris) Bayu (V1) 13,00
Lagaligo (V2) 13,50 Wisanggeni (V3) 13,75 Lamuru (V4) 13,69 Arjuna (V5) 12,25 Srikandi Kuning-1 (V6) 15,50
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan jumlah baris pertongkol tertinggi
terdapat pada Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) (15,50 baris) dan jumlah baris terendah terdapat pada Arjuna F1 (selfing) (12,25 baris).
Jumlah Biji per Tongkol (biji)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 126 dapat dilihat bahwa
jagung F1 (selfing) berbeda nyata terhadap parameter jumlah biji pertongkol.
Tabel 11. Rataan Jumlah biji per Tongkol dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Jumlah Biji per Tongkol (biji) Bayu (V1) 287,813 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan jumlah biji pertongkol tertinggi
terdapat pada Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) (389,813 biji) dan jumlah biji pertongkol terendah terdapat pada Arjuna F1 (selfing) (259,938 biji).
Histogram rataan jumlah biji per tongkol dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Gambar 5.
0
Gambar 5. Histogram Rataan Jumlah Biji per Tongkol Jagung F1
(Selfing). Bobot Biji per Tongkol (gram)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 131 dapat dilihat bahwa
jagung F1 (selfing) berbeda nyata terhadap parameter bobot biji per tongkol.
Tabel 12. Rataan Bobot Biji per Tongkol dari Jagung F1 (Selfing)
Jagung F1 (Selfing) Bobot Biji per Tongkol (gram) Bayu (V1) 87,413 bc
Lagaligo (V2) 97,288 abc Wisanggeni (V3) 105,919 ab Lamuru (V4) 92,413 abc Arjuna (V5) 77,425 c Srikandi Kuning-1 (V6) 109,938 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan bobot biji per tongkol tertinggi
terdapat pada Srikandi Kuning-1 F1 (selfing) (109,938 gram) dan terendah terdapat pada Bayu F1 (selfing) (77,425 gram).
Histogram rataan bobot biji per tongkol dari setiap jagung F1 (selfing) dapat dilihat pada Gambar 6.
0
Gambar 6. Histogram Rataan Bobot Biji per Tongkol Jagung F1 (Selfing)
Bobot 100 Biji (gram)
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 136 dapat dilihat bahwa
jagung F1 (selfing) tidak berbeda nyata terhadap bobot 100 biji.