KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM KASUS
SENGKETA TANAH KEDUTAAN BESAR MALAYSIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir
Dalam Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
RICARDO P PARDEDE
070200148
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
KAJIAN HUKUM DIPLOMATIK DALAM KASUS
SENGKETA TANAH KEDUTAAN BESAR MALAYSIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir
Dalam Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
RICARDO P PARDEDE
070200148
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
Arif, SH, M.Hum.
NIP.196403301993031002
Pembimbing I Pembimbing II
H. Sutiarnoto, SH, M.Hum Chairul Bariah, SH, M.H
NIP.195610101986031003 NIP. 195612101986012001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Pertama – tama penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas karunia, berkat dan rahmat yang diberikanNya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Setiap mahasiswa yang akan menyelesaikan
program S1 pada Universitas Sumateta Utara Medan diwajibkan menyusun karya
tulis / skripsi sesuai dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku.
Untuk memenuhi kewajiban tersebut, maka penulis menyusun skripsi yang
diberi judul : KajianHukumDiplomatikdalamKasusSengketa Tanah
KedutaanBesar Malaysia.
Berpedoman pada judul tersebut penulis menyadari bahwa di dalam
pelaksanaan penulisan karya tulis / skripsi ini banyak mengalami kesulitan –
kesulitan dan hambatan – hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta
petunjuk dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari
kekurangan – kekurangan yang masih ada dalam banyak hal dalam penulisan
skripsi ini. Maka dari itu saya mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun di masa yang akan datang.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan
dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum sebagai Pembantu Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H, M.Hum, DFM sebagai Pembantu Dekan
II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Muhammad Husni, S.H, M.Hum sebagai Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Arif, S.H, M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Internasional
sekaligus Dosen Pembimbing II penulis yang membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum sebagai Sekretaris Departemen
Hukum Internasional.
7. Bapak H. Sutiarnoto, S.H, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I penulis
yang membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. IbuChairulBariah, S.H, M.H sebagai Dosen Pembimbing II penulis yang
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H, M.H sebagai Dosen Wali penulis yang
selalu membimbing penulis selama menjalankan perkuliahan di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
10.Orangtua penulis, Bapak J. Pardede dan Mama N. br. Simanjuntak buat
segala hal baik materi, motivasi, dorongan, cinta kasih yang tidak bisa
penulis nilai dengan apapun.
11.Kakakpenulis, PestaJuliyanti br. Pardede, S.EdanLaeBripkaRijonGultom,
trimakasihbuatsemangatdandoanya, jugauntukkeponakanpenulis, Joshua,
12.Abang penulis, Irwan Pardede, atas motivasi kuat dan tak pernah bosan
menasehati penulis, terutama dalam hal belajar.
13.Teman – teman stb 07, spesial buat sahabat – sahabat terbaikku : Kawasito
Tarigan, Isabela Ritonga, Ivan GeraldiSiallagan, Debora Risma Naiborhu,
Lincon Sirait, Cristian Burunk, Tery Wiliam, Yulia Andarini, Dinda,
Ermilia, Ninda, WinaAvina ‘nenek’, Ferdiansyah ‘kakek’, Febriansyah
‘pepi’, Finita Hutabarat, Harry Cristian Lumbantobing, Gabriel Brahmana,
Delon Sitanggang, Sarwedi Sianipar, Howard, Rudy, Udur, Boris, untuk
junior penulisLorenza (masih ditunggu katalognya).
14.Teman-temangereja HKBP Bethesda, Leo, Iwan, Roland, Sandro, Timbul,
Frans, Feri, Wesly, Saka, Jefry, Liber, Yos, Alex, K’rima, July, K’sisca,
B’Roupudani, Uli, Kiki, Olyn, dll.
15.Keluarga Om M. Hutapea&tante, orangtua Fibi Hutapea & Risa Hutapea,
terima kasih untuk bahan skripsi yang diberikan untuk penulis,
Tuhanmemberkati.
16.Semua teman – teman yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu,
maapkan saya kalau belum ditulis.
Medan, September 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ABSTRAKSI ... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... 5
D. Keaslian Penulisan ... 6
E. Tinjauan Kepustakaan ... 6
F. Metode Penulisan... 11
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM DIPLOMATIK A. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik ... 14
B. Sejarah Perkembangan Hubungan Diplomatik Dan Pengaturannya Dalam Hukum Internasional ... 17
C. Fungsi Perwakilan Diplomatik ... 21
D. Cara-Cara Melakukan Hubungan Diplomatik ... 29
B. Dasar Hukum Pemberian Kekebalan
Diplomatik ... 38
C. Prinsip Invioliability dan Prinsip
Extraterritoriality... 43
D. Lingkup Kekebalan dan Keistimewaan
Diplomatik ... 46
BAB IV JURISPRUDENSI DALAM AMAR PUTUSAN KASUS
SENGKETA TANAH KEDUTAAN BESAR MALAYSIA
A. Posisi Kasus ... 53
B. Jurisprudensi Mahkamah Agung Terhadap
Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar
Malaysia ... 58
C. Jurisprudensi Mahkamah Agung Terhadap Kasus
Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia Ditinjau
Dari Konvensi Wina Tahun 1961 ... 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 65
ABSTRAKSI
Dalam rangka mempererat hubungan antar bangsa serta kerjasama dan persahabatan maka Negara-negara mengirimkan perwakilannya ke Negara lain. Pengiriman perwakilan Negara ke Negara lain dikenal dengan pertukaran misi diplomatik yang sudah dilakukan sejak dahulu. Perwakilan diplomatik dianggap sebagai wakil dari Negara yang diwakilinya dan kedudukannya dipersamakan dengan kedudukan seorang kepala Negara pengirim di Negara penerima. Agar para pejabat diplomatik dapat melaksanakan tugas-tugas diplomatiknya dengan baik secara efektif dan efisien maka Negara penerima diharuskan untuk memberikan kekebalan dan keistimewaan sehingga ia mendapat kesempatan yang seluas-luasnya didalam melaksanakan tugasnya tanpa ada gangguan, namun hal ini pada mulanya hanya berdasarkan atas aturan-aturan hukum kebiasaan internasional yang sudah berlaku pada praktek Negara-negara serta dalam perjanjian-perjanjian yang menyangkut hubungan antar Negara.
Setiap negara dalam memenuhi kebutuhannya akan mengadakan hubungan dengan negara lain. Baik dengan tujuan ekonomi, sosial, politik serta kebudayaan. Dengan meluasnya hubungan tersebut maka tidak menutup kemungkinan suatu negara akan mempunyai hubungan dengan tidak hanya dengan satu negara tertentu saja namun hampir seluruh negara di dunia. Sebagi usaha dalam menjalin persahabatan antar negara, maka tiap-tiap negara akan melakukan hubungan diplomatik. Orang pertama yang dapat mewakili negara di luar negri adalah kepala negara (presiden atau raja). Namun berhubung dengan begitu banyaknya tugas kepala negara maka wewenang dari kepala negara ini dalam mewakili negaranya dalam hubungan diplomatik adalah ditentukan oleh undang-undang yang berlaku ditiap-tiap negara.
ABSTRAKSI
Dalam rangka mempererat hubungan antar bangsa serta kerjasama dan persahabatan maka Negara-negara mengirimkan perwakilannya ke Negara lain. Pengiriman perwakilan Negara ke Negara lain dikenal dengan pertukaran misi diplomatik yang sudah dilakukan sejak dahulu. Perwakilan diplomatik dianggap sebagai wakil dari Negara yang diwakilinya dan kedudukannya dipersamakan dengan kedudukan seorang kepala Negara pengirim di Negara penerima. Agar para pejabat diplomatik dapat melaksanakan tugas-tugas diplomatiknya dengan baik secara efektif dan efisien maka Negara penerima diharuskan untuk memberikan kekebalan dan keistimewaan sehingga ia mendapat kesempatan yang seluas-luasnya didalam melaksanakan tugasnya tanpa ada gangguan, namun hal ini pada mulanya hanya berdasarkan atas aturan-aturan hukum kebiasaan internasional yang sudah berlaku pada praktek Negara-negara serta dalam perjanjian-perjanjian yang menyangkut hubungan antar Negara.
Setiap negara dalam memenuhi kebutuhannya akan mengadakan hubungan dengan negara lain. Baik dengan tujuan ekonomi, sosial, politik serta kebudayaan. Dengan meluasnya hubungan tersebut maka tidak menutup kemungkinan suatu negara akan mempunyai hubungan dengan tidak hanya dengan satu negara tertentu saja namun hampir seluruh negara di dunia. Sebagi usaha dalam menjalin persahabatan antar negara, maka tiap-tiap negara akan melakukan hubungan diplomatik. Orang pertama yang dapat mewakili negara di luar negri adalah kepala negara (presiden atau raja). Namun berhubung dengan begitu banyaknya tugas kepala negara maka wewenang dari kepala negara ini dalam mewakili negaranya dalam hubungan diplomatik adalah ditentukan oleh undang-undang yang berlaku ditiap-tiap negara.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adalah suatu menjadi pendapat umum bahwa hakekat manusia itu adalah
sebagai kepribadian dan masyarakat.Dua unsur eksistensi ini merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada
masyarakat internasional maka Negara dapat dikatakan sebagai kepribadian,
sementara kumpulan dari Negara-negara tersebut dapat dikatakan sebagai
masyarakat internasional (international society).
Konsepsi di atas membawakan hubungan-hubungan dalam mana
kepentingan yang beraneka ragam saling menjalin secara berkelanjutan yang
semakin hari semakin meluas.Dan interpedansi antar mereka dalam memenuhi
kepentingan-kepentingan mereka sudah menjadi suatu keharusan. Dengan
perkataan lain Negara-negara di dunia sekarang ini erat kaitannya satu sama lain,
sehingga apapun yang terjadi misalnya di bidang politik, ekonomi, dan sosial di
suatu bagian dunia pasti akan mempengaruhi bagian dunia lainnya.
Sejak permulaan sejarah umat manusia, hubungan individu, kelompok,
dan antar bangsa sudah mengenal kaedah-kaedah yang mengatur dan menata
perilaku semestinya dalam hubungan itu sendiri.Kaedah-kaedah tersebut ditujukan
melakukan hubungan-hubungan di antara mereka.Inilah yang disebut dengan
hukum diplomatik.
Dalam rangka mempererat hubungan antar bangsa serta kerjasama dan
persahabatan maka Negara-negara mengirimkan perwakilannya ke Negara lain.
Pengiriman perwakilan Negara ke Negara lain dikenal dengan pertukaran misi
diplomatik yang sudah dilakukan sejak dahulu. Perwakilan diplomatik dianggap
sebagai wakil dari Negara yang diwakilinya dan kedudukannya dipersamakan
dengan kedudukan seorang kepala Negara pengirim di Negara penerima.
Agar para pejabat diplomatik dapat melaksanakan tugas-tugas
diplomatiknya dengan baik secara efektif dan efisien maka Negara penerima
diharuskan untuk memberikan kekebalan dan keistimewaan sehingga ia mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya didalam melaksanakan tugasnya tanpa ada
gangguan, namun hal ini pada mulanya hanya berdasarkan atas aturan-aturan
hukum kebiasaan internasional yang sudah berlaku pada praktek Negara-negara
serta dalam perjanjian-perjanjian yang menyangkut hubungan antar Negara.
Dengan terjadinya kemajuan dan perkembangan tehnologi dalam
melakukan hubungan diplomatik dengan Negara lain serta bertambahnya Negara
baru yang merdeka dan berdaulat maka dibutuhkan suatu kodifikasi hukum
diplomatik yang menyeluruh dan dapat diterima oleh semua Negara. Dalam
perkembangannya, tidak hanya pengaturan terhadap hubungan diplomatik antar
Negara saja tetapi hukum diplomatik mempunyai jangkauan yang lebih luas
lagi.Tetapi juga mencakup hubungan konsuler dan keterwakilan Negara dalam
dengan tanggung jawab dan keanggotaannya yang bersifat global dan
universal.Bahkan dalam hubungan diplomatik termasuk didalamnya ketentuan
mengenai perlindungan, keselamatan, pencegahan serta penghukuman terhadap
tindak kejahatan tang ditujukan kepada para perwakilan diplomatik.
Kekebalan diplomatik tidak saja dinikmati oleh Kepala-kepala diplomatik
sepeti Duta Besar, Duta atau Kuasa Usaha saja tetapi juga oleh anggota
keluarganya yang tinggal bersama dia, termasuk para diplomat lainnya yang
menjadi anggota perwakilan seperti Counsellor, para Sekretaris, Atase dan
sebagainya.
Seorang pejabat diplomatik di Negara lain melaksanakan tugasnya, ia
dianggap tidak berada di wilayah Negara penerima walaupun sebenarnya ia
barada di wilayah penerima. Tetapi ia tunduk dan dikuasai hukum pada hukum
Negara pengirim, termasuk didalamnya gedung perwakilam atau tempat
kediamannya merupakan perluasan dari wilayah Negara pengirim
(Extraterritorialiteit).
Kekebalan yang dimiliki pejabat diplomatik tidak bersifat mutlak tetapi
terbatas maksudnya bahwa kekebalan tersebut tidak bersifat pribadi, bukan untuk
kepentingan pribadi pejabat yang bersangkutan melainkan bersifat fungsional
dalam hal menjalankan tugas diplomatiknya saja.Kekebalan diplomatik termasuk
didalamnya kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari Negara penerima dan
kekebalan terhadap gangguan yang merugikan.Sehingga mengandung arti bahwa
alat-alat Negara penerima.Pejabat diplomatik dianggap kebal baik terhadap Yurisdiksi
pidana, perdata maupun administrasi Negara penerima.
Meskipun demikian kekebalan diplomatik tersebut juga dapat
ditanggalkan atau dihapus.Hal ini dapat saja terjadi apabila dalam hubungan
diplomatik tersebut diwarnai adanya ketegangan yang timbul antara Negara
penerima dan Negara pengirim.Kemungkinan dikarenakan adanya
penyalahgunaaan kekebalan dan keistimewaan yang dimiliki oleh pejabat
diplomatik.Hak untuk menegakkan kekebalan diplomatik adalah nagara pegirim
tetapi biasanya terlebih dahulu diajukan permohonan yang dilakukan oleh Negara
penerima.Baik itu dengan adanya pengesahan khusus dari Negara pengirim atau
hanya diwakilkan kepala perwakilan diplomatik.
Demikianlah, penulis mencoba melakukan suatu telaah terhadap masalah
yang menyangkut pelaksanaan hubungan diplomatik dengan mengambil judul:
Kajian Hukum Diplomatik Dalam Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar
Malaysia.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini
antara lain :
2.
Bagaimanakah kekebalan dan keistimewaan para pejabat diplomatik?3.
Bagaimanakah kajian Hukum Diplomatik dalam kasus Sengketa TanahKedutaan Besar Malaysia?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini antar lain adalah :
1. Untuk mengetahui tinjauan umumHukum Diplomatik
2. Untuk memahami tentang kekebalan dan keistimewaan para pejabat
diplomatik
3. Untuk mengetahui kajian Hukum Diplomatik dalam Kasus Sengketa Tanah
Kedutaan Besar Malaysia.
Sedangkan Manfaat yang dipetik dari penulisan ini antara lain :
1. Secara Teoritis, yakni sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan
konsep ilmiah yang dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan
hukum internasional terutama mengenai kekebalan dan keistimewaan para
pejabat diplomatik. Hal ini sebagai wujud penjelmaan penerapan dalam
2. Secara Praktis, yakni sebagai pedoman dan masukan bagi pihak yang terlibat
dalam elemen – elemen perwakilan diplomatik, terutama bila terjadi suatu
persengketaan tanah yang menjadi hak kedutaan besar di negara penerima.
Serta menambah pengetahuan bagi semua masyarakat mengenai masalah di
dunia internasional dan hukum internasional tentang kekebalan dan
keistimewaan para pejabat diplomatikdalam perspektif Hukum Diplomatik.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini yang berjudul: “KAJIAN HUKUM DIPLOMATIK
DALAM KASUS SENGKETA KEDUTAAN BESAR MALAYSIA” merupakan
hasil pemikiran penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan dari hasil karya orang
lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu dan judul skripsi ini belum pernah
ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian keaslian
penulisanskripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara
ilmiah atau secara akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
Hubungan Diplomatik berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman. Hal ini dapat terjadi bila diperhatikan kebutuhan manusia itu
sendiri sehingga ia memerlukan orang lain. Begitu juga dengan hubungan
diplomatik sebagai suatu lembaga yang mempunyai maksud untuk
bernegosiasi dengan negara lain sebagai pencapaian suatu tujuan adalah
sama tuanya dengan sejarah. Perkembangan ini dapat kita lihat melalui
contoh-contoh pengiriman perwakilan diplomatik bangsa-bangsa.
Bermula dari hubungan antar manusia, kemudian berkembang
kepada kebutuhan suatu kelompok dengan kelompok lainnya dan semakin
lama meluas menjadi hubungan yang lebih luas antara satu negara dengan
negara lain sebagai kelompok manusia yang paling besar.
Thucydides, seorang sarjana Yunani mengatakan bahwa pada
dasarnya hubungan diplomatik tersebut telah lama ada.Negara Yunanai
telah mengenal hubungan ini pada zaman Romawi, terbukti dengan
upacara yang diadakan setiap tahun dalam rangka menerima misi-misi
negara tetangga.Disamping itu telah dikenal pula beberapa
perjanjian-perjanjian atau traktat yang mengatur pola hubungan diplomatik
tersebut.Missionaris yang datang tersebut selalu diperlakukan dengan
khas, dihormati serta dijamin keselamatannya sekaligus diberikan berbagai
fasilitas dan keistimewaannya.1
Pengiriman dan penerimaan oleh bangsa-bangsa kuno ditandai
bahwasanya walaupun tidak ada hukum internasional modern yang
1
diketahui, para duta besar dimana-mana menikmati perlindungan khusus
dan kekebalan tertentu, walaupun tidak berdasarkan hukum namun
berdasarkan agama, duta besar dianggap amat suci.2
Sampai dengan tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang bertalian
dengan hubungan diplomatik berasal dari hukum kebiasaan.Pada Kongres
Wina tahun 1815 raja-raja yang ikut dalam konferensi sepakat untuk
mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut menjadi hukum
tertulis.Namun tidak banyak yang telah dicapai dan mereka hanya
menghasilkan satu naskah saja yaitu hirarki diplomat yang kemudian
dilengkapi dengan protokol Aix-La-Chapelle tanggal 21 November
1818.Sebernanya Kongres Wina dari segi substansi praktis tidak
menambah apa-apa terhadap praktek yang sudah ada sebelumnya selain
menjadikannya sebagai hukum tertulis.3
2. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik
Dengan adanya Kongres Wina ini maka dapat terwujud satu
kesatuan yang mengatur tentang hubungan diplomatik.Walaupun belum
begitu sempurna, namun sudah tercipta satu kodifikasi yang dapat diterima
dan dipergunakan secara internasional.
2
L. Oppenheim, International Law A Treaties, Vol 1 peace, 8th.ed, London, Longmans Green & Company, 1960, hal.769
3
Untuk menentukan penerapan arti kata diplomatik itu sendiri
belum terdapat keseragaman yang pasti, yang dikarenakan banyaknya
pendapat para ahli hukum yang berbeda, sehingga berbeda pula pengertian
yang dikemukakan.
Sebagai pemahaman lebih jauh, Ian Brownlie memberikan
pengertian diplomasi yaitu:
“…. Diplomacy comprises any means by which states establish or maintain mutual relations, communicate with eachother, or carry out political or legal transactions. In each case through their authorize agents”.4
Hal senada juga dijelaskan oleh NA Maryan Green: The Chief
purpose of establishing diplomatic relations and permanent missions is to
serve as means by and through which states are able to communicate with
each other, yang artinya pembukaan hubungan diplomatik dan misi yang
tetap yakni untuk melayani dan digunakan sebagai alat sehingga
negara-negara tertentu dapat saling berkomunikasi. Terjemahannya:
Hubungan Diplomatik yang dimiliki tiap-tiap negara untuk mendirikan atau memelihara komunikasi yang secara harmonis satu sama lain, atau melaksanakan politik atau transaksi-transaksi yang sah dalam tiap-tiap kasus melalui wewenang tiap-tiap negara.
Pengertian yang diberikannya lebih memfokuskan kepada obyek
dari diplomatik tersebut. Lebih berdasarkan pada alat-alat dan cara
perhubungan yang dilakukan.
5
4
Ian Brownlie, Principles of Public International Law, 3rd ed, ELBS, Oxford, University Press, 1979, hal.345 dalam Syahmin Ak, SH, Hukum Internasional Publik, Binacipta, Bandung, 1992, hal.228
5
Sedangkan menurut E. Satow, menjelaskan:
“ Diplomacy is the application of intelegence and act to the conduct of
official relations between the governments of independent states,
extending sometimes also to their relations with vassal states or more
brierly still, the conduct of business between states by peaceful means”.6
Pengertian lain dari diplomacy adalah cara-cara dan bentuk yang
dilakukan dalam pendekatan dan berunding dengan negara lain untuk
mengembangkan hubungan antar negara. Terjemahannya:
Penerapan hubungan diplomatik secara resmi diantara negara-negara maju
dengan negara-negara yang sedang berkembang yang bertujuan
membentuk kedamaian.
Pengertian yang diberikannya lebih ditujukan kepada subjek para
perwakilan diplomatik yakni mengenai tingkah laku, perbuatan yang
diperbolehkan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat diplomatik.
7
3. Lingkup Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik
a. Kekebalan bagi para pejabat diplomatik:
- Kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan negara penerima
6
NA Maryan Green, International Law, 3rd ed., London, Pitman Publishing, 1987, hal.133
7
- Hak mendapatkan perlindungan terhadap gangguan dan serangan
atas kebebasan dan kehormatannya
- Kekebalan terhadap jurisdiksi pengadilan
- Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi
b. Keistimewaan bagi para pejabat diplomatik:
- Pembebasan dari pajak-pajak
- Pembebasan dari Bea Cukai dan Bagasi
- Pembebasan dari kewajiban keamanan sosial
- Pembebasan dari pelayanan pribadi, pelayanan umum dan militer
- Pembebasan dari kewarganegaraan
c. Kekebalan dan Keistimewaan bagi Keluarga Para Pejabat Diplomatik
Termasuk Anggota Staf Diplomatik dan Pelayan:
- Kekebalan terhadap anggota keluarga
- Kekebalan terhadap anggota staf teknis dan administrasi
- Anggota staf pelayan
- Pembantu rumah tangga pribadi
d. Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik di Negara Ketiga:
- Kekebalan para pejabat diplomatik pada waktu transit
- Perjalanan karena Force Majeure
e. Kekebalan Gedung Perwakilan dan Pembebasan Pajak:
- Gedung Perwakilan
- Pembebasan Gedung Perwakilan dari pajak
F. Metode Penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah akademik ini maka digunakan metode
pengumpulan data dengan cara :
Studi Kepustakaan ( Library Research )
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara
membaca dan mempelajari sumber bahan bacaan baik berupa buku bacaan,
majalah, peraturan perundang – undangan dan juga catatan lainnya yang
berhubungan dengan masalah yang dihadapi guna memperoleh data – data yang
diperlukan. Metode ini menggunakan, mempelajari, dan menganalisi bahan –
bahan referensi secara sistematis.Selanjutnya bahan rujukan yang dikumpul,
dipelajari, dipahami, dan dituangkan secara terstuktur dan dijadikan dasar guna
menghasilkan tulisan ilmiah yang berusaha dan mencoba sebaik – baiknya agar
lebih berbobot.Dalam metode ini, agar dapat memperoleh data yang lebih akurat,
dilakukan melalui informasi – informasi yang akurat. Dalam hal ini, dilakukan
dengan cara melihat masalah – masalah dalam praktik yang terjadi sehari – hari.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa bab dan didalam bab
terdiri dari atas unit – unit bab demi bab. Adapun gambaran isi penulisan ini
adalah sebagai berikut :
Bab ini merupakan pengantar untuk penulisan pada bab – bab
berikutnya dalam pembahasan yang terdiri dari : Latar Belakang,
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan, Metode Penulisan ( Pengumpulan Data ), dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN DIPLOMATIK
DAN HUKUM DIPLOMATIK
Pada bab ini menguraikan sekilas tentang Tinjauan Umum tentang
Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik yang terdiri atas :
Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik, Sejarah
Perkembangan Hubungan Diplomatik dan Pengaturannya dalam
Hukum Internasional, Fungsi Perwakilan Diplomatik, dan Cara-cara
Melakukan Hubungan Diplomatik.
BAB III : KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN DIPLOMATIK
Dalam bab ini memaparkan tentang Kekebalan dan Keistimewaan
Diplomatik yang berisi tentang : Timbulnya Kekebalan dan
Keistimewaan Diplomatik, Dasar Hukum Pemberian Kekebalan
Diplomatik, Prinsip Invioliability dan Prinsip Extraterritoriality, dan
BAB IV : JURISPRUDENSI DALAM AMAR PUTUSAN KASUS
SENGKETA TANAH KEDUTAAN BESAR MALAYSIA
Dalam bab ini memaparkan tentang Jurisprudensi dalam Amar
Putusan Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia yang berisi
tentang: Posisi Kasus, Jurisprudensi Mahkamah Agung terhadap
Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia, Jurisprudensi
Mahkamah Agung terhadap Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar
Malaysia Ditinjau dari Konvensi Wina Tahun 1961.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan penutup, yang merupakan pokok – pokok
kesimpulan dari semua permasalahan dalam pembahasan yang
dilakukan dalam penulisan ini, serta saran – saran yang
dikemukakan, yang mudah – mudahan bermanfaat bagi kita semua,
BAB II
TINJAUAN UMUM ATAS HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN HUKUM
DIPLOMATIK
A. Pengertian Hubungan Diplomatik dan Hukum Diplomatik
Setiap negara dalam memenuhi kebutuhannya akan mengadakan
hubungan dengan negara lain. Baik dengan tujuan ekonomi, sosial, politik serta
kebudayaan. Dengan meluasnya hubungan tersebut maka tidak menutup
kemungkinan suatu negara akan mempunyai hubungan dengan tidak hanya
dengan satu negara tertentu saja namun hampir seluruh negara di dunia.
Untuk menentukan penerapan arti kata diplomatik itu sendiri belum
terdapat keseragaman yang pasti, yang dikarenakan banyaknya pendapat para ahli
hukum yang berbeda, sehingga berbeda pula pengertian yang dikemukakan.
Penggunaan kata “Diplomatik” yang berbeda didasarkan menurut
penggunaannya:
a. Ada yang menyamakan dengan “politik luar negeri” bila digunakan dalam
b. Diplomatik dapat pula diartikan sebagai “perundingan” seperti sering dinyatakan bahwa “masalah Timur Tengah hanya dapat diselesaikan melalui diplomasi”. Jadi dengan perkataan lain diplomasi disini merupakan satu-satunya mekanisme, yaitu melalui perundingan.
c. Dapat pula diplomasi diartikan sebagai “dinas luar negri” seperti dalam
ungkapan “selama ini ia bekerja untuk diplomatik”.
d. Ada juga yang menggunakan secara kiasan seperti “Ia pandai
berdiplomasi” yang berarti “bersilat lidah”.8
Sebagai pemahaman lebih jauh, Ian Brownlie memberikan pengertian
diplomasi yaitu:
“…. Diplomacy comprises any means by which states establish or maintain mutual relations, communicate with eachother, or carry out political or legal transactions. In each case through their authorize agents”.9
Hal senada juga dijelaskan oleh NA Maryan Green: The Chief purpose of
establishing diplomatic relations and permanent missions is to serve as means by Terjemahannya:
Hubungan Diplomatik yang dimiliki tiap-tiap negara untuk mendirikan atau memelihara komunikasi yang secara harmonis satu sama lain, atau melaksanakan politik atau transaksi-transaksi yang sah dalam tiap-tiap kasus melalui wewenang tiap-tiap negara.
Pengertian yang diberikannya lebih memfokuskan kepada obyek dari
diplomatik tersebut. Lebih berdasarkan pada alat-alat dan cara perhubungan yang
dilakukan.
8
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Alumni, Bandung, 1995, hal.2
9
and through which states are able to communicate with each other, yang artinya
pembukaan hubungan diplomatik dan misi yang tetap yakni untuk melayani dan
digunakan sebagai alat sehingga negara-negara tertentu dapat saling
berkomunikasi.10
“ Diplomacy is the application of intelegence and act to the conduct of official
relations between the governments of independent states, extending sometimes
also to their relations with vassal states or more brierly still, the conduct of
business between states by peaceful means”.
Sedangkan menurut E. Satow, menjelaskan:
11
Pengertian lain dari diplomacy adalah cara-cara dan bentuk yang dilakukan
dalam pendekatan dan berunding dengan negara lain untuk mengembangkan
hubungan antar negara. Terjemahannya:
Penerapan Hubungan Diplomatik secara resmi diantara negara-negara maju
dengan negara-negara yang sedang berkembang yang bertujuan membentuk
kedamaian.
Pengertian yang diberikannya lebih ditujukan kepada subjek para
perwakilan diplomatik yakni mengenai tingkah laku, perbuatan yang
diperbolehkan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat diplomatik.
12
10
Ernest Satow, A Guide to Diplomatice Practice, London, Longmans & Company, 1957, hal.3 dalam Syahmin Ak, SH, ibid.
11
NA Maryan Green, International Law, 3rd ed., London, Pitman Publishing, 1987, hal.133
12
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dilihat bahwa untuk adanya
hubungan diplomatik itu harus terdapat beberapa faktor yang mendukung, antara
lain:
1. Adanya hubungan antar negara untuk merintis kerjasama dan persahabatan
2. Hubungan tersebut dilakukan melalui pertukaran misi diplomatik,
termasuk para pejabatnya
3. Para pejabat diplomatik tersebut harus diakui statusnya sebagai misi
diplomatik
4. Agar para diplomat tersebut dapat melakukan tugas dan fungsinya dengan
efisien, mereka perlu diberikan kekebalan dan keistimewaan diplomatik
yang didasarkan dalam hukum diplomatik, hukum kebiasaan internasional
serta perjanjian-perjanjian lainnya yang menyangkut hubungan diplomatik
antar negara.13
B. Sejarah Perkembangan Hubungan Diplomatik dan Pengaturannya dalam
Hukum Internasional
Hubungan Diplomatik berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Hal ini dapat terjadi bila diperhatikan kebutuhan manusia itu sendiri sehingga ia
memerlukan orang lain. Begitu juga dengan hubungan diplomatik sebagai suatu
lembaga yang mempunyai maksud untuk bernegosiasi dengan negara lain sebagai
pencapaian suatu tujuan adalah sama tuanya dengan sejarah. Perkembangan ini
dapat kita lihat melalui contoh-contoh pengiriman perwakilan diplomatik
bangsa-bangsa.
13
Bermula dari hubungan antar manusia, kemudian berkembang kepada
kebutuhan suatu kelompok dengan kelompok lainnya dan semakin lama meluas
menjadi hubungan yang lebih luas antara satu negara dengan negara lain sebagai
kelompok manusia yang paling besar.
Thucydides, seorang sarjana Yunani mengatakan bahwa pada dasarnya
hubungan diplomatik tersebut telah lama ada.Negara Yunanai telah mengenal
hubungan ini pada zaman Romawi, terbukti dengan upacara yang diadakan setiap
tahun dalam rangka menerima misi-misi negara tetangga.Disamping itu telah
dikenal pula beberapa perjanjian-perjanjian atau traktat yang mengatur pola
hubungan diplomatik tersebut.Missionaris yang datang tersebut selalu
diperlakukan dengan khas, dihormati serta dijamin keselamatannya sekaligus
diberikan berbagai fasilitas dan keistimewaannya.14
Hubungan antar raja diatur dengan berbagai upacara sudah dilakukan di
Tiongkok untuk mengenal kedudukan duta masing-masing negara.
Bukti bahwasanya missi diplomatik telah dikenal sejak dahulu dalam
pergaulan antar bangsa dapat kita lihat bahwa terdapat dalam beberapa traktat
seperti traktat yang dibuat oleh Raja Ennatum dari negara Lagash (Messopotamia)
dengan kota Umma yang dikalahkannya. Perjanjian tersebut diperkirakan berusia
diatas 1000 tahun dihitung sejak perjanjian selanjutnya ditemukan orang yang
bertuliskan dalam bahasa Someriah.Demikian juga halnya di Mesir, ditemukan
pula data (traktat) pada batu yang dipahat yakni mengenai raja-raja Mesir dengan
Kheta pada tahun 2000 SM.
14
Pengiriman dan penerimaan oleh bangsa-bangsa kuno ditandai
bahwasanya walaupun tidak ada hukum internasional modern yang diketahui, para
duta besar dimana-mana menikmati perlindungan khusus dan kekebalan tertentu,
walaupun tidak berdasarkan hukum namun berdasarkan agama, duta besar
dianggap amat suci.15
Walaupun kedutaan tetap tidak diketahui hingga akhir abad pertengahan,
kenyataan bahwa Paus mempunyai perwakilan tetap disebut aprocrisiarri.Namun
hal ini tidak sampai pada abad ke-13 bahwa duta tetap yang pertama membuat
kemunculannya. Republik Italia dan Venesia khususnya, mengambil contoh
dengan terus menempatkan perwakilan-perwakilannya pada ibukota-ibukota yang
lain untuk menegosiasikan urusan dan permasalahan internasional mereka dengan
lebih baik.16
Dan pada abad ke-15 Republik-republik ini mulai mengirimkan
perwakilan tetap di Spanyol, Jerman, Prancis, dan Inggris, negara-negara lain
mengikuti usaha tersebut.Perjanjian-perjanjian khusus sering ditandatangani untuk
menetapkan duta-duta yang tetap, seperti pada tahun 1520, antara Raja Inggris
dan Kaisar Jerman.17
Peristiwa hukum mengenai duta diplomatik yang sangat penting dan
menggemparkan terjadi pada tahun 1584, tentang duta Spanyol yang terlihat
dalam usaha untuk menjatuhkan Ratu Elisabeth dari Inggris dan ingin
15
L. Oppenheim, International Law A Treaties, Vol 1 peace, 8th.ed, London, Longmans Green & Company, 1960, hal.769
16
Ibid, hal 770
17
membebaskan Ratu Mary yang beragama Khatolik dari Scotland.Kerajaan Inggris
yang pada masa itu sangat dipengaruhi oleh hukum Romawi meminta pendapat
sarjana terkemuka dari Romawi (Gentili) tentang penyelesaian kasus
tersebut.Gentili menyebutkan bahwa jurisdiksi Inggris tidak berwenang
menangani kasus tersebut. Hingga akhirnya duta itu diusir dari Inggris dan
selamatlah ia dari kemarahan rakyat Inggris yang ingin menghukumnya.18
Sejak akhir abad ke-15 Inggris, Prancis, Spanyol dan Jerman melanjutkan
kedutaan tetap pada pengadilan masing-masing.Namun tidak berlanjut sampai
pertengahan kedua abad ke-17 bahwa kedutaan tetap menjadi lembaga umum.19
Sampai dengan tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan
hubungan diplomatik berasal dari hukum kebiasaan.Pada Kongres Wina tahun
1815 raja-raja yang ikut dalam konferensi sepakat untuk mengkodifikasikan
hukum kebiasaan tersebut menjadi hukum tertulis.Namun tidak banyak yang telah
dicapai dan mereka hanya menghasilkan satu naskah saja yaitu hirarki diplomat
yang kemudian dilengkapi dengan protokol Aix-La-Chapelle tanggal 21
November 1818.Sebernanya Kongres Wina dari segi substansi praktis tidak
menambah apa-apa terhadap praktek yang sudah ada sebelumnya selain
menjadikannya sebagai hukum tertulis.20
Dengan adanya Kongres Wina ini maka dapat terwujud satu kesatuan yang
mengatur tentang hubungan diplomatik.Walaupun belum begitu sempurna, namun
18
Mohd. Sanwani Nst, Sulaiman, Bachtiar Hamzah, Op.cit, hal.69
19
L. Oppenheim, Loc.cit
20
sudah tercipta satu kodifikasi yang dapat diterima dan dipergunakan secara
internasional.
Kemudian pada tahun 1927 dalam kerangka Liga Bangsa-Bangsa
diupayakanlah kodifikasi yang sesungguhnya.Namun hasil-hasil yang telah
dicapai Komisi Ahli ditolak oleh dewan Liga Bangsa-Bangsa. Alasannya yaitu
belum waktunya untuk merumuskan kesepakatan global mengenai hak-hak
istimewa dan kekebalan diplomatik yang cukup kompleks dank arena itu
memutuskan untuk tidak memasukkan masalah tersebut dalam agenda Konferensi
Den Haag yang diselenggarakan pada tahun 1930 untuk kodifikasi hukum
internasional.
Pada tahun 1928, Konferensi ke-6 Organisasi Negara-negara Amerika
(OAS) di Havana menerima konvensi dengan namaConvention on Dipomatik
Officers.Mengingat sifatnya yang regional, implementasi konvensi ini tidak
menyeluruh.
Dengan terjadi perkembangan dan upaya untuk mengembangkan hukum
diplomatik, maka pada akhir 1959 Majelis Umum melalui Resolusi 1950 (XIV)
memutuskan untuk menyelenggarakan suatu konferensi untuk membahas masalah
kekebalan diplomatik. Konferensi dengan nama The United Nations Conference
on Diplomatic Intercourse and Immunities yang diselenggarakan di Wina dari
tanggal 2 Maret sampai 14 April 1961, menghasilkan 3 instrumen: Vienna
Convention on Diplomatic Relations, Optional Protocol Concerning Acquisition
of Nationality, dan Optional Protocol Concerning the Compulsory Settlement of
Konvensi itu diterima oleh 72 negara, tiga tahun kemudian tanggal 24
April 1964, konvensi tersebut mulai berlaku, sampai sekarang hampir seluruh
negara di dunia telah meratifikasi konvensi tersebut.
C. Fungsi Perwakilan Diplomatik
Untuk menentukan fungsi perwakilan diplomatik terlebih dahulu kita
membedakan antara perwakilan tetap dan tidak tetap. Perwakilan diplomatik tidak
tetap hanya sementara diberi kuasa untuk tujuan tertentu, fungsinya terbatas pada
tugas yang diberikan kepada mereka, hanya untuk menangani masalah tertentu
sesuai dengan surat kepercayaan yang diterimanya. Seperti menangani beberapa
perundingan, mewakili kongres satu konferensi sesuai dengan penunjukannya.Jika
telah selisai mengadakan perundingan atau konferensi tersebut, maka selesai
pulalah tugas misi yang diembannya.
Sedangkan tugas dan fungsi perwakilan diplomatik tetap sangat luas.
Menurut Oppenheim, fungsi perwakilan diplomatik yang tetap yakni negosiasi,
observasi dan proteksi. Tapi disamping fungsi-fungsi tersebut, perwakilan
diplomatik dapat ditugaskan yang lainnya dan bermacam-macam fungsi lainnya.21
1. Menyalurkan kepada pemerintah negara pemerintah mengenai politik luar
negri pemerintah diplomat tersebut, serta penjelasan seperlunya tentang Disamping itu, menurut Baharuddin A. Ubani, perwakilan diplomatik
yang bertindak sebagai saluran diplomasi negara mempunyai fungsi ganda, yaitu:
21
negaranya untuk menumbuhkan pengertian yang baik dan mendalam mengenai negaranya.
2. Menyalurkan kepada pemerintah negaranya perihal politik luar negri
penerima dan melaporkan semua kejadian, peristiwa serta perkembangan setempat, lengkap dengan keterangan dan penjelasan keadaan setempat. Penjelasan dan analisis yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan politik luar negrinya.22
Negara penerima harus dapat menghormati perwakilan diplomatik negara
pengirim untuk melaksanakan fungsi-fungsinya seperti diatur dalam Konvensi
Wina Tahun 1961. Untuk lebih jelasnya, fungsi-fungsi perwakilan diplomatik
akan diuraikan satu persatu.
1. Mewakili negara pengirim didalam negara penerima
Seorang duta besar tetap ataupun perwakilan lainnya mewakili negara
pengirimnya secara keseluruhan dalam hubungan internasional negaranya
masing-masing. Tidak hanya kepada negara dimana dia diberi kuasa penuh tetapi juga
dengan negara lainnya. Dia merupakan penghubung kepala negara dari negara
pengirimnya, sebagai penghormatan terhadap komunikasi yang dibentuk dengan
negara dimana dia ditunjuk.23
Untuk beberapa tingkatan, bagaimanapun juga, dengan adanya telephone,
telegraph, telex, dan fax service, ataupun alat komunikasi lainnya yang semakin
22
Syahmin Ak, Op.cit, hal.239
23
canggih dan berkembang telah mengurangi pentingnya perwakilan diplomatik
yang tradisional dengan memperkuat proses perhubungan.24
2. Proteksi
Namun walaupun demikian, dengan banyaknya jumlah negara-negara baru
dan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang cepat tersebut
sehinnga semakin banyak juga tugas yang dijalankan oleh perwakilan
diplomatik.Disamping mewakili negaranya di negara penerima dalam hal
kerjasama masalah politik, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, tetapi
juga dimungkinkan dalam hal berusaha menangani masalah yang bersifat regional
setempat ataupun internasional yang tentu saja apabila masalah tersebut
berhubungan dengan negara yang diwakilkannya dan menyangkut masalah
kepentingan bersama.
Dalam Konvensi Wina tahun 1961 telah ditegaskan bahwa perwakilan
diplomatik berfungsi untuk melindungi, didalam negara penerima,
kepentingan-kepentingan negara pengirim dan warganegara-warganegaranya, didalam
batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional.25
24
Malcolm N. Shaw, International law, 4th.ed, Cambridge University Press, Cambridge, 1997, hal.524
25
Pasal 3 ayat 1 sub b, Konvensi Wina tahun 1961
Begitu juga negara penerima
harus memberikan perlindungan kepada para pejabat diplomatik yang
bersangkutan di negaranya.Bahkan negara ketiga juga harus memberikan
mereka berada in transit di negara ketiga tersebut, untuk menuju ke posnya atau
kembali ke posnya, atau pada saat kembali ke negaranya.26
Perwakilan diplomatik melakukan perlindungan terhadap orang-orang,
properti dan kepentingan dari beberapa subyek dari negara pengirim dan
kadang-kadang subyek dari negara lain, sampai kepada batas-batas negara dimana mereka
ditugaskan dan diberi kuasa.27 Jika orang-orang diperlakukan tidak adil tanpa
dapat menemukan ganti kerugian dengan cara hukum yang biasa dan jika mereka
meminta pertolongan perwakilan diplomatik dari negara pengirim yang sama
dengan negara asal mereka, maka perwakilan diplomatik harus diizinkan untuk
memberikan perlindungan kepada teman sebangsanya yakni hukum dari negara
asal mereka bukan hukum dari negara penerima.28
Sungguh suatu ironi bahwa perwakilan diplomatik tetap merupakan
sasaran dikarenakan mereka kurang mendapat pengamanan walaupun mereka
memiliki kekebalan dan keistimewaan berdasarkan Konvensi Wina tahun 1961,
diakui oleh hampir semua negara dan dihormati oleh semua bangsa yang beradab.
Mereka dijadikan sasaran pembunuhan untuk mendramatisasikan tuntutan suatu
kelompok masyarakat, umumnya suatu kelompok ekstrim dan/atau terorisme dari Perlindungan terhadap perwakilan diplomatik juga sangat dibutuhkan
sebab sering terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum internasional
khususnya yang mengancam keselamatan perwakilan diplomatik sehingga dapat
menghambat pelaksanaan tugas mereka.
26
Pasal 40 Konvensi Wina tahun 1961
27
L. Oppenheim, Op.cit, hal.286
28
suatu negara yang mengutus diplomatik itu di negara sahabatnya, namun tidak
menutup kemungkinan dijadikan incaran kelompok teroris dari kalangan bangsa
lain.29
3. Negosiasi (perundingan)
Dengan demikian para perwakilan diplomatik disamping berfungsi untuk
melakukan perundingan tetapi juga mereka membutuhkan pengamanan dan
perlindungan dalam menunjang fungsinya sebagai penghubung persahabatan dan
kerjasama dengan negara lain.
Sebagaimana kita ketahui setiap negara akan melakukan segala macam
usaha demi mewujudkan negaranya masing-masing. Salah satu diantaranya yang
paling utama adalah dengan menjalankan hubungan dengan negara lain. Dan
sudah tentu hubungan tersebut tidak hanya menguntungkan satu negara saja,
melainkan hubungan tersebut harus berjalan secara timbal-balik, sehingga kedua
negara tersebut dapat memenuhi kebutuhan mereka masing-masing.
Perwujudan dari kerjasama tersebut maka dilaksanakan
perundingan-perundingan yang akan tertuang dalam perjanjian-perjanjian yang mengikat para
pihak disegala bidang, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan maupun bidang ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Dalam hukum internasional, perundingan ini (negosiasi) dapat dilaksanakan
dengan dua atau lebih negara (law making treaty).Yang dapat ikut dalam
perundingan pada umumnya adalah negara yang berdaulat, namun
29
sebagaipengecualian diizinkan juga turut serta dalam perundingan yaitu negara
yang belum merdeka dan belum berdaulat penuh.30
Menurut Konvensi Wina tahun 196131, pejabat diplomatik melakukan
perundingan dengan pemerintah negara penerima sebagai perwakilan dari
negaranya.Namum tidak jarang terjadi bahwa mengenai masalah tertentu
dilakukan oleh utusan khusus, terutama jika masalah teknis.32
4. Memberikan Laporan
Konvensi Wina tahun 196133, menyatakan didalamnya bahwa salah satu
fungsi perwakilan diplomatik adalah memberikan laporan, yakni dengan
mengetahui menurut cara-cara yang sah, keadaan dan perkembangan di dalam
negara penerima dan melaporkannya kepada pemerintah negara pengirim.Tugas
pelaporan ini merupakan suatu hal yang utama bagi perwakilan diplomatik
termasuk didalamnya tugas observasi secara seksama atas setiap peristiwa yang
terjadi di negara penerima terutama yang dapat berpengaruh terhadap kepentingan
negara pengirim dan melaporkan tiap-tiap observasi kepada pemerintah mereka.34
Tugas pelaporan ini merupakan hal yang pokok bagi kewajiban
perwakilan diplomatik, tetapi harus didasarkan kepada hukum yang berlaku, tugas
observasi yang dilakukan tidak dibenarkan apabila sudah mencapai tahap spionase
30
Ibid
31
Pasal 3 ayat 1 sub c, Konvensi Wina tahun 1961
32
Syahmin Ak, Op.cit, hal.245
33
Pasal 3 ayat 1 sub d, Konvensi Wina tahun 1961
34
terhadap segala kegiatan ataupun kejadian di negara penerima, maka tugas
pelaporan ini harus didasarkan kepada azas-azas hukum yang berlaku.
5. Meningkatkan hubungan persahabatan antar negara
Fungsi lain dari perwakilan diplomatik adalah untuk memajukan hubungan
bersahabat diantara negara pengirim dan negara penerima serta membangun
hubungan–hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmiah.35
Bagaimanapun juga, fungsi-fungsi perwakilan tersebut diatas adalah
merupakan fungsi umum dari perwakilan diplomatik yang diterima oleh setiap
negara.Namun sebuah negara dapat memerintahkan perwakilan diplomatik untuk
melakukan tugas-tugas lainnya, seperti pendaftaran kematian, kelahiran,
perkawinan dari negara pengirim, pengesahan tanda tangan, permasalahan paspor
dan hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas.Tetapi dalam
melaksangakan hal-hal ini, sebuah negara harus hati-hati untuk tidak
memerintahkan para diplomatnya untuk melaksanakan tugas-tugas yang mana Sehingga sudah menjadi
kewajiban perwakilan diplomatik untuk menjaga hubungan kedua negara tetap
terjalin dengan baik.Hubungan persahabatan ini tidak hanya dimaksudkan kepada
hubungan antar negara saja tetapi juga kepada hubungan antar rakyat kedua
negara.Sehingga hubungan persahabatan antar negar pengirim dan negara
penerima tidak saja dilaksanakan oleh pihak negara, tetapi rakyat dari
masing-masing negara tersebut juga dapat mengembangkan lebih luas lagihubungan
tersebut, baik di bidang sosial ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
35
oleh hukum dari negara penerima telah disediakan untuk petugas anggota misi
diplomatik.36
Jadi, dalam suatu negara yang hukumnya memaksa orang-orang yang
bermaksud untuk melaksanakan perkawinan untuk menandatangani pada saat
kehadirannya ketika mereka melakukan pendaftarannya, tidak mengizinkan
perwakilan luar untuk melakukan sebuah perkawinan teman-teman sebangsa
sampai setelah pendaftaran yang dilakukan oleh pejabat pendaftaran.Dengan
demikian sebuah negara tidak mengizinkan perwakilan luar negri untuk
melakukan suatu tindakan dimana telah disediakan oleh jurisdiksi negara tersebut,
seperti dalam hal pemeriksaan sumpah dalam kesaksian.37
Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh perwakilan diplomatik yang
berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas apabila negara penerima telah
menyediakannya maka mereka tidak diizinkan untuk melakukannya karena
dianggap telah melangkahi jurisdiksi hukum dari negara penerima, sehinga
dianggap tidak menghormati hukum nasional dari negara penerima.Disamping itu,
secara universal kita kenal bahwa para diplomat tidak boleh ikut campur alam
kehidupan politik dalam negeri dari suatu negara dimana dia diakreditasikan.38
36
Harus diperhatikan bahwa perwakilan diplomatik seperti kita ketahui juga
berfungsi untuk melaporkan segala kejadian yang terjadi di negara tersebut,
sehingga ia harus mengobservasi dan memperhatikan dengan kewaspadaan
Tetapi mereka tidak mempunyai hak apapun untuk ikut serta dalam
kehidupan politik, untuk mendorong suatu partai politik ataupun mengancam satu
dengan lainnya.Tidak peduli apakah seorang perwakilan diplomatik bertindak
dengan anggaran pribadinya atau berdasarkan instruksi dari negara pengirimnya.39
Tidak satupun negara yang mempunyai harga diri akan mengizinkan suatu
perwakilan luar negri untuk melakukan campur tangan, tetapi mereka akan
meminta negara pengirimnya untuk memanggil pulang diplomat tersebut dan
menunjuk individu yang lainnya atau dalam hal campur tangannya sudah terlalu
menyolok maka mereka akan memintanya untuk menyerahkan paspornya dan
bersamaan dengan itu mereka memecatnya.40
D. Cara-cara melakukan hubungan diplomatik
Maka dari itu diperlukan kewaspadaan yang tinggi agar para diplomat
tidak sampai terjerumus untuk ikut serta dalam suatu partai politik di negara
penerima. Hal itu akan membawa dampak yang besar terhadap posisi diplomatik
kedua negara.
Sebagi usaha dalam menjalin persahabatan antar negara, maka tiap-tiap
negara akan melakukan hubungan diplomatik. Orang pertama yang dapat
mewakili negara di luar negri adalah kepala negara (presiden atau raja).Namun
berhubung dengan begitu banyaknya tugas kepala negara maka wewenang dari
39
Ibid
40
kepala negara ini dalam mewakili negaranya dalam hubungan diplomatik adalah
ditentukan oleh undang-undang yang berlaku ditiap-tiap negara.
Pada umumnya wewenang kepala negara dalam hubungan diplomatik
tidak mencakup seluruhnya hanya terbatas pada wewenang untuk menerima
wakil-wakil diplomatik dan konsul-konsul negara-negara asing, mengangkat dan
mengutus wakil-wakil diplomatik dan konsul negaranya sendiri, mengadakan
perjanjian-perjanjian internasional, menyatakan perang dengan negara lain,
mengadakan perdamaian dengan negara lain.41
Hak legasi ini diterima oleh Konvensi Havana tahun 1928 seperti yang
tercantum dalam pasal 1 nya.Selanjutnya bila diperhatikan praktek yang
berkembang hak legasi ini berangsur-angsur sudah ditinggalkan, dikarenakan hak
legasi ini tidak boleh dipaksakan kepada semua negara seperti disebutkan oleh
Prof. Fhauchille (traite de Droit International Public, Vol 1, p.32)
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa duta dan konsul adalah
merupakan wakil di luar negri.Sebelumnya secara umum telah diakui bahwa
setiap negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai right of legation.Hal legasi
ini ada yang bersifat aktif ada juga bersifat pasif. Hak legasi yang aktif adalah hak
suatu negara untuk mengakreditasikan wakilnya ke negara lain dan hak legasi
pasif adalah kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara asing.
42
41
Pasal 11 & 13 UUD 1945
42
Bour Mouna, Op.cit, hal.475
bahwa tidak
suatu negara pun yang diharuskan menerima duta besar negara lain, itu adalah
Suatu negara tidak diharuskan untuk membuka hubungan diplomatik
dengan negara lain terutama disebabkan masalah teknis dan bukan atas dasar
politis. Ini berarti suatu negara mempunyai hak untuk tidak mengirim perwakilan
diplomatiknya ke negara lain dan juga tidak mempunyai hak untuk meminta
negara lain untuk dapat menerima perwakilannya di negara tersebut.
Pembukaan hubungan diplomatik harus dilaksanakan apabila telah
terdapat kesepakatan bersama antara kedua negara.Hal ini seperti ditegaskan
dalam Konvensi Wina tahun 196143
Bila diperhatikan dengan seksama dalam pasal 2 Konvensi Wina
menyatakan bahwa antara pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan
perwakilan tetap merupakan dua hal yang berbeda. Hal ini berarti apabila suatu
negara membuka hubungan diplomatik dengan negara lain belum tentu dia juga , bahwasanya pembukaan hubungan
diplomatik antara negara-negara dan pengadaan misi diplomatik tetapnya, terjadi
dengan persetujuan timbal balik.Dengan terjadinya kesepakatan bersama yang
selanjutnya dituangkan dalam persetujuan bersama atau perjanjian bilateral, maka
kedua negara tersebut harus dapat menerima segala konsekwensinya.Kedua
negara tersebut harus menyadari bahwa mereka telah melakukan suatu perjanjian
tanpa ada tekanan ataupun paksaan dari manapun juga.
Dengan demikian suatu negara yang telah membuka hubungan diplomatik
dengan negara lain maka ia telah mengakui negara ataupun pemerintah dari
negara tersebut, kerena suatu negara tidak dapat dipaksakan untuk menerima
wakil-wakil dari negara yang tidak diakuinya.
43
langsung membuka perwakilan tetapnya di negara tersebut. Secara hukum kedua
hal ini merupakan dua hal yang berbeda. Pembukaan hubungan diplomatik dan
pembukaan kantor perwakilan diplomatik di Indonesia ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.44
Penolakan suatu negara untuk membuka hubungan diplomatik dengan
negara lain dengan alasan apapun juga sudah biasa berlaku dalam praktek. Banyak
negara-negara yang menolak untuk membuka hubungan negara-negara
tertentu.Dan juga sekarang sudah diakui secar umum, hak untuk membuka
hubungan diplomatik berasal dari pengakuan sebagai suatu negara yang
berdaulat.Suatu negara terlebih dahulu memberikan pengakuan dan kemudian
barulah membuka hubungan diplomatik.Dapat juga terjadi bahwa pengakuan
sekaligus merupakan pembukaan hubungan diplomatik.45
Cara melakukan hubungan diplomatik (tertulis) yang menyangkut masalah
perhubungan antara Departemen Luar Negri dan Para Kepala Perwakilan
diplomatik atau konsuler asing sebaliknya, atau antara pemerintah dengan Negara-negara di dunia sekarang ini tidak selalu mempunyai perwakilan
diplomatik tetapnya di setiap negara yang ada.Hal ini disebabkan karena
kekurangan dan dan personil negara-negara miskin ataupun yang kecil tidak
sanggup membuka banyak misi diplomatik tetap.Hal tersebut hanya dapat
dilaksanakan terhadap negara-negara tertentu saja yang lebih menguntungkan bagi
mereka.
44
Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negri
45
pemerintah, organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya, para
pejabat diplomatik satu dengan yang lainnya dan/atau masyarakat pada umumnya,
antara pejabat diplomatik dengan pejabat pemerintah, pejabat pemerintah dengan
penerima dan organisasi internasional adalah sebagai berikut:46
1. Nota (note)
2. Nota Diplomatik (note diplomatique)
3. Nota Kolektif (note collective)
4. Nota-nota Identik (identique notes)
5. Nota Verbale (note verbale)
6. Memorandum
7. Aide Memorie
8. Pro Memorie
9. Circular Notes (nota edaran)
Nota ialah cara melakukan hubungan dari Departeman Luar Negeri dengan
seorang Kepala perwakilan diplomat asing atau pejabat tinggi lain dan sebaliknya.
Nota merupakan istilah umum untuk surat-surat, terutama dipergunakan dalam
melakukan hubungan diplomatik.Nota selalu dipergunakan jika persoalan yang
dikemukakan penting sekali atau apabila nota tersebut bersifat pribadi.
46
Nota Diplomatik adalah nota yang dikirimkan oleh suatu pemerintah
kepada pemerintah lainnya. Atau dengan kata lain perhubungan antara
Departemen Luar Negeri dengan Kementrian Luar Negeri asing. Ataupun
semacam nota yang dipergunakan dalam hubungan surat menyurat resmi antar
pemerintah dengan perantaraan wakil diplomatik yang diakreditasikan di negara
penerima.
Nota Kolektif ialah suatu nota yang dikirimkan oleh suatu negara kepada
beberapa negara lainnya.Dari suatu Departemen Luar Negeri kepada beberapa
Kementrian Luar Negeri asing kepada Departemen Luar Negeri kita.Atau suatu
komunikasi tertulis yang diajukan dan ditandatangani bersama atau erat
hubungannya dengan kerjasama politik mereka dan dituju kepada negara yang
berdiri sendiri diluar persekutuan atau kerjasama mereka.
Nota Identik hampir sama dengan nota kolektif, tetapi isinya berbeda.
Nota identik adalah apabila kedua negara atau lebih mengajukan sesuatu kepada
negara ketiga, menyampaikan nota yang sama bunyinya, tetapi masing-masing
menandatanganinya.
Nota Verbale adalah suatu nota yang dipergunakan semacam bukti tertulis
yang merupakan ringkasan dari suatu pembicaraan antar pemerintah, baik
langsung maupun pemberitahuan melalui pesan atau kabar karena
penyampaiannya umumnya diajukan langsung (by hand), dengan keterangan lisan
(oral communication) ataupun sebagai penggantinya, dengan demikian tidak pula
diberi paraf penutup (complementary close). Dan biasanya nota jenis ini dibuat di
Memorandum merupakan suatu pernyataan tertulis antar pemerintah
ataupun dari suatu Kementriaan Luar Negeri kepada kedutaan/perwakilan
diplomatik atau sebaliknya.Pengiriman memorandum ini tidak perlu
ditandatangani oleh Mentri Luar Negeri.
Aide Memoire adalah sejenis nota yang merupakan bukti tertulis yang
informal (inrormal summary) dari suatu pembicaraan diplomatik (diplomatic
interview conversation) atau juga suatu percakapan atau catatan tidak resmi dari
sebuah interview antara Mentri Luar Negeri atau pihak Departemen Luar Negeri
dengan seorang duta asing. Catatan semacam ini lazimnya diserahkan oleh sang
duta di Kementrian Luar Negeri atau pihak Departemen Luar Negeri kepad sang
duta negara yang dimaksud. Kegunaannya adalah untuk membantu mengingat
(aid to memory) mengenai hal-hal yang pernah dibicarakannya.
Pro Memoire merupakan bentuk bukti tertulis resmi dari suatu percakapan
pembicaraan yang dilakukan oleh Mentri Luar Negeri ataupun Kepala perwakilan
diplomatik.Nota-nota pro memoria ini biasanya ditinggalkan oleh wakil-wakil
diplomatik yang mengajukan di Departemen Luar Negeri.Demikian pula
sebaliknya, nota-nota dari pihak Luar Negeri diserahkan kepada seorang wakil
diplomatik di Departemen Luar Negeri itu juga dengan memberitahukannya
terlebih dahulu atau dengan memanggilnya. Pro memoria sama dengan aide
memoire, perbedannya hanya terletak pada pro memoria lebih resmi, sedangkan
aide memoire tidak resmi.
Yang terakhir dari bentuk pelaksanaan hubungan diplomatik ini adalah
Nota Edaran, yaitu merupakan surat edaran dari Kementrian Luar Negeri kepada
BAB III
KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN DIPLOMATIK
A. Timbulnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik
Dalam abad ke-16 dan ke-17 pada waktu pertukaran Duta-duta besar
secara permanen antara negara-negara di Eropa sudah mulai menjadi umum,
kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah diterima sebagai praktek-praktek
negara dan bahkan telah diterima oleh para ahli Hukum Internasional meskipun
jika terbukti bahwa seseorang Duta Besar telah terlibat dalam komplotan atau
pengkhianatan melawan kedaulatan negara penerima. Seorang duta besar dapat
diusir tetapi tidak dapat ditangkap atau diadili.47
Keadaan Duta Besar dari jurisdiksi pidana di negara penerima telah mulai
dilakukan oleh banyak negara dalam abad ke-17 sebagai kebiasaan
internasional.Pada tahun 1706, pernah terjadi satu kasus dimana Duta Rusia di
Britania Raya telah ditangkap dengan tuduhan suatu penipuan. Segera setelah
terjadi peristiwa itu Kaisar Rusia telah mengirimkan ultimatum kepada Ratu Anne
dari Inggris bahwa Rusia akan mengumumkan perang terhadap Britania Raya
kecuali jika pemerintah Inggris mengajukan permintaan maaf. Namun demikian,
pemerintah Inggris kemudian telah mengajukan Rancangan Undang-undang
47
dikedua Majelis Parlemen yang menyatakan “bahwa setiap wakil asing haruslah
dianggap suci dan tidak dapat diganggu-gugat”.Disamping itu, Undang-undang
juga memuat ketentuan bahwa para diplomat asing dibebaskan dari jurisdiksi
perdata dan pidana.Undang-undang tersebut kemudian terkenal sebagai “7 Anne,
Cap.12.2/706, yang ternyata dokumen tersebut menjadi dasar bagi kekebalan dari
keistimewaan para diplomat”48
Para pejabat diplomatik yang dikirimkan oleh suatu negara ke negara
lainnya telah dianggap memiliki suatu sifat suci yang khusus.Sebagai
konsekwensinya mereka telah diberikan kekebalan dan keistimewaan
diplomatik.Pada masa Yunani kuno misalnya, gangguan terhadap seseorang duta
besar dianggap merupakan pelanggaran yang paling berat.Demikian pula di
zaman Romawi, para penulis modern telah sepakat mengenai anggapan bahwa
terjadinya cidera terhadap seorang wakil dari negara pada hakekatnya merupakan
pelanggaran secara sengaja terhadap jus gentium. .
49
Kemudian pada pertengahan abad ke-18, aturan-aturan kebiasaan
mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai ditetapkan,
termasuk harta milik, gedung dan komunikasi para diplomat.Untuk menunjukkan
totalitas kekebalan dan keistimewaan diplomatik tersebut.50
Hugo Grotius juga memberikan tanggapan bahwa para Duta Besar,
menurut khayalan ini sudah mengambil sifat sebagai aturan, maka hal itu dilihat
sebagai sesuatu yang menyesatkan dan membahayakan.51
Meskipun aturan-aturan yang luas mengenai kekebalan dan keistimewaan
para diplomatik tetap tidak diubah, pada abad ke-18 aturan-aturan itu telah
berkembang secara terperinci menurut variasi masing-masing yang dilakukan oleh
beberapa negara.52
Pada pertengahan abad ke-18, kekebalan-kekebalan diplomatik mulai
ditetapkan termasuk gedung, harta milik dan komunikasi para diplomat. Dan
sejalan dengan perkembangan negar-negara dalam mengadakan hubungan dengan
negara lain serta bertambahnya jumlah negara-negara baru yang merdeka maka
perwakilan diplomatik yang permanen telah merupakan suatu hal yang biasa
dalam hubungan internasional.53
Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-20, kekebalan dan
keistimewaan diplomatik cenderung kearah bentuk-bentuk baru dalam
komunikasi diplomatik seperti wireless transmitter dalam perwakilan diplomatik,
pengangkutan kantong diplomatik oleh kurir ad hoc, dibawa sendiri oleh pilot
pesawat terbang dan tidak terdapat persetujuan secara jelas apakah cara-cara baru
itu diizinkan atau diperbolehkan dengan perlindungan yang sama sebagaimana
dalam pengangkutan kantong diplomatik tradisional. Ada beberapa kodifikasi dari
aturan-aturan hukum diplomatik, dua diantaranya yang paling penting adalah:
“Havana Convention on diplomatic Officers” yang ditandatangani tahun 1928
dan “Harvard Research Draft Convention on Diplomatic Priveleges and
Immunities”, yang diterbitkan dalam tahun 1932.54
52
Ibid, hal.54
53
Edi Suryono, Perkembangan Hubungan Diplomatik, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1992, hal.33
54
Pengakuan kekebalan diplomatik pada mulanya didasarkan atas hukum
kebiasaan internasional semata-mata, yaitu kebiasaan dalam praktek hubungan
antar negara yang berlangsung dengan tukar-menukar perwakilan diplomatik.
Lama-kelamaan kebutuhan akan adanya peraturan hukum tertulis mengenai
pengakuan kekebalan diplomatik yang dapat dipergunakan secara umum oleh
semua negara dirasakn mendesak. Akhirnya setelah dengan Kongres Aix-La
Chapelle tahun 1818, maka pada tahun 1961 azas kekebalan diplomatik sebagai
hukum Internasional dikukuhkan dalam sebuah konvensi.55
B. Dasar Hukum Pemberian Kekebalan Diplomatik
Konvensi yang dimaksud adalah “Vienna Convention on Diplomatic
Relation”, atau Konvensi Wina mengenai Hubungan-hubungan diplomatik tahun
1961.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa pemberian kekebalan diplomatik
pada hakekatnya merupakan hasil sejarah yang sudah lama sekali, dimana
pemberian semacam itu dianggap sebagai kebiasaan internasional.Sesuai dengan
aturan kebiasaan dalam Hukum Internasional, para diplomat yang mewakili
negara-negara sering memiliki kekebalan yang kuat dari jurisdiksi negara
pengirim.Kekebalan-kekebalan ini sering diberikan secara jelas dalam
undang-undang maupun peraturan negara pengirim, kadang-kadang diberikan juga lebih
banyak dari yang sudah ditentukan Hukum Internasional.56
Hal tersebut, juga disampaikan oleh Oppenheim, bahwa keistimewaan
yang mana menurut Hukum Internasional adalah dimiliki oleh para diplomat
55
Edi Suryono, Loc.cit
56
adalah bukan hak-hak yang diberikan pada mereka oleh Hukum Internasional,
melainkan hak yang diberikan oleh negara penerima sebagai pemenuhan hak-hak
internasional yang dimiliki negara penerima. Bagaimanapun juga, hak-hak yang
diberikan kepada mereka oleh hukum nasional negara penerima disesuaikan
dengan kewajiban yang ditentukan oleh Hukum Internasional.Perbedaan tersebut
bukanlah merupakan yang sangat penting.57
a. Mengembangkan hubungan persahabatan antar negara tanpa
mempertimbangkan sistem ketatanegaraan dan sistem sosial mereka berbeda. Selanjutnya menurut Prof. DR.
Sumaryo Suryokusumo, SH, Llm, mengatakan hak-hak tersebut didasarkan atas
prinsip Resiprositas antar negara, dan prinsip ini mutlak diperlukan dalam
rangka:
b. Bukan untuk kepentingan perorangan tetapi untuk menjamin dilaksanakannya
tugas para pejabat diplomatik secara efisien terutama tugas dari nagara yang
diwakilinya.
Itulah sebabnya para pejabat diplomatik menikmati kekebalan dan
keistimewaan tertentu. Adapun alasan-alasan untuk memberikan hak-hak
diplomatik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Para diplomat adalah wakil-wakil negara
b. Mereka tidak dapat menjalankan tugas secara bebas kecuali jika mereka
diberikan kekebalan-kekebalan tertentu. Jelaslah bahwa jika mereka tetap
tergantung dari “good will” pemerintah mereka mungkin terpengaruh oleh
pertimbangan-pertimbangan keselamatan perorangan
57