ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN SUASANA KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN
PADA PERCETAKAN CV. WATI GRAFIKA MEDAN
TESIS
Oleh :
M. AFIANDA PUTRA 107019064/IM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN SUASANA KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN
PADA PERCETAKAN CV. WATI GRAFIKA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Manajemen Pada Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
M. AFIANDA PUTRA 107019064/IM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Suasana Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Percetakan CV. Wati Grafika Medan
Nama : M. Afianda Putra
NIM : 107019064
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Ketua
(Prof. Dr.Paham Ginting, M.Si)
Anggota
(Dr. Yenni Absah, M.Si)
Ketua Program Studi Dekan
(
Telah diuji pada
Tanggal : 12 Februari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : 1. Prof. Dr. Paham Ginting, M.Si Anggota : 1. Dr. Yenni Absah, M.Si
Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Suasana Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Percetakan
CV. Wati Grafika Medan ABSTRAK
Perkembangan bisnis saat ini yang selalu semakin bersaing sehingga perusahaan didalam mengelola usaha diharapkan mampu menggunakan suberdaya manusia dengan baik dan benar. Dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan pada percertakan CV. Wati Grafika Medan harus dilakukan oleh pemimpin yang dunamis, kreatif serta terbuka namun tetap kritis dan tanggap terhadap ide-ide dan perubahan, sehingga akhirnya dapat tercapai kepuasan kerja karyawan yang optimal. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan suasana kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada percetakan CV. Wati Grafika Medan. Metode yang digunakan dala penelitian ini adalah pendekatan survey, jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanatory. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner, wawancara dengan karyawan dan studi dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% atau α 0,05, terhadap kepuasan kerja karyawan pada percetakan CV. Wati Grafika, sedangkan gaya kepemimpinan dan suasana kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan CV. Waty Grafika. Secara serempak gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan suasana kerja berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
atau α 0,05 terhadap kepuasan kerja. Nilai koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini sebesar 0,234 menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan suasana kerja berpengaruh kepuasan kerja sebesar 23,4% sedangkan sisanya sebesar 76,6 % ditentukan oleh variabel lain.
THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE,
ORGANIZATIONAL CULTURE AND WORKING CONDITION
ON EMPLEYEES’ WORK SATISFICATION
AT CV. WATI GRAFIKA MEDAN
ABSTRACT
Nowadays, business development is so competing that a company
should be able to properly utilize its human resources in managing its
business. In improving its employees’ work satifiscation, CV. Wati Grafika
Medan, a printing company, should be managed by a dynamic, creative,
and transparent leader, but he should still be critical and responsive to new
ideas and changes so that the employees’optimal work satisfaction can be
achieved. The purpose of this descriptive quantitative explanatory study
was to find out and analyze the influence of leadership style, organizational
culture and working condition on work satisfication of the employees at CV.
Wati Grafika Medan. The research used a survey technique;its type was
descriptive quantitative, and its nature was descriptive explanatory. The
data were gathered by conducting interviews with questionnaire and
documentation study. The gathered data were analyze by using multiple
linear regression analysis with an SPSS software program. The result of the
study showed that organizational culture had a positive and significant
influence on work satisfication of the employees at CV. Wati Grafika
Medan at the level reliability of 95% or
α 0,05% on the employees’ work
satisfaction at CV. Wati Grafika, while leadership style and working
condition did not have any positive and significant influence on the
employees’s work satisfaction at CV. Wati Grafika. Simultaneously,
leadership style, organizational culture, and working condition had positive
and significant influence at
the level of reliability of 95% or α 0,05 on work
satisfaction. The determination coefficient (R
2) of 0,234 showed that the
variables of leadership style, organizational culture and working condition
could only explain the variable of work satisfaction of 23,4% and the
remaining 76,6% was explained by the other variables.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah senantiasa melimpahkan rahmat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan,
Budaya Organisasi dan Suasana Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada
Percetakan CV. Waty Grafika Medan”. Tesis ini merupakan tugas akhir dalam
rangka memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dalam Program Studi Ilmu
Manajemen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ak, CA selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu
Manajemen sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing
dan mengarahkan peneliti dalam penelitian tesis ini.
4. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Manajemen.
5. Ibu Dr. Yenni Absah, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing.
6. Ibu Dr. Khaira Amalia F, MBA, Ak selaku Anggota Komisi Pembanding
yang telah banyak membimbing dan mengarahkan peneliti dalam penelitian
7. Ibu Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembanding
yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.
8. Ibu Dr. Beby KF Sembiring, SE, MM, selaku Anggota Komisi Pembanding
yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.
9. Seluruh dosen-dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dan
pengalamannya selama perkuliahan, yang sangat bermanfaat dalam
penulisan tesis ini.
10. Ayah dan Ibu tersayang, Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec dan Hj. Nuridah,
SE, Istri tercinta Zainab Almunawarah, ananda M. Faruq Sya’ad, adik
tersayang Aisyah, SE.,MSi dan M. Dani Alfan, SH, Nenek Tigan Hj.
Hasyimah Tarigan dan Tante Pida, yang telah memberikan dorongan
semangat, perhatian, waktu dan yang telah memanjatkan doa-nya kepada
Allah SWT, agar kepada penulis diberikan kekuatan serta kesehatan disaat
menjalani masa perkuliahan sampai pada akhir penyelesaian penulisan tesis
ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, mengingat
keterbatasan waktu, tenaga dan kemampuan, sehingga segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan, demi kesempurnaan penulisan di
masa yang akan datang.
Medan, Februari 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Penelitian Terdahulu ... 9
2.2. Kepemimpinan ... 11
2.3. Teori Kepemimpinan ... 13
2.3.1. Teori Ciri ... 13
2.3.2. Teori Perilaku ... 14
2.3.3. Teori Kemungkinan ... 17
2.3.4. Pendekatan Terbaru Kepemimpinan ... 18
2.3.5. Pengukuran Kepemimpinan (Consideration/Berorientasi Karyawan dan Initiating Structure/Berorientasi Tugas ... 19
2.3.6. Gaya Kepemimpinan ... 21
2.4. Budaya Organisasi ... 27
2.5. Suasana Kerja ... 35
2.5.1. Pengertian Suasana Kerja ... 35
2.6. Kepuasan Kerja ... 40
2.6.1. Pengertian Kepuasan Kerja ... 40
2.7. Kerangka Berpikir ... 44
2.8. Hipotesis Penelitian ... 45
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47
3.2. Jenis Penelitian ... 47
3.3. Populasi dan Sampel ... 47
3.5. Jenis dan Sumber Data ... 49
3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 49
3.7. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 51
3.7.1. Uji Validitas ... 51
3.7.2. Analisis Distribusi Jawaban Responden ... 52
3.7.3. Uji Asumsi Klasik ... 53
3.7.4. Analisis Regresi Berganda ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55
4.1. Hasil Penelitian ... 55
4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 55
4.1.2. Karakteristik Responden ... 56
4.1.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59
4.1.4. Hasil Uji Reliabiltas ... 63
4.1.5. Analisis Distribusi Jawaban Responden ... 63
4.1.6. Rekapitulasi Jawaban Responden ... 68
4.1.7. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Suasana Kerja Terhadap Kepuasan Kerja ... 83
4.2. Pembahasan ... 84
4.2.1. Analisis Pengaruh Variabel Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Waty Grafika .. 84
4.2.2. Analisis Pengaruh Variabel Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Waty Grafika .. 85
4.2.3. Analisis Pengaruh Variabel Suasana Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Waty Grafika ... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
5.1. Kesimpulan ... 87
5.2. Saran ... 87
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
2.1. Orientasi Kepemimpinan Teori Michigan ... 15
3.1. Instrumen Skala Likert ... 48
3.2. Defenisi Operasional Variabel ... 51
4.1. Usia Karyawan CV. Wati Grafika ... 56
4.2. Jenis Kelamin Karyawan CV. Wati Grafika... 57
4.3. Tingkat Pendidikan Karyawan CV. Wati Grafika ... 57
4.4. Masa Kerja Karyawan CV. Wati Grafika ... 58
4.5. Hasil Analisis pertanyaan Responden ... 59
4.6. Hasil nilai r-hitung untuk pengujian validitas budaya organisasi ... 61
4.7. Hasil nilai r-hitung untuk pengujian validitas suasana kerja ... 61
4.8. Hasil Uji Reliabilitas butir pertanyaan variabel gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan suasana kerja. ... 63
4.9. Nilai rata-rata dan standard dan standard deviasi variabel ... 63
4.10. Nilai rata-rata dan standard deviasi variabel Budaya Organisasi ... 66
4.11. Nilai Rata-rata dan standard deviasi variabel suasana kerja. ... 67
4.12. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Gaya Kepemipinan ... 68
4.13. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Budaya Organisasi ... 73
4.14. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Suasana Kerja ... 76
4.15. Tabel Statistik Kolineritas Regresi Antara Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Kepuasan Kerja (Y) ... 80
4.16. Tabel Uji F ... 81
4.17. Tabel Uji R2 ... 4.18. Tabel Uji – t ... 83
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
2.1. Orientasi Kepemimpinan Teori Michigan ... 29 2.1. Budaya Kerja ... 30 2.2. Kerangka Berfikir Pengaruh Gaya Kepemimpinan Budaya Organisasi
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1. Kuisioner ... 93
2. Hasil Jawaban Responden Untuk Pertanyaan Tentang Gaya Kepemimpinan ... 100
3. Hasil Jawaban Responden Untuk Pertanyaan Tentang Budaya Organisasi ... 101
4. Hasil Jawaban Responden Untuk Pertanyaan Tentang Suasana Kerja ... 102
5. Data Suasana Kerja ... 103
6. Diagram Pencar Residual ... 104
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Penelitian Terdahulu ... 10
Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Suasana Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Percetakan
CV. Wati Grafika Medan ABSTRAK
Perkembangan bisnis saat ini yang selalu semakin bersaing sehingga perusahaan didalam mengelola usaha diharapkan mampu menggunakan suberdaya manusia dengan baik dan benar. Dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan pada percertakan CV. Wati Grafika Medan harus dilakukan oleh pemimpin yang dunamis, kreatif serta terbuka namun tetap kritis dan tanggap terhadap ide-ide dan perubahan, sehingga akhirnya dapat tercapai kepuasan kerja karyawan yang optimal. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan suasana kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada percetakan CV. Wati Grafika Medan. Metode yang digunakan dala penelitian ini adalah pendekatan survey, jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanatory. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner, wawancara dengan karyawan dan studi dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% atau α 0,05, terhadap kepuasan kerja karyawan pada percetakan CV. Wati Grafika, sedangkan gaya kepemimpinan dan suasana kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan CV. Waty Grafika. Secara serempak gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan suasana kerja berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
atau α 0,05 terhadap kepuasan kerja. Nilai koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini sebesar 0,234 menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan suasana kerja berpengaruh kepuasan kerja sebesar 23,4% sedangkan sisanya sebesar 76,6 % ditentukan oleh variabel lain.
THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE,
ORGANIZATIONAL CULTURE AND WORKING CONDITION
ON EMPLEYEES’ WORK SATISFICATION
AT CV. WATI GRAFIKA MEDAN
ABSTRACT
Nowadays, business development is so competing that a company
should be able to properly utilize its human resources in managing its
business. In improving its employees’ work satifiscation, CV. Wati Grafika
Medan, a printing company, should be managed by a dynamic, creative,
and transparent leader, but he should still be critical and responsive to new
ideas and changes so that the employees’optimal work satisfaction can be
achieved. The purpose of this descriptive quantitative explanatory study
was to find out and analyze the influence of leadership style, organizational
culture and working condition on work satisfication of the employees at CV.
Wati Grafika Medan. The research used a survey technique;its type was
descriptive quantitative, and its nature was descriptive explanatory. The
data were gathered by conducting interviews with questionnaire and
documentation study. The gathered data were analyze by using multiple
linear regression analysis with an SPSS software program. The result of the
study showed that organizational culture had a positive and significant
influence on work satisfication of the employees at CV. Wati Grafika
Medan at the level reliability of 95% or
α 0,05% on the employees’ work
satisfaction at CV. Wati Grafika, while leadership style and working
condition did not have any positive and significant influence on the
employees’s work satisfaction at CV. Wati Grafika. Simultaneously,
leadership style, organizational culture, and working condition had positive
and significant influence at
the level of reliability of 95% or α 0,05 on work
satisfaction. The determination coefficient (R
2) of 0,234 showed that the
variables of leadership style, organizational culture and working condition
could only explain the variable of work satisfaction of 23,4% and the
remaining 76,6% was explained by the other variables.
BAB I PENDAHULUAN
1.5.LATAR BELAKANG
Gaya kepemimpinan didefenisikan sebagai pola perilaku yang dilakukan
seseorang pada waktu berusaha mempengaruhi aktivitas orang lain. Sebagai
perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam
mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku organisasi. Gaya
kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi. Dengan demikian gaya kepemimpinan merupakan suatu proses
mempengaruhi dan mengarahkan perilaku orang lain, baik individu maupun
kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. (Heidjrachman dan Husnan: 2002).
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap
usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa
kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan
organisasi mungkin menjadi renggang (lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi
dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu
keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian
sasaran-sasarannya, (Reksohadiprodjo & Handoko (1991). Menurut Davis (1972)
organisasi adalah kumpulan orang-orang dan mesin-mesin yang tidak teratur
(kacau balau). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi
merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan
memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan manajemen
seperti perencanaan,pengorganisasian dan pengambilan keputusan merupakan
sebuah kepompong yang tidur (tidak aktif) sampai pemimpin cepat bertindak
untuk menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan mereka
mencapai tujuan. Kepemimpinan mengubah sesuatu yang potensial menjadi
kenyataan. Ini adalah kegiatan pokok yang memberikan sukses bagi semua hal
yang potensial, yaitu suatu organisasi dan anggota-anggotanya.
Kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses.
Terlebih lagi karyawan yang baik selalu ingin tahu bagaimana mereka dapat
memberikan sumbangan dalam pencapaian tujuan organisasi dan paling tidak,
gairah para karyawan memerlukan kepemimpinan sebagai dasar motivasi
eksternal untuk menjaga tujuan-tujuan mereka tetap harmonis dengan tujuan
organisasi. Organisasi yang berhasil memiliki satu sifat umum yang menyebabkan
organisasi tersebut dapat dibedakan dengan organisasi yang tidak berhasil. Sifat
dan ciri umum tersebut adalah kepemimpinan yang efektif.
Keberhasilan seorang Pemimpin tidak terlepas dari bantuan orang-orang
disekitarnya, serta kemampuan dalam mempengaruhi pikiran orang-orang
tersebut untuk menyetujui dan apa yang diharapkan pimpinannya dalam
mencapai suatu tujuan. Seni yang dilakukan seorang pemimpin dalam mengelola
suatu organisasi perusahaan sering melekat dengan karakter pemimpinnya, sering
pula jenis usaha memerlukan karakter yang serasi dengan jenis dan skala usaha
Setiap organisasi memiliki budaya organisasi. Pada hakikatnya budaya
organisasi adalah merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya. Begitu organisasi berdiri, pembentukan
budayanya pun dimulai. Pembentukan budaya organisasi terjadi tak kala anggota
belajar menghadapi masalah, baik masalah yang menyangkut
perubahan-perubahan eksternal, maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan
keutuhan perusahaan.
Budaya organisasi merupakan pengendalian dan arah dalam membentuk
sikap dan perilaku para anggota didalam suatu perusahaan. Secara individu
maupun kelompok, seseorang tidak akan terlepas dari budaya perusahaan dan
pada umumnya anggota perusahaan akan mempengaruhi beraneka ragamnya
sumber daya yang ada seperti suasana kerjanya
Suasana kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan.
Pencapaian visi dan misi perusahaan tidak dapat dilaksanakan secara efektif,
bilamana tidak didukung dengan suasana lingkungan tempat karyawan bekerja,
yang dapat mempengaruhi semangat kerja. Suasana kerja meliputi suasana fisik
dan suasana non fisik. Adapun faktor-faktor yang membentuk suasana kerja
dalam suatu organisasi perusahaan adalah lingkungan yang bersih, penerangan
yang cukup, pertukaran udara yang baik, jaminan terhadap keamanan, tingkat
kebisingan, hubungan kerja yang harmonis dan lain lain.
Suasana kerja yang baik akan mendorong karyawan senang bekerja,
semangat bekerja dan meningkatkan tanggungjawab, untuk melakukan pekerjaan
yang baik, memerlukan keikhlasan pengorbanan bagi semua pihak. Sedangkan
keikhlasan pengorbanan sangat diwarnai oleh kesejahteraan seseorang
(karyawan) terutama mengenai kepuasan kerja karyawan seperti gaji.
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan
kerja didefinisikan sebagai : Suatu Suasana emosional karyawan dengan adanya
kesesuaian atau ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan, apabila harapan
yang ada pada individu dapat terjadi atau sesuai dengan kenyataan, maka ada
kepuasan karyawan dalam bekerja, sebaliknya bila kenyataan, sebaliknya bila
harapan yang diinginkan tidak baik hal inilah yang harus dipertimbangkan oleh
pemimpin untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasinya.
Percetakan CV. Wati Grafika merupakan perusahaaan “Layan Dokumen”
yang bersifat melayani dan mengutamakan pelayanan kepada para konsumen
untuk jasa percetakan, fotocopy, setting, pengetikan penjilidan dan lainnya.
Percetakan CV. Wati Grafika Medan dalam usaha meningkatkan kepuasan kerja
karyawannya perlu memperhatikan aspek : gaya kepemimpinan, budaya
organisasi dan suasana kerja. Pada dasarnya kinerja seorang karyawan dalam
bekerja sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi yang kuat, suasana kerja yang
kondusif serta gaya kepemimpinan yang serasi, yang mengikutsertakan bawahan
dalam berbagai kegiatan yang ada.
Perusahaan ini didirikan oleh Ibu Hj. Hasyimah Tarigan beserta anak dan
menantu, sebagai generasi pertama sejak tahun 1984 sampai dengan tahun 2007
diteruskan oleh generasi ke 2 (dua) penerusnya ibu Hj Nuridah SE (sejak 2008
hingga sekarang 2014).
Perjalanan kepemimpinan generasi pertama ditangani dengan gaya
kepemimpinan yang cenderung otokratis (ketat, saklek) oleh ibu Hj Hasyimah
Tarigan sebagai generasi pendiri didampingi bersama putra-putra beliau. Budaya
organisasi yang telah ditanamkan secara kekeluargaan, teguh, keras, tidak bebas,
disiplin dengan suasana kerja yang sederhana, seadanya dan kaku.
Pada periode kepemimpinan Ibu Hj. Nuridah, SE, gaya kepemimpinan
dalam mengelola perusahaan bersifat demokratis dan setiap karyawan di berikan
kewenangan untuk berpartisipasi dengan aturan dan disiplin organisasi yang
relatif longgar dan santai serta suasana kerja menjadi lebih santai dan rileks.
Bagaimanapun telah terjadi masalah dalam kepemimpinan generasi kedua
yakni pada tahun 2010 yang lalu, sebagian pekerja keluar dari perusahaan
(eksodus) sebanyak 4 (Empat) personil yang memegang posisi strategis yakni
operator percetakan ofset toko, bagian penjilidan Lux, Setting Komputer Global
Positioning Sistem (GPS) serta setting Komputer Pagemaker.
Terjadi masalah dari kepuasan kerja karyawan disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu : Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Suasana Kerja
perusahaan yang disebabkan adanya alih kepemimpinan sehingga menyebabkan :
1. Sebanyak 4 (empat) orang karyawan inti, exodus dari perusahaan
2. Terjadinya perubahan Gaya Kepemimpinan (Sejak 2008-2012) dari generasi
1 (G1) ke Generasi 2 (G2) (alih generasi) pada masa transisi budaya
3. Suasana kerja yang tidak nyaman karena banyak barang yang menumpuk di
Faktor pemicu keluarnya (eksodus) pegawai secara massal pada waktu itu
adalah adanya campur tangan karyawan yang berkeinginan membuka usaha yang
sama di bidang percetakan di tempat lain, dengan alasan ketidakpuasan dan
keinginan mendapatkan uang lebih besar, mereka membujuk pegawai lainnya
untuk keluar dari perusahaan CV. Waty Grafika. Hal tersebut bisa terjadi karena
kepemimpinan yang kurang tegas, budaya organisasi yang relatif masih lemah.
Oleh karena budaya organisasi yang relatif masih lemah karena
pelimpahan pimpinan yang relatif masih baru (beberapa tahun) dari generasi
yang pertama ke generasi yang kedua. Tambahan pula perkembangan perusahaan
yang semakin maju, seiring inovasi teknologi setting komputer yang diterapkan
perusahaan pada tahun sebelumnya, diiringi oleh order yang semakin meningkat,
mengakibatkan ada keinginan pegawai inti ini untuk melakukan eksodus.
Cetakan dan setting komputer yang pada saat itu terbatas, hanya dimiliki
oleh beberapa percetakan besar, juga membuat munculnya rasa arogansi bagi
pegawai yang eksodus, merasa percaya diri bahwa order datang karena
keberadaan mereka, padahal sesunggguhnya order datang karena adanya ikatan
emosional antara pelanggan dan perusahaan Wati Grafika.
Cetakan dan setting komputer yang pada saat itu terbatas, hanya dimiliki
oelh beberapa percetakan besar, juga membuat munculnya rasa arogansi bagi
pegawai yang eksodus, merasa percaya diri bahwa order datang karena
keberadaan mereka, padahal sesunggguhnya order datang karena adanya ikatan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini memfokuskan
“ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI
DAN SUASANA KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN
PADA PERCETAKAN CV. WATY GRAFIKA MEDAN”.
1.6.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan
dalam peneliti ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan di Percetakan CV. Wati Grafika Medan ?
2. Apakah budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan di Percetakan CV. Wati Grafika Medan ?
3. Apakah suasana kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja karyawan di Percetakan CV. Wati Grafika Medan ?
4. Apakah gaya kepemimpinan budaya organisasi dan suasana kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di
Percetakan CV. Wati Grafika Medan ?
1.7.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis gaya kepemimpinan berpengaruh
positif terhadap kepuasan kerja karyawan Percetakan Wati Grafika Medan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis budaya organisasi berpengaruh positif
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh suasana kerja terhadap
kepuasan kerja karyawan Percetakan Wati Grafika Medan.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, budaya
organisasi, suasana kerja terhadap kepuasan kerja karyawan Percetakan CV.
Wati Grafika Medan.
1.8.Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Penulis dapat menerapkan teori-teori dan literatur yang di peroleh di bangku
perkuliahan dan mencoba membandingkannya dengan praktek yang ada
dilapangan dan untuk menambah pemahaman penulis dalam bidang
manajemen sumber daya manusia.
2. Diharapkan bagi Percetakan CV. Wati Grafika Medan, dapat memberikan
masukan yang bermanfaat untuk terus meningkatkan kepuasan kerja
karyawannya, melalui gaya kepemimpinan yang sesuai dan serasi, budaya
organisasi dan suasana kerja yang baik.
3. Diharapkan bagi pihak lain hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
dan referensi dalam melakukan penelitian pada objek, topik dan masalah yang
sama dimasa yang akan datang, maupun untuk penelitian lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.9.Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
diantaranya adalah Mariam (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui
Kepuasan Kerja Karyawan. Responden yang digunakan sebanyak 35 karyawan.
Analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan menggunakan
program Software SPSS 15.00 For Windows. Hasil penelitian menunjukkan gaya
kepemimpinan, budaya organisasi dan suasana kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Astudi (2005) melakukan penelitian dengan judul : Analisis Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Organisasi Pada Hotel Ambarukmo,
Jogjakarta. Variabel yang digunakan diantaranya, gaya kepemimpinan (otoriter,
kompromi, partisipalif dan demokrasi), budaya organisasi (inovasi dan
pengambilan resiko, perhatian kerincian, orientasi ketetapan dan stabilitas).
Alat analisis yang digunakan analisis korelasi dan diolah dengan SPSS.
Hasil dari penelitian ini adalah semakin partisipatif gaya kepemimpinan, maka
semakin kuat budaya organisasi terbentuk dan sebaliknya semakin otoriter gaya
kepemimpinan maka semakin lemah budaya organisasi.
Muslim, dkk (2007) dari hasil penelitian mereka ditemukan bahwa gaya
kinerja karyawan Politeknik Negeri Lhoksemawe. Gaya kepemimpinan
Laissez-Faire lebih dominan dari gaya kepemimpinan lain. Kepuasan kerja mempunyai
pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan artinya kepuasan kerja merupakan faktor yang perlu mendapat
perhatian khusus daripada gaya kepemimpinan. Sebaik apapun gaya
kepemimpinan digunakan tanpa dibarengi kepuasan kerja, tidak mungkin kinerja
karyawan dapat ditingkatkan.
Hutasuhut, dkk (2007) hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan otokkrasi adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi
semangat kerja karyawan PDAM Tirtanadi Kota Medan. Mereka menyatakan
bahwa kepemimpinan otokrasi sangat penting diterapkan diperusahaan tersebut
agar dapat memacu semangat kerja karyawan dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan demokrasi dan Laissezfaire.
Rakhmad (2004) menemukan 1) Hasil penelitiannya adalah kepeimpinan
berorientasi tugas (initiating structure) lebih besar dibandingkan dengan
kepemimpinan berorientasi karyawan (consideration). 2) Secara simultan
diperoleh hasil bahwa ada pengaruh positif dan signifikan kemepimpinan
berorientasi karyawan, kepemimpinan berorientasi tugas, kebutuhan aktualisasi
diri, kebutuhan penghargaan terhadap kepuasan kerja pegawai PDAM Tirtanadi
Kantor Pusat Medan. 3) Variabel kebutuhan aktualisasi diri adalah variabel yang
berpengaruh positif dan signifikan masing-masing variabel independen
kebutuhan aktualisasi diri dan Kebutuhan Penghargaan) terhadap kepuasan kerja
pegawai PDAM Tirtanadi Kantor Pusat Medan.
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa penelitian yang sudah
dilakukan terkait gaya kepemimpinan dan budaya organisasi dan suasana kerja
telah dilakukan.
Persamaan penelitian-penelitian di atas dengan penelitian ini adalah
terletak pada variabel-variabel yang digunakan, yakni menggunakan variabel
kepemimpinan, motivasi dan kepuasan kerja yang ada pada ketiga penelitian.
Perbedaannya terletak pada variabel kepemimpinan dihubungkan dengan
penganggaran partisipasi (Pranesti dan Roekhudin, 2001), kepuasan dengan
motivasi (Ali, 2001) dan motivasi dengan produktivitas (Djati, 2001).
2.10. Kepemimpinan
Pemimpin adalah individu dalam kelompok yang bertugas membimbing
dan mengkoordinir aktivitas-aktivitas kelompok yang relevan dengan tugas atau
orang yang jika tidak ada. Pemimpin ditunjuk memikul tanggung jawab primer
untuk melaksanakan fungsi-fungsi ini di dalam kelompok (Kast dan Rosenzweig,
dalam Jewel dan Siegal, 1998)
Menurut Kimbal Young, kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang
didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang
lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptansi/penerimaan kelompoknya dan
Kepemimpinan adalah suatu aktivitas mempengaruhi perilaku orang lain
agar orang lain mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Robin, 2006).
Kepemimpinan adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja
dengan antutias mencapai tujuan (Davis dan Newstrom, 2007).
Mutu kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan di dalam proses
pencapaian tujuan organisasi. Siagian (2006) menyebutkan bahwa mutu
kepemimpinan tersebut dapat dilihat antara lain pada kemampuan para pejabat
pimpinan dalam organisasi untuk :
1. Memahami sepenuhnya berbagai faktor yang merupakan kekuatan bagi
organisasi
2. Mengenali secara tepat berbagai bentuk kelemahan yang terdapat dalam
organisasi
3. Memanfaatkan berbagai peluang yang mungkin timbul.
4. Menghilangkan berbagai bentuk ancaman yang dapat menjadi penghalang
bagi keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya.
5. Memiliki sifat yang proaktif dan antisipatif terhadap perubahan yang pasti
selalu terjadi, baik faktor intern maupun extern karena tuntutan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Mendorong para bawahan sehingga bekerja keras dengan tingkat efisensi dan
efektivitas dan produktivitas yang mendorong keberhasilan usaha.
7. Menciptakan cara dab iklim kerja yang mendukung wawasan kebersamaan
Kecakapan dan kewibawaan seorang pemimpin akan mendorong gairah
kerja, kreativitas dan partisipasi serta loyalitas bawahan untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya. Menurut Kahn dalam Hasibuan (2007), pemimpin yang baik jika
di dalam kpemimpinannya :
1. Dapat memberikan kepuasan terhadap kebutuhan langsung para bawahannya
2. Menyusun alur pencapaian tujuan sebagai pedoman untuk mengerjakan
pekerjaan
3. Menghilangkan hambatan-hambatan pencapaian tujuan
4. Mengubah tujuan karyawan, sehingga tujuan mereka biar berguna secara
organisasi.
2.11. Teori Kepemimpinan
Para ahli di bidang manajemen banyak menyajikan literatur-literatur
tentang kepemimpinan dari hasil penelitian dan penelaahn mendalam, dan
melahirkan berbagai teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan banyak mengkaji
masalah arti penting kepemimpinan, fungsi kepemimpinan, efektivitas
kepemimpinan, perilaku kepemimpinan dan segala hal yang berkaitan dengan
aktivitas kepemimpinan.
Robin (2006) mengemukakan empat pendekatan terhadap kepemimpinan
efektif, diantaranya :
1. Teori ciri
2. Teori perilaku
3. Teori kemungkinan
Keempat teori tersebut memiliki pandanga masing-masing, namun
umumnya masih memiliki kertakitan satu dengan yang lain.
2.11.1.Teori Ciri
Teori ciri adalah teori yang mencari ciri kepribadian, sosial, fisik atau
intelektual yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Pendekatan ini
didasarkan pada asumsi bahwa kita dapat menemukan sejumlah terbatas ciri-ciri
individual dari pemimpin yang efektif, diantaranya :
a. Intelegensi atau kecerdasan : Pemimpin lebih cerdas dari pengikutnya
b. Kepribadian : Kewaspadaan, ketulusan, kepercayaan diri berhubungan erat
dengan kepemimpinan yang efektif.
c. Ciri fisik : Organisasi memerlukan orang yang besar fisiknya agar ditaati oleh
pengikutnya.
d. Kemampuan mengawasi : kemampuan untuk mengawasi para
pengikut/bawahan (Gibson 2002).
Beberapa penulis menyebut teori-teori ini dengan teori sifat (trait theory).
Teori sifat dikenal juga dengan nama teori the great mean, karena memusatkan
diri pada pemimpin yang suskses. Teori sifat terhadap kepemimpinan adalah
membandingkan sifat pribadi dari pemimpin yang sukses dengan mereka yang
tidak sukses untuk mendapatkan perbedaan-perbedaan yang berarti.
Ada empat sifat umum kepemimpinan organisasi, diantaranya :
a. Kecerdasan
b. Kedewasaan dan kelasan hubungan sosial
d. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan (Thoha, 2000)
2.11.2.Teori Perilaku
Teori perilaku mengemukakan perilaku spesifik membedakan pemimpin
dan bukan pemimpin. Teori perilaku terdiri beberapa teori, yakni : Studi Ohio,
studi Michigan, Kisi Manajerial dan Studi Skandinavia (Robin, 2006). Teori
perilaku lain yang tergolong ke dalam teori ini adalah : perbedaan kepemimpinan
otoriter demokratis dan laissez-faire (Jewel dan Siegal, 2008).
Penelitian yang lebih luas terhadap perilaku kepemimpinan dilakukan oleh
Survey Research di Universitas Michigan, misalnya penelitian yang dilakukan
oleh Katz, Macobi dan Morese tahun 1950, mengindentifikasi dua jenis dasar
perilaku kepemimpinan, pertama yang berpusat kepada karyawan terutama
berorientasi ke arah hubungan antar pribadi dan kebutuhan akan bawahan, kedua
perilaku yang berpusat pada pekerjaan terutama berorientasi ke arah
terlaksanakannya pekerjaan (Robin, 2006; Gibson 2002)
Kedua orientasi berdasarkan teori Michigan tersebut terlihat pada Tabel
[image:31.595.116.512.583.744.2]2.1. berikut ini.
Tabel 2.1. Orientasi Kepemimpinan Teori Michigan
Orientasi Karyawan (Consideration) Orientasi Kerja (Initiating Structure)
- Mendelegasikan keputusan kepada bawahan
- Membantu bawahan memenuhi kebutuhan
- Menciptakan lingkungan kerja menyenangkan
- Memperhatikan kemajuan pengikut - Akibat: produktivitas kelompok
tinggi, kepuasan tinggi
- Perhatian kepada orang penting namun kecil
- Pengawasan ketat & adanya prosedur khusus
- Paksaan, Imbalan
Teori kepemimpinan yang sejalan dengan Studi Michigan di atas adalah
studi Ohio dilakukan oleh Stodgill & Coons tahun 1957, yang
mengindentifikasikan dua kategori umum perilaku, yakni :
a. Pertimbangan pada karyawan (consideration) : Perilaku yang berorientasi
kearah perhatian terhadap perasaan karyawan, saling percaya, komunikasi
terbuka dan rasa hormat.
b. Memprakarsai pendekatan struktur (intiating structure) : Perilaku yang
berorientasi ke arah mencapai tujuan dan menentukan serta mengarahkan
unjuk kerja karyawan.
Teori perilaku berikutnya adalah Kisi Menajerial dari Blake & Mouton,
mengemukakan matriks 9 x 9 yang membagankan adanya kemungkinan 81 gaya
kepemimpinan yang berlainan.
Kisi manajerial dari Blake dan Mouton terdiri dari 2 unsur perhatian
pemimpin, yakni :
a. Kepedulian akan orang
b. Kepedulian akan produksi (Robin, 2006).
Teori ini berasumsi bahwa umumnya pemimpin becabang dua, satu
cabang memiliki perhatian terhadap orang dan cabang lain perhatian terhadap
produksi. Namun perhatian terhadap orang dan produksi adalah dua hal yang
saling melengkapi, dan bukannya terpisah satu sama lain (Blake dan Mouton,
2001).
Matriks kepemimpinan Managerial Grid tersebut mengandung makna
a. Manajemen country club : perhatian yang bijaksana pada kebutuhan manusia
akan hubungan yang memuaskan menyebabkan terjadinya suatu atmosfer
organisasi dan tempo kerja yang ramah dan nyaman.
b. Manajemen termiskin : pengeluaran upaya minimum untuk menyelesaikan
pekerjaan yang diminta itu memadai untuk mempertahankan keanggotaan
pada organisasi.
c. Manajemen Tim : Penyelesaian pekerjaan yang berasal dari orang-orang yang
berkomitmen, saling tergantung lewat suatu taruhan bersama dalam tujuan
organisasi melahirkan hubungan kepercayaan dan penghargaan.
d. Manajemen orang organisasi : kinerja organisasi yang memadai itu mungkin
lewat penyetimbangan perlunya mamberi kerja dengan mempertahankan
semangat orang-orang pada suatu tingkat yang memuaskan.
e. Efisiensi dalam operasi dihasilkan dari pengaturan suasana kerja sedemikian
rupa sehingga gangguan unsur-unsur menusiawi menjadi seminimum
mungkin.
Teori perilaku kepemimpinan yang terakhir adalah hasil dari “Studi
Skandinavia” yang berasumsi bahwa dalam suatu dunia yang berubah, pimpinan
efektif akan menampakkan perilaku yang berorientasi kepada pengembangan,
yakni pemimpin-pemimpin yang menghargai eksprimentasi, mengusahakan
gagasan baru dan menimbulkan serta melaksanakan perubahan (Robin, 2006).
Pemimpin yang berorientasi pengembangan memiliki lebih banyak bawahan yang
terpuaskan dan dipandang lebih kompeten oleh bawahan.
Teori kemungkinan terdiri dari lima kelompok, diantaranya
a. Model Fielder : Kelompok efektif bergantung pada padanan yang tepat
antara gaya interaksi dari si pemimpin dengan bawahannya serta
sampai tingkat mana situasi itu memberikan kendali dan pengaruh
pada pimpinan.
b. Teori Situasional (Harsey dan Blancahard) : Memusatkan perhatian
pada kesiapan para pengikut.
c. Teori pertukaran pemimpin-anggota : karena tekanan waktu para
pemimpin menciptakan kelompok dalam dan kelompok luar, dan
bawahan dengan status kelompok dalam akan mempunyai penilaian
kinerja yang lebih tinggi, tingkat keluar karyawan yang lebih rendah,
dan kepuasan kerja yang lebih besar bersama atasan mereka.
d. Teori jalur tujuan : Perilaku seorang pemimpin dapat diterima baik
oleh bawahan sejauh mereka pandang sebagai suatu sumber dari atau
kepuasan segera atau kepuasan masa depan
e. Model partisipasi pemimpin : Teori kepemimpinan yang memberikan
seperangkat aturan untuk menentukan ragam dan banyaknya
pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi yang berlainan
(Robin, 2006).
2.11.4.Pendekatan Terbaru Kepemimpinan
Beberapa pendekatan terbaru kepemimpinan menyajikan asumsi-asumsi
a. Teori atribusi kepemimpinan : Kepemimpinan semata-mata suatu atribusi
(penghubung) yang dibuat orang-orang mengenai individu yang lain.
b. Teori kepemimpinan kharismatik : para pengikut membuat atribusi dari
kemampuan kepemimpinan yang heroic atau luar biasa bila mereka
mengamati perilaku-perilaku tertentu.
c. Kepemimpinan : transaksional lawan transformasional :
1) Kepemimpinan transaksional : Pemimpin yang memandu atau
memotivasi para pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan
dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.
2) Kepemimpinan transformasional : Pemimpin yang memberikan
pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diiundividualkan dan
yang memiliki charisma (Robin, 2006)
2.11.5.Pengukuran Kepemimpinan (Consideration/Berorientasi Karyawan dan Initiating Structure/Berorientasi Tugas
Beberapa peneliti melakukan pengukuran efektif atau tidaknya
kepemimpinan melalui beberapa kuisioner yang telah digunakan oleh banyak
peneliti. Pertama, pengukuran dalam studi Ohio yang memisahkan dua faktor
kepemimpinan. 1). Pengukuran dengan Leadership Opinion Questionnare (LOQ),
yang menilai bagaimana pikiran pimpinan mengenai perilaku merasa sendiri
dalam menjalankan peranan kepemimpinan, 2). Pengukuran Leader Behavior
Decription Questionnare (LBDQ) yang mengukur persepsi bawahan, teman
sejawat atau atasan (Gibson, 2002).
Kedua, alat ukur yang dinamakan Least Preffered Coworker (LPC)
Berorientasi Karyawan dan Initiating Structure/Berorientasi Tugas yakni dengan
menggunakan skala LPC. Seorang pemimpin menjelaskan menganai dengan siapa
ia bekerja yang digambarkan dengan menggunakan klasifikasi:
menyenangkan-tidak menyenangkan, ramah-menyenangkan-tidak ramah, mencolok-menerima baik,
membantu-mengecewakan, tidak bergairah-bergairah, tegang-santai, jauh-dekat,
dingin-hangat, koorperatif-tidak kooperatif, mendukung-memusuhi,
membosankan-menarik, suka bertengkar-serasi, percaya diri-ragu-ragu, efisien-tidak efisien,
murung-riang, terbuka-tertutup (Gibson, 2002).
Jika pemimpin tersebut agak murah hati dalam penjelasan mengenai rekan
kerjanya (nilai tinggi), maka pemimpin tersebut dikatakan berorientasi kepada
hubungan karyawan (consideration). Jika di nilai rendah, maka pemimpin tersebut
dikatakan mempunyai motivasi terhadap tugas (initiating structure) (Jewel dan
Siegal, 1998, Gibson, 2007).
Dalam penelitian ini pengukuran kepemimpinan menggunakan pendekatan
Least Preferred Coworker (LPC) yang di modifikasi berdasarkan kebutuhan
penelitian, dengan mengintisarikan tema-tema penting dalam LPC, yang
kemudian menjadi indicator pengukuran, yakni sebagai berikut :
1. Kepemimpinan berorientasi karyawan (consideration), yang diindikasikan
dengan :
a. Persahabatan : Sejauh mana pimpinan memahami arti penting rasa
persahabatan dengan para bawahan dan menciptakan suasana keakraban
b. Saling mempercayai : Sejauh mana pimpinan bersedia untuk memiliki
kepercayaan yang besar kepada para bawahan agar bawahan lebih
merasa dihargai oleh pimpinan.
c. Hubungan pimpinan dan bawahan : Sejauh mana pimpinan bersedia
untuk menjalin hubungan baik dengan bawahan dan menjalin iklim
keterbukaan dengan para bawahan.
2. Kepemimpinan berorientasi hubungan tugas (intiating structure), yang
diindikasikan dengan :
a. Menentukan hubungan : Sejauh mana pimpinan memahami arti penting
hubungan kerja dengan bawahan sebagai mitra dalam bertugas.
b. Menetapkan pola dan saluran komunikasi : Sejauh mana pimpinan
memahami arti penting komunikasi dan pola-pola komunikasi yang
dibutuhkan untuk menjalin efektivitas dalam bertugas dengan para
bawahan.
c. Menguraikan rincian pekerjaan : Sejauh mana pimpinan bersedia untuk
mendeskripsikan kerja untuk seluruh komponen sumber daya manusia di
dalam organisasi.
2.11.6.Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan memagang peranan yang sangat penting dalam
manajemen. Oleh karena itu kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya
keterbatasan-keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul
Menurut Winardi (2000:47) kepemimpinan adalah: “Satu kemampuan
yang melekat pada diri seseorang yang memimpin, yang tergantung dari
macam-macam faktor, baik faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternal”.
Menurut Sanusi dan Sutikno (2009:19), “Kepemimpinan adalah kegiatan
dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemampuan
untuk tujuan kelompok”. Dari Pengertian sebelumnya, ada tiga unsur pokok
dalam kepemimpinan yaitu : 1) Adanya kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain dengan membimbing , mengarahkan dan menggerakkan
mereka. 2) Adanya kemajuanseseorang untuk menciptakan suatu kerjasama yang
disenangi dengan melalui komunikasi yang lancar dan baik. 3) Adanya tujuan
bersama yang ingin dicapai dengan mendayagunakan kemapuan orang lain secara
efektif.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin itu harus
mempunyai kemampuan untuk mendorong bawahan agar terarah sesuai dengan
pekerjaan sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai dengan sempurna.
a. Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan sendiri, seorang
pemimpin yang berhasil dilingkungan kerja, dengan adanya kepemimpinan belum
tentu cocok bila diaplikasikan pada perusahaan lain karena keberhasilan gaya
kepemimpinan sangat tergantung pada situasi perusahaan yang dipimpin itu.
Dengan kata lain seorang pemimpin yang berhasil mengusahakan karyawannya
kemampuan nya dalam menyesuaikan gaya kepemimpinan pada situasi kerja yang
dihadapainya.
Menurut Toha (2007:49) “Gaya kepemimpinan adalah norma perilaku
yang digunakan oleh seorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku oranglain seperti yang ia lihat”.
Menurut Nitisemito (2002:173), Gaya kepemimpinan, yaitu
“Kepemimpinan otokratik, kepemimpinan paternalistik, kepemimpinan
kharismatik dan kepemimpinan demokratik”.
Menurut Siagian (2007:12-18) gaya kepemimpinan dibagi menjadi lima
1) Gaya Otokratik:
Seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri dan memberitahukan
kepada para bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan
para bawahan itu hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak
dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan itu.
2) Gaya Paternalistik :
Seorang pemimpin yang paternalistik merujuk
kecenderungan-kccenderungan bertindak sebagai berikut. Dalam hal pengambilan
keputusan, kecenderungannya ia menggunakan eara mengambil keputusan
sendiri dan kemudian berusaha "menjual" keputusan itu kepada para
bawahannya, Dengan "menjual" keputusan itu diharapkan bahwa para
bawahan akan mau menjalankanya meskipun mereka tidak dilibatkan dalam
proses pengambilannya.
3) Gaya Kharismatik:
Dalam hal pengambilan keputusan misalnya, seorang pemimpin yang
kharismatik mungkin saja bertindak otokratik, dalam arti ia mengambil
keputusan sendiri tanpa melibatkan para bawahannya dan menyampaikan
keputusan itu kepada orang lain untuk diiaksanakan.
4) Gaya Laissez Faire :
Dalam hal pengambilan keputusan, misalnya seorang pemimpman yang
Laissez Faire akan mendelegasikan seluruh tugas-tugas itu kepada para
bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau bahkan tanpa
sifatnya rutin dalam usaha memecahkan berbagai masalah teknis yang
repetitif, tetapi juga menyangkut hal-hal yang sifatnya fundamental. Oleh
karena itu, seorang pemimpin yang Laissez Faire sering dianggap sebagai
seorang yang kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap
organisasi yang dipimpinnya.
5) Gaya Demokratik:
Ciri pemimpin yang demokratik dalam hal pengambilan keputusan
tercermin pada tindakannya mengikutsertakan para bawahan dalam seluruh
proses pengambilan keputusan seorang pemimpin yang demokratik akan
memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang
memungkinkan para bawahannya berpartisipasi.
b. Fungsi Kepemimpman
Menurut Kartono (2008:91), fungsi kepemimpinan ialah memandu,
menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan
motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan
komunikasi yang baik, memberi supervisi atau pengamanan yang efektif dan
membawa para pengikumya kepada sasaran yang ingin ditaju, sesuai dengan
ketentuan waktu dan perencanaan. Dalam tugas-tugas kepemimpman tercakup
pula pemberian insentif.
Vaithzal dan Deddy (2009:34-36), tefdapat 5 (lima) fungsi
kepemimpinan, yaitu:
1) Fungsi Instruksi
efektif yang memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi
orang lain agar inau melaksanakan.
2) Fungsi Konsultasi
Fungsi ini bersifat dua arah. Tahap pertama dalam usaha menetapkan
keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada bawahan dapaf
dilakukan setelah keputusan ditetapkan.
3) Fungsi Partisipasi
Bawahan diajak untuk ikut serta dalam menentukan suatu tindakan, dan
pendapat bawahan dihargai oleh pimpinaa.
4) Fungsi Delegasi
Dilaksanakan dengan menebarkan pelimpahan wewenang membuat
keputusan baik melaiui persetujuan maupun tidak dari pimpinan.
5) Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiataan bimbingan,
pengarahan, koordinasi dan pengawasan oleh pimpinan.
c. Tujuan Kepemimpinan
Pemimpin menganggap dirinya paling berkuasa, paling cakap sedangkan
bawahan di anggap hanya pelaksana keputusan-keputusannya saja, Pelaksanaan
kepemimpinannya dengan memberikan instruksi/perintah-perintah, ancaman
hukuman dan pengawasan yang ketat.
Tujuan kepemimpinan menurut Johansen (2009:14) adalah "Untuk
menyatukan, menggerakkan mereka untuk membagi keinginan, talenta dan untuk
kempuan untuk mengantisipasi berbagai situasi, perubahan dan kebutuhan dari
yang lain".
Dari tujuan kepemimpinan di atas bahwa karyawan bersedia menerima
pengarahan dari pemimpin dan membantu kelomok menetukan status dan
kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalah dengan
efektif. Tanpa bawahan semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan
menjadi tidak relevan.
d. Indikator Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempelajari
aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan tugas dari anggota-anggota kelompok.
Menurul Amin Wijaya Tunggal (2002 : 308), indikator gaya kepemimpinan
diantaranya adaiah:
a. Charismatic or transformed leadership
b. Transnational leadership
c. Automatic leadership
d. Supportive leadership
&. Demoerate leadership"
Penjelasan:
a. Charismatic or transformasi leadership
Gaya kepemimpiaan yang rnelalui visi dan energi pribadi mereka,
memberi aspirasi kepada pengikutnya dan mempunyai pengaruh yang cukup
besar tefhadap ofganisasi.
Gaya kepemimpinan yang menentukan apa yang bawahan perlu lakukan
untuk mencapai tujuan, menggolongkan persyaratan tersebut dan membantu
bawahan menjadi percaya diri sehingga mereka dapat mencapai tujuan.
c. Automatic leadership
Gaya kepemimpinan yang efektif dengan kekuatan befpusat pada suatu
atau beberapa individual penting, pemimpin yang otokratis secara tipikal berfokus
pada tugas-tugas, melakukan sentralisasi kekuatan pribadi, dan mempunyai
perhatian yang rendah terhadap manusia.
d Supportive leadership
Gaya kepemimpinan yang mendorong karyawan melalai teknik motivasi
dan aksepsi
e. Democrate leadership
Gaya kepemiinpinan yang melibatkan karyawan dalam pengambilan
keputusan melalui usaha kelompok dan teknik team building.
2.12. Budaya Organisasi a. Pengertian Budaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 123), budaya berarti
pikiran atau akal budi. Munurt Nitisemito (2002 : 145), pengertian budaya adalah
The set of important assumption (often unstead) that members of communication
in cdmmdri". Menurut Scnein seperti dikutip Moeljono (2004 : 87), budaya
merupakan cara pandang atau pola asumsi dasar yang dimiliki bersama oleh
kelompok ketika memecahkan masalah baik penyesuaian ekternal maupun
Setiap organisasi memiliki budaya. Pada hakikatnya budaya merupakan
faktor terpenting dalam menentukan keberhasiian organisasi mencapai tujuannya
Menurut Nitisemito (2002 : 88) yang menguitip Piti Sithi-Ainnuai, begitu
organisasi berdiri, pembentukan budayanya pun dimulai. Pembentukan budaya
terjadi takkala anggota belajar menghadapi masalah, baik masalah yang
menyangkut perubahan-perubahan eksteffial, maupun masalah internal yang
menyangkut persatuan dan keutuhan perusahaan.
Robbins (2003 : 522) mengatakan budaya merupakan suatu sistem
pengertian befsaffia yang dipegang oleh anggota suatu ofganisasi yang
membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Budaya merupakan
pengendalian dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku para anggota di
dalam setiap perusahaan. Secara individu ataupun kelompok seseorang tidak akan
terlepas dari budaya perusahaan.
Menurut Gibson (2002 : 31), menjelaskan budaya adalah "what the
employes perceive and how this perception creates a pattern of beliefs, value,
and expectation" yaitu apa yang karyawan rasakan dan bagaimana persepsi
mereka mengasilkan suatu bentuk kepercayaan, nilai dan harapan.
Mangkunegara (2005 : 316) menyimpulkan pengertian budaya sebagai
seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang
dikembangkan dalam perusahaan yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi
anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
Menurut Robbins (2003 : 523), dibutuhkan waktu yang lama untuk
pembentukan suatu budaya kerja, sekali terbentuk, budaya itu cenderung berurat
berakar, sehingga sukar bagi para manajer untuk mengubahnya.
Gambar 2.1. Budaya Kerja. Sumber : Robbins (2003:523)
Menurut Mangkunegara (2005:317), ada tiga macam proses terbentuknya
budaya, yaitu : (l). Budaya diciptakan oleh pendirinya, (2). Budaya terbentuk
sebagai upaya menjawab tantangan dan peluang dari lingkungan internal dan
ekternal, (3). Budaya diciptakan oleh rim manajemen sebagai cara untuk
meningkatkan kinerja perusahaan secara sistematis.
Menurut Robbins (2003 : 525), peran atau fungsi didalam suatu budaya
adalah:
1). Sebagai tapal batas yang membedakan secara jelas suatu perusahaan
dengan perusahaan yang lain.
2). Memberikan rasa identitas bagi anggota-anggota perusahaan.
3). Memudahkan penerusan komitmen hingga mencapai batasan yang yang
lebih luas dari pada kepentingan individu.
4). Mendorong stabilitas sistem sosial, merupakan perakat sosial yang
membantu mempersatukan perusahaan.
5). Membentuk rasa dan kendali yang memberikan panduan dan membentuk
sikap serta perilaku karyawan. Filosofi
Pendiri
Kriteria Seleksi
Seleksi
Fungsi budaya yang lainnya pada perusahaan, menurut Tika (2006) yaitu
sebagai pola perilaku, yang berisi norma tingkah laku dan menggariskan
batas-batas toleransi sosial dan juga alat komunikasi antara atasan dan bawahan
maupun sebaliknya.
b. Indikator-indikator Budaya
Budaya pada intinya adalah nilai dan norma yang berlaku di suatu
organisasi dan dinilai oleh para anggota (Flippo, 2002:143). Tiap organisasi
seharusnya memiliki nilai masing-masing yang sebaiknya merupakan nilai-nilai
dari seluruh anggota. Hal-hal yang harus dijunjung tinggi atau dipedomani oleh
seluruh karyawan dalam melaksanakan kegiatan perusahaan terdiri dari beberapa
indikator, yang terdiri dari:
l). Proaktif. Proaktif berarti sikap berinisiatif dan mengevaluasi resiko yang
mungkin terjadi. Proaktif adalah kemampuan untuk membuat keputusan
tentang apa yang harus dikerjakan pada situasi dan suasana yang kritis,
tanpa menunggu perintah atau dukungan dari atasan.
2). Unggul. Unggul berarti lebih tinggi, lebih baik atau lebih cakap. Unggul
bisa juga berarti yang terbaik atau yang terutama. Excellence pada intinya
adalah upaya membangun atau menciptakan keunggulan dalam rangka
memenangkan persaingan. Watak unggul adalah sifat yang selalu
mengedepankan kesempurnaan dan peningkatan dalam kualitas hasil kerja,
serta berkeinginan dan bergairah untuk menjadi yang terbaik.
3). Kerjasama tim. Bermakna bukan sekedar bekerja bersama-sama, namun
tanggung jawab dan fungsi yang berbeda dan fungsi yang berbeda dari
hasilnya lebih dari sekedar hasil kerja. Hasil kerja kolektif terjadi bila dua
anggota atau lebih bekerja bersama-sama, mencerminkan kontribusi
bersama yang nyata dari anggota-anggota tim.
4). Inovasi. Inovasi merupakan proses pengambilan gagasan yang kreatif dan
mengubahnya menjadi produk, jasa atau metode operasi yang bermanfaat
(Robbins, 2003). Inovasi adalah potensi memperkenalkan dan mengaplikasi
suatu ide, proses, produk atau prosedur baru dalam organisasi untuk
mendapatkan keuniungan bagi organisasi dan masyarakat luas.
5). Bertanggung jawab. Bertanggung jawab didefenisikan sebagai kemampuan
dalam menanggapi dan menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan. Besar
kecilnya tanggung jawab tergantung dari respon atau tanggapan yang
bersangkutan terhadap pekerjaan Tata nilai bertanggung jawab bermakna
selalu bertanggung jawab atas akibat keputusan yang diambil dan tindakan
yang dilakukan.
c. Jenis-jenis Budaya
Budaya menyampaikan kepada karyawan bagaimana pekerjaan dilakukan
dan apa-apa saja yang bernilai penting. Bergantung pada kekuatannya, budaya
dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku
anggota-anggota organisasi (Robbins, 2003 :527).
Menurut (Nitisemito, 2002 :87), budaya yang ideal adalah budaya kuat,
dimana kekuatan budaya mampu mempengaruhi intensitas perilaku. Suatu budaya
disepakati secara luas. Pada budaya yang kuat para anggota memegang tata nilai
inti organisasi (core value) secara intensif dan dianut bersama secara meluas.
Organisasi dengan budaya kuat memiliki serangkaian nilai dan norna yang
kohensif dan mengikat anggota organisasi dan mendorong munculnya komitmen
dari anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi tersebut
mengadopsi praktek-praktek ketenagakerjaan yang menunjukkan komitmen pada
para anggotanya.
Budaya yang kuat dan kohensif adalah budaya yang menegaskan nilai-nilai
dan norma imperatif untuk diwujudkan dalam tindakan nyata sehari-hari.
Nilai-nilai dan norma imperatif dikomunikasikan dan disepakati menjadi panduan
perilaku yang diharapkan bersama. Semakin banyak anggota organisasi yang
menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai-nilai
tersebut, semakin kuat suatu budaya.
Suatu budaya yang kuat memliki pengaruh yang besar terhadap sikap
anggota organisasi dibandingkan dengan budaya yang lemah. Sebaliknya, budaya
perusahaan dipandang lemah bila sangat terfragmentasi dan tidak disatukan dan
diikat dalam nilai dari keyakinan bersama.
Menurut ( Flippo, 2002 : 145), kuat dan tidaknya suatu perusahaan dapat
diidentifikasikan dari faktor-faktor berikut:
1). Stabilitas. Budaya yang kuat mampu memberikan identitas perusahaan,
sehingga membuat perusahaan tidak berombang-ambing oleh keadaan
2). Kedalaman. Budaya yang kuat mampu menjeima menjadi nilai yang dianut
oleh karyawan perusahaan. Nilai ini secara tidak disadari mengatur perilaku
karyawan dibanyak aspek pekerjaan.
3). Cakupan. Budaya yang kuat mampu menjangkau sebanyak mungkin
karyawan dan aspek pekerjaan. Semakin banyak karyawan menganut budaya
dimaksud dan semakin banyak aspek pekerjaan yang mengacu padanya,
semakin kuat budaya perusahaan.
Budaya yang kuat terkadang bak pedang bermata dua, sebab bila budaya
tersebut tidak tepat maka budaya akan semakin menjerumuskan perusahaan.
Budaya yang kuat namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan situasi
sesungguhnya dapat mengakibatkan orang berperilaku menghancurkan.
Budaya yang adaptif tidak sekedar berfokus pada nilai dan norma yang
menjadi tradisi, tapi pada dinamika tuntutan pelanggan, pemegang saham dan
kariawan. Dengan demikian, budaya ini bersifat adaptif, fleksible dan tidak kaku
dalam mengikuti keadaan. perusahaan yang berbudaya kuat namun adaptif
memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan berbudaya
kuat tapi kurang adaptif.
Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan bahwa, Budaya organisasi adalah
satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan
menentukan bagaimana kelompok tersebut merasakan, pikirkan, dan bereaksi
terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Defenisi ini menyoroti tiga
karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama, budaya organisasi di
budaya organisasi mempengaruhi perilaku kita di tempat kerja. Akhirnya, budaya
organisasi berlaku pada tingkat yang berbeda. Masing-masing tingkat bervariasi
dalam kaitannya dengan pandangan keluar dan kemampuan bertahan terhadap
perubahan.
Pada tingkat yang lebih jelas, budaya diwakili benda-benda khusus.
Benda-benda khusus itu terdiri dari perwujudan fisik dari budaya organisasi. Contoh,
organisasi mencakup akronim, gaya berbusana, penghargaan, mitos dan cerita
mengenai organisasi, daftar nilai yang dipublikasikan, upacara dan ritual yang
dapat diamati, lapangan parkir khusus, dekorasi, dan sebagainya. Tingkat ini juga
mencakup perilaku yang ditunjukkan oleh individu-individu dan kelompok.
Perhatikan beragam benda-benda khusus yang ditampilkan pada peoplesoft Inc:
Bahkan dengan standar Silicon valley, people soft terkenal karena budaya
organisasi yang informal, agresif, dan sensitif. Stafnya bekerja secara rutin 70 jam
setiap minggu, untuk mendapatkan saham yang lebih. Ada gurauan dan kata-kata
sandi dalam people soft-dalam bahasa khas perusahaan, karyawan adalah
“peoplepeople”, mereka berpesta dengan “peoplesnacks” yang dibiayai oleh
perusahaan yang menyebabkan mereka “peoplepounds”.
Benda-benda khusus tersebut lebih mudah untuk diubah dibandingkan
aspek budaya organisasi yang kurang terlihat. Pada tingkat yang lebih tidak
terlihat, budaya merefleksikan nilai-nilai dan keyakinan yang dimiliki oleh
anggota organisasi. Nilai-nilai ini cenderung berlangsung dalam waktu yang lama
Setiap tingkat budaya mempengaruhi yang lainnya. Misalkan bila sebuah
perusahaan benar-benar menyediakan layanan berkualitas tinggi, para karyawan
lebih cenderung menyesuaikan perilaku merespons protes konsumen dengan cepat
serupa dengan hal tersebut, hubungan sebab akibat dapat mempengaruhi. Para
karyawan dapat memberikan layanan berkualitas tinggi karena pengalamannya
saat mereka berinteraksi dengan para pelanggan.
2.13. Suasana Kerja
2.13.1.Pengertian Suasana Kerja
Menurut Gibson, (2002: 53), Suasana Kerja sebagai serangkaian suasana
atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja
dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang dimaksud
disini adalah suasana kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk
dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada
dilingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan
keamanan kerja, temperatur, kelambapan, Ventilasi, penerangan, kebersihan dan
lain-lain.
Menurut Simamora (2003 : 469) suasana kerja berhubungan dengan
penjadwalan dari pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari
atau malam selama orang-orang bekerja. Oleh sebab itu suasana kerja yang terdiri
dari faktor-faktor seperti suasana fisik, suasana psikologis, dan suasana sementara
dari lingkungan kerja, harus diperhatikan agar para pekerja dapat merasa nyaman
dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Suasana kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja uctuk dapat
menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di
lingkiingaii karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan
keamanan kerja, temperatur, kelambapan, ventilasi, penerangan, kebersihan dan
lain-lain.
Berikut ini indikator-indikator yang diuraikan Sedarmayanti (2001:21) pada
suatu suasana kerja perusahaan, yaitu:
l). Penerangan/cahaya di tempat kerja
2). Temperatur/suhu udara di tempat kerja
3). Kelembaban di tempat kerja
4). Sirkulasi udara di tempat kerja
5) Kebisingan di tempat kerja
6). Getaran mekanis di tempa