• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Karakter Vegetatif dan Generatif Tetua Selfing Beberapa Varietas Jagung ( Zea mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengukuran Karakter Vegetatif dan Generatif Tetua Selfing Beberapa Varietas Jagung ( Zea mays L.)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF

TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS

JAGUNG ( Zea mays L.)

SKRIPSI

Oleh :

FIDELIA MELISSA J. S.

040307013 / BDP – PET

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF

TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS

JAGUNG ( Zea mays L.)

SKRIPSI

Oleh :

FIDELIA MELISSA J. S.

040307013 / BDP – PET

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Pengukuran Karakter Vegetatif dan Generatif Tetua Selfing

Beberapa Varietas Jagung ( Zea mays L.)

Nama : Fidelia Melissa Julietta Sihombing

Nim : 040307013

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing :

Ketua Anggota

(Prof.Dr.Ir.Hj.Jenimar, MS) (Ir. Hot Setiado, MS, PhD)

NIP : 130 535 856 NIP : 131 570 477

Mengetahui,

Ketua Departemen Budidaya Pertanian

(4)

ABSTRACT

The research aimed to find the vegetative and generative character differences between selfing parents of maize varieties, which will be used to form the pure line generation. The research was conducted at Jl. Abdullah Lubis, Medan, from may until September 2008. The research was arranged in Non-factorial Randomized Block Design with four replications. The maize varieties were Bayu, Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna and Srikandi Kuning-1.The statistical results showed that variety were not significantly different for plant height, number of leaves, leaf curve, male flowering dates, harvesting dates and number of seed per ear. Variety were significantly different for number of leaves above the ear, female flowering dates, rate of seed-fill, number of row per ear, seed weight per ear, weight of 10 seeds per ear and seed dry weight per plot. Heritability had high criteria value in seed weight per ear, weight of 10 seeds per ear and seed dry weight per plot. Lamuru and Srikandi Kuning-1 had the higher productivity value than other varieties. The selfing were more succeed on both varieties.

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter vegeatif dan generatif tetua selfing dari beberapa varietas jagung yang akan digunakan sebagai bahan tanaman untuk membentuk galur murni. Penelitian ini dilaksanakan di Jln. Abdullah Lubis, Medan, mulai bulan Mei sampai dengan September 2008. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 6 varietas jagung Bayu, Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna dan Srikandi

Kuning-1. Dari hasil analisis statistik data, diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol, umur berbunga bunga betina, laju pengisian biji, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, bobot 10 biji per tongkol dan produksi bobot kering per plot. Kriteria nilai heritabilitas tinggi terdapat pada karakter jumlah daun di atas tongkol, bobot biji per tongkol, bobot 10 biji per tongkol, dan produksi bobot kering per plot. Varietas Lamuru dan Srikandi Kuning-1 memiliki rataan nilai produksi yang paling tinggi dibanding varietas lainnya. Pada kedua varietas tersebut lebih memungkinkan dilakukan silang dalam.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Fidelia Melissa Julietta br. Sihombing, dilahirkan pada tanggal

06 Juli 1987 di Kota Medan yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara, putri dari ayahanda Gumanti Roberto H. Sihombing dan ibunda Tiominar Northiana B. Manurung.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Binjai dan ada tahun 2004 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur PMDK. Penulis memilih program studi Pemuliaan Tanaman Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten laboratorium Dasar Bioteknologi Tanaman, mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian pada tahun ajaran 2004/2005 hingga 2008/2009.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang setinggi-tingginya penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Judul skripsi ini adalah “Pengukuran Karakter Vegetatif dan Generatif

Tetua Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.)” yang merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS., dan Ir. Hot Setiado, MS., PhD. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan yang sangat membantu penulis sejak persiapan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.

Ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta

ayahanda Gumanti Sihombing dan ibunda tercinta Northiana Manurung juga kepada abang tersayang Fritz Harland Sihombing, kedua adik tersayang Felix

Sihombing dan Frans Sihombing yang telah memberikan semangat, doa, perhatian, nasehat, dukungan moril dan materil.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 7

Iklim ... 7

Tanah ... 8

Varietas ... 8

Seleksi ... 10

Selfing ... 12

Heritabilitas ... 14

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian ... 17

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 20

Penanaman ... 20

Pemupukan ... 20

Penyungkupan ... 21

Selfing ... 21

Pemeliharaan Tanaman ... 21

Penjaragan dan Peyulaman ... 21

Penyiraman ... 21

Penyiangan dan Pembubungan ... 22

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 22

Panen ... 22

Pengeringan dan Pemipilan ... 22

(9)

Tinggi Tanaman (cm) ... 23

Jumlah Daun (daun) ... 23

Kelengkungan Daun... 23

Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) ... 23

Umur Keluar Bunga Jantan (hari) ... 23

Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 24

Umur Panen (hari) ... 24

Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 24

Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... 24

Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 24

Bobot Biji per Tongkol (g) ... 24

Bobot 10 Biji per Tongkol (g) ... 24

Produksi Biji Kering per Plot ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 25

Tinggi Tanaman (cm) ... 25

Jumlah Daun (daun) ... 26

Kelengkungan Daun... 26

Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai) ... 27

Umur Keluar Bunga Jantan (hari) ... 28

Umur Keluar Bunga Betina (hari) ... 29

Umur Panen (hari) ... 30

Laju Pengisian Biji (g/hari) ... 30

Jumlah Baris per Tongkol (baris) ... 31

Jumlah Biji per Tongkol (biji) ... 32

Bobot Biji per Tongkol (g) ... 32

Bobot 10 Biji per Tongkol (g) ... 33

Produksi Biji Kering per Plot ... 35

Heritabilitas 36 Pembahasan 37

Komponen Hasil Berbagai Varietas ... 37

Heritabilitas 39 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 41

Saran 41

(10)

2. Rataan tinggi tanaman (cm) dari varietas jagung ... 25

3. Rataan jumlah daun (helai) dari varietas jagung ... 26

4. Rataan kelengkungan daun dari varietas jagung ... 26

5. Rataan jumlah daun di atas tongkol (helai) dari varietas jagung ... 27

6. Rataan umur keluar bunga jantan (hari) dari varietas jagung ... 28

7. Rataan umur keluar bunga betina (hari) dari varietas jagung ... 29

8. Rataan umur panen (hari) dari varietas jagung ... 30

9. Rataan laju pengisian biji (g/hari) dari varietas jagung ... 30

10.Rataan jumlah baris per tongkol (baris) dari varietas jagung ... 31

11.Rataan jumlah biji per tongkol (biji) dari varietas jagung ... 32

12.Rataan bobot biji per tongkol (g) dari varietas jagung ... 33

13.Rataan bobot 10 biji (g) dari varietas jagung ... 34

14.Rataan produksi biji kering per plot (g) dari varietas jagung ... 35

(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Histogram jumlah daun di atas tongkol (helai) dari varietas jagung ... 28

2. Histogram umur keluar bunga betina (hari) dari varietas jagung ... 29

3. Histogram laju pengisian biji (g/hari) dari varietas jagung ... 31

4. Histogram bobot biji per tongkol (g) dari varietas jagung ... 33

5. Histogram bobot 10 biji (g) dari varietas jagung ... 34

6. Histogram produksi biji kering per plot (g) dari varietas jagung ... 35

7. Foto lahan penelitian ... 76

8. Foto perbandingan tongkol jagung ... 77

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Jadwal kegiatan penelitian ... 46

2. Bagan kegiatan ... 47

3. Deskripsi varietas-varietas jagung ... 48

4. Data tinggi tanaman 2 MST (cm)... 53

5. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 2 MST ... 53

6. Data tinggi tanaman 3MST (cm) ... 54

7. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ... 54

8. Data tinggi tanaman 4 MST (cm)... 55

9. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 55

10.Data tinggi tanaman 5 MST (cm)... 56

11.Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 56

12.Data tinggi tanaman 6 MST (cm)... 57

13.Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 57

14.Data tinggi tanaman 7 MST (cm) ... 58

15.Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST ... 58

16.Data jumlah daun 2 MST (helai) ... 59

17.Data transformasi Y = √X + 0,5 jumlah daun 2 MST ... 59

18.Daftar sidik ragam jumlah daun 2 MST ... 59

19.Data jumlah daun 3 MST (helai) ... 60

20.Data transformasi Y = √X + 0,5 jumlah daun 3 MST ... 60

21.Daftar sidik ragam jumlah daun 3 MST ... 60

22.Data jumlah daun 4 MST (helai) ... 61

23.Data transformasi Y = √X + 0,5 jumlah daun 4 MST ... 61

24.Daftar sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 61

25.Data jumlah daun 5 MST (helai) ... 62

26.Data transformasi Y = √X + 0,5 jumlah daun 5 MST ... 62

27.Daftar sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 62

28.Data jumlah daun 6 MST (helai) ... 63

29.Data transformasi Y = √X + 0,5 jumlah daun 6 MST ... 63

(13)

31.Data jumlah daun 7 MST (helai) ... 64

32.Data transformasi Y = √X + 0,5 jumlah daun 7 MST ... 64

33.Daftar sidik ragam jumlah daun 7 MST ... 64

34.Data jumlah daun diatas tongkol (helai) ... 65

35.Data transformasi Y = √X + 0,5 jumlah daun diatas tongkol ... 65

36.Daftar sidik ragam jumlah daun diatas tongkol ... 65

37.Data kelengkungan daun ... 66

38.Data transformasi Y = √X + 0,5 kelengkungan daun ... 66

39.Daftar sidik ragam kelengkungan daun ... 66

40.Data umur berbunga bunga jantan (hari) ... 67

41.Daftar sidik ragam umur berbunga jantan ... 67

42.Data umur berbunga bunga betina (hari) ... 68

43.Daftar sidik ragam umur berbunga bunga betina ... 68

44.Data umur panen (hari) ... 69

45.Daftar sidik ragam umur panen ... 69

46.Data laju pengisian biji (g/hari) ... 70

47.Data transformasi Y = √X + 0,5 laju pengisian biji ... 70

48.Daftar sidik ragam laju pengisian biji (g/hari) ... 71

49.Data jumlah baris per tongkol (baris) ... 71

50.Data transformasi Y = √X + 0,5 jumlah baris per tongkol ... 71

51. Daftar sidik ragam jumlah baris per tongkol ... 72

52.Data jumlah biji per tongkol (biji) ... 72

53.Daftar sidik ragam jumlah biji per tongkol ... 73

54.Data bobot biji per tongkol (g) ... 73

55.Data transformasi Y = √X + 0,5 bobot biji per tongkol ... 73

56.Daftar sidik ragam bobot biji per tongkol ... 73

57.Data bobot 10 biji (g) ... 74

58.Data transformasi Y = √X + 0,5 bobot 10 biji ... 74

59.Daftar sidik ragam bobot 10 biji ... 74

60.Data produksi biji kering per plot ... 75

61.Data transformasi Y = √X + 0,5 produksi biji kering per plot ... 75

(14)

ABSTRACT

The research aimed to find the vegetative and generative character differences between selfing parents of maize varieties, which will be used to form the pure line generation. The research was conducted at Jl. Abdullah Lubis, Medan, from may until September 2008. The research was arranged in Non-factorial Randomized Block Design with four replications. The maize varieties were Bayu, Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna and Srikandi Kuning-1.The statistical results showed that variety were not significantly different for plant height, number of leaves, leaf curve, male flowering dates, harvesting dates and number of seed per ear. Variety were significantly different for number of leaves above the ear, female flowering dates, rate of seed-fill, number of row per ear, seed weight per ear, weight of 10 seeds per ear and seed dry weight per plot. Heritability had high criteria value in seed weight per ear, weight of 10 seeds per ear and seed dry weight per plot. Lamuru and Srikandi Kuning-1 had the higher productivity value than other varieties. The selfing were more succeed on both varieties.

(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter vegeatif dan generatif tetua selfing dari beberapa varietas jagung yang akan digunakan sebagai bahan tanaman untuk membentuk galur murni. Penelitian ini dilaksanakan di Jln. Abdullah Lubis, Medan, mulai bulan Mei sampai dengan September 2008. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 6 varietas jagung Bayu, Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna dan Srikandi

Kuning-1. Dari hasil analisis statistik data, diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol, umur berbunga bunga betina, laju pengisian biji, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, bobot 10 biji per tongkol dan produksi bobot kering per plot. Kriteria nilai heritabilitas tinggi terdapat pada karakter jumlah daun di atas tongkol, bobot biji per tongkol, bobot 10 biji per tongkol, dan produksi bobot kering per plot. Varietas Lamuru dan Srikandi Kuning-1 memiliki rataan nilai produksi yang paling tinggi dibanding varietas lainnya. Pada kedua varietas tersebut lebih memungkinkan dilakukan silang dalam.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika dan dahulu merupakan bahan pangan utama penduduk asli Amerika. Jagung telah dibudidayakan sejak 8000 tahun lampau dan sekarang tidak ditemui lagi bentuk liarnya. (Poehlman and Sleper, 1995).

Di Indonesia, berdasarkan luas lahan pertanian yang digunakan, jagung merupakan tanaman serealia terpenting kedua setelah padi. Produksi jagung nasional meningkat setiap tahun, namun hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik dan masih mengimpor dalam jumlah besar yaitu hingga 1 juta ton. Sebagian besar kebutuhan jagung domestik untuk pakan atau industri pakan (57%), sisanya sekitar 34% untuk pangan, dan 9% untuk kebutuhan industri lainnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi jagung nasional juga berpeluang besar untuk memasok sebagian pasar jagung dunia yang mencapai sekitar 80 juta ton/tahun (Swastika, et al., 2004).

(17)

kuartal pertama tahun 2008 sebesar Rp 3.250 per kg untuk pasar internasional, sedangkan untuk pasar dalam negeri sebesar Rp 2.500 per kg.

Saat ini komoditi jagung menjadi primadona di pasar global. Karena jagung merupakan bahan dasar pembuatan biofuel, bahan bakar alternatif. Ini mendorong negara eksportir jagung mengurangi jumlah jagung yang diekspor. Indonesia sebagai negara importir jagung mengalami kekurangan pasokan jagung (http://www.ciptapangan.com, 2008). Oleh sebab itu perlu dilakukan pengembangan komoditi jagung sehingga dapat memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri dan internasional.

Strategi pengembangan komoditi jagung melalui program pemuliaan sangat diperlukan untuk mendapatkan varietas yang lebih unggul yang didukung dengan sifat-sifat agronomis yang baik sehingga mampu berdaya hasil tinggi serta mempunyai daya adaptasi yang baik pada agroekosistem yang lebih luas. Hal ini sangat bergantung pada metode-metode dan sumberdaya, serta seleksi tehadap genotip-genotip dari suatu populasi beragam (Arifin, dkk, 2004).

Untuk memproduksi varietas unggul terlebih dahulu harus dibentuk galur inbred yang akan dijadikan tetua (Mangoendijojo, 2003). Lini inbreeding jagung adalah populasi dari tanaman yang homozigous identik (atau sangat identik) yang dikembangkan melalui penyerbukan-sendiri. Lini inbreeding adalah : (a) produk inbreeding tanaman heterozigot dari populasi penyerbukan-terbuka hingga homozigositas tercapai atau (b) produk segregasi populasi inbreeding yang berasal dari persilangan dua lini inbred (Poehlman and Sleper, 1995).

(18)

mempengaruhi variasi genetik yang muncul. Populasi yang berasal dari persilangan-persilangan tetua yang berlainan akan memperlihatkan keragaman genetik yang lebih besar dibandingkan populasi yang berasal dari tetua yang berkerabat dekat (Fehr, 1987).

Dari uraian di atas penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul Pengukuran Karakter Vegetatif dan Generatif Tetua Selfing Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan karakter vegetatif dan generatif tetua selfing dari masing-masing varietas jagung (Zea mays L.) .

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan karakter vegetatif dan generatif dari tetua selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung termasuk dalam kelas : Monocotyledoneae, ordo : Poales, famili : Graminae, genus : Zea dan spesies Zea mays.

Sistem akar primer terdiri dari radikula dan akar-akar seminal yang muncul dari bagian pangkal biji ketika berkecambah. Kemudian, sistem akar yang tetap (sekunder) berkembang dari empat sampai lima buku pertama dari batang yang tetap di bawah tanah. Akar-akar penguat atau udara terbentuk dari beberapa buku di atas permukaan tanah (Fischer dan Palmer, 1992).

Jagung memiliki sistem perakaran serabut. Bila akar jagung dicabut akan membawa sejumlah besar gumpalan tanah. Ini terjadi karena sistem akar serabut terdiri dari beberapa percabangan akar yang menyebabkan akar menjadi padat (Rost, et al., 2006).

Tinggi batang jagung beragam dari 0,6 m hingga dapat mencapai 5,0 m. Batang berbentuk silindris, padat dapat dipisahkan oleh ruas-ruas. Jumlah ruas beragam 8-21 ruas. Ruas yang berada di bawah empat daun pertama tidak dapat memanjang, tetapi ruas dibawah daun keenam, tujuh dan delapan dapat memanjang 25, 50 dan 90 mm. Pada buku-buku dibawah permukaan tanah dapat berkembang akar sekunder (Plessis, 2003).

(20)

sejajar dengan panjang daun. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus rapat-rapat panjang batang utama. Lembar daun berselang-seling.

Faktor populasi, jarak antar barisan akan mempengaruhi sebaran daun dalam tajuk akan mengakibatkan cahaya yang diterima setiap helaian daun tidak sama. Semakin dekat dengan permukaan tanah semakin sedikit cahaya yang diterima oleh daun, ini adalah akibat pemadaman cahaya yang dilakukan oleh lapisan daun yang lebih atas (Stewart, et al., 2003). Susunan daun di dalam tajuk lebih menentukan serapan cahaya dibanding indeks luas daun. Jumlah, sebaran dan sudut daun pada suatu tajuk tanaman menentukan serapan dan sebaran

cahaya matahari sehingga mempengaruhi fotosintesis dan hasil tanaman (Reta-Sanchez and Fowler, 2002).

Jagung merupakan tanaman berumah satu. Jagung menghasilkan bunga-bunga jantannya dalam satu perbunga-bungaan terminal (malai) dan bunga-bunga-bunga-bunga betinanya pada tunas-tunas samping (tongkol). Jagung adalah protandrus, yaitu mekarnya bunga jantan (pelepasan tepung sari) biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya tangkai putik (umumnya dikenal sebagai rambut). Karena pemisahan tongkol dan malai bunga jantan serta protandri pembungaannya,

jagung merupakan suatu spesies yang terutama menyerbuk-silang (Fischer dan Palmer, 1992).

(21)

Biji jagung letaknya teratur, berbaris pada janggel sesuai dengan letak bunga. Biji dibungkus oleh perikarp yang terdiri dari embrio dan endosperm. Embrio terdiri dari plumula, radikula, dan skutellum. Bentuk biji ada yang bulat, berbentuk gigi sesuai dengan varietasnya. Warna biji bervariasi antara lain kuning, putih, merah/orange dan merah hampir hitam (Tobing, dkk, 1995).

Biji dari sebuah tongkol jagung memiliki ukuran, bobot dan bentuk yang bervariasi. Umumnya, di pangkal tongkol berukuran besar, pada bagian tengah tongkol ukuran biji hampir seragam, dan berukuran kecil pada ujung. Semakin ke pangkal bobot biji semakin besar. Keragaman ini disebabkan waktu terjadinya fertilisasi yang bergantung pada posisi biji di tongkol. Biji yang berada di sekitar satu atau dua inci dari pangkal adalah yang pertama kali terbentuk. Pembentukan biji akan berlanjut hingga ujung tongkol. Biji pada ujung tongkol baru

terbentuk empat hingga enam hari setelah biji pada pangkal terbentuk. (Iowa State University, 2008).

Akumulasi fotosintat yang diakumulasikan tergantung pada masa pengisian biji di samping jumlah sel yang terbentuk dalam biji (Sitompul dan Guritno, 1995). Dalam pertumbuhan biji jagung tropik selama fase linear dapat melebihi penyediaan asimilat dari fotosintesis yang terjadi dan kekurangannya dipenuhi dari asimilat yang disimpan sebelumnya. Lamanya pertumbuhan biji juga mempengaruhi hasil. Hasil biji dapat dibatasi karena lamanya pertumbuhan biji sangat pendek untuk memanfaatkan sepenuhnya asimilat yang telah ditimbun dalam batang (Fischer dan Palmer, 1992).

(22)

produktifitas tanaman adalah suhu, cahaya (intensitas, kualitas dan waktu pencahayaan) (Rost, et al., 2006). Banyaknya jumlah kultivar dapat dibedakan dengan waktu matangnya, jagung memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi temperatur. Ini dicirikan dengan jalur fotosintesis siklus C4 (www.proseanet.org, 2008).

Syarat Tumbuh

Iklim

Walaupun asal tanaman jagung berada di daerah tropis tetapi karena banyak sekali tipe-tipe dan variasi sifat-sifat yang dimilikinya sehingga jagung

dapat menyebar luas dan dapat tumbuh baik pada berbagai iklim (Tobing, dkk, 1995).

Pertumbuhan terbaik jagung yaitu tumbuh di daerah dengan suhu khusus antara 21—30°C pada saat perbungaan jantan. Suhu minimum untuk perkecambahan adalah 10°C. Tanaman ini memerlukan temperatur harian rata-rata sekurang-kurangnya 20°C untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Waktu perbungaan dipengaruhi oleh fotoperiode dan suhu. Jagung di pertimbangkan menjadi tanaman hari pendek (www.proseanet.org, 2008).

Jagung dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung (BPP Teknologi, 2007).

(23)

yang berkepanjangan setelah penyerbukan dapat menurunkan bobot kering biji secara nyata. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan biji sebagian disokong oleh mobilisasi asimilat yang tersimpan di batang (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanah

Jagung dapat tumbuh pada beragam jenis tanah. Hal utama yang menyebabkan produksi yang tidak baik pada pertanaman di daerah tropis adalah produktivitas tanah yang rendah, dan beberapa hal yang dapat meningkatkan produksi dengan pembukaan areal baru (Leagreid, et al., 1999).

Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Supaya dapat tumbuh optimal, tanah harus gembur, subur, dan kaya humus. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik (Prihatman, 2000).

Tanah liat sangat lebih disukai karena mampu menahan lengas yang baik. Tanaman ini peka terhadap tanah masam dan agak toleran terhadap kondisi basa (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan jagung adalah pH antara 5,6-7,5 (Prihatman, 2000).

Varietas

(24)

Varietas unggul jagung dikelompokkan ke dalam varietas unggul bersari bebas, dan varietas unggul hibrida. Masing-masing varietas memiliki keragaan umur panen, produksi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit yang berbeda (Roesmarkam, 2006).

Varietas jagung sintetik adalah jenis bersari bebas atau komposit yang dibentuk dari hasil saling silang dari sejumlah tetua galur (inbrida) murni. Galur-galur murni dihasilkan dari kegiatan silang sendiri (selfing) beberapa generasi dari program perbaikan populasi atau program jagung hibrida. Kegiatan pemuliaan untuk membentuk varietas sintetik terdiri atas beberapa tahap. Setiap

tahap melibatkan kegiatan evaluasi yang menghasilkan bahan terpilih (Yasin dan Kasim, 2003).

Pembentukan varietas hibrida memanfaatkan adanya inkompabilitas. Inkompabilitas adalah terjadinya penyerbukan yang tidak berlanjut ke proses pembuahan karena faktor-faktor fisiologis; pada waktu serbuk sari jatuh pada kepala putik, tidak terbentuk tabung yang mengantarkan inti jantan untuk bertemu inti betina (Mangoendidjojo, 2003).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik –suatu untaian genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase atau keselurahan pertumbuhan- yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi

(25)

Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau

perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi (Mangoendidjojo, 2003).

Strategi pemuliaan tanaman jagung untuk mendapatkan varietas unggul baru adalah dengan cara persilangan dan seleksi berulang sebagai usaha pemuliaan jangka panjang, introduksi dari luar negeri dan perbaikan populasi, serta seleksi untuk stabilitas hasil dilakukan pada berbagai sentra produksi jagung ( Mejaya, dkk, 2004)

Seleksi

Seleksi ialah memilih serta mencari keturunan tanaman yang memiliki karakter baik, yang berguna untuk meningkatkan hasil serta mutunya. Karakter-karakter baik ditentukan oleh genotip, tetapi ekspresinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Yatim, 1986).

Seleksi merupakan dasar dari program perbaikan varietas untuk mendapatkan varietas unggul baru. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan seleksi efektif dan efisien adalah variabilitas genetik, heritabilitas, korelasi, dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil (Takdir, 2007).

(26)

terhadap genotipe-genotipe baru. Perbaikan genotipe tanaman pada dasarnya tergantung pada tersedianya suatu populasi yang individunya memiliki susunan genetis berbeda dan keefektifan seleksi terhadapa populasi tersebut. Sebelum menetapkan metode seleksi yang akan dilakukan dan kapan seleksi dilaksanakan perlu diketahui berapa besar variabilitas genetik (Alnopri, 2004).

Varibilitas genetik yang luas menunujukkan adanya pengaruh genotip yang dominan sehingga sangat menunjang seleksi terhadap karakter yang diinginkan dari genotip yang diuji (Azrai dan Kasim, 2003).

Kriteria penyeleksian secara fenotip berdasarkan hubungan individu dengan keturunan, keluarga turunannya. Kriteria seleksi tersebut digunakan untuk menduga nilai perkawinan dari suatu individu. Kedua, kriteria seleksi berdasarkan daya gabung sebagai nilai rata -rata penampilan fenotip (Tomar, 2002).

Terdapat dua bentuk seleksi untuk meningkatkan sifat tanaman yakni, pertama seleksi antara populasi yang sudah ada untuk peningkatan sifat yang diinginkan, dan kedua seleksi dalam populasi untuk memperoleh tanaman yang digunakan guna menciptakan varietas atau galur yang baru. Untuk yang kedua, populasi yang dimaksud berupa keturunan dari hasil persilangan yang biasanya terdiri dari tanaman hasil segregasi (Poespodarsono, 1988)

(27)

faktor genetik atau faktor lingkungan. Sifat yang digunakan untuk seleksi sebaiknya mempunyai nilai heritabilitas tinggi, sebab sifat tersebut akan mudah diwariskan dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal (Hadiati et al., 2003)

Selfing

Penyerbukan sendiri adalah perpindahan serbuk sari dari anther ke stigma dalam satu bunga, atau kepada stigma bunga lain pada satu tumbuhan yang sama, atau tumbuhan lain dengan klon yang sama. Penyerbukan dalam tumbuhan yang secara genetik identik dari suatu lini inbred akan memberikan hasil yang sama

dengan penyerbukan stigma-stigma dari bunga pada satu tumbuhan (Poehlman and Sleper, 1995). Tanaman yang menyerbuk sendiri memiliki

kehomozigotan yang tinggi, karena gen-gen yang dimilikinya berasal dari tetua yang sama (Stern, et al., 2003).

Pengaruh dari penyerbukan sendiri tidak ditemui pada tanaman menyerbuk-sendiri secara alami. Akibat yang paling sering diamati dari penyerbukan sendiri adalah berkurangnya nilai rataan fenotip yang ditunjukkan oleh sifat-sifat yang berhubungan dengan kemampuan reproduktif atau efisiensi fisiologis. Dapat dikatakan penyerbukan sendiri dapat mengurangi ketegaran (Falconer, 1985).

Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding

(28)

tanaman menyerbuk silang akan mengakibatkan terjadinya segregasi pada lokus yang heterozigot, frekuensi genotipe yang homozigot bertambah, dan genotipe heterozigot berkurang. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan vigor dan produktivitas tanaman, atau disebut juga depresi silang dalam (inbreeding depression) (Takdir, 2007).

Silang dalam (inbreeding) menghasilkan kehomozigotan. Oleh inbreeding terus-menerus, kehomozigotan makin meningkat antara individu suatu populasi atau antara gen dalam satu individu. Kehomozigotan ini akan melemahkan individu-individunya terhadap perubahan lingkungan, dan variasi semakin sedikit. Inbreeding menuju kepada stabilisasi varietas suatu spesies, karena genotipe makin sama pada individu-individu populasi, dan dalam tiap individu makin banyak gen yang homozigot (Yatim, 1986).

Untuk tujuan perkembangan hibridisasi lini silang dalam dinilai sebagai komponen tetua potensial dari keturunan yang berasal dari kelompok heterosis campuran (Stojakovic, et al., 2005). Inbrida sebagai tetua hibrida memiliki tingkat homozigositas yang tinggi. Inbrida jagung diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) atau melalui persilangan antarsaudara. Inbrida dapat dibentuk menggunakan bahan dasar varietas bersari bebas atau hibrida dan inbrida lain. Pembentukan inbrida dari varietas bersari bebas atau hibrida pada dasarnya melalui seleksi tanaman dan tongkol selama silang diri (Takdir, dkk, 2007).

Heritabilitas

(29)

variasi genetik dengan variasi lingkungan pada keturunan rendah, maka heritabilitas akan rendah (Poehlman and Sleper, 1995).

Nilai duga heritabilitas merupakan suatu ukuran sampai sejauh mana fenotipe yang tampak sebagai akibat refleksi genotipe, atau hubungan antara variabilitas genetik dengan variabilitas fenotipiknya (Azrai, dkk, 2006). Nilai duga heritabilitas yang tinggi dapat diperoleh jika pengaruh lingkungan kecil atau variabilitas genetik luas dan variabilitas fenotipiknya sempit. Sebaliknya jika variabilitas genetik sempit dan variabilitas fenotipik luas, maka nilai duga heritablitas yang diperoleh rendah (Azrai dan Kasim, 2003).

Salah satu peran penting dari heritabilitas yakni untuk mengekspresikan nilai uji dari fenotip sebagai panduan untuk memprediksi nilai pemuliaan. Hanya nilai fenotip individu yang dapat diukur secara langsung, tapi nilai pemuliaannya menentukan pengaruhnya pada generasi berikut. Karenanya, jika seorang pemulia memilih tetua persilangan berdasarkan karakter fenotip, keberhasilannya dalam

mengubah karakteristik populasi dapat diprediksi dari heritabilitas (Falconer, 1985). Heritabilitas suatu karakter merupakan besaran yang

menunjukkan suatu karakter dapat diwariskan ke keturunanya, yang merupakan proposi dari total keragaman fenotipe yang disebabkan oleh faktor genetik (Sutoro, dkk, 2006).

Fenotip merupakan interaksi antara genotip dengan lingkungan. Ini berarti bahwa besaran fenotip sebagian ditentukan oleh pengaruh genotip dan sebagian pengaruh lingkungan. Untuk dapat menaksir peran genotip dan lingkungan dapat dihitung melalui keragaman fenotip pada suatu populasi (Poespodarsono, 1988).

(30)

hidupnya secara lengkap, tanaman membutuhkan keadaan lingkungan tumbuh yang optimum untuk mengekspresikan program genetiknya secara penuh. Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar asalkan

keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologis proses kehidupan (Sitompul dan Guritno, 1995).

Salah satu faktor yang paling penting dalam merumuskan rencana pemuliaan yang efektif untuk memperbaiki kualitas genetik dari tanaman budidaya adalah suatu pengetahuan mengenai kontribusi relatif yang diberikan oleh gen-gen terhadap variabilitas suatu sifat yang dipersoalkan. Variabilitas nilai-nilai fenotip bagi suatu sifat kuantitatif dapat, sekurang-kurangnya dalam teori, dibagi dalam komponen-komponen genetik dan non genetik (lingkungan).

σ2p = σ2g + σ2

e

Heritabilitas (diberi simbol h2) adalah proporsi dari variansi fenotip total yang disebabkan oleh efek gen.

h2 =

(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada lahan di Jalan Abdullah Lubis Medan yang terletak pada ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2008 sampai dengan bulan September 2008.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah benih jagung varietas Bayu, Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna, Srikandi Kuning-1, pupuk urea, TSP dan KCl, insektisida, fungisida, kantong plastik ukuran 3 kg dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Alat-alat yang digunakan adalah cangkul sebagai alat untuk mengolah lahan, gembor berfungsi sebagai alat untuk menyiram tanaman, handsprayer untuk mengaplikasikan insektisida dan fungisida, meteran untuk mengukur tinggi tanaman, timbangan untuk menimbang bobot biji, papan nama, papan perlakuan, pacak sampel, serta alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari enam varietas.

(32)

V4 = Lamuru V5 = Arjuna

V6 = Srikandi Kuning-1

Jumlah Ulangan Perlakuan : 4 ulangan

Ukuran Plot : 24 plot

Jarak Tanam : 70 cm x 20 cm

Luas Plot : 100 cm x 100 cm

Jumlah Tanaman Per Plot : 6 tanaman

Jumlah Tanaman Sampel Per Plot : 4 tanaman Jumlah Tanaman Seluruhnya : 144 tanaman

Model Linear yang digunakan untuk rancangan acak kelompok non- faktorial ini adalah :

Yij = µ + ρi + αj+ εij

i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4,5,6

Dimana :

Yij :: Nilai pengamatan blok ke-i dalam perlakuan ke-j

µ : Nilai rata-rata ρi : Efek blok ke-i

αj : Efek perlakuan ke-j

εij : Pengaruh random terhadap blok ke-i pada perlakuan ke-j

(33)
[image:33.595.112.517.202.303.2]

Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan pengujian heritabilitas (Stansfield, 2005).

Tabel 1. Nilai Harapan Kuadrat Tengah Pada Analisis Rak Non-faktorial

Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat

Estimasi Kuadrat

Keragaman (db) Kuadrat (JK) Tengah (KT) Tengah (EKT)

Genotipe a-1 JKg KTe σ 2e + b σ 2g

Ulangan b-1 JKu KTu σ 2e + a σ 2u

Error Total

(a-1) (b-1) (ab)-1

JKe JKp

KTe σ 2e

h2 = σ2g / σ2p

Dimana :

H2 = Nilai duga heritabilitas σ2

g = varian genotip

σ2

p = varian fenotip

σ2

p = KTP – KTE / b σ2

p = σ2g + σ2e , dimana σ2e = KT galat

Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (2005) : heritabilatas tinggi > 0,5

(34)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sampah, lalu dilakukan pembuatan plot percobaan berukuran 100 cm x 100 cm, jarak antar plot 50 cm dan jarak antar blok 50 cm sebagai drainase. Tanah diolah dengan kedalaman olah kira-kira 20 cm sampai tanah gembur.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam pada lahan penelitian. Setiap plot dibuat lubang tanam sebanyak 6 lubang tanam. Setiap lubang tanam diberi 2 benih per lubang tanam dan ditutup dengan tanah top soil.

Pemupukan

(35)

Penyungkupan

Penyungkupan dilakukan setelah bunga betina muncul dengan menggunakan plastik bening ukuran 3 kg.

Selfing

Selfing dilakukan setelah bunga betina memiliki rambut sepanjang ± 2 cm. Dengan cara mengambil serbuk sari dari malai yang telah mekar. Serbuk sari kemudian ditaburkan ke kepala putik dari tanaman yang sama. Selfing dilakukan pada pagi hari.

Pemeliharaan Tanaman

Penjarangan dan Penyulaman

Penjarangan dilakukan saat tanaman berumur 1 MST. Penjarangan dilakukan sehingga pada setiap lubang tanam hanya terdapat 1 tanaman.

Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau pertumbuhannya abnormal. Bibit sulaman harus dari varietas yang sama.

Penyiraman

(36)

Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma atau menggunakan cangkul. Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman. Penyiangan dilakukan sesuai kondisi di lapangan.

Pembumbunan dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah dan berdiri tegak. Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah di sekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan sesuai kondisi di lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Decis 2,5 EC dengan dosis 0,5 cc/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 1 cc/liter air.

Panen

Panen dilakukan dengan mengambil tongkol jagung dengan menggunakan tangan. Adapun kriteria panennya adalah rambut tongkol telah berwarna hitam dan bila biji ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas.

Pengeringan dan Pemipilan

(37)

Pengamatan Parameter

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan titik tumbuh tertinggi tanaman dengan menggunakan meteran pada masing-masing sampel. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.

Jumlah Daun (helai)

Dihitung seluruh daun yang telah membuka sempurna pada masing-masing sampel. Dilakukan setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.

Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai)

Dihitung dengan menghitung seluruh daun yang berada di atas tongkol pada masing-mas. Dilakukan apabila bunga betina telah muncul.

Kelengkungan Daun

Kelengkungan daun dihitung pada saat bunga jantan telah muncul dengan rumus :

Kelengkungan daun : a/b Dimana : a = panjang daun

b = jarak antar pelepah daun dengan ujung daun dalam posisi melengkung

Umur Keluar Bunga Jantan (hari)

Umur keluar bunga jantan dihitung pada saat bunga jantan setiap tanaman pertama kali muncul.

(38)

Umur keluar bunga betina dihitung pada saat bunga betina setiap tanaman pertama kali muncul.

Umur Panen (hari)

Umur panen dihitung pada saat dilakukannya pemanenan tongkol pertama pada setiap tanaman.

Laju Pengisian Biji (g /hari)

Laju pengisian biji dihitung dengan dihitung dengan membagi bobot biji tiap tongkol dengan selisih umur panen dengan umur keluar rambut.

Jumlah Baris per Tongkol (baris)

Jumlah baris per tongkol dihitung pada semua tanaman sampel, dengan cara menghitung jumlah baris yang terdapat pada satu tongkol tiap-tiap tanaman sampel.

Jumlah Biji per Tongkol (biji)

Jumlah biji per tongkol dihitung pada semua tanaman sampel, dengan cara menghitung jumlah biji yang terdapat pada satu tongkol tiap-tiap tanaman sampel.

Bobot Biji per Tongkol (g)

Bobot biji per tongkol ditimbang setelah biji dipipil dan dikeringkan.

Bobot 10 Biji per Tongkol

Bobot 10 biji ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil.

Produksi Biji Kering per Plot (g)

Produksi per plot ditimbang setelah biji dipipil dan dikeringkan.

(39)

Hasil

Dari hasil analisis data pada Lampiran 4-62 diperoleh varietas berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun di atas tongkol, umur keluar bunga betina, laju pengisian biji, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, bobot 10 biji per tongkol dan produksi per plot. Varietas tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, kelengkungan daun, umur keluar bunga jantan, umur panen, dan jumlah biji per tongkol. Nilai duga heritabilitas dari setiap parameter bernilai rendah sampai tinggi.

Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman.

[image:39.595.116.504.503.615.2]

Rataan tinggi tanaman 7 minggu setelah tanam dari setiap varietas dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) 7 MST dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 217,256

Lagaligo (V2) 204,194

Wisanggeni (V3) 213,913

Lamuru (V4) 212,656

Arjuna (V5) 203,494

Srikandi Kuning-1 (V6) 224,363

Dari Tabel 2 diketahui bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada

varietas Srikandi Kuning-1 (224,363 cm) dan terendah pada varietas Arjuna (203,494 cm)

(40)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 33 dapat dilihat bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun.

[image:40.595.119.512.216.339.2]

Rataan pertumbuhan jumlah daun 7 minggu setelah tanam dari setiap varietas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Jumlah Daun (helai) 7 MST dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 13,688

Lagaligo (V2) 12,750

Wisanggeni (V3) 11,750

Lamuru (V4) 12,875

Arjuna (V5) 12,000

Srikandi Kuning-1 (V6) 13,125

Dari Tabel 3 diketahui bahwa rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada varietas Bayu (13,688 helai) dan terendah pada Wisanggeni (11,750 helai).

Kelengkungan Daun

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 36 dapat dilihat bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap kelengkungan daun.

[image:40.595.117.511.582.706.2]

Rataan kelengkungan daun dari setiap varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Kelengkungan Daun dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 0,527

Lagaligo (V2) 0,557

Wisanggeni (V3) 0,505

Lamuru (V4) 0,454

Arjuna (V5) 0,510

Srikandi Kuning-1 (V6) 0,489

(41)

Jumlah Daun Di Atas Tongkol (helai)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 39 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata pada jumlah daun diatas tongkol (helai).

[image:41.595.115.505.253.370.2]

Rataan jumlah daun di atas tongkol dari setiap varietas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Jumlah Daun Di Atas Tongkol (helai) dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 6,250 a

Lagaligo (V2) 5,813 bcde

Wisanggeni (V3) 5,125 f

Lamuru (V4) 6,000 ab

Arjuna (V5) 5,938 abc

Srikandi Kuning-1 (V6) 5,875 bcd

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.

Dari Tabel 5 diketahui bahwa rataa jumlah daun terbanyak terdapat pada varietas Bayu (6,250 helai) dan terendah pada varietas Wisanggeni (5,125 helai)

Histogram jumlah daun di atas tongkol dari setiap varietas dapat dilihat pada Gambar 1.

[image:41.595.123.495.518.705.2]
(42)

Umur Keluar Bunga Jantan (hari)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 41 dapat dilihat bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap umur keluar bunga jantan.

[image:42.595.119.517.249.369.2]

Rataan umur keluar bunga jantan dari setiap varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Umur Keluar Bunga Jantan dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 53,88

Lagaligo (V2) 52,13

Wisanggeni (V3) 51,63

Lamuru (V4) 51,44

Arjuna (V5) 50,13

Srikandi Kuning-1 (V6) 51,13

(43)

Umur Keluar Bunga Betina (hari)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 43 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur keluar bunga betina.

[image:43.595.116.502.249.368.2]

Rataan umur keluar bunga betina dari setiap varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Umur Keluar Bunga Betina dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 57,44 a

Lagaligo (V2) 55,06 abc

Wisanggeni (V3) 55,81 abc

Lamuru (V4) 54,44 bc

Arjuna (V5) 52,56 c

Srikandi Kuning-1 (V6) 53,38 bc

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan umur keluar bunga betina paling cepat pada varietas Arjuna (52,56 hari) dan paling lama pada varietas Bayu (57,44 hari).

Histogram rataan umur keluar bunga betina dari setiap varietas dapat dilihat pada Gambar 2.

[image:43.595.123.484.539.713.2]
(44)

Umur Panen (hari)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 45 dapat dilihat bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap umur panen.

Rataan umur panen dari setiap varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Umur Panen (hari) dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 90,50

Lagaligo (V2) 89,19

Wisanggeni (V3) 91,56

Lamuru (V4) 90,63

Arjuna (V5) 88,38

Srikandi Kuning-1 (V6) 89,81

Dari Tabel 8 dapt dilihat bahwa rataan umur panen tercepat pada varietas Arjuna (88,38 hari) dan terlama pada varietas Wisanggeni (91,56 hari).

Laju Pengisian Biji (g/hari)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 48 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap laju pengisian biji.

[image:44.595.114.516.220.339.2]

Rataan laju pengisian biji dari setiap varietas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Laju Pengisian Biji (g/hari) dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 2,133 c

Lagaligo (V2) 2,299 bc

Wisanggeni (V3) 2,463 abc

Lamuru (V4) 3,435 a

Arjuna (V5) 2,024 c

Srikandi Kuning-1 (V6) 3,345 ab

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.

[image:44.595.122.512.542.667.2]
(45)
[image:45.595.128.499.145.321.2]

Histogram rataan laju pengisian biji dari setiap varietas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram Rataan Laju Pengisian Biji (g/hari) dari Varietas Jagung.

Jumlah Baris per Tongkol (baris)

[image:45.595.119.510.527.653.2]

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 51 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah baris per tongkol. Rataan jumlah baris per tongkol dari setiap varietas dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Jumlah Baris per Tongkol (baris) dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 14,000

Lagaligo (V2) 13,750

Wisanggeni (V3) 12,750

Lamuru (V4) 14,125

Arjuna (V5) 12,688

Srikandi Kuning-1 (V6) 14,688

(46)

Jumlah Biji per Tongkol (biji)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 53 dapat dilihat bahwa varietas tidak berbeda nyata terhadap jumlah biji per tongkol.

[image:46.595.114.517.223.331.2]

Rataan jumlah biji dari setiap varietas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Jumlah Biji (biji) dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 269,13

Lagaligo (V2) 342,44

Wisanggeni (V3) 337,63

Lamuru (V4) 404,88

Arjuna (V5) 264,75

Srikandi Kuning-1 (V6) 440,13

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan jumlah biji per tongkol yang tertinggi terdapat pada varietas Srikandi Kuning-1 (440,13 biji) dan yang terendah pada varietas Arjuna (264,75 biji).

Bobot Biji per Tongkol (g)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 56 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot biji per tongkol.

[image:46.595.118.518.599.719.2]

Rataan bobot biji per tongkol dari setiap varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 12

Tabel 12. Rataan Bobot Biji per Tongkol (g) dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 69,330 c

Lagaligo (V2) 79,436 c

Wisanggeni (V3) 90,154 abc

Lamuru (V4) 123,069 a

Arjuna (V5) 72,581 bc

Srikandi Kuning-1 (V6) 117,896 ab

(47)

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan bobot biji per tongkol tertinggi terdapat pada varietas Lamuru (123, 069 g) dan yang terendah terdapat pada varietas Bayu (69,330 g).

Histogram rataan bobot biji per tongkol dari setiap varietas dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram Rataan Bobot Biji per Tongkol (g) dari Varietas Jagung

Bobot 10 Biji per Tongkol (g)

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 59 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot 10 biji per tongkol.

[image:47.595.128.481.223.370.2]

Rataan bobot 10 biji per tongkol dari setiap varietas dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Bobot 10 Biji per Tongkol (g) dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 2,538 de

Lagaligo (V2) 2,303 e

Wisanggeni (V3) 2,692 bcd

Lamuru (V4) 3,069 a

Arjuna (V5) 2,731 b

Srikandi Kuning-1 (V6) 2,726 bc

[image:47.595.120.508.616.731.2]
(48)

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan bobot 10 biji per tongkol tertinggi pada varietas Lamuru (3,069 g) dan yang terendah pada varietas Srikandi Kuning-1 (2,726 g).

Histogram rataan bobot 10 biji per tongkol dari setiap varietas dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Histogram Rataan Bobot 10 Biji per Tongkol (g) dari Varietas Jagung

Produksi Biji Kering per Plot

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 62 dapat dilihat bahwa varietas berbeda nyata terhadap produksi per plot.

[image:48.595.129.476.232.393.2]

Rataan produksi per plot dari setiap varietas dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan Produksi Biji Kering per Plot (g) dari Varietas Jagung

Perlakuan Rataan

Bayu (V1) 431,219 c

Lagaligo (V2) 447,863 bc

Wisanggeni (V3) 539,585 abc

Lamuru (V4) 696,569 a

Arjuna (V5) 405,999 c

Srikandi Kuning-1 (V6) 640,813 ab

[image:48.595.119.502.584.705.2]
(49)

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa rataan produksi per plot tertinggi pada varietas Lamuru (696,569 g) dan yang terendah pada Arjuna (405,999 g).

[image:49.595.126.493.198.365.2]

Histogram dari rataan produksi per plot dari setiap varietas dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Histogram Rataan Produksi Biji Kering per Plot (g) dari Varietas Jagung

Heritabilitas

[image:49.595.114.511.524.751.2]

Nilai heritabilitas dari berbagai parameter pengamatan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Duga Heritabilitas dari Berbagai Parameter

Parameter Nilai Kriteria

Jumlah Daun 0,290 sedang

Tinggi Tanaman 0,060 rendah

Kelengkungan Daun 0,005 rendah

Jumlah Daun Di Atas Tongkol 0,680 tinggi

Umur Keluar Bunga Jantan 0,250 sedang

Umur Keluar Bunga Betina 0,350 sedang

Umur Panen 0,290 sedang

Laju Pengisian Biji 0,401 sedang

Jumlah Baris per Tongkol 0,300 sedang

Jumlah Biji per Tongkol 0,310 sedang

Bobot Biji per Tongkol 0,423 sedang

Bobot 10 Biji per Tongkol 0,676 tinggi

(50)

Pembahasan

Karakter Vegetatif

Dari hasil analisis data secara statistik diketahui bahwa varietas berbeda nyata berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol, dimana rataan tertinggi pada varietas Bayu dan terendah pada varietas Wisanggeni. Perbedaan jumlah daun di atas tongkol disebabkan oleh adanya karakteristik yang khas dari masing-masing varietas. Ini sesuai dengan pernyataan Mangoendijojo (2003) yakni varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat dipertahankannya.

Varietas tidak berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun dan kelengkungan daun. Keseragaman ini disebabkan karena adanya pengaruh lingkungan terhadap tanaman. Unsur lingkungan yang paling memberi pengaruh adalah cahaya matahari. Dimana pada lahan penelitian, cahaya matahari hampir merata sehingga setiap tanaman memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh.

Karakter Generatif

(51)

fisiologis proses kehidupan. Dan sesuai literatur www.proseanet.org, (2008) yakni jagung merupakan tanaman berhari pendek, waktu perbungaan dipengaruhi oleh fotoperiode dan suhu.

Varietas berbeda nyata terhadap laju pengisian biji. Adapun laju pengisian biji dipengaruhi oleh bobot biji, periode pertumbuhan biji. Fischer dan Palmer (1992) menyatakan bahwa hasil biji dapat dibatasi oleh periode pertumbuhan biji sangat pendek untuk memanfaatkan asimilat yang tertimbun pada batang. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa varietas Lamuru memiliki periode pertumbuhan biji yang lebih panjang dibanding varietas lain, sehingga varietas ini dapat memanfaatkan sepenuhnya asimilat pada batang.

Pada karakter bobot biji per tongkol varietas berbeda nyata, rataan tertinggi terdapat pada varietas Lamuru dan terendah pada Bayu. Tongkol-tongkol varietas Lamuru memiliki biji yang relatif lebih banyak dibanding varietas lainnya. Sedikitnya biji yang dibentuk karena varietas tersebut tidak mampu membentuk biji,akibatnya adanya inkompabilitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mangoendidjojo (2003) bahwa inkompabilitas adalah penyerbukan yang tidak berlanjut ke proses pembuahan karena faktor- faktor fisiologis.

(52)

Sitompul dan Guritno (1995) yakni keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik yang selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama. Dan sesuai dengan pernyataan Mangoendidjojo (2003) yang menyatakan variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi.

Dari bobot 10 biji dapat dilihat bahwa biji yang dihasilkan berukuran lebih kecil daripada biji pada deskripsi (Lampiran 3). Ini disebabkan oleh silang dalam yang dilakukan. Dimana silang dalam mengakibatkan berkurangnya kemampuan produksi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Falconer (1985) yang menyatakan akibat dari yang paling sering diamati dari penyerbukan sendiri adalah berkurangnya nilai rataan fenotip yang ditunjukkan oleh sifat-sifat yang berhubungan dengan kemampuan reproduktif atau efisiensi fisiologis.

(53)

berhubungan dengan kemampuan reproduktif atau efisiensi fisiologis. Juga sesuai dengan pernyataan Takdir (2007) yakni penyerbukan sendiri atau silang dalam pada tanaman menyerbuk silang akan menyebabkan penurunan vigor dan produktivitas tanaman, atau disebut juga depresi silang dalam.

Varietas tidak berbeda nyata pada karakter umur keluar bunga jantan dan umur keluar bunga betina, jumlah baris per tongkol dan jumlah biji per tongkol. Walaupun jumlah baris per tongkol dari tiap varietas hampir sama tapi tidak semua baris dipenuhi biji, yang menyebabkan beberapa varietas (Arjuna dan Bayu) memiliki biji yang lebih sedikit dibanding varietas lain. Ini disebabkan pada saat penyerbukan dilakukan sering terjadi hujan, sehingga biji yang terbentuk sedikit.

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) dapat dilihat pada Tabel 15. Dari hasil analisis diperoleh nilai heritabilitas yang rendah, sedang dan tinggi. Stansfield (2005) merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas tinggi > 0,5; heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah < 0,2.

Karakter yang memiliki kriteria nilai duga heritabilitas rendah adalah tinggi tanaman (0,060) dan kelengkungan daun (0,005), pada karakter-karakter ini perbandingan variasi genetik dengan variasi lingkungan rendah. Poehlman and Sleper (1995) menyatakan jika perbandingan variasi genetik dengan variasi lingkungan pada keturunan rendah, maka heritabilitas akan rendah.

(54)

(0,300), jumlah biji per tongkol (0,310), bobot biji per tongkol (0,423), produksi pipilan kering per plot (0,472). Ini berarti penampilan karakter-karakter tersebut dipengaruhi oleh genotip dan lingkungannya. Sesuai dengan Poespodarsono, (1988) yang menyatakan bahwa fenotip merupakan interaksi antara genotip dengan lingkungan.

(55)

KESIMPULAN

1. Ada perbedaan karakter diantara tetua selfing varietas jagung. Dari hasil analisis diperoleh bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol, umur keluar bunga betina, laju pengisian biji, jumlah baris per tongkol, bobot biji per tongkol, bobot 10 biji per tongkol dan produksi per plot.

2. Nilai heritabilitas yang tertinggi terdapat pada parameter jumlah daun di atas tongkol (0,680) serta bobot 10 biji per tongkol (0.676), dan terendah pada kelengkungan daun (0,005).

3. Varietas Lamuru dan Srikandi Kuning-1 memiliki rataan nilai produksi yang lebih tinggi dibanding varietas lainnya. Kedua varietas ini lebih sesuai untuk diselfing dibanding varietas lain.

Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R. W., 1995. Pemuliaan Tanaman jilid I. Terjemahan Manna. Rineka Cipta, Jakarta.

Alnopri, 2004. Variabilitas Genetika dan Heritabilitas Sifat-Sifat Pertumbuhan Bibit Tujuh Genotipe Kopi Robusta-Arabika. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian

Indonesia. Volume. 6, Nomor 2, 2004. Hal 91-96

http://www.bdp.org/jipi/artikeljipi/2004/91.pdf [30 November 2008]. Arifin, F., Woerjono, dan Nasrullah. 2004. Efektivitas Seleksi Satu Tongkol Satu

Baris dan Keturunan S1 pada Populasi jagung Putih Sisih Tombong.

Agrosains. UGM Press, Yogyakarta.

Azrai, M., dan F. Kasim, 2003. Analisis Varians dan Heritabilitas Ketahanan Galur Jagung Rekombinan Terhadap Penyakit Bulai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Volume 22, Nomor 1, 2003.

Azrai, M., H. Aswidinnoor, J. Koswara, M. Surahman, J. R. Hidajata, 2006. Analisis Genetik Ketahanan Jagung Terhadap Penyakit Bulai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Volume 25, Nomor 2, 2006: 71-77. Bangun, M.K., 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian. Universitas

Sumatera Utara, Medan.

BPP Teknologi, 2007. Jagung (Zea mays L.).

http://warintek.ristek.go.id/pertanian/jagung.pdf. [5 November 2007].

Falconer, D. S., 1985. Intoduction to Quantitative Genetics. Longman Inc., New York.

Fehr, W. R., 1987. Principles of Cultivar Development. Macmillan Publishing Co., New York.

Fischer, K.S dan Palmer, 1992. Jagung Tropik. Dalam Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, editor P.R Goldsworthy dan N. M Fisher. Terjemahan Tohari . UGM Press, Yogyakarta.

Hadiati, S., Murdaningsih H.K., A. Baihaki, dan N. Rostini. 2003. Parameter Genetik Karakter Komponen Buah Pada Beberapa Aksesi Nanas. Zuriat Vol 14. No. 2 : 47 – 52.

http://www.aphis.usda, 2000. Corn. [30 Januari 2008]

(57)

http://www.ciptapangan.com, 2008. Situasi Produksi & Ekspor Jagung Dunia. [14 April 2008].

http://www.proseanet.org, 2008. FloraKita - Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Indonesia [14 april 2008].

Iowa State University, 2008. Kernel dimensions based on location and pollination.

Kartasapoetra, A.G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Bina Angkasa, Jakarta.

Leagreid, M. Bockman, O.C and O Kaarstad, 1999. Agriculture Fertilizers and The Environment. CABI Publishing, New York.

Mangoendidjojo, W., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Mejaya, M. J., M. Azrai, dan R. N. Iriany, 2004. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas. balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/sepuluh.pdf [30 Oktober 2008].

Plessis, J., 2003. Maize Production. Department of Agriculture Republic of South Africa. www.nda.agric.za/docs/maizeproduction.pdf.[11 November 2007]. Poehlman, J. M. and D. A. Sleper, 1995. Breeding Field Crops. Panima

Publishing Corporation, Iowa.

Poespodarsono, S., 1988. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. IPB Press, Bogor.

Prihatman, K., 2000. Jagung (Zea mays L.)

Reta-Sanchez, D. G., J. L. Fowler, 2002. Canopy Light Environment and Yield or Narrow Row Cotton as Affected by Canopy Architechture. Agron J. 94 page 1317-1323.

Roesmarkam, S., 2006. Teknologi Produksi Jagung. www jatim.litbang.deptan.go.id/penyuluhan/teknologiproduksijagung.pdf.

[5 November 2007].

Rost, T. L., M. G. Barbour, C. R. Stocking, T. M. Murphy, 2006. Plant Biology, Second Edition. Thomson Brooks/Cole, Canada.

Rubatzky, V,W dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia I Prinsip, Produksi dan Biji. Diterjemahkan oleh Catur Herison. ITB, Bandung.

(58)

Sitompul, s. M., dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Stansfield, W. D., 2005. Schaum’s Outline Series Theory and Problem of Genetics. Mc Graw Hill, NewYork.

Stern, K. R., S. Jansky, J. E. Bidlack, 2003. Introduction Plant Biology, Edition Nine. Mc.Graw Hill, New York.

Stojakovic, M., G. Bekavac, N. Vasic. 2005. B73 and Related Inbred Lines in Maize Breeding. Genetika Volume 37. Number 3:;245-252.

Sutoro, A. Bari, Subandi dan S. Yahya, 2006. Parameter Genetik Jagung Populasi Bisma pada Pemupukan Berbeda I Ragam Aditif-Dominan Bobot Biji Jagung. Jurnal AgroBiogen.

Swastika, D. K. S., F. Kasim, W. Sudana, R. Hendayana, K. Suhariyanto, R. V. Gerpacio, and P.L.Pingali, 2004. Maize in Indonesia Production Systems, Constraints, and Research Priorities. CIMMYT. www.cimmyt.org/english/docs/maize_producsys/indonesia.pdf. [5 Februari 2008].

Takdir, A. M., S. Sunarti, M. J., Mejaya, 2007. Pembentukan Varietas Jagung

Hibrida. balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/sembilan.pdf. [31 Oktober 2008]

Tobing, M.P.L, Ginting, O. Ginting, S dan R.K Damanik, 1995. Agronomi Tanaman Makanan I. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tomar, S.S., 2002. Population Genetics. Kalyani Publisher, New Delhi.

Welsh, J.R., 2005. Fundamentals of Plant Genetics and Breeding. Jhon Wiley and Sons, New York. 453 pp.

Yasin, M. dan F. Kasim, 2003. Penggunaan Rancangan Percobaan Dalam Tahapan Membentuk Varietas Jagung Sintetik. Balai Penelitian Serealia, www.litbang.deptan.go.id/warta-ip/pdf-file/yasin-hg-12.pdf. Diakses tanggal 5 November 2007.

(59)

Lampiran 2. Bagan Penelitian

Blok I Blok II Blok III Blok IV

b

a U

Keterangan : a = 50 cm

b = 50 cm

Luas Plot = 100 cm x 100 cm

V

1

V

6

V

6

V

1

V

2

V

5

V

5

V

5

V

5

V

1

V

2

V

2

V

3

V

2

V

3

V

4

V

4

V

4

V

1

V

6

V

3

(60)

Lampiran 3. Deskripsi Varietas – Varietas Jagung

Deskripsi Jagung Varietas Bayu

Tanggal pelepasan : 6 November 1991

SK Mentan : 776/Kpts/TP.240/11/91

Asal : seleksi dari pool 5, biji hasil tanaman terpilih

dari 10 half-sib terbaik pada generasi kedelapan dicampur

Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 55 hari

panen ± 87 hari Hasil rata-rata : 4,0 t/ha pipilan kering

Batang : ketegapan sedang dan tinggi

Tongkol : cukup besar dan agak silindris

Biji : setengah mutiara (semi flint)

Warna daun : hijau

Warna biji : putih kotor

Perakaran : cukup baik

Baris biji : cukup lurus dan rapat

Jumlah baris/biji : 10-18 baris

Bobot 1000 butir : ± 271 g

Kerebahan : sedang

Ketahanan terhadap penyakit : cukup tahan bulai (Sclerospa maydis)

Keterangan : - baik untuk dataran rendah sampai

ketinggian 500 m di atas permukaan laut - berpotensi untuk meningkatkan produksi

di daerah yang menanam jagung putih

Pemulia : Subandi, A. Sudjana, Ahmad Nuraefendi,

Rudi T. Setiono, dan Dian Hadian G.

(61)

Deskripsi Jagung Varietas Lagaligo

Asal : seleksi saudara tiri (half-sib) Arjuna dengan tetua

penguji varietas Rama. Rekombinasi menggunakan 20 galur S4 yang berasal dari 10 galur S2 yang daya gabungnya baik, galur S1 dan S3 diseleksi terhadap penyakit bulai

Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 50 hari

panen ± 90 hari

Batang : ketegapan sedang

Warna batang : hijau

Tinggi tanaman : 200-225 cm

Tinggi tongkol : 110-125 cm

Tongkol : silindris

Perakaran : cukup baik

Biji : mutiara (flint)

Warna biji : kuning

Kelobot : tertutup baik (± 95 %)

Jumlah baris/tongkol : 12-14 baris

Baris biji : lurus dan rapat

Kerebahan : cukup tahan

Warna janggel : putih

Warna daun : hijau agak tua

Potensi hasil : 7,5 ont/ha

Rata-rata hasil : 5,25 ton/ha

Bobot 1000 biji : 280-290 g

Ketahanan terhadap penyakit : tahan penyakit bulai

Keterangan : sesuai untuk dataran rendah

Tim Pemulia : Marsum Dahlan, Soegijatni Slamet, Mudijiono,

Made Mejaya, dan Mustari Basir

Tahun dilepas : 1996

(62)

Deskripsi Jagung Varietas Wisanggeni

Asal : seleksi saudara kandung (full-sib) Pool 2 untuk

kekeringan, pemilihan berdasarkan indeks kekeringan , potensi hasil dalam kekeringan dan cukup air. Seleksi dilakukan sampai daur keriga.

Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 50 hari

panen ± 90 hari

Batang : ketegapan sedang, tinggi tanaman ± 215 cm

Warna daun : hijau agak tua

Tongkol : silindris, diameter ± 4,5 cm

Biji : mutiara (flint)

Warna biji : kuning

Warna janggel : putih

Baris biji : lurus dan rapat

Kedudukan tongol : sedikit diatas tengah-tengah batang (± 120 cm)

Perakaran : baik

Jumlah baris/tongkol : 12-14 baris

Bobot 1000 biji : ± 285 gram

Rata-rata hasil : ± 5,25 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 8,0 t/ha pipilan kering Ketahanan terhadap penyakit : cukup tahan penyakit bulai

Keterangan : baik untuk dataran rendah sampai 500 m dpl

Tim Pemulia : Soegijatni Slamet, Marsum Dahlan

Ulfah Aliawati, Suyamto, dan Rokaib

Tahun dilepas : 1995

(63)

Deskripsi Jagung Varietas Lamuru

Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 55 hari

panen 90-95 hari

Batang : tegap

Warna Batang : hijau

Tinggi tanaman : ± 190 cm (160-210 cm)

Daun : panjang

Warna daun : hijau

Perakaran : baik

Keragaman tanaman : agak seragam

Malai : semi kompak

Warna anther : cokelat muda

Tinggi letak tongkol : 90 cm (85-110 cm)

Tongkol : cukup besar dan silinder

Biji : mutiara (flint)

Warna biji : kuning

Jumlah baris/tongkol : 12-16 baris

Baris biji : lurus

Kelobot : tertutup baik (± 75%)

Bobot 1000 biji : ± 275 gram

Rata-rata hasil : ± 5,6 ton/ha pipilan kering Potensi hasil : ± 8,0 ton/ha pipilan kering

Ketah

Gambar

Tabel 1. Nilai Harapan Kuadrat Tengah Pada Analisis Rak Non-faktorial
Tabel 2. Rataan Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) 7 MST dari Varietas Jagung
Tabel 4.  Rataan Kelengkungan Daun dari Varietas Jagung
Gambar 1. Histogram Rataan Jumlah Daun Di Atas Tongkol dari Varietas Jagung.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Ke- giatan Inti, meliputi: (a) Guru menjelaskan materi tentang alat indra dan fungsinya; (b) Siswa memperhatikan penjelasan dari guru pengajar; (c)

11 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kemampuan melaksanakan oral hygiene setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah

Jamsostek memberikan perlindungan pada program jaminan social, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan

Agar para pejabat diplomatik dapat melaksanakan tugas-tugas diplomatiknya dengan baik secara efektif dan efisien maka Negara penerima diharuskan untuk memberikan kekebalan

bentos di perairan sungai Batang Kanciis sekitar Rumah Potong Hewan. Padang, seperti tertera pada tabel 1

talam tergantung kepada jenis lagu yang dibawakan atau diJajikan. pada lagu imbauan dulang atau talam belum dimainkan berarti belum ada pengiring dari lagu imbauan

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah,

Dengan adanya informasi tentang Ratio Likuiditas, Rentabilitas, Financial Leverage dan Penilaian Klasifikasi Koperasi kita dapat memberikan gambaran atau kondisi keuangan