• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk P dan K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk P dan K"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea maysL.) TERHADAP

PEMBERIAN PUPUK P DAN K

SKRIPSI

OLEH

FREDRIK DYNATA SIMANUNGKALIT 080307041

PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea maysL.) TERHADAP

PEMBERIAN PUPUK P DAN K

SKRIPSI OLEH

FREDRIK DYNATA SIMANUNGKALIT 080307041

PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk P dan K

Nama : Fredrik Dynata Simanungkalit

NIM : 080307041

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Pemuliaan Tanaman

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

(Ir. Mbue Kata Bangun, MP) (Ir. Isman Nuriadi

Ketua Anggota

)

Mengetahui :

(Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc. Ph.D Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(4)

ABSTRAK

Fredrik Dynata Simanungkalit : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung Terhadap Pemberian Pupuk P dan K, dibimbing oleh Mbue Kata Bangun dan Isman Nuriadi.

Penggunaan Central Composite Roatable Design (CCRD) untuk menentukan tanggap permukaan respons produksi pada jagung belum banyak diteliti, untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di UPT BBI Tanjung Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, pada Mei 2012 - Agustus 2012 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua ulangan yaitu varietas (Bisma dan SHS-4) dan Pupuk (P dan K dengan dosis ditentukan dari CCRD). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, panjang tongkol, jumlah daun diatas tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji, laju pengisian biji, dan berat pipilan kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur panen, diameter tongkol, bobot 100 biji, laju pengisian biji, dan berat pipilan kering. Pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan berat pipilan kering. Interaksi pupuk dan varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, diameter tongkol dan berat pipilan kering.

(5)

ABSTRACT

Fredrik Dynata Simanungkalit: Response on Growth and Production Some Varieties of Maize by Fertilization of P and K, supervised by Mbue Kata Bangun and Isman Nuriadi.

Using of Central Composite Rotatable Design (CCRD) to determine the surface response produce was not researched yet, so the research have been conducted in UPT BBI Tanjung Selamat, Regency of Deli Serdang, Province of North Sumatra with the land height ± 25 m above sea level, at May 2012 - August 2012 using randomized block design with two replications using two varieties (Bisma and SHS-4) and Fertilizer (P and K with the dose determined from CCRD). Parameters measured were plant height, number of leaf, time of flower initiation, harvesting age, cob length, number of leaf above cob, cob diameter, weight of 100 seeds, seed filling rate and dry seeds production.

The results showed that the varieties were significantly diffrent to plant height, number of leafs, harvesting age, cob diameter, weight of 100 seeds, the seed filling rate, and dry seeds production. Fertilizer were sigificantly effects to plant height, number of leafs, and dry seeds production. Interaction between varieties and fertilizer were significantly effects to plant height, cob diameter, and dry seeds production.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indrapura pada tanggal 13 oktober 1989, dari Ayah

R. Simanungkalit , SE dan Ibu Dra. R. Sitompul. Penulis merupakan putra kedua

dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar penulis dimulai pada tahun 1995 di SDN 014710

Indrapura dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan ke SMP N 1

Sipare-pare, Indrapura dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis

melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA N 1 Indrapura dan lulus tahun

2007.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada Program Studi Agroekoteknologi,

minat Pemuliaan Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Budidaya Pertanian. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan

(PKL) di PT. Langkat Nusantara Kepong (LNK), Kabupaten Langkat, Provinsi

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung

(Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk P dan K”, yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Ir. Mbue Kata Bangun, MP dan Bapak Ir. Isman Nuriadi selaku ketua dan anggota

komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan

berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,

sampai pada selesainya penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima

kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan

mendidik penulis selama ini. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu

disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih.

Medan, Juli 2013

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYATHIDUP ... iii

KATAPENGANTAR ... iv

DAFTARISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTARLAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Varietas ... 8

Pupuk P ... 9

Pupuk K ... 10

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

PELAKSANAAN PEENELITIAN Persiapan Lahan ... 15

Persiapan Media Tanam ... 15

Penanaman ... 15

Pengaplikasian Pupuk P dan K ... 15

Pemeliharaan Tanaman ... 15

Penyiraman ... 15

Penyulaman ... 16

Penjarangan ... 16

(9)

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 16

Panen ... 16

Pengamatan Parameter ... 16

Tinggi Tanaman (cm) ... 16

Jumlah daun (helai) ... 16

Umur Berbunga (hari) ... 17

Umur Panen (hari) ... 17

Panjang Tongkol (cm) ... 17

Diameter Tongkol (cm) ... 17

Jumlah Daun Diatas Tongkol (helai) ... 17

Bobot 100 Biji (g) ... 17

Laju Pengisian Biji (g/hst) ... 17

Berat Pipilan Kering (g) ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2-8 MST ... 19

2. Rataan Jumlah daun (helai) 2-8 MST ... 21

3. Rataan Umur Berbunga (hari) ... 23

4. Rataan Umur Panen (hari) ... 25

5. Rataan Panjang Tongkol (cm) ... 26

6. Rataan Jumlah Daun Diatas Tongkol (helai) ... 28

7. Rataan Diameter Tongkol (cm) ... 30

8. Rataan Bobot 100 biji (g) ... 31

9. Rataan Laju Pengisian Biji (g/hst) ... 32

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Bagan penelitian ... 40

2. Jadwal kegiatan penelitian ... 41

3. Deskripsi jagung varietas SHS-4 ... 42

4. Deskripsi jagung varietas Bisma ... 43

5. Tabel penyajian data ... 44

6. Tabel sidik ragam ... 44

7. Tabel CCRD ... 45

8. Perhitungan pupuk ... 46

9. Data pengamatan tinggi tanaman 2 HST (cm) ... 48

10.Sidik ragam tinggi tanaman 2 HST ... 48

11.Data pengamatan tinggi tanaman 4 HST (cm) ... 49

12.Sidik ragam tinggi tanaman 4 HST ... 49

13.Data pengamatan tinggi tanaman 6 HST ... 50

14.Sidik ragam tinggi tanaman 6 HST ... 50

15.Data pengamatan tinggi tanaman 8 HST ... 51

16.Sidik ragam tinggi tanaman 8 HST ... 51

17.Data pengamatan jumlah daun 2 HST (helai) ... 52

18.Sidik ragam jumlah daun 2 HST ... 52

19.Data pengamatan jumlah daun 4 HST (helai) ... 53

20.Sidik ragam jumlah daun 4 HST ... 53

21.Data pengamatan jumlah daun 6 HST (helai) ... 54

22.Sidik ragam jumlah daun 6 HST ... 54

23.Data pengamatan jumlah daun 8 HST (helai) ... 55

24.Sidik ragam jumlah daun 8 HST ... 55

25.Data pengamatan umur berbunga (hst) ... 56

26.Sidik ragam umur berbunga ... 56

27.Data pengamatan umur panen (hst)... 57

28.Sidik ragam umur panen ... 57

29.Data pengamatan panjang tongkol (cm) ... 58

30.Sidik ragam panjang tongkol ... 58

31.Data pengamatan jumlah daun diatas tongkol (helai) ... 59

32.Sidik ragam jumlah daun diatas tongkol ... 59

33.Data pengamatan diameter tongkol (cm) ... 60

34.Sidik ragam diameter tongkol ... 60

35.Data pengamatan bobot 100 biji (g) ... 61

36.Sidik ragam bobot 100 biji ... 61

37.Data pengamatan laju pengisian biji(g/hst) ... 62

38.Sidik ragam laju pengisian biji ... 62

39.Data pengamatan berat pipilan kering (g) ... 63

40.Sidik ragam berat pipilan kering ... 63

41.Pendugaan permukaan respon ... 64

(12)

ABSTRAK

Fredrik Dynata Simanungkalit : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung Terhadap Pemberian Pupuk P dan K, dibimbing oleh Mbue Kata Bangun dan Isman Nuriadi.

Penggunaan Central Composite Roatable Design (CCRD) untuk menentukan tanggap permukaan respons produksi pada jagung belum banyak diteliti, untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di UPT BBI Tanjung Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, pada Mei 2012 - Agustus 2012 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua ulangan yaitu varietas (Bisma dan SHS-4) dan Pupuk (P dan K dengan dosis ditentukan dari CCRD). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, umur panen, panjang tongkol, jumlah daun diatas tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji, laju pengisian biji, dan berat pipilan kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur panen, diameter tongkol, bobot 100 biji, laju pengisian biji, dan berat pipilan kering. Pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan berat pipilan kering. Interaksi pupuk dan varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, diameter tongkol dan berat pipilan kering.

(13)

ABSTRACT

Fredrik Dynata Simanungkalit: Response on Growth and Production Some Varieties of Maize by Fertilization of P and K, supervised by Mbue Kata Bangun and Isman Nuriadi.

Using of Central Composite Rotatable Design (CCRD) to determine the surface response produce was not researched yet, so the research have been conducted in UPT BBI Tanjung Selamat, Regency of Deli Serdang, Province of North Sumatra with the land height ± 25 m above sea level, at May 2012 - August 2012 using randomized block design with two replications using two varieties (Bisma and SHS-4) and Fertilizer (P and K with the dose determined from CCRD). Parameters measured were plant height, number of leaf, time of flower initiation, harvesting age, cob length, number of leaf above cob, cob diameter, weight of 100 seeds, seed filling rate and dry seeds production.

The results showed that the varieties were significantly diffrent to plant height, number of leafs, harvesting age, cob diameter, weight of 100 seeds, the seed filling rate, and dry seeds production. Fertilizer were sigificantly effects to plant height, number of leafs, and dry seeds production. Interaction between varieties and fertilizer were significantly effects to plant height, cob diameter, and dry seeds production.

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman jagung (Zea mays. L) sangat bermanfaat sebagai makanan bagi manusia dan hewan. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok dunia, jagung

menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi. Sedangkan di

Indonesia jagung merupakan makanan pokok kedua setelah padi

(Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 1995).

Selain sebagai makanan pokok manusia, tanaman jagung juga digunakan

sebagai pakan ternak, terutama ternak unggas. Untuk memenuhi kebutuhan pakan

ternak, Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor jagung. Hal ini memacu

Departemen Pertanian untuk berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas

tanaman jagung (Suprapto dan Marzuki, 2004).

Produksi jagung Indonesia tahun 2007 sebesar 17,28 juta ton pipilan

kering atau naik dari tahun 2006 yaitu sebesar 11,61 juta ton. Luas panen jagung

di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,2 juta hektar dengan laju pertumbuhan

3,6% per tahun. Walaupun demikian Indonesia masih melakukan impor 1-2 juta

ton per tahun untuk mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri

(Republika, 2008).

Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan

produksi jagung diantaranya adalah penggunan varietas, pemupukan yang

optimum, dan pengaturan populasi tanam. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan

sehingga dalam peningkatan produksi jagung diperlukan pemahaman untuk

mengelolanya agar bersinergis sehingga diperoleh hasil yang tinggi. Akan tetapi

(15)

pertumbuhan dan produksi tanaman. Kegiatan ini memberikan hasil yang optimal

tergantung dari beberapa faktor, diantaranya takaran dan jenis pupuk yang

digunakan. Jenis dan takaran pupuk ini banyak digunakan untuk mengkaji tanggap

(respon) tanaman terhadap pemupukan(Suwardi dan Roy, 2009).

Secara umum benih varietas unggul jagung dapat dikelompokkan menjadi

2 yaitu benih varietas jagung bersari bebas dan hibrida. Varietas sangat perlu

diperhatikan untuk menunjang peningkatan produksi jagung. Selain faktor varietas

upaya lain yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi jagung

diantaranya memperluas areal penanaman. Bila berhasil menambah areal baru

sampai ratusan ribu hektar per tahun maka akan terjadi lonjakan produksi jagung

secara nyata di tingkat nasional (Ermanita, dkk., 2004).

Dalam rangka mendukung program pengembangan agribisnis jagung

untuk mencapai hasil yang maksimal maka diperlukan pengkajian pemupukan

NPK baik pada jagung hibrida maupun jagung komposit. Hara N, P, dan K

merupakan hara yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi

tanaman jagung. Unsur hara makro yang essensial untuk jagung antara lain

nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Sutoro et al. (1998) melaporkan bahwa pupuk N sangat dibutuhkan jagung pada tanah dengan kadar N-total kurang dari

0,4%. Selanjutnya jagung memberikan respons terhadap pupuk apabila kadar

P-tersedia dalam tanah kurang dari 87,32 mg.kg-1. Pada tanah dengan kadar K-dd

kurang dari 0,43cmol.kg-1 tanah, jagung memerlukan pemupukan (Tabri, 2010).

Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, dibutuhkan tanaman dalam

(16)

proses kehidupan. Ia merupakan komponen setiap sel hidup dan cenderung lebih

ditemui pada biji dan titik tumbuh (Damanik, dkk, 2010).

Kebutuhan unsur hara Kalium pada tanaman jagung berubah sesuai

dengan kebutuhan dari proses-proses yang membutuhkan Kalium, seperti proses

fotosintesis dan fiksasi CO2, transfer fotosintat ke berbagai pengguna serta

hubungan dengan air dalam tanaman. Kalium didalam tanaman berfungsi dalam

proses pembentukan gula dan pati, translokasi gula, aktifitas enzim dan

pergerakan stomata. Peningkatan bobot dan kandungan gula pada tongkol dapat

dilakukan dengan cara mengefisienkan proses fotosintesis pada tanaman dan

meningkatkan translokasi fotosintat ke bagian tongkol. Selain itu unsur kalium

juga mempunyai peranan dalam mengatur tata air di dalam sel dan transfer kation

melewati membran (Setyono, 1980).

Kalium dalam tanah sering ditemui sebagai faktor pembatas, karena K

merupakan unsur hara yang mobil dan sangat peka terhadap pencucian, terutama

di daerah tropik dengan curah hujan yang tinggi (Soepardi, 1985). Kalium diserap

tanaman dalam jumlah yang cukup besar atau bahkan kadang-kadang melebihi

jumlah nitrogen terutama pada tanaman umbi-umbian, walaupun K tersedia

terbatas (Hakim, dkk. 1986).

Melalui program pemupukan berimbang, diharapkan produktivitas tanah

dan tanaman dapat dioptimalkan, pendapatan petani meningkat, pemupukan

menjadi lebih efisien dan menguntungkan, serta menghindari pencemaran

lingkungan. Oleh karena itu peranan uji tanah dan analisis tanaman sebagai dasar

penyusunan rekomendasi pemupukan berimbang sangat diperlukan untuk

(17)

diupayakan memenuhi prinsip enam tepat (tempat,jumlah, jenis, harga, waktu, dan

cara pemupukan) agar produktivitas tanah dan tanaman dapat optimal

(Setyorini, dkk., 2003).

Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang pengaruh pemberian pupuk P dan K terhadap pertumbuhan dan produksi

beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas

tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap pemberian pupuk P dan K.

Hipotesis Penelitian

Respons varietas terhadap pupuk P dan K berbeda.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Steenis (2003), jagung diklasifikasikan dalam Kingdom : Plantae,

divisio: Anthophyta, kelas : Monocotyledoneae, ordo : Poales, famili : Poaceae, genus : Zea dan spesies : Zea mays L.

Sistem perakaran jagung terdiri dari akar-akar seminal yang tumbuh ke

bawah pada saat biji berkecambah. Akar koronal yang tumbuh ke atas dari

jaringan batang setelah plumula muncul dan akar udara (brace) yang tumbuh dari

buku-buku diatas pemukaan tanah. Akar udara ini berfungsi dalam assimilasi dan

juga sebagai akar pendukung untuk memperkokoh batang terhadap kerebahan

(Muhadjir, 1998).

Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk

silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat

tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi

tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu

kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith)

(Subekti, dkk, 2008).

Tipe daun digolongkan linier, panjang daun bervariasi berkisar antara 30

sampai 150 cm, lebar daun dapat mencapai 15 cm, sedangkan tangkai

daun/pelepah daun panjangnya berkisar antara 3 - 6 cm. Jumlah daun pada

tanaman jagung berkisar antara 12-18 helai, tergantung varietas dan umur

tanaman jagung. Jagung berumur genjah biasanya memiliki jumlah daun lebih

(19)

Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana

bunga jantan (staminate) berbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina

(pistilate) terletak pada pertengahan batang. Tanaman jagung bersifat bersifat

protandy dimana bunga jantan umumnya tumbuh 1-2 hari sebelum munculnya

rambut pada bunga betina (Muhadjir, 1998).

Biji jagung tersusun rapi pada tongkol. Dalam satu tongkol terdapat 200 –

400 biji. Biji tanaman jagung terdiri dari tiga bagian. Bagian paling luar disebut

pericarp. Bagian kedua atau lapisan kedua disebut endosperm yang merupakan

cadangan makanan biji. Sementara bagian paling dalam yaitu embrio atau

lembaga. Menurut Muhadjir (1998), berdasarkan bentuk biji, kandungan

endosperm, serta sifat-sifat jagung dibagi menjadi jagung tipe gigi kuda, tipe

mutiara, jagung bertepung, jagung berondong, jagung manis, jagung berlilin,

jagung polong. Tapi yang banyak dijumpai adalah tipe gigi kuda dan mutiara.

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman jagung dapat ditanam didataran rendah atau didataran tinggi

sampai ketinggian 2000 m diatas permukaan laut. Jagung yang diusahakan di

dataran tinggi biasanya berumur lebih panjang daripada jagung yang diusahakan

di dataran rendah (Sutarya dan Grubben, 1995).

Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya

antara 27o – 32o C. Pada proses perkecambahan benih, jagung memerlukan suhu

sekitar 30oC. Panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik

(20)

Distribusi curah hujan yang merata selama pertumbuhan akan memberikan

hasil yang baik. Distribusi hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman jagung

lebih 200 mm tiap bulan. Untuk memperoleh hasil yang baik, tanaman jagung

menghendaki keadaan air yang cukup, terutama pada fase pembungaan hingga

pengisian biji (Sutoro,dkk, 1988).

Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari.

Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan

memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.

Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada

musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan

pengeringan hasil (Deputi Menegristek Tanaman, 2011).

Tanah

Tanaman jagung tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama pada

tanah yang bertekstur liat karena mampu menahan lengas yang tinggi atau mampu

menyimpan air lebih lama dari pada tekstur tanah yang lain

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara

tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH

antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan

ketersediaan air dalam kondisi baik. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 %

dapat ditanami jagung, karena disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat

kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya

(21)

Macam tanah yang baik bagi pertumbuhan jagung adalah tanah alluvial

atau lempung yang subur, terbebas pengairannya karena tanaman jagung tidak

toleran pada genangan air. Pada tanah yang terlalu lembab, penanaman hendaknya

diatur sedemikian rupa agar jagung cukup matang untuk dipanen pada permulaan

musim kering (Kartasapoetra, 1988).

Varietas

Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat

dipertahankan setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas

berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas

sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).

Varietas unggul jagung dikelompokkan ke dalam varietas unggul bersari

bebas, dan varietas unggul hibrida. Masing-masing varietas memiliki keragaan

umur panen, produksi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit yang berbeda

(Roesmarkam, 2006).

Salah satu untuk meningkatkan produksi jagung ialah dengan

menggunakan varietas unggul atau Hibrida. Hibrida dapat memberikan hasil biji

lebih tinggi daripada varietas bersari bebas. Namun harga benih hibrida jauh lebih

mahal daripada benih varietas bersari bebas, dan setiap kali tanam, petani harus

membeli benih baru. Varietas atau populasi merupakan bahan dasar pembentukan

jagung hibrida. Oleh karena itu, tingkat produksi jagung hibrida tergantung

kepada bahan dasar atau varietas yang digunakan dalam pembuatan hibrida. Oleh

karena itu perbaikan populasi harus terus dilakukan. Selain itu, produksi varietas

(22)

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab

keragaman penampilan tanaman. Program genetik – suatu untaian genetik yang

akan diekspresikan pada suatu fase atau keseluruhan pertumbuhan yang berbeda

dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan

fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman

penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu dan

mungkin terjadi sekalipun tanaman yang berasal dari jenis yang sama

(Sitompul dan Guritno, 1995).

Ada dua macam perbedaan antara individu organisme : (I) Perbedaan yang

ditentukan oleh keadaan luar, yaitu yang dapat ditelusuri dari lingkungan dan (II)

Perbedaan yang dibawa sejak lahir, yaitu yang dapat ditelusuri dari kebakaan.

Suatu fenotip (penampilan dan cara berfungsinya) individu merupakan hasil

interaksi antara genotip (warisan alami) dan lingkungannya. Walaupun sifat khas

suatu fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan fenotip

atau oleh lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang

terpisahkan itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya

(Lovelles, 1989).

Karakter nilai duga heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik

lebih berperan dalam menunjukkan variasi fenotip antar genotip dibandingkan

dengan faktor lingkungan. Seleksi untuk karakter yang demikian akan memiliki

kemajuan genetik yang lebih tinggi, karena sifat yang dikendalikan secara kuat

(23)

Pupuk Fosfat

Tanaman jagung memerlukan hara dalam jumlah yang berbeda menurut

umur, susunan organ tanaman, dan varietasnya. Hara yang diserap dari tanah akan

ditranslokasikan ke organ-organ tanaman yang memerlukannya. Tergantung pada

ketersediaan hara di tanah, fase pertumbuhan dan ada atau tidaknya kendala maka

konsentrasi hara dalam jaringan tanaman akan berbeda. Konsentrasi hara tertentu

dalam suatu jaringan tanaman mudah berubah dengan adanya perubahan

lingkungan, seperti kurangnya ketersediaan hara atau air di tanah, sedangkan pada

jaringan lainnya relatif mantap. Oleh karena itu diagnosis kelebihan atau

kekurangan hara tertentu bagi tanaman dapat dilakukan dengan hanya

menganalisis jaringan yang peka tadi (Fathan, dkk, 1988).

Tanaman jagung mengabsorbsi P dalam jumlah yang relatif sedikit

daripada absorbsi hara N dan K. Pola akumulasi P tanaman jagung hampir sama

dengan akumulasi hara N. Pada fase awal, pertumbuhan akumulasi P relatif

lambat, namun setelah berumur 4 minggu meningkat dengan cepat. Pada saat

keluar bunga jantan, akumulasi P pada tanaman mencapai 35% dari seluruh

kebutuhannya. Selanjutnya akumulasi meningkat hingga menjelang tanaman

dapat panen (Sutoro, dkk., 1988).

Kekurangan fosfor (P) pada tanaman akan menyebabkan perakaran

tanaman tidak berkembang. Dalam keadaan kekurangan P yang parah, daun,

cabang dan batang berwarna ungu. Gejala ini terlihat mulai dari jaringan tua dan

seterusnya menjalar ke jaringan muda. Hasil tanaman berupa bunga, buah dan buji

(24)

Pupuk Kalium

Kalium merupakan unsur hara yang paling banyak digunakan tanaman

setelah nitrogen. Kalium mudah beraksi dengan oksigen menjadi kalium oksida

dan mudah larut dalam air membentuk kalium hidroksida. Oleh karena itu kalium

tidak terdapat bebas di alam tetapi selalu terikat dengan unsur lain sebagai suatu

senyawa (Ruhnayat, 1995).

Kalium memiliki fungsi yang berkaitan dengan, membantu fotosintesis

tanaman, translokasi gula, mengaktifkan kerja enzim, mengatur tekanan potensial

air dalam sel penjaga sehingga berpengaruh terhadap membuka dan menutupnya

stomata (Ashari, 1995).

Menurut Soepardi (1983) kalium dapat mengeraskan batang sehingga

efektif dalam pencegahan terhadap hama dan penyakit. Selain itu kalium juga

dapat mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari (Wijaya, 2008).

Kekurangan kalium pada tanaman antara lain daun akan kering dan

terbakar pada sisi-sisinya, permukaan daun memperlihatkan gejala klorosis tidak

merata sehingga dapat mempengaruhi fotosintesis yang berdampak pada

produktivitas hasil. Kelebihan kalium pada tanaman akan menurunkan serapan

magnesium sehingga akan tampak gejala kekurangan magnesium yaitu tanaman

terlihat klorosis pada daerah antar pertulangan daun (Soepardi, 1983).

Kalium dibutuhkan tanaman jagung dalam jumlah paling banyak

dibandingkan dengan hara N dan P. Akumulasi K mencapai 60-75% dari seluruh

kebutuhannya saat fase pembungaan. Kekurangan K berpengaruh terhadap

pembentukan tongkol dan biji jagung (Sutoro et al, 1998). Mahmod et al (1999)

(25)

penambahan level K2O. Peningkatan luasan daun berkaitan dengan fungsi kalium

yang dapat memelihara potensial osmotik sel. Vyn (2002) mengungkapkan bahwa

pemberian kalium terkadang memberikan peningkatan hasil jagung secara nyata

(26)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan UPT Balai Benih Induk Palawija,

Tanjung Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dengan ketinggian

tempat ± 25 m diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei

2012 sampai dengan Agustus 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas

bisma (jagung nonhibrida) dan varietas SHS-4 (jagung hibrida) sebagai objek

yang akan diamati, tanah top soil sebagai media tanam, pupuk P (SP-36) dan K

(KCl) sebagai pupuk perlakuan pada percobaan, insektisida dengan bahan aktif

Deltamethrin 0.5cc/l air, fungisida dengan bahan aktif Mancozeb 80 % 1cc/l air,

air untuk menyiram tanaman.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai

pengolah tanah, meteran sebagai alat pengukur sampel, gembor sebagai alat

penyiraman, papan perlakuan sebagai penanda perlakuan pada tanaman, pacak

sampel sebagai penanda sampel percobaan, timbangan analitik untuk menimbang

pupuk P dan K, polybag sebagai tempat media tanam serta alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) yaitu :

Faktor I : Varietas Tanaman Jagung, yaitu :

V1 : Varietas Bisma (Jagung Nonhibrida)

(27)

Faktor II : Pupuk P dan K dengan rancangan Central Composite Rotatable Design

(CCRD) (Cochran and Cox, 1957) yaitu :

Sandi Dosis

X1 X2 SP-36 (g) KCl (g)

1 -1 -1 1,1 0,8 2 1 -1 6,4 0,8 3 -1 1 1,1 4,8 4 1 1 6,4 4,8 5 − 0 0 2,8

6 + 0 7,5 2,8

7 0 − 3,8 0

8 0 + 3,8 5,6 9 0 0 3,8 2,8 10 0 0 3,8 2,8 11 0 0 3,8 2,8 12 0 0 3,8 2,8 13 0 0 3,8 2,8

Jumlah kombinasi perlakuan : 26

Jumlah ulangan : 2

Jumlah sampel per polybag : 1

Jumlah Tanaman per polybag : 1

Jumlah polybag per plot : 2

Jumlah sampel seluruhnya : 52

Jumlah tanaman seluruhnya : 104

Data yang diperoleh dan dikumpulkan, dianalisis dengan sidik ragam

dengan menggunakan model linear sebagai berikut :

(28)

Dimana :

Yijkl : Hasil pengamatan pada ulangan ke-i yang mendapat perlakuan varietas

taraf ke-i dan pemberian pupuk P taraf ke-j dan pupuk K taraf ke-k.

µ : Nilai tengah rata-rata

ρi : Pengaruh ulangan ke-i.

α j : Pengaruh varietas ke-j

βk : Pengaruh pemberian pupuk pada taraf ke-k

(αβ)jk : Pengaruh interaksi varietas taraf ke-j dan pupuk pada taraf ke-k

εijk : Pengaruh error dari ulangan ke-i dan varietas ke-j dan dosis pupuk ke-k

Apabila pengaruh perlakuan berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji

Jarak Berganda Duncan (Bangun, 1991).

Untuk menganalisis pengaruh pupuk P dan K terhadap produksi pada

kedua varietas digunakan permukaan respons dengan model :

Y = b0 + b1P + b2K + b11P2 + b22K2 + b12PK

dengan :

Y : produksi

b0 : konstanta

b1, b11 : koefisien regresi dari P

b2, b22 : koefisien regresi dari K

(29)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Areal pertanaman dibersihkan dari gulma. Kemudian digemburkan dan

dibuat plot percobaan dengan ukuran 80 x 60 cm. Parit drainase dibuat dengan

jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm dengan jumlah plot adalah

52.

Persiapan Media Tanam

Wadah tanam yang digunakan adalah polybag yang berukuran 10 kg.

Polybag diisi dengan tanah top soil.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan memasukkan benih jagung ke dalam lubang

tanam sedalam 3 cm sebanyak 3 butir per polybag kemudian ditutup dengan

tanah.

Pengaplikasian Pupuk P dan K

Aplikasi pupuk P dilakukan pada saat tanam dan pada 2 MST, sedangkan

pupuk K dilakukan pada umur 2 MST.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari dan selanjutnya dikurangi

bila keadaan tanah masih basah dan lembab. Apabila terjadi hujan maka

penyiraman tidak dilakukan.

Penyulaman

(30)

Penjarangan

Penjarangan dilakukan apabila dalam 1 polybag tumbuh lebih dari 1

tanaman. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan menghindari persaingan antara gulma

dan tanaman. Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu, dengan mencabut

langsung gulma atau menggunakan cangkul. Penyiangan dilakukan sesuai dengan

kondisi lapangan.

Panen

Pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panennya yaitu

sebagian besar daun dan kelobot telah menguning.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh

dengan menggunakan meteran, pengukuran tinggi tanaman jagung ini dimulai

setelah tanaman berumur 2 MST.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung dengan menghitung seluruh daun yang telah

membuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap dua minggu sejak

tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.

Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga dihitung pada saat bunga pertama sudah muncul dalam

(31)

Umur Panen (HST)

Dihitung mulai dari penanaman sampai dilakukan pemanenan pada setiap

tanaman.

Panjang Tongkol (cm)

Panjang tongkol diukur mulai dari pangkal tongkol sampai ujung tongkol

yang berisi biji setelah kelobot dikelupas.

Jumlah Daun Diatas Tongkol (helai)

Ditentukan dengan menghitung seluruh daun yang berada di atas tongkol

utama pada masing-masing sampel. Dihitung saat keluarnya bunga betina.

Diameter Tongkol (cm)

Diameter tongkol dihitung pada bagian tengah tongkol terbesar setelah

kelobot dikelupas.

Bobot 100 biji Kering (g)

Bobot 100 biji kering per sampel diukur setelah biji jagung dipipil dengan

kadar air 18% diambil secara acak. Kemudian biji ditimbang 100 biji

masing-masing per sampel.

Laju Pengisian Biji (g/hari)

Dihitung dengan membagi bobot biji setiap tongkol dengan selisih umur

panen dengan umur keluarnya rambut. Secara sistematis ditulis :

LPB =

Berat Pipilan Kering (g)

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman dan sidik ragam dari pengamatan 2, 4, 6

dan 8 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada Lampiran 9-16.

Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas yang diuji berbeda nyata

terhadap tinggi tanaman 2 MST, 4 MST dan 6 MST dan perlakuan pupuk

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST dan 8 MST sedangkan

interaksi antara varietas dan pupuk berbeda nyata terhadap tinggi tanaman 4 MST

dan 6 MST.

Dari hasil statistik diperoleh bahwa varietas yang diuji berbeda nyata pada

parameter tinggi tanaman 2 MST, 4 MST, dan 6 MST. Hal ini menunjukkan

perbedaan susunan genetik antara varietas hibrida dan non hibrida yang

digunakan, mengakibatkan setiap varietas memiliki cirri dan sifat khusus yang

berbeda satu sama lain. Perbedaan secara fisik yang jelas dapat dilihat pada fase

vegetatif namun pada fase generatif perbedaan semakin sedikit. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Sitompul dan Guritno (1995) yang mengatakan bahwa

perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman

penampilan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan

genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun tanaman berasal dari jenis yang

(33)
[image:33.595.105.517.101.404.2]

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada 2, 4, 6, 8 MST

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Varietas

V1 (Bisma) 35.63a 72.85a 122.81a 164.03

V2 (SHS-4) 28.58b 59.62b 109.98b 162.80

Pupuk

1 29.39 57.98 106.53c 168.08abc

2 31.11 70.41 128.98ab 182.96a

3 32.49 65.89 116.74bc 179.34ab

4 32.61 76.83 141.98a 182.79a

5 31.84 61.46 104.61c 147.58cd

6 33.98 65.23 119.81bc 161.63a-d

7 30.49 62.93 109.83b 135.15d

8 32.28 63.14 106.05c 168.75abc

9 32.34 67.56 114.79bc 148.13cd

10 32.56 66.39 111.78bc 157.65a-d

11 31.46 62.95 121.51bc 176.36abc

12 33.23 68.60 113.61bc 149.60bcd

13 33.63 71.74 116.96bc 166.40a-d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Dari Tabel 1 diatas diperoleh bahwa perlakuan pupuk P dan K

berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 6 MST dan 8 MST. Pada

rataan tinggi tanaman 8 MST tertinggi adalah pada sandi 2 dimana SP-36 dan KCl

masing-masing dengan dosis 6.4 g dan 0.8 g yaitu 182.96 cm. Pada kondisi ini

kebutuhan akan pupuk P sudah terpenuhi karena tanaman jagung mengabsorbsi

pupuk P dalam jumlah yang relatif sedikit daripada absorbsi hara N dan K. Pola

akumulasi P tanaman jagung hampir sama dengan akumulasi hara N. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Sutoro, dkk (1988) yang menyatakan bahwa tanaman

jagung mengabsorbsi P dalam jumlah yang relatif sedikit daripada absorbsi hara N

(34)

4 minggu meningkat dengan cepat. Pada saat keluar bunga jantan, akumulasi P

pada tanaman mencapai 35% dari seluruh kebutuhannya. Selanjutnya akumulasi

meningkat hingga menjelang tanaman dapat panen.

Sementara rataan tinggi tanaman terendah pada perlakuan 7 dimana SP-36

dan KCl masing-masing dosis 3.8 g dan 0 g yaitu 135.15 cm. Hal ini diduga

karena pada perlakuan pupuk 7 tidak terpenuhinya kebutuhan kalium yang

menghambat pertumbuhan akar tanaman sehingga tanaman tidak efisien dalam

menyerap air dan unsur hara dan menyebabkan tanaman tidak optimal dalam

memanfaatkan cahaya matahari. Sehingga pertumbuhannya terganggu. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Wijaya (2008) yang menyatakan bahwa pemupukan

kalium dapat mengoptimalkan tanaman dalam pemanfaatan cahaya matahari

sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Jumlah Daun (helai)

Data pengamatan jumlah daun dan sidik ragam dari pengamatan 2, 4, 6

dan 8 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada Lampiran 17-24.

Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas yang diuji berbeda nyata

terhadap jumlah daun 2 MST dan 4 MST, dan perlakuan pupuk berpengaruh

nyata terhadap jumlah daun 8 MST, sedangkan interaksi antara varietas dan pupuk

(35)
[image:35.595.108.517.99.405.2]

Tabel 2. Rataan jumlah daun 2, 4, 6, 8 MST

Perlakuan Jumlah Daun (helai)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Varietas

V1 (Bisma) 4.25b 8.40b 12.19 14.87

V2 (SHS-4) 4.44a 9.29a 12.87 14.21

Pupuk

1 4.13 8.25 11.63 14.25abc

2 4.38 8.50 12.50 15.75a

3 4.13 9.00 12.75 15.13ab

4 4.25 9.63 14.38 15.75a

5 4.38 8.50 11.38 14.00bc

6 4.38 8.50 12.50 14.63abc

7 4.38 8.88 11.75 12.75c

8 4.25 9.00 12.38 13.50bc

9 4.50 9.13 12.88 14.13abc

10 4.38 8.75 11.88 14.25abc

11 4.63 8.75 12.00 14.50abc

12 4.38 9.00 12.13 14.00bc

13 4.38 9.13 12.25 15.25ab

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Dari Tabel 2 diketahui bahwa rataan jumlah daun terbanyak pada 8 MST

adalah pada varietas Bisma yaitu 14.87 helai. Pada perlakuan pupuk, jumlah daun

terbanyak adalah pada sandi 2 dan 4 dimana SP-36 dan KCl masing-masing

dengan dosis 6.4 g dan 0.8 g dan juga dengan perlakuan SP-36 dan KCl

masing-masing dengan dosis 6.4 g dan 4.8 g yaitu 15.75 helai dan terendah pada

perlakuan 7 dimana SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis 3.8 g dan 0 g

yaitu 12.75 helai.

Pada rataan jumlah daun 8 MST, diketahui bahwa jumlah daun terbanyak

pada perlakuan SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis 6.4 g dan 0.8 g dan

(36)

Rataan jumlah daun terendah pada perlakuan SP-36 dan KCl masing-masing

dengan dosis 3.8 g dan 0 g, dimana pada kondisi ini tidak terpenuhinya unsur hara

K pada tanaman yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan daun karena

peningkatan luasan daun berkaitan dengan fungsi kalium yang dapat memelihara

potesial osmotik sel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahmod et al (1999) yang

melaporkan bahwa terdapat peningkatan indeks luas daun jagung setiap

penambahan level K2O. Peningkatan luasan daun berkaitan dengan fungsi kalium

yang dapat memelihara potesial osmotik sel.

Umur Berbunga (HST)

Data pengamatan umur berbunga dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 25-26. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan

pupuk serta interaksi antara keduanya belum berbeda nyata terhadap umur

berbunga.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa bunga Bisma lebih cepat keluar dari pada

bunga SHS-4 dengan nilai selisih rataan sebesar 0,27 hari. Varietas Bisma yang

paling cepat berbunga (56.29 hari) dan yang paling lama berbunga (56.56 hari)

terdapat pada tanaman yang diberi pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan

dosis sebesar 3.8 dan 0 g/tanaman. Varietas SHS-4 yang paling cepat berbunga

(56.00 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk SP-36 dan KCl

masing-masing dengan dosis sebesar 1.1 dan 4.8 g/tanaman dan yang paling lama

berbunga (58,00 hari) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk SP-36 dan KCl

(37)
[image:37.595.108.516.102.346.2]

Tabel 3. Rataan umur berbunga (HST)

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 56.00 56.75 56.38

2 56.00 57.00 56.50

3 56.00 56.00 56.00

4 56.00 56.00 56.00

5 56.00 56.00 56.00

6 56.00 56.00 56.00

7 58.00 57.00 57.50

8 56.00 56.00 56.00

9 57.75 56.75 57.25

10 56.00 58.00 57.00

11 56.00 56.00 56.00

12 56.00 56.75 56.38

13 56.00 57.00 56.50

Rataan 56.29 56.56

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa varietas, pupuk dan interaksi

belum berbeda nyata pada karakter umur berbunga. Hal ini dapat dilihat dari nilai

umur keluar bunga Varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam.

Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang

mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga

memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling

berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya

matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor

kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam

kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu

individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis

mineral liat tanahnya yang berbeda pada individu lain menyebabkan pengaruh

(38)

sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh varietas, pupuk dan

interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda

nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan

bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan

perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau

galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Umur Panen (HST)

Data pengamatan umur panen dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 27-28. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas yang

diuji berbeda nyata terhadap umur panen sedangkan perlakuan pupuk dan

interaksi antara keduanya belum berbeda nyata terhadap umur panen.

Dari Tabel 4 diketahui bahwa rataan umur panen tercepat pada perlakuan

varietas Bisma yaitu 93.58 HST. Hal ini menunjukkan bahwa tiap varietas

memiliki umur panen yang berbeda yang dipengaruhi oleh faktor genetik yang

berbeda pada varietas hibrida dan nonhibrida sehingga pertumbuhannya pun

berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roesmarkam (2006) yang menyatakan

bahwa varietas unggul jagung dikelompokkan ke dalam varietas unggul bersari

bebas, dan varietas unggul hibrida. Masing-masing varietas memiliki keragaman

(39)
[image:39.595.108.516.99.344.2]

Tabel 4. Rataan umur panen (HST)

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 93.00 96.50 94.75

2 93.00 94.00 93.50

3 94.00 95.50 94.75

4 93.00 94.50 93.75

5 93.00 96.50 94.75

6 93.50 95.00 94.25

7 95.50 94.00 94.75

8 93.50 96.00 94.75

9 95.00 96.00 95.50

10 94.00 95.00 94.50

11 93.00 95.00 94.00

12 93.00 95.50 94.25

13 93.00 94.00 93.50

Rataan 93.58b 95.19a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Panjang Tongkol (cm)

Data pengamatan panjang tongkol dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 29-30. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan

pupuk serta interaksi antara keduanya belum berpengaruh nyata terhadap panjang

tongkol.

Dari Tabel 5 di bawah dapat dilihat bahwa rataan panjang tongkol varietas

SHS-4 lebih tinggi dari varietas Bisma dengan selisih 0,04 cm. Varietas Bisma

dengan panjang tongkol tertinggi (17.30 cm) terdapat pada tanaman yang diberi

pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis sebesar 6.4 dan 0,8

g/tanaman dan terendah (12.43cm) terdapat pada tanaman yang diberi pupuk

SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis sebesar 3.8 dan 2,8 g/tanaman. Varietas

(40)

g/tanaman dan terendah terdapat pada tanaman yang diberi pupuk SP-36 dan KCl

[image:40.595.108.524.156.401.2]

masing-masing dengan dosis sebesar 3.8 dan 2,8 g/tanaman.

Tabel 5. Rataan panjang tongkol (cm)

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 13.88 14.55 14.21

2 17.30 15.43 16.36

3 14.73 16.13 15.43

4 12.63 14.08 13.35

5 15.50 14.18 14.84

6 17.05 14.45 15.75

7 13.15 13.83 13.49

8 12.90 14.53 13.71

9 12.43 16.28 14.35

10 12.90 14.25 13.58

11 15.05 14.43 14.74

12 15.73 12.28 14.00

13 15.75 15.13 15.44

Rataan 14.54 14.58

Dari Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa varietas, pupuk dan interaksi

belum berbeda nyata pada karakter panjang tongkol. Hal ini dapat dilihat dari nilai

panjang tongkol varietas Bisma dan SHS-4 yang hampir seragam. Keseragaman

ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan tumbuh tanaman yang

mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian rupa sehingga

memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan yang paling

berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas cahaya

matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Dalam faktor

kesuburan tanah diduga tanah yang digunakan di dalam polybag tidak seragam

kesuburannya, sehingga di satu sisi pengaruh pupuk sebenarnya nyata pada suatu

individu jagung tetapi di lain pihak karena diduga tanahnya padat atau jenis

(41)

pupuk menjadi kabur dan akhirnya muncul karakter yang tidak semestinya akibat

dari kekurangan atau kelebihan unsur hara baik yang berasal dari pupuk atau

sediaan tanah tersebut. Dengan demikian pengaruh varietas, pupuk dan

interaksinya menjadi sangat kecil dan memunculkan karakter yang tidak berbeda

nyata. Hal ini sesuai pernyataan Gomez dan Gomez (1995) yang menyatakan

bahwa karakter yang tidak berbeda nyata kemungkinan akibat dari satu perbedaan

perlakuan yang sangat kecil atau tidak ada perbedaan perlakuan sama sekali atau

galat percobaan terlalu besar atau keduanya.

Jumlah Daun Diatas Tongkol (helai)

Data pengamatan jumlah daun diatas tongkol dan sidik ragam dapat dilihat

pada Lampiran 31-32. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas

dan pupuk serta interaksi antara keduanya belum berpengaruh nyata terhadap

jumlah daun diatas tongkol.

Dari Tabel 6 di bawah ini dapat dilihat bahwa varietas Bisma mempunyai

jumlah daun di atas tongkol yang sama banyak dengan varietas SHS-4. Varietas

Bisma yang mempunyai nilai rataan jumlah daun di atas tongkol tertinggi (6 helai)

terdapat pada pemberian pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis

sebesar 6.4 dan 4.8 g/tanaman dan terendah (4.5 helai) ) terdapat pada pemberian

pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis sebesar 3.8 dan 0 g/tanaman.

Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai jumlah daun diatas tongkol tertinggi (6.25

helai) terdapat pada pemberian pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan

dosis sebesar 6.4 dan 0.8 g/tanaman dan terendah (4.5 helai) terdapat pada

(42)
[image:42.595.110.518.100.345.2]

Tabel 6. Rataan jumlah daun diatas tongkol (helai)

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 5.25 5.25 5.25

2 5.50 6.25 5.88

3 5.50 5.75 5.63

4 6.00 5.50 5.75

5 6.00 4.75 5.38

6 6.00 5.50 5.75

7 4.50 5.50 5.00

8 5.75 5.75 5.75

9 4.75 5.75 5.25

10 5.25 5.25 5.25

11 5.25 5.50 5.38

12 5.50 4.50 5.00

13 6.00 5.75 5.88

Rataan 5.48 5.46

Dari Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa varietas, pupuk dan interaksi

belum berbeda nyata pada karakter jumlah daun di atas tongkol. Hal ini dapat

dilihat dari nilai jumlah daun di atas tongkol Varietas Bisma dan SHS-4 yang

hampir seragam. Keseragaman ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan

tumbuh tanaman yang mempengaruhi faktor genotif yang berbeda sedemikian

rupa sehingga memunculkan karakter yang hampir seragam. Faktor lingkungan

yang paling berpengaruh adalah kesuburan tanah, ketersediaan air dan intensitas

cahaya matahari yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk fotosintesis. Salah

satu faktor kesuburan tanah yang menyebabkan pengaruk pupuk menjadi kabur

adalah perbedaan nilai kemasaman tanah (pH). Damanik dkk. (2010) menyatakan

pada tanah yang masam ketersediaan Al, Mn, Cu, Zn dan Fe menjadi tinggi

sehingga dapat terjadi keracunan pada tanaman jagung, fiksasi P meningkat

sehingga menjadi kurang tersedia, K terjerap dalam kompleks pertukaran kation

(43)

terutama hara makro menjadi tidak seimbang sehingga pengaruh varietas, pupuk

dan interaksi menjadi tidak berbeda nyata karena pengaruh perlakuan menjadi

kecil.

Diameter Tongkol (cm)

Data pengamatan diameter tongkol dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 33-34. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan

interaksi antara varietas dan pupuk berpengaruh nyata terhadap diameter tongkol,

sedangkan perlakuan pupuk belum berpengaruh nyata terhadap diameter tongkol.

Dari Tabel 7 diketahui bahwa rataan diameter tongkol tertinggi pada

perlakuan varietas SHS-4 yaitu 4.85 cm, yang memiliki selisih 0.23 cm dengan

varietas Bisma. Varietas Bisma dengan diameter tongkol tertinggi (5.15 cm)

terdapat pada tanaman yang diberi pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan

dosis sebesar 6.4 dan 0.8 g/tanaman dan terendah (4.05 cm) terdapat pada

tanaman yang diberi pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis sebesar

0 dan 2,8 g/tanaman. Varietas SHS-4 dengan diameter tertinggi (5.38 cm)

terdapat pada tanaman yang diberi pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan

dosis sebesar 3.8 dan 5.6 g/tanaman dan terendah (4.30 cm) terdapat pada

tanaman yang diberi pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis sebesar

(44)
[image:44.595.107.516.99.353.2]

Tabel 7. Rataan diameter tongkol (cm)

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 4.85 4.30 4.58

2 5.15 4.64 4.89

3 4.70 5.25 4.98

4 4.49 5.01 4.75

5 4.05 5.05 4.55

6 4.93 4.46 4.69

7 4.48 4.49 4.48

8 4.60 5.38 4.99

9 4.21 5.35 4.78

10 4.19 4.72 4.45

11 4.59 5.00 4.79

12 4.98 4.49 4.73

13 4.90 4.91 4.91

Rataan 4.62b 4.85a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Perlakuan pupuk belum berpengaruh nyata terhadap diameter tongkol. Hal

ini diduga akibat dari faktor kesuburan tanah. Faktor kesuburan tanah yang

menyebabkan pengaruk pupuk menjadi kabur adalah perbedaan nilai kemasaman

tanah (pH). Damanik dkk. (2010) menyatakan pada tanah yang masam

ketersediaan Al, Mn, Cu, Zn dan Fe menjadi tinggi sehingga dapat terjadi

keracunan pada tanaman jagung, fiksasi P meningkat sehingga menjadi kurang

tersedia, K terjerap dalam kompleks pertukaran kation tanah. Diduga karena

faktor pH tidak seragam maka ketersediaan unsur hara, terutama hara makro

menjadi tidak seimbang sehingga pengaruh pupuk menjadi tidak nyata.

Bobot 100 Biji (g)

Data pengamatan bobot 100 biji dan sidik ragam dapat dilihat pada

(45)

nyata terhadap bobot 100 biji sedangkan perlakuan pupuk dan interaksi antara

[image:45.595.106.518.152.402.2]

keduanya belum berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji.

Tabel 8. Rataan bobot 100 biji (g)

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 20.93 33.38 27.15

2 24.03 24.50 24.26

3 23.70 36.85 30.28

4 23.68 31.53 27.60

5 20.83 33.70 27.26

6 26.08 27.33 26.70

7 24.80 22.90 23.85

8 23.73 28.18 25.95

9 29.68 32.45 31.06

10 22.25 27.68 24.96

11 26.65 25.85 26.25

12 23.18 39.98 31.58

13 23.75 24.33 24.04

Rataan 24.10b 29.89a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Dari Tabel 8 diketahui bahwa rataan bobot 100 biji tertinggi pada

perlakuan varietas SHS-4 yaitu 29.89 g.

Pada pengamatan bobot 100 biji, varietas SHS-4 memiliki bobot 100 biji

lebih tinggi dibandingkan varietas Bisma. Hal ini diduga karena varietas Bisma

dan SHS-4 mempunyai karakter yang berbeda nyata pada bobot 100 biji. Hal ini

diduga disebabkan oleh faktor genotif dalam pada kedua varietas lebih dominan

terhadap faktor lingkungan tumbuhnya atau faktor lingkungan tumbuh seperti

cahaya mata hari, suhu udara, curah hujan, kelembaban relatif (RH) dan suhu

tanah sesuai untuk perkembangan faktor genotif. Hal ini sesuai pernyataan Allard

(46)

yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya

karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang

diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap

sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh

individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain,

pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada.

Laju Pengisian Biji (g/hari)

Data pengamatan laju pengisian biji dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 37-38. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas yang

diuji berbeda nyata terhadap laju pengisian biji sedangkan perlakuan pupuk dan

interaksi antara keduanya belum berpengaruh nyata terhadap laju pengisian biji.

[image:46.595.107.516.431.678.2]

Rataan laju pengisian biji dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan laju pengisian biji (g/hari)

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 2.32 2.55 2.44

2 3.14 3.25 3.19

3 2.69 4.50 3.59

4 1.93 2.60 2.27

5 2.19 3.13 2.66

6 3.44 2.64 3.04

7 1.67 2.18 1.93

8 2.40 4.57 3.48

9 1.89 4.38 3.14

10 1.64 2.59 2.12

11 3.09 3.18 3.14

12 3.08 1.90 2.49

13 2.89 3.97 3.43

Rataan 2.49b 3.19a

(47)

Dari Tabel 9 diketahui bahwa rataan laju pengisian biji tercepat pada

perlakuan varietas SHS-4 yaitu 3.19 g/hari.

Pada pengamatan laju pengisian biji, varietas SHS-4 memiliki laju

pengisian biji tertinggi dibandingkan dengan varietas Bisma. Hal ini diduga

karena berat pipilan kering varietas SHS-4 lebih tinggi dibandingkan varietas

Bisma, karena laju pengisian biji berbanding lurus dengan berat pipilan kering.

Semakin tinggi berat pipilan kering, maka semakin tinggi laju pengisian bijinya.

Berat Pipilan Kering (g)

Data pengamatan berat pipilan kering dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 39-40. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa varietas dan

pupuk serta interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap berat pipilan

[image:47.595.108.518.431.684.2]

kering.

Tabel 10. Rataan berat pipilan kering (g)

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 78.93 93.08 86.00c-f

2 106.68 111.15 108.91a-e

3 92.20 163.50 127.85a

4 65.73 91.50 78.61def

5 74.30 117.68 95.99b-f

6 119.30 95.80 107.55a-e

7 59.05 74.58 66.81f

8 82.83 167.10 124.96ab

9 64.98 161.68 113.33a-d

10 57.38 89.63 73.50ef

11 105.00 113.50 109.25a-d

12 104.55 66.40 85.48c-f

13 98.25 135.68 116.96abc

Rataan 85.32b 113.94a

(48)

Dari Tabel 10 diketahui bahwa rataan berat pipilan kering tertinggi pada

perlakuan varietas SHS-4 (jagung hibrida) yaitu 113.94 g. Hal ini diduga karena

jagung hibrida lebih berpotensi untuk memberikan hasil yang lebih tinggi dan

jagung hibrida berasal dari varietas atau populasi yang telah diperbaiki. Hal ini

sesuai dengan literatur Dahlan (1988) yang menyatakan bahwa salah satu untuk

meningkatkan produksi jagung ialah dengan menggunakan varietas unggul atau

Hibrida. Hibrida dapat memberikan hasil biji lebih tinggi daripada varietas bersari

bebas. Namun harga benih hibrida jauh lebih mahal daripada benih varietas

bersari bebas.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan pupuk untuk berat

pipilan kering tertinggi pada sandi 3 dimana SP-36 dan KCl masing-masing

dengan dosis 1.1 g dan 4.8 g yaitu 127.85 g. Hal ini diduga karena kalium yang

diberikan sudah mencukupi bagi tanaman sehingga tanaman lebih efektif pada

saat pembentukan tongkol dan pengisian biji yang mendukung dalam peningkatan

produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutoro et al (1998) yang menyatakan

bahwa kalium dibutuhkan tanaman jagung dalam jumlah paling banyak

dibandingkan dengan hara N dan P. Akumulasi K mencapai 60-75% dari seluruh

kebutuhannya saat fase pembungaan. Kekurangan K berpengaruh terhadap

pembentukan tongkol dan biji jagung. Pernyataan ini juga didukung oleh Vyn

(2002) mengungkapkan bahwa pemberian kalium terkadang memberikan

peningkatan hasil jagung secara nyata dibandingkan dengan tanpa pemberian

kalium.

Dengan menggunakan prosedur analisis data untuk pendugaan permukaan

(49)

diperoleh persamaan respon produksi kedua varietas terhadap pupuk P dan K

yaitu:

YBisma = 86.03 + 4.50X1 + 4.36X2 + 5.88X12 – 7.04X22 – 13.55X1X2

YSHS-4 = 113.37 + 2.47X1 + 9.61X2 – 3.06X12 + 3.98X22 – 22.51X1X2

Dengan :

X1= dan X2=

Dari hasil perhitungan prosedur analisis CCRD dalam penelitian ini

diperoleh dosis pupuk maksimum untuk varietas Bisma yaitu 198.30 kg SP-36 /ha

dan 184.04 kg KCl/ha dan untuk varietas SHS-4 yaitu 249.64 kg SP-36/ha dan

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman 2 MST, 4 MST, dan 6

MST, jumlah daun 2 MST dan 4 MST, umur panen, diameter tongkol,

berat pipilan kering, bobot 100 biji, dan laju pengisian biji.

2. Pupuk P dan K berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST, 8 MST

dan jumlah daun 8 MST serta berat pipilan kering. Untuk produksi per

sampel pada varietas Bisma tertinggi dengan pemupukan SP-36 7.5

g/tanaman dan KCl 2.8 g/tanaman sedangkan untuk varietas SHS-4

tertinggi dengan pemupukan SP-36 3.8 g/tanaman dan KCl 5.6 g/tanaman.

3. Interaksi varietas dan pupuk berbeda nyata terhadap tinggi tanaman 4 MST, 6 MST, diameter tongkol dan berat pipilan kering. Dosis pupuk

maksimum untuk varietas Bisma yaitu 198.30 kg SP-36 /ha dan 184.04 kg

KCl/ha dan SHS-4 yaitu 249.64 kg SP-36/ha dan 149.4 kg KCl/ha.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lain dengan aplikasi pupuk dengan dosis

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R.W., 2005. Principles of Plant Breeding. Jhon Wiley and Sons, New York.

Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press. 485 hal.

Bangun, M. K., 1991. Rancangan Percobaan. Bagian I. Bagian Biometri, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Cochran, W. G. and G. M. Cox. 1957. Experimental Design. A. Wiley International Edition, NY, Sidney.

Dahlan, M., 1988. Pembentukan dan produksi Benih Varietas Bersari-Bebas. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, Malang.

Damanik, M. M. B., Bachtiar, E. H., Fauzi., Sarifuddin., Hamidah, H., 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Deputi Menegristek Tanaman. 2011. Jagung ( Zeamays L. ). Deputi Menegristek Tanaman Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Diakses dari

Dinas pertanian tanaman pangan, 1995. Budidaya Jagung, Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Hal. 3-13.

Ermanita, Yusnida B dan Firdaus L.N., 2004. Pertumbuhan Vegetatif Dua Varietas Jagung Pada Tanah Gambut yang Diberi Limbah Pulp & Paper. Diambil dari Jurnal Biogenesis Vol. 1 Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau. Pekanbaru.

Fathan, R., M. Rahardjo, dan A.K. Makarim. 1988. Hara Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Gomez, K.A dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Diterjemahkan oleh: Endang Sjamsudin dan J.S Baharsjah. UI-Press. Jakarta.

Iriany, R. N., A. Takdir, N.A. Subekti, M. Dahlan., 2001. Potensi Hasil Hibrida Jagung Umur Genjah CIMMYT. Prosiding Kongres IV dan Simposium Nasional PERIPI, Yogyakarta.

(52)

Loveless, A.R., 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Terjemahan K. Kartawinata, S. Dinimiharja dan U. Soetisna. Gramedia. Jakarta.

Mahmood, T., Saeed, R. Ahmad, and A. Ghaffart. 1999. Water and potassium management for enhanced maize (Zea mays L.) productivity. International Journal of Agriculture and Biology. 1 (4): 314-417.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius,Yogyakarta.

Moedjiono dan Mejaya, M.J., 1994. Variabilitas Genetik Beberapa Karakter Plasma Nutfah Jagung. Dalam skripsi Nichova (2009) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Muhadjir, F., 1998. Karakteristik Tanaman Jagung. Budidaya Tanaman Jagung. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjojo (eds).Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Republika, 2008. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Jagung. Diakses dari

Roesmarkam, S., 2006. Teknologi Produksi Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Jawa Timur.

Rubatzky, V. E dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 : Prinsip, Produksi, dan Gizi. Terjemahan Catur Horrison. ITB Press. Bandung.

Ruhnayat, A., 1995. Peranan unsur hara kalium dalam meningkatkan hasil dan daya tahan. Jurnal Penelitian dan Perkembangan Pertanian. XIV (1) :10-15 hal.

Setyono, S. 1986. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Pend. Pasca Sarjana. KPK UGM-UNIBRAW.

Setyorini D., J. S. Adiningsih, S. Rochayati, 2003. Uji Tanah Sebagai Dasar Penyusun Rekomendasi Pemupukan. Balai Penelitian tanah. Jakarta.

Sitompul, S. M., dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soepardi, G., 1993. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. 591 hal.

Subekti, N. A., Syafruddin, Roy E, dan Sri S. 2008. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

(53)

Sutoro., Yoyo S dan Iskandar., 1988. Budidaya Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor

Suwardi dan Roy, E., 2009. Efisiensi Penggunaan Pupuk N Pada Jagung Komposit Menggunakan Bagan warna Daun. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Jakarta.

Tabri, F. 2010. Pengaruh Pupuk N, P, K Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Jagung Hibrida Dan Komposit Pada Tanah Inseptisol Endoaquepts Kabupaten Barru Sulawesi Selatan Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010.

Vyn, T. J., 2002. Corn respon to potassium placement in conservation tillage. Soil and Tillage Research. 67: 159-169.

Wijaya, K. A., 2008. Nutrisi Tanaman sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta. 121 hal.

(54)

Lampiran 1. Bagan Penelitian

Keterangan:

(55)

Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Penelitian

NO Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Persiapan Lahan

X 2 Persiapan

Media Tanam

X 3 Penanaman X

4 Pemupukan X X 5 Pemeliharaan

Tanaman

- Penyiraman Disesuaikan dengan kondisi lapangan - Penyulaman X - Penjarangan X

-Penyiangan Disesuaikan dengan kondisi gulma di lapangan

6 Panen X

7 Pengamatan Parameter -Persentase pertumbuhan (%) X -Tinggi tanaman (cm) X -Umur berbunga (hst)

Disesuaikan dengan kondisi di lapangan -Panjang Tongkol (cm) X -Diameter Tongkol (cm) X -Produksi pipilan kering per sampel (gr) X

- Bobot 100 biji kering per sampel (gr)

(56)

Lampiran 3. Deskripsi Jagung Varietas SHS-4

Asal : F1 dari silang antara galur murni 207 dengan galur

murni 114.

Golongan : Hibrida silang tunggal

Umur tanaman : Berumur sedang

Umur 50% keluar rambut : ± 55 hari setelah tanam (HST)

Umur panen : ± 97 HST

Tinggi tanaman : ± 207 cm

Batang : Tinggi sedang, tegap

Dau

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada 2, 4, 6, 8 MST
Tabel 2. Rataan jumlah daun 2, 4, 6, 8 MST
Tabel 3. Rataan umur berbunga (HST)
Tabel 4. Rataan umur panen (HST)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan tingkat pemberian air berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar, bobot kering tajuk, laju asimilasi bersih, umur berbunga, volume akar, bobot basah tongkol

Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena

Pemberian pupuk anorganik cair berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, umur berbunga, klorofil daun, umur panen, diameter tongkol, panjang tongkol,

Parameter yang diamati adalah laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif, umur berbunga, umur panen, jumlah biji per sampel, bobot kering biji per sampel, bobot 100

Dari hasil penelitian dan pengujian sidik ragam diperoleh varietas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, laju pengisian biji, umur panen, berat

Parameter yang diamati adalah luas daun, umur berbunga, umur panen, jumlah biji per tongkol, volume akar, bobot kering jagung pipil kering per tongkol, bobot basah tajuk, bobot

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan beberapa varietas jagung manisberpengaruhterhadapproduksi jumlah tongkol, panjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol

Parameter yang diamati adalah laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif, umur berbunga, umur panen, jumlah biji per sampel, bobot kering biji per sampel, bobot 100