RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK
HAYATI CAIR
SAHRUL HABIBI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK
HAYATI CAIR
SKRIPSI
Oleh : SAHRUL HABIBI 050301032 / BDP-AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK
HAYATI CAIR
SKRIPSI
OLEH :
SAHRUL HABIBI 050301032 BDP - AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS
JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK HAYATI CAIR
SKRIPSI
OLEH :
SAHRUL HABIBI 050301032 BDP - AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui oleh : Disetujui oleh:
(Prof. DR. Ir. B. S. J Damanik, MSc) ( Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP ) Ketua Dosen Pembimbing Anggota Dosen Pembimbing
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) terhadap Pemberian Pupuk Hayai Cair
Nama : Sahrul Habibi
NIM : 050301032
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui oleh : Disetujui oleh :
( Prof. DR. Ir. B. S. J Damanik, MSc) ( Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP) Ketua Dosen Pembimbing Anggota Dosen Pembimbing
Mengetahui,
(Ir. T. Sabrina, M. Agr,Sc, Ph.D) Ketua Departemen Budi Daya Pertanian
ABSTRACT
SAHRUL HABIBI : Response growth and production some varieties of corn ( Zea mays L. ) with biofertilizer, supervised by B. SENGLI. J DAMANIK
and RATNA R. LAHAY.
Productivity of plant is affected by varieties and fertilizing. Therefore, a research has been conducted at Sei Mencirim field, Deli Serdang ± 25 m above sea level from October 2010 until January 2011. Experimental was conducted using by Randomize Block Design with double factors consist of hybrid varieties (Pioneer -12, Bisi -2 and NK22) and biofertilizer ( 0, 5, 10, 15, 20 ml/l of water ), three replications was used to the treatments. Data were analyzed with ANNOVA and continued with HSD.
The results showed that varieties were significantly effect diameter of stem at 3 weeks after plant, dry weight plant (g) at 3 weeks after plant, relative growth rate at 3 - 6 weeks after plant, weight 100 of seeds, production sample per plant and production per plot. Liquid biofertilizer were significantly effect dimeter of stem (mm) at 3 weeks after plant, leaf area (cm2) at 6 weeks after plant, relative growth rate at 3 - 6 weeks after plant, weight 100 of seeds, production sample per plant and production per plot. The combination between varieties and liquid biofertilizer were significantly to weight 100 of seeds and sample production per plant.
ABSTRAK
SAHRUL HABIBI : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.), terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair di bimbing oleh B. S. J. DAMANIK dan RATNA R. LAHAY.
Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh varietas dan input yang diberikan tanaman yaitu salah satunya pemupukan. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan pertanian masyarakat di Sei Mencirim, Deli Serdang pada ketinggian ( ± 25 mdpl) pada bulan Oktober 2010 - Januari 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor yaitu Varietas ( Pioneer-12, Bisi-2 dan NK 22) dan Pupuk hayati cair ( 0 ml/ltr air, 5 ml/ltr air, 10 ml/ltr air, 15 ml/ltr air dan 20 ml/ltr air) perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap diameter batang 3 minggu setelah tanam (MST), berat kering 3 MST, laju tumbuh relatif 3-6 MST, bobot 100 biji persampel, produksi per tanaman dan produksi perplot. Pupuk berpengaruh nyata terhadap nyata terhadap diameter batang 3 MST, luas daun 6 MST, laju tumbuh relatif 3-6, MST bobot 100 biji persampel, produksi per tanaman dan produksi per plot. Interaksi antara varietas dengan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji persampel, produksi per tanaman.
RIWAYAT HIDUP
Sahrul Habibi Ritonga, dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1986 di desa
Sitaratoit, Padangsidimpuan yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara,
putra dari Ayah Marahotlan Ritonga dan Ibu Suryani
Penulis menyelesaikan pendidikan SMA Nurul Ilmi Padangsidimpuan
pada tahun 2005. Kemudian penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) dan memilih Departemen Budidaya Pertanian Program
Studi Agronomi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten
Laboratorium Biologi Umum (2007-2008), Laboratorium Botani (2008-2010),
Laboratorium Morfologi dan Taksonomi (2009-2010), Laboratorium Anatomi
Tumbuhan (2009-2010). Penulis juga aktif sebagai anggota HIMADITA.
Pada tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini
adalah “Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas
Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair” yang merupakan
salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya
kepada Prof. Dr. Ir. B S J Damanik, MSc dan Ir. Ratna Rosanti Lahay, MP
selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis
selama menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih penulis ucapkan yang teramat besar kepada kedua orang tua
saya, Ayahanda Marahotlan Ritonga dan Ibu Suryani yang tercinta, atas kasih
sayang baik moril, materil, maupun doa yang telah diberikan selama penyelesaian
skripsi ini. Juga kepada adik-adik yang kusayang Gusnadi, Imam Fachru Rozi,
Irma Yanti dan sikecil Wildan Affan. yang telah mendukung dan memberi
semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Amalia Syahputri, Jamilin,
Muhammad Syahril Lubis, Acha, Didik, Aji Gendut, Rahmat Ridwan, Irwanto,
Herry Kecik, Fahrin, Yudhi06, Fadli08 dan kepada seluruh temam-teman
Armyplant stambuk ’05 dan adik-adik 08, terima kasih atas persaudaraan dan
kebersamaan yang telah terjalin serta atas dukungan yang diberikan kepada
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
Hipotesa Penelitian... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 17
Panen ... 17
Pengeringan dan pemipilan ... 18
Pengamatan Parameter ... 19
Dimeter Batang (mm) ... 19
Bobot Kering Tanaman (g) ... 19
Laju Tumbuh Relatif (g.tan-1.h-1) ... 20
Laju Assimilasi Bersih (g.m-2.h-1) ... 20
Bobot 100 biji per sampel (g)... 20
Produksi per tanaman ... 21
Produksi per plot ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22
Pembahasan ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45
Saran ... 45
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 1. Diameter Batang (mm) pada perlakuan Varietas dan Pupuk
Hayati serta interaksi antara varietas dengan pupuk Hayati
pada umur 3, 6, 9 dan 12 MST ... 23
2. Luas daun (cm2) pada perlakuan Varietas dan Pupuk Hayati serta interaksi antara varietas dengan pupuk Hayati pada
umur 3, 6, 9 dan 12 MST ... 25
3. Jumlah klorofil pada perlakuan Varietas dan Pupuk Hayati serta interaksi antara varietas dengan pupuk Hayati pada
umur 8 MST ... 26
4. Bobot Kering Tanaman (g) pada perlakuan Varietas dan Pupuk Hayati serta interaksi antara varietas dengan Pupuk
Hayati pada umur 3, 6, 9 dan 12 MST ... 28
5. Laju Tumbuh Relatif (g.tan-1.h-1) pada perlakuan Varietas Pupuk Hayati serta interaksi antara varietas dengan Pupuk
Hayati pada umur 3-6, 6-9 dan 9-12 MST ... 30
6. Laju Assimilasi Bersih (g.m-2.h-1) pada perlakuan Varietas Pupuk Hayati serta interaksi antara varietas dengan pupuk
Hayati pada umur 3-6, 6-9 dan 9-12 MST ... 32
7. Bobot 100 biji per sampel (g) pada perlakuan Varietas dan Pupuk Hayati serta interaksi antara varietas dengan Pupuk
Hayati ... 33
8. Produksi per tanaman (g) pada perlakuan Varietas dan Pupuk
Hayati serta interaksi antara varietas dengan Pupuk Hayati ... 36
9. Produksi per plot (kg) pada perlakuan Varietas dan Pupuk
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Hubungan antara varietas dengan parameter bobot 100 biji
per sampel (g) ... 21
2. Hubungan antara varietas dengan pupuk hayati pada parameter bobot 100 biji per sampel (g) ... 24
3. Hubungan antara varietas dengan parameter produksi per tanaman (g) ... 26
4. Hubungan antara varietas dengan pupuk hayati pada parameter produksi per tanaman (g) ... 27
5. Hubungan antara varietas dengan parameter produksi per plot (kg) ... 29
6. Hubungan antara pupuk hayati pada parameter produksi per plot (kg) ... 30
7. Gambar mahasiswa dan dosen pembimbing ... 68
8. Tongkol jagung masing-masing varietas ... 69
9. Pipilan kering jagung masing-masing varietas ... 70
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Data pengamatan diameter batang (mm)3 MST ... 38
2. Sidik ragam diameter batang 3 MST ... 38
3. Data pengamatan diameter batang (mm) 6 MST ... 39
4. Sidik ragam diameter batang 6 MST ... 39
5. Data pengamatan diameter batang (mm) 9 MST ... 40
6. Sidik ragam diameter batang 9 MST ... 40
7. Data pengamatan diameter batang (mm)12 MST……….……..41
8. Sidik ragam diameter batang 12 MST ... 41
16.Sidik ragam luas daun 12 MST... 45
17.Data pengamatan berat kering tanaman (g) 3 MST ... 46
18.Sidik ragam berat kering tanaman 3 MST ... 46
19.Data pengamatan berat kering tanaman (g) 6 MST ... 47
20.Sidik ragam berat kering tanaman 6 MST ... 47
21.Data pengamatan berat kering tanaman (g) 9 MST ... 48
22.Sidik ragam berat kering tanaman 9 MST ... 48
23.Data pengamatan berat kering tanaman (g) 12 MST ... 49
24.Sidik ragam berat kering tanaman 12 MST ... 49
25.Data pengamatan jumlah klorofil... 50
26.Sidik Ragam jumlah klorofil ... 50
27.Data pengamatan laju tumbuh relatif (g.tan-1.h-1) 3 – 6 MST ... 51
28.Sidik ragam laju tumbuh relatif 3 - 6 MST ... 51
29.Data pengamatan laju tumbuh relatif (g.tan-1.h-1) 6 - 9 MST ... 52
31.Data pengamatan laju tumbuh relatif (g.tan-1.h-1)9 - 12 MST ... 53
32.Sidik ragam laju tumbuh relatif 9 - 12 MST ... 53
33.Data pengamatan laju assimilasi bersih (g.m-2.h-1) 3 - 6MST ... 54
34.Sidik ragam laju assimilasi bersih 3 - 6 MST ... 54
35.Data pengamatan laju assimilasi bersih (g.m-2.h-1) (g) 6 – 9 MST ... 55
36.Sidik ragam laju assimilasi bersih 6 - 9 MST ... 55
37.Data pengamatan laju assimilasi bersih (g.m-2.h-1)9- 12 MST ... 56
38.Sidik ragam laju assimilasi bersih 9 - 12 MST ... 56
39.Data pengamatan bobot 100 biji per sampel (g) ... 57
40.Sidik ragam Bobot 100 biji per sampel ... 57
41.Data pengamatan produksi per tanaman (g) ... 58
42.Sidik ragam produksi per tanaman ... 58
43.Data pengamatan produksi per plot (kg) ... 59
44.Sidik ragam produksi per plot... 59
45.Bagan penelitan ... 60
46.Rencana kegiatan penelitian ... 61
47.Deskripsi jagung hibrida varietas Pioneer 12 ... 62
48.Deskripsi jagung hibrida varietas Bisi - 2 ... 63
ABSTRACT
SAHRUL HABIBI : Response growth and production some varieties of corn ( Zea mays L. ) with biofertilizer, supervised by B. SENGLI. J DAMANIK
and RATNA R. LAHAY.
Productivity of plant is affected by varieties and fertilizing. Therefore, a research has been conducted at Sei Mencirim field, Deli Serdang ± 25 m above sea level from October 2010 until January 2011. Experimental was conducted using by Randomize Block Design with double factors consist of hybrid varieties (Pioneer -12, Bisi -2 and NK22) and biofertilizer ( 0, 5, 10, 15, 20 ml/l of water ), three replications was used to the treatments. Data were analyzed with ANNOVA and continued with HSD.
The results showed that varieties were significantly effect diameter of stem at 3 weeks after plant, dry weight plant (g) at 3 weeks after plant, relative growth rate at 3 - 6 weeks after plant, weight 100 of seeds, production sample per plant and production per plot. Liquid biofertilizer were significantly effect dimeter of stem (mm) at 3 weeks after plant, leaf area (cm2) at 6 weeks after plant, relative growth rate at 3 - 6 weeks after plant, weight 100 of seeds, production sample per plant and production per plot. The combination between varieties and liquid biofertilizer were significantly to weight 100 of seeds and sample production per plant.
ABSTRAK
SAHRUL HABIBI : Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.), terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair di bimbing oleh B. S. J. DAMANIK dan RATNA R. LAHAY.
Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh varietas dan input yang diberikan tanaman yaitu salah satunya pemupukan. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan pertanian masyarakat di Sei Mencirim, Deli Serdang pada ketinggian ( ± 25 mdpl) pada bulan Oktober 2010 - Januari 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor yaitu Varietas ( Pioneer-12, Bisi-2 dan NK 22) dan Pupuk hayati cair ( 0 ml/ltr air, 5 ml/ltr air, 10 ml/ltr air, 15 ml/ltr air dan 20 ml/ltr air) perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap diameter batang 3 minggu setelah tanam (MST), berat kering 3 MST, laju tumbuh relatif 3-6 MST, bobot 100 biji persampel, produksi per tanaman dan produksi perplot. Pupuk berpengaruh nyata terhadap nyata terhadap diameter batang 3 MST, luas daun 6 MST, laju tumbuh relatif 3-6, MST bobot 100 biji persampel, produksi per tanaman dan produksi per plot. Interaksi antara varietas dengan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji persampel, produksi per tanaman.
PENDAHULUAN Latar belakang
Jagung merupakan tanaman asli benua Amerika, dimana sebelumnya
sudah lama ditanami oleh suku Indian sebelum benua Amerika ditemukan. Di
Indonesia, jagung merupakan komoditi pangan yang sangat penting setelah padi.
Pada usaha peningkatan produksi jagung digunakan varietas unggul dan teknik
bercocok tanam yang memegang peranan penting dengan terus bertambahnya
penduduk, serta berkembangnya dua industri yang menggunakan bahan baku
jagung, maka kebutuhan jagung semakin meningkat dari tahun ke tahun
(Calvin, 1984).
Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua
setelah beras. Disamping sebagai bahan pangan, komoditi ini juga sebagai bahan
pakan ternak dan bahan baku industri. Menurut data yang dihimpun oleh Biro
Pusat Statistik, penggunaan jagung untuk bahan pangan menurun dari 78% pada
tahun 1975 menjadi 49% pada tahun 1985. Sebaliknya, penggunaan untuk pakan
ternak dan industri meningkat masing-masing dari 15% dan 3,4% pada tahun
1975 menjadi 38% dan 6,2% pada tahun 1985 (Najiyati dan Danarti, 1999).
Pemupukan secara berimbang dan secara rasional merupakan kunci utama
keberhasilan peningkatan produktivitas jagung. Kadar unsur hara dalam tanah,
jenis pupuk/hara yang sesuai, dan kondisi lingkungan fisik, khususnya pada
agroklimat, merupakan faktor penting perlu diperhatikan dalam mencapai
produktivitas optimal tanaman ( Sutedjo dan Kartasapoetra, 1987 ).
Kehadiran varietas jagung unggul introduksi, baik bersari bebas maupun
maupun produksi jagung nasional. Namun demikian, distribusi dari
varietas-varietas introduksi terhadap penyebaran benih baru mencapai 44%
(Makmur, 1999).
Penggunaan pupuk organik saja tidak dapat meningkatkan produktivitas
tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu
yang memadukan pemberian pupuk organik atau pupuk hayati dan pupuk
anorganik dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian
lingkungan perlu digalakkan (http//balittanah.litbang.deptan.go.id, 2006).
Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan produksi jagung
adalah dengan menambahkan mikroorganisme dalam bentuk inokulan atau bentuk
lain untuk menyediakan hara tertentu bagi tanaman (pupuk hayati), dalam hal ini
inokulan berbentuk cair. Mikroba simbiotik persfektif dibidang pertanian ini
berperan sebagai biofertilizer dapat meningkatkan efisiensi pupuk sintetik,
sehingga menunjang sistem pertanian yang ramah lingkungan.
Penggunaan pupuk hayati pada saat ini belum dimanfaatkan secara
optimal. Dalam beberapa penelitian pupuk hayati masih dikombinasikan pupuk
kimia. Hal ini disebabkan masih adanya anggapan bahwa tanaman yang dipupuk
dengan pupuk hayati saja akan mengalami defisiensi unsur hara karena hara yang
diberikan pada pupuk hayati tidak sebanding dengan kebutuhan tanaman
ditambah pelepasan unsur hara lebih lambat sehingga belum diketahui secara pasti
kisaran dosis yang tepat untuk tanaman agar tumbuh optimal. Padahal efek yang
ditimbulkan pada pemberian pupuk hayati ini cukup bagus, baik terhadap tanaman
maupun tanah tanpa menimbulkan bahaya residu terhadap lingkungan. Dengan
biologi tanah sehingga diharapkan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai “Respon Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas
Jagung ( Zea mays L. ) Terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair.”
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas
jagung ( Zea mays L. ) terhadap pemberian pupuk hayati cair.
Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi dari varietas jagung yang diuji.
2. Ada pengaruh pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
jagung.
3. Ada interaksi dari varietas dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakuktas Pertanian
universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat berguna sebagai bahan
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Menurut Sharma (2002), dalam taksonomi tumbuhan, klasifikasi tanaman
jagung (Zea mays L.) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar
yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari
radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang, akar ini tumbuh dari
buku paling bawah (Rukmana, 1997).
Jagung adalah tanaman semusim yang berbatang tinggi, tegap dan
biasanya berbatang tunggal yang dominan, walaupun mungkin ada beberapa yang
mengandung tunas (anakan). Tanaman ini mempunyai tinggi batang antara 60 -
300 cm. Kedudukan daunnya distik (dua baris daun tunggal yang keluar dalam
kedudukan berseling) dengan pelepah-pelepah daun saling bertindih dan daunnya
lebar serta relatif panjang (Williams, 1980).
Batang tanaman jagung bewarna hijau sampai kekuningan, batangnya
Ruas bagian atas berbentuk silindris dan bahagian bawah berbentuk bulat pipih.
Pada batang jagung terdapat tunas yang biasanya berkembang menjadi bakal
tongkol, tetapi biasanya bakal tongkol yang berada di bawah tongkol utama tidak
berkembang sempurna (Nurmala, 1998).
Kebanyakan dari Ordo poales memiliki bentuk batang seperti silinder
panjang, jelas berbuku-buku dan beruas-ruas, bersekat pada pada buku-bukunya.
Daun-daun tersusun berseling dalam dua baris pada batang
(Tjitrosoepomo, 2001)
Tanaman jagung merupakan tanaman monocious. Pada suatu tanaman
terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Bunga jantan
terletak pada bagian ujung tanaman, sedangkan bunga betina pada sepanjang
pertengahan batang jagung dan berada pada salah satu ketiak daun
(Ginting, 1995).
Perbungaan jantan berbentuk malai longgar (tassel), yang terdiri dari bulu
poros tengah dan cabang lateral. Poros tengah biasanya memiliki empat baris
pasangan bunga atau lebih, cabang lateral terdiri dari dua baris. Setiap pasang
bunga terdiri dari satu bunga duduk (tidak bertangkai) dan satu bunga bertangkai.
Bunga tassel mengandung benang sari dan putik yang rudimenter (tidak
berkembang), yang tumbuh lebih awal, walaupun pada kondisi tertentu putik
dapat juga terbentuk (Rubatzki dan Yamaguchi, 1998).
Perbungaan betina tumbuh pada ujung tongkol samping batang yang
berasal dari ketiak daun, biasanya pada sekitar pertengahan panjang batang utama.
Batang lateral (samping) sangat pendek karena ruasnya yang pendek. Pada setiap
daun-daun tersebut saling menutup, dan membentuk kelobot yang membungkus
tongkol yang sedang berkembang. Pada kultivar tertentu, perkembangan tassel
tampaknya mempengaruhi perkembangan batang tongkol
(Rubatzki dan Yamaguchi, 1998).
Biji jagung letaknya teratur, sesuai dengan letak bunga. Embrio terdiri dari
plumula, radikula dan acutelina. Pada biji ada yang berbentuk bulat, berbentuk
gigi atau pipih sesuai dengan varietasnya. Warna biji juga bervariasi antara lain
kuning, putih, merah, orange dan merah hampir hitam. Bii mengandung protein
tepung dan lemak (Sastroprawiro, 1983).
Biji jagung berkeping tunggal, deret rapi pada tongkolnya. Pada setiap
tanaman jagung ada satu tongkol, kadang-kadang ada yang dua. Setiap tongkol
terdapat 10-14 deret biji jagung yang terdiri dari 200-400 butir biji jagung.
Berdasarkan penampilan dan teksturnya, biji jagung dibagi menjadi 6 tipe yaitu
biji mutiara (flint corn), biji gigi kuda (dent corn), biji setengah mutiara, biji
setengah gigi kuda, biji manis (sweet corn), dan biji berondong (pop corn)
(Suprapto dan Marzuki, 2005).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman jagung dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan. Secara
umum, tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi(±
1300 m dpl), kisaran suhu antara 130C - 380C dan mendapat sinar matahari penuh.
Di Indonesia tanaman jagung tumbuh dan berproduksi optimum di dataran rendah
sampai ketinggian 750 m dpl. Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih
pertumbuhan, jagung membutuhkan suhu optimum antara 230C – 270C
(Rukmana, 1997).
Tanaman jagung yang berasal dari daerah tropis dan dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan diluar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan
lingkungan yang terlalu ketat. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara
50˚ LU - 40˚ LS ( Rubatzky dan Yamaghuci, 1998 ).
Tanaman jagung sebaiknya mendapat cahaya matahari yang langsung.
Pada tanaman mulai tua, terutama menuju masaknya biji dibutuhkan keadaan
yang panas dan intensitas sinar matahari yang cukup (Ginting, 1995).
Tanah
Kesuburan tanah banyak dihubungkan orang dengan keadaan lapisan
olahnya ( top soil ). Pada lapisan ini biasanya sistem perakaran tanaman
berkembang dengan baik, untuk itu pengolahan tanah sebelum penanaman dan
pengolahan tanah pada waktu pemeliharaan tanaman memegang peran penting
bagi suburnya tanaman. Pada pengolahan tanah, perbandingan kandungan zat
padat, cair dan udara didalam lapisan olah menjadikan tanah gembur dan
menguntungkan bagi pertumbuhan akar tanaman ( Rinsema, 1993 ).
Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada semua jenis tanah.
Tetapi tanaman ini akan dapat tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan
kaya akan humus. Tanah yang padat serta dapat menahan air tidak baik ditanami
jagung karena pertumbuhannya kurang baik atau akan menjadi busuk
(Suprapto, 1999).
Kemasaman tanah (pH) yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal
dibawah 5,5 kurang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung, tanah tersebut
sudah perlu dikapur (Ginting, 1995).
Kemiringan tanah ada hubungannya dengan gerakan air pada permukaan
tanah. Hal ini juga merupakan salah satu syarat kehidupan tanaman termasuk
tanaman jagung. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8% dapat dilakukan
penanaman jagung. Pada tingkat kemiringan tersebut sangat kecil kemungkinan
terjadinya erosi tanah (Lockwood, 1984).
Varietas Hibrida
Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat
dipertahankan setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas
berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas
sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).
Diantara komponen teknologi produksi, varietas unggul memiliki peran
penting dalam peningkatan produksi jagung. Perannya menonjol dalam potensi
hasil per satuan luas, komponen pengendalian hama dan penyakit (toleran),
kesesuaian terhadap lingkungan, dan referensi konsumen
( Akil dan Dahlan, 2009).
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua
berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk
sendiri maupun menyerbuk silang. Jagung merupakan tanaman pertama yang
dibentuk menghasilkan varietas hibrida secara komersial,dan telah berkembang di
Amerika Serikat sejak 1930an (Hallauer and Miranda 1987). Kini benih jagung
Ada dua macam perbedaan antara individu organisme : perbedaan yang
ditentukan oleh keadaan luar, yang ditelusuri dari lingkungan dan perbedaan yang
dibawa sejak lahir yang ditelusuri dari kebakaan. Suatu fenotip (penampilan dan
cara fungsinya) individu merupakan hasil interaksi antara genotip (warisan
alaminya) dan lingkungannya. Walaupun sifat khas suatu fenotip tidak selamanya
ditentukan oleh perbedaan fenotip atau lingkungan, ada kemungkinan perbedaan
fenotip antara individu yang terpisahkan itu disebabkan oleh perbedaan
lingkungan atau perbedaan keduanya (Loveless, 1989).
Keragaman penampilan tanaman akibat susunan genetik selalu mungkin
terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang
sama. Namun perlu diingat bahwa susunan genetik yang berbeda tidak selalu
seluruhnya diekspresikan, atau hanya diekspresikan sebagian yang mungkin
mengakibatkan hanya sedikit perubahan penampilan tanaman. Oleh karena itu
suatu pertanyaan dapat timbul tentang besarnya sumbangan faktor genetik
terhadap total keragaman penampilan tanaman. Apabila tanaman yang
mempunyai susunan genetik yang berbeda di tanam pada kondisi lingkungan yang
sama, maka keragaman tanaman yang muncul dapat di hubungakan dengan
perbedaan susunan genetik dengan catatan bahwa faktor lain yang dapat
berpengaruh konstan ( Sitompul dan Guritno, 1995).
Setiap gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan
mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh (Yatim, 1991)
Suatu sifat karakter individu adalah merupakan kerjasama antara faktor
genetik dan lingkungan. Bila faktor genetik tanaman dan adaptasi terhadap
terjadinya perubahan kondisi lingkungan disekitar tanaman akan menyebabkan
reaksi atau respon genetik yang berbeda untuk setiap varietas tanaman. Akan
tetapi keadaan ini tergantung pada derajat perubahan fisik lingkungan, terutama
pada periode-periode pertumbuhan kritis tanaman (Hartmann, dkk, (2001).
Hasil maksimum dapat dicapai bila kultivar unggul menerima respons
terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya lainnya.
Semua kombinasi input ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi
(Nasir, 2002).
Pupuk Hayati
Pupuk ialah bahan yang diberikan kedalam tanah baik yang organik
maupun yang anorganik dengan maksud mengganti kehilangan unsur hara dari
dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan
faktor keliling atau lingkungan yang baik (Sutedjo, 2002).
Pupuk hayati adalah mikroorganisme yang ditambahkan ke dalam tanah
dalam bentuk inokulan dan bentuk lain untuk memfasilitasi atau menyediakan
hara tertentu bagi tanaman. Beberapa manfaat penggunaan pupuk hayati antara
lain : menyediakan sumber hara, menstimulir sistem perakaran agar berkembang
sempurna sehingga memperpanjang usia akar, penawar racun logam berat dan
aktivator. Dan lengkapnya fungsi pupuk hayati tersebut dikenal sebagai
bio-regulator of soil ( Hasibuan, 2008 ).
Pupuk hayati merupakan suatu bahan yang mengandung mikroorganisme
bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil tanaman,
melalui peningkatkan aktivitas biologi yang akhirnya dapat berinteraksi dengan
digunakan ialah mikroba penambat nitrogen, peralut fosfat dan pemantap agregat
(Rao, 1994).
Pupuk hayati berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi
tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Penyediaan hara ini berlangsung
melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung
dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan
nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok
mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok
organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri
bintil akar dancendawan mikoriza (http//balittanah.litbang.deptan.go.id, 2006)
Manfaat pupuk hayati sangat luas, dapat dijelaskan secara singkat bahwa
peranan mikroba bermanfaat yaitu memiliki kemampuan untuk mengurai residu
kimia, mengikat logam berat, mensuplai sebagian kebutuhan N untuk tanaman,
melarutkan senyawa fosfat, melepaskan senyawa K dari ikatan koloid tanah,
menghasilkan zat pemacu tumbuh alami, menghasilkan enzim alami,
menghasilkan zat anti patogen (spesifik pada tiap jenis mikroorganisme), jadi
dapat disimpulkan bahwa peranan dan manfaat pupuk hayati sangat besar di
dalam pratek budidaya. Pupuk hayati berfungsi untuk meningkatkan hasil
produksi, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk
buatan, mengurangi dosis pemakaian pupuk buatan, memperbaiki struktur fisika,
kimia dan biologi tanah, menekan serangan hama dan penyakit, menjadikan
keseimbangan flora fauna dalam tanah tercipta dengan baik yang pada akhirnya
membawa kebaikan untuk segala sisi budidaya pertanian
Salah satu teknologi alternatif yang perlu dikembangkan adalah pupuk
hayati inokolum jasad renik tanah (bakteri pelarut fosfat, bakteri penyelamat
nitrogen, mikoriza dan sebagainya). Pupuk hayati SMS Agrobost adalah
terobosan teknologi pemupukan yang dapat dikembangkan dengan teknologi
Agricultural Growth Promoting Innoculants (AGPI) yaitu inokolum, campuran
yang berbentuk cair yang mengandung beberapa mikroba asli Indonesia.
Mikroba-mikroba tersebut sangat dibutuhkan dalam proses penyuburan tanah secara biologi
antara lain: Azospirilium sp, Azotobacter sp, mikroba pelarut fosfat, Lactobacillus
sp, dan mikroba pendegradasi selulosa.
Pupuk hayati cair ini mengandung hormon tumbuh Azotobacter sp. 7.5 x
107 sel/ml, Azospirillum sp. 2.0 x 105 sel/ml, Mikroba pelarut phosphat 1.7 x
107 sel/ml, Lactobacillus sp 4.7 x 105 sel/ml, Mikroba Selulolitik 6.0 x 102
sel/ml, Pseudomonas Sp 1,7 x 106 Sel/ml dan Unsur mikro : C organik = 0.95%,
P=34.29 ppm, K=1743 ppm, Fe=44.3 ppm, Mn=0.27 ppm, Cu=0.81 ppm, Zn=3.7
BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan dilahan masyarakat Desa Sei Mencirim
Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, pada ketinggian tempat ±25 meter
diatas permukaan laut (mdpl). Penelitian dimulai bulan Oktober 2010 sampai
bulan Januari 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas
Pioneer 12, varietas Bisi 2, varietas NK22 sebagai perlakuan, pupuk urea, TSP,
KCl dan pupuk hayati cair sebagai bahan perlakuan tanaman, larutan Rhidomil
untuk mencegah serangan penyakit bulai, insektisida sebagai pengendali serangan
hama tanaman, dan fungisida sebagai pengendali jamur pada tanaman.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain cangkul sebagai alat
untuk mengelola media tanam dan membersihkan parit blok dan plot, gembor
sebagai alat untuk menyiram tanaman, alat tulis untuk mencatat data penelitian,
timbangan analitik sebagai alat untuk menghitung berat biji, jangka sorong untuk
mengukur diameter batang, clorophyllmeter untuk menghitung jumlah klorofil
daun, leaf area meter untuk mengukur luas daun, oven untuk mengeringkan
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok ( RAK )dengan 2 faktor yaitu :
Faktor 1 Varietas Jagung yaitu :
V1 : Pioneer 12
V2 : Bisi 2
V3 : NK22
Faktor 2 Pupuk Hayati Cair :
P0 : Kontrol P3 : 15 ml /liter air
P1 : 5 ml /liter air P4 : 20 ml /liter air
P2 : 10 ml /liter air
Sehingga diperoleh kombinasi :
V1P0 V1P1 V1P2 V1P3 V1P4
V2P0 V2P1 V2P2 V2P3 V2P4
V3P0 V3P1 V3P2 V3P3 V3P4
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot : 15 plot
Jumlah plot seluruhnya : 45 plot
Ukuran plot : 400 cm x 280 cm
Jarak tanam : 70 cm x 25 cm
Jumlah tanaman per plot : 64 tanaman
Dari hasil percobaan dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model sebagai
berikut :
Dimana :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari blok ke-I dengan perlakuan varietas ke-j dan perlakuan pupuk hayati cair pada taraf ke-k
μ : Nilai tengah sebenarnya
ρi : Pengaruh blok ke-i
αj : Pengaruh perlakuan varietas taraf ke-j
βk : Pengaruh perlakuan pupuk hayati pada taraf ke-k
(αβ)jk : Pengaruh interaksi dari perlakuan varietas taraf ke-j dan perlakuan pupuk
hayati cair pada taraf ke-k
εijk : Pengaruh alat percobaab pada blok ke-i yang mendapat perlakuan
varietas
ke-j dan pupuk hayati cair pada taraf ke-k
Hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh nyata akan dilanjutkan
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan
Lahan penelitian diolah menggunakan cangkul dengan kedalaman olah
tanah 15-25 cm. Pengolahan dilakukan hingga tanah menjadi gembur, rata dan
bersih dari sisa-sisa gulma dan perakaran, lalu dilakukan pembuatan plot
percobaan berukuran 400 cm x 280 cm. Dibuat parit drainase dengan jarak antar
plot 40 cm dan antar ulangan 50 cm.
Penyiapan Benih
Sebelum penanaman, terlebih dahulu dilakukan perlakuan benih
( seed treatment ) yaitu terlebih dahulu direndam dalam larutan Rhidomil selama ±15 menit untuk mencegah serangan penyakit bulai.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam pada lahan
penelitian, setiap plot dibuat lubang tanam sebanyak 64 lubang tanam. Lubang
tanam ditugal sedalam 3-5 cm dengan menggunakan jarak tanam 70 cm x 25cm.
Jumlah benih per lubang tanam adalah 2 benih.
Aplikasi Pemupukan
Aplikasi pupuk kimia dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu
setelah tanam ( MST ) dan 5 minggu setelah tanam ( MST ), dengan cara menugal
disebelah tanaman. Pupuk hayati cair diaplikasikan 4 kali yaitu, 3 hari sebelum
Pemeliharaan Tanaman Penjarangan
Penjarangan dilakukan saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam
(MST). Penjarangan dilakukan dengan memilih satu tanaman yang
pertumbuhannya dianggap lebih baik dan membuang tanaman yang lain dengan
menggunakan gunting. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
persaingan antar kedua tanaman.
Penyiraman
Penyiraman pada tanaman jagung dilakukan sejak penanaman sampai
berumur 1 MST dan setelah itu penyiraman tidak dilakukan lagi, hal ini
disebabkan karena curah hujan cukup tinggi.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma di lahan. Penyiangan
dilakukan secara manual yaitu mencabut seluruh gulma yang tumbuh disekitar
tanaman dan membersihkan gulma diparit-parit drainase dengan cangkul.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan ketika tanaman menunjukkan
gejala serangan dan sesuai kondisi dilapangan. Selama penelitian berlangsung,
tidak ada yang menunjukkan gejala serangan hama dan penyakit sehingga aplikasi
insektisida tidak dilakukan
Panen
Jagung dipanen setelah buah sudah matang fisiologis yaitu saat warna
dengan jari dan sesuai dengan deskripsi masing-masing varietas. Jagung di panen
dengan memisahkan tongkol jagung dari batangnya.
Pengeringan dan Pemipilan
Setelah panen, dilakukan pengeringan tongkol jagung selama tiga hari di
Pengamatan Parameter Diameter batang (mm)
Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka
sorong. Batang yang diukur diameternya adalah ruas yang terdekat dengan
pangkal batang. Pengukuran dilakukan pada umur 3, 6, 9, 12 MST.
Jumlah klorofil daun
Jumlah klorofil daun dihitung dengan menggunakan alat pengukur klorofil
(clorophyllmeter). Daun yang diamati jumlah klorofilnya adalah daun yang paling
tengah pada tanaman jagung yaitu sekitar daun ketujuh atau kedelapan.
Pengukuran dilakukan dengan membagi daun menjadi tiga bagian yang mewakili
yaitu bagian pangkal daun, tengah dan ujung daun. Masing-masing bagian
tersebut dihitung klorofilnya dengan alat pengukur klorofil lalu dijumlahkan
klorofil ketiga bagian tersebut kemudian dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan
pada saat tanaman telah berbunga 75 % ( umur 8 MST ).
Luas daun (cm2)
Pengukuran luas daun dilakukan pada tanaman berumur 3, 6, 9 dan 12
MST. Daun yang diamati luas daunnya adalah daun yang paling tengah pada
tanaman jagung yaitu sekitar daun ketujuh atau kedelapan Pengukuran luas daun
dilakukan menggunakan alat Leaf Area Meter.
Bobot kering tanaman (g)
Perhitungan bobot kering tanaman dilakukan dengan mengeringkan
seluruh bagian tanaman dalam oven pada suhu 65˚ C selama 24 jam, lalu
ditimbang dengan timbangan analitik sehingga diperoleh bobot kering yang
Laju Tumbuh Relatif ( g.tan-1h-1 )
Laju tumbuh relatif (LTR) merupakan hasil bahan kering per satuan bahan
kering akhir dan awal. Dilakukan dan dihitung bersamaan dengan laju assimilasi
bersih dengan cara menimbang bobot kering per tanaman melalui pengeringan
oven pada suhu 65˚ C ( Sitompul dan Guritno , 1995 ) dengan persamaan :
LTR =
Keterangan:
W1 dan W2 = bobot kering pertanaman pengamatan ke – 1 dan ke - 2 T₁ dan T₂ = waktu pengamatan ke – 1 dan ke – 2
Laju Assimilasi Bersih ( g.cm-2 h-1 )
Nilai laju assimilasi bersih merupakan pertambahan material tanaman dari
assimilasi persatuan waktu ( Sitompul dan Guritno, 1995 ). Dihitung pada umur 3,
6, 9 dan 12 MST dengan persamaan :
LAB =
W1 dan W2 = bobot kering pertanaman pengamantan ke – 1 dan ke – 2 T1 dan T2 = waktu pengamatan ke – 1 dan ke - 2
A1 dan A2 = total luas daun pengamatan ke – 1 dan ke – 2
Bobot 100 biji per sampel ( g )
Penghitungan bobot 100 biji persampel dilakukan dengan cara mengambil
100 biji dari tanaman sampel yang sudah dipipil dan dikeringkan pada kadar 12%,
kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Penimbangan
dilakukan dengan menimbang 100 biji dari masing-masing perlakuan.
Produksi per tanaman ( g )
Penghitungan produksi pertanaman dilakukan setelah tongkol dipipil dan
Produksi per plot ( g )
Penghitungan produksi pertanaman dilakukan setelah tongkol dipipil dan
dikeringkan pada kadar air 12%, kemudian produksi pipilan kering per plot
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Diameter batang (mm)
Data pengamatan diameter batang tanaman pada umur 3, 6, 9 dan 12
minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik dengan sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 1 sampai 8. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat
bahwa perlakuan Varietas (V) responsif terhadap diameter batang tanaman pada
pengamatan 3 MST dan berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 6, 9 dan 12
MST. Perlakuan pupuk hayati (P) berpengaruh nyata terhadap diameter batang
tanaman pada pengamatan 3 MST dan berpengaruh tidak nyata pada pengamatan
6, 9 dan 12 MST. Interaksi perlakuan varietas dan pupuk hayati tidak
berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman pada pengamatan 3, 6, 9 dan
12 MST.
Pada tabel pengamatan dapat dilihat pada pengamatan diameter batang
umur 3 MST, perlakuan varietas yang responsif dengan diameter batang terdapat
pada varietas Pioneer 12 yang berbeda nyata dengan varietas Bisi 2 dan NK22,
sedangkan pupuk berpengaruh nyata pada pengamatan diameter batang umur 3
MST dengan diameter batang tertinggi terdapat pada P4 (20 ml/ltr air) yaitu
14.13 yang berbeda tidak nyata pada P3 dan P2 dan berbeda nyata dengan P0 dan
P1.
Diameter batang tanaman pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada
Tabel 1. Pengamatan diameter batang tanaman jagung (mm) pada perlakuan
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh notasi yang tidak sama,berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 12 MST, varietas
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan pada pengamatan diameter batang,
dimana diameter batang tertinggi terdapat pada varietas Pioneer 12 (19.28 mm)
yang berbeda tidak nyata dengan varietas Bisi 2 (18.42 mm) dan varietas NK22
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa dosis pupuk hayati tertinggi pada
pengamatan diameter batang adalah pada P4 (20 ml/ltr air) yaitu 19.60 mm dan
yang terendah terdapat pada P3 (15 ml/ltr air) yaitu 18.55 mm.
Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa interaksi antara varietas dengan
pupuk hayati dapat dilihat pengamatan diameter batang tanaman yang tertinggi
terdapat pada perlakuan V3P4 yaitu 19.85 mm yang berbeda tidak nyata dengan
perlakuan lainnya dan yang terendah terdapat pada V2P0 yaitu sebesar 17.47 mm.
Luas daun (cm2)
Data pengamatan luas daun tanaman pada umur 3, 6, 9 dan 12 minggu
setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik dengan sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 9 sampai 16. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa
perlakuan varietas berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun tanaman pada
pengamatan 3, 6, 9 dan 12 MST. Perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata
terhadap luas daun tanaman pada pengamatan 6 MST dan berpengaruh tidak nyata
pada pengamatan 3, 9 dan 12 MST. Interaksi perlakuan varietas dan pupuk hayati
tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman pada pengamatan 3, 6, 9 dan
12 MST.
Pada tabel pengamatan dapat dilihat pupuk berpengaruh nyata pada
pengamatan luas daun umur 6 MST dengan luas daun tertinggi terdapat pada
P3 (15 ml/ltr air) yaitu 594.72 cm2 yang berbeda nyata dengan P0, P1, P2, dan P4
Luas daun tanaman pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada
Tabel 2. Pengamatan luas daun tanaman jagung (cm2) pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada umur 3, 6, 9 dan 12 MST
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh notasi yang tidak sama,berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 12 MST, varietas
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan pada pengamatan luas daun,
dimana luas daun tertinggi terdapat pada varietas Pioneer 12 (689.57 cm2) yang
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa dosis pupuk hayati tertinggi pada
pengamatan luas daun adalah pada P3 (15 ml/ltr air) yaitu 687.38 cm2 dan yang
terendah terdapat pada P0 (0 ml/ltr air) yaitu 640,92 cm2.
Pada Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa interaksi antara varietas dengan
pupuk hayati dapat dilihat pengamatan luas daun yang tertinggi terdapat pada
perlakuan V1P4 yaitu 739,653 cm2 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan
lainnya dan yang terendah terdapat pada V3P1 yaitu sebesar 610,220 cm2.
Jumlah klorofil
Data pengamatan jumlah klorofil dan hasil analisis statistik dengan sidik
ragam dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18. Dari hasil sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan pupuk hayati berpengaruh tidak
nyata terhadap parameter jumlah klorofil. Interaksi antara varietas dan pupuk
hayati juga berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah klorofil .
Jumlah klorofil pada perlakuan varietas dan pupuk hayati serta interaksi
antara varietas dengan pupuk hayati dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Jumlah klorofil pada berbagai varietas jagung dan pupuk hayati
Pupuk Hayati Varietas
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah klorofil tertinggi perlakuan
varietas terdapat pada varietas Bisi - 2 (53,76 ) berbeda tidak nyata dengan
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah klorofil tertinggi perlakuan
pupuk hayati terdapat pada P0 (0 ml/ ltr air) yaitu 56,04 dan terendah terdapat
pada P1(5 ml/ltr air) yaitu 49,39.
Berat kering tanaman (g)
Data pengamatan berat kering tanaman pada umur 3, 6, 9 dan 12 minggu
setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik dengan sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 19 sampai 26. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa
perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman pada
pengamatan 3 MST dan berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 6, 9 dan 12
MST. Perlakuan pupuk hayati berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering
tanaman pada pengamatan 3, 6, 9 dan 12 MST. Interaksi perlakuan varietas dan
pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman pada
pengamatan 3, 6, 9 dan 12 MST.
Pada tabel pengamatan dapat dilihat pada pengamatan berat kering
tanaman umur 3 MST, perlakuan varietas yang responsif dengan berat kering
tanaman terdapat pada varietas Pioneer 12 yang berbeda nyata dengan varietas
Bisi 2 dan NK22,
Berat kering tanaman pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada
Tabel 4. Pengamatan berat kering tanaman jagung (g) pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada umur 3, 6, 9 dan 12 MST
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh notasi yang tidak sama,berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 12 MST, varietas
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan pada pengamatan berat kering
tanaman, dimana berat kering tanaman tertinggi terdapat pada varietas NK22
(380,07 g) yang berbeda tidak nyata dengan varietas Bisi - 2 (353,87 g) dan
varietas Pioneer 12 (352,37 g).
Perlakuan Minggu setelah tanam (MST)
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dosis pupuk hayati tertinggi pada
pengamatan berat kering tanaman adalah pada P3 (15 ml/ltr air) yaitu 391,35 g
dan yang terendah terdapat pada P1 (5 ml/ltr air) yaitu 347,53 g.
Pada Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa interaksi antara varietas dengan
pupuk hayati dapat dilihat pada pengamatan berat kering tanaman yang tertinggi
terdapat pada perlakuan V3P3 yaitu 410,210 g yang berbeda tidak nyata dengan
perlakuan lainnya dan yang terendah terdapat pada V1P2 yaitu sebesar 309,927 g.
Laju tumbuh relatif ( g.tan-1h-1 )
Data pengamatan laju tumbuh relatif (LTR) pada umur 3-6 MST, 6-9 MST
dan 9-12 MST dan hasil analisis statistik dengan sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 27 sampai 32. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa
perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif pada
pengamatan 3-6 MST dan berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 6-9 MST
dan 9-12 MST. Perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh
relatif pada pengamatan 3-6 MST dan berpengaruh tidak nyata pada pengamatan
6-9 MST dan 9-12 MST. Interaksi perlakuan varietas dan pupuk hayati tidak
berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif pada pengamatan 3-6 MST, 6-9
MST dan 9-12 MST
Pada tabel pengamatan dapat dilihat pada pengamatan laju tumbuh relatif
3-6 MST, perlakuan varietas yang responsif dengan laju tumbuh relatif terdapat
pada varietas NK22 yang berbeda nyata dengan varietas Bisi 2 dan Pioneer 12,
sedangkan pupuk berpengaruh nyata pada pengamatan laju tumbuh relatif umur 3
MST dengan laju tumbuh relatif tertinggi terdapat pada P0 (20 ml/ltr air) yaitu
Laju tumbuh relatif pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada
pengamatan 3-6 MST, 6-9 MST dan 9-12 MST dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengamatan laju tumbuh relatif tanaman jagung pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada umur 3-6 MST, 6-9 MST dan 9-12 MST
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh notasi yang tidak sama,berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 9-12 MST dimana laju
berbeda tidak nyata dengan varietas Bisi 2 (0.031 g.tan-1h-1) dan varietas Pioneer
12 (0.020 g.tan-1h-1).
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa dosis pupuk hayati tertinggi pada
pengamatan laju tumbuh relatif adalah pada P1 (5 ml/ltr air) yaitu 0.032 g.tan-1h-1
dan yang terendah terdapat pada P4 (20 ml/ltr air) yaitu 0.020 g.tan-1h-1
Pada Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa interaksi antara varietas dengan
pupuk hayati dapat dilihat pada pengamatan laju tumbuh relatif yang tertinggi
terdapat pada perlakuan V2P1 yaitu 0.038 g.tan-1h-1 yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya dan yang terendah terdapat pada V1P2 yaitu sebesar
0.017 g.tan-1h-1
Laju assimilasi bersih ( g.cm-2 h-1 )
Data pengamatan laju assimilasi bersih (LAB) pada umur 3-6 MST, 6-9
MST dan 9-12 MST dan hasil analisis statistik dengan sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 32 sampai 37. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa
perlakuan varietas dan pupuk hayati berpengaruh tidak nyata terhadap laju
assimilasi bersih pada pengamatan 3-6 MST, 6-9 MST dan 9-12 MST. Interaksi
perlakuan varietas dan pupuk hayati juga tidak berpengaruh nyata terhadap laju
assimilasi bersih pada pengamatan 3-6 MST, 6-9 MST dan 9-12 MST.
Laju asimilasi bersih pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada
Tabel 6. Pengamatan laju asimilasi bersih tanaman jagung pada perlakuan varietas dan pupuk hayati pada umur 3-6 MST, 6-9 MST dan 9-12 MST
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh notasi yang tidak sama,berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 9-12 MST dimana laju
asimilasi bersih tertinggi terdapat pada varietas Pioneer 12 ( 0.006 g.cm-2 h-1) yang
berbeda tidak nyata dengan varietas Bisi 2 (0.002 g.cm-2 h-1) dan varietas NK22
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa dosis pupuk hayati tertinggi pada
pengamatan laju assimilasi bersih adalah pada P4 (20 ml/ltr air) dan P0 (0 ml/ltr
air) yaitu 0.007 g.cm-2 h-1 dan yang terendah terdapat pada P1 (5 ml/ltr air) yaitu
0.003 g.cm-2 h-1.
Pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa interaksi antara varietas dengan
pupuk hayati dapat dilihat pada pengamatan laju assimilasi bersih yang tertinggi
terdapat pada perlakuan V3P2 yaitu 0.0065 g.cm-2 h-1yang berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya dan yang terendah terdapat pada V1P2 yaitu sebesar
0.0015 g.cm-2 h-1
Bobot 100 biji per sampel ( g )
Data pengamatan bobot 100 biji persampel dan analisis statistik dengan
sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 38 dan 39. Dari hasil sidik ragam
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan varietas, pupuk hayati dan interaksi
antara varietas dan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap parameter bobot100
biji per sampel.
Bobot 100 biji per sampel pada perlakuan varietas dan pupuk hayati serta
interaksi antara varietas dengan pupuk hayati dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Bobot 100 biji per sampel (g) pada perlakuan varietas dan pupuk hayati serta interaksi antara varietas dengan pupuk hayati
Pupuk Hayati Varietas
Pada Tabel 7 dapat dilihat pada pengamatan bobot 100 biji per sampel,
varietas NK22 lebih responsif dengan pemberian pupuk hayati dengan bobot 100
biji per sampel tertinggi yaitu 24.61 g yang berbeda nyata dengan varietas Bisi 2
( 22.21 g) dan varietas Pioneer 12 (21.38 g).
Tabel 7 menunjukkan peningkatan dosis pupuk hayati hingga 15 ml/ltr air
dapat menambah bobot 100 biji persampel hingga 23.83g, dimana bobot terberat
diperoleh pada pemberian pupuk hayati P3 (15 ml/ltr air) yang berbeda nyata
dengan P0 dan P2, berbeda tidak nyata pada P1 dan P4.
Tabel 7 menunjukkan pada varietas Pioneer 12 diperoleh bobot 100 biji
per sampel tertinggi pada pemberian dosis pupuk hayati P3 (15 ml/ltr air) yaitu
24,41 g dan berbeda nyata pada P0, P1 P2 dan P4. Pada varietas Bisi 2 diperoleh
bobot 100 biji per sampel tertinggi pada pemberian dosis pupuk hayati
P3 (15 ml/ltr air) yaitu 25.01 g dan berbeda nyata pada P0, P1, P2 dan P4,
sedangkan pada varietas NK22 diperoleh bobot 100 biji per sampel tertinggi pada
pemberian dosis pupuk hayati P4 (20 ml/ltr air) yaitu 27.33 g yang berbeda tidak
Hubungan antara bobot 100 biji per sampel dengan varietas dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan yang menggambarkan antara bobot 100 biji per sampel dengan varietas
Gambar 1 menunjukkan bahwa bobot 100 biji per sampel tertinggi
terdapat pada varietas NK 22 yaitu 24.61 g
Hubungan antara varietas dengan dosis pupuk hayati pada parameter bobot
100 biji per sampel dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan antara varietas dengan pupuk hayati pada parameter bobot 100 biji per sampel.
Gambar 2 menunjukkan hubungan bobot 100 biji persampel dengan
pupuk hayati pada varietas Pioneer – 12, Bisi – 2 dan NK99 menunjukkan
Dosis pupuk hayati ( ml/ltr air) P12
hubungan yang bersifat kuadratik. Terlihat bahwa bobot 100 biji per sampel
tertinggi terdapat pada varietas NK22 yaitu 24.61 g pada perlakuan P4 (20 ml/ltr
air) yaitu 27.33 g.
Produksi Per Tanaman ( g )
Data pengamatan produksi per tanaman dan analisis statistik dengan sidik
ragam dapat dilihat pada Lampiran 40 dan 41. Dari hasil sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan varietas, pupuk hayati dan interaksi antara
varietas dan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap parameter produksi per
tanaman.
Produksi per tanaman pada perlakuan varietas dan pupuk hayati serta
interaksi antara varietas dengan pupuk hayati dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Produksi per tanaman pada perlakuan varietas dan pupuk hayati serta interaksi antara varietas dengan pupuk hayati
Pupuk Hayati Varietas
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh notasi yang tidak sama, berbeda nyata pada uji BNJ pada taraf 5 %
Pada Tabel 8 dapat dilihat pada pengamatan produksi pertanaman, varietas
NK22 lebih responsif dengan pemberian pupuk hayati dengan produksi
pertanaman tertinggi yaitu 185.81 g yang berbeda nyata dengan varietas Bisi 2 (
171.25 g) dan Pioneer 12 (164.07 g).
Tabel 8 menunjukkan peningkatan dosis pupuk hayati hingga 10 ml/ltr air
diperoleh pada pemberian pupuk hayati P2 (10 ml/ltr air) yang berbeda nyata
dengan P0, P1, P3 dan P4.
Tabel 8 menunjukkan pada varietas Pioneer 12 diperoleh produksi per
tanaman tertinggi pada pemberian dosis pupuk hayati P2 (10 ml/ltr air) yaitu
108.66 g dan berbeda nyata pada P0, P1 P3 dan P4. Pada varietas Bisi 2 diperoleh
produksi per tanaman tertinggi pada pemberian dosis pupuk hayati P2 (10 ml/ltr
air) yaitu 196.74 g yang berbeda tidak nyata dengan P3 dan berbeda nyata pada
P0, P1 dan P4, sedangkan pada varietas NK22 diperoleh produksi per tanaman
tertinggi pada pemberian dosis pupuk hayati P0 (0 ml/ltr air) yaitu 192.81 g yang
berbeda tidak nyata dengan P3 dan berbeda nyata pada P1, P2 dan P4.
Hubungan yang menggambarkan antara produksi per tanaman dengan
varietas dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Hubungan yang menggambarkan antara produksi per tanaman dengan varietas.
Gambar 3 menunjukkan bahwa produksi per tanaman tertinggi terdapat
Hubungan antara varietas dengan pupuk hayati pada parameter produksi
per tanaman dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Hubungan antara varietas dengan pupuk hayati pada parameter produksi per tanaman.
Gambar 4 menunjukkan hubungan produksi per tanaman dengan pupuk
hayati pada varietas Pioneer-12 menunjukkan hubungan linear, yang berarti dosis
pupuk hayati masih meningkatkan produksi pertanaman, sedangkan pada varietas
Bisi 2 membentuk hubungan kuadratik, dengan produksi pertanaman maksimum
196.74 g pada pemberian pupuk hayati P2 (10 ml/ltr air).
Produksi Per Plot ( kg )
Data pengamatan produksi per plot dan analisis statistik dengan sidik
ragam dapat dilihat pada Lampiran 40 dan 41. Dari hasil sidik ragam tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan pupuk hayati berpengaruh nyata
terhadap parameter produksi per plot. Interaksi antara varietas dan pupuk hayati
berpengaruh tidak nyata terhadap parameter produksi per plot..
Produksi per plot pada perlakuan varietas dan pupuk hayati serta interaksi
antara varietas dengan pupuk hayati dapat dilihat pada Tabel 9
Tabel 9. Produksi per plot (kg) pada perlakuan varietas dan pupuk hayati serta interaksi antara varietas dengan pupuk hayati
Pupuk Hayati Varietas
(ml/ltr air) Pioneer 12 Bisi 2 NK22 Rataan
P0 : 0 5.24 4.67 5.87 5.26 d
P1 : 5 5.91 5.46 6.29 5.89 cd
P2 : 10 6.45 5.92 6.24 6.20 b
P3 : 15 6.90 6.35 6.60 6.62 a
P4 : 20 5.54 5.78 6.46 5.92 c
Rataan 6.01c 5.64b 6.29a 5.98
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh notasi yang tidak sama,berbeda nyata pada uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %
Pada Tabel 9 dapat dilihat pada pengamatan produksi per plot, varietas
NK22 lebih responsif dengan pemberian pupuk hayati dengan produksi per plot
sebesar 6.29 kg yang berbeda nyata dengan varietas Bisi 2 (5.64 kg) dan varietas
Pioneer 12 (6.01 kg).
Tabel 7 menunjukkan peningkatan dosis pupuk hayati hingga 15 ml/ltr air
dapat menambah produksi per plot hingga 6.62 kg, dimana bobot terberat
diperoleh pada pemberian pupuk hayati P3 (15 ml/ltr air) yang berbeda nyata
Hubungan yang menggambarkan antara produksi per plot dengan varietas
dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Hubungan yang menggambarkan antara produksi per plot dengan
varietas
Hubungan pupuk hayati dengan parameter produksi per plot dapat dilihat
pada gambar 6.
Gambar 6 menunjukkan hubungan parameter produksi per plot dengan
dosis pemberan pupuk hayati menunjukkan hubungan kuadratik, dengan produksi
per plot maksimum pada pemberian pupuk hayati P3 (15 ml/ltr air) sebesar
6.62 kg.
Pembahasan
Respon pertumbuhan dan produksi tanaman jagung terhadap varietas
Dari analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan varietas lebih respon
pada pengamatan diameter batang 3 minggu setelah tanam (MST), berat kering 3
MST, laju tumbuh relatif 3-6 MST. Hal ini diduga karena aplikasi pupuk yang
dilakukan 3 hari sebelum ditanam, 2 MST dan 3 MST memberikan respon yang
berbeda terhadap pertumbuhan pada varietas yang diuji.. Varietas Pioneer-12
lebih responsif untuk pengamatan diameter batang (3 MST) dan berat kering
tanaman (3MST) sedangkan NK22 responsif pada pengamatan laju tumbuh relatif
(3 MST). Hal ini juga diduga karena adanya perbedaan penampilan karakter setiap
varietas sangat ditentukan oleh faktor genetik dari varietas tersebut. Dalam hal ini
faktor genetik menyebabkan perbedaan yang beragam seperti penampilan fenotip
tanaman dengan menampilkan ciri dan sifat khusus yang berbeda satu sama lain.
Pengaruh tersebut menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan daripada
faktor lingkungan. Menurut Hartmann, dkk (2001) bahwa suatu sifat karakter
individu adalah merupakan kerjasama antara faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik tanaman dan adaptasi terhadap lingkungan tidak sama sehingga
menghasilkan pertumbuhan yang berbeda. Setiap terjadinya perubahan kondisi
lingkungan di sekitar tanaman akan menyebabkan reaksi atau respon genetik yang
derajat perubahan fisik lingkungan, terutama pada periode-periode pertumbuhan
kritis tanaman. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), keragaman penampilan
tanaman akibat perbedaan genetik selalu mungkin terjadi, sekalipun berasal dari
tanaman yang sama.
Ketiga varietas jagung menunjukan respon yang nyata pada bobot 100 biji
persampel dan produksi pertanaman, Varietas NK22 lebih responsif dengan berat
tertinggi dibandingkan varietas Pioneer 12 dengan berat terendah pada
pengamatan bobot 100 biji persampel. Pada parameter produksi perplot, varietas
NK22 lebih respon mempunyai berat tertinggi dan terendah pada varietas Bisi 2.
Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan gen yang mengatur
karakter-karakter tersebut. Gen-gen yang beragam diantara masing-masing
varietas diekspresikan dalam karakter-karakter yang beragam pula. Hal ini sesuai
dengan pernyatan Yatim (1991) yang menyatakan bahwa setiap gen itu memiliki
pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan mengatur berbagai jenis
karakter dalam tubuh.
Varietas Pioneer 12 memiliki diameter batang, luas daun dan laju
assimilasi bersih tertinggi, varietas Bisi 2 memiliki jumlah klorofil tertinggi
sedangkan pada varietas NK22 memiliki berat kering, laju tumbuh relatif, bobot
100 biji persampel, produksi pertanaman dan produksi plot tertinggi. Ketiga
varietas memiliki masing-masing perbedaan. Perbedaan ini terjadi walaupun
tanaman ditanam pada lingkungan yang relatif sama, dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa perbedaan yang terjadi disebabkan oleh faktor genetik
tanaman yang berbeda satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitompul
susunan genetik yang berbeda di tanam pada kondisi lingkungan yang sama, maka
keragaman tanaman yang muncul dapat di hubungakan dengan perbedaan susunan
genetik dengan catatan bahwa factor lain yang dapat berpengaruh konstan.
Respons pertumbuhan dan produksi tanaman jagung terhadap pupuk hayati cair
Dari analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan pupuk hayati cair
berpengaruh nyata terhadap parameter diameter batang 3 MST, luas daun 6 MST,
laju tumbuh relatif 3-6 MST bobot 100 biji persampel, produksi pertanaman dan
produksi per plot.
Perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata pada pengamatan diameter
batang 3 MST, laju tumbuh relatif 3-6 MST dan luas daun 6 MST. Hal ini di duga
karena interval aplikasi pupuk hayati yang sangat berdekatan memberikan
pengaruh yang nyata pada pengamatan tersebut, yaitu 2 MST, 3 MST dan 5 MST.
Hal ini juga diduga karena pupuk hayati yang diaplikasikan ke tanah mampu
menyediakan unsur hara bagi tanaman dan mampu menstimulir akar tanaman agar
lebih optimal dalam menyerap unsur hara yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Hasibuan (2008), beberapa manfaat
penggunaan pupuk hayati antara lain: menyediakan sumber hara, menstimulir
sistem perakaran agar berkembang sempurna sehingga memperpanjang usia akar,
penawar racun logam berat dan bio-aktivator. Dan lengkapnya fungsi pupuk
hayati tersebut dikenal sebagai bio-regulator of soil.
Produksi tanaman, bobot 100 biji dan produksi tanaman perplot
menunjukkan pengaruh yang nyata, hal ini diduga bahwa pemberian pupuk hayati
berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam
meningkatkan produktivitas tanaman. Menurut (http//www.wikipedia.com, 2010)
bahwa pupuk hayati berfungsi untuk meningkatkan hasil produksi, meningkatkan
kualitas hasil, meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk buatan, mengurangi dosis
pemakaian pupuk buatan, memperbaiki struktur fisik-kimia-biologi
tanah,menekan serangan hama dan penyakit, menjadikan keseimbangan flora
fauna dalam tanah tercipta dengan baik yang pada akhirnya membawa kebaikan
untuk segala sisi budidaya pertanian.
Interaksi varietas dan pupuk hayati cair terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung
Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa interaksi perlakuan varietas
dan pupuk hayati belum berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Hal ini
diduga pemberian pupuk hayati pada ketiga varietas jagung lebih memberikan
pengaruh yang nyata terutama pada produksi tanaman jagung sehingga respon
ketiga varietas berbeda terhadap pemberian pupuk hayati. Varietas NK22 lebih
responsif dengan pemberian pupuk hayati dibandingkan dengan dengan Pioneer
12 dan Bisi 2. Menurut Hartmann, dkk (2001) bahwa suatu sifat karakter individu
adalah merupakan kerjasama antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
tanaman dan adaptasi terhadap lingkungan tidak sama sehingga menghasilkan
pertumbuhan yang berbeda. Setiap terjadinya perubahan kondisi lingkungan di
sekitar tanaman akan menyebabkan reaksi atau respon genetik yang berbeda untuk
setiap varietas tanaman. Akan tetapi keadaan ini tergantung pada derajat
perubahan fisik lingkungan, terutama pada periode-periode pertumbuhan kritis
tanaman.