• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Dari Tumbuhan Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis DAN Pseudomonas aeruginosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Dari Tumbuhan Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis DAN Pseudomonas aeruginosa"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

EKSTRAK DAUN DARI TUMBUHAN PACAR AIR (Impatiens

balsamina L.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermidis DAN Pseudomonas aeruginosa

SKRIPSI

OLEH: PUSPA UTARI NIM 091524066

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN DARI TUMBUHAN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.) TERHADAP

BAKTERI Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis DAN Pseudomonas aeruginosa

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: PUSPA UTARI NIM 091524066

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN DARI TUMBUHAN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.) TERHADAP

BAKTERI Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis DAN Pseudomonas aeruginosa

OLEH: PUSPA UTARI NIM 091524066

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : Juni 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. Dra. Masfria, M.Si., Apt.

NIP 195109081985031002 NIP 195707231986012001

Pembimbing II, Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt.

NIP 195109081985031002

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt.

NIP 195008221974121002 Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT Yang Maha

Agung yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul

“Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Eksrak Daun Dari Tumbuhan

Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus,

Staphylococcus Epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa” sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terma kasih yang tulus kepada

kedua orangtua tercinta Tasrif Saka dan Rahayu, untuk kakak dan adikku tersayang

Wewet Witarsa, Nuriman Jaya Tarsa, Indera Permana Tarsa, Nugraha Adya Putra

Tarsa, Yuda priyatna Tarsa dan Aditya Tarsa atas dukungan doa, semanagat dan

pengorbanan baik moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melindungi.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Suryadi Achmad,M.Sc., Apt. dan Bapak Drs. Awalludin

Saragih,M.Si., Apt. yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ikhlas,

sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama

(5)

2. Ibu Dra. Saleha Salbi,M.Si,. Apt. selaku pembimbing akademik yang telah

membimbing dan member semangat kepada penulis selama menjalani pendidikan.

3. Ibu Dra. Masfria,M.Si,. Apt., Ibu Dra. Suwarti Aris,M.Si,. Apt., dan Ibu Aswita

Hafni Lubis,M.Si,. Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Kepala Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi dan Laboratorium

Kesehatan Medan yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam

menyelesaikan penelitian.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah membina dan

mendidik penulis selama menjalani pendidikan.

6. Teman-teman mahasiswa/i Farmasi khususnya Ekstensi angkatan 2008 dan 2009

yang telah membantu dan memberikan semangat seingga penelitian dan penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Fadliyata yang telah memberikan semua doa, kasih saying dan semangat yang

luar biasa dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena

itu penulis bersedia menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, Juni 2011

Penulis

(6)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN DARI TUMBUHAN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.) TERHADAP

BAKTERI Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis DAN Pseudomonas aeruginosa

Abstrak

Daun tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina L.) merupakan salah satu

bagian tumbuhan yang perlu dikembangkan manfaatnya, secara tradisional digunakan

sebagai obat pencuci luka, nyeri haid, keputihan dan infeksi pada kulit. Selama ini

masyarakat hanya mengenal tumbuhan ini sebagai tumbuhan hias, dan ternyata

selain itu tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Oleh karena itu

perlu dilakukan penelitian terhadap daun pacar air.

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan karakterisasi, skrining fitokimia

dan uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus

aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa yang dilakukan

secara invitro dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram.

Hasil skrining fitokimia dari simplisia dan ekstrak daun pacar air

menunjukkan adanya senyawa flavonoida, steroida dan saponin. Ekstrak daun pacar

air mempunyai aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri dari ekstrak daun pacar air

menunjukkan konsentrasi hambat minimum (KHM) pada bakteri Staphylococcus

aureus sebesar 12 mg/ml, pada bakteri Staphylococcus epidermidis sebesar 24 mg/ml

dan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa sebesar 24 mg/ml. Sedangkan batas

daerah hambat yang efektif dengan diameter 14,5 mm pada konsentrasi 60 mg/ml

untuk bakteri Staphylococcus aureus, diameter 14,2 mm pada konsentrasi 60 mg/ml

untuk bakteri Staphylococcus epidermidis dan diameter 14,4 mm pada konsentrasi

60 mg/ml untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa.

Kata kunci : Skrining, Ekstrak Daun Pacar Air, Antibakteri, Staphylococcus

(7)

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT HENNA WATER LEAVES (Impatiens balsamina L.) WITH RESPECT TO Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis AND

Pseudomonas aeruginosa

Abstract

The leaf of henna water (Impatiens balsamina L.) is one of the plants that

need to be developed benefits, traditionally used as a drug wash wounds, menstrual

pain, vaginal discharge and infection of the skin. As long as this society are only

familiar with this plant as an ornamental plant, and in fact other than that this plant

can be used as a medicinal plant. Therefore it needs to do research on henna water

leaf.

In this research was conducted at the characteristic, phytochemical screening

and examination antibacterial activity of extract the henna leaves water against

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis and Pseudomonas aeruginosa

that was conducted as invitro agar diffusion method by using the disc paper.

The result of phytochemical screening of crude drugs and extracts of henna

leaves indicate water flavonoida compounds, steroid and saponin. Henna leaf water

extract has antibacterial activity. Antibacterial activity of water extract of henna

leaves showed a minimum inhibitory concentration (MIC) of the Staphylococcus

aureus bacterium at 12 mg/ml, the Staphylococcus epidermidis bacterium at 24

mg/ml and the Pseudomonas aeruginosa bacterium at 24 mg/ml. While the limit of

effective inhibition area with a diameter of 14,5 mm at a concentration of 60 mg/ml

for Staphylococcus aureus, 14,2 mm diameter at a concentration of 60 mg/ml for

Staphylococcus epidermidis and a diameter of 14,4 mm at a concentration of 60

mg/ml to Pseudomonas aeruginosa.

Keyword : Screening, Extract Henna Water Leaf, Antibacterial, Staphylococcus

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Uraian Tumbuhan ... 4

2.1.1 Morfologi Tumbuhan ... 4

2.1.2 Sistematika Tumbuhan ... 4

2.1.3 Nama Daerah ... 5

2.1.4 Kandungan Kimia ... 5

2.1.5 Khasiat Tumbuhan ... 5

(9)

2.2.1 Flavonoida ... 5

2.2.2 Saponin ... 6

2.2.3 Steroida ... 7

2.2.4 Glikosida ... 7

2.3 Ekstrak ... 8

2.3.1 Pengertian... 8

2.3.2 Metode Ekstraksi ... 9

2.4 Uraian Bakteri ... 10

2.4.1 Pertumbuhan Bakteri ... 11

2.4.2 Media Pertumbuhan Bakteri ... 12

2.4.3 Fase Pertumbuhan Bakteri ... 14

2.4.4 Bakteri Staphylococcus aureus ... 15

2.4.5 Bakteri Staphylococcus epidermidis... 16

2.4.6 Bakteri Pseudomonas aeruginosa ... 17

2.6.7 Pengukuran Aktivitas Antibakteri ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Metode Penelitian ... 19

3.3 Alat dan Bahan ... 19

3.3.1 Alat ... 19

3.3.2 Bahan ... 20

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 20

3.4.1 Larutan Pereaksi Mayer ... 20

(10)

3.4.3 Larutan Pereaksi Bouchardat ... 20

3.4.4 Larutan Pereaksi Lieberman-Bourchard ... 21

3.4.5 Larutan Pereaksi Molish ... 21

3.4.6 Larutan Pereaksi Timbal (III) Asetat 0,4 M ... 21

3.4.7 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1 % ... 21

3.4.8 Larutan Pereaksi Asam Sulfat 2 N ... 21

3.4.9 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N ... 21

3.4.10 Larutan Pereaksi Kloralhidrat ... 21

3.5 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 22

3.5.1 Identifikasi Tumbuhan ... 22

3.5.2 Pengumpulan Tumbuhan ... 22

3.5.3 Pembuatan Simplisia ... 22

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 23

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 23

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 23

3.6.3 Penetapan Kadar Air ... 23

3.6.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air .... 24

3.6.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol.. 24

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 25

3.6.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Asam ... 25

3.7 Skrining Fitokimia ... 25

3.7.1 Pemeriksaan Glikosida ... 25

3.7.2 Pemeriksaan Alkaloida ... 26

(11)

3.7.4 Pemeriksaan Flavonoida ... 27

3.7.5 Pemeriksaan Tanin ... 27

3.7.6 Pemeriksaan Saponin ... 27

3.8 Pembuatan Ekstrak ... 27

3.9 Sterilisasi Alat ... 28

3.10 Pembuatan Media ... 28

3.10.1 Nutrient Agar (NA)... 28

3.10.2 Mueller Hinton Agar (MHA) ... 29

3.10.3 Larutan NaCL 0,9 % ... 29

3.10.4 Pembuatan Suspensi Standard Mc. Farland .... 30

3.10.5 Pembuatan Media Miring ... 30

3.11 Pembuatan Stok Kultur Bakteri ... 30

3.12 Pembuatan Inokulum Bakteri ... 30

3.13 Pembuatan Pengenceran Ekstrak ... 31

3.14 Uji Aktivitas Antibakteri ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 33

4.2. Hasil skrining fitokimia dari daun pacar air ... 35

4.3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Identifikasi Tumbuhan ... 42

2. Gambar Tumbuhan Pacar Air dan Daun Pacar Air ... 43

3. Gambar Simplisia Daun Pacar Air dan Serbuk Simplisia ... 44

4. Gambar Mikroskopik Penampang Melintang Daun Segar Pacar Air ... 45

5. Gambar Mikroskopik Serbuk Simplisia ... 46

6. Kerangka Percobaan ... 47

7. Hasil uji aktivitas antibakteri ... 51

8. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ekstrak daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus aureus …... 52

9. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ekstrak daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis ... 54

10. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ekstrak daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus pseudomonas... 55

(14)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN DARI TUMBUHAN PACAR AIR (Impatiens balsamina L.) TERHADAP

BAKTERI Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis DAN Pseudomonas aeruginosa

Abstrak

Daun tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina L.) merupakan salah satu

bagian tumbuhan yang perlu dikembangkan manfaatnya, secara tradisional digunakan

sebagai obat pencuci luka, nyeri haid, keputihan dan infeksi pada kulit. Selama ini

masyarakat hanya mengenal tumbuhan ini sebagai tumbuhan hias, dan ternyata

selain itu tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Oleh karena itu

perlu dilakukan penelitian terhadap daun pacar air.

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan karakterisasi, skrining fitokimia

dan uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus

aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa yang dilakukan

secara invitro dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram.

Hasil skrining fitokimia dari simplisia dan ekstrak daun pacar air

menunjukkan adanya senyawa flavonoida, steroida dan saponin. Ekstrak daun pacar

air mempunyai aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri dari ekstrak daun pacar air

menunjukkan konsentrasi hambat minimum (KHM) pada bakteri Staphylococcus

aureus sebesar 12 mg/ml, pada bakteri Staphylococcus epidermidis sebesar 24 mg/ml

dan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa sebesar 24 mg/ml. Sedangkan batas

daerah hambat yang efektif dengan diameter 14,5 mm pada konsentrasi 60 mg/ml

untuk bakteri Staphylococcus aureus, diameter 14,2 mm pada konsentrasi 60 mg/ml

untuk bakteri Staphylococcus epidermidis dan diameter 14,4 mm pada konsentrasi

60 mg/ml untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa.

Kata kunci : Skrining, Ekstrak Daun Pacar Air, Antibakteri, Staphylococcus

(15)

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF EXTRACT HENNA WATER LEAVES (Impatiens balsamina L.) WITH RESPECT TO Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis AND

Pseudomonas aeruginosa

Abstract

The leaf of henna water (Impatiens balsamina L.) is one of the plants that

need to be developed benefits, traditionally used as a drug wash wounds, menstrual

pain, vaginal discharge and infection of the skin. As long as this society are only

familiar with this plant as an ornamental plant, and in fact other than that this plant

can be used as a medicinal plant. Therefore it needs to do research on henna water

leaf.

In this research was conducted at the characteristic, phytochemical screening

and examination antibacterial activity of extract the henna leaves water against

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis and Pseudomonas aeruginosa

that was conducted as invitro agar diffusion method by using the disc paper.

The result of phytochemical screening of crude drugs and extracts of henna

leaves indicate water flavonoida compounds, steroid and saponin. Henna leaf water

extract has antibacterial activity. Antibacterial activity of water extract of henna

leaves showed a minimum inhibitory concentration (MIC) of the Staphylococcus

aureus bacterium at 12 mg/ml, the Staphylococcus epidermidis bacterium at 24

mg/ml and the Pseudomonas aeruginosa bacterium at 24 mg/ml. While the limit of

effective inhibition area with a diameter of 14,5 mm at a concentration of 60 mg/ml

for Staphylococcus aureus, 14,2 mm diameter at a concentration of 60 mg/ml for

Staphylococcus epidermidis and a diameter of 14,4 mm at a concentration of 60

mg/ml to Pseudomonas aeruginosa.

Keyword : Screening, Extract Henna Water Leaf, Antibacterial, Staphylococcus

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Obat tradisional merupakan warisan nenek moyang yang telah dikembangkan

sejak dahulu kala. Sumber obat tradisional terutama berasal dari bahan alam baik

tumbuhan ataupun bahan-bahan mineral. Saat ini Indonesia merupakan salah satu

negara penghasil tanaman obat yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak

digunakan sebagai bahan obat adalah tumbuhan, yang telah digunakan dalam kurun

waktu cukup lama (Djauhariyah, 2004). Masyarakat Indonesia memanfaatkan

tumbuhan obat secara tradisional karena efek samping lebih kecil dari obat yang

dibuat secara sintesis. Mahalnya obat sintesis membuat masyarakat beralih ke

tumbuhan obat. Hal ini menandai adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk

kembali ke alam dalam rangka mencapai kesehatan optimal dan untuk mengatasi

berbagai penyakit secara alami (Mursito, 2001).

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.131/Menkes/SK/II/2004 tentang

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang menyatakan bahwa pengembangan dan

peningkatan obat tradisional harus terus dilakukan agar diperoleh obat yang bermutu

tinggi, aman, memiliki khasiat yang nyata yang teruji secara ilmiah dimanfaatkan

secara luas baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam

pelayanan kesehatan formal (Depkes RI, 2006).

Salah satu tumbuhan obat adalah pacar air (Impatiens balsamina L.) dari suku

Balsaminaceae. Tumbuhan pacar air mempunyai bunga dengan beberapa warna yaitu

merah, putih, kuning, jingga dan ungu. Kandungan kimia dari bunga diantaranya

(17)

akarnya mengandung sianidin dan monoglikosida (Dalimartha, 2003), serta bagian

daunnya mengandung flavonoida, saponin, steroida dan glikosida (Adfa, 2007).

Tumbuhan ini memiliki banyak manfaat dari bagiannya yang dapat digunakan

sebagai obat diantaranya biji, daun, bunga dan akarnya. Biji digunakan untuk

mengatasi terlambat haid, sulit melahirkan, rasa tersumbat ditenggorokan, bengkak

akibat terbentur dan tumor perut. Bunga digunakan untuk mengatasi terlambat haid,

dan bengkak karena gumpalan bekuan darah. Daun digunakan untuk mengatasi

radang kulit bernanah, bisul dan radang pinggir kuku (cantengan). Akar digunakan

untuk mengatasi rematik, leher kaku dan sakit pinggang (Dalimartha, 2003).

Masyarakat Bengkulu telah memanfaatkan daun pacar air segar sebagai obat

luka tersayat, bengkak-bengkak, koreng, obat panas dalam dan susah buang air kecil

bagi anak-anak (Adfa, 2007). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kota Medan

menggunakan tumbuhan ini dengan melumatkan daun pacar air segar, lalu

ditempelkan pada bagian tubuh yang luka atau dengan cara merebus daun pacar air

segar secukupnya lalu digunakan air rebusan untuk mencuci luka.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan karakterisasi,

skrining fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak daun pacar air serta menguji

aktivitas antibakteri dari ekstrak daun pacar air terhadap bakteri penyebab penyakit

kulit. Adapun mikroba yang digunakan adalah Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa. Staphylococcus aureus

dan Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif sedangkan

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif. Ketiga bakteri ini dapat

(18)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah penelitian yaitu:

a. Apakah karakteristik simplisia daun pacar air dapat diidentifikasi

b. Apakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada simplisia dan ekstrak

daun pacar air.

c. Apakah ekstrak daun pacar air mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas

aeruginosa.

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis penelitian adalah:

a. Simplisia daun pacar air dapat diidentifikasi dengan karakteristik tertentu.

b. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada simplisia dan ekstrak memiliki

kandungan yang sama yaitu flavonoida, saponin, steroida dan glikosida.

c. Ekstrak daun pacar air mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa.

1.5 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui karakteristik simplisia daun pacar air.

b. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat pada simplisia dan

ekstrak daun pacar air.

c. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak daun pacar air terhadap

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi, morfologi tumbuhan, sistematik tumbuhan, nama

daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan.

2.1.1 Morfologi tumbuhan

Pacar air merupakan tanaman terna semusim, berakar serabut, berbatang

basah, bulat, licin, tegak, tinggi 30-80 cm, bercabang, warnanya hijau kekuningan.

Biasa ditanam di halaman sebagai tanaman hias atau tumbuhan liar ditempat yang

cukup mendapat air dan sinar matahari. Daun tunggal, bertangkai, bentuk lanset

memanjang, panjang 6-15 cm, lebar 2-3 cm, tepi bergerigi tajam, ujung dan pangkal

meruncing, pertulangan menyirip, warna hijau muda. Bunga tungal, keluar dari ketiak

daun, berkumpul 1-3, warnanya cerah (ada yang merah, orange, ungu, dan putih).

Buahnya buah kendaga, berbentuk telur, elips, berambut, warna hijau, bila masak

akan pecah membuka menjadi 5 bagian yang terpilin. Bijinya bulat, kecil, hitam.

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan pacar air adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Geraniales

Suku : Balsaminaceae

Genus : Impatiens

(20)

2.1.3 Nama Daerah

Nama daerah dari tumbuhan pacar air adalah lahine (Nias), paruinai (Jawa)

atau pacar banyu, kimbong (Jakarta), bunga taho (Sulawesi), inai anyar (Maluku),

pacar foya (Nusa tenggara) (Hariana, 2008).

2.1.4 Kandungan Kimia

Pada bunga diantaranya antosianin dan kamperol, pada biji mengandung

saponin dan fixel oil dan pada akarnya mengandung sianidin dan monoglikosida

(Dalimartha, 2003), serta bagian daunnya mengandung flavonoida, saponin, steroida

dan glikosida (Adfa, 2007).

2.1.5 Khasiat Tumbuhan

Biji digunakan untuk mengatasi terlambat haid, sulit melahirkan, rasa

tersumbat ditenggorokan, bengkak akibat terbentur dan tumor perut. Bunga

digunakan untuk mengatasi terlambat haid, dan bengkak karena gumpalan bekuan

darah. Daun digunakan untuk mengatasi radang kulit bernanah, bisul dan radang

pinggir kuku (cantengan). Akar digunakan untuk mengatasi rematik, leher kaku dan

sakit pinggang (Dalimartha, 2003).

2.2Kandungan Senyawa Kimia

Senyawa kimia yang terkandung pada tumbuhan Impatiens balsamina L.

adalah Flavonoida, Saponin, Steroida dan Glikosida (Adfa, 2001).

2.2.1 Flavonoida

Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas pada

tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun

dalam konfigurasi C6-C3-C6 Yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan

(21)

Gambar 1. Struktur Flavonoida

Umumnya senyawa flavonoida dalam tumbuhan terikat dengan gula disebut

sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang berbeda-beda mungkin saja terdapat

pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu

dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa aglikon yang telah

dihidrolisis dibandingkan dalam bentuk glukosida dengan kerumitan strukturnya.

Flavonoida berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan inflamasi (Harbone,

1987).

2.2.2Saponin

Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi. Keberadaan

saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang

apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Sapponin merupakan senyawa berasa

pahit menusuk, menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap

selaput lender (Gunawan & Mulyani, 1995)

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat seperti sabun dan

dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis, sel

darah. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada

waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya

(22)

2.2.3 Steroida

Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya system cincin

siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi Lieberman

Bourchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroid memberikan warna hijau

biru (Harbone, 1987).

Gambar 2. Sruktur Steroida

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu

skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alcohol,

aldehid atau asam karboksilat. Berupa senyawa warna. Berbentuk Kristal. Sering kali

bertitik leleh tinggi dan aktif optic (Harbone, 1987).

2.2.4 Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan

bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula yang

dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa, dan lain sebagainya. Jika bagian

gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian gulanya selain

(23)

Menurut fransworth (1996), Pembagian glikosida berdasarkan atom yang

menghubungkan bagian gula dan bagian bukan gula adalah sebagai berikut :

1. O-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom O

2. S-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom S

3. N-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom N

4. C-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom C

2.3 Ekstrak

2.3.1 Pengertian

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Depkes RI, 1995).

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara

perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan

pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas

(Depkes RI, 1995).

Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan

senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan

kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut

cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus

mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan

(24)

2.3.2 Metode Ekstraksi

Menurut Depkes RI (2000), beberapa metode ekstraksi:

1. Cara dingin

i. Maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar).

ii. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

2. Cara panas

i. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

ii. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

iii. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50oC.

iv. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

v. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik

(25)

2.4 Uraian bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa yunani) yang berarti

tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok

mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berbiak dengan pembelahan diri,

serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan

mikroskop (Dwijoseputro, 1982).

Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada

umumnya penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 µm dan panjangnya sekitar 1-6

µ m (Tim mikrobiologi FK Unibraw, 2003).

Tubuh bakteri yang terdiri dari satu sel mempunyai bentuk yang

beranekaragam. Ada yang berbentuk peluru atau bola (kokus), berbentuk batang

(basil), berbentuk koma dan spiral (Tjitrosoepomo, 1994).

Berdasarkan perbedaannya didalam menyerap zat warna gram bakteri dibagi

atas dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram

positif menyerap zat warna pertama yaitu Kristal violet yang menyebabkan berwarna

ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan

menyebabkannya berwarna merah (Dwijoseputro, 1982).

Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat

mencapai 50 %) dibandingkan bakteri gram negatif (sekitar 10 %). Sebaliknya

kandungan lipida dinding sel bakteri gram positif rendah sedangkan pada dinding sel

(26)

2.4.1 Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh:

1. Zat makanan (nutrisi)

Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen,

sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi,

tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan

pertumbuhannya.

2. Keasaman dan kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5,

namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat

alkali.

3. Temperatur

Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi

kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur

0-30oC, temperatur optimum adalah 10-20oC.

b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur

5-60oC, temperatur optimum adalah 25-40oC.

c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur

(27)

4. Oksigen

Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya

spesies lain akan mati. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, bakteri dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Aerobik yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk

pertumbuhannya.

b. Anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

c. Anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen

ataupun tanpa oksigen.

d. Mikroaerofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya

sedikit oksigen.

5. Tekanan osmosa

Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis

terhadap isi sel bakteri.

6. Kelembaban

Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada

lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya

(Pelczar, 1986).

2.4.2 Media Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat

hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri. Zat hara diperlukan

untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan

pergerakan. Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara

(28)

dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan

vitamin. Media biakan dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Bedasarkan asalnya, media dibagi atas:

a. Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan

diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat.

b. Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui

secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya:

ekstrak daging, pepton (Lay, 1994).

2. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi:

a. Media selektif

Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu

bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang

tidak diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme

tertentu yang ingin diisolasi.

b. Media diferensial

Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai

jenis dalam suatu lempengan agar.

c. Media diperkaya

Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh

dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat

dalam jumlah sedikit

3. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas :

a. Media padat/ solid

(29)

c. Media semi padat

Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari

ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak

diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu diatas 450C.

Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media 1,5-2 %.

2.4.3 Fase Pertumbuhan Bakteri

Bakteri mengalami pertumbuhan melalui beberapa fase, yaitu:

1) Fase lag

Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh dan

membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk pertumbuhan.

Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk menyeimbangkan

pertumbuhan.

2) Fase log

Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang teratur.

Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas

metabolisme sel.

3) Fase tetap

Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari

media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh

dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap.

4) Fase kematian

Pada fase ini, sel bakteri akan mati lebih cepat daripada terbentuknya sel baru.

(30)

Gambar 3. Grafik pertumbuhan bakteri

Keterangan :

a : Lag phase b : Log phase c : Stationary phase d : Death phase

2.4.4 Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika bakteri (Tjitrosoepomo, 1994) :

Divisio : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococcaceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang bersifat aerob

atau anaerob fakultatif, tes katalase positif dan tahan hidup dalam lingkungan yang

mengandung garam dengan konsentrasi tinggi (halofilik), misalnya NaCl 10%. Hasil

pewarnaan yang berasal dari pembenihan padat akn memperlihatkan susunan bakteri

yang bergerombol seperti buah anggur. Untuk membiakkan bakteri Staphylococcus

aureus diperlukan suhu optimal sekitar 350C dan pH optimal untuk pertumbuhan

(31)

Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat

menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas

dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler seperti enzim dan

toksin (Jawetz, dkk, 2001).

2.4.5 Bakteri Staphylococcus Epidermidis

Sistematika bakteri (Tjitrosoepomo, 1994) :

Divisio : Eukariota

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococcaceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif, aerob atau

anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter

0,8-1,0 µm tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna putih bakteri ini

tumbuh cepat pada suhu 370C. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus,

menonjol, berkilau, tidak meghasilkan pigmen, berwarna putih porselin sehingga

staphylococcus epidemidis disebut staphylococcus albus, koagulasi-negatif dan tidak meragi manitol (Jawetz et al, 2001).

Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput lender, bisul dan luka.

Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak menyebar

luas dalam jaringan (Jawetz et al, 2001).

(32)

2.4.6 Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Sistematika bakteri (Buchanan dan Gibbons, 1974) :

Divisio : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Pseudomonadales

Suku : Pseudomonadaceae

Marga : Pseudomonas

Jenis : Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negative aerob obligat,

berbentuk batang, bergerak, berukuran sekitar 0,5-8 x 1,5-3,0 µm, terlihat sebagai

bakteri tunggal, berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek.

Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna floresensi

kehijauan. Bakteri ini menghasilkan piosianin, suatu pigmen kebiru-biruan yang tak

berfloresensi, yang berdifusi ke dalam agar. Floresensi dapat dihasilkan bila biakan

diinkubasi pada suhu 20-300C dari pada yang dibiakkan pada suhu 35-370C.

Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alm dan biasanya terdapat di

lingkungan yang lembab. Bakteri ini menyebabkan penyakit bila pertahanan tubuh

inang abnormal. Dalam jumlah kecil, bakteri ini sering terdapat dalam flora usus

normal dan pada kulit manusia serta merupakan pathogen utama dari kelompok

Pseudomonas. Bakteri ini menimbulkan infeksi pada luka, meningitis, infeksi saluran

kemih, dan infeksi mata (Jawetz et al, 2001).

2.3.7 Pengukuran Aktivitas Antibakteri

Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi

(33)

a. Metode Dilusi

Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara

bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji

dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat

atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya

dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz et al, 2001).

b. Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram

kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium

padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah

inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan

hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor

fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan

kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian,

standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2011 di Laboratorium

Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium

Kesehatan Medan.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dengan tahapan meliputi

pengumpulan sampel dan pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik simplisia,

skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, dan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak daun

pacar air terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan

Pseudomonas aeruginosa. Penentuan aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air

dilakukan dengan metode difusi agar. Prinsip metode ini adalah menggunakan media

padat dan cakram kertas, kemudian daya hambat (zona jernih) bakteri ditentukan

dengan mengukur diameter daerah hambat pertumbuhan.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat- alat yang digunakan adalah seperangkat alat perkolator, Alat-alat gelas,

blender (National), oven listrik (Fisher scientific), Neraca kasar (Ohaus), Neraca

listrik (Mettler Toledo), rotary evaporator (Haake D), freeze dryer (Modulio),

seperangkat alat destilasi, cawan porselin berdasar rata, desikator, aluminium foil,

cawan porselin, mikroskop (Olympus), tanur (Ney M 525 Series II), krus porselin,

(35)

spatula, lemari pendingin (Toshiba), jarum ose, pinset, kertas cakram, lampu bunsen,

lemari pengering, kertas Perkamen, cawan Petri, jangka sorong.

3.3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah daun pacar air, bahan-bahan kimia pro

analisa, kecuali dinyatakn lain: air suling, asam klorida encer, asam klorida pekat,

besi (III) klorida, alfa naftol, bismuth (III) nitrat, timbal (II) asetat, Merkuri (II)

klorida, asam sulfat pekat, n-heksan, kalium iodida, iodium, isopropanol, metanol,

barium klorida, asam asetat anhidrat, larutan fisiologi NaCl 0,9 %, Serbuk

magnesium, amil alkohol, kloralhidrat, toluen, kloroform, Muller Hinton Agar

(MHA), Nutrient Agar (NA), Suspensi standar Mc.Farland, biakan bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.4.1 Larutan pereaksi Mayer

Campurkan 60 ml larutan Raksa (II) Klorida dan 10 ml larutan Kalium Iodida,

tambahkan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.2 Larutan pereaksi Dragendorff

Campur 20 ml larutan Bismuth (III) Nitrat dalam Asam Nitrat lalu tambahkan

dengan 50 ml larutan Kalium Iodida diamkan sampai memisah sempurna. Ambil

larutan jernih dan encerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.3 Larutan pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g Kalium Iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

ditambah 2 g Iodium sambil diaduk sampai larut, lalu cukupkan dengan air suling

(36)

3.4.4 Larutan pereaksi Lieberman-Bourchard

Campurkan 5 bagian volume Asam Sulfat dengan 50 bagian volume etanol.

Tambahkan hati-hati 5 bagian volume Asetat Anhidrat ke dalam campuran tersebut,

dinginkan (Depkes RI, 1995).

3.4.5 Larutan pereaksi Molish

Ditimbang sebanyak 3 g Alfa Naftol dilarutkan dalam Asam Nitrat 0,5 N

secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Larutan pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Ditimbang sebanyak 15,17 g Timbal (II) Asetat dilarutkan dalam air hingga

100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.7 Larutan peraksi Besi (III) Klorida 1 %

Ditimbang sebanyak 1 g Besi (III) Klorida dilarutkan dalam air suling hingga

diperoleh larutan 100 ml kemudian disaring (Depkes RI, 1995).

3.4.8 Larutan pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml Asam Sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga

100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.9 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml Asam Klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga

100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.10 Larutan pereaksi Kloralhidrat

(37)

3.5 Penyiapan Bahan Tumbuhan

3.5.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani

Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada

lampiran 1 halaman 42.

3.5.2 Pengumpulan Tumbuhan

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan

dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan yang digunakan untuk

penelitian adalah daun pacar air yang bunganya berwarna ungu, bagian daun yang

diambil daun yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua yaitu daun keempat dari

atas dan daun kedua dari bawah. Daun pacar air diambil dari lahan kebun di daerah

Pales Raya VII, Medan. Gambar tumbuhan pacar air dan daun pacar air segar dapat

dilihat pada lampiran 2 halaman 43.

3.5.3 Pembuatan Simplisia

Pembuatan daun pacar air dilakukan dengan cara daun pacar air yang masih

segar dibersihkan dari kotoran yang melekat kemudian dicuci dengan air bersih,

ditiriskan dan ditimbang berat basahnya 5,5 kg. Daun pacar air selanjutnya

dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-600C sampai simplisia rapuh

(sekitar satu minggu). Kemudian ditimbang berat kering simplisia yaitu 0,500 kg.

Selanjutnya simplisia diserbuk menggunakan blender dan ditimbang beratnya 0,480

kg. Kemudian disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat. Gambar simplisia

(38)

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia yang meliputi pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,

penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan

penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1989).

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap daun pacar air segar dan

simplisia daun dengan cara mempehatikan bentuk, bau, warna dan rasa. Hasil

pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 43 dan 44.

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan ini dilakukan terhadap irisan melintang dari daun pacar air segar

dan serbuk simplisia. Pemeriksaan mikroskopik untuk irisan melintang tumbuhan

segar dilakukan sebagai berikut: dibuat irisan melintang daun pacar air. Hasil irisan

tipis diletakkan di atas objek gelas lalu ditetesi larutan kloralhidrat, dipanaskan

dengan lampu spiritus, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop

pada berbagai perbesaran. Hasil pemeriksaan dilihat pada lampiran 3 halaman 45.

Pemeriksaan mikroskopik untuk serbuk simplisia dilakukan sebagai berikut:

sejumlah serbuk simplisia diletakkan merata di atas objek gelas yang telah ditetesi

larutan kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop

pada berbagai perbesaran. Hasil pemeriksaan dilihat pada lampiran 3 halaman 46.

3.6.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen).

Kedalam labu alas bulat di masukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, destilasi

(39)

penampung dibaca. Selanjutnya ke dalam labu dimasukkan 5 gram serbuk simplisia

lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan

tetesan diatur yaitu 2 tetesan per detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian

kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi,

bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,

kemudian tabung penampung dibiarkan dingin sampai sama dengan suhu kamar.

Setelah air dan toluena memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05

ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air di dalam

bahan yang diperiksa (WHO, 1992).

3.6.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml campuran air dan kloroform (2,5 ml kloroform dalam air

sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam

pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat

diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata dan telah ditara, sisanya

dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).

3.6.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok

sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian

disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata

(40)

sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes RI, 1989).

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan.

Krus dipijar pada suhu 600oC sampai arang habis. Selanjutnya didinginkan dan

ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan di udara (WHO, 1992).

3.6.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam

25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas.

Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 600oC sampai bobot tetap, kemudian

didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992).

3.7 Skrining fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak daun pacar air meliputi

pemeriksaan senyawa golongan glikosida, alkaloida, steroida/triterpenoida,

flavonoida, tanin dan saponin.

3.7.1 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml

campuran 7 ml bagian etanol 96 % dan 3 bagian volum air suling ditambah dengan

10 ml HCL 2 N. Direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml

(41)

didiamkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3

bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali.

Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan

dalam 2 ml metanol. Kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan

kedalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan

5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat

pekat melalui dinding tabung, jika terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan

menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI, 1989).

3.7.2 Pemeriksaan Alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam

klorida dan 9 ml air suling, dipanaskan air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring.

Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :

a. Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer.

b. Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat.

c. Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendroff.

Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau

tiga dari percobaan diatas (Depkes RI, 1989).

3.7.3 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel di maserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam

asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu merah

menunjukkan adanya triterpenoida atau warna hijau biru menunjukkan adanya

(42)

3.7.4 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g sebuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh

kemudian diambil 5 ml lalu di tambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2

ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi

warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.7.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya

diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu

ditambahkan 1 sampai 2 ttes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau

kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.7.6 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan dalam tabung reaksi dan di tambahkan 10

ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul

busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes

larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin

(Depkes RI, 1989).

3.8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara perkolasi. Prosedur pembuatan

ekstrak : sebanyak 300 gram serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 96 % dan

dibiarkan selama 3 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam perkolator. Lalu dituang

cairan penyari etanol sampai semua simplisia terendam, mulut tabung perkolator

ditutup dengan aluminium foil dan biarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan

(43)

ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis

cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga bila 500 mg perkolat

yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh

dipekatkan dengan alat penguap rotary evaporator pada tekanan rendah dengan suhu

tidak lebih dari 500C setelah itu dipekatkan menggunakan freeze dryer hingga

diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979). Bagan pembuat ekstrak dapat dilihat

pada lampiran 4 halaman 49.

3.9 Sterilisasi Alat

Sterilisasi untuk alat-alat yang digunakan antara lain:

1. Alat–alat yang terbuat dari gelas dibungkus dengan kertas perkamen,

disterilkan menggunakan oven pada suhu 1700C selama 1 jam.

2. Alat-alat jenis lainnya seperti kertas cakram, media disterilkan di autoklaf

pada suhu 1210C selama 15 menit.

3. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara dibakar pada lampu bunsen.

4. Sebelum mulai daerah sekitar pengerjaan disemprot dengan etanol 70% dan

dibiarkan selama 15 menit sebelum digunakan.

5. Meja dibersihkan dari debu dan dilap menggunakan desinfektan (Lay, 1994).

3.10 Pembuatan media

3.10.1 Nutrient Agar

Komposisi : Beef extract 3,0 g

Peptone 5,0 g

Agar 15,0 g

Cara pembuatan: Ditimbang sebanyak 23 g serbuk nutrient agar kemudian

(44)

sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sekali-kali diaduk

sampai bahan larut sempurna dan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang

dilapisi dengan aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC

tekanan 2 atm selama 15 menit.

3.10.2 Muller Hinton Agar (MHA)

Komposisi : Beef infusion from 300 g

Casein hydrolysate 17,5 g

Starch 1,50

Bacto – Agar 17,0 g

pH = 7,4

Cara pembuatan: Ditimbang sebanyak 38 g serbuk MHA kemudian disuspensikan

dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga

1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sekali-kali diaduk sampai bahan larut

sempurna dan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi dengan

aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 2 atm selama

15 menit.

3.10.3 Pembuatan Larutan NaCl 0,9%

Komposisi: Natrium Klorida 0,9 g

Air suling steril ad 100 ml

Cara pembuatan: Ditimbang sebanyak 0,9 g Natrium klorida lalu dilarutkan dalam air

suling steril sedikit demi sedikit dalam labu takar 100 ml sampai larut sempurna.

Ditambahkan air suling steril sampai garis tanda, dimasukkan dalam erlenmeyer steril

yang bertutup lalu disterilkan pada autoklaf suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15

(45)

3.10.4 Pembuatan Suspensi standar Mc.Farland

Suspensi standar yang menunjukkan konsentrasi kekeruhan suspensi bakteri

sama dengan 108 CFU/ml.

Komposisi: Larutan asam sulfat 1% 9,5 ml

Larutan barium klorida 1,175% b/v 0,5 ml

Cara pembuatan:

Kedua larutan dicampurkan dalam tabung reaksi steril, dikocok sampai

homogen dan ditutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri sama dengan

kekeruhan suspensi standar berarti konsentrasi bakteri 108 CFU/ml

3.10.5 Pembuatan Media Agar Miring

10 ml media agar yang telah dimasak dimasukkan kedalam tabung reaksi,

ditutup dan di bungkus lalu disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu

1210C Kemudian tabung yang berisi agar diletakkan pada kemiringan 30-450C.

Diperhatikan bahwa agar tidak menyentuh tutup tabung. Agar dibiarkan menjadi

dingin dan keras (Lay, 1994).

3.11 Pembuatan stok kultur bakteri

Masing- masing sebanyak satu ose dari biakan murni bakteri Staphylococcus

aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 digoreskan dengan metode sinambung pada permukaan

Nutrien Agar miring, ditutup mulut tabung reaksi dengan kapas. Diinkubasi selama

18-24 jam pada suhu 37oC.

3.12 Pembuatan inokulum bakteri

Bakteri hasil inkubasi dengan menggunakan jarum ose steril lalu

(46)

dihomogenkan dengan vorteks hingga diperoleh kekeruhan suspensi bakteri yang

sama dengan kekeruhan standart Mc. Farland, ini berarti konsentrasi suspensi bakteri

adalah 108 CFU/ml. Setelah itu dilakukan pengenceran dengan memipet 0,1 ml

biakan bakteri (108 CFU/ml), dimasukkan kedalam tabung steril yang berisi larutan

NaCl 0,9% sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen, maka diperoleh suspensi bakteri

dengan konsentrasi 106 CFU/ml.

3.13 Pembuatan pengenceran ekstrak

Sebanyak 5 gram ekstrak kental ditimbang seksama dengan neraca analitik,

dilarutkan dalam 5 ml etanol 96% dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml.

Tambahkan etanol 96% hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi ekstrak 500

mg/ml. Selanjutnya larutan tersebut diencerkan kembali dengan etanol 96% hingga

didapat ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml,

90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 28

mg/ml, 26 mg/ml, 24 mg/ml, 22 mg/ml, 20 mg/ml, 18 mg/ml, 16 mg/ml, 14 mg/ml,

12 mg/ml, 10 mg/ml dan 5 mg/ml.

3.14. Uji Aktivitas Antibakteri

Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri konsentrasi 106 CFU/ml dimasukkan ke

dalam cawan petri, kemudian ditambahkan 15 ml media MHA cair (45-500C), lalu

dihomogenkan dan didiamkan hingga media memadat. Selanjutnya di atas permukaan

media diletakkan kertas cakram dengan menggunakan pinset. Sebanyak 0,1 ml

larutan ekstrak konsentrasi 500 mg/ml sampai 5 mg/ml masing-masing diteteskan

pada kertas cakram. Sebagai kontrol diteteskan 0,1 ml larutan etanol 96%. Ditutup

cawan petri dan dibungkus. Didiamkan selama 10-15 menit kemudian diinkubasi

(47)

bakteri pada daerah bening di sekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka

sorong. Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air dapat dilihat pada

lampiran 4 halaman 50.

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air dapat dilihat pada

lampiran 5 halaman 51, dan gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense

Bidang Botani Pusat Penelitian biologi-LIPI, identitas sampel tumbuhan adalah

Impatiens balsamina L., suku Balsaminaceae.

Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap daun segar yaitu berwarna hijau,

bentuk memanjang, berurat jelas dengan tepi yang bergerigi pada bagian tepinya,

panjang 10-18 cm dan lebar 2-4 cm. Berdaun tipis, berbau langu, tidak berasa dan

cepat layu, panjang tangkai daun berkisar 6-15 cm, bulat dan berwarna hijau

kemerahan. Pemeriksaan pada simplisia daun pacar air yaitu daun menggulung,

berwana hijau kecoklatan, tidak berbau dan tidak berasa.

Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun segar menunjukkan adanya

epidermis atas, rambut penutup, palisade, berkas pembuluh, jaringan bunga karang,

kristal kalsium oksalat bentuk sapu, kolenkim, stomata dan epidermis bawah.

Pemeriksaan serbuk simplisia menunjukkan adanya stomata tipe anomositik, rambut

penutup, kalsium oksalat bentuk sapu, dan berkas pembuluh xilem berbentuk spiral.

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun pacar air dapat dilihat

pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia

NO Parameter Hasil Penelitian terdahulu

1 Kadar air 7,32% 7,99%

2 Kadar abu total 2,52 % 1,67%

3 Kadar abu yang tidak larut asam 0,22 % 0,29%

4 Kadar sari yang larut dalam air 24,35 % 17,62%

(49)

Dari hasil yang diperoleh pada pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

daun pacar air dan dibandingkan dengan penelitian terdahulu. Hasilnya tidak terlalu

jauh. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan tempat tumbuh berbeda sehingga

mengakibatkan perbedaan kadar kandungan senyawa aktif yang dipengaruhi oleh

keadaan tanah, cuaca dan tinggi tanah (Depkes RI, 2000). Hasil ini dibandingkan

karena Monografi dari serbuk simplisia dari daun pacar air tidak ditemukan di buku

Materia Medika Indonesia.

Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia memenuhi

persyaratan, karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kapang. hasil

yang diperoleh pada penetapan kadar air 7,32% berarti standarisasi simplisia

memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia yakni tidak lebih 10%. Apabila

kadar air simplisia lebih besar dari 10 % maka simplisia tersebut akan mudah

ditumbuhi kapang pada saat penyimpanan sehingga mutu simplisia akan menurun

(Gunawan dan Mulyani, 1995). Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk

mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar, sedangkan kadar sari larut dalam

etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol baik polar maupun non

polar. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa

anorganik dalam simplisia, misalnya Mg, Ca, Na, Pb, sedangkan penetapan kadar abu

tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam,

(50)

Hasil skrining fitokimia dari serbuk simplisia dan ekstrak daun pacar air dapat

dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia dari daun pacar air

No Parameter

Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia dari simplisia dan ekstrak daun

pacar air menunjukkan hasil yang sama bahwa mengandung senyawa kimia golongan

flavonoida, saponin, steroida dan glikosida.

Menurut Robinson, (1995) seyawa flavonoida, saponin dan triterpenoida

merupakan senyawa kimia yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan antivirus.

Hasil penyarian 300 g serbuk simplisia daun pacar air dengan menggunakan

pelarut etanol, perkolat diuapkan dengan rotary evaporator, kemudian dikeringkan

dengan freeze dryer dan ditimbang. Ekstrak kental diperoleh sebanyak 67,33 g.

Ekstrak ini kemudian digunakan untuk uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa.

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap bakteri

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa

(51)

Tabel 4.3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air terhadap bakteri

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa.

Diameter hambat pertumbuhan mikroba (mm)* Staphylococcus

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar dengan

menentukan diameter zona hambat, diameter zona hambat yang semakin meningkat

pada kenaikan konsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi

(52)

diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa. Kepekaan ketiga jenis bakteri tersebut

terhadap ekstrak daun pacar air berbeda-beda. Konsentrasi 500 mg/ml menunjukkan

diameter yang lebih besar dibanding konsentrasi yang lebih rendah. Semakin tinggi

konsentrasi ekstrak etanol akan menghasilkan diameter daerah hambat yang semakin

besar pula (Dwidjoseputro, 1982).

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa ekstrak daun pacar air dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa. Hasil uji aktivitas dari ekstrak tersebut

diperoleh konsentrasi hambat minimum (KHM) bakteri Pseudomonas aeruginosa dan

Staphylococcus epidermidis sebesar 24 mg/ml sedangkan konsentrasi hambat

minimum (KHM) pada bakteri Staphylococcus aureus sebesar 12 mg/ml. Dengan

demikian ekstrak daun pacar air lebih kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dibandingkan Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif

sedangkan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis

merupakan bakteri gram positif.

Hasil penelitian terlihat bahwa ekstrak daun pacar air memberikan nilai

daerah hambat yang efektif sama besar terhadap bakteri gram positif dan gram

negatif. Walaupun, bakteri gram positif dan gram negatif memiliki komponen dan

struktur dinding sel yang berbeda yaitu dinding sel bakteri gram negatif mengandung

komponen lipid lebih banyak (11% -22 %) dari pada struktur dinding bakteri gram

positif mengandung komponen lipid lebih sedikit (1% - 4%) (Pelczar, 1986). Tetapi,

Gambar

Gambar 1. Struktur Flavonoida
Gambar 2. Sruktur Steroida
Gambar 3. Grafik pertumbuhan bakteri
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Guru Dalam Menggunakan Metode Roll Playing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di MIN Rejoso Peterongan Jombang Tahun Pembelajaran 2014/

Setelah dihasilkan serbuk bit merah dilakukan analisa kimia meliputi kadar air dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH serta analisa fisik (bulk density,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kelayakan media trainer PID Controller secara umum memperoleh nilai 3,33 yang diintrepetasikan dalam kategori Sangat Baik

DINAS PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN WONOSOBO TAHUN ANGGARAN

Berdasarkan jawaban produsen tentang indikator hak-hak konsumen dalam Islam dapat dilihat dan disimpulkan bahwa produsen makanan ringan industri rumah tangga

Based on the results of the research and discussion that has been done on PT XYZ, many advices and suggestions are given that may be useful as an input and evaluation to assist

Kepenarian tokoh Lesmana Mandrakumara dilihami oleh ceritera wayang purwa Mahabharata, Lesmana Mandrakumara yang memiliki karakter Alus Gecul Lanyap mempunyai permasalahan cintanya

51 RAMLI Universitas Negeri Padang IbM Rancang Bangun Reaktor Biogas untuk Kemandirian Energi bagi Masyarakat Kelompok Tani di Kecamatan Pauh Kota