• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk N dan P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk N dan P"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA

VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays

L.)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK N DAN P

SKRIPSI

OLEH :

SEHAT BAHRIN PADANG 080307012

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA

VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays

L.)

TERHADAP PEMBERIAN PUPUK N DAN P

SKRIPSI

OLEH :

SEHAT BAHRIN PADANG 080307012/PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk N dan P

Nama : Sehat Bahrin Padang NIM : 080307012

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :

Mengetahui,

Ketua Departemen Agroekoteknologi

NIP : 19640620 198903 2 001 Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D Ketua Komisi Pembimbing

Ir. Mbue Kata Bangun, MP NIP :19510910 1979 03 1 001

Anggota Komisi Pembimbing

(4)

ABSTRAK

Sehat Bahrin Padang : Respon Pertumbuhan dan Produksi Beberapa

Varietas Tanaman Jagung Terhadap Pemupukan N dan P, dibimbing oleh Ir. Mbue Kata Bangun, MP dan Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si.

Penggunaan Central Composite Roatable Design (CCRD) untuk menentukan tanggap permukaan respons produksi pada jagung belum banyak diteliti, untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di UPT BBI Tanjung Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, pada Mei 2012 - Agustus 2012 menggunakan rancangan acak kelompok tidak lengkap faktorial dengan dua ulangan yaitu varietas (Bisma dan SHS-4) dan Pupuk (N dan P dengan dosis ditentukan dari CCRD). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun diatas tongkol, umur berbunga, umur panen, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji dan produksi pipilan kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, bobot 100 biji dan produksi pipilan kering. Pupuk berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan umur panen. Interaksi pupuk dan varietas berpengaruh nyata pada umur berbunga dan jumlah daun diatas tongkol.

(5)

ABSTRACT

Sehat Bahrin Padang : The Growth and Production Response of Some Maize Varieties Through by N and P, supervised by Ir. Mbue Kata Bangun, MP and Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si.

The use of Central Composite Rotatable Design (CCRD) to determine the response surface produce at maize not yet a lot of checked, for that an research have been conducted in UPT BBI Tanjung Selamat, Regency of Deli Serdang, Province of North Sumatra with the land height ± 25 m above sea level, at May 2012 - August 2012 using incomplete randomized block design with two replications using two varieties (Bisma and SHS-4) and Fertilize (N and P with the dose determined from CCRD). Parameters measured were: plant height, the number of leaf, the number of leaf above cob, flowering age, harvesting age, cob lenght, cob diameter, wight 100 seeds, production of dry seeds.

The results showed that the varieties significantly different in maize height, the number of leafs, flowering age, wight 100 seeds and dry seeds production. Fertilize sigificantly affects flowering age and harvesting age. Interaction factor significantly affects flowering age and the number of leaf above cob.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Barisan pada tanggal 19 September 1989, dari Ayah Tempo padang dan Ibu Norlan Boangmanalu. Penulis merupakan anak ke

sembilan dari sepuluh bersaudara.

Pendidikan dasar penulis dimulai pada tahun 1996 di SDN 030413 Salak,

Pakpak Bharat dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan ke SMP N 1 Salak, Pakpak Bharat dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMK N 1 Pergetteng-getteng Sengkut,

Pakpak Bharat bidang keahlian Budidaya Tanaman dan lulus tahun 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan tahun 2008 melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB), pada Program Studi Agroekoteknologi, minat Pemuliaan Tanaman.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Budidaya Pertanian. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Kecamatan Siantar, Kabupaten

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung

(Zea mays L.) Terhadap Pemberian Pupuk N dan P”, yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda Tempo Padang dan Ibunda Norlan Boangmanalu yang telah

membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan

ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Mbue Kata Bangun, MP dan Ibu

Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian,

sampai pada ujian akhir.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan kemajuan dunia pertanian.

Medan, Januari 2013

(8)

DAFTAR ISI

Pemeliharaan Tanaman ... 20

Penjarangan ... 20

Penyulaman ... 20

(9)

Penyiangan ... 21

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

Panen ... 21

Pengeringan dan Pemipilan ... 21

Pengamatan Parameter Fase vegetatif ... 21

Tinggi Tanaman (cm) ... 21

Jumlah daun (helai) ... 22

Jumlah daun diatas tongkol (helai) ... 22

Pengamatan Parameter Fase Generatif... 22

Umur berbunga (HST) ... 22

Umur Panen ... 22

Panjang Tongkol (cm) ... 22

Diameter Tongkol (cm) ... 22

Produksi Pipilan Kering Per Sampel (g) ... 22

Bobot 100 biji Kering Per Sampel (g) ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman (cm) ... 24

Jumlah Daun (helai) ... 26

Umur Berbunga ... 28

Jumlah daun diatas tongkol (helai) ... 29

Umur Panen ... 30

Panjang Tongkol (cm) ... 32

Diameter Tongkol (cm) ... 32

Produksi Pipilan Kering Per Sampel (g) ... 33

Bobot 100 biji Kering Per Sampel (g) ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Dosis Pupuk N dan P metode CCRD ... 18

2. Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2-8 MST ... 24

3. Rataan jumlah daun (helai) 2-8 MST ... 26

4. Rataan Umur Berbunga ... 28

5. Rataan jumlah daun di atas tongkol (helai) ... 30

6. Rataan Umur Panen (hari) ... 31

7. Rataan Panjang Tongkol (cm) ... 32

8. Rataan Diameter Tongkol (mm) ... 33

9. Rataan Produksi pipilan kering (g) ... 34

(11)
(12)

ABSTRAK

Sehat Bahrin Padang : Respon Pertumbuhan dan Produksi Beberapa

Varietas Tanaman Jagung Terhadap Pemupukan N dan P, dibimbing oleh Ir. Mbue Kata Bangun, MP dan Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si.

Penggunaan Central Composite Roatable Design (CCRD) untuk menentukan tanggap permukaan respons produksi pada jagung belum banyak diteliti, untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di UPT BBI Tanjung Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut, pada Mei 2012 - Agustus 2012 menggunakan rancangan acak kelompok tidak lengkap faktorial dengan dua ulangan yaitu varietas (Bisma dan SHS-4) dan Pupuk (N dan P dengan dosis ditentukan dari CCRD). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun diatas tongkol, umur berbunga, umur panen, panjang tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji dan produksi pipilan kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, bobot 100 biji dan produksi pipilan kering. Pupuk berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan umur panen. Interaksi pupuk dan varietas berpengaruh nyata pada umur berbunga dan jumlah daun diatas tongkol.

(13)

ABSTRACT

Sehat Bahrin Padang : The Growth and Production Response of Some Maize Varieties Through by N and P, supervised by Ir. Mbue Kata Bangun, MP and Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si.

The use of Central Composite Rotatable Design (CCRD) to determine the response surface produce at maize not yet a lot of checked, for that an research have been conducted in UPT BBI Tanjung Selamat, Regency of Deli Serdang, Province of North Sumatra with the land height ± 25 m above sea level, at May 2012 - August 2012 using incomplete randomized block design with two replications using two varieties (Bisma and SHS-4) and Fertilize (N and P with the dose determined from CCRD). Parameters measured were: plant height, the number of leaf, the number of leaf above cob, flowering age, harvesting age, cob lenght, cob diameter, wight 100 seeds, production of dry seeds.

The results showed that the varieties significantly different in maize height, the number of leafs, flowering age, wight 100 seeds and dry seeds production. Fertilize sigificantly affects flowering age and harvesting age. Interaction factor significantly affects flowering age and the number of leaf above cob.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan

Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad

ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia

(BPP Teknologi, 2011).

Produksi jagung Indonesia tahun 2007 sebesar 17.28 juta ton pipilan kering atau naik dari tahun 2006 yaitu sebesar 11.61 juta ton. Luas panen jagung

di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4.2 juta hektar dengan laju pertumbuhan 3,6% per tahun. Walaupun demikian Indonesia masih melakukan impor 1-2 juta

ton per tahun untuk mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri (Republika, 2008).

Tanaman jagung (Zea mays. L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia

ataupun hewan. Di Indonesia jagung merupakan makanan pokok kedua setelah padi. Sedangkan berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung

menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi. Tanaman jagung juga dapat digunakan untuk pakan ternak, serta bahan dasar industri seperti untuk makanan dan minuman, tepung, minyak dan lain-lain. Melihat begitu pentingnya jagung

bagi manusia maka perlu ditingkatkan produksinya (Ermanita, dkk, 2004).

Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan

(15)

produksi jagung diperlukan pemahaman untuk mengelolanya agar bersinergis sehingga diperoleh hasil yang tinggi. Pemupukan memberikan hasil yang optimal

tergantung dari beberapa faktor, diantaranya takaran dan jenis pupuk yang digunakan. Jenis dan takaran pupuk ini banyak digunakan untuk mengkaji tanggap (respon) tanaman terhadap pemupukan(Suwardi dan Roy, 2009). Melalui

program pemupukan berimbang, diharapkan produktivitas tanah dan tanaman dapat dioptimalkan, pendapatan petani meningkat, pemupukan menjadi lebih

efisien. Maka perlu diupayakan memenuhi prinsip enam tepat (tempat,jumlah, jenis, harga, waktu, dan cara pemupukan) agar produktivitas tanah dan tanaman dapat optimal (Setyorini dkk., 2003).

Secara umum benih varietas unggul jagung dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu benih varietas jagung bersari bebas dan hibrida. Varietas sangat perlu

diperhatikan untuk menunjang peningkatan produksi jagung. Varietas hibrida dan inbrida dapat memberikan hasil yang maksimal jika unsur hara yang diperlukan tanaman terpenuhi secara baik. (Ermanita, dkk., 2004).

Dalam pemberian pupuk N tanaman jagung perlu kesesuaian untuk peningkatan efisiensi penggunaan pupuk N, oleh karena itu perlu adanya

pemantauan status N dalam tanah (Suwardi dan Roy, 2009). Sedangkan ketersediaan fosfor dalam tanah tergantung kepada sifat dan ciri tanah itu sendiri, serta bagaimana pengelolaan tanah itu oleh manusia. Pertambahan fosfor ke dalam

(16)

Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang respon pertumbuhan dan produksi beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap pemberian pupuk N dan P.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi beberapa varietas

tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap pemberian pupuk N dan P. Hipotesis Penelitian

Respon dari varietas berbeda terhadap pemupukan N dan P. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan untuk penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut BPP Teknologi (2011), tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta.

Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Graminae

Famili : Graminaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Pada saat biji jagung berkecambah, akar yang tumbuh berasal dari calon akar yang kedudukannya berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel,

kemudian memanjang dan diikuti oleh tumbuhnya akar-akar samping. Akar yang terbentuk pada awal perkecambahan ini bersifat sementara, bahkan di-istilahkan

dengan akar temporer. Akar ini berfungsi untuk mempertahankan tegaknya tanaman. Perbedaannya dengan jenis tanaman rumput-rumputan yang lain

ialah akar utama dari jagung tidak mati dan tetap berkembang

(Zubachtirodin, dkk, 2011).

Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk

(18)

tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith)

(Subekti, dkk, 2008).

Tipe daun digolongkan linier, panjang daun bervariasi berkisar antara 30 sampai 150 cm, lebar daun dapat mencapai 15 cm, sedangkan tangkai

daun/pelepah daun panjangnya berkisar antara 3 - 6 cm. Jumlah daun pada tanaman jagung berkisar antara 12-18 helai, tergantung varietas dan umur

tanaman jagung. Jagung berumur genjah biasanya memiliki jumlah daun lebih sedikit dibandingkan yang berumur lebih lama. (Zubachtirodin, dkk, 2011).

Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana

bunga jantan (staminate) berbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina (pistilate) terletak pada pertengahan batang. Tanaman jagung bersifat bersifat

protandy dimana bunga jantan umumnya tumbuh 1-2 hari sebelum munculnya rambut pada bunga betina (Muhadjir, 1998).

Biji jagung tersusun rapi pada tongkol. Dalam satu tongkol terdapat 200 –

400 biji. Biji tanaman jagung terdiri dari tiga bagian. Bagian paling luar disebut pericarp. Bagian kedua atau lapisan kedua disebut endosperm yang merupakan

cadangan makanan biji. Sementara bagian paling dalam yaitu embrio atau lembaga. Menurut Muhadjir (1998), berdasarkan bentuk biji, kandungan endosperm, serta sifat-sifat jagung dibagi menjadi jagung tipe gigi kuda, tipe

(19)

Syarat Tumbuh

Iklim

Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 27o – 32o C. Pada proses perkecambahan benih , jagung memerlukan suhu sekitar 30o

Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 °C. Tanaman jagung, masa pertumbuhan membutuhkan 45-60 cm air. Ketersediaan air dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk buatan yang cutup untuk meningkatkan

pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi dari rumput liar dan serangan hama (Dinas Kehutanan dan Pertanian, 2009).

C. Panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik

daripada musim hujan karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Distribusi curah hujan yang merata selama pertumbuhan akan memberikan hasil yang baik. Distribusi hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman jagung lebih 200 mm tiap bulan. Untuk memperoleh hasil yang baik, tanaman jagung

menghendaki keadaan air yang cukup, terutama pada fase pembungaan hingga pengisian biji (Sutoro,dkk, 1988).

Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat / merana, dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.

Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan

(20)

Tanah

Jagung di Indonesia kebanyakan ditanam di dataran rendah, baik di tanah

tegalan, sawah tadah hujan dan beririgasi, serta sebagian kecil ditanam di dataran tinggi. Tanaman jagung umumnya ditanam pada tanah yang gembur atau subur

karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik

(Sutoro, dkk., 1998).

Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara

tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 %

dapat ditanami jagung, karena disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya

dilakukan pembentukan teras dahulu. (Deputi Menegristek Tanaman, 2011).

Jagung dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah. Tanah lempung berpasir sesuai digunakan untuk tanaman yang cepat panen dan tanah

lempung berliat sangat sesuai untuk tanaman jagung yang akan dipanen dalam waktu yang lama dan memerlukan proses selanjutnya. Dinas Kehutanan dan

Pertanian (2009) juga mengatakan tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6 -8.

Jenis tanah yang dapat ditanamai jagung antara lain andosol (berasal dari gunung berapi), latosol dan grumosol. Pada tanah berstruktur berat (Grumosol)

(21)

berdebu (latosol) merupakan jenis tanah terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, dan

kaya humus (Hasibuan, 2006). Varietas

Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan oleh

sifat (morfologi, fisiologi, sitilogi, kimia dan lain-lain) yang nyata untuk usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat

dibedakan dari yang lainnya. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan menjadi varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit. Menurut Moentono (1998) varietas hibrida dan inbrida dapat memberikan hasil

yang maksimal jika unsur hara yang diperlukan tanaman terpenuhi secara baik. Pertanian melakukan terobosan teknologi untuk peningkatan produksi

jagung yang mempunyai daya hasil sebanding dengan jagung hibrida yang dikembangkan oleh perusahaan swasta. Jagung dikembangkan selain produksi tinggi juga tahan terhadap penyakit bulai dan karat daun. Varietas jagung unggul

baru tersebut antara lain : semi;-10 dan Bima-I (jagung hibrida), Bisma, Palakka, Sukmaraga dan Lamuru (jagung komposit) dengan potensi hasil antara 7-9 t ha-1

pipilan kering. Ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan jagung yang setiap tahun meningkat terus sejalan dengan berkembangnya agribisnis peternakan dan bahan baku industri. Dalam rangka mendukung program pengembangan

agribisnis jagung untuk mencapai hasil yang maksimal maka diperlukan pengkajian pemupukan NPK baik pada jagung hibrida maupun jagung komposit.

(22)

K pada pertumbuhan dan jagung hibrida dan komposit pada lahan kering (Permadi, dkk., 2005).

Salah satu untuk meningkatkan produksi jagung ialah dengan menggunakan varietas unggul atau hibrida. Hibrida dapat memberikan hasil biji lebih tinggi daripada varietas bersari bebas. Namun harga benih hibrida jauh lebih

mahal daripada benih varietas bersari bebas., dan setiap kali tanam, petani harus membeli benih baru. Varietas atau populasi merupakan bahan dasar pembentukan

jagung hibrida. Oleh karena itu, tingkat produksi jagung hibrida tergantung kepada bahan dasar atau varietas yang digunakan dalam pembuatan hibrida. Oleh karena itu perbaikan populasi harus terus dilakukan. Selain itu, produksi varietas

bersari bebas juga sederhana dan dapat dengan mudah dilaksanakan oleh petani (Dahlan, 1988).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik suatu untaian genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase atau keselurahan pertumbuhan- yang berbeda

dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman.

Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu dan

mungkin terjadi sekalipun tanaman yang berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

Respon varietas unggul berdaya hasil tinggi dan stabil sangat diperlukan sebagai komponen utama budidaya jagung, baik dalam bentuk varietas unggul

(23)

lingkungan pertumbuhan setempat (spesifik lokasi) serta dukungan berbagai pihak sebagai sarana teknologi untuk kebutuhan petani. Dalam banyak kasus, petani

pada umumnya kekurangan modal untuk menerapkan usahataninya secara optimal. Karena itu, banyak petani menggunakan benih dari penanamannya sendiri tanpa seleksi lapangan 2-3 generasi untuk hibrida dan beberapa siklus

untuk jenis bersari bebas, kecuali pada wilayah pengembangan yang telah terbentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha benih (Bakhri, 2007).

Karakter nilai duga heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam menunjukkan variasi fenotip antar genotip dibandingkan dengan faktor lingkungan. Seleksi untuk karakter yang demikian akan memiliki

kemajuan genetik yang lebih tinggi, karena sifat yang dikendalikan secara kuat dikendalikan oleh faktor genetik (Moedjiono dan Mejaya, 1994).

Pupuk Nitrogen

Nitrogen adalah salah satu unsur hara makro yang sangat penting dan dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan diserap tanaman dalam

bentuk ion NH4+ (amonium) dan ion NO3-

Tanaman berbiji membutuhkan pasokan N yang relatif tinggi selama pengisian biji untuk produksi fotosintat yang relatif tinggi untuk biji. Bila pasokan

(nitrat). Ditinjau dari berbagai hara, nitrogen merupakan yang paling banyak mendapat perhatian. Hal ini disebabkan

jumlah nitrogen yang terdapat di dalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut tanaman dalam bentuk panenan setiap musim cukup banyak. Disamping itu senyawa nitrogen an organik sangat larut dan mudah dalam air drainase, tercuci

(24)

N menurun selama fase tersebut maka tanaman akan memindahkan N dari daun ke biji, yang pada gilirannya mempercepat penuaan daun. Menurut Megahwati

(2009) bahwa peningkatan frekuensi pemberian Urea memberikan efek serupa dengan efek pemberian pupuk kandang, yaitu sama-sama meningkatkan hasil biji dan berat 1000 biji (yang berarti kebernasan biji) serta indeks panen yang berarti

memberikan hasil biji yang lebih tinggi pada berat berangkasan yang sama.

Absorbsi N oleh tanaman jagung berlangsung selama pertumbuhannya.

Pada awal pertumbuhan, akumulasi N dalam tanaman relatif lambat dan setelah tanaman berumur 4 minggu akumulasi N sangat cepat. Pada saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengapsorbsi N sebanyak 50 % dari

seluruh kebutuhannya. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil jagung yang baik,

unsur hara N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan tersebut

(Sutoro, dkk., 1998 ). Sedangkan menurut Nurdin., dkk (2008) bahwa Jagung memerlukan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro untuk tanaman jagung antara lain nitrogen (N), posfor (P), dan kalium (K). Tanaman jagung

sangat membutuhkan pupuk N dengan kadar N-total 0,4%.

Menurut Hasibuan (2006), hampir semua jenis pupuk kecuali bila

memperoleh perlakuan tertentu, berpotensi menciptakan residu yang bereaksi masam di tanah. Hal ini terutama disebabkan oleh pembawa N, terutama bersifat ammonia. Pengaruh utama yang diperlihatkan oleh ion-ion NH4

NH

adalah bila

ion-ion dinitrifikasikan. Bila ion-ion-ion-ion dioksidasikan akan berpotensi menambah keasaman tanah, seperti pada reaksi berikut :

(25)

Berdasarkan penelitian Kadarwati (2006), dapat diketahui bahwa nitrogen merupakan hara yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman kapas, dan waktu

pembungaan sampai dengan pembuahan merupakan fase yang paling banyak memerlukan unsur nitrogen. Sedangkan fase pembuahan sangat memerlukan unsur P dan K dalam jumlah yang lebih banyak. Nitrogen (N) merupakan unsur

hara makro yang paling banyak dibutuhkan tanaman, unsur nitrogen sangat berperan dalam fase vegetatif tanaman.

Salah satu faktor penting peranan nitrogen adalah pengaruhnya terhadap penggunaan karbohidrat di dalam tanaman. Secara umum pengaruhnya yaitu bila nitrogen ditambahkan dalam jumlah yang banyak maka akan menurun level

karbohidrat. Tetapi jika pasokan nitrogen terbatas, maka level karbohidrat di dalam tanaman akan meningkat. Dengan demikian penggunaan nitrogen

berpengaruh langsung terhadap sintesis karbohidrat di dalam sel tanaman dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap vigor tanaman (Soemarno, 1991).

Pupuk urea adalah pupuk buatan senyawa kimia organik dari CO(NH2)2,

pupuk padat berbentuk butiran bulat kecil. Pupuk ini mencapai kadar N 45% - 46%. Urea larut sempurna di dalam air, dan tidak mengasamkan tanah.

Sifat urea yang tidak menguntungkan ialah sangat higroskopis dan mulai menarik air dari udara pada kelembaban nisbi 73%. Urea tidak bersifat mengionisir dalam larutan sehingga mudah mengalami pencucian, karena tidak cepat terjerap oleh

koloid tanah. Cepat dan lambatnya perubahan bentuk amide dari urea ke bentuk senyawa N yang dapat di serap oleh tanaman sangat bergantung pada beberapa

(26)

Pupuk Posfor

Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, dibutuhkan tanaman dalam

jumlah yang banyak dan essensial bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor sering juga disebut sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan tanaman. Unsur hara ini merupakan komponen setiap sel hidup

dan cenderung lebih ditemui pada biji dan titik tumbuh (Damanik, dkk., 2010). Tanaman jagung memerlukan hara dalam jumlah yang berbeda menurut

umur, susunan organ tanaman, dan varietasnya. Hara yang diserap dari tanah akan ditranslokasikan keorgan-organ tanaman yang memerlukannya. Tergantung pada ketersediaan hara di tanah, fase pertumbuhan dan ada atau tidaknya kendala maka

konsentrasi hara dalam jaringan tanaman akan berbeda. Konsentrasi hara tertentu dalam suatu jaringan tanaman mudah berubah dengan adanya perubahan

lingkungan, seperti kurangnya ketersediaan hara atau air di tanah, sedangkan pada jaringan lainnya relatif mantap. Oleh karena itu diagnosis kelebihan atau kekurangan hara tertentu bagi tanaman dapat dilakukan dengan hanya

menganalisis jaringan yang peka tadi (Fathan, dkk, 1988).

Tanaman jagung mengabsorbsi P dalam jumlah yang relatif sedikit

daripada absorbsi hara N dan K. Pola akumulasi P tanaman jagung hampir sama dengan akumulasi hara N. Pada fase awal, pertumbuhan akumulasi P relatif lambat, namun setelah berumur 4 minggu meningkat dengan cepat. Pada saat

keluar bunga jantan, akumulasi P pada tanaman mencapai 35% dari seluruh kebutuhannya. Selanjutnya akumulasi meningkat hingga menjelang tanaman

(27)

Superfosfat Triple (TSP) atau SP-36 dibuat melalui pengasaman batuan fosfat dengan H3PO4 dengan peralatan dan proses yang sama dengan pupuk

superfosfat biasa. Pupuk ini mempunyai rumus kimia yang sama dengan pupuk superfosfat rangkap Ca(H2PO4)2, pupuk padat yang berbentuk butiran kasar,

berwarna abu-abu dan termasuk pupuk yang mudah larut di dalam air. Kandungan

hara pupuk ini sekitar 46 – 48% P2O5

Bila pupuk fosfat yang larut di dalam air ditambahkan ke dalam tanah, maka terjadi reaksi-reaksi kimia yang kompleks di dalam tanah. Butiran pupuk akan menyerap air dari tanah di sekitarnya dan memasuki bagian dalam

butir-butir pupuk dan melarutkan fosfat yang akhirnya menghasilkan larutan jenuh atau mendekati jenuh dan fosfat yang terlarut ini selanjutnya berdifusi keluar dari

butir-butir pupuk memasuki larutan tanah (Rinsema, 1986).

, tidak bersifat higroskopis dan reaksinya di dalam tanah netral (Novizan, 2007).

Kekurangan fosfor (P) pada tanaman akan menyebabkan perakaran tanaman tidak berkembang. Dalam keadaan kekurangan P yang parah, daun,

cabang dan batang berwarna ungu. Gejala ini terlihat mulai dari jaringan tua dan seterusnya menjalar kejaringan muda. Hasil tanaman berupa bunga, buah dan buji

merosot. Pada jagung batangnya akan menjadi lemah (Damanik, dkk., 2010). Central Composite Rotatable Design (CCRD)

Satu tujuan perlakuan dalam percobaan pupuk adalah untuk menyediakan

bukti mengenai ada atau tidaknya pengaruh pupuk dan jika ada, berapa besaran dari pengaruh tersebut. Akan tetapi sering perlakuan digunakan untuk

(28)

ini perlakuan harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat menaksir secara paling baik pengaruh pupuk atau permukaan tanggapan (Engelstad, 1985).

Terdapat suatu kelas rancangan faktorial tak lengkap yang dikembangkan terutama untuk menggali permukaan tanggapan polinomial untuk dua peubah terkontrol atau lebih. Rancangan untuk menggali permukaan order kedua cukup

memadai untuk evaluasi tanggapan pupuk. Rancangan permukaan tanggapan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan faktorial lengkap dalam hal lebih

sedikitnya bahan percobaan yang diperlukan. Koefisien model tanggapan ditaksir dengan tingkat kecermatan yang sama atau bahkan lebih besar (yang dinyatakan atas dasar tiap pengamatan) dari pada yang ditaksir faktorial lengkap

(Engelstad, 1985).

Pada dasarnya rancangan permukaan tanggapan sering mangandung dua

bentuk geometri seperti kubus dan oktahedran yang mempunyai titik pusat yang sama, sehingga timbul istilah rancangan komposit. Box dan Hunter (1957) memperkenalkan konsep suatu rancangan permukaan tanggapan yang mempunyai

suatu “fungsi varians berbentuk bola”yang berarti bahwa varians taksiran tanggapan pada suatu titik tertentu mempunyai suatu nilai yang tergantung hanya

pada jarak titik tersebut dari pusat rancangan dan tidak pada arahnya. Rancangan seperti ini disebut rancangan dapat diputar karena rancangan tersebut tidak peka terhadap rotasi dalam kaitannya dengan sumbu-sumbu koordinat aslinya.

Suatu pendekatan yang berbeda dan bersifat intuitif terhadap pemeliharaan faktorial tak lengkap dalam penelitian pupuk telah diterapkan selama beberapa

(29)

tanggapan komposit, tetapi yang memberikan suatu eksplorasi yang baik atas lingkup permukaan tanggapan. Salah satunya yang mempunyai ciri ruang yang

diinginkan, galat bias yang rendah dan galat varians yang rendah dan yang telah digunakan para peneliti di Amerika Latin adalah rancangan perlakuan 13, yang dikembangkan terpilih dari suatu faktorial 5 x 5.

Sebagai perbandingan dari faktor lengkap dua faktor masing-masing lima taraf maka terdapat 25 kombinasi, sedangkan CCRD (Central Composite Rotatable Design) hanya menawarkan 13 kombinasi tidak lengkap tetapi masih

dapat menduga error. Sedangkan factor lengkap harus memerlukan ulangan paling sedikit dua ulangan.

Penelitian yang pernah melakukan rancangan CCRD yaitu perilaku asam-asam organik meracun pada tanah gambut yang diberi garam Na dan beberapa

(30)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di lahan UPT Balai Benih Palawija, Tanjung Selamat, Deli Serdang, Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m

diatas permukaan laut. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai dengan bulan September 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas bisma (jagung nonhibrida) dan varietas SHS-4 (jagung hibrida) sebagai objek

yang akan diamati, tanah top soil sebagai media tanam, pupuk N (urea) dan P (SP-36) sebagai pupuk perlakuan pada percobaan, serta bahan lain yang

mendukung pelaksanaan penelitian.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai pengolah tanah, meteran sebagai alat pengukur sampel, gembor sebagai alat

penyiraman, papan perlakuan sebagai penanda perlakuan pada tanaman, pacak sampel sebagai penanda sampel percobaan, timbangan analitik untuk menimbang

pupuk N dan P, polybag sebagai tempat media tanam serta alat lain yang mendukung proses penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) yaitu : Faktor I : Varietas Tanaman Jagung, dengan 2 varietas , yaitu :

(31)

Faktor II : Pupuk N dan P dengan rancangan Central Composite Rotatable Design (CCRD) (Cochran and Cox, 1957) yaitu :

Sandi Dosis (g) X1 X2 Urea SP-36

1 -1 -1 1,7 1,1 2 1 -1 9,6 1,1 3 -1 1 1,7 6,4 4 1 1 9,6 6,4 5 − 0 0,0 3,8 6 + 0 11,3 3,8 7 0 − 5,6 0,0 8 0 + 5,6 7,5 9 0 0 5,6 3,8 10 0 0 5,6 3,8 11 0 0 5,6 3,8 12 0 0 5,6 3,8 13 0 0 5,6 3,8

Jumlah kombinasi perlakuan : 26 Jumlah ulangan : 2

Jumlah sampel per polybag : 1 Jumlah Tanaman per polybag : 1 Jumlah polybag per plot : 2

Jumlah sampel seluruhnya : 52 Jumlah tanaman seluruhnya : 104

Data yang diperoleh dan dikumpulkan, dianalisis dengan sidik ragam dengan menggunakan model linear sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi+ α j + βk+ (αβ )jk + ε ijk

i=1,2; j=1,2 ; k=1,2,...,13

(32)

Dimana : Yijkl

µ : Nilai tengah rata-rata

: Hasil pengamatan pada ulangan ke-i yang mendapat perlakuan varietas

taraf ke-i dan pemberian pupuk N taraf ke-j dan pupuk P taraf ke-k.

ρi

: Pengaruh interaksi varietas taraf ke-j dan pupuk pada taraf ke-k

ijk

Untuk menganalisis pengaruh aplikasi pupuk N dan P digunakan metode

permukaan respon dengan model :

: Pengaruh error dari ulangan ke-i dan varietas ke-j dan dosis pupuk ke-k

Y = b0 + b1N + b2P + b11N2 + b22P2 + b12

: koefisien regresi dari N

2, b22

b

: koefisien regresi dari P

(33)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Areal pertanaman dibersihkan dari gulma . Kemudian digemburkan dan dibuat plot percobaan dengan ukuran 80 x 60 cm. Parit drainase dibuat dengan

jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm dengan jumlah plot adalah 52.

Persiapan Media Tanam

Wadah tanam yang digunakan adalah polybag yang berukuran 10 kg. Polybag diisi dengan tanah top soil.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan memasukkan benih jagung ke dalam lubang

tanam sedalam 3 cm sebanyak 3 butir per polybag kemudian ditutup dengan tanah.

Pengaplikasian Pupuk N dan P

Aplikasi pupuk N dilakukan pada saat tanam dan pada 2 MST, sedangkan pupuk P dilakukan pada saat tanam.

Pemeliharaan Tanaman

Penjarangan

Penjarangan dilakukan jika dalam satu polybag tumbuh lebih dari satu

tanaman. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur dua minggu. Penyulaman

(34)

Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari dan selanjutnya dikurangi

bila keadaan tanah masih basah dan lembab. Apabila terjadi hujan maka penyiraman tidak dilakukan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan menghindari persaingan antara gulma dan tanaman. Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu, dengan

mencabut langsung gulma atau menggunakan cangkul. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Tanaman yang terserang hama dan penyakit disemprot dengan insektisida dan fungisida sesuai dosis anjuran sebanyak dua kali selama penelitian ini

berlangsung. Panen

Pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panennya yaitu

sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Pengeringan dan Pemipilan

Setelah panen, dilakukan pengeringan tongkol jagung selama ± 4 hari hingga kering angin. Setelah kering dilakukan pemipilan dengan tangan.

Pengamatan Parameter Fase Vegetatif

Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh

(35)

Jumlah Daun (helai)

Pengambilan data jumlah daun dihitung pada seluruh daun yang sudah

membuka sempurna pada setiap tanaman. Pengambilan data dilakukan setiap minggu dimulai dari tanaman berumur 2 MST sampai 8 MST.

Jumlah Daun di atas Tongkol (helai)

Pengambilan data jumlah daun di atas tongkol dilakukan setelah bunga jantan dan bunga betina sudah muncul dengan sempurna. Daun di hitung pada

keseluruhan daun yang ada di atas tongkol (bunga betina) tanaman jagung. Pengamatan Parameter Fase Generatif

Umur Berbunga (hst)

Umur berbunga dihitung pada saat bunga pertama sudah muncul dalam satu tanaman.

Umur Panen (hst)

Umur panen dihitung mulai dari saat tanam sampai pada saat dilakukannya pemanenan.

Panjang Tongkol (cm)

Panjang tongkol diukur mulai dari pangkal tongkol sampai ujung tongkol

yang berisi biji setelah kelobot dikelupas. Diameter Tongkol (cm)

Diameter tongkol dihitung pada bagian tengah tongkol terbesar setelah

kelobot dikelupas.

Produksi Pipilan Kering Per Sampel (gr)

(36)

Bobot 100 biji Kering Per Sampel (gr)

Bobot 100 biji kering per sampel diukur setelah biji jagung dipipil dengan

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman dan sidik ragam pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada Lampiran 5-12.

Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman 2 MST s/d 8 MST, sedangkan perlakuan pupuk serta interaksi antara varietas dan pupuk belum berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman.

Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan varietas dan pupuk dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada 2, 4, 6, 8 MST dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

(38)

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan rataan tinggi tanaman 8 MST varietas Bisma lebih tinggi yaitu sebesar 180.67 cm dibanding dengan

varietas SHS-4 yaitu sebesar 171.66 cm.

Varietas Bisma mempunyai nilai tinggi tanaman tertinggi yaitu 196,20 cm terdapat pada pemberian pupuk Urea dan SP-36, masing-masing dengan dosis

sebesar 5.6 dan 7.5 g/tanaman, dan nilai tinggi tanaman terendah sebesar 156.80 cm terdapat pada pemberian pupuk Urea dan SP-36 dan masing-masing

dengan dosis 0 dan 3,8 g/tanaman. Sedangkan Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai tinggi tanaman tertinggi sebesar 184.83 cm terdapat pada pemberian pupuk Urea dan SP-36 dengan masing-masing dosis 1.7 dan 6.4 g/tanaman, dan nilai

tinggi tanaman terendah sebesar 157 cm terdapat pada pemberian pupuk Urea, SP-36 dengan masing-masing dosis 5.6 dan 3.8 g/tanaman. Hal ini menunjukkan

perbedaan susunan genetik antara varietas hidrida dan non hibrida yang digunakan, mengakibatkan setiap varietas memiliki ciri dan sifat khusus yang berbeda satu sama lain. Perbedaan secara fisik yang jelas dapat dilihat pada fase

vegetatif sampai menjelang fase generatif tanaman. Hal ini sesuai dengan Sitompul dan Guritno (1995) yang mengatakan perbedaan susunan genetik

merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik suatu untaian genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase atau keselurahan pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat

tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat

(39)

Jumlah Daun (helai)

Data pengamatan jumlah daun dan sidik ragam pada pengamatan 2, 4, 6

dan 8 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada Lampiran 13-20. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun 2 MST, 4 MST, dan 6 MST, sedangkan perlakuan pupuk

dan interaksi antara varietas dan pupuk belum berpengaruh nyata terhadap jumlah daun.

Rataan jumlah daun dengan perlakuan varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan jumlah daun 2, 4, 6, 8 MST dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P

Perlakuan Jumlah Daun (helai)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

(40)

Dari Tabel 2 diketahui bahwa rataan jumlah daun terbanyak pada 6 MST adalah pada varietas Bisma yaitu 11.87 helai dan terendah pada varietas SHS-4

yaitu 11.08 helai.

Varietas Bisma mempunyai nilai jumlah daun tertinggi yaitu 12.75 helai terdapat pada pemberian pupuk Urea dan SP-36 masing-masing dengan dosis

sebesar 5.6 dan 7.5 g/tanaman, dan nilai jumlah daun terendah yaitu 10.75 helai terdapat pada pemberian pupuk Urea dan SP-36 masing-masing dengan dosis

0 dan 3.8 g/tanaman. Sedangkan Varietas SHS-4 yang mempunyai nilai jumlah daun tertinggi sebanyak 12 helai terdapat pada pemberian pupuk Urea dan SP-36 dengan masing-masing dosis 1.7 dan 6.4 g/tanaman, dan nilai jumlah daun

terendah sebesar 10,25 helai terdapat pada pemberian pupuk Urea dan SP-36 dengan masing-masing dosis 5.6 dan 3.8 g/tanaman. Hal ini menunjukkan

perbedaan genetik antara varietas hibrida dan nonhibrida yang digunakan, sehingga perbedaan secara fisik jelas terlihat pada fase vegetatif, namun pada fase generatif perbedaan semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan Sitompul dan Guritno

(1995) yang mengatakan perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik suatu untaian genetik

yang akan diekspresikan pada suatu fase atau keselurahan pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman.

(41)

Umur Berbunga (HST)

Data pengamatan umur berbunga dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 21-22. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan varietas dan pupuk serta interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.

Rataan umur berbunga dengan perlakuan varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan umur berbunga (HST) dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel di atas diketahui bahwa rataan umur berbunga tercepat pada varietas Bisma yaitu 56.06 hari. Pada perlakuan pupuk, umur berbunga tercepat

pada perlakuan 1, 3, 4, 7, 8, 10, 11, dan 12 yaitu 56.00 hari. Sedangkan umur berbunga terlama pada perlakuan 13 yaitu 57.00 hari.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pengaruh pupuk berpengaruh nyata

(42)

pertumbuhannya relatif lambat, sehingga pada saat pembungaan tanaman mengabsorbsi N dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini sesuai dengan literatur

Sutoro, dkk (1998) yang menyatakan bahwa absorbsi N oleh tanaman jagung berlangsung selama pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhan, akumulasi N dalam tanaman relatif lambat. Pada saat pembungaan (bunga jantan muncul)

tanaman jagung telah mengapsorbsi N sebanyak 50 % dari seluruh kebutuhannya. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa interaksi antara varietas dan pupuk sudah

berpengaruh nyata terhadap umur berbunga. Pada kondisi ini tiap varietas memiliki respons yang berbeda dalam penerimaan pupuk N dan P yang diberikan seperti pada umur berbunga. Akumulasi unsur N dan P terjadi sangat cepat pada

fase pembungaan, sehingga pada fase pemuahan unsur hara terutama unsur hara P dan K tidak tersedia pada tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Kadarwati

(2006), yang menyatakan bahwa pada waktu pembungaan sampai dengan pembuahan merupakan fase yang paling banyak memerlukan unsur nitrogen. Sedangkan fase pembuahan sangat memerlukan unsur P dan K dalam jumlah yang

lebih banyak.

Jumlah Daun Diatas Tongkol (helai)

Data pengamatan jumlah daun diatas tongkol dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 23-24. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan varietas dan pupuk belum berpengaruh nyata terhadap jumlah daun diatas tongkol

dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun diatas tongkol.

(43)

Tabel 6. Rataan jumlah daun diatas tongkol (helai) dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

Varietas Bisma dan varietas SHS-4 mempunyai nilai Varietas Bisma dan varietas SHS-4 mempunyai nilai rataan jumlah daun diatas tongkol sama yaitu sebesar 5.48 helai. Berdasarkan sidik ragam, pada perlakuan pupuk N dan P lebih

efisien menggunakan perlakuan 6 dimana masing-masing dosis pupuknya sebesar 11.3 dan 3.8 g/tanaman.

Umur Panen (HST)

Data pengamatan umur panen dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 25-26. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan

varietas belum berbeda nyata terhadap umur panen sedangkan perlakuan pupuk berpengaruh nyata dan interaksi antara keduanya belum berpengaruh nyata

terhadap umur panen.

Rataan umur panen dengan perlakuan varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 4.

(44)

Pupuk Varietas Rataan V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 97.75 98.00 97.88d

2 99.75 99.25 99.50ab

3 98.00 97.50 97.75d

4 98.50 99.50 99.00abc

5 97.50 98.25 97.88d

6 100.00 99.75 99.88a

7 98.00 98.00 98.00d

8 97.75 98.00 97.88d

9 97.75 97.50 97.63d

10 97.75 98.00 97.88d

11 98.75 98.00 98.38cd

12 98.00 98.50 98.25cd

13 99.00 98.25 98.63bcd

Rataan 98.35 98.35

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 4 diketahui bahwa rataan umur panen tercepat pada perlakuan 9

dimana dosis pupuk N dan P masing-masing 5.6 g dan 3.8 g yaitu 97.63 HST. Sementara rataan umur panen terlama pada perlakuan pupuk 6 dimana dosis pupuk N dan P masing-masing 11.3 g dan 3.8 g yaitu 99.88 HST. Pada kondisi ini

pupuk N dan P tidak berpengaruh pada komponen produksi tanaman, hal ini disebabkan karena tidak terpenuhinya unsur hara makro dan mikro dalam jumlah

yang cukup untuk pertumbuhannya, terutama pupuk N sangat dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini sesuai dengan literatur Nurdin., dkk (2008) yang menyatakan bahwa jagung memerlukan unsur hara makro dan mikro.

Unsur hara makro untuk tanaman jagung antara lain nitrogen (N), posfor (P), dan kalium (K). Tanaman jagung sangat membutuhkan pupuk N dengan kadar

(45)

Panjang Tongkol (cm)

Data pengamatan panjang tongkol dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 27-28. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan varietas dan pupuk serta interaksi antara keduanya belum berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol.

Rataan panjang tongkol dengan perlakuan varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan panjang tongkol (cm) dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 12.93 14.65 13.79

2 16.13 14.50 15.31

3 12.53 16.28 14.40

4 14.55 15.40 14.98

5 14.28 12.68 13.48

6 17.88 12.48 15.18

7 14.58 14.45 14.51

8 13.45 13.35 13.40

9 13.92 18.38 16.15

10 11.88 13.55 12.71

11 15.53 14.83 15.18

12 16.03 14.75 15.39

13 15.20 13.93 14.56

Rataan 14.53 14.55

Varietas SHS-4 mempunyai nilai rataan lebih tinggi dibanding varietas Bisma yaitu masing-masing sebesar 14.55 cm dan 14.53 cm. Berdasarkan sidik ragam, pada perlakuan pupuk N dan P lebih efisien menggunakan perlakuan 6

dimana masing-masing dosis pupuknya sebesar 11.3 dan 3.8 g/tanaman.

Diameter Tongkol (cm)

(46)

varietas dan pupuk serta interaksi antara keduanya belum berpengaruh nyata terhadap diameter tongkol.

Rataan diameter tongkol dengan perlakuan varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan diameter tongkol (cm) dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

1 3.95 4.54 4.24

2 4.32 4.36 4.34

3 3.90 4.59 4.24

4 4.56 4.29 4.42

5 4.34 3.94 4.14

6 4.66 4.55 4.60

7 4.53 4.24 4.38

8 4.23 4.51 4.37

9 4.41 4.64 4.53

10 4.27 4.42 4.34

11 4.51 4.36 4.44

12 4.66 4.51 4.58

13 4.04 4.29 4.16

Rataan 4.34 4.40

Nilai rataan tertinggi diameter tongkol terdapat pada varietas SHS-4 yaitu

4.40 cm. Rataan diameter tongkol pada perlakuan pupuk belum berbeda nyata. Berdasarkan sidik ragam, pada perlakuan pupuk N dan P lebih efisien

menggunakan perlakuan 6 dimana masing-masing dosis pupuknya sebesar 11.3 dan 3.8 g/tanaman.

Produksi Pipilan Kering per sampel (g)

Data pengamatan berat pipilan kering dan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 31-32. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan

(47)

Rataan berat pipilan kering dengan perlakuan varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan berat pipilan kering (g) dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %.

Dari Tabel 8 diketahui bahwa rataan berat pipilan kering tertinggi pada perlakuan varietas SHS-4 yaitu 109.43 g. Hal ini menunjukkan bahwa setiap

varietas mempunyai daya produksi yang berbeda tergantung pada unsur hara dan keadaan iklim yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman itu

sendiri. Faktor lingkungan tumbuh tanaman sangat diperlukan dalam proses penanaman. Tanaman sangat memerlukan lingkungan tumbuh yang diinginkan agar dapat menghasilkan produksi yang optimal. Hal ini sesuai dengan literatur

Bakhri (2007) yang menyatakan bahwa respon varietas unggul berdaya hasil tinggi dan stabil sangat diperlukan sebagai komponen utama budidaya jagung,

(48)

Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa varietas, pupuk, dan interaksi keduanya berbeda nyata terhadap produksi pipilan kering. Pada kondisi

ini, tiap varietas memiliki respon yang berbeda pada penerimaan pupuk N dan P yang diberikan. Varietas yang unggul akan memberikan produksi yang tinggi apabila ditanam di lingkungan tumbuh yang sesuai, pemberian pupuk yang

berimbang dan pemeliharaan yang optimal mulai dari fase vegetatif sampai pada fase generatif tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Suwardi dan Roy (2009)

yang menyatakan bahwa Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan produksi jagung diantaranya adalah penggunan varietas dan pemupukan yang optimum. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan sehingga

dalam peningkatan produksi jagung diperlukan pemahaman untuk mengelolanya agar bersinergis sehingga diperoleh hasil yang tinggi. Pemupukan memberikan

hasil yang optimal tergantung dari beberapa faktor, diantaranya takaran dan jenis pupuk yang digunakan. Jenis dan takaran pupuk ini banyak digunakan untuk mengkaji tanggap (respon) tanaman terhadap pemupukan.

Dengan menggunakan Prosedur analisis data untuk pendugaan permukaan

respons Ŷ= b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2

Y

(Bangun, 2012),

diperoleh persamaan respon produksi kedua varietas terhadap pupuk N dan P

(49)

Dari hasil perhitungan prosedur analisis CCRD dalam penelitian ini diperoleh dosis Pupuk maksimum untuk varietas Bisma yaitu 8,05 g/tanaman

(429,4 kg/ha) Urea dan 4,54 g/tanaman (242,43 kg/ha) SP-36 dan untuk varietas SHS-4 yaitu 13,6 g/tanaman (730,63 kg/ha) Urea dan 10,75 g/tanaman (573,35 kg/ha) SP-36 dengan penambahan 3,8 g/tanaman (150 kg/ha KCl).

Bobot 100 Biji (g)

Data pengamatan bobot 100 biji dan sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 33-34. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap bobot 100 biji sedangkan perlakuan pupuk dan interaksi antara keduanya belum berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji.

Rataan bobot 100 biji dengan perlakuan varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan bobot 100 biji (g) dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P

Pupuk Varietas Rataan

V1 (Bisma) V2 (SHS-4)

(50)

Dari Tabel 9 diketahui bahwa rataan bobot 100 biji tertinggi pada perlakuan varietas SHS-4 yaitu 27.20 g. Pada pengamatan bobot 100 biji, varietas

SHS-11 memiliki bobot 100 biji tertinggi dibandingkan varietas Bisma. Hal ini diduga karena varietas SHS-11 mempunyai berat pipilan kering tertinggi sehingga untuk bobot 100 biji juga lebih tinggi dibandingkan varietas Bisma. Hal ini juga

dapat dikarenakan perbedaan ketersediaan unsur hara dalam tanah serta perbedaan daya serap tanaman itu sendiri terhadap unsur hara dalam proses fotosintesis

selama pengisian biji. Dengan kata lain, ketersediaan unsur hara dapat mempengaruhi berat biji. Hal ini sesuai dengan literatur Megahwati (2009) yang mengatakan bahwa bahwa peningkatan frekuensi pemberian Urea memberikan

efek serupa dengan efek pemberian pupuk kandang, yaitu sama-sama meningkatkan hasil biji dan berat 1000 biji (yang berarti kebernasan biji) serta

indeks panen yang berarti memberikan hasil biji yang lebih tinggi pada berat berangkasan yang sama.

Berdasarkan sidik ragam bobot 100 biji, pada perlakuan pupuk N dan P

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman 2 MST s/d 8 MST, jumlah daun 2 MST s/d 6 MST, umur berbunga, berat pipilan kering, dan bobot 100 biji. Varietas SHS-4 (hibrida) memberikan hasil yang lebih tinggi dari

varietas Bisma (komposit).

2. Perlakuan Pupuk N dan P berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan

umur panen.

3. Interaksi varietas dan pupuk berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan jumlah daun diatas tongkol.

4. Dosis Pupuk maksimum untuk varietas Bisma yaitu 8,05 g/tanaman (429,4 kg/ha) Urea dan 4,54 g/tanaman (242,43 kg/ha) SP-36 dan untuk

varietas SHS-4 yaitu 13,6 g/tanaman (730,63 kg/ha) Urea dan 10,75 g/tanaman (573,35 kg/ha) SP-36 dengan penambahan 3,8 g/tanaman (150 kg/ha KCl).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan media tanam

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Bakhri, S., 2007. Budidaya Jagung Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Sulawesi Tengah.

Box, G.E.P., dan J.S. Hunter. 1957. Multifactor experimental designs for exploring response surfaces. Ann. Math. Stat, 28:195-241.

BPP Teknologi, 2011. Jagung (Zea mays L.). Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Diambil dalam

Cady, F. B. dan R. J. Liard.1973. Treatment design for fertilizer use experimentation. CIMMYT Res. Bull. 26. International Maize and wheat improvement Center, Mexico City, Mexico.

Cochran, W. G. and G. M. Cox. 1957. Experimental Design. A. Wiley International Edition, NY, Sidney.

Dahlan, M., 1988. Pembentukan dan produksi Benih Varietas Bersari-Bebas. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, Malang.

Damanik, M. M. B., Bachtiar, E. H., Fauzi., Sarifuddin., Hamidah, H., 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan.

Deputi Menegristek Tanaman. 2011. Jagung ( Zea mays L. ). Deputi Menegristek Tanaman Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Diakses dari

Dinas Kehutanan dan Pertanian, 2009. Budidaya Tanaman Jagung. Dinas Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Bantul, Bantul.

Engelstad. O. P., 1985. Teknologi dan penggunaan pupuk. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Ermanita, Yusnida B dan Firdaus L.N., 2004. Pertumbuhan Vegetatif Dua Varietas Jagung Pada Tanah Gambut yang Diberi Limbah Pulp & Paper. Diambil dari Jurnal Biogenesis Vol. 1 Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau, Pekanbaru.

Fathan, R., M. Rahardjo, dan A.K. Makarim. Hara Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.

(53)

, B. E., 2006. Pupuk dan Pemupukan. USU Press, Medan.

Heryanto, E., 1996. Rancangan Percobaan pada Bidang Pertanian. Trubus Agriwidya, Ungaran.

Kadarwati, T, F., 2006. Pemupukan Rasional dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Kapas. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Jurnal Perspektif

Megahwati, I., 2009. Pengaruh Waktu Pemberian dan dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Pada Berbagai Dosis Pupuk Urea. Jurnal Penelitian Universitas Brawijaya, Malang.

. Volume 5 (2) : 59 – 70, Malang.

Moedjiono dan Mejaya, M.J., 1994. Variabilitas Genetik Beberapa Karakter Plasma Nutfah Jagung. Dalam skripsi Nichova (2009) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Moentono, M. D., 1998. Pembentukan dan Produksi Benih Varietas Hibrida. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjojo (eds).Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.

Muhadjir, F., 1998. Karakteristik Tanaman Jagung. Budidaya Tanaman Jagung. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjojo (eds).Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.

Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Nurdin, P. Maskepe, Z. Ilahude, dan F. Zakaria, 2008. Pertumbuhan dan Hasil

Jagung yang Dipupuk N, P, dan K pada Tanah Vertisol Isimu Utara Kabupaten Gorontalo. Diambil dari Jurnal Tanah Tropik. Vol. 14. No. 1. Hal : 49-56.

Permadi, K., H. Yati, I. Hurhati., 2005. Pengaruh Pupuk N, P, dan K Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Hibrida dan Komposit di Lahan Kering. Diambil dari Jurnal Agrivigor. Balai Teknologi Pengkajian Pertanian, Jawa Barat.

Republika, 2008. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Jagung. Diakses dari

Rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Rubatzky, V. E dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 : Prinsip, Produksi,

(54)

Setyorini D., J. S. Adiningsih, S. Rochayati, 2003. Uji Tanah Sebagai Dasar Penyusun Rekomendasi Pemupukan. Diambil dari Jurnal Balai Penelitian tanah, Jakarta.

Sitompul, S. M., dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soemarno. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Memupuk. Departemen Ilmu Tanah Universitas Brawijaya, Malang.

Subekti, N. A., Syafruddin, Roy E, dan Sri S. 2008. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Sutoro, Y. Soelaeman, dan Iskandar., 1998. Budidaya Tanaman Jagung. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjojo (eds). Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.

Suwardi dan Roy, E., 2009. Efisiensi Penggunaan Pupuk N Pada Jagung Komposit Menggunakan Bagan warna Daun. Diambil dari Jurnal Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jakarta.

Zubachtirodin., Bambang S., Mulyono, dan Deni H., 2011. Teknologi Budidaya Jagung. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Budidaya Serelia Kementrian Pertanian, Jakarta.

(55)

Lampiran 1. Deskripsi Jagung Varietas SHS-4

Asal : F1 dari silang antara galur murni 207 dengan galur murni 114.

Golongan : Hibrida silang tunggal

Umur tanaman : Berumur sedang

Umur 50% keluar rambut : ± 55 hari setelah tanam (HST)

Umur panen : ± 97 HST Tinggi tanaman : ± 207 cm

Batang : Tinggi sedang, tegap

Daun : Panjang, lebar Warna batang : Hijau

Warna Daun : Hijau tua

Warna biji : Kuning kemerahan (orange)

Kelobot : Menutup tongkol dengan cukup baik

Baris biji : Lurus dan rapat

Kedudukan tongkol : Di tengah-tengah batang

Perakaran : Baik

Kerebahan : Tahan rebah Jumlah baris/tongkol : 14-16 baris

Bobot 1000 biji : ± 325 g

Daya hasil : 9.630 kg/ha pipilan kering

(56)

Lampiran 2. Deskripsi Jagung Varietas Bisma

Golongan : Bersari bebas

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) Umur panen : ± 96 HST

Batang : Tinggi sedang, tegap dengan tinggi ± 190 cm Daun : Panjang dan lebar

Tongkol : Besar dan silindris Biji : Flint (setengah mutiara) Warna batang : Hijau

Warna Daun : Hijau tua

Warna biji : Kuning

Kelobot : Menutup tongkol dengan cukup baik Baris biji : Lurus dan rapat

Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

Perakaran : Baik

Kerebahan : Tahan rebah

Jumlah baris/tongkol : 12-18 baris Bobot 1000 biji : ± 307 g

(57)
(58)

Lampiran 5. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 6. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

(59)

Lampiran 7. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 8. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST

(60)

Lampiran 9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 10. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST

(61)

Lampiran 11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 8 MST (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 12. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST

(62)

Lampiran 13. Data Pengamatan Jumlah Daun 2 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 14. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST

(63)

Lampiran 15. Data Pengamatan Jumlah Daun 4 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 16. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST

(64)

Lampiran 17. Data Pengamatan Jumlah Daun 6 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 18. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST

(65)

Lampiran 19. Data Pengamatan Jumlah Daun 8 MST (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 20. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST

(66)

Lampiran 21. Data Pengamatan Umur Berbunga (HST)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 22. Tabel Sidik Ragam Umur Berbunga

(67)

Lampiran 23. Data Pengamatan Jumlah Daun Diatas Tongkol (helai)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 24. Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun Diatas Tongkol

(68)

Lampiran 25. Data Pengamatan Umur Panen (HST)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 26. Tabel Sidik Ragam Umur Panen

(69)

Lampiran 27. Data Pengamatan Panjang Tongkol (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 28. Tabel Sidik Ragam Panjang Tongkol

(70)

Lampiran 29. Data Pengamatan Diameter Tongkol (cm)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 30. Tabel Sidik Ragam Diameter Tongkol

(71)

Lampiran 31. Data Pengamatan Berat Pipilan Kering (g)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 32. Tabel Sidik Ragam Berat Pipilan Kering (g)

(72)

Lampiran 33. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II

Lampiran 34. Tabel Sidik Ragam Bobot 100 Biji (g)

(73)

Lampiran 35 : Sandi Perlakuan dari Central Composite Rotatable Design (CCRD 2 faktor)

Desain ini dapat dipisahkan menjadi tiga bagian yaitu :

(1) empat titik (-1,-1), (1,-1), (-1,1) dan (1,1) berdasarkan 22

(2) empat titik (-√2,0), (√2,0), (0,- √2), (0, √2) adalah point ekstra yang

dimasukkan dari desain komposit pusat dengan a = √2. Gambar yang dibentuk

titik-titik ini disebut star (bintang)

faktorial

(3) lima point ditambahkan pada pusat untuk memperoleh perhitungan yang ideal untuk Ŷ dengan jari-jari lingkarannya 1, dimana :

b0 = 0,2ƩY – 0,1ƩX12Y – 0,1ƩX22

(74)

Lampiran 36. Prosedur Analisis Data Untuk CCRD pada Peubah Produksi

Sehingga diperoleh hasil perkalian:

Untuk V1

b

(Bisma) diperoleh koefisien persamaan regresi sebagai berikut :

0

= -0,1(1106,55) + 0,1437(597,13) + 0,01875(645,05) = 12,75

22 Untuk V2(SHS-4) diperoleh koefisien persamaan regresinya sebagai berikut :

(75)

b0

= -0,1(1422,62) + 0,1437(775,08) + 0,01875(835,26) = 15,22

22

Produksi akan mencapai maksimum saat ∂y/∂x = 0 maka saat ∂y/∂x

2

1 = 0

menyebabkan nilai X2

∂y/∂x

konstan dan sebaliknya, sehingga:

1 = b1 + 2b11X1 + b12X2

(76)

Saat ∂y/∂x2 = 0, nilai X1

1 dan X2 hanya dapat dilakukan dengan menggunakan

(77)

(25,5 x 2,25) – (-16,55 x 3,03)

Dari hasil perhitungan prosedur analisis CCRD dalam penelitian ini diperoleh

dosis Pupuk maksimum untuk varietas Bisma yaitu 170,6 kg/ha Urea dan 157,57 kg/ha SP-36.

= 429,4 kg/ha

Varietas SHS-4

Persamaan Regresinya :

YSHS-4 = 123,49 – 3,75X1 + 9,32X2 – 15,22X12 – 7,70X22 – 24,72X1X

Produksi akan mencapai maksimum saat ∂y/∂x = 0 maka saat ∂y/∂x

(78)

∂y/∂x2 = b2 + 2b22X2 + b12X1

1 dan X2 hanya dapat dilakukan dengan menggunakan

(79)

X2

Dari hasil perhitungan prosedur analisis CCRD dalam penelitian ini diperoleh dosis Pupuk maksimum untuk varietas SHS-4 yaitu 358,49 kg/ha Urea dan 204,09

kg/ha KCl.

= 730,63 kg/ha

Uji-t Tabel Koefisien Regresi

Varietas Koefisien Regresi Nilai Uji-t t-tabel

(80)

Lampiran 37. Gambar tongkol jagung

Varietas Bisma (V1) Blok I

(81)

Varietas SHS-4 (V2) Blok I

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada 2, 4, 6, 8 MST dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P
Tabel 2. Rataan jumlah daun 2, 4, 6, 8 MST dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P
Tabel 3. Rataan umur berbunga (HST) dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P
Tabel 6. Rataan jumlah daun diatas tongkol (helai) dengan perlakuan varietas dan pupuk N, P
+5

Referensi

Dokumen terkait

Seiring berjalannya waktu kini Lipa’ sa’be sudah digunakan oleh seluruh masyarakat Mandar baik pada acara-acara ritual adat, seperti acara pernikahan,

Dari satu sisi, keharusan menegakkan keadilan menuntut Nabi untuk memberi putusan, tetapi disisi lain, karena mereka sebenarnya bukan menuntut keadilan, maka jika Nabi

bentos di perairan sungai Batang Kanciis sekitar Rumah Potong Hewan. Padang, seperti tertera pada tabel 1

talam tergantung kepada jenis lagu yang dibawakan atau diJajikan. pada lagu imbauan dulang atau talam belum dimainkan berarti belum ada pengiring dari lagu imbauan

Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa proses manajemen kedua metode tahapnya hampir sama hanya saja yang membedakan adalah kontrain metode dan hasil

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah,

Teori yang digunakan untuk menganalisis pola adaptasi yang dilakukan oleh perempuan muda pasca bercerai di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah adalah teori

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 yang menyatakan bahwa tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, dan keahlian audit berpengaruh signifikan terhadap audit