• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair Pada Beberapa Taraf Pemberian Pupuk Anorganik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair Pada Beberapa Taraf Pemberian Pupuk Anorganik"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

KEDELAI (Glycine max L. Merrill) TERHADAP

PEMBERIAN PUPUK HAYATI CAIR PADA

BEBERAPA TARAF PEMBERIAN

PUPUK ANORGANIK

PU RAJA GOGA PANJAITAN

040301010

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

KEDELAI (Glycine max L. Merrill) TERHADAP

PEMBERIAN PUPUK HAYATI CAIR PADA

BEBERAPA TARAF PEMBERIAN

PUPUK ANORGANIK

SKRIPSI

Oleh :

PU RAJA GOGA PANJAITAN

040301010

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

KEDELAI (Glycine max L. Merrill) TERHADAP

PEMBERIAN PUPUK HAYATI CAIR PADA

BEBERAPA TARAF PEMBERIAN

PUPUK ANORGANIK

SKRIPSI

Oleh :

PU RAJA GOGA PANJAITAN 040301010/BDP-AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan dan Produksi

Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair Pada Beberapa Taraf Pemberian Pupuk Anorganik

Nama : Pu Raja Goga Panjaitan

NIM : 040301010

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi

Disetujui oleh,

Komisi Pembimbing

Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP Ir. Meiriani, MP Ketua Anggota

Mengetahui,

(5)

ABSTRAK

PU RAJA GOGA PANJAITAN : Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Kedelai (Glycine max L. Merrill) Terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair Pada Beberapa Taraf Pemberian Pupuk Anorganik dibimbing oleh RATNA ROSANTY LAHAY dan MEIRIANI.

Respons pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) terhadap kombinasi pupuk hayati cair dan pupuk

anorganik belum banyak diteliti di daerah ini. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian USU, Medan (+ 25 m dpl) pada Oktober 2009 - Januari 2010 menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) factorial dengan 2 faktor yaitu pupuk hayati cair (0, 5, 10 dan 15 cc per liter air) dan pupuk anorganik (0, 50 dan 100 % dosis pemupukan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati cair nyata meningkatkan tinggi tanaman 6 MST, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot segar tajuk dan bobot kering tajuk. Pemberian pupuk anorganik nyata meningkatkan tinggi tanaman 6 MST, jumlah cabang 6 MST, umur berbunga, umur panen, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, bobot 100 biji dan produksi per tanaman. Interaksi antara kedua faktor tersebut nyata meningkatkan tinggi tanaman 6 MST, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot segar tajuk dan bobot kering tajuk.

Kata kunci : Pupuk Hayati Cair, Pupuk Anorganik, Kedelai

(6)

ABSTRACT

PU RAJA GOGA PANJAITAN : Response in Growth and Production of Soybean to the addition Liquid Biofertilizer on some level the addition Annorganic Fertilizer, supervised by RATNA ROSANTY LAHAY and MEIRIANI.

Response in Growth and Production of Soybean to combination of Liquid Biofertilizer and Annorganic Fertilizer have not been researched enough in this region. Therefore, a research had been conducted at experimental field of College of Agriculture USU (+ 25 m above sea level) in October 2009 – Januari 2010 using factorial randomized block design with two factors, i.e. liquid Biofertilizer (0, 5, 10 and 15 cc per litre water) and Annorganic fertilizer (0, 50 and 100 % fertilizing dosage).

The result showed that the addition liquid Biofertilizer significantly increase the plant height of 6 weeks after plant, the fresh weight of root, the dry weight of root, the fresh weight of crown, the dry weight of crown. The addition Anorganic fertilizer significantly increase the plant height of 6 weeks after plant, the branch number of 6 weeks after plant, age of flowering, age of harvesting, the fresh weight of root, the dry weight of root, the fresh weight of crown, the dry weight of crown, weight of 100 seed, and production per plant. The interaction between that two factors significantly increase the plant height of 6 weeks after plant, the fresh weight of root, the dry weight of root, the fresh weight of crown and the dry weight of crown.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 23 Desember 1986 dari ayah

Alm. A. Panjaitan dan ibu R. Br. Gultom. Penulis merupakan putra keenam dari

enam bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 14 Medan dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Agronomi,

Departemen Budidaya Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar

Agronomi (pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2009/2010), mengikuti kegiatan

organisasi HIMADITA dan PEMA FP USU 2007-2008.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PTPN III Kebun

Rambutan, Tebing Tinggi pada bulan Juni sampai dengan Juli 2008.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai

(Glycine max L. Merrill) Terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair Pada Beberapa

Taraf Pemberian Pupuk Anorganik”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,

memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Ibu Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP dan

Ibu Ir. Meiriani, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari

mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus

untuk Bapak Ir. Elianor Sembiring, M. Si di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Sumatera Utara, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas

bantuannya dalam penyediaan pupuk hayati cair.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Agronomi Departemen Budidaya

Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di

sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga

(9)
(10)

Bobot kering tajuk (g) ... 22

Jumlah cabang (cabang) ... 32

Umur berbunga (hst) ... 34

Jumlah polong per sampel (polong)... 59

Jumlah polong berisi per sampel (polong) ... 60

Bobot 100 biji ... 61

Produksi per tanaman ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 66

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tinggi tanaman kedelai umur 6 MST pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (cm) ... 27

2. Jumlah cabang kedelai umur 6 MST pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (cabang)... 32

3. Umur berbunga kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (hst) ... 34

4. Umur panen kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (hst) ... 36

5. Bobot segar akar kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (g) ... 38

6. Bobot kering akar kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (g) ... 43

7. Bobot segar tajuk kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (g) ... 48

8. Bobot kering tajuk kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (g) ... 54

9. Jumlah polong per sampel kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (polong) ... 59

10. Jumlah polong berisi per sampel kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (polong) ... 60

11. Bobot 100 biji kedelai kedelai pada berbagai taraf

pupuk hayati cair dan anorganik (g) ... 61

12. Produksi per tanaman kedelai kedelai pada berbagai taraf

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Hubungan antara tinggi tanaman kedelai umur 6 MST dengan

pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik ... 28

2. Hubungan antara tinggi tanaman kedelai umur 6 MST dengan

pupuk anorganik pada beberapa taraf pupuk hayati cair ... 30

3. Hubungan antara jumlah cabang kedelai umur 6 MST dengan

pemberian pupuk anorganik ... 33

4. Hubungan antara umur berbunga kedelai dengan

pemberian pupuk anorganik ... 35

5. Hubungan antara umur panen kedelai dengan

pemberian pupuk anorganik ... 37

6. Hubungan antara bobot segar akar kedelai dengan

pemberian pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik ... 39

7. Hubungan antara bobot segar akar kedelai dengan

pemberian pupuk anorganik pada beberapa taraf pupuk hayati cair ... 41

8. Hubungan antara bobot kering akar kedelai dengan

pemberian pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik... 44

9. Hubungan antara bobot kering akar kedelai dengan

pemberian pupuk anorganik pada beberapa taraf pupuk hayati cair... 46

10. Hubungan antara bobot segar tajuk kedelai dengan

pemberian pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik... 49

11. Hubungan antara bobot segar tajuk kedelai dengan

pemberian pupuk anorganik pada beberapa taraf pupuk hayati cair... 52

12. Hubungan antara bobot kering tajuk kedelai dengan

pemberian pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik... 55

13. Hubungan antara bobot kering tajuk kedelai dengan

pemberian pupuk anorganik pada beberapa taraf pupuk hayati cair... 57

14. Hubungan antara bobot 100 biji kedelai dengan

pemberian pupuk anorganik ... 62

15. Hubungan antara produksi per tanaman kedelai dengan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data tinggi tanaman (cm) 3 MST ... 71

2. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ... 71

3. Data tinggi tanaman (cm) 4 MST ... 72

4. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 72

5. Data tinggi tanaman (cm) 5 MST ... 73

6. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 73

7. Data tinggi tanaman (cm) 6 MST ... 74

8. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 75

9. Data jumlah cabang (cabang) 4 MST... 76

10. Daftar sidik ragam jumlah cabang 4 MST ... 76

11. Data jumlah cabang (cabang) 5 MST... 77

12. Daftar sidik ragam jumlah cabang 5 MST ... 77

13. Data jumlah cabang (cabang) 6 MST... 78

14. Daftar sidik ragam jumlah cabang 6 MST ... 78

15. Data umur berbunga (hst) ... 79

16. Daftar sidik ragam umur berbunga ... 79

17. Data umur panen (hst) ... 80

18. Daftar sidik ragam umur panen ... 80

19. Data bobot segar akar (g) ... 81

20. Daftar sidik ragam bobot segar akar ... 82

21. Data bobot kering akar (g) ... 83

(14)

23. Data bobot segar tajuk (g) ... 85

24. Daftar sidik ragam bobot segar tajuk ... 86

25. Data bobot kering tajuk (g) ... 87

26. Daftar sidik ragam bobot kering tajuk ... 88

27. Data jumlah polong per sampel (polong) ... 89

28. Daftar sidik ragam jumlah polong per sampel ... 89

29. Data jumlah polong berisi per sampel ... 90

30. Daftar sidik ragam jumlah polong berisi per sampel ... 90

31. Data bobot 100 biji (g) ... 91

32. Daftar sidik ragam bobot 100 biji ... 91

33. Data produksi per tanaman (g) ... 92

34. Daftar sidik ragam produksi per tanaman ... 92

35. Rangkuman hasil penelitian... 93

36. Jadwal kegiatan penelitian ... 94

37. Bagan penelitian... 95

38. Bagan tanaman per plot ... 96

39. Deskripsi tanaman kedelai varietas Tanggamus ... 97

40. Foto lahan penelitian ... 98

41. Foto tanaman per plot ... 99

42. Foto tanaman per perlakuan ... 103

43. Foto polong tanaman per pelakuan ... 107

44. Foto polong tanaman per plot ... 108

(15)

46. Foto biji tanaman per plot... 110

(16)

ABSTRAK

PU RAJA GOGA PANJAITAN : Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Kedelai (Glycine max L. Merrill) Terhadap Pemberian Pupuk Hayati Cair Pada Beberapa Taraf Pemberian Pupuk Anorganik dibimbing oleh RATNA ROSANTY LAHAY dan MEIRIANI.

Respons pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) terhadap kombinasi pupuk hayati cair dan pupuk

anorganik belum banyak diteliti di daerah ini. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian USU, Medan (+ 25 m dpl) pada Oktober 2009 - Januari 2010 menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) factorial dengan 2 faktor yaitu pupuk hayati cair (0, 5, 10 dan 15 cc per liter air) dan pupuk anorganik (0, 50 dan 100 % dosis pemupukan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati cair nyata meningkatkan tinggi tanaman 6 MST, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot segar tajuk dan bobot kering tajuk. Pemberian pupuk anorganik nyata meningkatkan tinggi tanaman 6 MST, jumlah cabang 6 MST, umur berbunga, umur panen, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, bobot 100 biji dan produksi per tanaman. Interaksi antara kedua faktor tersebut nyata meningkatkan tinggi tanaman 6 MST, bobot segar akar, bobot kering akar, bobot segar tajuk dan bobot kering tajuk.

Kata kunci : Pupuk Hayati Cair, Pupuk Anorganik, Kedelai

(17)

ABSTRACT

PU RAJA GOGA PANJAITAN : Response in Growth and Production of Soybean to the addition Liquid Biofertilizer on some level the addition Annorganic Fertilizer, supervised by RATNA ROSANTY LAHAY and MEIRIANI.

Response in Growth and Production of Soybean to combination of Liquid Biofertilizer and Annorganic Fertilizer have not been researched enough in this region. Therefore, a research had been conducted at experimental field of College of Agriculture USU (+ 25 m above sea level) in October 2009 – Januari 2010 using factorial randomized block design with two factors, i.e. liquid Biofertilizer (0, 5, 10 and 15 cc per litre water) and Annorganic fertilizer (0, 50 and 100 % fertilizing dosage).

The result showed that the addition liquid Biofertilizer significantly increase the plant height of 6 weeks after plant, the fresh weight of root, the dry weight of root, the fresh weight of crown, the dry weight of crown. The addition Anorganic fertilizer significantly increase the plant height of 6 weeks after plant, the branch number of 6 weeks after plant, age of flowering, age of harvesting, the fresh weight of root, the dry weight of root, the fresh weight of crown, the dry weight of crown, weight of 100 seed, and production per plant. The interaction between that two factors significantly increase the plant height of 6 weeks after plant, the fresh weight of root, the dry weight of root, the fresh weight of crown and the dry weight of crown.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya impor kedelai untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku

pembuatan pakan ternak dan keperluan industri (besar dan rumah tangga)

di Indonesia membuktikan bahwa komoditas ini belum bisa dipenuhi di dalam

negeri. Beragamnya pemanfaatan kedelai menyebabkan permintaan kedelai terus

meningkat setiap tahun. Akibatnya, impor kedelai cenderung meningkat. Pada

tahun 2001, produksi kedelai mencapai 0,82 juta ton dan jumlah permintaan

mencapai 1,96 juta ton sehingga volume impor mencapai 1,14 juta ton.

Pada tahun 2002 diperkirakan terjadi peningkatan sekitar 12 persen

Produksi kedelai nasional setiap tahunnya mengalami penurunan. Hal ini

dapat dilihat dari data produksi kedelai Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat

Statistik pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut adalah sebagai

berikut 723.483 ton, 808.353 ton, 747.611 ton dan 592.381 ton. Menurunnya

produksi kedelai ini disebabkan oleh sedikitnya petani yang menanam kedelai,

luas lahan pertanian yang dapat digunakan semakin habis dan kurang baiknya

teknik budidaya yang digunakan petani (www.bps.go.id, 2009).

Sebagian besar lahan pertanian di Indonesia telah menjadi lahan kritis

akibat pencemaran dari limbah industri dan pemakaian pupuk anorganik atau

kimia secara berlebihan. Menurut Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Teknologi,

Ahmad Syarifuddin Karama, lahan pertanian yang sudah dalam kondisi

krisis mencapai 66 % dari tujuh juta hektar areal pertanian yang ada.

(19)

yang cukup tinggi dan unsur hara sudah tidak seimbang

(

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), keberhasilan

peningkatan produksi pangan sangat bergantung pada pemberian pupuk, dan

dilaporkan bahwa telah terjadi kenaikan penggunaan pupuk buatan dari 5 juta ton

pada tahun 1967. Pada 30 tahun setelahnya kebutuhan meningkat sembilan kali

lipat menjadi 45 juta ton. Sementara itu, penggunaan pupuk buatan terkendala

harga yang makin mahal akibat kelangkaan bahan baku pembuatan nitrogen.

Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia secara terus menerus berdampak negatif

terhadap lingkungan sehingga pengembangan pupuk hayati lebih berpeluang

(

Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus telah menyebabkan

penurunan tingkat kesuburan lahan pertanian karena populasi mikroorganisme

tanah berkurang dan mati. Di samping itu, struktur tanah menjadi keras, daya

sanggah tanah untuk menahan air berkurang, tanah miskin hara dan menjadikan

lahan pertanian krisis (Anonimous, 2004).

Dimulai sejak tahun 2001, dengan menekankan pemanfaatan teknik nuklir

telah dilakukan proyek pengembangan pupuk hayati (biofertilizer) dalam

mengatasi masalah ketahanan pangan dan perlindungan lingkungan

(

untuk perbaikan kesuburan tanah, misalnya Rhizobium sp, mikroba pelarut fosfat,

Azospirilium sp, cendawan mikoriza dan lain-lain (Hasibuan, 2006).

Nitrogen dan fosfat merupakan dua unsur hara yang paling banyak

(20)

Sampai saat ini permasalahan yang dihadapi dalam program pemupukan adalah

ketersediannya yang rendah. Meskipun demikian, kebutuhan pupuk N dan P dari

tahun ke tahun mengalami peningkatan. Untuk mengurangi perbedaan yang besar

antara kebutuhan (demand) dan pasokan (supply), tambahan pupuk organik dan

pupuk hayati sangat diperlukan. Kemungkinan besar terdapat kendala yang cukup

besar dalam program pengembangan pertanian organik, terutama pengumpulan,

penyimpanan dan pemanfaatan bahan organik. Akan tetapi kesulitan tersebut

dapat diatasi dengan penggunaan pupuk hayati (Sutanto, 2002).

Pada umumnya pupuk hayati disebut biofertilizer. Ada yang juga

menyebutnya pupuk bio dan pupuk mikroba. Apapun namanya pupuk hayati bisa

diartikan sebagai pupuk yang hidup. Sebenarnya nama pupuk kurang cocok,

karena pupuk hayati tidak mengandung hara. Kandungan pupuk hayati

adalah mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman

Pupuk hayati cair memiliki kelebihan antara lain berharga murah dan tidak

berdampak negatif baik terhadap kesehatan tanah maupun lingkungan. Pupuk

hayati cair yang banyak dikembangkan merupakan pemasok nitrogen dan fosfor

(Sutanto, 2002).

Selain itu, pupuk hayati cair merupakan alternatif bagi petani untuk

memanfaatkan pasokan N2 udara dan memecah P menjadi tersedia bagi tanaman.

Pupuk hayati cair mengandung mikroorganisme tertentu dalam jumlah yang

banyak dan mampu menyediakan hara serta membantu pertumbuhan tanaman

(21)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian

untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai

(Glycine max (L.) Merrill) terhadap pemberian pupuk hayati cair pada beberapa

taraf pemberian pupuk anorganik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh empat taraf konsentrasi

pemberian pupuk hayati cair dan tiga taraf dosis pemberian pupuk anorganik

terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merrill).

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respons yang nyata pada pertumbuhan dan produksi

kedelai akibat perbedaan konsentrasi pemberian pupuk hayati cair dan dosis

pupuk anorganik serta interaksi kedua faktor tersebut.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan pula berguna untuk

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Kecambah kedelai tergolong kepada epigous, yang berarti keping biji

muncul di atas tanah. Bagian batang berkecambah di bawah keping disebut

hipokotil. Warna hipokotil ungu atau hijau, dan erat hubungannya dengan warna

bunga. Kedelai yang hipokotilnya ungu warna bunganya ungu, yang hijau

bunganya berwarna putih (Suprapto, 1995).

Akar kedelai merupakan akar tunggang, pada tanah gembur akar kedelai

dapat mencapai kedalaman 150 cm. Pada akarnya terdapat bintil akar, berupa

koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri ini mempunyai kemampuan

mengikat nitrogen dari udara yang kemudian dapat digunakan untuk pertumbuhan

kedelai (Suprapto, 1995).

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan atas dua tipe yaitu tipe determinate

dan indeterminate. Perbedaan tipe pertumbuhan batang ini didasarkan atas

keberadaan bunga di pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate

ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai

berbunga sedangkan pertumbuhan batang tipe indeterminate ditunjukkan dengan

pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun walaupun tanaman sudah mulai

berbunga. Tipe semideterminate gabungan kedua tipe diatas (Adisarwanto, 2005).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda pada tanaman kedelai yaitu

kotiledon atau daun biji, daun primer, daun trifoliate dan daun profila. Daun

primer sederhana berbentuk oval berupa unifoliat (daun tunggal) yang terletak

berseberangan pada buku pertama. Daun-daun berikutnya anak daunnya bentuk

(23)

Perilaku pembungaan kedelai berbeda-beda, mulai dari sangat tidak

terbatas hingga terbatas. Saat berbunga bergantung pada kultivar dan dapat

beragam dari 80 hari hingga mencapai 150 hari setelah tanam (Rubatzky, 1998).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna dalam arti setiap bunga terdapat alat

jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota masih menutup,

sehingga kemungkinan terjadinya kawin silang secara alami sangat kecil. Bunga

terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih (Suprapto, 1995). Tidak

semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara

sempurna. Menurut penelitian sekitar 60 % bunga rontok sebelum membentuk

polong (Suprapto, 1995).

Buah kedelai berbentuk polong, berwarna hijau atau kuning dan berisi

1-4 biji setiap polong (Danarti dan Najiyati, 1992). Bijinya berbentuk bundar atau

pipih,dan sangat kaya akan protein dan minyak. Warna biji berbeda-beda menurut

kultivar (Rubatzky, 1998). Apabila sudah tua buah akan berubah warna menjadi

kecoklatan atau keputihan (Danarti dan Najiyati, 1992).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis.

Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim kering lebih disukai

tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik

di daerah yang memiliki curah hujan sekitar (100-400) mm/bulan. Sedangkan

untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan

antara (100-200) mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara

(24)

(23-27) °C (

ketinggian tempat sampai 400 m di atas permukaan laut (Sugeng, 1983).

Pertumbuhan yang optimal dapat diperoleh dengan menanam kedelai pada

bulan-bulan kering, asal kelembaban tanah masih cukup terjamin. Selama periode

pertumbuhan hingga pengisian polong, air sangat diperlukan. Misalnya untuk

kebutuhan berkecambah kedelai paling tidak membutuhkan kadar air 50 % dari

berat biji. Pada waktu pengisian polong jika persediaan air sangat terbatas, dapat

berpengaruh pada besarnya biji dan jumlah biji tiap polong (Suprapto, 1995).

Kedelai merupakan tanaman berhari pendek yakni tidak akan berbunga

bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Dengan lama

penyinaran 12 jam hampir semua varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung

dari varietasnya, umur berbunga yang beragam (20-60) hari setelah tanam

(Danarti dan Najiyati, 1992).

Tanah

Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai

agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan

liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung

bahan organik dan pH antara 5,5-7. pH optimal adalah 6,7. Tanah hendaknya

mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).

Dalam pembudidayaan kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi

tanahnya yang datar, sehingga tidak perlu dibuat teras dan tanggul. Kedelai juga

membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik

(25)

makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk

pertumbuhan tanaman (Sugeno, 2008).

Penanaman kedelai pada tanah-tanah berat agak sukar, namun setelah

berkecambah biasanya menunjukkan pertumbuhan yang baik. Tanah yang

mempunyai tekstur sedang sangat baik bagi pertumbuhan kedelai. Kedelai juga

dapat tumbuh baik pada tanah organik asal hara tanaman dapat dipenuhi.

Jenis-jenis tanah dengan tingkat kesuburan rendah dapat diperbaiki dengan

memberikan hara yang dianggap kurang berdasarkan analisa tanah dan jaringan

(Somaatmadja, 1993).

Tanah-tanah yang cocok untuk pembudidayaan kedelai yaitu: Alluvial,

Regosol, Grumosol, Latosol dan Andosol. Pada tanah-tanah Podsolik Merah

Kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai

kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam

jumlah cukup, pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi

amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik

(

Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh

pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase

kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, dapat

dibagi menjadi dua, yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk

tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam. Biasanya berupa

unsur hara makro primer, misalnya urea yang hanya mengandung unsur nitrogen.

(26)

Penggunaan pupuk ini lebih praktis, karena hanya dengan satu kali apikasi,

beberapa jenis unsur hara dapat diberikan (Novizan, 2002).

Pupuk anorganik mempunyai kebaikan-kebaikan yaitu lebih mudah

menentukan jumlah pupuk yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman,

pupuk dapat diberikan pada saat yang tepat, pupuk buatan mengandung unsur hara

yang tinggi dan pengangkutan serta pemberiannya lebih murah, mudah dan

ekonomis (Hasibuan, 2006).

Pupuk anorganik mudah diperoleh, kandungan haranya tinggi, mudah larut

dan cepat diserap oleh akar tanaman. Oleh karena itu pupuk ini banyak

dipergunakan oleh para petani dibandingkan dengan pupuk alam atau pupuk

organik. Pupuk anorganik tidak mengandung unsur hara mikro dan hanya unsur

hara tertentu saja yang mempunyai konsentrasi hara yang tinggi seperti N, P, K

dan Mg. Contohnya urea mengandung hara N sebanyak 45 % - 46 %,

TSP : 48 % P2O5, SP-36 : 36 % P2O5, KCl 50 % - 60 % K2O (Hasibuan, 2006).

Ditinjau dari berbagai hara, nitrogen merupakan yang paling banyak

mendapat perhatian. Hal ini disebabkan jumlah nitrogen yang terdapat di dalam

tanah sedikit, sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim

cukup banyak. Di samping itu, senyawa nitrogen anorganik sangat larut dan

mudah hilang dalam air drainase atau alang ke atmosfir, namun efek nitrogen

terhadap pertumbuhan akan jelas dan cepat. Bentuk urea (CO(NH2)2) dapat

dimanfaatkan tanaman, karena urea secara cepat dapat diserap melalui epidermis

daun. Dengan demikian, dari banyak segi jelas bahwa unsur nitrogen ini

merupakan unsur yang berdaya besar yang tidak saja harus diawetkan, tetapi juga

(27)

Menurut Lingga dan Marsono (2007), ada beberapa keuntungan dari

pupuk anorganik yaitu sebagai berikut :

1. Pemberiannya dapat terukur dengan tepat karena pupuk anorganik umumnya

memiliki takaran hara yang tepat.

2. Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan hara yang

tepat.

3. Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah yang cukup, artinya selalu tersedia di

pasaran.

4. Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibanding

pupuk organik seperti kompos atau pupuk kandang. Sehingga biaya angkut

menjadi lebih murah.

Unsur N merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida,

nukleotida, dan nucleoprotein, serta esensial untuk pembelahan sel, pembesaran

sel, dan karenanya untuk pertumbuhan. Nitrogen dan air, khususnya

meningkatkan tinggi tanaman, tetapi pengaruh itu kompleks karena ukuran daun

yang lebih besar akan mengakibatkan penaungan yang lebih banyak yang

cenderung akan meningkatkan kandungan auksin yang dapat mempengaruhi

panjang ruas. Pemupukan nitrogen juga akan menggiatkan perakaran tanaman

yang lebih dalam dan lebih banyak hasil asimilasi untuk pertumbuhan akar.

Nitrogen bergerak dalam tubuh tanaman, nitrogen berpindah ke jaringan muda

sehingga defisiensi pertama kali tampak pada daun-daun yang lebih tua.

Defisiensi nitrogen mengganggu proses pertumbuhan, menyebabkan tanaman

terbantut (kerdil), menguning, dan berkurang hasil panen berat keringnya

(28)

Menurut Humphries dan Wheeler (1963), pemupukan nitrogen

mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perluasan daun, terutama pada lebar

dan luas daun, walaupun jumlah dan ukuran daun dipengaruhi juga oleh genotip

dan lingkungan. Namun pemberian nitrogen yang tinggi menyebabkan tanaman

mudah rebah karena sistem perakaran relatif menjadi lebih sempit

(Marhsner, 1986). Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bila pemberian

nitrogen dinaikkan melampaui titik optimal, maka sebagian nitrogen yang yang

diasimilasi memisahkan diri sebagai amida, sehingga pemberian nitrogen yang

berlebihan hanya menaikkan kadar nitrogen pada tanaman tetapi mengurangi

sintesis karbohidrat.

Pemupukan nitrogen akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein dan

kadar selulosa. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetative,

pemupukan nitrogen harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain.

Pembentukan senyawa organik tergantung pada imbangan ion-ion lain, termasuk

Mg untuk pembentukan klorofil dan ion fosfat untuk sintesis asam nukleat.

Penyerapan nitrogen nitrat untuk sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh

ketersediaan ion K+ (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Fospor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatida, merupakan

bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting

dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem.

Secara umum, fungsi dari P (fospor) dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai

berikut :

(29)

2. dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda

menjadi tanaman dewasa pada umumnya

3. dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji

4. dapat meningkatkan produksi biji-bijian

(Sutedjo, 2002).

Fospor diserap terutama sebagai anion fosfat valensi satu H2PO4-dan

diserap lebih lambat dalam bentuk anion valensi dua HPO42-. Tumbuhan yang

kahat fospor menjadi kerdil dan menjadi hijau tua. Gejalanya terlihat mula-mula

pada daun dewasa dimana daun tua berwarna cokelat gelap saat mati. Kematangan

sering tertunda bila dibandingkan dengan tumbuhan yang cukup fosfat. Fosfat

merupakan bagian esensial dari banyak gula fosfat yang berperan dalam

nukleotida, seperti RNA dan DNA, serta bagian dari fosfolipid pada membran.

Fosfor berperan penting pula dalam metabolism energi, karena keberadaannya

dalam ATP, ADP, AMP dan pirofosfat (Ppi) (Salisbury dan Ross, 1995).

Tanaman yang dipupuk fospor mengembangkan lebih banyak akar

dibanding dengan tanaman yang tidak dipupuk, tetapi hal ini mungkin bukan

pengaruh langsung, ketersediaan fospor mula-mula meningkatkan fotosintesis

yang selanjutnya meningkatkan pertumbuhan akar (Gardner, dkk, 1991). Pupuk

P-anorganik lebih berperan dalam pengisian dan pengembangan biji dan

metabolisme karbohidrat pada daun dan pemindahan sukrosa serta fospor

ditemukan relatif dalam jumlah banyak dalam buah dan biji tanaman

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga

(30)

dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi,

serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kalium juga

merupakan ion yang berperan dalam mengatur tekanan turgor sel yang berperan

dalam proses membuka dan menutupnya stomata. Gejala kekurangan kalium akan

menyebabkan daun mengalami klorosis yang berukuran kecil dan terdapat pada

bagian ujung, tepi dan jaringan antar tulang daun (Lakitan, 2007).

Kalium memberikan pengaruh langsung terhadap perakaran dalam hal

pemanjangan atau percabangan. Selaini itu, kalium penting untuk fungsi fisiologis

tertentu pada akar, kalium yang tidak cukup mungkin menyebabkan sistem

translokasi yang lemah, organisasi sel yang tidak baik dan hilangnya permeabilitas

sel (Gardner, dkk, 1991).

Besar kecilnya ketersediaan kalium tanah untuk tanaman juga dipengaruhi

oleh besar kecilnya kalium yang hilang dari tanah. Kehilangan yang terbesar dari

kalium tanah adalah disebabkan pencucian. Pengaruh pemberian kapur ke dalam

tanah juga dapat menyebabkan kalium tanah menjadi tidak tersedia. Apalagi pada

tanah-tanah ringan dan banyak mengandung pasir, kehilangan kalium akan lebih

desar akibat drainase. Kehilangan kalium dapat diperbesar lagi oleh tanaman,

karena kailum dalam tanaman dapat bersifat sebagai konsumsi berlebihan. Yang

dimaksud dengan konsumsi berlebihan adalah naiknya serapan kalium tidak lagi

diikuti oleh bertambahnya produksi (Hakim, dkk, 1986). Penyerapan kalium yang

tinggi juga akan menyebabkan penyerapan unsur Ca dan Mg turun

(31)

Pupuk Hayati Cair

Pupuk hayati menurut SK Menteri Pertanian No. R.130.760.11.1998

digolongkan ke dalam kelompok pupuk alternatif. Secara umum istilah pupuk

hayati diartikan sebagai suatu bahan yang mengandung sel hidup atau dalam

keadaan laten dari suatu strain penambat nitrogen, pelarut, atau mikroorganisme

selulolitik yang diberikan ke biji, tanah, atau ke tempat pengomposan. Pupuk

hayati banyak dimanfaatkan petani untuk meningkatkan hasil dan memperbaiki

mut

Pada umumnya pupuk hayati menggunakan mikroba yang

mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya

(

adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang melarutkan

hara (terutama P dan K), mikroba-mikroba yang merangsang pertumbuhan

tanaman

tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan

mikroba mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya.

Mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan

langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada

benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikroba

penambat N dan mikroba untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah

(

Mikroba yang juga sering digunakan sebagai biofertilizer atau pupuk

hayati adalah mikroba perangsang pertumbuhan tanaman. Mikroba dari kelompok

(32)

namun sekarang juga diketahui bahwa ada juga fungi yang dapat merangsang

pertumbuhan tanaman. Bakteri yang diketahui dapat merangsang pertumbuhan

tanaman antara lain adalah Pseudomonas sp, Azosprillium sp, sedangkan fungi

yang sudah diketahui adalah Trichoderma sp. Pseudomonas sp, salah satu bakteri

PGPR yang menghasilkan hormo

Mikroba lain yang juga sering digunakan adalah Mikoriza, yang terdiri

dari dua kelompok utama yaitu: endomikoriza dan ektomikoriza. Mikoriza

bersimbiosis dengan tanaman. Secara mudahnya endomikoriza berarti mikoriza

yang ada di dalam dan ektomikoriza adalah mikoriza yang ada di luar.

Endomikoriza atau VAM umumnya adalah fungi tingkat rendah sedangkan

ektomikoriza adalah jamur tingkat tinggi. Mikroriza memiliki peranan yang cukup

komplek. Dia tidak hanya berperan membantu penyerapan hara P, tetapi juga

melindungi tanaman dari serangan penyakit dan memberikan nutrisi lain bagi

tanaman (www.joudie.com, 2009).

Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan

pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk hayati juga ada yang hanya

terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim

terdiri dari bermacam-macam mikroba. Pupuk hayati ini yang kemudian

diaplikasikan ke tanaman

Penggunaan pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah

mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobologis untuk meningkatkan

ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk mikroba

bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil-borne

(33)

menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman

Salah satu faktor yang menentukan mutu pupuk mikroba adalah jumlah

mikroorganisme yang terkandung didalamnya. Jumlah tersebut dapat berkurang

karena suhu yang tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyimpanan pada

suhu rendah umumnya lebih cocok untuk ketahanan hidup mikroorganisme

daripada suhu tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan kelembaban menurun.

Dengan mempertahankan kelembaban, kematian mikroorganisme dapat dikurangi.

Berdasarkan tingkat kelembabannya yang cukup tinggi, gambut cukup baik untuk

pertumbuhan mikroorganisme, baik berupa bakteri maupun jamur. Selain peka

terhadap suhu tinggi mikroba juga peka terhadap sinar matahari langsung. Pada

penggunaan inokulan bakteri Rhizobium, inokulasi biji legum harus dilakukan

pada tempat yang teduh, karena bakteri tersebut tidak tahan terhadap sinar

matahari langsung

Salah satu kelemahan mikroba adalah sangat tergantung dengan banyak

hal. Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, baik lingkungan

biotik maupun abiotik. Jadi biofertilizer yang cocok di daerah sub tropis belum

tentu efektif di daerah tropis. Demikian juga biofertilizer yang efektif di Indonesia

bagian barat, belum tentu efektif juga di wilayah Indonesia bagian timur. Mikroba

yang bersimbiosis dengan tanaman lebih spesifik lagi. Misalnya Rhizobium sp

yang bersimbiosis dengan kedelai varietas tertentu belum tentu cocok untuk

tanaman kacang-kacangan yang lain. Umumnya mikroba yang bersimbiosis

(34)

Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama.

Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang

bebas (tidak bersimbiosis). Contoh mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman

antara lain adalah Rhizobium sp, sedangkan contoh mikroba penambat N yang

tidak bersimbiosis adalah Azosprillium sp dan Azotobacter sp. Mikroba pelarut P

dilaporkan oleh orang Rusia bernama Pikovskaya pada tahun 1948 yaitu

Bacillus megatherium var. phosphaticum, dan mulai digunakan sebagai inokulum

pertanian sejak tahun 1950-an. Beberapa mikroba yang diketahui dapat

melarutkan P dari sumber-sumber yang sukar larut ditemukan baik dari kelompok

kapang/fungi seperti Penicillium sp dan Aspergillus sp, atau dari kelompok

bakteri seperti Bacillus sp dan Pseudomonas sp

MiG-6plus merupakan salah satu merek dagang dari pupuk hayati cair

dengan kandungan mikroba : 1,9 x 106 sel/ ml Azotobacter sp; 0,16 x 106 sel/ ml

Azospirilium sp; 2,48 x 106 sel/ ml Mikroba Pelarut Fosfat; 18,1 x 106 sel/ ml

Pseudomonas sp; 13,7x 107 sel/ ml Lactobacillus sp; 2,3x 106 sel/ml mikroba selulolitik. MiG-6plus tidak mengandung mikroba pathogen seperti E.Coli dan

Salmonella sp. Di samping itu MiG-6plus mengandung 5,54% C-Organik; 0,3% N;

4,84% P2O5; dan 4,95% K2O; serta kandungan unsur hara lainnya

(Mariam, dkk., 2008).

Mariam, dkk (2008) melakukan penelitian penambahan MiG-6plus pada

tanaman selada. Hasil panen selada tertinggi diperoleh pada penambahan

(35)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut,

dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Januari 2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai

varietas Tanggamus, pupuk hayati cair MiG-6plus, pupuk urea, pupuk SP-36,

pupuk KCl, top soil, kompos sebagai media tanam, insektisida Decis 2,5 EC

(mengandung Deltamethrin 25 g/l) 2 cc/l, fungisida Dithane M-45 (mengandung

Mankozeb 80 %) 2 cc/l dan polibag ukuran 30 cm x 40 cm.

Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, meteran, handsprayer, gembor,

timbangan analitik, buku tulis, kalkulator dan penggaris.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Rancangan Acak Kelompok

(RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu ;

Faktor I . Dosis pupuk anorganik (A), dengan 3 taraf yaitu ;

A0 = 0 % dosis pemupukan (0 kg Urea; 0 kg SP-36; 0 kg KCl)/ ha

A1 = 50 % dosis pemupukan (25 kg Urea; 25 kg SP-36; 25 kg KCl)/ ha

(36)

Faktor II . Konsentrasi pupuk hayati cair (MiG-6plus) (H), dengan 4 taraf yaitu ;

H0 = 0 cc/ l air

H1 = 5 cc/ l air

H2 = 10 cc/ l air

H3 = 15 cc/ l air

Dengan demikian diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu ;

A0H0 A1H0 A2H0

A0H1 A1H1 A2H1

A0H2 A1H2 A2H2

A0H3 A1H3 A2H3

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 36 plot

Ukuran plot : 100 cm x 70 cm

Jarak antar ulangan : 50 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jumlah tanaman/ plot : 5 tanaman

Jumlah tanaman sampel/ plot : 4 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 180 tanaman

Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 144 tanaman

(37)

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model

linier sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Dimana :

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan pupuk anorganik pada taraf ke-j dan konsentrasi pupuk hayati cair pada taraf ke-k.

µ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh pupuk anorganik pada taraf ke-j

βk = Pengaruh konsentrasi pupuk hayati cair pada taraf ke-k.

(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara pupuk anorganik pada taraf ke-j dan

konsentrasi pupuk hayati cair pada taraf ke-k.

εijk = Pengaruh galat percobaan, pengaruh pupuk anorganik pada taraf ke-j

dan konsentrasi pupuk hayati cair pada taraf ke-k pada blok ke-i

Jika perlakuan yang diperoleh menunjukkan pengaruh dan berbeda nyata

melalui analisis sidik ragam, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan

(38)

Parameter yang Diukur :

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah :

Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan meteran, tinggi tanaman

diukur mulai dari leher akar sampai ke ujung batang (titik tumbuh). Tinggi

tanaman diukur umur 3 MST sampai dengan 6 MST.

Jumlah cabang (cabang)

Jumlah cabang ditetapkan dengan cara menghitung seluruh cabang utama

yang ada pada setiap tanaman. Jumlah cabang tanaman dihitung umur 4 MST

sampai dengan 6 MST.

Umur berbunga (hst)

Umur berbunga ditetapkan setelah 75% tanaman berbunga.

Umur panen (hst)

Umur panen ditetapkan mulai dari penanaman benih hingga tanaman siap

untuk di panen dengan menunjukkan kriteria panen sebagai berikut daun

menguning dan kecoklat-coklatan, warna polong kecoklat-coklatan, kehitam atau

keabu-abuan dan gugur, daun telah rontok dan batang sudah kering.

Bobot segar akar (g)

Bobot segar akar ditimbang pada saat panen. Akar dipisahkan dari

tajuknya. Akar yang telah dipotong dan dibersihkan kemudian ditimbang dengan

(39)

Bobot kering akar (g)

Bobot kering akar ditimbang setelah panen. Dikeringkan pada suhu 70o C

selama 48 jam atau sampai bobotnya konstan.

Bobot segar tajuk (g)

Bobot segar tajuk ditimbang pada saat panen. Tajuk dipisahkan dari

akarnya. Tajuk yang telah dipotong dan dibersihkan kemudian ditimbang dengan

menggunakan timbangan analitik.

Bobot kering tajuk (g)

Bobot kering tajuk ditimbang setelah panen. Dikeringkan pada suhu 70o C

selama 48 jam atau sampai bobotnya konstan.

Jumlah polong per sampel (polong)

Jumlah polong dihitung dengan cara menghitung jumlah polong pada

sampel. Pengamatan dilakukan pada saat panen.

Jumlah polong berisi per sampel (polong)

Jumlah polong berisi dihitung dengan cara menghitung jumlah polong

berisi pada sampel. Pengamatan dilakukan pada saat panen.

Bobot 100 biji (g)

Diambil 100 biji pada tanaman sampel kemudian ditimbang dengan

(40)

Produksi per tanaman (g)

Perhitungan produksi per tanaman dilakukan dengan cara menimbang

bobot biji per tanaman setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan lahan

Areal yang digunakan untuk penelitian terlebih dahulu diukur sesuai

kebutuhan, lalu dibersihkan dari gulma yang ada sehingga benar-benar bersih.

Kemudian dibuat plot percobaannya ukuran 100 cm x 70 cm. Pada sekeliling areal

dibuat areal drainase sedalam 50 cm untuk menghindari adanya penggenangan air

disekitarnya.

Persiapan media tanam

Media tanam yang digunakan adalah campuran top soil dan kompos dari

bekas pertanaman atau pertanian dengan perbandingan 2:1. Pengisian media

tanam dilakukan sampai batas 5 cm dari mulut polibag bagian atas. Polybag yang

digunakan berukuran 30 cm x 40 cm. Sebelumnya dilakukan analisa tanah untuk

menganalisa kandungan N, P, K, pH dan C/N rasio.

Persiapan benih

Disiapkan benih kedelai yang akan ditanam sesuai perlakuan, sebelumnya

direndam terlebih dahulu dalam air selama + 30 menit untuk mempercepat

(41)

Penanaman

Benih ditanam dengan 2-3 benih/ lubang dan kedalaman tugal 2-3 cm, lalu

ditutup dengan kompos.

Aplikasi pupuk anorganik

Aplikasi dilakukan dengan cara disebar. Aplikasi dilakukan pada waktu

penanaman.

Aplikasi pupuk hayati cair

Aplikasi pupuk hayati cair dilakukan setelah penyulaman dan penjarangan

selesai dilakukan. Aplikasi dilakukan dengan menyemprotkan pupuk hayati cair

MiG-6plus pada permukaan tanah daerah perakaran tanaman sekali tiap minggu

sampai seminggu menjelang panen. Aplikasi dimulai sejak tanaman berumur

2 minggu setelah tanam (MST).

Penyiraman

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yakni pagi dan sore dengan

menggunakan gembor atau penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi

lapangan. Apabila terjadi hujan maka tanaman tidak perlu disiram.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada 2 minggu setelah tanam (MST) dengan

menggantikan tanaman yang mati atau yang rusak dengan menggunakan tanaman

transplanting (tanaman cadangan) yang telah disediakan, waktu penyulaman

(42)

Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah

tanam (MST). Tanaman yang ditinggalkan hanya 1 tanaman.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah di

sekeliling tanaman dan di sebelah tanaman ditanam pacak standart.

Pembumbunan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

Penyiangan

Penyiangan gulma di dalam polibag dilakukan secara manual sedangkan

penyiangan di lahan penelitian menggunakan cangkul. Penyiangan dilakukan

sesuai dengan kondisi lapangan.

Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida

Decis 2,5 EC (mengandung Deltamethrin 25 g/l) 2 cc/l dan pengendalian

penyakit dilakukan dengan penyemprotan fungisida Dithane M-45

(mengandung Mankozeb 80 %) 2 cc/l. Masing-masing disemprotkan pada

tanaman yang terserang. Penyemprotan disesuaikan dengan kondisi di lapangan

dengan menggunakan handsprayer.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut batang tanaman kedelai

dengan menggunakan tangan atau jika tanaman telah menunjukkan kriteria panen

(43)

kecoklat-coklatan, kehitam atau keabu-abuan dan gugur, daun telah rontok dan batang

sudah kering. Setelah dipanen, brangkasan (akar + tajuk) dipisahkan dari polong.

Polong dikeringkan selama 3 hari. Selanjutnya biji dikeluarkan dari polong dan

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman umur 3 s/d 6 MST dan sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 1 s/d 8, yang menunjukkan pada umur 3 s/d 5 MST

perlakuan pemberian pupuk hayati cair dan pupuk anorganik serta interaksinya

berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman tetapi pada umur 6 MST kedua

perlakuan serta interaksinya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai.

Data tinggi tanaman kedelai umur 6 MST pada berbagai taraf pemberian

pupuk hayati cair dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi tanaman kedelai umur 6 MST pada berbagai taraf pupuk hayati cair dan anorganik (cm)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %

Tabel 1 menunjukkan tanaman tertinggi pada pemberian pupuk hayati cair

0 cc/l air diperoleh pada pemberian pupuk anorganik 50 % dosis pemupukan (A1)

yang berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk anorganik 100 % dosis

pemupukan (A2) tetapi berbeda nyata dengan pemberian pupuk anorganik

0 % dosis pemupukan (A0).

Tabel 1 juga menunjukkan tanaman tertinggi pada pemberian pupuk hayati

cair 5 cc/l air diperoleh pada pemberian pupuk anorganik 50 % dosis pemupukan

(A1) yang berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk anorganik 0 dan 100 %

(45)

Tabel 1 menunjukkan tanaman tertinggi pada pemberian pupuk hayati cair

10 cc/l air diperoleh pada pemberian pupuk anorganik 0 % dosis pemupukan (A0)

yang berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk anorganik 50 % dosis

pemupukan (A1) tetapi berbeda nyata dengan pemberian pupuk anorganik

100 % dosis pemupukan (A2).

Tabel 1 menunjukkan tanaman tertinggi pada pemberian pupuk hayati cair

15 cc/l air diperoleh pada pemberian pupuk anorganik 0 % dosis pemupukan (A0)

yang berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk anorganik 50 % dosis

pemupukan (A1) tetapi berbeda nyata dengan pemberian pupuk anorganik

100 % dosis pemupukan (A2).

Hubungan antara tinggi tanaman kedelai umur 6 MST dengan pemberian

pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik dapat dilihat pada Gambar

1.

Gambar 1. Hubungan antara tinggi tanaman kedelai umur 6 MST dengan pemberian pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik

(46)

Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tinggi tanaman kedelai

6 MST (cm) dengan pemberian dosis pupuk hayati cair pada pemberian pupuk

anorganik 0 dan 50 % dosis pemupukan (A1) berbentuk linear positif yang berarti

penambahan dosis pemupukan pupuk anorganik masih dapat meningkatkan tinggi

tanaman kedelai.

Gambar 1 juga menunjukkan hubungan antara tinggi tanaman kedelai

6 MST (cm) dengan pemberian dosis pupuk hayati cair pada pemberian pupuk

anorganik 100 % dosis pemupukan (A2) berbentuk kuadratik positif dengan

tanaman tertinggi 65,31 cm pada pemberian pupuk hayati cair 8,22 cc/l.

Pada pemberian pupuk anorganik A0 dan A1 tinggi tanaman meningkat

linier positif dengan peningkatan dosis pupuk hayati cair karena pada pupuk

hayati cair terdapat mikroba yang mampu mengikat hara dari udara dan

menguraikan hara yang terikat/tidak tersedia yang ada pada media sehingga pada

penanaman tanpa pemberian pupuk anorganik ataupun dosis pupuk anorganik

yang kurang (50% dosis pemupukan) pemberian pupuk hayati cair masih

meningkatkan tinggi tanaman karena penambahan pupuk tersebut akan

meningkatkan ketersediaan pupuk untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa pupuk hayati yang

dibuat mengandung mikroorganisme tertentu dalam jumlah yang banyak dan

mampu menyediakan hara serta membantu pertumbuhan tanaman.

Pada pemberian pupuk anorganik A2 tinggi tanaman meningkat kuadratik

positif dengan peningkatan dosis pupuk hayati cair dimana tanaman tertinggi

diperoleh pada pemberian pupuk hayati cair sebanyak 8,22 cc/l yaitu 65,31 cm

(47)

udara dan menguraikan hara yang terikat/tidak tersedia yang ada pada media

sehingga pada penanaman dengan pemberian pupuk anorganik

(100% dosis pemupukan) pemberian pupuk hayati cair masih meningkatkan tinggi

tanaman karena penambahan pupuk tersebut akan meningkatkan ketersediaan

pupuk untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutanto

(2002) yang menyatakan bahwa pupuk hayati yang dibuat mengandung

mikroorganisme tertentu dalam jumlah yang banyak dan mampu menyediakan

hara serta membantu pertumbuhan tanaman.

Hubungan antara tinggi tanaman kedelai umur 6 MST dengan pemberian

pupuk anorganik pada beberapa taraf pupuk hayati cair dapat dilihat pada Gambar

2.

Gambar 2. Hubungan antara tinggi tanaman kedelai umur 6 MST dengan pemberian pupuk anorganik pada beberapa taraf pupuk hayati cair

Gambar 2 menunjukkan hubungan antara tinggi tanaman kedelai

6 MST (cm) dengan pemberian dosis pupuk anorganik pada pemberian pupuk

hayati cair H0 dan H1 berbentuk kuadratik positif dengan tanaman tertinggi H3 _______________________

(48)

70,02 cm pada pemberian pupuk anorganik 27,86 kg/ha pada H0 dan tanaman

tertinggi 65,97 cm pada pemberian pupuk anorganik 21,69 kg/ha pada H1.

Gambar 2 juga menunjukkan hubungan antara tinggi tanaman kedelai

6 MST (cm) dengan pemberian dosis pupuk anorganik pada pemberian pupuk

hayati cair H2 dan H3 berbentuk linier negatif yang berarti bahwa penambahan

dosis pemupukan pupuk hayati cair tidak meningkatkan tinggi tanaman kedelai.

Pada pemberian pupuk hayati cair H0 dan H1 tinggi tanaman meningkat

kuadratik positif dengan peningkatan dosis pupuk anorganik dimana pada H0

tanaman tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk anorganik sebanyak

27,86 kg/ha yaitu 70,02 cm dan pada H1 tanaman tertinggi diperoleh pada

pemberian pupuk anorganik sebanyak 21,69 kg/ha yaitu 65,97 cm. Hal ini terjadi

dikarenakan peningkatan tinggi tanaman 6 MST berhubungan dengan unsur hara

yang terkandung dalam pupuk anorganik terutama unsur hara utama seperti

nitrogen, fosfor dan kalium dan kandungan pupuk hayati cair. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Gardner, dkk (1991) yang menyatakan bahwa unsur N

merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, dan

nucleoprotein, serta esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel, dan

karenanya untuk pertumbuhan. Nitrogen dan air, khususnya meningkatkan tinggi

tanaman.

Pada pemberian pupuk hayati cair H2 dan H3 pertambahan tinggi tanaman

menurun linier negatif dengan peningkatan dosis pupuk anorganik karena pada

pupuk hayati terjadi kematian mikroorganisme akibat peningkatan suhu. Hal ini

sesuai dengan pernyataan yang diperoleh dari

(49)

adalah jumlah mikroorganisme yang terkandung didalamnya. Jumlah tersebut

dapat berkurang karena suhu yang tinggi.

Jumlah Cabang (cabang)

Data pengamatan jumlah cabang umur 4 s/d 6 MST dan sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 9 s/d14, yang menunjukkan pada umur 4 dan 5 MST

perlakuan pemberian pupuk hayati cair dan pupuk anorganik serta interaksinya

berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang kedelai. Pada umur 6 MST

perlakuan pemberian pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang

kedelai tetapi perlakuan pemberian pupuk hayati cair dan interaksi kedua

perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang kedelai.

Data jumlah cabang kedelai umur 6 MST pada berbagai taraf pemberian

pupuk hayati cair dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah cabang kedelai umur 6 MST pada berbagai taraf pupuk hayati cair dan anorganik (cabang)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %

Tabel 2 menunjukkan jumlah cabang terbanyak diperoleh pada pemberian

pupuk anorganik 100 % dosis pemupukan (A2) yang berbeda tidak nyata dengan

pemberian pupuk anorganik 50 % dosis pemupukan (A1) tetapi berbeda nyata

dengan pemberian pupuk anorganik 0 % dosis pemupukan (A0).

(50)

Hubungan antara jumlah cabang kedelai umur 6 MST dengan pemberian

pupuk anorganik dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara jumlah cabang kedelai umur 6 MST dengan pemberian pupuk anorganik

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara jumlah cabang kedelai

6 MST (cm) dengan pemberian dosis pupuk anorganik berbentuk linear positif

yang berarti penambahan dosis pemupukan pupuk anorganik masih dapat

meningkatkan jumlah cabang kedelai.

Pada penambahan dosis pupuk anorganik hingga 100 % dosis pemupukan

(A2) masih dapat meningkatkan jumlah cabang kedelai karena peningkatan jumlah

cabang berhubungan dengan unsur hara yang terkandung dalam pupuk anorganik

tersebut, terutama unsur hara utama seperti nitrogen, fosfor dan kalium. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Gardner, dkk (1991) yang menyatakan bahwa unsur N

merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, dan

nucleoprotein, serta esensial untuk pembelahan sel dan pembesaran sel. Nitrogen

dan air, khususnya meningkatkan tinggi tanaman.

(51)

Umur Berbunga (hari setelah tanam)

Data pengamatan umur berbunga dan sidik ragamnya dapat dilihat pada

Lampiran 15 dan 16, yang menunjukkan perlakuan pemberian pupuk anorganik

berpengaruh nyata terhadap umur berbunga kedelai tetapi perlakuan pemberian

pupuk hayati cair dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap

umur berbunga kedelai.

Data umur berbunga kedelai pada berbagai taraf pemberian pupuk hayati

cair dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Umur berbunga kedelai pada berbagai taraf pupuk hayati cair dan anorganik (hst)

Dosis

Pupuk Anorganik

Pupuk hayati cair

(cc/l) Rataan

H0 = 0 H1 = 5 H2 = 10 H3 = 15

A0 = 0 % 41.7 40.9 40.1 39.5 40.5 c

A1 = 50 % 40.5 39.9 39.7 38.9 39.7 b

A2 = 100 % 38.9 38.3 38.3 38.3 38.5 a

Rataan 40.4 39.7 39.4 38.9

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %

Tabel 3 menunjukkan umur berbunga tercepat diperoleh pada pemberian

pupuk anorganik 100 % dosis pemupukan (A2) yang berbeda nyata dengan

pemberian pupuk anorganik 0 dan 50 % dosis pemupukan (A1).

Tabel 3 juga menunjukkan umur berbunga tercepat diperoleh pada H3 yang

(52)

Hubungan antara umur berbunga kedelai dengan pemberian pupuk

anorganik dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan antara umur berbunga kedelai dengan pemberian pupuk anorganik

Gambar 4 menunjukkan hubungan antara umur berbunga kedelai

dengan pemberian dosis pupuk anorganik berbentuk linear negatif yang berarti

penambahan dosis pemupukan pupuk anorganik masih dapat mempercepat umur

berbunga kedelai.

Pada penambahan dosis pupuk anorganik hingga 100 % dosis pemupukan

(A2) masih dapat mempercepat umur berbunga kedelai karena pupuk anorganik

memiliki kandungan unsur P (fospor) yang dapat mempercepat umur berbunga

kedelai. Hal ini sesuai pernyataan Sutedjo (2002) yang menyatakan bahwa secara

umum, fungsi dari P (fospor) dalam tanaman yaitu dapat mempercepat

pertumbuhan akar, dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman

muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya, dapat mempercepat pembungaan

dan pemasakan buah dan biji dan dapat meningkatkan produksi biji-bijian.

(53)

Umur Panen (hari setelah tanam)

Data pengamatan umur panen dan sidik ragamnya dapat dilihat pada

Lampiran 17 dan 18, yang menunjukkan perlakuan pemberian pupuk anorganik

berpengaruh nyata terhadap umur panen kedelai tetapi perlakuan pemberian

pupuk hayati cair dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap

umur panen kedelai.

Data umur panen kedelai pada berbagai taraf pemberian pupuk hayati cair

dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Umur panen kedelai pada berbagai taraf pupuk hayati cair dan anorganik (hst)

Dosis

Pupuk Anorganik

Pupuk hayati cair

(cc/l) Rataan

H0 = 0 H1 = 5 H2 = 10 H3 = 15

A0 = 0 % 92.8 90.1 90.2 91.3 91.1 c

A1 = 50 % 91.4 90.9 90.2 89.9 90.6 b

A2 = 100 % 89.9 89.0 89.6 88.6 89.3 a

Rataan 91.4 90.0 90.0 89.9

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %

Tabel 4 menunjukkan umur panen tercepat diperoleh pada pemberian

pupuk anorganik 100 % dosis pemupukan (A2) yang berbeda nyata dengan

pemberian pupuk anorganik 0 dan 50 % dosis pemupukan (A1).

Tabel 4 juga menunjukkan umur panen tercepat diperoleh pada H3 yang

(54)

Hubungan antara umur panen kedelai dengan pemberian pupuk anorganik

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan antara umur panen kedelai dengan pemberian pupuk anorganik

Gambar 5 menunjukkan hubungan antara umur panen kedelai

dengan pemberian dosis pupuk anorganik berbentuk linear negatif yang berarti

penambahan dosis pemupukan pupuk anorganik masih dapat mempercepat umur

panen kedelai.

Pada penambahan dosis pupuk anorganik hingga 100 % dosis pemupukan

(A2) masih dapat mempercepat umur panen kedelai karena pupuk anorganik

memiliki kandungan unsur P (fospor) yang dapat mempercepat umur panen

kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosmarkam dan Yuwono (2002) yang

menyatakan bahwa pupuk P-anorganik lebih berperan dalam pengisian dan

pengembangan biji dan metabolisme karbohidrat pada daun dan pemindahan

sukrosa serta posfor ditemukan relatif dalam jumlah banyak dalam buah dan biji

(55)

Bobot Segar Akar (g)

Data pengamatan bobot segar akar dan sidik ragamnya dapat dilihat pada

Lampiran 19 dan 20, yang menunjukkan perlakuan pemberian pupuk hayati cair

dan pupuk anorganik serta interaksinya berpengaruh nyata terhadap bobot segar

akar kedelai.

Data bobot segar akar kedelai pada berbagai taraf pemberian pupuk hayati

cair dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot segar akar kedelai pada berbagai taraf pupuk hayati cair dan anorganik (g)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5 %

Tabel 5 menunjukkan bobot segar akar tertinggi pada pemberian pupuk

hayati cair 0 cc/l air diperoleh pada pemberian pupuk anorganik 50 % dosis

pemupukan (A1) yang berbeda nyata dengan pemberian pupuk anorganik

0 dan 100 % dosis pemupukan (A2).

Tabel 5 menunjukkan bobot segar akar tertinggi pada pemberian pupuk

hayati cair 5 cc/l air diperoleh pada pemberian pupuk anorganik 100 % dosis

pemupukan (A2) yang berbeda nyata dengan pemberian pupuk anorganik

0 dan 50 % dosis pemupukan (A1).

Tabel 5 juga menunjukkan bobot segar akar tertinggi pada pemberian

pupuk hayati cair 10 cc/l air diperoleh pada pemberian pupuk anorganik 100 %

(56)

anorganik 50 % dosis pemupukan (A1) tetapi berbeda nyata dengan pemberian

pupuk anorganik 0 % dosis pemupukan (A0).

Tabel 5 juga menunjukkan bobot segar akar tertinggi pada pemberian

pupuk hayati cair 15 cc/l air diperoleh pada pemberian pupuk anorganik 100 %

dosis pemupukan (A2) yang berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk

anorganik 0 dan 50 % dosis pemupukan (A1).

Hubungan antara bobot segar akar kedelai dengan pemberian pupuk hayati

cair pada beberapa taraf pupuk anorganik dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antara bobot segar akar kedelai dengan pemberian pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik

Gambar 6 menunjukkan hubungan antara bobot segar akar kedelai

dengan pemberian dosis pupuk hayati cair pada pemberian pupuk anorganik

0 dan 50 % dosis pemupukan (A1) berbentuk linear positif yang berarti

penambahan dosis pemupukan pupuk anorganik masih dapat meningkatkan bobot

(57)

Gambar 6 juga menunjukkan hubungan antara bobot segar akar kedelai

dengan pemberian dosis pupuk hayati cair pada pemberian pupuk anorganik

100 % dosis pemupukan (A2) berbentuk kuadratik positif dengan bobot segar akar

tertinggi 12,93 cm pada pemberian pupuk hayati cair 9,76 cc/l.

Pada pemberian pupuk anorganik A0 dan A1 bobot segar akar meningkat

linier positif dengan peningkatan dosis pupuk hayati cair karena pupuk anorganik

terutama pupuk kalium dapat meningkatkan pemanjangan akar. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Gardner, dkk (1991) yang menyatakan bahwa kalium penting

untuk fungsi fisiologis tertentu pada akar, kalium yang tidak cukup mungkin

menyebabkan sistem translokasi yang lemah, organisasi sel yang tidak baik dan

hilangnya permeabilitas sel.

Pada pemberian pupuk anorganik A2 bobot segar akar meningkat kuadratik

positif dengan peningkatan dosis pupuk hayati cair dimana bobot segar akar

tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk hayati cair sebanyak 9,76 cc/l yaitu

12,93 cm karena pupuk anorganik terutama pupuk kalium dapat meningkatkan

pemanjangan akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner, dkk (1991) yang

menyatakan bahwa kalium penting untuk fungsi fisiologis tertentu pada akar,

kalium yang tidak cukup mungkin menyebabkan sistem translokasi yang lemah,

Gambar

Tabel 1. Tinggi tanaman kedelai umur 6 MST pada berbagai taraf pupuk hayati cair dan anorganik (cm)
Gambar 1. Hubungan antara tinggi tanaman kedelai umur 6 MST dengan pemberian pupuk hayati cair pada beberapa taraf pupuk anorganik
Gambar 2. Hubungan antara tinggi tanaman kedelai umur 6 MST dengan pemberian pupuk anorganik pada beberapa taraf pupuk hayati cair
Tabel 2. Jumlah cabang kedelai umur 6 MST pada berbagai taraf pupuk hayati cair dan anorganik (cabang)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Bersalin Atiah ternyata sebagian masih terjadi pada persalinan multipara yang disebabkan karena berat badan bayi baru lahir, kerapuhan perineum, asuhan sayang ibu

2) Implementasi Haversine Formula ke Dalam Sistem Halaman pencarian lokasi properti terdekat pada menu map berfungsi untuk melakukan proses pencarian

[r]

Terdapat 5 latent class yang terbentuk untuk rumah tangga dengan karakteristik, yaitu untuk latent class pertama merupakan kelompok rumah tangga dengan tingkat

Dari tulisan ini saya hanya bisa mengatakan tentang beberapa hal bahwa, pertama, dalam konteks sistem pendidikan sekolah sangat mungkin dibangun dan diciptakan

Rencana Strategis Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cianjur ini, disusun sebagai bahan pedoman pelaksanaan pembangunan 5 (lima) tahunan

Segala Puji bagi Allah SWT atas segala kemuliaan dan kehendak-Nya dapat diselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING