• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK AKIBAT PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK AKIBAT PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK AKIBAT PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

TESIS

Oleh :

ROSWITA OESMAN NIM : 147001006/MAET

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK AKIBAT PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Magister Agroekoteknologi Pada Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ROSWITA OESMAN NIM : 147001006/MAET

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK

AKIBAT PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

Nama Mahasiswa : Roswita Oesman Nomor Pokok : 147001006

Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Dr. Deni Elfiati, S.P, M.P) (Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P) (Dr. Ir. Hasanuddin, M.S)

Tanggal lulus : 06 Februari 2017

(4)

Telah di uji pada

Tanggal : 06 Februari 2017

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Deni Elfiati, SP, MP

Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

2. Prof. Dr. Ir. Erwin Masrul Harahap, MS 3. Dr. Ir. Erwin Nyak Akoeb, MS

(5)

ABSTRAK

Roswita Oesman, 2017. “Efisiensi Penggunaan Pupuk Anorganik Akibat Penggunaan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L) di Tanah Ultisol”. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik akibat penggunaan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Zea mays L) di tanah Ultisol. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan menggunakan 2 faktor yaitu pemberian pupuk organik (O) dengan perlakuan sebagai berikut: O0 = Tanpa pupuk Organik, O1 = 100% dari dosis pupuk organik, O2 = 75% dari dosis pupuk organik, O3 = 50% dari dosis pupuk organik, O4 = 25% dari dosis pupuk organik. Pemberian pupuk anorganik (A) dengan perlakuan sebagai berikut: A0 = Tanpa pupuk anorganik, A1 = 100% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik, A2 = 75% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik, A3 = 50% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik, A4=25% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik. Peubah yang diamati adalah : tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot pipilan kering. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pemberian pupuk organik 100% dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yang lebih tinggi pada tanah ultisol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman umur 8 dan 12 MST, bobot pipilan kering, serapan N dan P, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk, bobot kering akar dan serapan K. Pemberian pupuk Anorganik 100% dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yang lebih tinggi pada tanah ultisol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman umur 8 MST, bobot kering akar dan bobot pipilan kering, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 12 MST, bobot kering tajuk, serapan N, P dan K. Interaksi dari kedua kombinasi perlakuan menunjukkan berpengaruh nyata terhadap bobot pipilan kering,.

Kata Kunci : Tanah Ultisol, Pupuk Organik, Pupuk Anorganik

(6)

ABSTRACT

Roswita Oesman, 2017. “Inorganic Fertilizer Efficiency to Use Organic Fertilizer on Maize (Zea mays L) Growth and Production in the Land Ultisol”. The research effects to obtain inorganic fertilizer use efficiency to the use of organic fertilizer on the growth and yield of maize (Zea mays L) in Ultisol. This research was conducted at experimental field, the Laboratory for Research and Technology Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan in August to November 2016. The design used in this study is a randomized block design factorial using two factors: organic fertilizers (O) with treatment as follows : O0 = Without organic fertilizers, O1 = 100% of doses of organic fertilizer, O2 = 75% of doses of organic fertilizer, O3 = 50% of doses of organic fertilizer, O4 = 25% of doses of organic fertilizer. inorganic fertilizer application (A) with treatment as follows : A0 = Without inorganic fertilizers, A1 = 100% of doses of inorganic fertilizer recommendations, A2 = 75% of doses of inorganic fertilizer recommendations, A3 = 50% of doses of inorganic fertilizer recommendations, A4

= 25% of doses of inorganic fertilizer recommendations. The variables measured were: plant height, shoot dry weight, root dry weight, dry seed weight. Results showed that 100% Organic fertilizer can increase growth and yield of corn were higher in soil ultisol. This is indicated by their real influence on the growth of plant height ages 8 and 12 WAP, the weight of dry seed, uptake of N and P, but no significant effect on shoot dry weight, root dry weight and uptake K. Inorganic fertilizer application of 100% can increase growth and yield of corn was higher in soil ultisol. This is indicated by their real influence on the growth of plant height age 8 WAP, root dry weight and the weight of dry seed, but did not significantly affect plant height age of 12 WAP, shoot dry weight, uptake of N, P and K. The interaction of the two combination treatments showed significant effect on the weight of dry seed.

Key Word : Soil Ultisol, Organic Fertilizer, Inorganic Fertilizer

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 08 Juni 1959 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Oesman Sridewa dan Ibu Almh. Rosni Nasution. Penulis lulus dari SMA Swasta Harapan di Medan pada tahun 1976 dan pada tahun 1977 lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jurusan Ilmu Tanah dan lulus tahun 1982. Pada tahun 1988 penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (Staff Pengajar) di Kopertis Wilayah I Medan sampai saat ini.

Pada tahun 2014 (semester ganjil) penulis melanjutkan pendidikan pada program Magister Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, MS., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP., sebagai Ketua Program Studi Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. Deni Elfiati, SP, MP., sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Erwin Masrul Harahap, MS., Bapak Dr. Ir. Erwin Nyak Akoeb, MS., sebagai Komisi Pembanding/Penguji atas saran dan kritik yang diberikan.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS., Bapak Dr. Ir. Mukhlis, MSi., Bapak Rudi, Bapak Dahlan dan adik-adik mahasiswa yang telah memberikan bantuan pelaksanaan penelitian di kebun percobaan dan penelitian di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

7. Ananda Dewi Safitri Syaiful, S.Sos., Rika Kartika Syaiful, SH., sebagai anak, Firman Sidiek, SE., sebagai menantu yang telah memberikan bantuan, dukungan dan semangat selama bersekolah di Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman seluruhnya di Program Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan khususnya teman-teman angkatan 2014.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan. Tetapi harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca.

Medan, Februari 2017 Penulis,

Roswita Oesman

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Tanah Ultisol ... 4

Bahan Organik ... 5

Pupuk Kandang ... 7

Efisiensi Pemupukan ... 10

Jagung (Zea mays L.) ... 11

BAHAN DAN METODE ... 14

Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Parameter Pengamatan ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

A. Hasil ... 21

1. Tinggi Tanaman (cm) ... 21

2. Bobot Kering Tajuk (g) ... 23

3. Bobot Kering Akar (g) ... 24

4. Bobot Pipilan Kering (g) ... 25

5. Serapan N ... 26

6. Serapan P ... 27

7. Serapan K ... 28

8. Waktu Berbunga ... 29

9. Efisiensi Pemupukan ... 30

B. Pembahasan ... 31

1. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung di Tanah Ultisol ... 32

2. Pengaruh Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung di Tanah Ultisol ... 35

3. Pengaruh Interaksi antara Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung di Tanah Ultisol ... 37

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN... 46

GAMBAR PENELITIAN... 57

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Kotoran Ayam ... 9 Tabel 2. Tinggi Tanaman Jagung (cm) pada Perlakuan Pemberian Pupuk

Organik dan Pupuk Anorganik pada Umur 8 MST ... 21 Tabel 3. Tinggi Tanaman Jagung (cm) pada Perlakuan Pemberian Pupuk

Organik dan Pupuk Anorganik pada Umur 12 MST ... 22 Tabel 4. Bobot Kering Tajuk Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik ... 23 Tabel 5. Bobot Kering Akar Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk

Organik dan Pupuk Anorganik ... 24 Tabel 6. Bobot Pipilan Kering Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk

Organik dan Pupuk Anorganik ... 25 Tabel 7. Serapan N Tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk

Organik dan Pupuk Anorganik ... 27 Tabel 8. Serapan P Tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik ... 28 Tabel 9. Serapan K Tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk

Organik dan Pupuk Anorganik ... 29 Tabel 10.Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik Terhadap

Efisiensi Pemupukan N, P, dan K ... 30 Tabel 11.Hasil Analisis Data ... 31

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Percobaan ... 46

Lampiran 2. Deskripsi Jagung Varietas Pioneer 23 ... 47

Lampiran 3. Data Tinggi Tanaman Jagung pada Akhir Masa Vegetatif (8 MST) ... 48

Lampiran 4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Jagung pada Akhir Masa Vegetatif (8 MST) ... 48

Lampiran 5. Data Tinggi Tanaman Jagung pada Akhir Masa Vegetatif (12 MST) ... 49

Lampiran 6. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Jagung pada Akhir Masa Vegetatif (12 MST) ... 49

Lampiran 7. Data Bobot Kering Tajuk Jagung pada Akhir Masa Vegetatif ... 50

Lampiran 8. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk Jagung pada Akhir Masa Vegetatif ... 50

Lampiran 9. Data Bobot Kering akar Jagung pada Akhir Masa Vegetatif ... 51

Lampiran 10. Sidik Ragam Bobot Kering akar Jagung pada Akhir Masa Vegetatif ... 51

Lampiran 11. Data Bobot Pipilan Kering Jagung pada Akhir Masa Vegetatif . 52 Lampiran 12. Sidik Ragam Bobot Pipilan Kering Jagung pada Akhir Masa Vegetatif ... 52

Lampiran 13. Data Serapan N Tanaman ... 53

Lampiran 14. Sidik Ragam Serapan N Tanaman ... 53

Lampiran 15. Data Serapan P Tanaman ... 54

Lampiran 16. Sidik Ragam Serapan P Tanaman ... 54

Lampiran 17. Data Serapan K Tanaman ... 55

Lampiran 18. Sidik Ragam Serapan K Tanaman ... 55

(13)

ABSTRAK

Roswita Oesman, 2017. “Efisiensi Penggunaan Pupuk Anorganik Akibat Penggunaan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L) di Tanah Ultisol”. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik akibat penggunaan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Zea mays L) di tanah Ultisol. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan menggunakan 2 faktor yaitu pemberian pupuk organik (O) dengan perlakuan sebagai berikut: O0 = Tanpa pupuk Organik, O1 = 100% dari dosis pupuk organik, O2 = 75% dari dosis pupuk organik, O3 = 50% dari dosis pupuk organik, O4 = 25% dari dosis pupuk organik. Pemberian pupuk anorganik (A) dengan perlakuan sebagai berikut: A0 = Tanpa pupuk anorganik, A1 = 100% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik, A2 = 75% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik, A3 = 50% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik, A4=25% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik. Peubah yang diamati adalah : tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot pipilan kering. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pemberian pupuk organik 100% dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yang lebih tinggi pada tanah ultisol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman umur 8 dan 12 MST, bobot pipilan kering, serapan N dan P, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk, bobot kering akar dan serapan K. Pemberian pupuk Anorganik 100% dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yang lebih tinggi pada tanah ultisol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman umur 8 MST, bobot kering akar dan bobot pipilan kering, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 12 MST, bobot kering tajuk, serapan N, P dan K. Interaksi dari kedua kombinasi perlakuan menunjukkan berpengaruh nyata terhadap bobot pipilan kering,.

Kata Kunci : Tanah Ultisol, Pupuk Organik, Pupuk Anorganik

(14)

ABSTRACT

Roswita Oesman, 2017. “Inorganic Fertilizer Efficiency to Use Organic Fertilizer on Maize (Zea mays L) Growth and Production in the Land Ultisol”. The research effects to obtain inorganic fertilizer use efficiency to the use of organic fertilizer on the growth and yield of maize (Zea mays L) in Ultisol. This research was conducted at experimental field, the Laboratory for Research and Technology Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan in August to November 2016. The design used in this study is a randomized block design factorial using two factors: organic fertilizers (O) with treatment as follows : O0 = Without organic fertilizers, O1 = 100% of doses of organic fertilizer, O2 = 75% of doses of organic fertilizer, O3 = 50% of doses of organic fertilizer, O4 = 25% of doses of organic fertilizer. inorganic fertilizer application (A) with treatment as follows : A0 = Without inorganic fertilizers, A1 = 100% of doses of inorganic fertilizer recommendations, A2 = 75% of doses of inorganic fertilizer recommendations, A3 = 50% of doses of inorganic fertilizer recommendations, A4

= 25% of doses of inorganic fertilizer recommendations. The variables measured were: plant height, shoot dry weight, root dry weight, dry seed weight. Results showed that 100% Organic fertilizer can increase growth and yield of corn were higher in soil ultisol. This is indicated by their real influence on the growth of plant height ages 8 and 12 WAP, the weight of dry seed, uptake of N and P, but no significant effect on shoot dry weight, root dry weight and uptake K. Inorganic fertilizer application of 100% can increase growth and yield of corn was higher in soil ultisol. This is indicated by their real influence on the growth of plant height age 8 WAP, root dry weight and the weight of dry seed, but did not significantly affect plant height age of 12 WAP, shoot dry weight, uptake of N, P and K. The interaction of the two combination treatments showed significant effect on the weight of dry seed.

Key Word : Soil Ultisol, Organic Fertilizer, Inorganic Fertilizer

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ultisol adalah tanah-tanah berwarna merah kuning sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut, sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (>2 m), dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan tanah yang disebut horizon argilik, sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah, dengan tererosinya bahan organik dan hara. (Soil Survey Staff, 2014).

Tanah Ultisol memiliki sifat-sifat kimia antara lain kemasaman tanah tinggi, pH rata-rata < 4,5 , kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca dan Mg, serta kandungan bahan organik rendah. Sehingga pemanfaatan tanah ini terkendala oleh sifat fisik dan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman terutama tanaman pangan bila tidak dikelola dengan baik. Untuk mengatasi kendala tersebut dapat diterapkan teknologi pegapuran, pemupukan dan pemberian bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Untuk memperbaiki kualitas tanah, dapat ditempuh dengan beberapa cara seperti mengurangi penggunaan pupuk kimia dan menggunakan pupuk organik seperti pupuk hijau, pupuk kompos ataupun pupuk kandang. Beberapa diantara kotoran hewan yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yaitu kotoran sapi, kotoran kambing dan kotoran ayam (Hartatik dan Setyorini, 2005).

(16)

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permentan No.70/Permentan/SR.140/10/2011).

Penggunaan bahan organik seperti pupuk kandang diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat tanah Ultisol dan efisiensi pemupukan dari tanaman budidaya. Hal ini sesuai dengan Goenadi et al., dalam Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan bahwa aplikasi pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dapat menghemat biaya pemupukan dan pengujian lapang terhadap tanaman pangan (kentang, jagung dan padi). Selain itu menunjukkan hasil yang menggembirakan karena dapat menghemat biaya pupuk dan dapat meningkatkan produksi khususnya untuk dosis 75% pupuk kimia ditambah 25% pupuk organik. Pada dosis tersebut, produksi untuk tanaman jagung dapat meningkat hingga 10,98% (Anonim, 2001). Pada penelitian ini tanaman jagung digunakan sebagai tanaman indikator berdasarkan sifat tanaman tersebut yang banyak menyerap unsur hara dan dapat menunjukkan respon secara visual akibat kekurangan dan/atau keracunan unsur hara.

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Efisiensi penggunaan pupuk anorganik akibat penggunaan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Zea mays L) di tanah Ultisol.

(17)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik akibat penggunaan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Zea mays L) di tanah Ultisol.

Hipotesa Penelitian

- Diduga pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi serapan N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung di tanah ultisol.

- Diduga pemberian pupuk anorganik meningkatkan efisiensi serapan N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung di tanah ultisol.

- Diduga interaksi pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik meningkatkan efisiensi serapan N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung di tanah ultisol.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam pemanfaatan pupuk kandang kotoran Ayam dalam mengurangi penggunaan pupuk anorganik pada tanah Ultisol.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Ultisol

Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini karena kesuburan tanah ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan bahan organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan hara (Prasetyo dan Suryadikarta, 2006).

Ultisol adalah tanah dengan horizon argilik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua, misalnya batuan liat vulkanik masam. Ultisol merupakan ordo tanah lahan kering, di Indonesia yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Ultisol di Indonesia diperkirakan sekitar 51 juta ha atau 29,7 % dari luas daratan Indonesia , dimana 48,7 juta ha atau 95% diantaranya terdapat di luar Jawa (Hardjoewigeno, 1993).

Ciri tanah Ultisol yang terutama menjadi kendala bagi budidaya tanaman adalah :

1. pH yang rendah

2. Kejenuhan Al tinggi; kemungkinan besar juga Fe dan Mn aktif tinggi

3. Lempung beraktivitas rendah (LAC) bermuatan terubahkan (variable charge) 4. Daya semat terhadap fosfat kuat

(19)

5. Kejenuhan basa rendah; kadar Cu rendah dalam tanah yang berasal dari bahan induk masam (feksil) atau batuan pasir, sedang kadar Zn biasanya cukup namun cenderung terilluviasi dalam horizon B

6. Kadar bahan organik rendah dan itupun terlonggok dalam lapisan permukaan tipis (horizon A tipis) dan dengan sendirinya kadar N pun rendah serta terbatas dalam lapisan permukaan tipis itu

7. Daya simpan air terbatas

8. Jeluk (depth) efektif terbatas, terutama pada acrisol yang horizon acriliknya berkembang tegas dan dangkal

9. Derajat agresi rendah dan kemantapan agregat lemah, yang menyebabkan tanah rentan terhadap erosi yang menjadi kendala pada lahan berlereng dan rentan terhadap pemampatan (compaction) yang menjadi kendala baik pada lahan berlereng maupun pada lahan yang datar (Notohadiprawiro, 2006).

Bahan Organik

Bahan organik tanah adalah sumber utama unsur hara yang asli dari tanah, berasal dari jaringan tanaman, jaringan hewan dan produk tanaman lainnya. Bahan organik memiliki peranan yang cukup penting dalam memperbaiki sifat-sifat tanah khususnya sifat fisik dan kimia tanah. Bahan organik tanah tersusun atas asam fulvik dan asam humik. Sifat kimia bahan organik yang paling penting adalah kemampuan pertukaran kation dan anion yang sangat tinggi. Kapasitas Tukar Kation (KTK) bahan organik tanah dapat 2-30 kali KTK koloid mineral. Sehingga bahan organik mampu mengikat unsur makro pada tapak pertukaran kation atau anion, sedangkan untuk unsur mikro dan senyawa logam berat melalui mekanisme pertukaran atau

(20)

khelat. Sifat fisik bahan organik yang penting adalah kemampuannya dalam mengikat air, sehingga kemampuan tanah dalam menyediakan air menjadi meningkat. Bahan organik mampu mengikat air lebih dari 20 kali beratnya. Bahan organik juga memiliki sifat perekat yang merupakan pengikat butiran primer tanah dalam pembuatan agregat-agregat tanah menjadi lebih mantap (Sentana, 2010).

Keadaan ini besar pengaruhnya terhadap porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah dan suhu tanah. Bahan organik terutama polisakarida dan koloid asam humus sangat berperan dalam pembentukan agregat yang baik pada hampir semua tanah seperti Mollisols, Alfisols, Ultisols dan Inceptisols. Meskipun bahan organik secara kuantitatif sedikit mengandung unsur hara, tetapi dalam penyediaan hara bahan organik berperan penting. Disamping untuk unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber bagi hampir semua unsur lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg dan Si. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat pada tanah marginal atau tanah yang diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang (Suriadikarta, dkk., 2002).

Perbaikan lingkungan fisik dan kimia dapat dilakukan dengan pupuk organik.

Pupuk organik merupakan sumber energi bagi biota heterotrof, berasal dari serasah tumbuhan, kotoran ternak atau sisa-sisa jasad hidup lainnya. Disamping terdiri dari bahan organik yang dapat dirombak pupuk organik dapat diperkaya dengan sel-sel mikrobia pemfiksasi N, pelarut P, pelarut belerang, mikrobia perombak dan senyawa-senyawa hasil perombakan. Pupuk organik yang sering digunakan adalah pupuk kandang dan kompos. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah, sifat kimia tanah dan biologi tanah. Walau kandungan unsur hara pupuk organik sedikit tetapi pemberian pupuk organik kedalam tanah dapat

(21)

membuat unsur hara yang tidak tersedia (terfiksasi) didalam tanah menjadi tersedia untuk tanaman dan melancarkan siklus hara dalam sistem tanah-tanaman. Pupuk organik juga mengandung unsur hara skunder seperti Ca, Mg, disamping unsur hara mikro seperti seng, besi dan lain-lain. (Hanafiah, dkk., 2009).

Salah satu sumber bahan organik dalam upaya pembenah tanah adalah pupuk kandang. Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman budidaya (Mayrowani, 2012).

Pupuk Kandang

Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas seperti sekam pada ayam, jerami padi pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut sebagai pukan pula. Beberapa petani di beberapa daerah memisahkan antara pukan padat dan cair. Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah, menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang) dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain itu, pupuk kandang berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air, aktivitas mikrobiologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah. Pupuk kandang dihasilkan oleh berbagai macam hewan antara lain adalah pupuk kandang sapi, pupuk kandang kuda, pupuk kandang kambing atau domba, pupuk kandang babi, dan pupuk kandang unggas atau ayam (Hartatik dan Widowati, 2006).

(22)

Berdasarkan pada proses penguraian yang terjadi sampai diperoleh nya pupuk matang yang siap untuk digunakan dikenal dua golongan pupuk yaitu pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang penguraian nya oleh mikroorganisme berlangsung dengan cepat sehingga pada tumpukan pupuk yang disimpan (dimatangkan) timbul panas. Pupuk yang termasuk golongan ini cepat menjadi matang tetapi cepat pula melapuknya sehingga ada kemungkinan unsur- unsur hara yang dikandungnya mudah hilang jika lambat penggunaan nya. Pupuk dingin adalah pupuk kandang yang penguraiannya oleh mikroorganisme berlangsung secara perlahan-lahan sehingga pada tumpukan pupuk yang dimatangkan tidak timbul panas. Pupuk yang termasuk golongan ini lambat menjadi matang dan lambat pula melepaskan unsur-unsur hara yang dikandungnya (Setyamidjaja, 1986).

Pupuk kandang ayam

Pupuk kandang ayam atau unggas memiliki unsur hara yang lebih besar dari pada jenis ternak lain. Penyebabnya adalah kotoran padat pada unggas tercampur dengan kotoran cairnya. Umumnya kandungan unsur hara pada urine selalu lebih tinggi dari pada kotoran padat seperti kompos, sebelum digunakan pupuk kandang perlu mengalami proses penguraian. Pupuk kandang ayam tergolong pupuk panas dan mengandung posfat 3 kali lebih besar dari pada pupuk kandang lainnya (Setyamidjaja, 1986).

Pupuk kandang selain mengandung hara-hara yang dibutuhkan oleh tanaman juga mengandung asam-asam humat, asam fulvat, hormon tumbuh dan lain-lain yang bersifat memacu pertumbuhan tanaman sehingga serapan hara oleh tanaman meningkat (Tan, 1993).

(23)

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Kotoran Ayam.

Nama Kotoran Hewan

Kandungan Unsur Hara dan Air (%)

N P2O5 K2O Air

Ayam

Padat dan cair (tercampur)

1,00 0,80 0,40 55

(Sumber : Setyamidjaja,1986)

Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dari pukan lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan hara ke dalam pukan terhadap sayuran (Hartatik dan Widowati, 2005).

Beberapa hasil penelitian aplikasi pukan ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pukan ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya (Widowati dkk, 2005).

Pupuk kandang ayam pada saat ini telah banyak digunakan petani, karena banyaknya peternakan ayam secara besar-besaran di Indonesia memberi peluang untuk memanfaatkan kotoran ayam sebagai pupuk. Dari hasil penellitian pupuk kandang ayam memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Ditinjau dari kandungan unsur hara yang dikandung pupuk kandang ayam, pupuk ini memiliki kandungan hara yang lebih baik tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang hewan besar. Tiap ton kotoran ayam terdapat 65,8 Kg N, 13,7 Kg P dan 12,8 Kg K (Damanik dkk, 2011).

Berdasarkan penelitian (Widodo, 2008), pupuk kandang/kotoran ternak ayam adalah sangat kaya kandungan nitrogen organik untuk menyuburkan tanah, selain itu

(24)

tahi ayam mempunyai peranan yang cukup penting untuk memperbaiki sifat biologis, fisik dan kimia pada tanah pertanian secara alami.

Efisiensi Pemupukan

Untuk menentukan efisiensi pemupukan ada berbagai cara mengukurnya yang masing-masing memberikan hasil yang tidak sama. Disamping itu ada hubungan hakiki antara unsur hara dan kehidupan tanaman yang perlu diperhatikan dalam mengharkatkan efisiensi pemupukan. Keadaan lingkungan hayati juga mempengaruhi efisiensi pemupukan. Gulma menimbulkan persaingan memperoleh hara lengas tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Semua faktor fisiologi, lingkungan atmosfer dan hayati sangat penting dalam menentukan efisiensi pemupukan.

Faktor-faktor efisiensi pemupukan yang dapat ditangani dengan pengelolaan kesuburan tanah :

1. Imbangan ketersediaan hara asli tanah.

2. Antagonisme atau kebalikannya, sinergisme ion dalam jaringan.

3. Penematan (fixation) atau imobilisasi (penyematan biologi) ion hara dalam tanah.

4. Ekonomi hara dalam hubungan nya dengan pH dan Eh tanah.

5. Kekahatan lengas tanah.

6. Perkolasi dan aliran permukaan (runoff) yang melindi hara.

7. Tekstur, struktur dan konsistensi tanah (Notohadiprawiro, 2006).

Salah satu indikator keberhasilan suatu usaha tani adalah efisiensi, baik efisiensi teknik budidaya, pengalokasian input maupun output produksi. Pencapaian

(25)

efisiensi teknik budidaya yang tinggi sangat penting di dalam upaya meningkatkan daya saing dan keuntungan usaha tani (Sukiyono, 2005).

Efisiensi penggunaan pupuk adalah peningkatan produksi untuk setiap satuan pupuk yang ditambahkan. Metode perhitungan efisiensi pupuk dapat digunakan untuk menilai tanaman dalam memanfaatkan unsure hara yang telah diserap dalam menghasilkan produksi lebih tinggi tanpa menambah hara yang diperlukan.

Pengukuran efisiensi dapat dilakukan melalui beberapa metode diantaranya pengukuran efisiensi pemupukan. Efisiensi pemupukan ialah peningkatan hasil untuk setiap kg pupuk yang diberikan. (Baligar and Fageria, 2005).

Jagung (Zea mays L)

Jagung selain untuk keperluan pangan, juga digunakan untuk bahan baku industri pakan ternak, maupun ekspor. Teknologi produksi jagung sudah banyak dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengkajian lingkup Badan Litbang Pertanian maupun Perguruan Tinggi, namun belum banyak diterapkan di lapangan.

Penggunaan pupuk urea misalnya ada yang sampai 600 kg/ha jauh lebih tinggi dari kisaran yang seharusnya diberikan yaitu 350-400 kg/ha. Teknologi pasca panen yang masih sederhana mengakibatkan kualitas jagung di tingkat petani tergolong rendah sehingga harganya menjadi rendah. hal ini dikarenakan petani pada umumnya menjual jagungnya segera setelah panen. Cara pengeringan yang banyak dilakukan, yaitu pengeringan di pohon sampai kadar air 23-25% baru dipanen dan langsung dipipil yang selanjutnya dijual (Kristanto, 2008).

Dalam upaya pengembangan jagung yang lebih kompetitif, diperlukan upaya efisiensi usaha tani, baik ekonomi, mutu maupun produktivitas melalui penerapan

(26)

teknologi mulai dari penentuan lokasi, penggunaan varietas, benih bermutu, penanaman, pemeliharaan, hingga penanganan panen dan pasca panen yang tepat (Kristanto, 2008).

Syarat Tumbuh

Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan. Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan penyebarannya.

Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100 mm/bulan. Untuk mengetahui ini perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan pola distribusinya selama 10 tahun ke belakang agar waktu tanam dapat ditentukan dengan baik dan tepat (Murni dkk, 2007).

Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan baik.

Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak. Penggunaan varietas unggul (baik hibrida maupun komposit) mempunyai peranan penting dalam upaya peningkatan produktivas jagung. Memilih varietas hendaknya melihat deskripsi varietas terutama potensi hasilnya, ketahanannya terhadap hama atau penyakit, ketahanannya terhadap kekeringan, tanah masam, umur tanaman, warna biji dan disenangi baik petani maupun pedagang (Subandi dkk, 1998).

Dalam proses aplikasi pupuk kandang untuk tanaman jagung ada standarisasinya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh pengaruh pemberian pupuk lebih efektif. Prosesnya sebagai berikut, cangkul tempat menugal benih sesuai dengan jarak tanam lalu beri pupuk kandang atau kompos 1-2 genggam (+50-75 gr) tiap cangkulan, sehingga takaran pupuk kandang yang diperlukan adalah 3,5-5 t/ha.

Pemberian pupuk kandang ini dilakukan 3-7 hari sebelum tanam. Bisa juga pupuk

(27)

kandang itu diberikan pada saat tanam sebagai penutup benih yang baru ditanam.

Jarak tanam yang dianjurkan ada 2 cara adalah: (a) 70 cm x 20 cm dengan 1 benih per lubang tanam, atau (b) 75 cm x 40 cm dengan 2 benih per lubang tanam. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah. Anjuran dosis pupuk untuk tanaman jagung rata-rata adalah Urea= 200-300 kg/ha, TSP= 75- 100 kg/ha dan KCl= 50-100 kg/ha (Budiman, 2012). Berdasarkan hasil penelitian, takaran pupuk untuk tanaman jagung berdasarkan target hasil adalah 350-400 kg urea/ha, 100-150 kg SP-36/ha, dan 100-150 kg KCl/ha (Murni dkk, 2007).

Penyiangan dilakukan dua kali selama masa pertumbuhan tanaman jagung.

Penyiangan pertama pada umur 14-20 Hari sesudah tanam dengan cangkul atau bajak sekaligus bersamaan dengan pembumbunan. Penyiangan kedua dilakukan tergantung pada perkembangan gulma (rumput). Penyiangan kedua dapat dilakukan dengan cara manual seperti pada penyiangan pertama (Budiman, 2013).

(28)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Ultisol dari Perkebunan Tambunan-A Langkat, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCl, pupuk kandang ayam, benih jagung varietas Pioneer-23, polybag sebagai wadah media tanam, insektisida regent (pembasmi semut) dan decis (pembasmi ulat) serta bahan- bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis di Laboratorium.

Alat yang digunakan adalah cangkul yang digunakan dalam pengambilan tanah dan penyiapan lahan, timbangan untuk menimbang tanah, gembor untuk menyiram tanaman, ayakan untuk mengayak tanah, dan alat-alat laboratorium lain yang mendukung untuk analisis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor yaitu pupuk organik (O) dan pupuk anorganik (A) masing-masing 5 taraf dan 2 ulangan sehingga diperoleh unit percobaan sebanyak 5 x 5 x 2 = 50 unit percobaan.

Masing-masing perlakuan percobaannya adalah sebagai berikut :

(29)

Adapun faktor pertama yaitu pupuk organik (O) dengan perlakuan sebagai berikut:

O0 = Tanpa pupuk Organik

O1 = 100% dari dosis pupuk organik O2 = 75% dari dosis pupuk organik O3 = 50% dari dosis pupuk organik O4 = 25% dari dosis pupuk organik

Dosis pupuk organik dihitung setelah analisis awal tanah.

Adapun faktor kedua yaitu pupuk anorganik (A) dengan perlakuan sebagai berikut:

A0 = Tanpa pupuk anorganik

A1 = 100% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik A2 = 75% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik A3 = 50% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik A4 = 25% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik

Dosis rekomendasi pupuk anorganik sesuai yang tertera pada deskripsi varietas tanaman jagung yaitu 300 kg/ha Urea, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCl.

Dari perlakuan di atas, didapatkan kombinasi perlakuan sebagai berikut:

O0A0 O1A0 O2A0 O3A0 O4A0

O0A1 O1A1 O2A1 O3A1 O4A1

O0A2 O1A2 O2A2 O3A2 O4A2

O0A3 O1A3 O2A3 O3A3 O4A3

O0A4 O1A4 O2A4 O3A4 O4A4

(30)

Model linear Rancangan Acak Kelompok Faktorial Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk +

ε

ijk

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan yang mendapat dosis pupuk organik taraf ke-i dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j pada kelompok ke-k

µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan dosis pupuk organik ke-i βj = pengaruh perlakuan dosis pupuk anorganik ke-j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan dosis pupuk organik taraf ke-i dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j

ρk = pengaruh kelompok ke-k

ε

ijk = pengaruh galat percobaan dari perlakuan dosis pupuk organik taraf ke-i

dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j pada kelompok ke-k.

Selanjutnya data dianalisis dengan ANOVA (Analisis Variansi) pada setiap parameter yang diukur dan diuji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan menggunakan Uji Duncant pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

a) Pengambilan contoh tanah

Bahan tanah diambil secara komposit dengan kedalaman 0-20 cm dari permukaan tanah. Kemudian tanah dikering udarakan dan diayak.

(31)

b) Analisis Awal Tanah

Diambil sampel bahan tanah kering udara untuk analisis awal dengan analisa tanah lengkap :

1. Tekstur 2. pH H2O 3. pH KCl 4. C-organik 5. N-total 6. P-tersedia 7. K-tukar 8. Ca-tukar 9. Mg-tukar 10. Na-tukar

11. Kapasitas tukar kation 12. Al-tukar

c) Analisis pupuk kandang ayam 1. C-organik

2. N-total 3. P2O5 4. K2O 5. C/N

d) Persiapan areal penanaman

Areal penelitian yaitu di Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan. Areal penelitian dibersihkan dari gulma. Kemudian, tanah Ultisol di ayak dan di timbang setara dengan 10 kg BTKU / polybag dan di masukkan ke dalam polybag. Kemudian polybag di acak dan disusun rapi pada areal penanaman dengan alas batubata.

(32)

e) Aplikasi pupuk kandang

Pupuk kandang diaplikasikan 1 minggu sebelum tanam dengan cara dicampurkan dengan tanah pada setiap polybag sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan.

f) Aplikasi pupuk dasar dan penanaman

Setelah inkubasi pupuk kandang selama 1 minggu, maka dilakukan aplikasi pupuk Urea, TSP dan pupuk KCl. Kemudian dilakukan penanaman benih jagung varietas P-23 sebanyak 3 benih/polybag.

g) Pemeliharaan

Penjarangan tanaman dilakukan sesudah 2-3 minggu setelah tanam.

Penyiraman dilakukan setiap hari agar tanah tetap dalam keadaan kapasitas lapang. Pembersihan dari gulma, hama dan pathogen penyebab penyakit pada tanaman jagung.

h) Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada akhir masa generatif dengan memisahkan tongkol jagung, tanaman bagian bawah (akar) dan bagian atas (tajuk). Akar dicuci dengan air hingga bersih dan dimasukkan ke dalam amplop, tanaman bagian atas juga dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian diovenkan pada suhu 70°C selama + 24 jam.

(33)

Parameter Pengamatan 1. Analisis Tanaman a) Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur mulai 2 minggu setelah tanam sampai akhir pertumbuhan Vegetatif menggunakan meteran mulai dari permukaan tanah sampai dengan daun yang paling tinggi.

b) Waktu berbunga

Waktu berbunga dilihat dari kemunculan bunga pada tanaman jagung di awal masa generative.

c) Bobot Pipilan Kering

Bobot pipilan kering dihitung 100 butir dengan menggunakan timbangan analitik.

d) Bobot kering tajuk

Bobot kering tajuk tanaman ditimbang menggunakan timbangan analitik setelah diovenkan.

e) Bobot kering akar

Bobot kering akar tanaman ditimbang menggunakan timbangan analitik setelah diovenkan.

f) Kadar N tanaman.

g) Serapan N tanaman

Serapan N tanaman dihitung yaitu hasil perkalian kadar N tanaman dengan berat kering tajuk.

h) Kadar P tanaman.

(34)

i) Serapan P tanaman dihitung yaitu hasil perkalian kadar P tanaman dengan berat kering tajuk.

j) Kadar K tanaman.

k) Serapan K tanaman dihitung yaitu hasil perkalian kadar K tanaman dengan berat kering tajuk.

l) Efisiensi Pemupukan

Efisiensi pemupukan dapat ditaksir :

 Menurut kenaikan bobot kering biomassa berguna oleh pemberian tiap satuan bobot unsur hara dalam bahan pupuk.

 Berdasarkan jumlah unsur hara yang diserap tanaman dari tiap satuan jumlah unsur hara yang ditambahkan.

 Efisiensi pemupukan suatu unsur hara menurut umur tanaman (kelakuan fisiologi). Kelakuan fisiologi tanaman dipengaruhi oleh cuaca, musim dan suhu.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman jagung pada pengamatan 8 dan 12 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai 6. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 8 dan 12 MST. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 8 MST, tetapi tidak berpengaruh nyata pada umur 12 MST. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 8 dan 12 MST.

Tinggi tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik pada pengamatan 8 MST (Tabel 2) dan 12 MST (Tabel 3).

Tabel 2. Tinggi Tanaman Jagung (cm) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik pada Umur 8 MST

Perlakuan

Pupuk Anorganik

Rataan A0

(tanpa pupuk) A1 (100%)

A2 (75%)

A3 (50%)

A4 (25%) Pupuk Organik

O0 (tanpa pupuk) O1 (100%) O2 (75%) O3 (50%) O4 (25%)

68,00 103,00

89,00 92,00 87,50

93,50 115,50 106,50 111,50 110,00

84,50 122,00 116,50 98,50 24,52

107,50 124,50 90,00 109,50

22,63

85,50 107,00 100,50 85,00 18,58

87,80 c 114,40 a 100,50 b 99,30 b 100,60 b Rataan 87,90 b 107,40 a 104,50 a 107,40 a 95,40 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman jagung tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O ) yaitu 114,40 cm dan terendah pada perlakuan

(36)

tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 50% (A3) yaitu 107,40 cm dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0).

Kondisi ini menunjukkan bahwa masing-masing pupuk memberikan respon terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3). Pada perlakuan pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman jagung.

Tabel 3. Tinggi Tanaman Jagung (cm) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik pada Umur 12 MST

Perlakuan

Pupuk Anorganik

Rataan A0

(tanpa pupuk) A1 (100%)

A2 (75%)

A3 (50%)

A4 (25%) Pupuk Organik

O0 (tanpa pupuk) O1 (100%) O2 (75%) O3 (50%) O4 (25%)

103,50 130,00 124,50 125,50 101,50

99,00 133,50 120,50 112,00 127,50

83,00 120,00 132,00 124,00 103,50

129,50 140,50 112,00 119,00 115,50

124,50 117,50 126,00 118,00 108,00

107,90 b 128,30 a 123,00 ab 119,70 ab 111,20 b Rataan 117,00 118,50 112,50 123,30 118,80

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman jagung tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O1) yaitu 128,30 cm dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 50% (A3) yaitu 123,30 cm dan terendah pada perlakuan 75% (A2).

Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3). Pada perlakuan pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan

(37)

2. Bobot Kering Tajuk (g)

Data pengamatan bobot kering tajuk jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 7-8. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk jagung.

Bobot kering tajuk jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Bobot Kering Tajuk Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Perlakuan

Pupuk Anorganik

Rataan A0

(tanpa pupuk) A1 (100%)

A2 (75%)

A3 (50%)

A4 (25%) Pupuk Organik

O0 (tanpa pupuk) O1 (100%) O2 (75%) O3 (50%) O4 (25%)

9,59 32,57 17,77 17,71 15,21

21,77 29,47 31,51 32,04 24,40

15,61 25,29 25,54 24,06 24,52

25,23 28,43 26,02 21,91 22,63

22,77 25,80 22,48 13,99 18,58

18,99 28,31 24,66 21,94 21,07

Rataan 18,57 27,84 23,00 24,84 20,72

Keterangan : Angka-angka yang tidak diikuti huruf pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa bobot kering tajuk jagung tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O1) yaitu 28,31 g dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 100% (A1) yaitu 27,84 g dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0).

Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 100% dan anorganik 0% (O1A0). Bobot kering tajuk terendah terdapat pada O0A0. Perlakuan pupuk

(38)

organik 100% dan anorganik 0% (O1A0) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan bobot kering tajuk.

3. Bobot Kering Akar (g)

Data pengamatan bobot kering akar jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9-10. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering akar jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar jagung.

Bobot kering akar jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot Kering Akar Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Perlakuan

Pupuk Anorganik

Rataan A0

(tanpa pupuk) A1

(100%)

A2

(75%)

A3

(50%)

A4

(25%) Pupuk Organik

O0 (tanpa pupuk) O1 (100%) O2 (75%) O3 (50%) O4 (25%)

2,49 11,67

7,02 5,49 4,42

7,29 14,75 13,48 18,22 12,40

5,63 10,87 12,21 10,76 9,55

9,28 10,40

9,34 14,56

9,12

9,18 9,02 8,08 4,40 5,92

6,77 11,34 10,02 10,68 8,28 Rataan 6,22 c 13,23 a 9,80 b 10,54 b 7,32 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa bobot kering akar jagung tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O1) yaitu 11,34 g dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 100% (A1) yaitu 13,23 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

(39)

Pada perlakuan tanpa pupuk (A0) diperoleh bobot kering akar terendah. Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar.

Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 50% dan anorganik 100% (O3A1).

Bobot kering akar terendah terdapat pada O0A0. Perlakuan pupuk organik 50% dan anorganik 100% (O3A1) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan bobot kering akar.

4. Bobot Pipilan Kering (g)

Data pengamatan bobot pipilan kering jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11-12. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot pipilan kering jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot pipilan kering jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap bobot pipilan kering jagung.

Bobot pipilan kering jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot Pipilan Kering Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Perlakuan

Pupuk Anorganik

Rataan A0

(tanpa pupuk) A1 (100%)

A2 (75%)

A3 (50%)

A4 (25%) Pupuk Organik

O0 (tanpa pupuk) O1 (100%) O2 (75%) O3 (50%) O4 (25%)

0,00 i 13,03 d 11,80 f 13,81 d 11,98 f

11,72 f 14,50 c 17,09 a 17,41 a 14,60 b

6,13 h 13,64 d 14,80 c 16,10 b 15,08 c

12,66 e 14,11 c 16,58 b 13,19 d 13,79 d

11,78 f 14,69 c 14,85 c 12,36 e 10,63 g

8,46 c 13,99 b 15,02 a 14,57 ab 13,22 b Rataan 10,12 c 15,06 a 13,15 b 14,06 ab 12,86 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

(40)

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik yang terbaik untuk parameter bobot pipilan kering adalah 75% (O2) yaitu 15,02 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan 50% (O3).

Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik pada dosis 100% (A1) yaitu 15,06 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan 50% (A3). Dari kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik (O x A), rataan tertinggi diperoleh pada kombinasi 50% pupuk organik dengan 100%

pupuk anorganik O3A1 (17,41 g), yang tidak berbeda nyata dengan O2A1 namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Bobot pipilan kering terendah terdapat pada O0A0. Perlakuan pupuk organik 50% dan anorganik 100% (O3A1) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan bobot pipilan kering.

5. Serapan N

Data pengamatan serapan N tanaman jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 13-14. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman jagung.

Serapan N tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 7.

(41)

Tabel 7. Serapan N tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Perlakuan

Pupuk Anorganik

Rataan A0

(tanpa pupuk) A1 (100%)

A2 (75%)

A3 (50%)

A4 (25%) Pupuk Organik

O0 (tanpa pupuk) O1 (100%) O2 (75%) O3 (50%) O4 (25%)

0,18 0,47 0,23 0,44 0,33

0,51 0,33 0,96 0,49 0,47

0,32 0,40 0,94 0,63 0,49

0,34 0,40 1,22 0,20 0,67

0,32 0,33 0,63 0,25 0,54

0,33 b 0,38 b 0,79 a 0,40 b 0,50 b

Rataan 0,33 0,55 0,55 0,56 0,41

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa serapan N tanaman tertinggi adalah pemberian pupuk organik 75% (O2) yaitu 0,79 % yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 50% (A3) yaitu 0,56 % dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0). Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap serapan N tanaman. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 75% dan anorganik 50% (O2A3). Serapan N tanaman terendah terdapat pada O0A0.

6. Serapan P

Data pengamatan serapan P tanaman jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 15-16. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) berpengaruh sangat nyata terhadap serapan P tanaman jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) tiddak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman jagung.

(42)

Serapan P tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Serapan P tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Perlakuan

Pupuk Anorganik

Rataan A0

(tanpa pupuk) A1

(100%)

A2

(75%)

A3

(50%)

A4

(25%) Pupuk Organik

O0 (tanpa pupuk) O1 (100%) O2 (75%) O3 (50%) O4 (25%)

0,12 0,39 0,33 0,39 0,36

0,29 0,48 0,72 0,68 0,48

0,23 0,38 0,47 0,60 0,50

0,31 0,51 0,72 0,38 0,39

0,28 0,47 0,49 0,34 0,31

0,24 c 0,45 b 0,54 a 0,48 ab 0,41 b

Rataan 0,32 0,53 0,43 0,46 0,38

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa serapan P tanaman tertinggi adalah pemberian pupuk organik 75% (O2) yaitu 0,54 %, tidak berbeda nyata dengan 50% (O3), dan terendah perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 100% (A1) yaitu 0,53 % dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0). Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap serapan P tanaman. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 75% dan anorganik 100% (O2A1). Serapan P tanaman terendah terdapat pada O0A0.

7. Serapan K

Data pengamatan serapan K tanaman jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 17-18. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) tidak berpengaruh nyata terhadap serapan K tanaman jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A)

(43)

perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap serapan K tanaman jagung.

Serapan K tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 9.

Tabel 9. Serapan K tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Perlakuan

Pupuk Anorganik

Rataan A0

(tanpa pupuk) A1

(100%)

A2

(75%)

A3

(50%)

A4

(25%) Pupuk Organik

O0 (tanpa pupuk) O1 (100%) O2 (75%) O3 (50%) O4 (25%)

0,08 0,13 0,13 0,15 0,16

0,22 0,22 0,35 0,19 0,21

0,17 0,23 0,16 0,13 0,19

0,16 0,36 0,34 0,18 0,16

0,23 0,27 0,23 0,13 0,15

0,17 0,24 0,24 0,16 0,17

Rataan 0,13 0,24 0,18 0,24 0,20

Keterangan : Angka-angka yang tidak diikuti huruf pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa serapan K tanaman tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O1) yaitu 0,24 %, dan terendah perlakuan 50%

(O3). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 100% (A1) yaitu 0,24 % dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0). Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap serapan P tanaman.

Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3).

Serapan K tanaman terendah terdapat pada O0A0.

8. Waktu Berbunga

Waktu berbunga tanaman jagung adalah 57 hari setelah tanam. Jagung di tanam pada tanggal 12 Agustus 2016, dan tanaman jagung mulai berbunga pada tanggal 7 Oktober 2016 yaitu pada perlakuan O3A1 pada ulangan pertama dan O1A2

pada ulangan kedua. Pengamatan berbunga tanaman jagung dilakukan sampai

(44)

tanggal 28 Oktober 2016, selama 4 minggu di bulan Oktober tanaman jagung terus berbunga seluruhnya, tetapi pada tanggal 21 Oktober 2016 tanaman sudah mulai berbuah.

9. Efisiensi Pemupukan

Pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P dan K. Efisiensi pemupukan N tertinggi sebesar 1,221 pada perlakuan pupuk organik 75% dan pupuk anorganik 50% (O2A3). Efisiensi pemupukan P tertinggi sebesar 0,722 pada perlakuan pupuk organik 75% dan pupuk anorganik 100% (O2A1). Sedangkan efisiensi pemupukan K tertinggi sebesar 0,360 pada perlakuan pupuk organik 100% dan pupuk anorganik 50% (O1A3).

Tabel 10. Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik terhadap Efisiensi Pemupukan N, P dan K

O0 O1 O2 O3 O4

0 100% 75% 50% 25%

Serapan N A0 0 A1 100%

A2 75%

A3 50%

A4 25%

0,175 0,510 0,313 0,336 0,319

0,464 0,327 0,398 0,398 0,324

0,224 0,957 0,935 1,221 0,633

0,443 0,486 0,628 0,199 0,249

0,330 0,460 0,488 0,665 0,537 Serapan P

A0 0 A1 100%

A2 75%

A3 50%

A4 25%

0,118 0,282 0,232 0,311 0,279

0,385 0,481 0,380 0,514 0,468

0,322 0,722 0,464 0,715 0,487

0,387 0,682 0,602 0,379 0,335

0,359 0,482 0,493 0,386 0,313 Serapan K

A0 0 A1 100%

A2 75%

A3 50%

A4 25%

0,076 0,218 0,170 0,155 0,226

0,134 0,216 0,226 0,360 0,265

0,131 0,348 0,164 0,342 0,229

0,149 0,187 0,131 0,180 0,133

0,160 0,206 0,185 0,159 0,145

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Abstrak ditulis dalamjarak 1 spasi dengan jumlah kata tidak lebih dari 150 kata yang dilengkapi dengan 3 – 5 kata kunci, yaitu istilah-istilah yang mewakili

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada para dosen di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah

Dengan ini menyatakan bahwa kami bersedia menerima hibah Barang Milik Negara yang bersumber dari Direktorat Kesehatan Keluarga Direktur Jenderal

While in MTs Maslakul Huda Paciran, teaching innovation is done through the use of simple media created by science teachers. For example an explanation of

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setiap simbol yang digunakan dalam upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun memiliki sumbangsih makna yang

Learning aoutonomy does not as simply as teacher center learning which the teacher is more dominant in learning, the students take appluse to the teacher’s

Dan malam yang paling diharapkan adalah malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim, dari Ubai bin Ka'ab Radhiyallahu 'Anhu, &#34;Demi Allah, sungguh