• Tidak ada hasil yang ditemukan

lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya (Widowati dkk, 2005).

Pupuk kandang ayam pada saat ini telah banyak digunakan petani, karena banyaknya peternakan ayam secara besar-besaran di Indonesia memberi peluang untuk memanfaatkan kotoran ayam sebagai pupuk. Dari hasil penellitian pupuk kandang ayam memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Ditinjau dari kandungan unsur hara yang dikandung pupuk kandang ayam, pupuk ini memiliki kandungan hara yang lebih baik tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang hewan besar. Tiap ton kotoran ayam terdapat 65,8 Kg N, 13,7 Kg P dan 12,8 Kg K (Damanik dkk, 2011).

Berdasarkan penelitian (Widodo, 2008), pupuk kandang/kotoran ternak ayam adalah sangat kaya kandungan nitrogen organik untuk menyuburkan tanah, selain itu

tahi ayam mempunyai peranan yang cukup penting untuk memperbaiki sifat biologis, fisik dan kimia pada tanah pertanian secara alami.

Efisiensi Pemupukan

Untuk menentukan efisiensi pemupukan ada berbagai cara mengukurnya yang masing-masing memberikan hasil yang tidak sama. Disamping itu ada hubungan hakiki antara unsur hara dan kehidupan tanaman yang perlu diperhatikan dalam mengharkatkan efisiensi pemupukan. Keadaan lingkungan hayati juga mempengaruhi efisiensi pemupukan. Gulma menimbulkan persaingan memperoleh hara lengas tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Semua faktor fisiologi, lingkungan atmosfer dan hayati sangat penting dalam menentukan efisiensi pemupukan.

Faktor-faktor efisiensi pemupukan yang dapat ditangani dengan pengelolaan kesuburan tanah :

1. Imbangan ketersediaan hara asli tanah.

2. Antagonisme atau kebalikannya, sinergisme ion dalam jaringan.

3. Penematan (fixation) atau imobilisasi (penyematan biologi) ion hara dalam tanah.

4. Ekonomi hara dalam hubungan nya dengan pH dan Eh tanah.

5. Kekahatan lengas tanah.

6. Perkolasi dan aliran permukaan (runoff) yang melindi hara.

7. Tekstur, struktur dan konsistensi tanah (Notohadiprawiro, 2006).

Salah satu indikator keberhasilan suatu usaha tani adalah efisiensi, baik efisiensi teknik budidaya, pengalokasian input maupun output produksi. Pencapaian

efisiensi teknik budidaya yang tinggi sangat penting di dalam upaya meningkatkan daya saing dan keuntungan usaha tani (Sukiyono, 2005).

Efisiensi penggunaan pupuk adalah peningkatan produksi untuk setiap satuan pupuk yang ditambahkan. Metode perhitungan efisiensi pupuk dapat digunakan untuk menilai tanaman dalam memanfaatkan unsure hara yang telah diserap dalam menghasilkan produksi lebih tinggi tanpa menambah hara yang diperlukan.

Pengukuran efisiensi dapat dilakukan melalui beberapa metode diantaranya pengukuran efisiensi pemupukan. Efisiensi pemupukan ialah peningkatan hasil untuk setiap kg pupuk yang diberikan. (Baligar and Fageria, 2005).

Jagung (Zea mays L)

Jagung selain untuk keperluan pangan, juga digunakan untuk bahan baku industri pakan ternak, maupun ekspor. Teknologi produksi jagung sudah banyak dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengkajian lingkup Badan Litbang Pertanian maupun Perguruan Tinggi, namun belum banyak diterapkan di lapangan.

Penggunaan pupuk urea misalnya ada yang sampai 600 kg/ha jauh lebih tinggi dari kisaran yang seharusnya diberikan yaitu 350-400 kg/ha. Teknologi pasca panen yang masih sederhana mengakibatkan kualitas jagung di tingkat petani tergolong rendah sehingga harganya menjadi rendah. hal ini dikarenakan petani pada umumnya menjual jagungnya segera setelah panen. Cara pengeringan yang banyak dilakukan, yaitu pengeringan di pohon sampai kadar air 23-25% baru dipanen dan langsung dipipil yang selanjutnya dijual (Kristanto, 2008).

Dalam upaya pengembangan jagung yang lebih kompetitif, diperlukan upaya efisiensi usaha tani, baik ekonomi, mutu maupun produktivitas melalui penerapan

teknologi mulai dari penentuan lokasi, penggunaan varietas, benih bermutu, penanaman, pemeliharaan, hingga penanganan panen dan pasca panen yang tepat (Kristanto, 2008).

Syarat Tumbuh

Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan. Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan penyebarannya.

Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100 mm/bulan. Untuk mengetahui ini perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan pola distribusinya selama 10 tahun ke belakang agar waktu tanam dapat ditentukan dengan baik dan tepat (Murni dkk, 2007).

Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan baik.

Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak. Penggunaan varietas unggul (baik hibrida maupun komposit) mempunyai peranan penting dalam upaya peningkatan produktivas jagung. Memilih varietas hendaknya melihat deskripsi varietas terutama potensi hasilnya, ketahanannya terhadap hama atau penyakit, ketahanannya terhadap kekeringan, tanah masam, umur tanaman, warna biji dan disenangi baik petani maupun pedagang (Subandi dkk, 1998).

Dalam proses aplikasi pupuk kandang untuk tanaman jagung ada standarisasinya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh pengaruh pemberian pupuk lebih efektif. Prosesnya sebagai berikut, cangkul tempat menugal benih sesuai dengan jarak tanam lalu beri pupuk kandang atau kompos 1-2 genggam (+50-75 gr) tiap cangkulan, sehingga takaran pupuk kandang yang diperlukan adalah 3,5-5 t/ha.

Pemberian pupuk kandang ini dilakukan 3-7 hari sebelum tanam. Bisa juga pupuk

kandang itu diberikan pada saat tanam sebagai penutup benih yang baru ditanam.

Jarak tanam yang dianjurkan ada 2 cara adalah: (a) 70 cm x 20 cm dengan 1 benih per lubang tanam, atau (b) 75 cm x 40 cm dengan 2 benih per lubang tanam. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah. Anjuran dosis pupuk untuk tanaman jagung rata-rata adalah Urea= 200-300 kg/ha, TSP= 75-100 kg/ha dan KCl= 50-75-100 kg/ha (Budiman, 2012). Berdasarkan hasil penelitian, takaran pupuk untuk tanaman jagung berdasarkan target hasil adalah 350-400 kg urea/ha, 100-150 kg SP-36/ha, dan 100-150 kg KCl/ha (Murni dkk, 2007).

Penyiangan dilakukan dua kali selama masa pertumbuhan tanaman jagung.

Penyiangan pertama pada umur 14-20 Hari sesudah tanam dengan cangkul atau bajak sekaligus bersamaan dengan pembumbunan. Penyiangan kedua dilakukan tergantung pada perkembangan gulma (rumput). Penyiangan kedua dapat dilakukan dengan cara manual seperti pada penyiangan pertama (Budiman, 2013).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Ultisol dari Perkebunan Tambunan-A Langkat, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCl, pupuk kandang ayam, benih jagung varietas Pioneer-23, polybag sebagai wadah media tanam, insektisida regent (pembasmi semut) dan decis (pembasmi ulat) serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis di Laboratorium.

Alat yang digunakan adalah cangkul yang digunakan dalam pengambilan tanah dan penyiapan lahan, timbangan untuk menimbang tanah, gembor untuk menyiram tanaman, ayakan untuk mengayak tanah, dan alat-alat laboratorium lain yang mendukung untuk analisis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor yaitu pupuk organik (O) dan pupuk anorganik (A) masing-masing 5 taraf dan 2 ulangan sehingga diperoleh unit percobaan sebanyak 5 x 5 x 2 = 50 unit percobaan.

Masing-masing perlakuan percobaannya adalah sebagai berikut :

Adapun faktor pertama yaitu pupuk organik (O) dengan perlakuan sebagai berikut:

O0 = Tanpa pupuk Organik

O1 = 100% dari dosis pupuk organik O2 = 75% dari dosis pupuk organik O3 = 50% dari dosis pupuk organik O4 = 25% dari dosis pupuk organik

Dosis pupuk organik dihitung setelah analisis awal tanah.

Adapun faktor kedua yaitu pupuk anorganik (A) dengan perlakuan sebagai berikut:

A0 = Tanpa pupuk anorganik

A1 = 100% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik A2 = 75% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik A3 = 50% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik A4 = 25% dari dosis rekomendasi pupuk anorganik

Dosis rekomendasi pupuk anorganik sesuai yang tertera pada deskripsi varietas tanaman jagung yaitu 300 kg/ha Urea, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCl.

Dari perlakuan di atas, didapatkan kombinasi perlakuan sebagai berikut:

O0A0 O1A0 O2A0 O3A0 O4A0

O0A1 O1A1 O2A1 O3A1 O4A1

O0A2 O1A2 O2A2 O3A2 O4A2

O0A3 O1A3 O2A3 O3A3 O4A3

O0A4 O1A4 O2A4 O3A4 O4A4

Model linear Rancangan Acak Kelompok Faktorial Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk +

ε

ijk

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan yang mendapat dosis pupuk organik taraf ke-i dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j pada kelompok ke-k

µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan dosis pupuk organik ke-i βj = pengaruh perlakuan dosis pupuk anorganik ke-j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan dosis pupuk organik taraf ke-i dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j

ρk = pengaruh kelompok ke-k

ε

ijk = pengaruh galat percobaan dari perlakuan dosis pupuk organik taraf ke-i

dan dosis pupuk anorganik taraf ke-j pada kelompok ke-k.

Selanjutnya data dianalisis dengan ANOVA (Analisis Variansi) pada setiap parameter yang diukur dan diuji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan menggunakan Uji Duncant pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

a) Pengambilan contoh tanah

Bahan tanah diambil secara komposit dengan kedalaman 0-20 cm dari permukaan tanah. Kemudian tanah dikering udarakan dan diayak.

b) Analisis Awal Tanah

Diambil sampel bahan tanah kering udara untuk analisis awal dengan analisa tanah lengkap :

1. Tekstur 2. pH H2O 3. pH KCl 4. C-organik 5. N-total 6. P-tersedia 7. K-tukar 8. Ca-tukar 9. Mg-tukar 10. Na-tukar

11. Kapasitas tukar kation 12. Al-tukar

c) Analisis pupuk kandang ayam 1. C-organik

2. N-total 3. P2O5 4. K2O 5. C/N

d) Persiapan areal penanaman

Areal penelitian yaitu di Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan. Areal penelitian dibersihkan dari gulma. Kemudian, tanah Ultisol di ayak dan di timbang setara dengan 10 kg BTKU / polybag dan di masukkan ke dalam polybag. Kemudian polybag di acak dan disusun rapi pada areal penanaman dengan alas batubata.

e) Aplikasi pupuk kandang

Pupuk kandang diaplikasikan 1 minggu sebelum tanam dengan cara dicampurkan dengan tanah pada setiap polybag sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan.

f) Aplikasi pupuk dasar dan penanaman

Setelah inkubasi pupuk kandang selama 1 minggu, maka dilakukan aplikasi pupuk Urea, TSP dan pupuk KCl. Kemudian dilakukan penanaman benih jagung varietas P-23 sebanyak 3 benih/polybag.

g) Pemeliharaan

Penjarangan tanaman dilakukan sesudah 2-3 minggu setelah tanam.

Penyiraman dilakukan setiap hari agar tanah tetap dalam keadaan kapasitas lapang. Pembersihan dari gulma, hama dan pathogen penyebab penyakit pada tanaman jagung.

h) Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada akhir masa generatif dengan memisahkan tongkol jagung, tanaman bagian bawah (akar) dan bagian atas (tajuk). Akar dicuci dengan air hingga bersih dan dimasukkan ke dalam amplop, tanaman bagian atas juga dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian diovenkan pada suhu 70°C selama + 24 jam.

Parameter Pengamatan 1. Analisis Tanaman a) Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur mulai 2 minggu setelah tanam sampai akhir pertumbuhan Vegetatif menggunakan meteran mulai dari permukaan tanah sampai dengan daun yang paling tinggi.

b) Waktu berbunga

Waktu berbunga dilihat dari kemunculan bunga pada tanaman jagung di awal masa generative.

c) Bobot Pipilan Kering

Bobot pipilan kering dihitung 100 butir dengan menggunakan timbangan analitik.

d) Bobot kering tajuk

Bobot kering tajuk tanaman ditimbang menggunakan timbangan analitik setelah diovenkan.

e) Bobot kering akar

Bobot kering akar tanaman ditimbang menggunakan timbangan analitik setelah diovenkan.

f) Kadar N tanaman.

g) Serapan N tanaman

Serapan N tanaman dihitung yaitu hasil perkalian kadar N tanaman dengan berat kering tajuk.

h) Kadar P tanaman.

i) Serapan P tanaman dihitung yaitu hasil perkalian kadar P tanaman dengan berat kering tajuk.

j) Kadar K tanaman.

k) Serapan K tanaman dihitung yaitu hasil perkalian kadar K tanaman dengan berat kering tajuk.

l) Efisiensi Pemupukan

Efisiensi pemupukan dapat ditaksir :

 Menurut kenaikan bobot kering biomassa berguna oleh pemberian tiap satuan bobot unsur hara dalam bahan pupuk.

 Berdasarkan jumlah unsur hara yang diserap tanaman dari tiap satuan jumlah unsur hara yang ditambahkan.

 Efisiensi pemupukan suatu unsur hara menurut umur tanaman (kelakuan fisiologi). Kelakuan fisiologi tanaman dipengaruhi oleh cuaca, musim dan suhu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman jagung pada pengamatan 8 dan 12 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai 6. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 8 dan 12 MST. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 8 MST, tetapi tidak berpengaruh nyata pada umur 12 MST. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 8 dan 12 MST.

Tinggi tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik pada pengamatan 8 MST (Tabel 2) dan 12 MST (Tabel 3).

Tabel 2. Tinggi Tanaman Jagung (cm) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik pada Umur 8 MST

Perlakuan

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman jagung tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O ) yaitu 114,40 cm dan terendah pada perlakuan

tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 50% (A3) yaitu 107,40 cm dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0).

Kondisi ini menunjukkan bahwa masing-masing pupuk memberikan respon terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3). Pada perlakuan pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman jagung.

Tabel 3. Tinggi Tanaman Jagung (cm) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik pada Umur 12 MST

Perlakuan

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman jagung tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O1) yaitu 128,30 cm dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 50% (A3) yaitu 123,30 cm dan terendah pada perlakuan 75% (A2).

Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3). Pada perlakuan pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan

2. Bobot Kering Tajuk (g)

Data pengamatan bobot kering tajuk jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 7-8. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk jagung.

Bobot kering tajuk jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Bobot Kering Tajuk Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Keterangan : Angka-angka yang tidak diikuti huruf pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa bobot kering tajuk jagung tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O1) yaitu 28,31 g dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 100% (A1) yaitu 27,84 g dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0).

Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 100% dan anorganik 0% (O1A0). Bobot kering tajuk terendah terdapat pada O0A0. Perlakuan pupuk

organik 100% dan anorganik 0% (O1A0) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan bobot kering tajuk.

3. Bobot Kering Akar (g)

Data pengamatan bobot kering akar jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9-10. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering akar jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar jagung.

Bobot kering akar jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot Kering Akar Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa bobot kering akar jagung tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O1) yaitu 11,34 g dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 100% (A1) yaitu 13,23 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Pada perlakuan tanpa pupuk (A0) diperoleh bobot kering akar terendah. Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar.

Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 50% dan anorganik 100% (O3A1).

Bobot kering akar terendah terdapat pada O0A0. Perlakuan pupuk organik 50% dan anorganik 100% (O3A1) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan bobot kering akar.

4. Bobot Pipilan Kering (g)

Data pengamatan bobot pipilan kering jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11-12. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot pipilan kering jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot pipilan kering jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap bobot pipilan kering jagung.

Bobot pipilan kering jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot Pipilan Kering Jagung (g) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik yang terbaik untuk parameter bobot pipilan kering adalah 75% (O2) yaitu 15,02 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan 50% (O3).

Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik pada dosis 100% (A1) yaitu 15,06 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan 50% (A3). Dari kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik (O x A), rataan tertinggi diperoleh pada kombinasi 50% pupuk organik dengan 100%

pupuk anorganik O3A1 (17,41 g), yang tidak berbeda nyata dengan O2A1 namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Bobot pipilan kering terendah terdapat pada O0A0. Perlakuan pupuk organik 50% dan anorganik 100% (O3A1) menunjukkan kedua kombinasi pupuk tersebut lebih efisien meningkatkan bobot pipilan kering.

5. Serapan N

Data pengamatan serapan N tanaman jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 13-14. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman jagung.

Serapan N tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Serapan N tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa serapan N tanaman tertinggi adalah pemberian pupuk organik 75% (O2) yaitu 0,79 % yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 50% (A3) yaitu 0,56 % dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0). Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap serapan N tanaman. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 75% dan anorganik 50% (O2A3). Serapan N tanaman terendah terdapat pada O0A0.

6. Serapan P

Data pengamatan serapan P tanaman jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 15-16. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) berpengaruh sangat nyata terhadap serapan P tanaman jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A) tiddak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman jagung. Sedang kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman jagung.

Serapan P tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Serapan P tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa serapan P tanaman tertinggi adalah pemberian pupuk organik 75% (O2) yaitu 0,54 %, tidak berbeda nyata dengan 50% (O3), dan terendah perlakuan tanpa pupuk (O0). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 100% (A1) yaitu 0,53 % dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0). Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap serapan P tanaman. Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 75% dan anorganik 100% (O2A1). Serapan P tanaman terendah terdapat pada O0A0.

7. Serapan K

Data pengamatan serapan K tanaman jagung dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 17-18. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk organik (O) tidak berpengaruh nyata terhadap serapan K tanaman jagung. Pada perlakuan pemberian pupuk anorganik (A)

perlakuan pemberian pupuk organik dengan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap serapan K tanaman jagung.

Serapan K tanaman jagung pada perlakuan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik terdapat pada Tabel 9.

Tabel 9. Serapan K tanaman Jagung (%) pada Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

Keterangan : Angka-angka yang tidak diikuti huruf pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa serapan K tanaman tertinggi adalah pemberian pupuk organik 100% (O1) yaitu 0,24 %, dan terendah perlakuan 50%

(O3). Demikian juga dengan pemberian pupuk anorganik yang tertinggi pada dosis 100% (A1) yaitu 0,24 % dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk (A0). Kombinasi pupuk organik dan anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap serapan P tanaman.

Kombinasi tertinggi diperoleh pada pupuk organik 100% dan anorganik 50% (O1A3).

Serapan K tanaman terendah terdapat pada O0A0.

8. Waktu Berbunga

Waktu berbunga tanaman jagung adalah 57 hari setelah tanam. Jagung di

Waktu berbunga tanaman jagung adalah 57 hari setelah tanam. Jagung di

Dokumen terkait