• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Karakter Fenotip dan Genotip Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hasil Selfing Pada Generasi F2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Karakter Fenotip dan Genotip Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hasil Selfing Pada Generasi F2"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KERAGAMAN FENOTIP DAN GENOTIP BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HASIL SELFING

PADA GENERASI F2

SKRIPSI

Oleh:

TRI VIRA AYU WULANDARI 050307031/ BDP- PET

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EVALUASI KERAGAMAN FENOTIP DAN GENOTIP BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HASIL SELFING

PADA GENERASI F2

SKRIPSI

Oleh:

TRI VIRA AYU WULANDARI 050307031/ BDP- PET

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS)

Sebagai Ketua Sebagai Anggota (Ir. Isman Nuriadi) NIP : 19581017 198403 2001 NIP : 130 810 742

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

TRI VIRA AYU WULANDARI: Evaluasi Karakter Fenotip dan Genotip Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hasil Selfing Pada Generasi F2, dibimbing oleh ROSMAYATI dan ISMAN NURIADI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter fenotip dan genotip beberapa varietas jagung hasil selfing pada generasi F2. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU (+ 25 meter dpl.) pada bulan Oktober-Februari 2010, penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 6 varietas jagung hasil selfing F1. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, kelengkungan daun, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, jumlah daun diatas tongkol, laju pengisian biji, jumlah biji pertongkol, berat biji pertongkol, berat 100 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa F2 berbeda nyata pada parameter kelengkungan daun, umur panen, jumlah biji per tongkol dan laju pengisian biji.

(4)

ABSTRACT

TRI VIRA AYU WULANDARI: evaluation the phenotypic and genotypic

character of the F1 self-crossed from varieties, supervised by Rosmayati and Isman Nuriadi

The objective of the search was to evaluate the phenoyipic and genotypic characters of the F1 self-crossed from varieties maize. The research was conducted at experimental field of Departement of Agriculture, North Sumatera University USU (+ 25 m asl) from October-Februarl 2010 arranged by non-factorial randomized block design non factor six vareities . The parameters observed were plant height, number of leaves above the ear, leaf curve, male flowering dates, female flowering dates, harvesting dates, number of seeds per plant, seed weight per sample, weigh of 100 seeds per sample, seeds fill rate. The result of the search have significantly effect with leaf curve, harvesting dates, the number of kernel per ear, and fast of charging.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bahjambi pada tanggal 25 Januari 1987 dari Ayah Ismail

dan Ibu Isriana Hasibuan. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Swasta Tamansiswa Pematangsiantar

dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui

jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program

studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di Pabrik Kelapa Sawit

kebun Adolina kec Perbaungan, kab Serdang Bedagai pada bulan Agustus sampai

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ” Evaluasi

Karakter Fenotip dan Genotip Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hasil

Selfing Pada Generasi F2’, yang merupakan salah satu syarat untuk untuk

mendapatkan gelar sarjana di Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati MS. dan bapak Ir. Isman Nuriadi selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan

yang berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis meyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan

skripsi ini.Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang

memerlukan.

Medan, November 2010

(7)

DAFTAR ISI

Keragaman Genotipe dan Fenotipe... 9

Varietas ...10

Heritabilitas ...11

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ...13

(8)

Penyiraman ...18

Penyiangan ...18

Pengendalian Hama dan Penyakit ...19

Panen ...19

Pengamatan Parameter ...19

Tinggi Tanaman (cm)...19

Jumlah Daun (helai) ...19

Kelengkungan Daun...19

Umur Berbunga Jantan (hari) ...20

Umur Berbunga Betina (hari) ...20

Jumlah Daun di Atas Tongkol ...20

Umur Panen (hari) ...20

Laju Pengisian Bji (g/hari) ...20

Jumlah Biji Pertongkol (biji) ...20

Berat Biji per Tongkol (g) ...21

Umur Berbunga Jantan (hari) ...24

Umur Berbunga Betina (hari) ...24

Jumlah Daun di Atas Tongkol ...25

Umur Panen (hari) ...26

Jumlah Biji per Tongkol (biji) ...26

Berat Biji per Tongkol (g) ...27

Berat 100 Biji (g) ...28

Laju Pengisian Biji (g/hari) ...28

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Rataan tinggi tanaman (cm) ...22

2. Rataan jumlah daun (helai) ...23

3. Rataan kelengkungan daun ...23

4. Rataan umur keluar bunga jantan (hari) ...24

5. Rataan umur berbunga betina (hari) ...25

6. Rataan jumlah daun di atas tongkol (biji) ...25

7. Rataan umur panen (hari) ...26

8. Rataan jumlah biji per tongkol (biji) ...27

9. Rataan berat biji pertongkol (g) ...27

10. Rataan berat 100 biji (g) ...28

11. Rataan laju pengisian biji (g/hari) ...28

12. Keragaman genetik ...29

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Bagan percobaan ...39

2. Jadwal kegiatan penelitian ...40

3. Deskripsi varietas jagung Harapan ...41

4. Deskripsi varietas jagung Sadewa ...42

5. Deskripsi varietas jagung Bisma ...43

6. Deskripsi varietas jagung Sukmaraga ...44

7. Deskripsi varietas jagung Antasena ...45

8. Deskripsi varietas jagung Kalingga ...46

9. Data pengamatan tinggi tanaman dari generasi F2 ...47

10. Daftar sidik ragam tinggi tanaman dari generasi F2 ...47

11. Data pengamatan jumlah daun dari generasi F2 ...47

12. Daftar sidik ragam jumlah daun dari generasi F2 ...48

13. Data pengamatan kelengkungan daun dari generasi F2 ...48

14. Daftar sidik ragam kelengkungan daun dari generasi F2 ...48

15. Data pengamatan umur berbunga jantan ...49

16. Daftar sidik ragam umur berbunga jantan ...49

17. Data pengamatan umur berbunga betina ...49

18. Daftar sidik ragam umur berbunga betina ...50

19. Data pengamatan jumlah daun di atas tongkol ...50

20. Daftar sidik ragam jumlah daun di atas tongkol ...50

(11)

22. Daftar sidik ragam umur panen ...51

23 Data pengamatan jumlah biji per tongkol ...51

24. Daftar sidik ragam jumlah biji pertongkol ...52

25. Data pengamatan berat biji per tongkol5 ...52

26. Daftar sidik ragam berat biji per tongkol ...52

27. Data pengamatan berat 100 biji ...53

28. Daftar sidik ragam berat 100 biji ...53

29. Data pengamatan laju pengisian biji ...53

30. Daftar sidik ragam laju pengisian biji ...54

31. Gambar jagung per tongkol ...55

32. Gambar jagung pipilan ...56

(12)

ABSTRAK

TRI VIRA AYU WULANDARI: Evaluasi Karakter Fenotip dan Genotip Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hasil Selfing Pada Generasi F2, dibimbing oleh ROSMAYATI dan ISMAN NURIADI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter fenotip dan genotip beberapa varietas jagung hasil selfing pada generasi F2. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU (+ 25 meter dpl.) pada bulan Oktober-Februari 2010, penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 6 varietas jagung hasil selfing F1. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, kelengkungan daun, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, jumlah daun diatas tongkol, laju pengisian biji, jumlah biji pertongkol, berat biji pertongkol, berat 100 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa F2 berbeda nyata pada parameter kelengkungan daun, umur panen, jumlah biji per tongkol dan laju pengisian biji.

(13)

ABSTRACT

TRI VIRA AYU WULANDARI: evaluation the phenotypic and genotypic

character of the F1 self-crossed from varieties, supervised by Rosmayati and Isman Nuriadi

The objective of the search was to evaluate the phenoyipic and genotypic characters of the F1 self-crossed from varieties maize. The research was conducted at experimental field of Departement of Agriculture, North Sumatera University USU (+ 25 m asl) from October-Februarl 2010 arranged by non-factorial randomized block design non factor six vareities . The parameters observed were plant height, number of leaves above the ear, leaf curve, male flowering dates, female flowering dates, harvesting dates, number of seeds per plant, seed weight per sample, weigh of 100 seeds per sample, seeds fill rate. The result of the search have significantly effect with leaf curve, harvesting dates, the number of kernel per ear, and fast of charging.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di

seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar.

Tanaman jagung dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi

terhadap berbagai karakteristik lingkungan. Di Indonesia jagung merupakan bahan

tanaman kedua setelah padi (Nurmala, 1997).

Produksi jagung nasional meningkat setiap tahun, namun hingga kini

belum mampu memenuhi kebutuhan domestik sekitar 11 juta ton/tahun, sehingga

masih mengimport dalam jumlah besar yaitu 1 juta ton. Sebagian besar

kebutuhan jagung domestik untuk pakan dan industri pakan sekitar 57%, sisanya

sekitar 34% untuk pangan dan 9% untuk kebutuhan industri lainnya. Selain untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi jagung nasional juga berpeluang

besar untuk memasok sebagian pasar jagung dunia yang mencapai sekitar 8 juta

ton/tahun (Mejaya dkk, 2005).

Selfing (silang dalam) adalah suatu metode dalam pemuliaan tanaman

yang pelaksanaannya dengan melakukan penyerbukan sendiri. Yang bertujuan

untuk mengatur karakter-karakter yang diinginkan dalam kondisi homozigot.

Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri diperoleh kembali pada

progeni F1 ketika galur murni tersebut disilangkan dengan galur murni lainnya

(15)

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab

keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada

suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat

tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan

keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat

perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun tanaman yang

digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).

Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik

umumnya berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam mempengaruhi

penampilan fenotip tanaman (Makmur 1992).

Adanya perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan

menyebabkan timbulnya perbedaan fenotip pada setiap tanaman, dan dari

penampilan fenotipik suatu tanaman dapat dihitung suatu nilai yang menentukan

apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau

lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan

pada generasi yang berikutnya. Dan program pemuliaan berikutnya adalah seleksi.

Seleksi berpedoman pada nilai karakter genetik dan fenotip serta heritabilitas

dapat membantu ketajaman seleksi sehingga hasil yang didapatkan akan lebih

baik (Welsh, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian guna mengetahui karakter fenotip dan genotip pada beberapa varietas

(16)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan karakter fenotip dan genotip beberapa

varietas jagung hasil selfing pada generasi F2.

Hipotesis Penelitian

Adanya perbedaan karakter fenotip dan genotip beberapa varietas jagung

hasil selfing pada generasi F2.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam

taksonomi adalah: Kingdo m Plantae, Divisi Spermatophyta, Family Graminae,

Genus Zea dan Spesies Zea mays L.

Pada tanaman jagung, tumbuhnya radikula akan menghasilkan akar

pertama yang akan berkembang (seminal). Setelah tiga hari atau lebih akar

seminal akan tumbuh dari embrio kearah samping, akar ini banyak mensuplai

nutrisi sejak awal minggu kedua setelah perkecambahan dan akan tetap berfungsi

untuk sementara waktu, walaupun sesudah kedatangan akar yang mempunyai

fungsi utama pada penyerapan. Akar adventif berkembang dari mata tunas batang

paling bawah. Beberapa akar tumbuh horizontal 0,5-1m dan turun kebawah secara

vertikal dengan kedalaman dapat mencapai 2,5 m (Purseglove, 1985).

Menurut Rubazky dan Yamaguchi (1998) Tanaman jagung memiliki

batang yang kaku dengan tingginya berkisar antara 1,5 m- 2,5 m dan terbungkus

oleh pelepah daun yang berselang seling yang berasal dari setiap buku. Buku

batang mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus rapat

batang, sering melingkupi hingga buku berikutnya.

Menurut Nurmala (1998) daun terdapat pada buku-buku batang dan terdiri

dari kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helaian daun memanjang yang

(18)

bertulang daun sejajar menyirip ke ujung daun. Jumlah pelepah daun sekitar 8-18

helai.

Bunga jantan jagung berada di ujung batang dalam bentuk malai di ujung.

Jika kepala sari dari tassel pecah maka terbentuklah kabut debu serbuk sari.

Telah dihitung bahwa sebuah tassel dapat menghasilkan sebanyak 60 juta serbuk

sari. Bunga betina tumbuh dibagian bawah tanaman dalam bentuk bulir majemuk

atau sering disebut tongkol yang tertutup rapat oleh upih yang disebut kulit ari.

Muncul dari tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks) yaitu

kepala putik. Sewaktu reseptif rambut sutra ini lengket, sehingga serbuk sari

manapun yang tertiup kearah rambut ini akan melekat. Setiap rambut

dihubungkan oleh tangkai putik yang panjang kebakal buah tunggal yang setelah

dibuahi menjadi biji atau inti biji (kernel) (Loveless, 1989).

Biji jagung letaknya teratur, berbaris pada jenggel sesuai dengan letak

bunga. Biji dibungkus oleh perikarp yang terdiri dari embrio dan endosperm.

Embrio terdiri dari plumula, radikula dan skutellum. Bentuk biji jagung ada bulat,

tergantung varietasnya. Warna biji kuning, orange dan merah hampir hitam

(Tobing, dkk, 1995).

Syarat Tumbuh Iklim

Jagung termasuk tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan,

jagung dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 3700 mdpl.

Jagung dapat tumbuh dengan curah hujan tahunan yaitu 2500 mm/tahun

(19)

Jagung merupakan tanaman yang memerlukan temperatur rata-rata antara

14-300 C, pada daerah dengan ketinggian sekitar 2.200 m dari permukaan laut,

dengan curah hujan sekitar 600 mm – 1200 mm per tahun yang terdistribusi

merata selama musim penanaman (Kartasapoetra, 1998).

Jagung merupakan tanaman C4 yaitu tanaman mempunyai kelebihan yaitu

mempunyai aktifitas fotosintesis yang relatif tinggi pada keadaan normal,

fotorespirasi rendah, transpirasi rendah serta efisiensi dalam penggunaan air

(Leonard and Martin, 1973).

Tanah

Jagung dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi dengan pengolahan

dan drainase yang bagus. pH tanah untuk tanaman jagung berkisar antara 5,8-6,9

(Dacoteau, 2000), dan ini tergolong sesuai dengan lokasi penanaman yang

memiliki pH 6, 9 (Laboratorium Sentral FP USU, Medan, 2009).

Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, draenase baik

dengan kelembaban tanah cukup dan akan layu pada kelembaban tanah kurang

dari 40% kapasitas lapang atau bila batangnya terendam air (Iriany et al, 2008).

Jagung juga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Hal utama yang

mennyebabkan produksi yang tidak baik pada pertanaman di daerah tropis adalah

produktivitas rendah, dan beberapa hal yang dapat meningkatkan produksi dengan

pembukaan areal baru (Lengreid, et all, 1999).

Selfing

Silang dalam menyebabkan homozigositas, yaitu munculnya gen-gen yang

(20)

mengembangkan galur murni dari spesies menyerbuk silang. Derajat silang dalam

tergantung pada intensitas pembuahan sendiri atau perkawinan individu yang

berkerabat (Crowder, 1997).

Inbreeding yang paling ekstrim adalah pembuahan sendiri

(self-fertilization). Bagi tanaman yang penyerbukan sendiri (sel-polinatio). Artinya

pembuahan bakal putik oleh serbuk sari oleh bunga satu individu. Untuk

menyerbuki sendiri, serbuk sari dari bunga jantan dari satu batang jagung

diuapkan dengan kuas atau alat lain ke ujung bunga betina yang berbulu-bulu

panjang itu. Lewat bulu-bulu itulah serbuk sari masuk untuk menyerbuki ovum

pada tongkol, sehingga menjadi biji-biji jagung. Bunga betina harus terlebih

dahulu ditutupi dengan kertas yanng tembus cahaya. Mencegah terjadinya

penyerbukan silang dari batang lain. Setelah diserbukkan dengan sengaja, bunga

betina itu masih ditutupi beberapa lama sampai pasti sudah terjadi penyerbukan di

dalam (Yatim, 1986).

Pada proses silang dalam (selfing) yang dilakukan, keturunannya akan

mengalami kemunduran dalam hal ketegaran, berkurangnya ukuran dari standar

normal dan berkurangnya tingkat kesuburan reproduksi dibandingkan dengan

tanaman tetuanya. Kemunduran sifat-sifat ini sering disebut adanya tekanan silang

dalam. Dalam selfing yang apabila berlanjut sampai beberapa generasi akan

terjadi fiksasi dalam pengelompokan sifat-sifat yang sesuai dengan komposisi

genetiknya dalam kondisi yang homozigot. Kemunduran yang terjadi pada suatu

galur inbred sebagai akibat proses selfing dari generasi ke generasi akan

mengalami kemajuan genetik pada F1 bila dua galur inbred yang tidak berkerabat

(21)

Dari hasil persilangan tertentu dalam silang dalam tanaman jagung,

didapatkan suatu peningkatan pertumbuhan dan kekuatan tanaman pada

keturunannya, padahal pada persilangan yang lain ekspresi heterosis sangat kecil

atau tidak ada sama sekali. Heterosis dapat pula terjadi pada beberapa persilangan

jagung silang dalam (Welsh, 2005).

Pada tanaman menyerbuk sendiri (self-pollinated) yang berlanjut dengan

pembuahan secara terus menerus, populasi generasi-generasi berikutnya

cenderung mempunyai tingkat homozigositas yang semakin besar. Jadi, populasi

tanaman cenderung merupakan kumpulan suatu lini murni (pure lines). Misalnya,

jika suatu genotip yanng heterozigot pada lokusnya, hanya dengan dua allel yang

berbeda (Aa), mengalami penyerbukan dan pembuahan sendiri secara terus

menerus, akan tampak bahwa proporsi yang homozigot (baik yang dominan atau

resesif) akan bertambah, sedangkan proporsi heterozigot akan menurun

(Mangoendidjojo, 2003).

Pada tanaman menyerbuk sendiri, terjadi pemindahan serbuk sari dari

kotak sari kepala putik dari bunga yang sama, atau tanaman yang sama. Peristiwa

ini lazim disebut dengan selfing atau inbreeding atau incest. Pada tanaman

menyerbuk sendiri di alam bebas, tersedia galur murni yang homozigot pada

hampir setiap lokus gen (Makmur, 1992).

Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis

karena cara penyerbukan bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable

genes) pada genotip yang homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding

(22)

Keragaman Genotip dan Fenotip

Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotip dan genotip yang

sama. Pebedaaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaaan sifat dalam

tanaman. Keragaman penampilan tanaman terjadi akibat sifat dalam tanaman

(genetik) atau perbedaan lingkungan kedua-duanya. Perbedaan susunan genetik

merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman.

Program genetik merupakan suatu untaian susunan genetik yang akan

diekspresikan pada satu atau keseluruhan fase pertumbuhan yang berbeda dan

dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan

fungsi tanaman dan akhirnya menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman

(Sitompul dan Guritno, 1995).

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika

mereka berada di lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh

terhadap perkembangannya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan

lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa

keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh

perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas

di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan

dimana individu berada (Allard, 2005).

Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan

yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup

bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman.

(23)

mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama

(Sitompul dan Guritno, 1995)

Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang bebeda

terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat

dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan, dan salah satunya dapat

dilihat dari pertumbuhannya (Darliah, dkk 2001).

Varietas

Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat

dipertahankannya setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas

berdasarkan tekhnik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas

sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).

Kasno, et all, (2005) menyatakan bahwa varietas menunjuk pada sejumlah

individu dalam suatu spesies yang berbeda dalam bentuk dan fungsi fisiologis

tertentu dari sejumlah individu lainnya dalam bentuk suatu spesies yang sama.

Penggunaan varietas yang berbeda akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi

hasil yang berbeda juga.

Varietas sintetik dibentuk dari beberapa galur inbrida yang memiliki daya

gabung umum yang baik, sedangkan varietas komposit dibentuk dari galur

inbrida, varietas bersari bebas dan hibrida. Varietas sintetik adalah populasi

bersari bebas yang berasal dari silang sesamanya (intercross) antar galur inbrida.

Varietas komposit dibentuk dari galur, populasi dan varietas yang tidak dilakukan

uji daya gabung terlebih dahulu. Sebagian bahan untuk pembentukan komposit

(24)

Heritabilitas

Heritabilitas adalah proporsi dari variasi fenotip total yang disebabkan

oleh efek gen. Heritabilitas dari suatu sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1

(Stansfield, 2005).

Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat

memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor

lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik

lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan

(Poehlman and Sleper, 1995).

Nilai heritabilitas suatu sifat tergantung pada tindak gen yang

mengendalikan gen tersebut. Jika heritabilitas dalam arti sempit suatu sifat

bernilai tinggi, maka sifat tersebut dikendalikan oleh tindak gen aditif pada kadar

yang tinggi. Sebaliknya jika heritabilitas alam arti sempit bernilai rendah, maka

sifat tersebut dikendalikan oleh tindak gen bukan aditif (dominan dan epistasis)

pada kadar yang tinggi. Heritabilitas akan bermakna jika varians genetik

didominasi oleh varians aditif karena pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan

dari tetua kepada progeninya (Suprapto dan Kairuddin, 2007).

Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian

pengaruh genetik dari penampakkan fenotip yang dapat diwariskan dari tetua

kepada keturunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik

besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan

(25)

Heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari

keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan

dalam dua konteks. Secara luas, pengaruh keturunan termasuk semua pengaruh

gen, yaitu gen aditif, dominant dan epistatik. Heritabilitas dalam arti luas ini

biasanya dituliskan dengan H. Akan tetapi, taksiran pengaruh genetik aditif

biasanya lebih penting dari pengaruh genetik total. Heritabilitas dalam arti luas

hanya dapat menjelaskan berapa bagian dari keragaman fenotipik yang

disebabkan oleh pengaruh genetik dan berapa bagian pengaruh faktor lingkungan,

namun tidak dapat menjelaskan proporsi keragaman fenotipik pada tetua yang

dapat diwariskan pada turunannya. Untuk menentukan heritabilitas suatu sifat

adalah dengan melakukan percobaan seleksi untuk beberapa generasi dan

menentukan kemajuan yang diperolehnya, yang dibandingkan dengan jumlah

keunggulan dari tetua terpilih dalam semua generasi dari percobaan seleksi.

(26)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian

dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Februari 2010.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih 6 varietas jagung

turunan pertama hasil selfing dari penelitian sebelumnya sebagai objek

pengamatan, pupuk (Urea, KCl, TSP) sebagai pupuk dasar, amplop cokelat,

plastik transparan dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Adapun alat-alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengolah lahan,

gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur lahan dan tinggi

tanaman, timbangan analitik untuk menimbang bobot biji, kalkulator untuk

menghitung data dan alat tulis untuk mencatat data serta alat-alat lain yang

mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial

yang terdiri dari 6 varietas jagung hasil selfing turunan pertama yaitu:

V1 : Harapan V4 : Sukmaraga

V2 : Sadewa V5 : Antasena

(27)

Jumlah ulangan : 4 ulangan

Jumlah plot dalam blok : 6 plot

Jumlah plot : 24 plot

Jumlah tanaman perplot : 3 tanaman

Jarak tanaman : 70 cm X 20 cm

Jumlah tanaman sampel per plot : 3 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 72 tanaman

Luas plot : 100 X 100 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier

aditif sebagai berikut :

Υ : hasil pengamatan perlakuan ke-i dalam ulangan ke-j

µ : nilai rata-rata

ε : error dari blok ke-i varietas ke-j

Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda

(28)

Keragaman Genetik

Keragaman dihitung setelah terlebih dahulu menghitung varians fenotip

(σ2 f) dan varians genotip (σ2 g). Untuk menghitung varians fenotip (σ2 f) dan

varians genotip (σ2 g) disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Model sidik ragam dan nilai kuadrat tengah

Sumber Keragaman Db JK KT Estimulasi Kuadrat Tengah

Blok b-1 JKB KTB σ2e + g σ2 b

Genotip g-1 JKG KTG σ2e + b σ2 g

Error (b-1)(g-1) JKE KTE σ2 e

Total Bg-1 JKT

Dari hasil analisis varians genotip dan varians genotip didapat Koefisien

Varians Genotip (KVG) dan Koefisien Varians Fenotip (KVF) dengan

menggunakan rumus :

Menurut Murdaningsih dkk (1990) Koefisien Varians Genotip (KVG)

yang telah diperoleh dari keseluruhan sifat agronomi dapat diklasifikasikan dari

yang rendah, tinggi dan sangat tinggi.

Kriteria rendah < 25% dari KVG yang terbesar

Kriteria sedang ≥ 25% - ≤ 50% dari KVG yang terbesar

(29)

Kriteria sangat tinggi ≥75% dari KVG yang terbesar

Heritabilitas

Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman

fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas

h2 = σ2 g/σ2f

Dimana :

h2 : nilai duga heritabilitas

σ2

g : Varian genotip

σ2

f : Varian fenotip

σ2

e : Varians lingkungan

σ2

f : σ2g + σ2 e sedangkan σ2 e = KTE

Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (2005) adalah :

heritabilitas tinggi > 0,5

heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5

(30)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sampah, lalu dilakukan pembuatan plot percobaan berukuran

100cm X 100cm, jarak antar plot 50 cm dan jarak antar blok 50 cm yang

berfungsi sebagai drainase. Tanah diolah dengan kedalaman olah ± 20 cm.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam pada lahan

penelitian. Setiap plot dibuat lubang tanam sebanyak 6 lubang tanam. Setiap

lubang tanam ditanami 2 benih perlubang tanam. Kemudian lubang tanam ditutup

dengah tanah top soil.

Pemupukan

Pupuk urea diberikan dua kali yaitu pada saat tanam dan pada saat

tanaman berumur 3 minggu setelah tanaman (MST) dengan dosis pupuk urea

3,75g/tanaman, pupuk KCl dan TSP diberikan pada saat tanaman 3 MST dengan

dosis pupuk KCl 1,87g/tanaman dan TSP1,87 g/tanaman.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Penjarangan

dilakukan dengan cara memotong salah satu tanaman sehingga pada setiap lubang

(31)

Penyungkupan

Penyungkupan dilakukan pada saat alat kelamin jantan (serbuk sari)/

malai dan alat kelamin betina (putik)/tongkol muncul. Penyungkupan dilakukan

dengan cara menyungkup alat kelamin jantan dengan amplop yang dapat

menampung serbuk sari, dan alat kelamin betina dengan menggunakan plastik

transparan dan setelah selesai persilangan dan masa reseptif bunga telah berakhir

maka sungkup dibuka kembali.

Selfing

Dilakukan setelah bunga jantan dan betina sudah memasuki masa reseptif,

yaitu bunga jantan menyerbuki bunga betina pada tanaman itu sendiri.

Penyerbukan dilakukan dengan mengumpulkan serbuk sari pada amplop coklat

yang telah disediakan dan kemudian serbuk sari tersebut diletakkan pada bunga

betina (silk) dan setelah itu silk ditutup kembali dengan plastik transparan dan

setelah masa reseptif bunga betina berakhir maka plastik pembungkus dibuka.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari, atau sesuai dengan kondisi

lingkungan. Penyiraman dilakukan agar kondisi air pada lahan penelitian tetap

berada pada kondisi yang cukup untuk tanaman.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan antara gulma dan

tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan

(32)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis 2,5

EC dengan dosis 0,5 cc/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan

dengan penyemprotan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 1 cc/liter air.

Panen

Panen dilakukan dengan mengambil tongkol jagung dengan menggunakan

tangan. Adapun kriteria panennya adalah rambut tongkol telah berwarna hitam

dan bila biji ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas.

Pengamatan parameter Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan ujung daun

tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan

setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST sampai muncul bunga jantan.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung dengan menghitung seluruh daun yang telah

membuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu sejak

tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.

Kelengkungan Daun

Kelengkungan daun merupakan nisbah antara panjang daun dengan jarak

antara ujung daun hingga pangkal daun dalam keadaan melengkung yang

dinyatakan dengan : a/b

(33)

b= jarak antara ujung daun hingga pangkal daun dalam posisi

melengkung

Umur Keluar Bunga Jantan (hari)

Umur berbunga jantan diamati pada saat keluar bunga jantan pada

tanaman sampel. Kriteria yang digunakan adalah terbukanya daun bendera

pembungkus malai.

Umur Keluar Bunga Betina (hari)

Umur berbunga betina diamati pada saat keluar bunga betina pada

tanaman sampel yaitu keluarnya silk dari tongkol.

Jumlah Daun di Atas Tongkol

Jumlah daun di atas tongkol dihitung dengan menghitung jumlah daun

yang berada diatas tongkol utama.

Umur Panen (hari)

Umur panen dihitung mulai dari dilakukannya pemanenan pertama sampai

pemanenan terakhir pada setiap tanaman sampel

Laju Pengisian Biji (g/hari)

Laju pengisian biji dihitung dengan membagi bobot biji tiap tongkol dari

tanaman sampel dengan selisih antar umur panen dan umur keluar rambut.

berat biji (g) LPB =

Umur Panen (hari) – Umur Keluar Rambut (hari)

Jumlah Biji per Tongkol (biji)

(34)

Berat Biji per Tongkol (g)

Berat biji per tongkol dari tanaman sampel ditimbang setelah biji dipipil

dan dikeringkan.

Berat 100 biji (g)

Berat 100 biji ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil dari tongkol

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari tinggi tanaman 7 MST dapat

dilihat pada lampiran 9. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenotip hasil selfing

belum berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman 7 MST. Rataan tinggi

tanaman 7 MST dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman (cm)

Perlakuan Rataan

V1 ( Harapan) 167.48

V2 (Sadewa) 164.31

V3 (Bisma) 185.67

V4 (Sukmaraga) 180.46

V5 (Antasena) 155.58

V6 (Kalingga) 163.52

Dari tabel 2 dapat dilihat tinggi tanaman 7 MST tertinggi terdapat pada

varietas Bisma (V3)sebesar (185.67) dan terendah terdapat pada varietas Antasena

(V5) sebesar (155.58).

Jumlah Daun (helai)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari jumlah daun 7 MST dapat

dilihat pada lampiran 11. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenotip hasil selfing

belum berbeda nyata terhadap karakter jumlah daun 7 MST. Rataan jumlah daun

(36)

Tabel 3. Rataan jumlah daun

Dari tabel 3 dapat dilihat rataan jumlah daun (helai) tertinggi terdapat pada

varietas Harapan (V1) sebesar (13.58 helai) dan terendah terdapat pada varietas

Kalingga (V6) sebesar (12.59 helai).

Kelengkungan Daun

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari kelengkungan daun dapat

dilihat pada lampiran 13. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenotip hasil selfing

berbeda nyata terhadap karakter kelengkungan daun. Rataan kelengkungan daun

dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rataan kelengkungan daun

Perlakuan Rataan

(37)

Dari tabel 4 dapat dilihat rataan kelengkungan daun tertinggi terdapat pada

varietas Bisma (V3) sebesar (0.68) dan terendah terdapat pada varietas Kalingga

(V6) sebesar (0.52).

Umur Keluar Bunga Jantan (hari)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari umur keluar bunga jantan

(hari) dapat dilihat pada lampiran 15. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip

hasil selfing belum berbeda nyata terhadap karakter umur keluar bunga jantan

(hari). Rataan umur keluar bunga jantan (hari) dari beberapa genotip dapat dilihat

pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan umur keluar bunga jantan

Perlakuan Rataan

Dari tabel 5 dapat dilihat rataan umur keluar bunga jantan (hari) tertinggi

terdapat pada varietas Kalingga (V6) sebesar (56.17) dan terendah terdapat pada

varietas Sadewa(V2) sebesar (50.92).

Umur Keluar Bunga Betina (hari)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari umur keluar bunga betina

(hari) dapat dilihat pada lampiran 17. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip

hasil selfing belum berbeda nyata terhadap karakter umur keluar bunga betina

(hari). Rataan umur keluar bunga betina (hari) dari beberapa genotip dapat dilihat

(38)

Tabel 6. Rataan umur keluar bunga betina

Dari tabel 6 dapat dilihat rataan umur keluar bunga betina (hari) tertinggi

terdapat pada varietas Kalingga (V6) sebesar (60.34) dan terendah terdapat pada

varietas Sadewa(V2) sebesar (53.67).

Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari jumlah daun di atas tongkol

(helai) dapat dilihat pada lampiran 19. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

fenotip hasil selfing belum berbeda nyata terhadap karakter jumlah daun di atas

tongkol (helai). Rataan karakter jumlah daun di atas tongkol dari beberapa

genotip dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rataan jumlah daun di atas tongkol

Perlakuan Rataan

Dari tabel 7 dapat dilihat rataan jumlah daun di atas tongkol tertinggi

terdapat pada varietas Kalingga (V6) sebesar (6.25) dan terendah terdapat pada

(39)

Umur Panen (hari)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari umur panen (hari) dapat

dilihat pada lampiran 21. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil selfing

berbeda nyata terhadap karakter umur panen (hari). Rataan umur panen (hari)

dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Rataan umur panen

Perlakuan Rataan

Harapan 94.59ab

Sadewa 85.42b

Bisma 90.00ab

Sukmaraga 85.58b

Antasena 84.92b

Kalingga 97.92a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Dari tabel 8 dapat dilihat rataan umur panen (hari) tertinggi terdapat pada

varietas Kalingga (V6) sebesar (97.92) dan terendah terdapat pada varietas

Antasena (V5) sebesar (84.92).

Jumlah Biji per Tongkol (biji)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari jumlah biji per tongkol (biji)

dapat dilihat pada lampiran 23. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil

selfing berbeda nyata terhadap karakter jumlah biji per tongkol (biji). Rataan

(40)

Tabel 9. Rataan Jumlah Biji per Tongkol

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Dari tabel 9 dapat dilihat rataan jumlah biji per tongkol (biji) tertinggi

terdapat pada varietas Bisma (V3) sebesar (290.89) dan terendah terdapat pada

varietas Harapan (V1) sebesar (150.73).

Berat Biji per Tongkol (g)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari berat biji per tongkol (g) dapat

dilihat pada lampiran 25. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil selfing

belum berbeda nyata terhadap karakter berat biji per tongkol (g). Rataan berat biji

per tongkol (g) dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Rataan berat biji per tongkol

Perlakuan Rataan

Dari tabel 10 dapat dilihat rataan berat biji per tongkol (g) tertinggi

terdapat pada varietas Bisma (V3) sebesar (72.67) dan terendah terdapat pada

(41)

Berat 100 Biji (g)

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari berat berat 100 biji (g) dapat

dilihat pada lampiran 27. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil selfing

belum berbeda nyata terhadap karakter berat 100 biji (g). Rataan berat 100 biji (g)

dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Rataan berat 100 biji

Perlakuan Rataan

Dari tabel 11 dapat dilihat rataan berat 100 biji (g) tertinggi terdapat pada

varietas Bisma (V3) sebesar (19.29 g) dan terendah terdapat pada varietas Harapan

(V1) sebesar (14.53 g).

Laju Pengisian Biji (g/hari).

Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari laju pengisian biji (g/hari)

dapat dilihat pada lampiran 29. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil

selfing berbeda nyata terhadap karakter laju pengisian biji (g/hari). Rataan laju

pengisian biji (g/hari) dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Rataan laju pengisian biji

(42)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Dari tabel 12 dapat dilihat rataan laju pengisian biji (g/hari) tertinggi

terdapat pada varietas Bisma (V3) sebesar (2.80) dan terendah terdapat pada

varietas Harapan (V1) sebesar (1.41).

Keragaman Genetik

Hasil perhitungan variabilitas genetik (σ2g) variabilitas fenotip (σ2p),

koefisien variabilitas genetik (KVG), koefisien variabilitas fenotip (KVP) dapat

dilihat pada tabel 23. Nilai KVG berkisar antara -2,76 – 19,25 dan nilai KVP

berkisar antara 6,34 – 33,32.

Tabel 13.Variabilitas genetik (σ2g) variabilitas fenotip (σ2p), koefisien variabilitas genetik (KVG), koefisien variabilitas fenotip (KVP).

Komponen Pertumbuhan dan Poduksi Σ2g σ2p KVG KVP Laju Pengisian Biji (g/hari) 0,19 0,56 19,25st 32,91st Jumlah Biji Pertongkol (biji) 1689,33 5193,80 19,00st 33,32st Berat Biji Pertongkol (g) 93,35 311,47 17,60st 32,15st Berat 100 Biji (g) -0,04 10,73 -1,15r 18,80t Keterangan :

r = rendah t = tinggi s = sedang st = sangat tinggi

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter tinggi

tanaman. Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan variabilitas

(43)

dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan koefisien

variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (-1,14) dan KVP sebesar (13,52).

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter jumlah

daun. Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan variabilitas

fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (-0,13) dan σ2p sebesar (1,05). Begitu juga

dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan koefisien

variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (-2,76) dan KVP sebesar (7,83).

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter

kelengkungan daun. Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan

variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (0,01) dan σ2p sebesar (0,02). Begitu

juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan

koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (16,20) dan KVP sebesar (19,75).

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter umur

keluar bunga jantan (hari). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan

dengan variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (0,62) dan σ2p sebesar

(11,50). Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil

dibandingkan dengan koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (1,47) dan

KVP sebesar (6,43).

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter umur

keluar bunga betina (hari). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan

dengan variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (2,78) dan σ2p sebesar

(16,25). Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil

dibandingkan dengan koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (2,95) dan

(44)

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter jumlah

daun di atas tongkol. Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan

variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (0,10) dan σ2p sebesar (0,48). Begitu

juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan

koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (5,59) dan KVP sebesar (12,36).

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter umur

panen (hari). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan

variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (25,18) dan σ2p sebesar (44,19).

Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan

koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (5,59) dan KVP sebesar (7,41).

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter laju

pengisian biji (g/hari). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan

variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (0,19) dan σ2p sebesar (0,56). Begitu

juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan

koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (19,25) dan KVP sebesar (32,91).

Dari table 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter jumlah

biji pertongkol (biji). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan

variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (1689,33) dan σ2p sebesar (5193,80).

Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan

koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (19,00) dan KVP sebesar (33,32).

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter berat

biji pertongkol (g). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan

(45)

Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan

koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (17,60) dan KVP sebesar (32,15).

Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter berat

100biji (g). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan variabilitas

fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (-0,04) dan σ2p sebesar (10,73). Begitu juga

dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan koefisien

variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (-1,15) dan KVP sebesar (18,80).

Nilai Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing karakter dapat

dievaluasi. Nilai heritabilitas berkisar antara -0,12 – 0,67. Nilai duga heritabilitas

(h2) dapat dilihat pada tabel 24.

Tabel 14. Nilai duga heritabilitas pada masing-masing parameter

Parameter h2

Tinggi Tanaman (cm) -0,01r Jumlah daun (helai) -0,12r Kelengkungan Daun 0,67t Umur Keluar Bunga Jantan (hari) 0,05r Umur Keluar Bunga Betina (hari) 0,017r Jumlah Daun di Atas Tongkol 0,20s Umur Panen (hari) 0,57t Laju Pengisian Biji (g/hari) 0,34s Jumlah Biji Pertongkol (biji) 0,33s Berat Biji Pertongkol (g) 0,30s Berat 100 Biji (g) 0,00r Keterangan :

r = rendah s =sedang t = tinggi

Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai heritabilitas yang tinggi terdapat

pada parameter kelengkungan daun(helai) (0,67) dan umur panen(hari) (0,57),

untuk nilai heritabilitas yang sedang terdapat pada parameter jumlah daun di atas

(46)

(0,33), berat biji pertongkol(g) (0,30) dan untuk nilai heritabilitas rendah terdapat

pada parameter tinggi tanaman(cm) (-0,01), jumlah daun(helai) (-0,12), umur

keluar bunga jantan(hari) (0,05), umur keluar bunga betina(hari) (0,017) dan berat

100 biji(g) (0,00).

Pembahasan

Berdasarkan hasil selfing dari beberapa varietas menunjukkan adanya

perbedaan nyata pada kelengkungan daun. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4

dimana varietas Bisma memiliki kelengkungan terbesar (0,82 cm) dan

kelengkungan daun yang terkecil terdapat pada varietas Kalingga sebesar

\(0,58 cm). Dari data tersebut maka varietas bisma memiliki karakter fenotip

kelengkungan daun yang baik untuk dijadikan sebagai tetua. Hal ini di dukung

juga dengan parameter berat biji per tongkol (g), dimana varietas Bisma memiliki

berat biji terbesar yaitu (72,67 g), hal ini diduga karena kelengkungan daun sangat

berpengaruh terhadap berat biji pada tanaman jagung tersebut. Menurut Sutoro

dkk (1994) bahwa kelengkungan daun berkorelasi positif terhadap berat biji.

Kelengkungan daun juga menunjukkan semakin besar indeks kelengkungan maka

semakin berat biji jagung yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil selfing dari beberapa varietas diketahui bahwa varietas

berbeda nyata terhadap umur panen dan laju pengisian biji. Terjadinya perbedaan

yang nyata antara varietas tersebut disebabkan oleh perbedaan varietas yang

cukup besar dan faktor genetik tanaman itu sendiri. Hal ini sesuai literatur

Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa perbedaan varietas cukup

besar mempengaruhi perbedaaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan

(47)

Sehingga perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab

keragaman penampilan tanaman.

Berdasarkan hasil selfing, varietas berbeda nyata terhadap parameter

jumlah biji per tongkol. Dimana jumlah biji per tongkol tertinggi terdapat pada

varietas Bisma (290,89) dan yang terendah terdapat pada varietas Harapan

(150,73). Dari deskripsi tanaman jagung, diketahui bahwa varietas Bisma

memiliki jumlah baris/biji 12-18 baris sedangkan varietas Harapan memiliki

jumlah baris/biji 12-14 baris. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa varietas

Bisma memiliki pertumbuhan dan produksi yang baik. Penggunaan varietas yang

berbeda akan menghasilkan pertumbuihan dan produksi hasil yang berbeda juga.

Menurut Kasno et al, (2005) varietas menunjuk pada sejumlah individu dalam

suatu spesies yang berbeda dalam bentuk dan fisiologi tertentu dari sejumlah

individu lainnya dalam suatu spesies yang sama. Penggunaan varietas yang

berbeda akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi hasil yang berbeda.

Berdasarkan hasil selfing, varietas belum berbeda nyata pada peubah

amatan berat biji per tongkol, kemungkinan hal ini disebabkan karena jumlah

daun dan jumlah daun di atas tongkol juga belum berpengaruh nyata. Menurut

Sutoro dkk (1994) bahwa jumlah daun tiap tanaman merupakan peubah amatan

yang penting, karena jumlah daun dan jumlah daun di atas tongkol merupakan

tolak ukur dalam pembentukan tongkol.

Berdasarkan hasil selfing, varietas belum berbeda nyata terhadap

parameter berat 100 biji. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada proses

selfing terjadi tekanan silang dalam, sehingga mengakibatkan hasil produksi

(48)

menyatakan bhwa pada tanaman yang melakukan selfing akan mengalami efek

tekanan silang dalam (inbreeding depression), sehingga hasil menjadi rendah,

sifat-sifat ini timbul karena gen-gen resesif yang mengatur karakter yang tidak

diinginkan dalam keadaan homozigot akan menampakkan diri, dari yang

sebelumnya tidak tampak karena tertutup oleh gen dominan pada keadaan

heterozigot.

Dari tabel 14 menunjukkan bahwa karakter yang memiliki nilai

heritabilitas yang tinggi terdapat pada parameter umur panen dan kelengkungan

daun yang masing-masing sebesar 0,67 dan 0,57. Nilai heritabilitas sedang

terdapat pada parameter jumlaah daun di atas tongkol, laju pengisian biji, jumlah

biji per tongkol dan berat biji pertongkol. Nilai heritabilitas yang rendah terdapat

pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, umur keluar bunga jantan, umur

keluar bunga betina dan berat 100 biji. Hal ini karena nilai heritabilitas ditentukan

pleh faktor genetik dan lingkungan. Nilai heritabilitas tinggi bila variabilitas

genetik lebih besar dari pada variabilitas lingkungan. Namun, bila semakin besar

komponen lingkungan, maka heritabilitas semakin kecil (Crowder, 1997).

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil analisis diperoleh bahwa varietas jagung F2 berbeda nyata pada

parameter kelengkungan daun, umur panen, jumlah biji per tongkol dan

laju pengisian biji.

2. Nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada karakter kelengkungan daun dan

umur panen. Heritabilitas sedang terdapat pada karakter jumlah daun di

atas tongkol, jumlah biji pertongkol, berat biji per tongkol dan laju

pengisian biji. Heritabilitas rendah terdapat pada karakter tinggi tanaman,

jumlah daun, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina dan

berat 100 biji.

3. Varietas Bisma memiliki nilai tertinggi untuk parameter tinggi tanaman,

kelengkungan daun, berat biji per tongkol, berat 100 biji dan laju

pengisian biji. Varietas Harapan memiliki nilai tertinggi untuk parameter

jumlah daun. Varietas Kalingga memiliki nilai tertinggi untuk parameter

umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, jumlah daun di atas

tongkol dan umur panen.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui karakter yang

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Awaludin H, R., N. Iriany dan B.T. R. Erawati, 2009. Karakter Pertumbuhan

dan Potensi Hasil Jagung Bersari Bebas, diakses dari

Crowder. L.V., 1997. Genetika Tumbuhan, terjemehan Lilik Kusdiarti, UGM-Press, Yogyakarta.

Dahlan, M dan S. Slamet. 1999. Pemuliaan Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang.

Iriany, R. N., M. Yasin dan A. Taktir. 2008. Asal, Sejarah, Evolusi An Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Kartasapoetra. A.G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman di Daerah Tropik 2. Gramedia, Jakarta.

Kasno, A., A Winarto dan Sunardi. 2005. kacang tanah. Monograf Balitan Malang. No 12: Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang.

Lengreid, M. Bockman, O. C and Okaarstad, 1999. Agriculture Fertilizers and The Environment. CABI Publishing, New York.

Leonard, W. H., and J. H. M artin. 1973. Cereal Crops. MacMillan Publishing Co., Inc. New York. 802p.

Lovelss. A. R.,1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Gramedia, Jakarta.

Makmur. A., 1988. Pengantar Pemulian Tanaman.Bina Aksara, Jakarta.

Mangoendidjojo. W., 2007. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Mejaya. M. J., M. Dahlan dan M Pabandon. 2005. Pola Heterosis Dalam Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas dan Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Nurmala. S.W.T., 1997. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Rhineka Cipta, Jakarta

(51)

Poehlman. J. M., and D. A. Sleper, 1995. Breeding Field Crops, Fourth Edition, Panima Publishing Corporation, New Delhi.

Poepodarsono, S. 1998. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. IPB-Press, Bogor.

Purseglove. J. W., 1985. Tropical Crops; Monocotyledons. Longman Singapore Publisher, Singapura.

Rubazky. V.E., dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 1. terjemahan C. Herison, ITB-Press, Bandung.

Sitompul, S. M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjahmada University Prees. Yogyakarta.

Singh. J. , 1987. Field Manual of Maize, Breding Presedure. Foot Agriculture Organitation of the United Nation, Rome.

Steenis. C. G. G. J. V., 1978. Flora untuk Sekolah di Indonesia. PT Pradinya Paramita, Jakarta

Sutoro, A., S. Hadiatmi dan M. T. Luntungan., 1998. Potensi Produksi Jagung Varietas C77 Diantara Tanaman Kelapa. Jurnal PERIPI.

Suwarno, W.B. 2008. Perakitan Vrietas Baru Jgung Hibrida.

Takdir, A. M, S. Sunarti, M. J., Mejaya. 2007. pembentukan varietas jagung hibrida

Tobing, M. P. L., Ginting, O. Ginting, S dan R. K Damanik. 1995. Agronomi Tanaman Makanan I. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Welsh. J.R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Terjemahan J.P. Mogea, Erlangga, Jakarta.

(52)
(53)

Lampiran 2. Jadwal kegiatan penelitian

Jenis Kegiatan Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Penyiraman Disesuaikan Dengan Kondisi di Lapangan

Penyiangan Disesuaikan Dengan Kondisi di Lapangan

Peng H dan P Disesuaikan Dengan Kondisi di Lapangan

Penyungkupan X X

Jumlah Daun di Atas Tongkol X

Umur Berbunga Jantan X

Umur Berbunga Betina X

Umur Panen X

Laju Pengisian Biji X

Bobot 100 Biji X

Jumlah Biji per Tongkol X

(54)

Lampiran 3. Deskripsi tanaman jagung

HARAPAN

Nama varietas : Harapan Tahun pelepasan : 1964 No Sislisah : 1364

Asal : No. 142-48 dari Guatemala Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 75% keluar rambut ± 62 hari Panen ± 105 hari

Hasil rata-rata : 3,3 t/ha pipilan kering Batang : tinggi dan tegap Daun : panjang dan lebar

Tongkol : besar, panjang dan silindris

Biji : setengah mutiara (flint), besar, bundar, gepeng, Tebal

Warna biji : kuning agak kemerahan Kedudukan tongkol : kurang lebih ditengah batang Kelobot : menutup tongkol dengan baik Perakaran : baik

Baris biji : lurus dan rapat

Jumlah baris/biji : umumunya 12-14 baris Bobot 1000 butir : ± 34 g

Kerebahan : cukup tahan

Potensi hasil : 5,4 t/ha pipilan kering

Ketahanan terhadap penyakit : - tidak tahan bulai (Sclerospa maydis) - cukup tahan Helminthosporium sp Dan Puccinia sp

(55)

Lampiran 4. Deskripsi tanaman jagunng

SADEWA

Nama varietas : Sadewa Tahun pelepasan : 21 juli 1983

SK Mentan : TP.240/520/ktps/7/83

Asal : Suwan, Thailand, Genjah Kretek, Jawa Tengah Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 53hari Panen ± 86 hari

Hasil rata-rata : 3,7 t/ha pipilan kering

Batang : tinggi meium dan cukup tegap Daun : panjang dan lebar sedang Tongkol : cukup besar dan agak silindris

Biji : umumnya setengah mutiara (semi flint) Warna daun : hijau, kadang-kadang terdapat biji putih Warna biji : kuning

Kedudukan tongkol : ditengah batang

Kelobot : menutup biji dengan baik Perakaran : baik

Baris biji : cukup lurus dan rapat Jumlah baris/biji : 10-14 baris

Bobot 1000 butir : ± 283 g

Kerebahan : -

Potensi hasil : -

Ketahanan terhadap penyakit : - agak peka bulai (Sclerospa maydis) Keterangan : baik untuk dataran rendah

(56)

Lampiran 5. Deskripsi tanaman jagung

BISMA

Nama varietas : Bisma

Asal : persilangan Pool-4 dengan bahan introduksi disertai seleksi massa selama 5 generasi

Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 65 hari Panen ± 96 hari

Batang : tegap

Warna batang : hijau

Tinggi tanaman : tinggi medium (±190 cm) Daun : panjang dan lebar

Tongkol : besar dan silindris

Biji : setengah mutiara (semi flint) Warna daun : hijau tua

Warna biji : kuning

Warna jinggel : kebanyakan putih (± 98%)

Kedudukan tongkol :kurang lebih ditengah-tengah batang

Kelobot : menutuptongkol dengan cukup baik (± 96%) Perakaran : baik

Baris biji : lurus dan rapat Jumlah baris/biji : 12-18 baris Bobot 1000 butir : ± 307 g

Hasil rata-rata : 5,7 t/ha pipilan kering Kerebahan :tahan rebah

Potensi hasil : 7,0-7,5 t/ha pipilan kering

Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap penyakit karat dan bercak daun

Keterangan : dapat dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl

Tahun pelepasan : 1995

(57)

Lampiran 6. Deskripsi tanaman jagung

SUKMARAGA

Nama varietas : Sukmaraga

Asal : bahan introduksi AMATL (Asidan Mildew Acid Tolerence Late) asal CIMMYT Thailand dengan introgensi bahan local yang diperbaiki sifat ketahanan terhadap penyakit bulai. Produksi awalnya diseleksi pada tanah kering masam Sitiung Sumbar, dan tanah sulfat masamdi Barambai Kalsel. Hasil rekombinasi diuji pada berbagai lingkungan asam dan normal.

Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 55-58 hari

Perakaran : dalam, kuat dan baik Kerebahan : agak tahan

Tongkol : panjang dan silindris Tinggi letak tongkol : 95 cm (90-110 cm)

Biji : setengah mutiara (semi flint) Warna biji : kuning tua

Jumlah baris/tongkol : 12-16 baris Baris biji : lurus dan rapat Kelobot : tertutup baik (85%) Bobot 1000 butir : ± 270 g (240-280) Potensi hasil : 8,5 t/ha pipilan kering

Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap penyakit karat dan bercak daun

Keterangan :dapat dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl

(58)

Lampiran 7. Deskripsi tanaman jagung

ANTASENA

Nama varietas : Antasena

Tahun pelepasan : 3 November 1992 SK Mentan : 607/Ktps/TP.204/11/92 No silsilah : -

Asal : 256 Fuul – Sib introduksi dari CIMMYT Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 50hari Panen ± 95-100 hari

Hasil rata-rata : 5,0 t/ha pipilan kering Batang : tinggi dan tegap Tongkol : besar dan silindris

Biji : kuning

Warna daun : hijau tua Warna biji : kuning

Kedudukan tongkol : ditengah batang Perakaran : baik

Baris biji : cukup lurus dan rapat Jumlah baris : 12-14 baris

Bobot 1000 butir : ± 275 g Kerebahan : sedang

Potensi hasil : 7,0 t/ha pipilan kering

Ketahanan terhadap penyakit : - agak tahan bulai (Sclerospa maydis)

Keterangan :toleran tanah masam, beradaptasi baik dari ketinggian 0-1.050 m dpl

Pemulia :Helmidar Bahar, Firdaus Kasim, Andri, Syamsurizal, Sumartono dan Subandi

(59)

Lampiran 8. Deskripsi tanaman jagung

KALINGGA

Nama varietas : Kalingga Tahun pelepasan : 1986 No Sislisah : -

Asal : generasi kedelapan dari POOL 4, dibentuk dari 34 populasi berasal dari dalam dan luar negri pada awal tahun 1980 dan dikembangkan dengan seleksi half-sib

Golongan varietas : bersari bebas

Umur : 50% keluar rambut ± 57 hari Panen ± 96 hari

Hasil rata-rata : 5,4 t/ha pipilan kering Batang : tinggi dan tegap

Daun : panjang, sedang sampai lebar Tongkol : besar, panjang dan cukup silindris Biji : setengah mutiara (semi flint), Warna batang : -

Warna daun : hijau agak tua

Warna biji : kuning sampai kuning kemerahan, kadang ada yang putih

Kedudukan tongkol : rata-rata ditengah batang

Kelobot : menutup tongkol dengan cukup baik Perakaran : baik

Baris biji : cukup lurus dan rapat Jumlah baris/biji : umumunya 12-18 baris Bobot 1000 butir : ± 302 g

Kerebahan : sedang

Potensi hasil : 7,0 t/ha pipilan kering

Ketahanan terhadap penyakit : - cukup tahan bulai (Sclerospa maydis)

(60)

Lampiran 9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman dari Generasi F2

Lampiran 10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman dari Generasi F2

SK Db JK KT Fhit F.05 EKT

Lampiran 11. Data Pengamatan Jumlah Daun dari Generasi F2

(61)

Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun dari Generasi F2

Lampiran 13. Data Pengamatan Kelengkungan Daun dari Generasi F2

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam Kelengkungan Daun dari Generasi F2

(62)

Lampiran 15. Data Pengamatan Umur Keluar Bunga Jantan dari Generasi F2

Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Umur Keluar Bunga Jantan dari Generasi F2

Lampiran 17. Data Pengamatan Umur Keluar Bunga Betina dari Generasi F2

(63)

Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Umur Keluar Bunga Betina dari Generasi

Lampiran 19. Data Pengamatan Jumlah Daun di atas Tongkol dari Generasi F2

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 20. Daftar Sidik RagamJumlah Daun di atas Tongkol dari Generasi F2

(64)

Lampiran 21. Data Pengamatan Umur Panen dari Generasi F2

Lampiran 22. Daftar Sidik Ragam Umur Panen dari Generasi F2

SK db JK KT Fhit F.05 EKT

Lampiran 23. Data Pengamatan Jumlah Biji per Tongkol dari Generasi F2

(65)

Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Jumlah Biji per Tongkol dari Generasi F2

Lampiran 25. Data Pengamatan Berat Biji per Tongkol dari Generasi F2

Perlakuan Blok Total Rataan

Lampiran 26. Daftar Sidik Ragam Berat Biji per Tongkol dari Generasi F2

(66)

Lampiran 27. Data Pengamatan Berat 100 Biji dari Generasi F2

Lampiran 28. Daftar Sidik Ragam Berat 100 Biji dari Generasi F2

Lampiran 29. Data Pengamatan Laju Pengisian Biji dari Generasi F2

(67)

Lampiran 30. Daftar Sidik Ragam Laju Pengisian Biji dari Generasi F2

SK db JK KT Fhit F.05 EKT

Blok 3 1.89 0.63 1.72 tn 3.29 σ2e+6σ2b

Perlakuan 5 5.63 1.13 3.08 * 2.90 σ2e+4σ2g

Error 15 5.48 0.37 σ2e

Total 23 13.00

FK 123.08 σ2g 0.19 HKG 0.52518

KK 26.70 σ2p 0.56

h2 0.34 KVG 19.25

KVP 32.91 Keterangan * nyata

(68)
(69)
(70)

Lampiran 33. foto lahan

(71)

Gambar

Tabel 1. Model sidik ragam dan nilai kuadrat tengah
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman (cm)
Tabel 3. Rataan  jumlah daun
Tabel 5. Rataan umur keluar bunga jantan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Solusi yang ditawarkan adalah dengan melakukan modifikasi pada kulkas sehingga pengguna dapat mengecek isi kulkas melalui handphone dengan mengirim pesan singkat (SMS)

Kepemimpinan camat dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Pegawai di Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

melaksanakan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan langkah – langkah pembelajaran yang terdapat dalam RPP. Kegiatan pembelajaran ini menggunakan model pembelajaran

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat perbedaan tingkat efektivitas antara model

Hasil Belajar siswa kelas V SD Negeri Sampaka dalam proses belajar mengajar Bahasa Indonesia melalui pembelajaran metode diskusi kelompok secara efektif mengalami

bertujuan untuk menghindari berkaratnya peralatan yang terbuat dari besi, semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih agar tidak

talam tergantung kepada jenis lagu yang dibawakan atau diJajikan. pada lagu imbauan dulang atau talam belum dimainkan berarti belum ada pengiring dari lagu imbauan

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah,