EVALUASI KERAGAMAN FENOTIP DAN GENOTIP BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HASIL SELFING
PADA GENERASI F2
SKRIPSI
Oleh:
TRI VIRA AYU WULANDARI 050307031/ BDP- PET
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EVALUASI KERAGAMAN FENOTIP DAN GENOTIP BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HASIL SELFING
PADA GENERASI F2
SKRIPSI
Oleh:
TRI VIRA AYU WULANDARI 050307031/ BDP- PET
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS)
Sebagai Ketua Sebagai Anggota (Ir. Isman Nuriadi) NIP : 19581017 198403 2001 NIP : 130 810 742
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
TRI VIRA AYU WULANDARI: Evaluasi Karakter Fenotip dan Genotip Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hasil Selfing Pada Generasi F2, dibimbing oleh ROSMAYATI dan ISMAN NURIADI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter fenotip dan genotip beberapa varietas jagung hasil selfing pada generasi F2. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU (+ 25 meter dpl.) pada bulan Oktober-Februari 2010, penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 6 varietas jagung hasil selfing F1. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, kelengkungan daun, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, jumlah daun diatas tongkol, laju pengisian biji, jumlah biji pertongkol, berat biji pertongkol, berat 100 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa F2 berbeda nyata pada parameter kelengkungan daun, umur panen, jumlah biji per tongkol dan laju pengisian biji.
ABSTRACT
TRI VIRA AYU WULANDARI: evaluation the phenotypic and genotypic
character of the F1 self-crossed from varieties, supervised by Rosmayati and Isman Nuriadi
The objective of the search was to evaluate the phenoyipic and genotypic characters of the F1 self-crossed from varieties maize. The research was conducted at experimental field of Departement of Agriculture, North Sumatera University USU (+ 25 m asl) from October-Februarl 2010 arranged by non-factorial randomized block design non factor six vareities . The parameters observed were plant height, number of leaves above the ear, leaf curve, male flowering dates, female flowering dates, harvesting dates, number of seeds per plant, seed weight per sample, weigh of 100 seeds per sample, seeds fill rate. The result of the search have significantly effect with leaf curve, harvesting dates, the number of kernel per ear, and fast of charging.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bahjambi pada tanggal 25 Januari 1987 dari Ayah Ismail
dan Ibu Isriana Hasibuan. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Swasta Tamansiswa Pematangsiantar
dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui
jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program
studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di Pabrik Kelapa Sawit
kebun Adolina kec Perbaungan, kab Serdang Bedagai pada bulan Agustus sampai
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ” Evaluasi
Karakter Fenotip dan Genotip Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hasil
Selfing Pada Generasi F2’, yang merupakan salah satu syarat untuk untuk
mendapatkan gelar sarjana di Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati MS. dan bapak Ir. Isman Nuriadi selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan
yang berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
Penulis meyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
skripsi ini.Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang
memerlukan.
Medan, November 2010
DAFTAR ISI
Keragaman Genotipe dan Fenotipe... 9
Varietas ...10
Heritabilitas ...11
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ...13
Penyiraman ...18
Penyiangan ...18
Pengendalian Hama dan Penyakit ...19
Panen ...19
Pengamatan Parameter ...19
Tinggi Tanaman (cm)...19
Jumlah Daun (helai) ...19
Kelengkungan Daun...19
Umur Berbunga Jantan (hari) ...20
Umur Berbunga Betina (hari) ...20
Jumlah Daun di Atas Tongkol ...20
Umur Panen (hari) ...20
Laju Pengisian Bji (g/hari) ...20
Jumlah Biji Pertongkol (biji) ...20
Berat Biji per Tongkol (g) ...21
Umur Berbunga Jantan (hari) ...24
Umur Berbunga Betina (hari) ...24
Jumlah Daun di Atas Tongkol ...25
Umur Panen (hari) ...26
Jumlah Biji per Tongkol (biji) ...26
Berat Biji per Tongkol (g) ...27
Berat 100 Biji (g) ...28
Laju Pengisian Biji (g/hari) ...28
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Rataan tinggi tanaman (cm) ...22
2. Rataan jumlah daun (helai) ...23
3. Rataan kelengkungan daun ...23
4. Rataan umur keluar bunga jantan (hari) ...24
5. Rataan umur berbunga betina (hari) ...25
6. Rataan jumlah daun di atas tongkol (biji) ...25
7. Rataan umur panen (hari) ...26
8. Rataan jumlah biji per tongkol (biji) ...27
9. Rataan berat biji pertongkol (g) ...27
10. Rataan berat 100 biji (g) ...28
11. Rataan laju pengisian biji (g/hari) ...28
12. Keragaman genetik ...29
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Bagan percobaan ...39
2. Jadwal kegiatan penelitian ...40
3. Deskripsi varietas jagung Harapan ...41
4. Deskripsi varietas jagung Sadewa ...42
5. Deskripsi varietas jagung Bisma ...43
6. Deskripsi varietas jagung Sukmaraga ...44
7. Deskripsi varietas jagung Antasena ...45
8. Deskripsi varietas jagung Kalingga ...46
9. Data pengamatan tinggi tanaman dari generasi F2 ...47
10. Daftar sidik ragam tinggi tanaman dari generasi F2 ...47
11. Data pengamatan jumlah daun dari generasi F2 ...47
12. Daftar sidik ragam jumlah daun dari generasi F2 ...48
13. Data pengamatan kelengkungan daun dari generasi F2 ...48
14. Daftar sidik ragam kelengkungan daun dari generasi F2 ...48
15. Data pengamatan umur berbunga jantan ...49
16. Daftar sidik ragam umur berbunga jantan ...49
17. Data pengamatan umur berbunga betina ...49
18. Daftar sidik ragam umur berbunga betina ...50
19. Data pengamatan jumlah daun di atas tongkol ...50
20. Daftar sidik ragam jumlah daun di atas tongkol ...50
22. Daftar sidik ragam umur panen ...51
23 Data pengamatan jumlah biji per tongkol ...51
24. Daftar sidik ragam jumlah biji pertongkol ...52
25. Data pengamatan berat biji per tongkol5 ...52
26. Daftar sidik ragam berat biji per tongkol ...52
27. Data pengamatan berat 100 biji ...53
28. Daftar sidik ragam berat 100 biji ...53
29. Data pengamatan laju pengisian biji ...53
30. Daftar sidik ragam laju pengisian biji ...54
31. Gambar jagung per tongkol ...55
32. Gambar jagung pipilan ...56
ABSTRAK
TRI VIRA AYU WULANDARI: Evaluasi Karakter Fenotip dan Genotip Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Hasil Selfing Pada Generasi F2, dibimbing oleh ROSMAYATI dan ISMAN NURIADI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter fenotip dan genotip beberapa varietas jagung hasil selfing pada generasi F2. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU (+ 25 meter dpl.) pada bulan Oktober-Februari 2010, penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 6 varietas jagung hasil selfing F1. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, kelengkungan daun, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, jumlah daun diatas tongkol, laju pengisian biji, jumlah biji pertongkol, berat biji pertongkol, berat 100 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa F2 berbeda nyata pada parameter kelengkungan daun, umur panen, jumlah biji per tongkol dan laju pengisian biji.
ABSTRACT
TRI VIRA AYU WULANDARI: evaluation the phenotypic and genotypic
character of the F1 self-crossed from varieties, supervised by Rosmayati and Isman Nuriadi
The objective of the search was to evaluate the phenoyipic and genotypic characters of the F1 self-crossed from varieties maize. The research was conducted at experimental field of Departement of Agriculture, North Sumatera University USU (+ 25 m asl) from October-Februarl 2010 arranged by non-factorial randomized block design non factor six vareities . The parameters observed were plant height, number of leaves above the ear, leaf curve, male flowering dates, female flowering dates, harvesting dates, number of seeds per plant, seed weight per sample, weigh of 100 seeds per sample, seeds fill rate. The result of the search have significantly effect with leaf curve, harvesting dates, the number of kernel per ear, and fast of charging.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di
seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar.
Tanaman jagung dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi
terhadap berbagai karakteristik lingkungan. Di Indonesia jagung merupakan bahan
tanaman kedua setelah padi (Nurmala, 1997).
Produksi jagung nasional meningkat setiap tahun, namun hingga kini
belum mampu memenuhi kebutuhan domestik sekitar 11 juta ton/tahun, sehingga
masih mengimport dalam jumlah besar yaitu 1 juta ton. Sebagian besar
kebutuhan jagung domestik untuk pakan dan industri pakan sekitar 57%, sisanya
sekitar 34% untuk pangan dan 9% untuk kebutuhan industri lainnya. Selain untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi jagung nasional juga berpeluang
besar untuk memasok sebagian pasar jagung dunia yang mencapai sekitar 8 juta
ton/tahun (Mejaya dkk, 2005).
Selfing (silang dalam) adalah suatu metode dalam pemuliaan tanaman
yang pelaksanaannya dengan melakukan penyerbukan sendiri. Yang bertujuan
untuk mengatur karakter-karakter yang diinginkan dalam kondisi homozigot.
Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri diperoleh kembali pada
progeni F1 ketika galur murni tersebut disilangkan dengan galur murni lainnya
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada
suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat
tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan
keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat
perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun tanaman yang
digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik
umumnya berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam mempengaruhi
penampilan fenotip tanaman (Makmur 1992).
Adanya perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan
menyebabkan timbulnya perbedaan fenotip pada setiap tanaman, dan dari
penampilan fenotipik suatu tanaman dapat dihitung suatu nilai yang menentukan
apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau
lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan
pada generasi yang berikutnya. Dan program pemuliaan berikutnya adalah seleksi.
Seleksi berpedoman pada nilai karakter genetik dan fenotip serta heritabilitas
dapat membantu ketajaman seleksi sehingga hasil yang didapatkan akan lebih
baik (Welsh, 2005).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian guna mengetahui karakter fenotip dan genotip pada beberapa varietas
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan karakter fenotip dan genotip beberapa
varietas jagung hasil selfing pada generasi F2.
Hipotesis Penelitian
Adanya perbedaan karakter fenotip dan genotip beberapa varietas jagung
hasil selfing pada generasi F2.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam
taksonomi adalah: Kingdo m Plantae, Divisi Spermatophyta, Family Graminae,
Genus Zea dan Spesies Zea mays L.
Pada tanaman jagung, tumbuhnya radikula akan menghasilkan akar
pertama yang akan berkembang (seminal). Setelah tiga hari atau lebih akar
seminal akan tumbuh dari embrio kearah samping, akar ini banyak mensuplai
nutrisi sejak awal minggu kedua setelah perkecambahan dan akan tetap berfungsi
untuk sementara waktu, walaupun sesudah kedatangan akar yang mempunyai
fungsi utama pada penyerapan. Akar adventif berkembang dari mata tunas batang
paling bawah. Beberapa akar tumbuh horizontal 0,5-1m dan turun kebawah secara
vertikal dengan kedalaman dapat mencapai 2,5 m (Purseglove, 1985).
Menurut Rubazky dan Yamaguchi (1998) Tanaman jagung memiliki
batang yang kaku dengan tingginya berkisar antara 1,5 m- 2,5 m dan terbungkus
oleh pelepah daun yang berselang seling yang berasal dari setiap buku. Buku
batang mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus rapat
batang, sering melingkupi hingga buku berikutnya.
Menurut Nurmala (1998) daun terdapat pada buku-buku batang dan terdiri
dari kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helaian daun memanjang yang
bertulang daun sejajar menyirip ke ujung daun. Jumlah pelepah daun sekitar 8-18
helai.
Bunga jantan jagung berada di ujung batang dalam bentuk malai di ujung.
Jika kepala sari dari tassel pecah maka terbentuklah kabut debu serbuk sari.
Telah dihitung bahwa sebuah tassel dapat menghasilkan sebanyak 60 juta serbuk
sari. Bunga betina tumbuh dibagian bawah tanaman dalam bentuk bulir majemuk
atau sering disebut tongkol yang tertutup rapat oleh upih yang disebut kulit ari.
Muncul dari tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks) yaitu
kepala putik. Sewaktu reseptif rambut sutra ini lengket, sehingga serbuk sari
manapun yang tertiup kearah rambut ini akan melekat. Setiap rambut
dihubungkan oleh tangkai putik yang panjang kebakal buah tunggal yang setelah
dibuahi menjadi biji atau inti biji (kernel) (Loveless, 1989).
Biji jagung letaknya teratur, berbaris pada jenggel sesuai dengan letak
bunga. Biji dibungkus oleh perikarp yang terdiri dari embrio dan endosperm.
Embrio terdiri dari plumula, radikula dan skutellum. Bentuk biji jagung ada bulat,
tergantung varietasnya. Warna biji kuning, orange dan merah hampir hitam
(Tobing, dkk, 1995).
Syarat Tumbuh Iklim
Jagung termasuk tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan,
jagung dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 3700 mdpl.
Jagung dapat tumbuh dengan curah hujan tahunan yaitu 2500 mm/tahun
Jagung merupakan tanaman yang memerlukan temperatur rata-rata antara
14-300 C, pada daerah dengan ketinggian sekitar 2.200 m dari permukaan laut,
dengan curah hujan sekitar 600 mm – 1200 mm per tahun yang terdistribusi
merata selama musim penanaman (Kartasapoetra, 1998).
Jagung merupakan tanaman C4 yaitu tanaman mempunyai kelebihan yaitu
mempunyai aktifitas fotosintesis yang relatif tinggi pada keadaan normal,
fotorespirasi rendah, transpirasi rendah serta efisiensi dalam penggunaan air
(Leonard and Martin, 1973).
Tanah
Jagung dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi dengan pengolahan
dan drainase yang bagus. pH tanah untuk tanaman jagung berkisar antara 5,8-6,9
(Dacoteau, 2000), dan ini tergolong sesuai dengan lokasi penanaman yang
memiliki pH 6, 9 (Laboratorium Sentral FP USU, Medan, 2009).
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, draenase baik
dengan kelembaban tanah cukup dan akan layu pada kelembaban tanah kurang
dari 40% kapasitas lapang atau bila batangnya terendam air (Iriany et al, 2008).
Jagung juga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Hal utama yang
mennyebabkan produksi yang tidak baik pada pertanaman di daerah tropis adalah
produktivitas rendah, dan beberapa hal yang dapat meningkatkan produksi dengan
pembukaan areal baru (Lengreid, et all, 1999).
Selfing
Silang dalam menyebabkan homozigositas, yaitu munculnya gen-gen yang
mengembangkan galur murni dari spesies menyerbuk silang. Derajat silang dalam
tergantung pada intensitas pembuahan sendiri atau perkawinan individu yang
berkerabat (Crowder, 1997).
Inbreeding yang paling ekstrim adalah pembuahan sendiri
(self-fertilization). Bagi tanaman yang penyerbukan sendiri (sel-polinatio). Artinya
pembuahan bakal putik oleh serbuk sari oleh bunga satu individu. Untuk
menyerbuki sendiri, serbuk sari dari bunga jantan dari satu batang jagung
diuapkan dengan kuas atau alat lain ke ujung bunga betina yang berbulu-bulu
panjang itu. Lewat bulu-bulu itulah serbuk sari masuk untuk menyerbuki ovum
pada tongkol, sehingga menjadi biji-biji jagung. Bunga betina harus terlebih
dahulu ditutupi dengan kertas yanng tembus cahaya. Mencegah terjadinya
penyerbukan silang dari batang lain. Setelah diserbukkan dengan sengaja, bunga
betina itu masih ditutupi beberapa lama sampai pasti sudah terjadi penyerbukan di
dalam (Yatim, 1986).
Pada proses silang dalam (selfing) yang dilakukan, keturunannya akan
mengalami kemunduran dalam hal ketegaran, berkurangnya ukuran dari standar
normal dan berkurangnya tingkat kesuburan reproduksi dibandingkan dengan
tanaman tetuanya. Kemunduran sifat-sifat ini sering disebut adanya tekanan silang
dalam. Dalam selfing yang apabila berlanjut sampai beberapa generasi akan
terjadi fiksasi dalam pengelompokan sifat-sifat yang sesuai dengan komposisi
genetiknya dalam kondisi yang homozigot. Kemunduran yang terjadi pada suatu
galur inbred sebagai akibat proses selfing dari generasi ke generasi akan
mengalami kemajuan genetik pada F1 bila dua galur inbred yang tidak berkerabat
Dari hasil persilangan tertentu dalam silang dalam tanaman jagung,
didapatkan suatu peningkatan pertumbuhan dan kekuatan tanaman pada
keturunannya, padahal pada persilangan yang lain ekspresi heterosis sangat kecil
atau tidak ada sama sekali. Heterosis dapat pula terjadi pada beberapa persilangan
jagung silang dalam (Welsh, 2005).
Pada tanaman menyerbuk sendiri (self-pollinated) yang berlanjut dengan
pembuahan secara terus menerus, populasi generasi-generasi berikutnya
cenderung mempunyai tingkat homozigositas yang semakin besar. Jadi, populasi
tanaman cenderung merupakan kumpulan suatu lini murni (pure lines). Misalnya,
jika suatu genotip yanng heterozigot pada lokusnya, hanya dengan dua allel yang
berbeda (Aa), mengalami penyerbukan dan pembuahan sendiri secara terus
menerus, akan tampak bahwa proporsi yang homozigot (baik yang dominan atau
resesif) akan bertambah, sedangkan proporsi heterozigot akan menurun
(Mangoendidjojo, 2003).
Pada tanaman menyerbuk sendiri, terjadi pemindahan serbuk sari dari
kotak sari kepala putik dari bunga yang sama, atau tanaman yang sama. Peristiwa
ini lazim disebut dengan selfing atau inbreeding atau incest. Pada tanaman
menyerbuk sendiri di alam bebas, tersedia galur murni yang homozigot pada
hampir setiap lokus gen (Makmur, 1992).
Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis
karena cara penyerbukan bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable
genes) pada genotip yang homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding
Keragaman Genotip dan Fenotip
Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotip dan genotip yang
sama. Pebedaaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaaan sifat dalam
tanaman. Keragaman penampilan tanaman terjadi akibat sifat dalam tanaman
(genetik) atau perbedaan lingkungan kedua-duanya. Perbedaan susunan genetik
merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman.
Program genetik merupakan suatu untaian susunan genetik yang akan
diekspresikan pada satu atau keseluruhan fase pertumbuhan yang berbeda dan
dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan
fungsi tanaman dan akhirnya menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman
(Sitompul dan Guritno, 1995).
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika
mereka berada di lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh
terhadap perkembangannya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan
lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa
keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh
perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas
di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan
dimana individu berada (Allard, 2005).
Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan
yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup
bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman.
mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama
(Sitompul dan Guritno, 1995)
Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang bebeda
terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat
dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan, dan salah satunya dapat
dilihat dari pertumbuhannya (Darliah, dkk 2001).
Varietas
Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat
dipertahankannya setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas
berdasarkan tekhnik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas
sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).
Kasno, et all, (2005) menyatakan bahwa varietas menunjuk pada sejumlah
individu dalam suatu spesies yang berbeda dalam bentuk dan fungsi fisiologis
tertentu dari sejumlah individu lainnya dalam bentuk suatu spesies yang sama.
Penggunaan varietas yang berbeda akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi
hasil yang berbeda juga.
Varietas sintetik dibentuk dari beberapa galur inbrida yang memiliki daya
gabung umum yang baik, sedangkan varietas komposit dibentuk dari galur
inbrida, varietas bersari bebas dan hibrida. Varietas sintetik adalah populasi
bersari bebas yang berasal dari silang sesamanya (intercross) antar galur inbrida.
Varietas komposit dibentuk dari galur, populasi dan varietas yang tidak dilakukan
uji daya gabung terlebih dahulu. Sebagian bahan untuk pembentukan komposit
Heritabilitas
Heritabilitas adalah proporsi dari variasi fenotip total yang disebabkan
oleh efek gen. Heritabilitas dari suatu sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1
(Stansfield, 2005).
Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat
memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor
lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik
lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan
(Poehlman and Sleper, 1995).
Nilai heritabilitas suatu sifat tergantung pada tindak gen yang
mengendalikan gen tersebut. Jika heritabilitas dalam arti sempit suatu sifat
bernilai tinggi, maka sifat tersebut dikendalikan oleh tindak gen aditif pada kadar
yang tinggi. Sebaliknya jika heritabilitas alam arti sempit bernilai rendah, maka
sifat tersebut dikendalikan oleh tindak gen bukan aditif (dominan dan epistasis)
pada kadar yang tinggi. Heritabilitas akan bermakna jika varians genetik
didominasi oleh varians aditif karena pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan
dari tetua kepada progeninya (Suprapto dan Kairuddin, 2007).
Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian
pengaruh genetik dari penampakkan fenotip yang dapat diwariskan dari tetua
kepada keturunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik
besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan
Heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari
keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan
dalam dua konteks. Secara luas, pengaruh keturunan termasuk semua pengaruh
gen, yaitu gen aditif, dominant dan epistatik. Heritabilitas dalam arti luas ini
biasanya dituliskan dengan H. Akan tetapi, taksiran pengaruh genetik aditif
biasanya lebih penting dari pengaruh genetik total. Heritabilitas dalam arti luas
hanya dapat menjelaskan berapa bagian dari keragaman fenotipik yang
disebabkan oleh pengaruh genetik dan berapa bagian pengaruh faktor lingkungan,
namun tidak dapat menjelaskan proporsi keragaman fenotipik pada tetua yang
dapat diwariskan pada turunannya. Untuk menentukan heritabilitas suatu sifat
adalah dengan melakukan percobaan seleksi untuk beberapa generasi dan
menentukan kemajuan yang diperolehnya, yang dibandingkan dengan jumlah
keunggulan dari tetua terpilih dalam semua generasi dari percobaan seleksi.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Februari 2010.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih 6 varietas jagung
turunan pertama hasil selfing dari penelitian sebelumnya sebagai objek
pengamatan, pupuk (Urea, KCl, TSP) sebagai pupuk dasar, amplop cokelat,
plastik transparan dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Adapun alat-alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengolah lahan,
gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur lahan dan tinggi
tanaman, timbangan analitik untuk menimbang bobot biji, kalkulator untuk
menghitung data dan alat tulis untuk mencatat data serta alat-alat lain yang
mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial
yang terdiri dari 6 varietas jagung hasil selfing turunan pertama yaitu:
V1 : Harapan V4 : Sukmaraga
V2 : Sadewa V5 : Antasena
Jumlah ulangan : 4 ulangan
Jumlah plot dalam blok : 6 plot
Jumlah plot : 24 plot
Jumlah tanaman perplot : 3 tanaman
Jarak tanaman : 70 cm X 20 cm
Jumlah tanaman sampel per plot : 3 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 72 tanaman
Luas plot : 100 X 100 cm
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
aditif sebagai berikut :
Υ : hasil pengamatan perlakuan ke-i dalam ulangan ke-j
µ : nilai rata-rata
ε : error dari blok ke-i varietas ke-j
Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda
Keragaman Genetik
Keragaman dihitung setelah terlebih dahulu menghitung varians fenotip
(σ2 f) dan varians genotip (σ2 g). Untuk menghitung varians fenotip (σ2 f) dan
varians genotip (σ2 g) disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Model sidik ragam dan nilai kuadrat tengah
Sumber Keragaman Db JK KT Estimulasi Kuadrat Tengah
Blok b-1 JKB KTB σ2e + g σ2 b
Genotip g-1 JKG KTG σ2e + b σ2 g
Error (b-1)(g-1) JKE KTE σ2 e
Total Bg-1 JKT
Dari hasil analisis varians genotip dan varians genotip didapat Koefisien
Varians Genotip (KVG) dan Koefisien Varians Fenotip (KVF) dengan
menggunakan rumus :
Menurut Murdaningsih dkk (1990) Koefisien Varians Genotip (KVG)
yang telah diperoleh dari keseluruhan sifat agronomi dapat diklasifikasikan dari
yang rendah, tinggi dan sangat tinggi.
Kriteria rendah < 25% dari KVG yang terbesar
Kriteria sedang ≥ 25% - ≤ 50% dari KVG yang terbesar
Kriteria sangat tinggi ≥75% dari KVG yang terbesar
Heritabilitas
Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman
fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas
h2 = σ2 g/σ2f
Dimana :
h2 : nilai duga heritabilitas
σ2
g : Varian genotip
σ2
f : Varian fenotip
σ2
e : Varians lingkungan
σ2
f : σ2g + σ2 e sedangkan σ2 e = KTE
Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (2005) adalah :
heritabilitas tinggi > 0,5
heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan
Lahan yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sampah, lalu dilakukan pembuatan plot percobaan berukuran
100cm X 100cm, jarak antar plot 50 cm dan jarak antar blok 50 cm yang
berfungsi sebagai drainase. Tanah diolah dengan kedalaman olah ± 20 cm.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam pada lahan
penelitian. Setiap plot dibuat lubang tanam sebanyak 6 lubang tanam. Setiap
lubang tanam ditanami 2 benih perlubang tanam. Kemudian lubang tanam ditutup
dengah tanah top soil.
Pemupukan
Pupuk urea diberikan dua kali yaitu pada saat tanam dan pada saat
tanaman berumur 3 minggu setelah tanaman (MST) dengan dosis pupuk urea
3,75g/tanaman, pupuk KCl dan TSP diberikan pada saat tanaman 3 MST dengan
dosis pupuk KCl 1,87g/tanaman dan TSP1,87 g/tanaman.
Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Penjarangan
dilakukan dengan cara memotong salah satu tanaman sehingga pada setiap lubang
Penyungkupan
Penyungkupan dilakukan pada saat alat kelamin jantan (serbuk sari)/
malai dan alat kelamin betina (putik)/tongkol muncul. Penyungkupan dilakukan
dengan cara menyungkup alat kelamin jantan dengan amplop yang dapat
menampung serbuk sari, dan alat kelamin betina dengan menggunakan plastik
transparan dan setelah selesai persilangan dan masa reseptif bunga telah berakhir
maka sungkup dibuka kembali.
Selfing
Dilakukan setelah bunga jantan dan betina sudah memasuki masa reseptif,
yaitu bunga jantan menyerbuki bunga betina pada tanaman itu sendiri.
Penyerbukan dilakukan dengan mengumpulkan serbuk sari pada amplop coklat
yang telah disediakan dan kemudian serbuk sari tersebut diletakkan pada bunga
betina (silk) dan setelah itu silk ditutup kembali dengan plastik transparan dan
setelah masa reseptif bunga betina berakhir maka plastik pembungkus dibuka.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari, atau sesuai dengan kondisi
lingkungan. Penyiraman dilakukan agar kondisi air pada lahan penelitian tetap
berada pada kondisi yang cukup untuk tanaman.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk menghindari persaingan antara gulma dan
tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis 2,5
EC dengan dosis 0,5 cc/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan
dengan penyemprotan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 1 cc/liter air.
Panen
Panen dilakukan dengan mengambil tongkol jagung dengan menggunakan
tangan. Adapun kriteria panennya adalah rambut tongkol telah berwarna hitam
dan bila biji ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas.
Pengamatan parameter Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan ujung daun
tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan
setiap minggu sejak tanaman berumur 2 MST sampai muncul bunga jantan.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun dihitung dengan menghitung seluruh daun yang telah
membuka sempurna. Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu sejak
tanaman berumur 2 MST hingga muncul bunga jantan.
Kelengkungan Daun
Kelengkungan daun merupakan nisbah antara panjang daun dengan jarak
antara ujung daun hingga pangkal daun dalam keadaan melengkung yang
dinyatakan dengan : a/b
b= jarak antara ujung daun hingga pangkal daun dalam posisi
melengkung
Umur Keluar Bunga Jantan (hari)
Umur berbunga jantan diamati pada saat keluar bunga jantan pada
tanaman sampel. Kriteria yang digunakan adalah terbukanya daun bendera
pembungkus malai.
Umur Keluar Bunga Betina (hari)
Umur berbunga betina diamati pada saat keluar bunga betina pada
tanaman sampel yaitu keluarnya silk dari tongkol.
Jumlah Daun di Atas Tongkol
Jumlah daun di atas tongkol dihitung dengan menghitung jumlah daun
yang berada diatas tongkol utama.
Umur Panen (hari)
Umur panen dihitung mulai dari dilakukannya pemanenan pertama sampai
pemanenan terakhir pada setiap tanaman sampel
Laju Pengisian Biji (g/hari)
Laju pengisian biji dihitung dengan membagi bobot biji tiap tongkol dari
tanaman sampel dengan selisih antar umur panen dan umur keluar rambut.
berat biji (g) LPB =
Umur Panen (hari) – Umur Keluar Rambut (hari)
Jumlah Biji per Tongkol (biji)
Berat Biji per Tongkol (g)
Berat biji per tongkol dari tanaman sampel ditimbang setelah biji dipipil
dan dikeringkan.
Berat 100 biji (g)
Berat 100 biji ditimbang setelah biji dikeringkan dan dipipil dari tongkol
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tinggi Tanaman (cm)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari tinggi tanaman 7 MST dapat
dilihat pada lampiran 9. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenotip hasil selfing
belum berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman 7 MST. Rataan tinggi
tanaman 7 MST dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman (cm)
Perlakuan Rataan
V1 ( Harapan) 167.48
V2 (Sadewa) 164.31
V3 (Bisma) 185.67
V4 (Sukmaraga) 180.46
V5 (Antasena) 155.58
V6 (Kalingga) 163.52
Dari tabel 2 dapat dilihat tinggi tanaman 7 MST tertinggi terdapat pada
varietas Bisma (V3)sebesar (185.67) dan terendah terdapat pada varietas Antasena
(V5) sebesar (155.58).
Jumlah Daun (helai)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari jumlah daun 7 MST dapat
dilihat pada lampiran 11. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenotip hasil selfing
belum berbeda nyata terhadap karakter jumlah daun 7 MST. Rataan jumlah daun
Tabel 3. Rataan jumlah daun
Dari tabel 3 dapat dilihat rataan jumlah daun (helai) tertinggi terdapat pada
varietas Harapan (V1) sebesar (13.58 helai) dan terendah terdapat pada varietas
Kalingga (V6) sebesar (12.59 helai).
Kelengkungan Daun
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari kelengkungan daun dapat
dilihat pada lampiran 13. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fenotip hasil selfing
berbeda nyata terhadap karakter kelengkungan daun. Rataan kelengkungan daun
dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rataan kelengkungan daun
Perlakuan Rataan
Dari tabel 4 dapat dilihat rataan kelengkungan daun tertinggi terdapat pada
varietas Bisma (V3) sebesar (0.68) dan terendah terdapat pada varietas Kalingga
(V6) sebesar (0.52).
Umur Keluar Bunga Jantan (hari)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari umur keluar bunga jantan
(hari) dapat dilihat pada lampiran 15. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip
hasil selfing belum berbeda nyata terhadap karakter umur keluar bunga jantan
(hari). Rataan umur keluar bunga jantan (hari) dari beberapa genotip dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Rataan umur keluar bunga jantan
Perlakuan Rataan
Dari tabel 5 dapat dilihat rataan umur keluar bunga jantan (hari) tertinggi
terdapat pada varietas Kalingga (V6) sebesar (56.17) dan terendah terdapat pada
varietas Sadewa(V2) sebesar (50.92).
Umur Keluar Bunga Betina (hari)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari umur keluar bunga betina
(hari) dapat dilihat pada lampiran 17. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip
hasil selfing belum berbeda nyata terhadap karakter umur keluar bunga betina
(hari). Rataan umur keluar bunga betina (hari) dari beberapa genotip dapat dilihat
Tabel 6. Rataan umur keluar bunga betina
Dari tabel 6 dapat dilihat rataan umur keluar bunga betina (hari) tertinggi
terdapat pada varietas Kalingga (V6) sebesar (60.34) dan terendah terdapat pada
varietas Sadewa(V2) sebesar (53.67).
Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari jumlah daun di atas tongkol
(helai) dapat dilihat pada lampiran 19. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
fenotip hasil selfing belum berbeda nyata terhadap karakter jumlah daun di atas
tongkol (helai). Rataan karakter jumlah daun di atas tongkol dari beberapa
genotip dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Rataan jumlah daun di atas tongkol
Perlakuan Rataan
Dari tabel 7 dapat dilihat rataan jumlah daun di atas tongkol tertinggi
terdapat pada varietas Kalingga (V6) sebesar (6.25) dan terendah terdapat pada
Umur Panen (hari)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari umur panen (hari) dapat
dilihat pada lampiran 21. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil selfing
berbeda nyata terhadap karakter umur panen (hari). Rataan umur panen (hari)
dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Rataan umur panen
Perlakuan Rataan
Harapan 94.59ab
Sadewa 85.42b
Bisma 90.00ab
Sukmaraga 85.58b
Antasena 84.92b
Kalingga 97.92a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Dari tabel 8 dapat dilihat rataan umur panen (hari) tertinggi terdapat pada
varietas Kalingga (V6) sebesar (97.92) dan terendah terdapat pada varietas
Antasena (V5) sebesar (84.92).
Jumlah Biji per Tongkol (biji)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari jumlah biji per tongkol (biji)
dapat dilihat pada lampiran 23. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil
selfing berbeda nyata terhadap karakter jumlah biji per tongkol (biji). Rataan
Tabel 9. Rataan Jumlah Biji per Tongkol
Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Dari tabel 9 dapat dilihat rataan jumlah biji per tongkol (biji) tertinggi
terdapat pada varietas Bisma (V3) sebesar (290.89) dan terendah terdapat pada
varietas Harapan (V1) sebesar (150.73).
Berat Biji per Tongkol (g)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari berat biji per tongkol (g) dapat
dilihat pada lampiran 25. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil selfing
belum berbeda nyata terhadap karakter berat biji per tongkol (g). Rataan berat biji
per tongkol (g) dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Rataan berat biji per tongkol
Perlakuan Rataan
Dari tabel 10 dapat dilihat rataan berat biji per tongkol (g) tertinggi
terdapat pada varietas Bisma (V3) sebesar (72.67) dan terendah terdapat pada
Berat 100 Biji (g)
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari berat berat 100 biji (g) dapat
dilihat pada lampiran 27. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil selfing
belum berbeda nyata terhadap karakter berat 100 biji (g). Rataan berat 100 biji (g)
dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Rataan berat 100 biji
Perlakuan Rataan
Dari tabel 11 dapat dilihat rataan berat 100 biji (g) tertinggi terdapat pada
varietas Bisma (V3) sebesar (19.29 g) dan terendah terdapat pada varietas Harapan
(V1) sebesar (14.53 g).
Laju Pengisian Biji (g/hari).
Hasil pengamatan analisis sidik ragam dari laju pengisian biji (g/hari)
dapat dilihat pada lampiran 29. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genotip hasil
selfing berbeda nyata terhadap karakter laju pengisian biji (g/hari). Rataan laju
pengisian biji (g/hari) dari beberapa genotip dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Rataan laju pengisian biji
Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda rataan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Dari tabel 12 dapat dilihat rataan laju pengisian biji (g/hari) tertinggi
terdapat pada varietas Bisma (V3) sebesar (2.80) dan terendah terdapat pada
varietas Harapan (V1) sebesar (1.41).
Keragaman Genetik
Hasil perhitungan variabilitas genetik (σ2g) variabilitas fenotip (σ2p),
koefisien variabilitas genetik (KVG), koefisien variabilitas fenotip (KVP) dapat
dilihat pada tabel 23. Nilai KVG berkisar antara -2,76 – 19,25 dan nilai KVP
berkisar antara 6,34 – 33,32.
Tabel 13.Variabilitas genetik (σ2g) variabilitas fenotip (σ2p), koefisien variabilitas genetik (KVG), koefisien variabilitas fenotip (KVP).
Komponen Pertumbuhan dan Poduksi Σ2g σ2p KVG KVP Laju Pengisian Biji (g/hari) 0,19 0,56 19,25st 32,91st Jumlah Biji Pertongkol (biji) 1689,33 5193,80 19,00st 33,32st Berat Biji Pertongkol (g) 93,35 311,47 17,60st 32,15st Berat 100 Biji (g) -0,04 10,73 -1,15r 18,80t Keterangan :
r = rendah t = tinggi s = sedang st = sangat tinggi
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter tinggi
tanaman. Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan variabilitas
dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan koefisien
variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (-1,14) dan KVP sebesar (13,52).
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter jumlah
daun. Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan variabilitas
fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (-0,13) dan σ2p sebesar (1,05). Begitu juga
dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan koefisien
variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (-2,76) dan KVP sebesar (7,83).
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter
kelengkungan daun. Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan
variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (0,01) dan σ2p sebesar (0,02). Begitu
juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan
koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (16,20) dan KVP sebesar (19,75).
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter umur
keluar bunga jantan (hari). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan
dengan variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (0,62) dan σ2p sebesar
(11,50). Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil
dibandingkan dengan koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (1,47) dan
KVP sebesar (6,43).
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter umur
keluar bunga betina (hari). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan
dengan variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (2,78) dan σ2p sebesar
(16,25). Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil
dibandingkan dengan koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (2,95) dan
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter jumlah
daun di atas tongkol. Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan
variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (0,10) dan σ2p sebesar (0,48). Begitu
juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan
koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (5,59) dan KVP sebesar (12,36).
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter umur
panen (hari). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan
variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (25,18) dan σ2p sebesar (44,19).
Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan
koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (5,59) dan KVP sebesar (7,41).
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter laju
pengisian biji (g/hari). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan
variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (0,19) dan σ2p sebesar (0,56). Begitu
juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan
koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (19,25) dan KVP sebesar (32,91).
Dari table 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter jumlah
biji pertongkol (biji). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan
variabilitas fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (1689,33) dan σ2p sebesar (5193,80).
Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan
koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (19,00) dan KVP sebesar (33,32).
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter berat
biji pertongkol (g). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan
Begitu juga dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan
koefisien variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (17,60) dan KVP sebesar (32,15).
Dari tabel 13 dapat dilihat nilai keragaman genetik untuk karakter berat
100biji (g). Nilai variabilitas genotip lebih kecil dibandingkan dengan variabilitas
fenotip yaitu untuk σ2g sebesar (-0,04) dan σ2p sebesar (10,73). Begitu juga
dengan koefisien variabilitas genetik lebih kecil dibandingkan dengan koefisien
variabilitas fenotip yaitu KVG sebesar (-1,15) dan KVP sebesar (18,80).
Nilai Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing karakter dapat
dievaluasi. Nilai heritabilitas berkisar antara -0,12 – 0,67. Nilai duga heritabilitas
(h2) dapat dilihat pada tabel 24.
Tabel 14. Nilai duga heritabilitas pada masing-masing parameter
Parameter h2
Tinggi Tanaman (cm) -0,01r Jumlah daun (helai) -0,12r Kelengkungan Daun 0,67t Umur Keluar Bunga Jantan (hari) 0,05r Umur Keluar Bunga Betina (hari) 0,017r Jumlah Daun di Atas Tongkol 0,20s Umur Panen (hari) 0,57t Laju Pengisian Biji (g/hari) 0,34s Jumlah Biji Pertongkol (biji) 0,33s Berat Biji Pertongkol (g) 0,30s Berat 100 Biji (g) 0,00r Keterangan :
r = rendah s =sedang t = tinggi
Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai heritabilitas yang tinggi terdapat
pada parameter kelengkungan daun(helai) (0,67) dan umur panen(hari) (0,57),
untuk nilai heritabilitas yang sedang terdapat pada parameter jumlah daun di atas
(0,33), berat biji pertongkol(g) (0,30) dan untuk nilai heritabilitas rendah terdapat
pada parameter tinggi tanaman(cm) (-0,01), jumlah daun(helai) (-0,12), umur
keluar bunga jantan(hari) (0,05), umur keluar bunga betina(hari) (0,017) dan berat
100 biji(g) (0,00).
Pembahasan
Berdasarkan hasil selfing dari beberapa varietas menunjukkan adanya
perbedaan nyata pada kelengkungan daun. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4
dimana varietas Bisma memiliki kelengkungan terbesar (0,82 cm) dan
kelengkungan daun yang terkecil terdapat pada varietas Kalingga sebesar
\(0,58 cm). Dari data tersebut maka varietas bisma memiliki karakter fenotip
kelengkungan daun yang baik untuk dijadikan sebagai tetua. Hal ini di dukung
juga dengan parameter berat biji per tongkol (g), dimana varietas Bisma memiliki
berat biji terbesar yaitu (72,67 g), hal ini diduga karena kelengkungan daun sangat
berpengaruh terhadap berat biji pada tanaman jagung tersebut. Menurut Sutoro
dkk (1994) bahwa kelengkungan daun berkorelasi positif terhadap berat biji.
Kelengkungan daun juga menunjukkan semakin besar indeks kelengkungan maka
semakin berat biji jagung yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil selfing dari beberapa varietas diketahui bahwa varietas
berbeda nyata terhadap umur panen dan laju pengisian biji. Terjadinya perbedaan
yang nyata antara varietas tersebut disebabkan oleh perbedaan varietas yang
cukup besar dan faktor genetik tanaman itu sendiri. Hal ini sesuai literatur
Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan bahwa perbedaan varietas cukup
besar mempengaruhi perbedaaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan
Sehingga perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman penampilan tanaman.
Berdasarkan hasil selfing, varietas berbeda nyata terhadap parameter
jumlah biji per tongkol. Dimana jumlah biji per tongkol tertinggi terdapat pada
varietas Bisma (290,89) dan yang terendah terdapat pada varietas Harapan
(150,73). Dari deskripsi tanaman jagung, diketahui bahwa varietas Bisma
memiliki jumlah baris/biji 12-18 baris sedangkan varietas Harapan memiliki
jumlah baris/biji 12-14 baris. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa varietas
Bisma memiliki pertumbuhan dan produksi yang baik. Penggunaan varietas yang
berbeda akan menghasilkan pertumbuihan dan produksi hasil yang berbeda juga.
Menurut Kasno et al, (2005) varietas menunjuk pada sejumlah individu dalam
suatu spesies yang berbeda dalam bentuk dan fisiologi tertentu dari sejumlah
individu lainnya dalam suatu spesies yang sama. Penggunaan varietas yang
berbeda akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi hasil yang berbeda.
Berdasarkan hasil selfing, varietas belum berbeda nyata pada peubah
amatan berat biji per tongkol, kemungkinan hal ini disebabkan karena jumlah
daun dan jumlah daun di atas tongkol juga belum berpengaruh nyata. Menurut
Sutoro dkk (1994) bahwa jumlah daun tiap tanaman merupakan peubah amatan
yang penting, karena jumlah daun dan jumlah daun di atas tongkol merupakan
tolak ukur dalam pembentukan tongkol.
Berdasarkan hasil selfing, varietas belum berbeda nyata terhadap
parameter berat 100 biji. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada proses
selfing terjadi tekanan silang dalam, sehingga mengakibatkan hasil produksi
menyatakan bhwa pada tanaman yang melakukan selfing akan mengalami efek
tekanan silang dalam (inbreeding depression), sehingga hasil menjadi rendah,
sifat-sifat ini timbul karena gen-gen resesif yang mengatur karakter yang tidak
diinginkan dalam keadaan homozigot akan menampakkan diri, dari yang
sebelumnya tidak tampak karena tertutup oleh gen dominan pada keadaan
heterozigot.
Dari tabel 14 menunjukkan bahwa karakter yang memiliki nilai
heritabilitas yang tinggi terdapat pada parameter umur panen dan kelengkungan
daun yang masing-masing sebesar 0,67 dan 0,57. Nilai heritabilitas sedang
terdapat pada parameter jumlaah daun di atas tongkol, laju pengisian biji, jumlah
biji per tongkol dan berat biji pertongkol. Nilai heritabilitas yang rendah terdapat
pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, umur keluar bunga jantan, umur
keluar bunga betina dan berat 100 biji. Hal ini karena nilai heritabilitas ditentukan
pleh faktor genetik dan lingkungan. Nilai heritabilitas tinggi bila variabilitas
genetik lebih besar dari pada variabilitas lingkungan. Namun, bila semakin besar
komponen lingkungan, maka heritabilitas semakin kecil (Crowder, 1997).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil analisis diperoleh bahwa varietas jagung F2 berbeda nyata pada
parameter kelengkungan daun, umur panen, jumlah biji per tongkol dan
laju pengisian biji.
2. Nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada karakter kelengkungan daun dan
umur panen. Heritabilitas sedang terdapat pada karakter jumlah daun di
atas tongkol, jumlah biji pertongkol, berat biji per tongkol dan laju
pengisian biji. Heritabilitas rendah terdapat pada karakter tinggi tanaman,
jumlah daun, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina dan
berat 100 biji.
3. Varietas Bisma memiliki nilai tertinggi untuk parameter tinggi tanaman,
kelengkungan daun, berat biji per tongkol, berat 100 biji dan laju
pengisian biji. Varietas Harapan memiliki nilai tertinggi untuk parameter
jumlah daun. Varietas Kalingga memiliki nilai tertinggi untuk parameter
umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, jumlah daun di atas
tongkol dan umur panen.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui karakter yang
DAFTAR PUSTAKA
Awaludin H, R., N. Iriany dan B.T. R. Erawati, 2009. Karakter Pertumbuhan
dan Potensi Hasil Jagung Bersari Bebas, diakses dari
Crowder. L.V., 1997. Genetika Tumbuhan, terjemehan Lilik Kusdiarti, UGM-Press, Yogyakarta.
Dahlan, M dan S. Slamet. 1999. Pemuliaan Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang.
Iriany, R. N., M. Yasin dan A. Taktir. 2008. Asal, Sejarah, Evolusi An Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Kartasapoetra. A.G., 1988. Teknologi Budidaya Tanaman di Daerah Tropik 2. Gramedia, Jakarta.
Kasno, A., A Winarto dan Sunardi. 2005. kacang tanah. Monograf Balitan Malang. No 12: Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang.
Lengreid, M. Bockman, O. C and Okaarstad, 1999. Agriculture Fertilizers and The Environment. CABI Publishing, New York.
Leonard, W. H., and J. H. M artin. 1973. Cereal Crops. MacMillan Publishing Co., Inc. New York. 802p.
Lovelss. A. R.,1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Gramedia, Jakarta.
Makmur. A., 1988. Pengantar Pemulian Tanaman.Bina Aksara, Jakarta.
Mangoendidjojo. W., 2007. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Mejaya. M. J., M. Dahlan dan M Pabandon. 2005. Pola Heterosis Dalam Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas dan Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Nurmala. S.W.T., 1997. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Rhineka Cipta, Jakarta
Poehlman. J. M., and D. A. Sleper, 1995. Breeding Field Crops, Fourth Edition, Panima Publishing Corporation, New Delhi.
Poepodarsono, S. 1998. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. IPB-Press, Bogor.
Purseglove. J. W., 1985. Tropical Crops; Monocotyledons. Longman Singapore Publisher, Singapura.
Rubazky. V.E., dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 1. terjemahan C. Herison, ITB-Press, Bandung.
Sitompul, S. M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjahmada University Prees. Yogyakarta.
Singh. J. , 1987. Field Manual of Maize, Breding Presedure. Foot Agriculture Organitation of the United Nation, Rome.
Steenis. C. G. G. J. V., 1978. Flora untuk Sekolah di Indonesia. PT Pradinya Paramita, Jakarta
Sutoro, A., S. Hadiatmi dan M. T. Luntungan., 1998. Potensi Produksi Jagung Varietas C77 Diantara Tanaman Kelapa. Jurnal PERIPI.
Suwarno, W.B. 2008. Perakitan Vrietas Baru Jgung Hibrida.
Takdir, A. M, S. Sunarti, M. J., Mejaya. 2007. pembentukan varietas jagung hibrida
Tobing, M. P. L., Ginting, O. Ginting, S dan R. K Damanik. 1995. Agronomi Tanaman Makanan I. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Welsh. J.R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Terjemahan J.P. Mogea, Erlangga, Jakarta.
Lampiran 2. Jadwal kegiatan penelitian
Jenis Kegiatan Minggu ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Penyiraman Disesuaikan Dengan Kondisi di Lapangan
Penyiangan Disesuaikan Dengan Kondisi di Lapangan
Peng H dan P Disesuaikan Dengan Kondisi di Lapangan
Penyungkupan X X
Jumlah Daun di Atas Tongkol X
Umur Berbunga Jantan X
Umur Berbunga Betina X
Umur Panen X
Laju Pengisian Biji X
Bobot 100 Biji X
Jumlah Biji per Tongkol X
Lampiran 3. Deskripsi tanaman jagung
HARAPAN
Nama varietas : Harapan Tahun pelepasan : 1964 No Sislisah : 1364
Asal : No. 142-48 dari Guatemala Golongan varietas : bersari bebas
Umur : 75% keluar rambut ± 62 hari Panen ± 105 hari
Hasil rata-rata : 3,3 t/ha pipilan kering Batang : tinggi dan tegap Daun : panjang dan lebar
Tongkol : besar, panjang dan silindris
Biji : setengah mutiara (flint), besar, bundar, gepeng, Tebal
Warna biji : kuning agak kemerahan Kedudukan tongkol : kurang lebih ditengah batang Kelobot : menutup tongkol dengan baik Perakaran : baik
Baris biji : lurus dan rapat
Jumlah baris/biji : umumunya 12-14 baris Bobot 1000 butir : ± 34 g
Kerebahan : cukup tahan
Potensi hasil : 5,4 t/ha pipilan kering
Ketahanan terhadap penyakit : - tidak tahan bulai (Sclerospa maydis) - cukup tahan Helminthosporium sp Dan Puccinia sp
Lampiran 4. Deskripsi tanaman jagunng
SADEWA
Nama varietas : Sadewa Tahun pelepasan : 21 juli 1983
SK Mentan : TP.240/520/ktps/7/83
Asal : Suwan, Thailand, Genjah Kretek, Jawa Tengah Golongan varietas : bersari bebas
Umur : 50% keluar rambut ± 53hari Panen ± 86 hari
Hasil rata-rata : 3,7 t/ha pipilan kering
Batang : tinggi meium dan cukup tegap Daun : panjang dan lebar sedang Tongkol : cukup besar dan agak silindris
Biji : umumnya setengah mutiara (semi flint) Warna daun : hijau, kadang-kadang terdapat biji putih Warna biji : kuning
Kedudukan tongkol : ditengah batang
Kelobot : menutup biji dengan baik Perakaran : baik
Baris biji : cukup lurus dan rapat Jumlah baris/biji : 10-14 baris
Bobot 1000 butir : ± 283 g
Kerebahan : -
Potensi hasil : -
Ketahanan terhadap penyakit : - agak peka bulai (Sclerospa maydis) Keterangan : baik untuk dataran rendah
Lampiran 5. Deskripsi tanaman jagung
BISMA
Nama varietas : Bisma
Asal : persilangan Pool-4 dengan bahan introduksi disertai seleksi massa selama 5 generasi
Golongan varietas : bersari bebas
Umur : 50% keluar rambut ± 65 hari Panen ± 96 hari
Batang : tegap
Warna batang : hijau
Tinggi tanaman : tinggi medium (±190 cm) Daun : panjang dan lebar
Tongkol : besar dan silindris
Biji : setengah mutiara (semi flint) Warna daun : hijau tua
Warna biji : kuning
Warna jinggel : kebanyakan putih (± 98%)
Kedudukan tongkol :kurang lebih ditengah-tengah batang
Kelobot : menutuptongkol dengan cukup baik (± 96%) Perakaran : baik
Baris biji : lurus dan rapat Jumlah baris/biji : 12-18 baris Bobot 1000 butir : ± 307 g
Hasil rata-rata : 5,7 t/ha pipilan kering Kerebahan :tahan rebah
Potensi hasil : 7,0-7,5 t/ha pipilan kering
Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap penyakit karat dan bercak daun
Keterangan : dapat dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl
Tahun pelepasan : 1995
Lampiran 6. Deskripsi tanaman jagung
SUKMARAGA
Nama varietas : Sukmaraga
Asal : bahan introduksi AMATL (Asidan Mildew Acid Tolerence Late) asal CIMMYT Thailand dengan introgensi bahan local yang diperbaiki sifat ketahanan terhadap penyakit bulai. Produksi awalnya diseleksi pada tanah kering masam Sitiung Sumbar, dan tanah sulfat masamdi Barambai Kalsel. Hasil rekombinasi diuji pada berbagai lingkungan asam dan normal.
Golongan varietas : bersari bebas
Umur : 50% keluar rambut ± 55-58 hari
Perakaran : dalam, kuat dan baik Kerebahan : agak tahan
Tongkol : panjang dan silindris Tinggi letak tongkol : 95 cm (90-110 cm)
Biji : setengah mutiara (semi flint) Warna biji : kuning tua
Jumlah baris/tongkol : 12-16 baris Baris biji : lurus dan rapat Kelobot : tertutup baik (85%) Bobot 1000 butir : ± 270 g (240-280) Potensi hasil : 8,5 t/ha pipilan kering
Ketahanan terhadap penyakit : tahan terhadap penyakit karat dan bercak daun
Keterangan :dapat dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl
Lampiran 7. Deskripsi tanaman jagung
ANTASENA
Nama varietas : Antasena
Tahun pelepasan : 3 November 1992 SK Mentan : 607/Ktps/TP.204/11/92 No silsilah : -
Asal : 256 Fuul – Sib introduksi dari CIMMYT Golongan varietas : bersari bebas
Umur : 50% keluar rambut ± 50hari Panen ± 95-100 hari
Hasil rata-rata : 5,0 t/ha pipilan kering Batang : tinggi dan tegap Tongkol : besar dan silindris
Biji : kuning
Warna daun : hijau tua Warna biji : kuning
Kedudukan tongkol : ditengah batang Perakaran : baik
Baris biji : cukup lurus dan rapat Jumlah baris : 12-14 baris
Bobot 1000 butir : ± 275 g Kerebahan : sedang
Potensi hasil : 7,0 t/ha pipilan kering
Ketahanan terhadap penyakit : - agak tahan bulai (Sclerospa maydis)
Keterangan :toleran tanah masam, beradaptasi baik dari ketinggian 0-1.050 m dpl
Pemulia :Helmidar Bahar, Firdaus Kasim, Andri, Syamsurizal, Sumartono dan Subandi
Lampiran 8. Deskripsi tanaman jagung
KALINGGA
Nama varietas : Kalingga Tahun pelepasan : 1986 No Sislisah : -
Asal : generasi kedelapan dari POOL 4, dibentuk dari 34 populasi berasal dari dalam dan luar negri pada awal tahun 1980 dan dikembangkan dengan seleksi half-sib
Golongan varietas : bersari bebas
Umur : 50% keluar rambut ± 57 hari Panen ± 96 hari
Hasil rata-rata : 5,4 t/ha pipilan kering Batang : tinggi dan tegap
Daun : panjang, sedang sampai lebar Tongkol : besar, panjang dan cukup silindris Biji : setengah mutiara (semi flint), Warna batang : -
Warna daun : hijau agak tua
Warna biji : kuning sampai kuning kemerahan, kadang ada yang putih
Kedudukan tongkol : rata-rata ditengah batang
Kelobot : menutup tongkol dengan cukup baik Perakaran : baik
Baris biji : cukup lurus dan rapat Jumlah baris/biji : umumunya 12-18 baris Bobot 1000 butir : ± 302 g
Kerebahan : sedang
Potensi hasil : 7,0 t/ha pipilan kering
Ketahanan terhadap penyakit : - cukup tahan bulai (Sclerospa maydis)
Lampiran 9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman dari Generasi F2
Lampiran 10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman dari Generasi F2
SK Db JK KT Fhit F.05 EKT
Lampiran 11. Data Pengamatan Jumlah Daun dari Generasi F2
Lampiran 12. Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun dari Generasi F2
Lampiran 13. Data Pengamatan Kelengkungan Daun dari Generasi F2
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam Kelengkungan Daun dari Generasi F2
Lampiran 15. Data Pengamatan Umur Keluar Bunga Jantan dari Generasi F2
Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Umur Keluar Bunga Jantan dari Generasi F2
Lampiran 17. Data Pengamatan Umur Keluar Bunga Betina dari Generasi F2
Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Umur Keluar Bunga Betina dari Generasi
Lampiran 19. Data Pengamatan Jumlah Daun di atas Tongkol dari Generasi F2
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 20. Daftar Sidik RagamJumlah Daun di atas Tongkol dari Generasi F2
Lampiran 21. Data Pengamatan Umur Panen dari Generasi F2
Lampiran 22. Daftar Sidik Ragam Umur Panen dari Generasi F2
SK db JK KT Fhit F.05 EKT
Lampiran 23. Data Pengamatan Jumlah Biji per Tongkol dari Generasi F2
Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Jumlah Biji per Tongkol dari Generasi F2
Lampiran 25. Data Pengamatan Berat Biji per Tongkol dari Generasi F2
Perlakuan Blok Total Rataan
Lampiran 26. Daftar Sidik Ragam Berat Biji per Tongkol dari Generasi F2
Lampiran 27. Data Pengamatan Berat 100 Biji dari Generasi F2
Lampiran 28. Daftar Sidik Ragam Berat 100 Biji dari Generasi F2
Lampiran 29. Data Pengamatan Laju Pengisian Biji dari Generasi F2
Lampiran 30. Daftar Sidik Ragam Laju Pengisian Biji dari Generasi F2
SK db JK KT Fhit F.05 EKT
Blok 3 1.89 0.63 1.72 tn 3.29 σ2e+6σ2b
Perlakuan 5 5.63 1.13 3.08 * 2.90 σ2e+4σ2g
Error 15 5.48 0.37 σ2e
Total 23 13.00
FK 123.08 σ2g 0.19 HKG 0.52518
KK 26.70 σ2p 0.56
h2 0.34 KVG 19.25
KVP 32.91 Keterangan * nyata
Lampiran 33. foto lahan