• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Smith (2000), lima faktor yang harus diperhatikan dalam pengadaan tepungsari pengganti adalah ketertarikan lebah, ketersediaan bahan, harga, nutrisi, dan ada tidaknya bahan toksik. Tepungsari pengganti disini merupakan campuran antara tepung kedelai olahan dengan air gula, sehingga didapatkan adonan pasta. Rasa manis yang ditimbulkan air gula untuk menarik lebah madu sedangkan bentuk pasta dimaksudkan agar lebah dapat dengan mudah mengambilnya. Bahan dasar yang digunakan adalah kacang kedelai karena kedelai merupakan sumber protein, mudah didapatkan, dan harganya relatif murah (Nakamura, 1980). Kelemahan kedelai mentah adalah mempunyai zat anti tripsin yang dapat mengganggu perkembangan lebah madu secara normal, walaupun begitu zat anti nutrisi ini bisa dihilangkan dengan pemprosesan yang benar.

Kandungan nutrisi tepungsari alami dan pakan buatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari Tabel 5.

Tabel 5. Analisa Proksimat Tepung Tempe, Tepung Kedelai Rebus, Tepung kedelai Sangrai, dan Tepungsari Alami

Pakan Air Abu Protein Lemak

--- (%) --- Tepung tempe 6.13 1.88 45.05 34.09 Tepung kedelai rebus 7.18 4.36 33.72 22.03 Tepung kedelai sangrai 3.35 2.33 42.95 25.82

Tepungsari alami 40.26 1.48 11.17 0.41

Sumber : Lab. Kimia Pangan Dep. Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian (2006)

Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa tepung tempe mempunyai kadar protein dan lemak yang paling tinggi dibanding bahan lainnya. Hal ini dikarenakan tempe dihasilkan dari proses fermentasi. Menurut Suliantri dan Made (1995) fermentasi akan meningkatkan kadar dan daya cerna protein. Sedangkan rendahnya kandungan protein tepung kedelai rebus dibanding tepungsari buatan lainnya disebabkan protein banyak yang rusak saat perebusan, karena menurut Shurleff dan Aoyagi (1979) proses pencucian, perendaman, pengupasan kulit ari, dan perebusan kedelai menyebabkan penurunan kandungan protein sekitar 12%.

33

Tepungsari Alami Pasta Kedelai Rebus

Pasta Kedelai Sangrai Pasta Tempe

Gambar 1. Tepungsari Alami, Pasta Kedelai Rebus, Pasta Kedelai Sangrai, dan Pasta Tempe

Selain nutrisi, tekstur dari ketiga pakan pengganti ini juga berbeda. Tepung tempe dan tepung kedelai rebus mempunyai tekstur yang lebih halus karena telah mengalami proses fermentasi dan perebusan serta penghilangan kulit ari pada kedelai. Sedangkan pada proses pemasakan kedelai dengan cara sangrai, kulit ari tidak dapat dihilangkan sehingga tepung yang dihasilkan memperlihatkan tekstur yang lebih kasar di banding dua proses pemasakan sebelumnya. Menurut Wiryani (1991) kadar serat kasar kulit ari memang sangat tinggi yaitu 50,80% per bahan kering.

Warna dari ketiga pasta hampir sama karena berbahan dasar yang sama. Warna pasta tempe coklat tua, warna pasta kedelai rebus putih kekuningan, dan warna pasta kedelai sangrai kuning kecoklatan atau berurutan dari terang ke gelap adalah pasta kedelai rebus, pasta kedelai sangrai, dan pasta tempe (Gambar 1).

Hasil pollen trap menunjukkan bahwa sebagian besar tepungsari yang diambil lebah madu bersumber dari tanaman jagung (Gambar 1), walaupun untuk

memenuhi kebutuhan nutrisinya lebah tidak hanya mengambil tepungsari dari satu jenis tanaman saja (Smith, 2000). Kandungan protein dari tiap tanaman berbeda-beda berkisar antara 4-40%, tingkat protein minimum yang disyaratkan untuk lebah madu adalah 20%. Pada Tabel 5 terlihat tepungsari alami disini tidak memenuhi persyaratan nutrisi karena kandungan proteinnya yang rendah yaitu 11,17%. Tingginya kandungan air pada tepungsari alami disini disebabkan sampel yang digunakan dalam keadaan lembab.

Konsumsi Pakan

Hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan jumlah konsumsi lebah yang sangat nyata antar perlakuan (P<0,01). Rataan konsumsi tertinggi terdapat pada perlakuan jenis pasta tempe (147,69 g/koloni/minggu), diikuti pasta kedelai rebus (140,55 g/koloni/minggu) dan paling rendah dikonsumsi adalah pasta kedelai sangrai (81,26 g/koloni/minggu) (Tabel 6). Menurut Stace (1996), pakan supplemen yang berbahan dasar tepung kedelai akan dikonsumsi koloni sebanyak 150-200 g/minggu. Sedangkan jumlah tepungsari alami yang dikumpulkan dan dikonsumsi lebah pekerja berkisar 285-450 g (Crailsheim et al., 1992).

Winston (1987) mengatakan bahwa lebah pekerja memilih tepungsari untuk diambil tidak berdasarkan nutrisi, umur atau warna melainkan hanya berdasarkan bau dan bentuk fisik dari butiran tepungsari. Ukuran tepungsari yang dimaksud adalah harus sesuai dengan alat pengangkutan lebah. Menurut Intoppa (1977) diameter tepungsari berkisar antara 6 sampai 200 µm. Diamater tepungsari jagung, menurut

Chamberlain dan Chadwick (1972), berukuran cukup besar yaitu 90-125 µm.

Ukuran dari ketiga tepungsari buatan hampir sama karena telah dilakukan penyaringan tepung dengan alat yang sama, akan tetapi karena mengalami pemprosesan yang berbeda, ketiga pakan ini mempunyai tekstur yang berbeda. Urutan tekstur dari yang paling lembut sampai kasar adalah tepung tempe, tepung kedelai rebus, dan tepung kedelai sangrai. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa lebah madu lebih memilih pakan yang bertekstur lebih lembut yaitu tempe dan kedelai rebus. Pakan kedelai sangrai merupakan pakan yang paling tidak disukai lebah madu dibanding pakan lainnya. Penyebabnya kemungkinan karena kandungan serat dari kedelai sangrai lebih tinggi. Kulit ari yang masih terdapat pada kedelai sangrai mengandung serat kasar yang tinggi (50,80%) (Wiryani, 1991). Menurut

35 Fardiaz et al. (1987), kedelai rebus yang telah mengalami proses pencucian dan perebusan akan menghilangkan kulit ari dari kedelai sehingga kadar serat akan turun. Sebagian besar penurunan ini disebabkan karena penurunan hemiselulosa yang dominan.

Aroma juga merupakan faktor penarik lebah, sebagai informasi bahwa penciuman lebah madu 10-100 x lebih kuat daripada manusia. Menurut Wilkens et al. (1967), kedelai mempunyai bau langu (beany or painty off flavour) yang khas. Bau langu ini terjadi karena reaksi enzim lipoksigenase yang dapat menghidrolisa asam lemak tak jenuh menghasilkan senyawa volatil. Dalam usaha memproduksi makanan asal kedelai, adanya citarasa langu ini merupakan hambatan utama karena dapat menurunkan aseptabilitas, sehingga untuk mencegah pembentukan senyawa volatil tersebut dilakukan inaktivasi enzim lipoksigenase secara in-situ dengan proses perendaman dan perebusan. Dari ketiga proses olahan kedelai, bau langu yang sangat terasa ada pada tepung kedelai sangrai karena tanpa melalui proses perendaman dan perebusan seperti halnya yang terjadi pada tepung kedelai rebus dan tepung tempe. Sehingga dapat diketahui bau langu paling kecil kadarnya pada tepung tempe atau kedelai fermentasi karena pada proses fermentasi ada penambahan kapang yang menghasilkan aroma produk yang berbeda dari bahan asalnya (Yahya et al., 1996).

Konsumsi pakan lebah madu yang rendah terhadap tepung kedelai sangrai didukung pula oleh hasil penelitian Krisnawati (2003) yang membandingkan tiga jenis suplemen tepungsari. Jumlah konsumsi lebah madu terhadap suplemen tepungsari yang terdiri dari campuran tepung kedelai sangrai, tepungsari, ragi dan sirup gula rata-rata hanya 38,08 g/koloni/minggu.

Meskipun ketiga pakan buatan yang digunakan dalam penelitianmempunyai kandungan protein yang lebih tinggi daripada tepungsari alami (Tabel 5), akan tetapi lebah madu A. mellifera tetap lebih memilih tepungsari segar terbukti dari tetap tingginya aktivitas pengumpulan tepungsari oleh lebah. Hal ini didukung oleh Standifer (1973) yang menyebutkan bahwa lebah madu lebih menyukai tepungsari alami daripada makanan buatan, walaupun makanan buatan kebanyakan mengandung jumlah nutrisi yang cukup atau bahkan lebih tinggi dari nilai gizi tepungsari.

Tabel 6. Jumlah Telur Lebah Ratu, Bobot Badan Lebah Pekerja, Kandungan Protein Lebah Pekerja, dan Konsumsi Pakan pada Pemberian Tepungsari Buatan (Tempe, Kedelai Rebus, dan Kedelai Sangrai) dan Kontrol.

Keterangan: - Angka di dalam tanda kurung menunjukkan nilai koefisien keragaman yang dinyatakan dalam %.

-A, B menunjukkan respon yang sangat berbeda nyata (P<0,01). -* Crailsheim et al. (1992).

Produktivitas Lebah Ratu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam jumlah rataan produksi telur. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan pemberian tepungsari buatan karena koloni yang digunakan tidak mendapat suplai tepungsari alami. Tabel 6 memperlihatkan bahwa dalam satu hari rata-rata ratu bertelur untuk perlakuan KF, KR, KS, dan kontrol berturut-turut adalah 1143,6; 873,89; 653,22; dan 1096,78 butir. Angka ini lebih rendah dari rata-rata produksi telur dari koloni yang termasuk kategori baik. Menurut Pavord (1975), produktivitas ratu lebah dikatakan baik apabila tiap harinya rata-rata menghasilkan telur sebanyak 1500-2000 butir. Meskipun demikian, jumlah rata-rata produksi telur dalam penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Adlakha (1979) di Nagrota, Punjab, India Utara, yang mana produksi telur ratu A. mellifera berkisar antara 871 sampai 1368 butir/hari.

Saat penghitungan ditemukan satu koloni yang sel sarangnya berisi lebih dari satu telur. Fenomena ini disebabkan karena lebah pekerja yang bertelur atau laying workers (Winston, 1987). Laying workers terjadi pada koloni yang kehilangan lebah ratu dan di dalam sarangnya tidak terdapat larva yang menghasilkan feromon yang

Peubah Perlakuan Kontrol KF KR KS Konsumsi pakan (g/koloni/minggu) 147,69±18,72A (12,68) 140,55±12,68A (9,02) 81,26±21,42B (26,36) 285 - 450* Jumlah Telur (butir/kotak/hari) 1143,6±451,5 (39,48) 873,89±569,4 (65,16) 653,22±384,3 (58,83) 1096,78±826,1 (75,32) Bobot Badan (mg/ekor) 98,09±6,36 (6,48) 96,08±7,67 (7,98) 93,57±7,47 (7,98) 97,11±9,53 (9,81) Protein kasar tubuh

(%) 28,08±3,76 (13,39) 31,20±2,05 (6,57) 34,02±2,62 (7,70) 28,89±4,58 (15,85)

37 mampu menghambat bekerjanya alat reproduksi lebah pekerja. Dalam analisa, data jumlah telur dari koloni laying workers tidak diikutsertakan.

Dari hasil analisa data diperoleh standar deviasi yang sangat tinggi dari keempat pengamatan. Ini menunjukkan sangat beragamnya produksi telur dari tiap- tiap koloni. Standar deviasi yang tinggi memang sering terjadi pada hewan percobaan yang sifatnya masih liar seperti lebah madu ini, karena banyak faktor yang sulit untuk dikendalikan oleh manusia (Sihombing, 1997). Faktor-faktor tersebut seperti variasi individu masing-masing lebah ratu, pekerja, dan pejantan. Selain itu faktor tingkah laku lebah pekerja yang selalu berupaya mempertahankan tepungsari yang dibawanya saat melewati pollen trap, sehingga masih terdapat tepungsari alami yang tersimpan di dalam sel sisiran sarang lebah madu meskipun telah dipasang

pollen trap. Menurut Keller et al. (2005), efisiensi penggunaan pollen trap untuk mencegah masuknya tepungsari alami ke dalam sarang hanya sebesar 10-43%.

Dengan didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dapat dikatakan bahwa pengaruh tepungsari buatan hampir sama dengan tepungsari alami. Hal ini dikarenakan kemampuan ratu bertelur dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas royal jelly yang menjadi pakan pokok lebah ratu. Royal jelly merupakan sekresi kelenjar

hypopharing yang terletak di bagian kepala lebah pekerja umur 5-15 hari. Cairan kental berwarna putih kekuningan ini kaya akan asam amino yang berguna untuk reproduksi lebah ratu secara normal, sehingga jika lebah pekerja muda tidak mengkonsumsi protein dalam jumlah yang cukup maka kelenjar hypopharing tidak berkembang dengan baik dan royal jelly yang dihasilkan tidak mendukung produksi telur oleh lebah ratu (Standifer, 1973). Menurut Free (1982), cuaca juga dapat mempengaruhi kemampuan ratu bertelur. Dalam penelitian ini koloni yang digunakan diletakkan pada daerah yang sama sehingga faktor cuaca diabaikan.

Bobot Badan Lebah Pekerja Umur Sehari

Rataan bobot badan yang diperoleh untuk perlakuan KF, KR, KS, dan kontrol berturut-turut adalah 98,09; 96,08; 93,57; dan 97,11 mg (Tabel 6). Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dalam jumlah rataan. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga jenis tepungsari buatan memberikan hasil atau pengaruh yang sama dengan tepungsari alami terhadap bobot badan lebah pekerja umur sehari. Bobot badan yang diperoleh sesuai dengan penelitian Jay (1963) dan Lee dan

Winston (1985), bahwa bobot badan pekerja yang baru keluar dari sel berkisar antara 81-151 mg. Dari hasil penelitian Roulston dan Cane (2002) diketahui bobot badan akan meningkat apabila pakan yang dikonsumsi saat larva juga meningkat. Mengingat pakan larva adalah royal jelly yang berasal dari lebah pekerja muda dan sekresinya dipengaruhi oleh konsumsi protein (Standifer, 1973), maka tidak adanya perbedaan bobot badan lebah pekerja antar perlakuan dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa nutrisi tepungsari buatan diserap cukup baik oleh lebah. Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan antara lain ukuran sel, jumlah dan umur lebah perawat, populasi koloni, ketersediaan nektar dan tepungsari, penyakit dan cuaca (Jay, 1963). Menurut Jay (1964) pula, apabila koloni dalam keadaan larva kekurangan pakan yaitu saat nektar dan tepungsari dalam keadaan langka, koloni mudah terkena penyakit, dan jumlah populasi yang kecil akan berakibat lebah dewasa yang diproduksi akan berukuran kecil dan perkembangannya mengalami gangguan. Dalam penelitian ini digunakan koloni dengan populasi yang relatif sama dan sehat karena telah melalui pengobatan serta diberi stimulasi sirup gula dalam jumlah yang sama setiap minggu, sehingga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bobot lebah pekerja (Jay, 1964) dapat dikatakan sama, kecuali jenis pakan. Dari penelitian Abassian dan Ebadi (2002) terbukti bahwa tepung kedelai dapat mempengaruhi bahan kering dan lemak karkas lebah pekerja.

Bagi lebah madu, bobot badan lebah pekerja anggota koloni menentukan terhadap kemampuannya melakukan aktivitas yang dibutuhkan bagi perkembangan koloni. Dengan bobot badan lebah pekerja yang besar maka lebah pekerja tersebut dapat mengangkut nektar dan tepungsari dalam jumlah banyak dan mengisap nektar lebih cepat daripada lebah yang berukuran lebih kecil (Free, 1982), sehingga koloni akan bertambah kuat karena kebutuhan nutrisi yang tersedia dalam jumlah lebih.

Kandungan Protein Lebah Pekerja Umur Sehari

Rataan kandungan protein lebah pekerja umur sehari untuk perlakuan KF, KR, KS, dan kontrol berturut-turut adalah 28,08%; 31,20%; 34,02%; dan 28,89% (Tabel 6). Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara keempatnya. Hal ini menunjukkan kualitas protein yang tercerna dari tepungsari buatan dan alami adalah hampir sama walaupun mempunyai kandungan proteinnya yang sangat jauh berbeda (Tabel 5).

39 Nilai rataan protein tubuh seperti diatas termasuk kecil, karena Kleinschmidt (1988) mengatakan bahwa lebah madu dapat memiliki protein tubuh lebih dari 60%. Pada kondisi protein tubuh yang tinggi, lebah dalam kondisi kuat, daya hidup lebih lama dan kemampuan mengumpulkan madu lebih banyak. Kandungan protein tubuh lebah dapat menurun dibawah 30% yaitu ketika kondisi stress dan kekurangan suplai protein. Kondisi protein tubuh yang kurang berakibat umur lebah lebih pendek, koloni mudah terserang penyakit EBD (European Brood Disease) dan Nosema, serta produksi madu akan turun.

Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga jenis pakan buatan yang dipakai sebagai pengganti tepungsari belum memberikan hasil yang maksimal untuk memenuhi kebutuhan nutrisi lebah madu yang baik. Hal ini ditandai oleh produktivitas lebah ratu dan kadar protein lebah pekerja muda yang relatif rendah. Hasil di atas kemungkinan besar disebabkan oleh jenis pakan yang murni hanya terbuat dari tepung kedelai. Menurut Stace (1996), kedelai tidak mengandung keseluruhan unsur gizi yang dibutuhkan lebah madu. Meskipun demikian, hasil penelitian ini membuktikan bahwa tepung kedelai rebus dan tepung kedelai fermentasi berpeluang untuk digunakan sebagai campuran utama pembuatan pakan pengganti tepungsari mengingat tingkat penerimaan lebah yang relatif tinggi. Namun, sebagaimana direkomendasikan oleh Stace (1996), tepung kedelai tersebut harus dicampur bahan lain yang dapat melengkapi kandungan nutrisi kedelai agar sesuai dengan kebutuhan lebah madu.

KESIMPULAN

1. Pemberian pakan buatan berbahan dasar kedelai menghasilkan produktivitas ratu, bobot badan lebah pekerja, dan kadar protein lebah pekerja yang tidak berbeda dengan hasil dari pemberian tepungsari alami.

2. Pakan buatan berbahan dasar tepung kedelai yang diolah dengan cara rebus dan fermentasi lebih disukai daripada yang disangrai.

SARAN

Adonan tepungsari pengganti sebaiknya ditambah dengan bahan-bahan lain yang telah direkomendasikan seperti ragi bir, tepungsari alami, madu, suplemen vitamin serta mineral agar nutrisi lebah terpenuhi dan lebah lebih tertarik untuk mengkonsumsi tepungsari pengganti tersebut (Smith, 2000).

41

Dokumen terkait