PENGARUH OLAHAN KEDELAI SEBAGAI PENGGANTI
TEPUNGSARI TERHADAP PRODUKTIVITAS LEBAH
RATU, BOBOT BADAN, DAN KANDUNGAN
PROTEIN LEBAH PEKERJA
(Apis mellifera L.)
SKRIPSI
HAPSARI ARIANNE
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PENGARUH OLAHAN KEDELAI SEBAGAI PENGGANTI
TEPUNGSARI TERHADAP PRODUKTIVITAS LEBAH
RATU, BOBOT BADAN, DAN KANDUNGAN
PROTEIN LEBAH PEKERJA
(Apis mellifera L.)
HAPSARI ARIANNE
D14102041
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
3
PENGARUH OLAHAN KEDELAI SEBAGAI PENGGANTI
TEPUNGSARI TERHADAP PRODUKTIVITAS LEBAH
RATU, BOBOT BADAN, DAN KANDUNGAN
PROTEIN LEBAH PEKERJA
(Apis mellifera L.)
Oleh
HAPSARI ARIANNE
D14102041
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 Februari 2007
Pembimbing Utama
Ir. Salundik, M.Si. NIP. 131 839 217
Pembimbing Anggota
Drs. Kuntadi, M.Agr. NIP. 710 006 096
Dekan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RINGKASAN
HAPSARI ARIANNE. D14102041. 2007. Pengaruh Olahan Kedelai sebagai Pengganti Tepungsari terhadap Produktivitas Lebah Ratu, Bobot Badan, dan Kandungan Protein Lebah Pekerja (Apis mellifera L.). Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Salundik M.Si. Pembimbing Anggota : Drs. Kuntadi M.Agr.
Tepungsari adalah sumber utama untuk memenuhi kebutuhan akan protein, lemak, vitamin, dan mineral bagi lebah madu. Kekurangan tepungsari menyebabkan pengeraman anakan menurun, perkembangan lebah yang tidak normal, dan sebagainya. Oleh karena tepungsari hanya dihasilkan oleh bunga sehingga tidak selalu tersedia sepanjang tahun, sumber protein alternatif sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lebah madu pada saat musim paceklik. Kedelai adalah salah satu bahan pangan nabati yang kaya protein dan lemak sehingga potensial untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pakan pengganti tepungsari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan kedelai dengan berbagai proses olahan terhadap produktivitas lebah ratu, bobot badan, dan kandungan protein lebah pekerja Apis mellifera L., dengan maksud untuk mendapatkan cara pengolahan kedelai terbaik untuk digunakan sebagai bahan dasar pakan buatan. Penelitian dilakukan di peternakan lebah MADU ”SARI BUNGA”, Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, propinsi Jawa Barat.
Penelitian dilakukan dengan cara eksperimen berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga perlakuan dan kontrol serta tiga ulangan. Sebanyak 12 koloni A. mellifera dengan jumlah populasi lebah pekerja relatif sama yaitu sekitar 12.000 – 15.000 ekor dan masing-masing memiliki ratu berumur 4 bulan disiapkan untuk penelitian ini. Perlakuan yang diberikan berupa tiga jenis pakan buatan berbentuk pasta, masing-masing terdiri dari campuran sebagai berikut: (1) 70 gram tepung tempe + 130 gram air gula (KF), (2) 70 gram tepung kedelai rebus + 130 gram air gula (KR), dan (3) 70 gram tepung kedelai sangrai + 130 gram air gula (KS). Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA). Dalam hal perlakuan diketahui berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, analisa data dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan tersebut.
Hasil penelitian menujukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada jumlah konsumsi (P<0,01) untuk ketiga perlakuan jenis pakan buatan, namun tidak ada perbedaan pada jumlah produksi telur ratu (P=0,276), bobot lebah pekerja (P =0,649), dan kadar protein lebah pekerja (P=0,217), baik antara perlakuan dengan kontrol, maupun antar perlakuan.
5 yaitu 98,09±6,36; 96,08±7,67; 93,57±7,47; dan 97,11±9,53 gram. Sedangkan prosentase kadar protein kasar lebah pekerja umur satu hari sebesar 28,08±3,76%; 31,20±2,05%; 34,02±2,62%; dan 28,89±4,56% untuk pemberian perlakuan KF, KR, KS, dan kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis pakan buatan menghasilkan respon yang sama dengan kontrol yang koloninya mengkonsumsi pakan alami pada tiga parameter yang diamati yaitu produktifitas ratu, bobot badan, dan kadar protein kasar lebah pekerja umur sehari. Hal ini mengindikasikan bahwa tepungsari buatan berbahan dasar kedelai memang baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi saat koloni dalam keadaan kekurangan sumber pakan alami. Adapun proses olahan kedelai yang terbaik untuk penyiapan bahan dasar pakan buatan sebelum diolah lebih lanjut menjadi tepung halus yaitu perebusan dan fermentasi.
ABSTRACT
The Effect of Soybean Processed as Pollen Substitute on the Queen Productivity, Body Weight and Crude Protein of Worker Honey Bee Apis
mellifera L.
Arianne, H., Salundik, and Kuntadi
Pollen is the main source of protein, lipids, vitamins, and minerals for honey bees. Shortage of pollen causes the decrease of brood rearing, developmental abnormalities, etc. Since pollen is collected exclusively from flowers which are not always available all the year round, other sources of protein are needed to feed honey bee colonies during the dearth period. Soybean, rich in protein and oil, was studied as a basic component of pollen substitutes to find out the best processing method of the bean prior to flouring mill.
The study was conducted from March 2006 up to April 2006 at the Apiary of Madu “Sari Bunga”, Titisan village, Sukaraja, Sukabumi. Twelve colonies of Apis mellifera honey bees containing 12.000 – 15.000 workers were used in the study. All colonies headed by queens of about the same age. Nine colonies assigning to feed on pollen substitutes were given pollen trap to avoid fresh pollen entering the hives. The purpose of this study was to find out the effects of pollen substitutes of three different soybean processing methods i.e. fermented soybean, boiled soybean, and fried soybean, on the queen productivity, body weight, and crude protein of worker honey bee A. mellifera L.
A Completely Randomized Design with three treatments, control, and three replications was used in the experiment. The treatments were: 70 gram fermented-soybean flour + 130 ml sugar syrup (KF), 70 gram boiled-fermented-soybean flour + 130 ml sugar syrup (KR), and 70 gram fried-soybean flour + 130 ml sugar syrup (KS). Analysis of Variance (ANOVA) was assigned to test the differences among treatments.
The results showed that colony consumption on KS was significantly lower than the other food supplements. No differences were found among the number of egg production (P=0,276), the worker body weight (P=0,649), and the worker crude protein (P=0,217) of all treatments and control. The results showed that the treatments were not affected the queen productivity, body weight, and crude protein of honey bee workers one day old.
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 25 Juli 1985. Lahir sebagai putri
kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Purwanto Srirahardjo dan Ibu Hermien
Rimbyastuti.
Pada tahun 1989 masuk pendidikan prasekolah TK PGRI Semarang, setahun
kemudian masuk SD Srondol II Semarang sampai tahun 1996 dan pada tahun yang
sama melanjutkan ke SMPN 21 Semarang sampai tahun 1999. Pendidikan menengah
lanjutannya di SMUN 5 Semarang dan diselesaikan pada tahun 2002.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Produksi Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama duduk di jenjang perguruan tinggi penulis
pernah menjadi anggota Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim (FAMM) Al-An’aam
pada tahun 2003-2005. Pada tahun 2004 menjadi pengurus Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D). Penulis pernah menjadi asisten mata
KATA PENGANTAR
Ba’da Tahmid wa Sholawat. Berawal dari ajakan teman untuk meneliti lebah
madu walaupun saat itu penulis belum mengambil mata kuliah budidaya lebah madu.
Penulis tertarik meneliti karena lebah termasuk salah satu hewan yang diabadikan di
Al Qur’an -QS An Nahl-. Banyak ibroh yang diambil pada serangga ini umpamanya
dengan menari lebah dapat mengadakan komunikasi di antara mereka, dengan
perantaraan tarian juga lebah dapat memberi pengarahan kepada lebah lain atau
memberitahukan letak bunga yang mereka hisap, kemudian adanya pembagian kerja
yang terorganisir di antara lebah pekerja, lebah ratu, dan pejantan, lalu yang
disenangi peternak lebah adalah hewan ternak ini dapat membersihkan sarangnya
sendiri.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Akan tetapi
penulis sangat berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kalangan peneliti,
peternak lebah maupun masyarakat secara umum terutama dalam pengembangan
pakan buatan, baik sebagai suplemen (pollen supplement) maupun pengganti
tepungsari (pollen substitute), untuk mengatasi masalah penurunan populasi koloni
lebah madu yang sering terjadi akibat kekurangan pasokan tepungsari alami pada
saat kondisi langka bunga.
Penulis
“Dan Rabb kamu mewahyukan kepada lebah, buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di rumah-rumah yang didirikan manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat-obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan”
Perlakuan ... 15
Model percobaan ... 16
Analisa data ... 16
Prosedur ... 16
Persiapan materi ... 16
Pelaksanaan percobaan ... 17
Pengambilan data ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
Bahan Tepungsari Pengganti ... 19
Konsumsi Pakan ... 21
Produktivitas Lebah Ratu ... 23
Bobot Badan Lebah Pekerja Umur Sehari ... 24
Kandungan Protein Lebah Pekerja Umur Sehari ... 25
KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
Kesimpulan ... 27
Saran ... 27
UCAPAN TERIMAKASIH ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
PENGARUH OLAHAN KEDELAI SEBAGAI PENGGANTI
TEPUNGSARI TERHADAP PRODUKTIVITAS LEBAH
RATU, BOBOT BADAN, DAN KANDUNGAN
PROTEIN LEBAH PEKERJA
(Apis mellifera L.)
SKRIPSI
HAPSARI ARIANNE
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
PENGARUH OLAHAN KEDELAI SEBAGAI PENGGANTI
TEPUNGSARI TERHADAP PRODUKTIVITAS LEBAH
RATU, BOBOT BADAN, DAN KANDUNGAN
PROTEIN LEBAH PEKERJA
(Apis mellifera L.)
HAPSARI ARIANNE
D14102041
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
3
PENGARUH OLAHAN KEDELAI SEBAGAI PENGGANTI
TEPUNGSARI TERHADAP PRODUKTIVITAS LEBAH
RATU, BOBOT BADAN, DAN KANDUNGAN
PROTEIN LEBAH PEKERJA
(Apis mellifera L.)
Oleh
HAPSARI ARIANNE
D14102041
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 Februari 2007
Pembimbing Utama
Ir. Salundik, M.Si. NIP. 131 839 217
Pembimbing Anggota
Drs. Kuntadi, M.Agr. NIP. 710 006 096
Dekan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RINGKASAN
HAPSARI ARIANNE. D14102041. 2007. Pengaruh Olahan Kedelai sebagai Pengganti Tepungsari terhadap Produktivitas Lebah Ratu, Bobot Badan, dan Kandungan Protein Lebah Pekerja (Apis mellifera L.). Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Salundik M.Si. Pembimbing Anggota : Drs. Kuntadi M.Agr.
Tepungsari adalah sumber utama untuk memenuhi kebutuhan akan protein, lemak, vitamin, dan mineral bagi lebah madu. Kekurangan tepungsari menyebabkan pengeraman anakan menurun, perkembangan lebah yang tidak normal, dan sebagainya. Oleh karena tepungsari hanya dihasilkan oleh bunga sehingga tidak selalu tersedia sepanjang tahun, sumber protein alternatif sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lebah madu pada saat musim paceklik. Kedelai adalah salah satu bahan pangan nabati yang kaya protein dan lemak sehingga potensial untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pakan pengganti tepungsari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan kedelai dengan berbagai proses olahan terhadap produktivitas lebah ratu, bobot badan, dan kandungan protein lebah pekerja Apis mellifera L., dengan maksud untuk mendapatkan cara pengolahan kedelai terbaik untuk digunakan sebagai bahan dasar pakan buatan. Penelitian dilakukan di peternakan lebah MADU ”SARI BUNGA”, Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, propinsi Jawa Barat.
Penelitian dilakukan dengan cara eksperimen berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga perlakuan dan kontrol serta tiga ulangan. Sebanyak 12 koloni A. mellifera dengan jumlah populasi lebah pekerja relatif sama yaitu sekitar 12.000 – 15.000 ekor dan masing-masing memiliki ratu berumur 4 bulan disiapkan untuk penelitian ini. Perlakuan yang diberikan berupa tiga jenis pakan buatan berbentuk pasta, masing-masing terdiri dari campuran sebagai berikut: (1) 70 gram tepung tempe + 130 gram air gula (KF), (2) 70 gram tepung kedelai rebus + 130 gram air gula (KR), dan (3) 70 gram tepung kedelai sangrai + 130 gram air gula (KS). Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA). Dalam hal perlakuan diketahui berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, analisa data dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey untuk mengetahui perbedaan di antara perlakuan tersebut.
Hasil penelitian menujukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada jumlah konsumsi (P<0,01) untuk ketiga perlakuan jenis pakan buatan, namun tidak ada perbedaan pada jumlah produksi telur ratu (P=0,276), bobot lebah pekerja (P =0,649), dan kadar protein lebah pekerja (P=0,217), baik antara perlakuan dengan kontrol, maupun antar perlakuan.
5 yaitu 98,09±6,36; 96,08±7,67; 93,57±7,47; dan 97,11±9,53 gram. Sedangkan prosentase kadar protein kasar lebah pekerja umur satu hari sebesar 28,08±3,76%; 31,20±2,05%; 34,02±2,62%; dan 28,89±4,56% untuk pemberian perlakuan KF, KR, KS, dan kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis pakan buatan menghasilkan respon yang sama dengan kontrol yang koloninya mengkonsumsi pakan alami pada tiga parameter yang diamati yaitu produktifitas ratu, bobot badan, dan kadar protein kasar lebah pekerja umur sehari. Hal ini mengindikasikan bahwa tepungsari buatan berbahan dasar kedelai memang baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi saat koloni dalam keadaan kekurangan sumber pakan alami. Adapun proses olahan kedelai yang terbaik untuk penyiapan bahan dasar pakan buatan sebelum diolah lebih lanjut menjadi tepung halus yaitu perebusan dan fermentasi.
ABSTRACT
The Effect of Soybean Processed as Pollen Substitute on the Queen Productivity, Body Weight and Crude Protein of Worker Honey Bee Apis
mellifera L.
Arianne, H., Salundik, and Kuntadi
Pollen is the main source of protein, lipids, vitamins, and minerals for honey bees. Shortage of pollen causes the decrease of brood rearing, developmental abnormalities, etc. Since pollen is collected exclusively from flowers which are not always available all the year round, other sources of protein are needed to feed honey bee colonies during the dearth period. Soybean, rich in protein and oil, was studied as a basic component of pollen substitutes to find out the best processing method of the bean prior to flouring mill.
The study was conducted from March 2006 up to April 2006 at the Apiary of Madu “Sari Bunga”, Titisan village, Sukaraja, Sukabumi. Twelve colonies of Apis mellifera honey bees containing 12.000 – 15.000 workers were used in the study. All colonies headed by queens of about the same age. Nine colonies assigning to feed on pollen substitutes were given pollen trap to avoid fresh pollen entering the hives. The purpose of this study was to find out the effects of pollen substitutes of three different soybean processing methods i.e. fermented soybean, boiled soybean, and fried soybean, on the queen productivity, body weight, and crude protein of worker honey bee A. mellifera L.
A Completely Randomized Design with three treatments, control, and three replications was used in the experiment. The treatments were: 70 gram fermented-soybean flour + 130 ml sugar syrup (KF), 70 gram boiled-fermented-soybean flour + 130 ml sugar syrup (KR), and 70 gram fried-soybean flour + 130 ml sugar syrup (KS). Analysis of Variance (ANOVA) was assigned to test the differences among treatments.
The results showed that colony consumption on KS was significantly lower than the other food supplements. No differences were found among the number of egg production (P=0,276), the worker body weight (P=0,649), and the worker crude protein (P=0,217) of all treatments and control. The results showed that the treatments were not affected the queen productivity, body weight, and crude protein of honey bee workers one day old.
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 25 Juli 1985. Lahir sebagai putri
kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Purwanto Srirahardjo dan Ibu Hermien
Rimbyastuti.
Pada tahun 1989 masuk pendidikan prasekolah TK PGRI Semarang, setahun
kemudian masuk SD Srondol II Semarang sampai tahun 1996 dan pada tahun yang
sama melanjutkan ke SMPN 21 Semarang sampai tahun 1999. Pendidikan menengah
lanjutannya di SMUN 5 Semarang dan diselesaikan pada tahun 2002.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Produksi Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama duduk di jenjang perguruan tinggi penulis
pernah menjadi anggota Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim (FAMM) Al-An’aam
pada tahun 2003-2005. Pada tahun 2004 menjadi pengurus Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D). Penulis pernah menjadi asisten mata
KATA PENGANTAR
Ba’da Tahmid wa Sholawat. Berawal dari ajakan teman untuk meneliti lebah
madu walaupun saat itu penulis belum mengambil mata kuliah budidaya lebah madu.
Penulis tertarik meneliti karena lebah termasuk salah satu hewan yang diabadikan di
Al Qur’an -QS An Nahl-. Banyak ibroh yang diambil pada serangga ini umpamanya
dengan menari lebah dapat mengadakan komunikasi di antara mereka, dengan
perantaraan tarian juga lebah dapat memberi pengarahan kepada lebah lain atau
memberitahukan letak bunga yang mereka hisap, kemudian adanya pembagian kerja
yang terorganisir di antara lebah pekerja, lebah ratu, dan pejantan, lalu yang
disenangi peternak lebah adalah hewan ternak ini dapat membersihkan sarangnya
sendiri.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Akan tetapi
penulis sangat berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kalangan peneliti,
peternak lebah maupun masyarakat secara umum terutama dalam pengembangan
pakan buatan, baik sebagai suplemen (pollen supplement) maupun pengganti
tepungsari (pollen substitute), untuk mengatasi masalah penurunan populasi koloni
lebah madu yang sering terjadi akibat kekurangan pasokan tepungsari alami pada
saat kondisi langka bunga.
Penulis
“Dan Rabb kamu mewahyukan kepada lebah, buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di rumah-rumah yang didirikan manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat-obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan”
Perlakuan ... 15
Model percobaan ... 16
Analisa data ... 16
Prosedur ... 16
Persiapan materi ... 16
Pelaksanaan percobaan ... 17
Pengambilan data ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
Bahan Tepungsari Pengganti ... 19
Konsumsi Pakan ... 21
Produktivitas Lebah Ratu ... 23
Bobot Badan Lebah Pekerja Umur Sehari ... 24
Kandungan Protein Lebah Pekerja Umur Sehari ... 25
KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
Kesimpulan ... 27
Saran ... 27
UCAPAN TERIMAKASIH ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
11
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Siklus hidup A. mellifera ... 6
2. Komposisi Kimia Tepung Kedelai ... 12
3. Kandungan Asam Amino Essensial Tepungsari dan Tepung Kedelai ... 13
4. Komposisi Kimia Tepung Tempe ... 14
5. Analisa Proksimat Tepung Tempe, Tepung Kedelai Rebus, Tepung kedelai Sangrai, dan Tepungsari Alami ... 19
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tepungsari Alami, Pasta Tempe, Pasta Kedelai Rebus,
13
DAFTARLAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil analisa data
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan peternakan lebah madu di Indonesia mempunyai prospek yang
cerah, dilihat dari keadaan alamnya yang beriklim tropis dan kaya akan tumbuhan
sumber nektar dan tepungsari bunga yang merupakan pakan pokok lebah madu (Apis
sp). Nektar adalah cairan gula yang dikeluarkan oleh kelenjar yang terdapat pada
bunga atau bagian lain suatu tumbuhan, sedangkan tepungsari (pollen) adalah alat
generatif jantan pada bunga. Tumbuhan yang menjadi sumber nektar antara lain
kapuk randu (Ceiba pentandra), rambutan (Nephelium lapaceum), lengkeng
(Nephelium longanum), durian (Durio zibethinus), karet (Ficus elastica), dan
lain-lain. Sedangkan tumbuhan yang menjadi sumber tepungsari antara lain jagung (Zea
mays), Lamtoro (Leucaena sp), kelapa (Cocos nucifera), kapuk randu (Ceiba
pentandra), dan lain-lain (Sukartiko, 1986).
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi jumlah nektar dan tepungsari yang
dapat dikumpulkan oleh lebah madu. Saat musim sulit bunga, lebah madu akan
mendapat pakan dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini akan berpengaruh
terhadap koloni lebah yaitu penurunan populasi. Tidak jarang kekurangan pakan
juga mengakibatkan lebah hijrah (absconding) untuk mencari pakan di tempat lain.
Upaya peternak lebah madu dalam mengatasi masalah penyediaan pakan
adalah dengan menggembalakan koloni (migratory) ke daerah yang sumber
pakannya mendukung bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi lebah. Alternatif lainnya
yaitu memberikan pakan pengganti. Apabila kekurangan nektar, peternak akan
memberikan sirup gula sebagai penggantinya. Sedangkan untuk mengatasi
kekurangan sumber tepungsari, peternak lebah madu, khususnya di Indonesia, belum
memiliki alternatif pakan pengganti. Mereka masih mengandalkan cara migratory ke
daerah yang memiliki cukup sumber pakan. Inilah sebabnya, setelah memasuki
musim paceklik, khususnya pada saat produksi tepungsari sangat kurang, contoh di
lapangan adalah saat keluar dari panen madu rambutan dan madu karet, koloni lebah
akan menurun drastis karena tidak mendapatkan cukup pakan. Apabila kekurangan
pasokan tepungsari tidak segera diatasi akan mengakibatkan kerugian yang besar
15 Banyak sumber protein yang diteliti untuk menggantikan tepungsari alami
mulai dari penggunaan tepung ikan, ragi bir, susu bubuk, dan lain sebagainya
(Winston et al., 1983). Kacang kedelai (soybean) adalah salah satu bahan pangan
yang paling banyak direkomendasikan sebagai salah satu bahan campuran utama
pembuat pakan pengganti tepungsari (Johansson dan Johansson, 1977). Selain karena
mengandung protein yang tinggi, harga kacang kedelai relatif murah, dan barangnya
mudah didapat (Nakamura, 1980). Namun, di sisi lain, kedelai juga mengandung
beberapa zat yang bersifat anti nutrisi yang dapat berakibat toksik dan menghambat
pertumbuhan lebah madu (Smith, 2000). Pengolahan kedelai melalui proses
pemanasan akan melemahkan zat-zat tersebut serta mengurangi kandungan
minyaknya yang tinggi (15%).
Penelitian yang dilakukan adalah untuk menentukan jenis olahan kedelai
tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pakan penganti
tepungsari, dengan melihat palatabilitas dan pengaruhnya terhadap koloni lebah
madu.
Perumusan Masalah
1. Tepungsari merupakan sumber protein bagi lebah madu yang berperan untuk
pertumbuhan dan perkembangan secara normal, reproduksi, dan perkembangan
brood.
2. Ketergantungan lebah madu kepada tepungsari menyebabkan pada waktu
tertentu, khususnya di luar musim pembungaan tumbuhan/tanaman, kekurangan
sumber pakan. Kekurangan asupan tepungsari mengakibatkan penurunan
populasi dan kesehatan koloni.
3. Diperlukan sumber protein alternatif untuk menjaga agar perkembangan koloni
tetap stabil dalam kondisi langka bunga. Kedelai adalah salah satu bahan pangan
yang potensial untuk dibuat menjadi bahan suplemen atau pengganti tepungsari.
Selain karena kandungan proteinnya tinggi, kedelai juga relatif murah dan
banyak tersedia di pasaran. Oleh karena kedelai mengandung zat anti nutrisi
maka perlu diolah sedemikian rupa agar menghasilkan pakan yang palatable dan
memberi pengaruh yang positif bagi koloni.
4. Protein dibutuhkan lebah madu, salah satunya adalah untuk perkembangan
larva dan lebah ratu. Dengan demikian jumlah dan kualitas protein yang
dikonsumsi koloni akan berpengaruh langsung terhadap produktivitas lebah ratu
dan perkembangan lebah pekerja keturunannya. Oleh sebab itu, untuk mengukur
kualitas pakan yang diberikan dapat dilihat dari palatabilitas pakan, produktivitas
lebah ratu, serta bobot badan, dan kandungan protein lebah pekerja.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan kedelai
dengan berbagai proses olahan sebagai pengganti tepungsari terhadap produktivitas
lebah ratu, bobot badan, dan kandungan protein lebah pekerja A. mellifera.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian bermanfaat bagi pengembangan pakan buatan, baik sebagai
suplemen (pollen supplement) maupun pengganti tepungsari (pollen substitute),
untuk mengatasi masalah penurunan populasi koloni lebah madu yang sering terjadi
17
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Lebah Madu
Klasifikasi
Klasifikasi lebah madu menurut Singh (1962) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sampai saat ini diketahui terdapat 9 spesies yang dicatat sebagai lebah madu
di seluruh dunia yaitu A. mellifera, A. cerana, A. koschevnikovi, A. nigrocincta, A.
nuluensis, A. dorsata, A. florea, A. andreniformis dan A. laboriosa (Oldroyd dan
Wongsiri, 2004; Ruttner, 1988).
Habitat
Lebah madu dikenal sebagai serangga sosial karena hidupnya berkeluarga
atau berkoloni dan terdapat kerjasama diantara anggota. Anggota koloni lebah madu
terdiri dari tiga kasta yang masing-masing memiliki keunikan fungsi anatomis, fungsi
fisiologis dan fungsi biologis yang berbeda (Sihombing, 1997).
Di alam bebas, sarang lebah madu terdapat di pohon atau tempat-tempat
berongga lainnya. Lebah madu membangun sarangnya dari lilin yang dihasilkan oleh
kelenjar lilin (wax gland) lebah pekerja. Sarang lebah terdiri dari lobang-lobang kecil
berbentuk segi enam (hexagonal) yang saling bertolak belakang. Beberapa species
lebah madu seperti A. dorsata, A. laboriosa, A. florea, dan A. andreniformis hanya
membangun satu lempeng sarang (sarang tunggal) yang digunakan untuk mengerami
anakan dan menyimpan cadangan makanan. Species lebah madu lainnya, termasuk
diantaranya adalah A. mellifera, membangun sarangnya terdiri dari beberapa
lempeng (sarang berganda) (Sihombing, 1997).
Sejak lebah madu dibudidayakan secara komersial untuk polinasi tanaman
pertanian dan produksi madu, koloni lebah madu dipelihara menggunakan rumah
ini mempunyai bentuk yang sederhana dan bagian dalamnya terdiri dari
bingkai-bingkai sarang yang dapat dipindah-pindahkan (movable frame hive) (Riedel, 1967).
Karakteristik fisik
Pada mulut lebah terdapat dua bagian penting yaitu rahang dan lidah atau
belalai. Rahang terletak di sisi mulut dan dapat digerak-gerakkan ke samping. Fungsi
dari rahang adalah untuk memotong sesuatu. Sedangkan lidah (probosa) menyerupai
belalai dapat ditarik ke dalam mulut atau dijulurkan keluar untuk mengisap nektar
(Marhiyanto, 1999). Bentuk alat mulut seperti ini menjadikan lebah madu dikatakan
memiliki tipe mulut pengunyah dan pengisap. Rahang digunakan untuk mengunyah
malam (wax), menambal sarang dan mengolah tepungsari, sedangkan lidah
digunakan untuk mengambil nektar.
Lebah madu mempunyai empat sayap dan enam kaki. Kaki depan digunakan
untuk membersihkan kotoran yang ada pada antena. Tiap kaki ditumbuhi rambut
kaku yang dipergunakan sebagai sikat untuk membersihkan badan, mengumpulkan
tepungsari yang melekat pada rambut tubuh. Tepungsari yang menempel di tubuh
dikumpulkan dengan kaki depan dan tengah, kemudian kumpulan tepungsari tersebut
diletakkan di kedua kaki belakang (Sumoprastowo dan Suprapto, 1980). Kelenjar
lilin terdapat pada bagian bawah perut, berfungsi menghasilkan malam untuk
membangun sarang. Lebah madu juga mempunyai bisa/racun yang digunakan untuk
menjaga dirinya. Setelah sengat ditusukkan, tangkai dan kantong toksin akan terpisah
atau terlepas dari tubuh, dan dengan gerakan cepat memompakan racun ke luka yang
dibuat, oleh sebab itu lebah pekerja yang telah berhasil menyengat biasanya akan
segera mati karena perutnya sobek (Sihombing, 1997).
Siklus Hidup
Menurut Gojmerac (1980), anggota koloni lebah madu terdiri dari beberapa
kasta yaitu lebah pekerja, lebah ratu dan lebah jantan. Masing-masing kasta memiliki
perbedaan fungsi dan anatomi tubuh. Perkembangan tiap kasta lebah madu melalui
empat stadia, yaitu: telur, larva, pupa dan dewasa (Winston, 1987). Lamanya
19 Tabel 1. Siklus hidup A. mellifera
Kasta Stadia
Telur Larva Pupa Total
Ratu
Telur. Menurut Sihombing (1997), ratu adalah mesin-hidup penghasil telur.
Lebah ratu A. mellifera mampu memproduksi telur 1.800-2.000 butir/hari (Pavord,
1975). Di Nagrota, Punjab, India Utara, produksi telur ratu dilaporkan berkisar antara
871-1386 butir, sedangkan di negara yang lainnya berkisar 1500-2000 butir
(Adlakha, 1972). Menurut Winston (1979), lebah ratu memproduksi dua macam
telur, yaitu telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi akan
berkembang menjadi lebah pekerja atau ratu sedangkan telur yang tidak dibuahi akan
berkembang menjadi pejantan. Telur lebah madu berwarna putih seperti mutiara,
berbentuk oval memanjang seperti tabung, silinder dan sedikit melengkung. Lebah
ratu meletakkan hanya satu telur di dalam setiap sel. Khusus telur calon ratu
diletakkan pada sel ratu yang berbeda dengan sel lain (Winston, 1987). Pada waktu
pakan berlebih jumlah telur calon pejantan lebih banyak dari telur calon lebah
pekerja atau sebaliknya (Sumoprastowo dan Suprapto, 1980). Ukuran telur dan
waktu perkembangannya sangat bervariasi, keduanya dipengaruhi oleh faktor
keturunan dan komponen lingkungan (Winston, 1987).
Larva. Setelah berada pada stadia telur selama tiga hari, telur akan menetas
menjadi larva. Larva lebah madu adalah sejenis ulat berwarna putih yang tidak
memiliki kaki, mata, antena, sayap ataupun sengat tetapi memiliki mulut sederhana
yang hanya digunakan untuk menelan pakan yang ditempatkan oleh lebah pekerja di
dalam sel. Pada Tabel 1, terlihat lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
stadia larva berbeda-beda di antara kasta lebah.
Makanan untuk larva akan tersedia di dalam sel sebelum atau secepatnya
setelah telur berubah menjadi larva (Free, 1982). Dua hari pertama, semua larva
diberi makanan yang sama yaitu royal jelly. Bagi larva yang dipersiapkan sebagai
larva yang akan menjadi lebah pekerja atau lebah jantan akan mendapat makanan
berupa tepungsari dan madu (Gojmerac, 1980). Menurut Singh (1962), larva pada
ketiga kasta lebah pada awalnya terlihat sama tetapi larva ratu dan larva pejantan
berkembang lebih besar dari larva lebah pekerja selama setengah dari perkembangan
yang terakhir.
Pupa. Menurut Free (1982), setelah larva calon ratu atau pekerja berumur 5
hari dan larva calon lebah jantan berumur 7 hari, di dalam selnya tidak lagi tersedia
makanan dan sel akan segara ditutup dengan lapisan lilin oleh lebah pekerja dewasa.
Saat larva memasuki fase pupa, tubuh pupa mengalami perubahan sedikit demi
sedikit, sayap dan kakinya mulai tumbuh (Sarwono, 2001).
Stadia pupa adalah periode terakhir sebelum berganti kulit menjadi dewasa.
Kepala, mata, antena, mulut, dada, kaki, dan abdomen memperlihatkan karakteristik
lebah dewasa, hanya sayap yang masih kecil dan belum berkembang. Selama
perkembangan fase pupa kutikula secara bertahap menjadi gelap dan perubahan
warna ini dapat digunakan untuk menentukan umur pupa. Pada stadia pupa, otot-otot
dan sistem organ mengalami perubahan secara besar-besaran menjadi bentuk
dewasa. Stadia pupa berakhir sekitar 12 hari bagi lebah pekerja dan 14 hari bagi
lebah pejantan, sedangkan bagi ratu 7-8 hari, kemudian diikuti dengan berakhirnya
pergantian kulit menuju tahap dewasa (Winston, 1987).
Dewasa. Lebah yang baru keluar dari sel mempunyai karakteristik antara
lain masih lemah, kutikula berwarna pucat dan belum mengeras. Hal ini berlangsung
selama 1-2 hari (Free, 1982 dan Winston et al., 1983). Kisaran bobot badan ratu,
pekerja, dan pejantan yang baru keluar dari sel adalah 178-292 mg, 81-151 mg, dan
196-225 mg. Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan ini antara lain ukuran
sel, jumlah dan umur lebah perawat, populasi koloni, ketersediaan nektar dan
tepungsari, penyakit, dan cuaca (Winston et al., 1983)
Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), ratu adalah satu-satunya lebah
betina sempurna yang berfungsi reproduksi untuk menjamin kelestarian koloni.
Ukuran tubuh ratu adalah 2 kali panjang serta 2,8 kali bobot lebah pekerja.
Penampilannya berbeda dari lebah pekerja, terutama bagian abdomennya yang
terlihat lebih besar dan lebih panjang untuk menampung ovarium yang berkembang
21 melakukan perkawinan pada minggu kedua dari kehidupannya (Pavord, 1975). Ratu
melakukan perkawinan dengan lebih dari satu pejantan selama beberapa hari atau
minggu saat perkawinan (Winston, 1987). Setelah ratu kawin, ia tetap tinggal di
sarangnya, kecuali jika koloni tersebut harus hijrah. Ratu dapat hidup 5-7 tahun
(Sumoprastowo dan Suprapto, 1980), akan tetapi masa produktifnya hanya sampai
dengan dua tahun (Winston, 1987). Lebah ratu mempunyai pakan khusus yaitu royal
jelly yang didapatkan dari lebah pekerja, sehingga dia dapat bertelur 2000 telur per
hari. Lebah ratu ini yang memilih telur yang akan berkembang menjadi lebah jantan
atau lebah pekerja. Telur yang tidak dibuahi akan berkembang menjadi lebah jantan,
sedangkan telur yang dibuahi akan berkembang menjadi lebah betina/pekerja.
Lebah pekerja adalah lebah betina yang organ reproduksinya tidak
berkembang secara sempurna. Namun demikian, lebah pekerja mempunyai
organ-organ yang membuat mereka mampu melakukan semua tugas di dalam koloni
(Sihombing, 1997). Jumlah lebah pekerja dalam satu koloni lebah madu sangat
bervariasi. Di dalam satu koloni lebah madu A. mellifera terdapat 10.000 sampai
100.000 ekor lebah pekerja. Bentuk tubuhnya ramping, warnanya hitam kecoklatan,
dan memiliki sengat yang lurus dan berduri. Masa hidup lebah pekerja rata-rata
hanya 30 sampai 45 hari (Sarwono, 2001).
Fungsi lebah jantan satu-satunya selama hidup adalah mengawini lebah ratu
dara. Mata dan sayapnya lebih besar dari kedua kasta yang lainnya, tidak memiliki
keranjang tepungsari (pollen basket), kelenjar malam (wax gland) maupun sengat
(Sihombing, 1997). Masa paceklik adalah masa suram bagi lebah jantan karena pada
masa itu lebah jantan akan dibunuh oleh lebah pekerja (Sumoprastowo dan Suprapto,
1980). Menurut Sarwono (2001), lama hidup lebah jantan sekitar tiga bulan, namun
jika lebah jantan berhasil mengawini lebah ratu (queen) maka setelah kawin lebah
jantan akan segara mati karena alat kelaminnya tertinggal di abdomen lebah ratu.
Nutrisi dan Perkembangan Lebah Madu
Menurut Sihombing (1997), kebutuhan zat-zat pakan pada lebah madu
berbeda sesuai dengan fase pertumbuhan dan kasta lebah. Meskipun ada perbedaan
nutrisi yang dibutuhkan dan mekanisme makan, tetapi pada dasarnya bahan untuk
menyediakan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang dibutuhkan
lebah madu (Winston, 1987).
Kebutuhan nutrisi bagi larva berbeda dengan kebutuhan nutrisi bagi lebah
dewasa. Lebah dewasa dapat bertahan hidup dalam waktu yang relatif lama
meskipun kebutuhan nutrisinya sepenuhnya hanya dari karbohidrat, tetapi protein
sangat penting sekali untuk pertumbuhan dan perkembangan larva (Gojmerac, 1980).
Larva lebah pekerja pada dua hari pertama kehidupannya memakan 60-80%
pakan yang dihasilkan oleh kelenjar hypopharing dan 20-40% cairan seperti susu
yang merupakan campuran sekresi kelenjar mandibular dan sekresi kelenjar
hypopharing lebah pekerja muda. Pada hari ketiga pakan larva lebah pekerja lebih
banyak berasal dari kelenjar hypopharing sehingga terjadi penurunan dalam kualitas
dan jenis protein dalam makanan. Setelah berumur tiga hari, larva memakan
campuran tepungsari dan madu. Hari kelima larva lebih banyak memakan tepungsari
karena pada saat itu larva sedang mengalami perkembangan sehingga membutuhkan
banyak protein (Winston, 1987).
Beberapa jam setelah lahir lebah pekerja muda mulai mengkonsumsi
tepungsari yang diambil sendiri dari sel dan mencapai konsumsi maksimum ketika
berumur lima hari. Selain itu, lebah pekerja muda juga diberi pakan oleh lebah
pekerja. Tepungsari dibutuhkan selama 8-10 hari pertama kehidupannya untuk
perkembangan kelenjar dan pertumbuhan bagian dalam tubuh. Setelah itu, tepungsari
tidak lagi diperlukan lagi kecuali bila lebah pekerja memproduksi pakan anakan dan
memberi makan larva. Untuk perkembangan kelenjar hypopharing dan lemak tubuh,
lebah memerlukan protein yang berasal dari tepungsari sehingga jika terjadi
kekurangan tepungsari dapat menyebabkan perkembangan kelenjar lambat dan umur
lebih pendek (Winston, 1987).
Lebah madu memiliki beberapa mekanisme untuk memproses nektar dan
tepungsari agar dapat dimakan pada setiap stadium perkembangan dan kasta
sehingga sesuai dengan yang dibutuhkan. Pakan lebah ratu berbeda dengan pakan
larva lebah pekerja. Larva ratu mendapat royal jelly lebih banyak dibandingkan
dengan lebah pekerja (Winston, 1987).
Menurut Sarwono (2001), royal jelly atau sari madu adalah cairan putih
23
jelly berupa protein 45%, lemak 13%, gula 20%, garam mineral, aneka vitamin
(B-kompleks, H dan E). Gizi yang dibutuhkan oleh lebah pekerja tidak hanya berasal
dari tepungsari tetapi juga madu. Madu yang dikonsumsi oleh lebah pekerja
menyediakan gula sebagai sumber energi sehingga apabila persediaan madu tidak
memadai maka lebah pekerja akan mati. Lebah jantan dewasa diberi makan oleh
lebah pekerja pada beberapa hari pertama kehidupannya dan secara bertahap mulai
makan sendiri dari sel madu. Lebah jantan muda yang baru lahir diberi makan berupa
campuran tepungsari dan madu (Winston, 1987).
Pakan Lebah Madu
Nektar
Nektar diambil dari kelenjar yang berada di bagian dasar bunga. Sebagian
besar energi yang diperlukan oleh lebah madu berasal dari nektar, yaitu semacam
cairan yang dihasilkan oleh kelenjar nektar tumbuhan. Nektar kaya akan berbagai
bentuk karbohidrat (3-87%), seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Selain
karbohidrat, nektar juga mengandung sedikit senyawa-senyawa amino, amida-amida,
asam-asam organik, vitamin-vitamin, senyawa-senyawa aromatik, dan juga
mineral-mineral. Kandungan zat-zat makanan dalam nektar tergantung dari sumber nektar
dan musim (Sihombing, 1997). Menurut Winston (1987), nektar yang dikumpulkan
oleh lebah pekerja tidak dapat langsung dimakan oleh anakan dan dewasa, tetapi
diproses dahulu menjadi madu. Koloni yang normal memerlukan nektar sebanyak
150-250 kg setiap tahun.
Tepungsari
Tepungsari atau pollen adalah alat reproduktif jantan tumbuhan yang
mengandung protein tinggi. Tepungsari dikonsumsi oleh lebah madu terutama
sebagai sumber protein dan lemak, sedikit karbohidrat, dan mineral-mineral.
Kandungan protein kasarnya rata-rata 23% dan mengandung semua asam-asam
amino esensial maupun asam-asam lemak esensial. Di daerah beriklim dingin satu
koloni lebah madu memerlukan sekitar 25-50 kg tepungsari per tahun, diperkirakan
demikian juga tepungsari yang dibutuhkan satu koloni lebah di daerah tropis dan sub
tropis. Sekitar separuh dari tepungsari tersebut digunakan untuk pemeliharaan tetasan
bervariasi, tergantung jenis tanamannya. Selain protein, menurut Winston (1987)
tepungsari juga mengandung lemak 1-20% (rata-rata kurang dari 5%), gula, serat,
vitamin, mineral yang semuanya penting untuk lebah.
Menurut Sarwono (2001), tepungsari dengan kadar protein kurang dari 20%
tidak dapat memenuhi kebutuhan koloni untuk berproduksi optimal. Koloni yang
kuat membutuhkan tepungsari sebanyak 55 kg per tahun. Jika persediaannya kurang
dari itu, lebah akan menggunakan protein tubuhnya untuk melanjutkan fungsinya
sehingga kadar protein tubuh bisa menurun dari 54% menjadi 27%. Lebah pekerja
memilih tepungsari untuk diambil tidak berdasarkan nilai nutrisi, umur, kelembutan
atau warna melainkan berdasarkan bau dan bentuk fisik dari butiran tepungsari
(Winston, 1987).
Pakan Tambahan
Pembudidayaan lebah madu membutuhkan tepungsari dan nektar dalam mutu
dan jumlah memadai serta tersedia terus menerus sepanjang tahun. Akan tetapi, tidak
semua tanaman menghasilkan nektar dan tepungsari secara terus menerus (Sarwono,
2001). Menurut Hendayati (1997), pakan tambahan berupa larutan gula dimaksudkan
untuk mengatasi masa kekurangan nektar di lapangan. Oleh karena itu kandungan
gizi yang ada di dalam pakan tambahan sebaiknya sama dengan kandungan nektar
alami. Kandungan gula dalam nektar yang baik harus diatas 20%, karena kadar gula
diatas 20% mampu mencukupi kebutuhan energi bagi aktivitas lebah madu.
Protein sangat penting bagi kelangsungan sebuah koloni lebah madu sehingga
banyak sumber protein lain diteliti dengan harapan akan ditemukan tepungsari
pengganti untuk menggantikan tepungsari alami. Bahan-bahan yang sudah diteliti
diantaranya adalah kuning telur, tepung kedelai, bir kering, ragi roti, susu skim,
kasein, dan kentang rebus (Gojmerac, 1980). Faktor-faktor yang menjadikan suatu
bahan sebagai tepungsari pengganti adalah ketertarikan lebah untuk mengonsumsi,
yaitu dengan penambahan gula, madu atau tepungsari alami, keberlanjutan bahan,
harga, nilai nutrisi, dan ada tidaknya bahan toksik (Smith, 2000)
Kedelai (Glycine max)
Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang paling banyak digunakan
25
Leguminoaceae, subfamili Papilonidae, genus Glycine dan spesies max. Dilihat dari
segi pangan dan gizi kedelai merupakan sumber protein yang paling murah di dunia
(Smith dan Circle, 1987). Disamping mengandung senyawa yang berguna, ternyata
pada kedelai juga terdapat senyawa anti gizi. Diantara senyawa anti gizi tersebut
adalah anti tripsin, hemaglutinin dan asam fitat (Koswara, 1992). Menurut Rasidi
(2001), sebelum digunakan kedelai harus disangrai terlebih dahulu. Pemanasan ini
dapat melemahkan zat anti tripsin yang merugikan.
Biji kacang kedelai memiliki kulit luar yang kandungannya sebagian besar
terdiri dari serat kasar. Berat kulit sekitar 8% dari keseluruhan berat kacang kedelai
(Snyder, 1990). Menurut Suci dan Sumiati (1995), kandungan kulit kacang kedelai
terdiri dari protein 11,45-12,44%; serat kasar 34,74%-42,29%; dan lemak kasar
2,67%-4,03% dalam bahan kering. Selain itu juga mengandung asam amino metionin
sebesar 0,45% dan lisin 0,2%. Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan faktor
pembatas untuk menggunakan kulit ari kedelai dalam jumlah besar. Untuk
memudahkan dalam proses pengadonan, kedelai perlu diubah menjadi tepung.
Komposisi kimia tepung kedelai secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Kedelai
Komponen Komposisi kimia
Tepung kedelai telah digunakan dalam industri peternakan lebah madu
sebagai bahan tepungsari pengganti karena mengandung 47% sampai 50% protein
kasar dan asam amino yang dapat diterima oleh metabolisme lebah madu. Asam
amino jenis iso-leucine yang terdapat di tepung kedelai memberi suplemen untuk
lebah saat mengkonsumsinya (Stace, 1996). Kandungan asam-amino essensial secara
Tabel 3. Kandungan Asam-amino Essensial Tepungsari dan Tepung Kedelai
Sumber : Stace, 1996
Tempe
Tempe adalah makanan yang terbuat dari kedelai dan dibuat dengan cara
fermentasi. Fermentasi tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus sp, dan
selama fermentasi ini kedelai akan tertutupi oleh miselium putih yang berasal dari
kapang (Fukushima dan Hashimoto, 1980). Metode pembuatan tempe di Indonesia
meliputi tahap pembersihan biji kedelai kering, pencucian dan perendaman,
perebusan pertama (precooking), pengupasan kulit, perendaman (hidrasi), perebusan
kedua, penirisan dan pendinginan, inokulasi, pembungkusan, dan inkubasi (Shurrtleff
dan Aoyagi, 1979).
Kedelai mengalami berbagai perubahan komposisi selama proses pembuatan
tempe baik oleh proses fisik maupun proses enzimatik akibat aktivitas
mikroorganisme terutama pada saat perendaman oleh bakteri-bakteri pembentuk
asam dan proses fermentasi oleh kapang. Akibat dari perubahan-perubahan tersebut
tempe menjadi lebih enak, lebih bergizi dan lebih mudah dicerna (Pawiroharsono,
1995). Tempe mempunyai kelemahan yaitu tidak tahan lama, hanya dapat bertahan
selama dua hari pada suhu ruang. Salah satu upaya untuk memperpanjang umur Kebutuhan
minimum koloni Tepungsari Tepung Kedelai
27 simpan adalah dengan membuatnya menjadi tepung (Sarwono, 2004). Komposisi
kimia tepung tepung tempe dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tempe
Komponen Komposisi kimia
Protein
Lemak
Abu
Serat kasar
Air
--- (%) ---
42,48
29,01
1,77
7,97
10,26
Sumber : Astuti, 1999
Tepung tempe memiliki kadar protein yang cukup tinggi dan hampir setara
dengan tempe mentah. Nilai cerna tepung tempe juga tidak mengalami perubahan
walaupun sudah mengalami pengeringan. Tepung tempe juga masih memiliki serat
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Peternakan Lebah Madu “Sari Bunga” pada bulan
Maret 2006 sampai dengan April 2006 bertempat di Kampung Kedung, Desa Titisan,
Kecamatan Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat.
Materi
Ternak
Lebah madu A. mellifera yang digunakan sebanyak 12 koloni dengan jumlah
populasi 12.000-15.000 ekor lebah dan umur ratu empat bulan pada tiap–tiap koloni.
Pakan
Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tepung tempe,
tepung kedelai rebus dan tepung kedelai sangrai. Masing-masing tepung tersebut
dicampur dengan air gula. Kedelai dan tempe yang digunakan diperoleh dari
pengrajin tempe di Cimanggu I, Cibungbulang, Bogor.
Peralatan
Peralatan yang digunakan yaitu kotak lebah (stup) beserta sisiran dan
penyangganya, perangkap tepungsari (pollen trap), penyekat ratu (queen excluder),
pengungkit (hive tool), sikat lebah (bee brush), pengasap (smooker), masker, pinset,
timbangan, plastik transparansi, kertas minyak, kantong plastik, gelas plastik, dan
alat tulis.
Rancangan
Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan dan kontrol (tidak diberi pakan
tambahan). Perlakuan terdiri dari 70 gram tepung tempe + 130 gram air gula (KF),
70 gram tepung kedelai rebus + 130 gram air gula (KR) dan 70 gram tepung kedelai
29
Model Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan tiga perlakuan. Masing-masing perlakuan
terdiri dari tiga ulangan.
Model rancangan menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) :
Yij = μ + τ i + ε ij
pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j;
rataan umum;
pengaruh perlakuan ke- i;
pengaruh acak pada perlakuan ke- i ulangan ke- j.
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA). Dalam hal
perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati akan dilanjutkan dengan
uji lanjut Tukey untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut.
Prosedur
Persiapan Materi
Koloni lebah madu dipilih sebanyak 12 koloni dari peternakan lebah madu
”Sari Bunga”. Pemilihan koloni dilakukan dengan memilih koloni yang memiliki
ratu dengan umur yang sama yaitu empat bulan, tidak terserang penyakit serta
memiliki jumlah populasi yang sama yaitu berisi tujuh sisiran.
Semua koloni percobaan diberi sirup gula dengan perbandingan air dan gula
1:1, sebanyak 1,5 l setiap satu minggu. Pemberian sirup gula secara rutin karena
koloni lebah berada di area yang tidak ada sumber nektarnya. Tanaman pakan yang
tersedia di area tersebut didominasi tanaman jagung (Zea mays) yang bunganya
hanya menghasilkan tepungsari.
Pembuatan tepung kedelai fermentasi dilakukan dengan menggunakan tempe
sebagai produk kedelai fermentasi. Tempe dikeringkan menggunakan oven dengan
Pembuatan tepung kedelai rebus dilakukan dengan cara terlebih dahulu
merebus kedelai segar kemudian membuang kulit ari dan mencuci kedelai hingga
bersih. Pengolahan menjadi tepung dengan cara dikeringkan menggunakan oven
dengan suhu 60°C selama 48 jam kemudian digiling untuk selanjutnya diayak.
Pembuatan tepung kedelai sangrai dilakukan dengan cara menyangrai kedelai
segar menggunakan kompor gas dengan api kecil selama 20 menit. Kedelai yang
sudah disangrai kemudian digiling dan kemudian diayak.
Ketiga hasil tepung tersebut dicampur dengan air gula dengan perbandingan
air dan gula pasir adalah 1:1, sehingga dihasilkan pasta untuk pakan lebah madu.
Penambahan air gula dimaksudkan sebagai daya tarik karena lebah menyukai rasa
manis sedangkan pemberian dalam bentuk pasta agar memudahkan lebah untuk
mengambil dan mengkonsumsi tepungsari pengganti tersebut (Smith, 2000)
Pelaksanaan Percobaan
Masing-masing koloni lebah madu ditempatkan dalam kotak Langstroth
ukuran 50,8 x 41,28 x 24,29 cm. Ke-12 koloni penelitian dibagi secara acak menjadi
empat kelompok, yaitu tiga kelompok yang diberi perlakuan dan satu kelompok
kontrol. Semua kotak yang diberi perlakuan dipasang perangkap tepungsari (pollen
trap) di bagian pintu masuk untuk mencegah masuknya tepungsari alami yang
dibawa lebah pekerja. Perangkap tepungsari tidak dipasang di kelompok kontrol.
Semua koloni diberi penyekat ratu (queen excluder) untuk membatasi
pergerakan lebah ratu agar hanya bertelur pada sisiran yang disediakan, sehingga
memudahkan mekanisme penghitungan jumlah telur. Pemasangan sekat ratu
dilakukan satu hari sebelum data produktivitas lebah ratu diambil.
Pakan tambahan diberikan dalam bentuk adonan lembek/pasta dengan berat
yang sama yaitu 200 gram pada setiap kali pemberian. Adonan ditempatkan di atas
kertas minyak untuk selanjutnya diletakkan di atas brood pada kotak-kotak lebah
yang telah ditentukan. Peletakkan di atas brood dimaksudkan memudahkan akses
lebah pekerja untuk mengambil dan mengonsumsi tepungsari pengganti tersebut
31
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan tiga kali dengan interval satu minggu.
Pengambilan data pertama dilakukan setelah koloni diberi pakan tambahan selama
dua minggu.
1) Konsumsi pakan.
Jumlah pakan tambahan yang dikonsumsi lebah dihitung setiap satu minggu
sekali selama penelitian.
Jumlah konsumsi/minggu = berat awal (200 gram) - berat sisa.
2) Produktivitas lebah ratu.
Penghitungan produktivitas ratu dilakukan dengan menghitung jumlah telur
yang dihasilkan oleh ratu dalam waktu satu hari. Mekanisme kerja penghitungan
produktivitas lebah ratu dilakukan dengan menyediakan kotak super berisi tiga
sisiran brood tanpa telur dan menempatkan lebah ratu di kotak tersebut. Setelah
satu hari, sisiran brood di kotak super diambil untuk dihitung jumlah telurnya.
3) Bobot badan pekerja umur satu hari.
Pengukuran bobot badan pekerja umur satu hari dilakukan dengan menimbang
30 sampel lebah dari masing-masing koloni penelitian. Ciri-ciri pekerja umur
satu hari antara lain badannya masih lemah serta kutikula berwarna pucat dan
belum mengeras.
4) Kandungan protein lebah pekerja umur satu hari.
Analisa protein tubuh lebah pekerja dilakukan pada minggu ketiga atau saat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Tepungari Pengganti
Menurut Smith (2000), lima faktor yang harus diperhatikan dalam pengadaan
tepungsari pengganti adalah ketertarikan lebah, ketersediaan bahan, harga, nutrisi,
dan ada tidaknya bahan toksik. Tepungsari pengganti disini merupakan campuran
antara tepung kedelai olahan dengan air gula, sehingga didapatkan adonan pasta.
Rasa manis yang ditimbulkan air gula untuk menarik lebah madu sedangkan bentuk
pasta dimaksudkan agar lebah dapat dengan mudah mengambilnya. Bahan dasar
yang digunakan adalah kacang kedelai karena kedelai merupakan sumber protein,
mudah didapatkan, dan harganya relatif murah (Nakamura, 1980). Kelemahan
kedelai mentah adalah mempunyai zat anti tripsin yang dapat mengganggu
perkembangan lebah madu secara normal, walaupun begitu zat anti nutrisi ini bisa
dihilangkan dengan pemprosesan yang benar.
Kandungan nutrisi tepungsari alami dan pakan buatan yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat dari Tabel 5.
Tabel 5. Analisa Proksimat Tepung Tempe, Tepung Kedelai Rebus, Tepung kedelai Sangrai, dan Tepungsari Alami
Pakan Air Abu Protein Lemak
--- (%) --- Tepung tempe 6.13 1.88 45.05 34.09 Tepung kedelai rebus 7.18 4.36 33.72 22.03 Tepung kedelai sangrai 3.35 2.33 42.95 25.82
Tepungsari alami 40.26 1.48 11.17 0.41
Sumber : Lab. Kimia Pangan Dep. Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian (2006)
Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa tepung tempe mempunyai kadar protein
dan lemak yang paling tinggi dibanding bahan lainnya. Hal ini dikarenakan tempe
dihasilkan dari proses fermentasi. Menurut Suliantri dan Made (1995) fermentasi
akan meningkatkan kadar dan daya cerna protein. Sedangkan rendahnya kandungan
protein tepung kedelai rebus dibanding tepungsari buatan lainnya disebabkan protein
banyak yang rusak saat perebusan, karena menurut Shurleff dan Aoyagi (1979)
proses pencucian, perendaman, pengupasan kulit ari, dan perebusan kedelai
33
Tepungsari Alami Pasta Kedelai Rebus
Pasta Kedelai Sangrai Pasta Tempe
Gambar 1. Tepungsari Alami, Pasta Kedelai Rebus, Pasta Kedelai Sangrai, dan Pasta Tempe
Selain nutrisi, tekstur dari ketiga pakan pengganti ini juga berbeda. Tepung
tempe dan tepung kedelai rebus mempunyai tekstur yang lebih halus karena telah
mengalami proses fermentasi dan perebusan serta penghilangan kulit ari pada
kedelai. Sedangkan pada proses pemasakan kedelai dengan cara sangrai, kulit ari
tidak dapat dihilangkan sehingga tepung yang dihasilkan memperlihatkan tekstur
yang lebih kasar di banding dua proses pemasakan sebelumnya. Menurut Wiryani
(1991) kadar serat kasar kulit ari memang sangat tinggi yaitu 50,80% per bahan
kering.
Warna dari ketiga pasta hampir sama karena berbahan dasar yang sama.
Warna pasta tempe coklat tua, warna pasta kedelai rebus putih kekuningan, dan
warna pasta kedelai sangrai kuning kecoklatan atau berurutan dari terang ke gelap
adalah pasta kedelai rebus, pasta kedelai sangrai, dan pasta tempe (Gambar 1).
Hasil pollen trap menunjukkan bahwa sebagian besar tepungsari yang
memenuhi kebutuhan nutrisinya lebah tidak hanya mengambil tepungsari dari satu
jenis tanaman saja (Smith, 2000). Kandungan protein dari tiap tanaman berbeda-beda
berkisar antara 4-40%, tingkat protein minimum yang disyaratkan untuk lebah madu
adalah 20%. Pada Tabel 5 terlihat tepungsari alami disini tidak memenuhi
persyaratan nutrisi karena kandungan proteinnya yang rendah yaitu 11,17%.
Tingginya kandungan air pada tepungsari alami disini disebabkan sampel yang
digunakan dalam keadaan lembab.
Konsumsi Pakan
Hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan jumlah konsumsi lebah yang
sangat nyata antar perlakuan (P<0,01). Rataan konsumsi tertinggi terdapat pada
perlakuan jenis pasta tempe (147,69 g/koloni/minggu), diikuti pasta kedelai rebus
(140,55 g/koloni/minggu) dan paling rendah dikonsumsi adalah pasta kedelai sangrai
(81,26 g/koloni/minggu) (Tabel 6). Menurut Stace (1996), pakan supplemen yang
berbahan dasar tepung kedelai akan dikonsumsi koloni sebanyak 150-200 g/minggu.
Sedangkan jumlah tepungsari alami yang dikumpulkan dan dikonsumsi lebah pekerja
berkisar 285-450 g (Crailsheim et al., 1992).
Winston (1987) mengatakan bahwa lebah pekerja memilih tepungsari untuk
diambil tidak berdasarkan nutrisi, umur atau warna melainkan hanya berdasarkan bau
dan bentuk fisik dari butiran tepungsari. Ukuran tepungsari yang dimaksud adalah
harus sesuai dengan alat pengangkutan lebah. Menurut Intoppa (1977) diameter
tepungsari berkisar antara 6 sampai 200 µm. Diamater tepungsari jagung, menurut
Chamberlain dan Chadwick (1972), berukuran cukup besar yaitu 90-125 µm.
Ukuran dari ketiga tepungsari buatan hampir sama karena telah dilakukan
penyaringan tepung dengan alat yang sama, akan tetapi karena mengalami
pemprosesan yang berbeda, ketiga pakan ini mempunyai tekstur yang berbeda.
Urutan tekstur dari yang paling lembut sampai kasar adalah tepung tempe, tepung
kedelai rebus, dan tepung kedelai sangrai. Hasil penelitian ini mengindikasikan
bahwa lebah madu lebih memilih pakan yang bertekstur lebih lembut yaitu tempe
dan kedelai rebus. Pakan kedelai sangrai merupakan pakan yang paling tidak disukai
lebah madu dibanding pakan lainnya. Penyebabnya kemungkinan karena kandungan
serat dari kedelai sangrai lebih tinggi. Kulit ari yang masih terdapat pada kedelai
35 Fardiaz et al. (1987), kedelai rebus yang telah mengalami proses pencucian dan
perebusan akan menghilangkan kulit ari dari kedelai sehingga kadar serat akan turun.
Sebagian besar penurunan ini disebabkan karena penurunan hemiselulosa yang
dominan.
Aroma juga merupakan faktor penarik lebah, sebagai informasi bahwa
penciuman lebah madu 10-100 x lebih kuat daripada manusia. Menurut Wilkens et
al. (1967), kedelai mempunyai bau langu (beany or painty off flavour) yang khas.
Bau langu ini terjadi karena reaksi enzim lipoksigenase yang dapat menghidrolisa
asam lemak tak jenuh menghasilkan senyawa volatil. Dalam usaha memproduksi
makanan asal kedelai, adanya citarasa langu ini merupakan hambatan utama karena
dapat menurunkan aseptabilitas, sehingga untuk mencegah pembentukan senyawa
volatil tersebut dilakukan inaktivasi enzim lipoksigenase secara in-situ dengan proses
perendaman dan perebusan. Dari ketiga proses olahan kedelai, bau langu yang sangat
terasa ada pada tepung kedelai sangrai karena tanpa melalui proses perendaman dan
perebusan seperti halnya yang terjadi pada tepung kedelai rebus dan tepung tempe.
Sehingga dapat diketahui bau langu paling kecil kadarnya pada tepung tempe atau
kedelai fermentasi karena pada proses fermentasi ada penambahan kapang yang
menghasilkan aroma produk yang berbeda dari bahan asalnya (Yahya et al., 1996).
Konsumsi pakan lebah madu yang rendah terhadap tepung kedelai sangrai
didukung pula oleh hasil penelitian Krisnawati (2003) yang membandingkan tiga
jenis suplemen tepungsari. Jumlah konsumsi lebah madu terhadap suplemen
tepungsari yang terdiri dari campuran tepung kedelai sangrai, tepungsari, ragi dan
sirup gula rata-rata hanya 38,08 g/koloni/minggu.
Meskipun ketiga pakan buatan yang digunakan dalam penelitianmempunyai
kandungan protein yang lebih tinggi daripada tepungsari alami (Tabel 5), akan tetapi
lebah madu A. mellifera tetap lebih memilih tepungsari segar terbukti dari tetap
tingginya aktivitas pengumpulan tepungsari oleh lebah. Hal ini didukung oleh
Standifer (1973) yang menyebutkan bahwa lebah madu lebih menyukai tepungsari
alami daripada makanan buatan, walaupun makanan buatan kebanyakan
mengandung jumlah nutrisi yang cukup atau bahkan lebih tinggi dari nilai gizi
Tabel 6. Jumlah Telur Lebah Ratu, Bobot Badan Lebah Pekerja, Kandungan Protein Lebah Pekerja, dan Konsumsi Pakan pada Pemberian Tepungsari Buatan (Tempe, Kedelai Rebus, dan Kedelai Sangrai) dan Kontrol.
Keterangan: - Angka di dalam tanda kurung menunjukkan nilai koefisien keragaman yang dinyatakan dalam %.
-A, B menunjukkan respon yang sangat berbeda nyata (P<0,01). -* Crailsheim et al. (1992).
Produktivitas Lebah Ratu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam jumlah
rataan produksi telur. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan pemberian
tepungsari buatan karena koloni yang digunakan tidak mendapat suplai tepungsari
alami. Tabel 6 memperlihatkan bahwa dalam satu hari rata-rata ratu bertelur untuk
perlakuan KF, KR, KS, dan kontrol berturut-turut adalah 1143,6; 873,89; 653,22; dan
1096,78 butir. Angka ini lebih rendah dari rata-rata produksi telur dari koloni yang
termasuk kategori baik. Menurut Pavord (1975), produktivitas ratu lebah dikatakan
baik apabila tiap harinya rata-rata menghasilkan telur sebanyak 1500-2000 butir.
Meskipun demikian, jumlah rata-rata produksi telur dalam penelitian ini tidak
berbeda jauh dengan penelitian Adlakha (1979) di Nagrota, Punjab, India Utara,
yang mana produksi telur ratu A. mellifera berkisar antara 871 sampai 1368
butir/hari.
Saat penghitungan ditemukan satu koloni yang sel sarangnya berisi lebih dari
satu telur. Fenomena ini disebabkan karena lebah pekerja yang bertelur atau laying
workers (Winston, 1987). Laying workers terjadi pada koloni yang kehilangan lebah
ratu dan di dalam sarangnya tidak terdapat larva yang menghasilkan feromon yang Peubah Perlakuan Kontrol
37 mampu menghambat bekerjanya alat reproduksi lebah pekerja. Dalam analisa, data
jumlah telur dari koloni laying workers tidak diikutsertakan.
Dari hasil analisa data diperoleh standar deviasi yang sangat tinggi dari
keempat pengamatan. Ini menunjukkan sangat beragamnya produksi telur dari
tiap-tiap koloni. Standar deviasi yang tinggi memang sering terjadi pada hewan
percobaan yang sifatnya masih liar seperti lebah madu ini, karena banyak faktor yang
sulit untuk dikendalikan oleh manusia (Sihombing, 1997). Faktor-faktor tersebut
seperti variasi individu masing-masing lebah ratu, pekerja, dan pejantan. Selain itu
faktor tingkah laku lebah pekerja yang selalu berupaya mempertahankan tepungsari
yang dibawanya saat melewati pollen trap, sehingga masih terdapat tepungsari alami
yang tersimpan di dalam sel sisiran sarang lebah madu meskipun telah dipasang
pollen trap. Menurut Keller et al. (2005), efisiensi penggunaan pollen trap untuk
mencegah masuknya tepungsari alami ke dalam sarang hanya sebesar 10-43%.
Dengan didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dapat dikatakan bahwa
pengaruh tepungsari buatan hampir sama dengan tepungsari alami. Hal ini
dikarenakan kemampuan ratu bertelur dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas royal
jelly yang menjadi pakan pokok lebah ratu. Royal jelly merupakan sekresi kelenjar
hypopharing yang terletak di bagian kepala lebah pekerja umur 5-15 hari. Cairan
kental berwarna putih kekuningan ini kaya akan asam amino yang berguna untuk
reproduksi lebah ratu secara normal, sehingga jika lebah pekerja muda tidak
mengkonsumsi protein dalam jumlah yang cukup maka kelenjar hypopharing tidak
berkembang dengan baik dan royal jelly yang dihasilkan tidak mendukung produksi
telur oleh lebah ratu (Standifer, 1973). Menurut Free (1982), cuaca juga dapat
mempengaruhi kemampuan ratu bertelur. Dalam penelitian ini koloni yang
digunakan diletakkan pada daerah yang sama sehingga faktor cuaca diabaikan.
Bobot Badan Lebah Pekerja Umur Sehari
Rataan bobot badan yang diperoleh untuk perlakuan KF, KR, KS, dan kontrol
berturut-turut adalah 98,09; 96,08; 93,57; dan 97,11 mg (Tabel 6). Dari hasil sidik
ragam terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dalam jumlah rataan. Hal ini
menunjukkan bahwa ketiga jenis tepungsari buatan memberikan hasil atau pengaruh
yang sama dengan tepungsari alami terhadap bobot badan lebah pekerja umur sehari.