Hasil
Parameter Fisika Kimia Perairan
Kondisi lingkungan perairan diukur secara insitu di lapangan. Parameter fisika-kimia perairan yang diamati pada penelitian ini adalah parameter suhu, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO) dan salinitas, perairan. Hasil pengamatan kondisi fisika dan kimia perairan yang dilakukan selama penelitian memberikan gambaran mengenai kondisi kualitas air di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Nilai Parameter Kualitas Air Fisika dan Kimia Di Perairan
37
Pasang Surut
Analisis Harmonik Pasang Surut
Metode yang digunakan untuk perhitungan konstanta pasang surut adalah dengan analisa harmonik menggunakan metode GeoTide Analyzer. Konstanta pasut di lokasi penelitian yang merupakan hasil analisa dengan metode GeoTide Analyzer. Analisis ini menghasilkan 10 konstanta pasang surut yang akan menentukan tipe pasang surut dilokasi penelitian. Konstanta komponen ini di sajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Konstanta Komponen pasang surut Daerah Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang hasil analisis GeoTide Analyzer
Berdasarkan komponen-komponen pasang surut yang didapat dari hasil analisis dengan menggunakan metode GeoTide Analyzer didapat nilai Amplitudo (A) dan Phase (go) setiap komponen pasang surut S0, M2, S2, N2, K1, 01, M4 ,MS4, K2 , P1 maka dapat ditentukan tipe pasang surut yang terjadi di Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang dengan menggunakan angka pasang surut “F”
(Tide from number “Formzahl”). Dimana F ditentukan sebagai berikut:
F =𝐾1 + 𝑂1
𝑀2 + 𝑆2 =0,10881 + 0,01895 0,09556 + 0,07952 =0,12776
0,17508
= 0,7297
Berdasarkan hasil perhitungan Formzhal, maka Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang termasuk kedalam tipe Pasang Surut Campuran condong harian ganda dominan (Semi Diurnal Tide) yaitu pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, dengan nilai 0,25<0,72≤ 1,5.
Konsentrasi Logam Berat Kadmium di Air dan Sedimen
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kandungan logam kadmium rata-rata pada air dan sedimen di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang , hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 5. Rata-Rata Nilai Kandungan Konsetrasi Kadmium pada Air dan Sedimen
Sumber: Data Hasil Penelitian
Selanjutnya berdasarkan hasil pengukuran rata-rata kandungan logam berat Cd pada akar, kulit batang dan daun pohon Rhizopora apiculata diperoleh hasil bioakumulasi logam berat Kadmium lebih tinggi pada akar dibanding kulit batang dan daun. Kandungan logam berat pada stasiun I dan II mempunyai nilai
Parameter
Stasiun
I II III Baku Mutu
Air <0,002 <0,002 1,049 0,001*
Sedimen <0,12 <0,12 4,137 30**
39
yang sama. Rata-rata kandungan logam berat Kadmium pada akar, kulit batang dan daun dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-Rata Nilai Konsetrasi Kadmium pada Akar, Kulit Batang dan Daun Rhizopora apiculata.
Sumber: Data Hasil Penelitian
***)WHO (1996)
Faktor Biokonsentrasi (BCF)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai rata-rata kandungan logam berat kadmium (Cd) pada sampel air, sedimen dan akar pohon mangrove Rhizopora apiculata yang berada di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang dapat dilihat pada Tabel 6.
Rhizopora apiculata
Stasiun
I II III Baku mutu
Tanaman Akar
Mangrove <0,12 <0,12 2,527 0,02 mg/kg***
Kulit
Batang <0,12 <0,12 1,043 0,02 mg/kg***
Daun
Mangrove <0,12 <0,12 0,150 0,02 mg/kg***
Tabel 7. Hasil Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cd pada Sampel Air, Sedimen dan Akar Rhizopora apiculata di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang
Sedangkan hasil perhitungan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) akar pohon mangrove (Rhizopora apiculata) terhadap kandungan (Cd) pada air, sedimen di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini.
41
Pembahasan Kualitas Air Suhu
Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di perairan. Suhu juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Hasil pengukuran suhu pada pada kondisi pasang dan surut memiliki nilai yang berbeda-beda, dimana rata-rata interval suhu pada saat pasang di Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang yaitu stasiun I yaitu 29,3˚C, stasiun II yaitu 30 ˚C dan stasiun III yaitu 32˚C, dimana suhu terendah terdapat pada stasiun I dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun III. Sedangkan untuk kondisi surut sendiri interval suhu pada stasiun I yaitu 29,3 ˚C, stasiun II yaitu 31 ˚C dan stasiun III yaitu 33 ˚C, dimana suhu terendah terdapat pada stasiun I dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun III.
Berdasarkan hasil pengamatan fluktuasi atau kisaran suhu pada perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang pada saat pasang dan pada saat surut cenderung stabil dan bervariasi, dimana perbedaan variasi suhu pada masing-masing stasiun pengamatan hanya ± 1˚C. variasi suhu yang terjadi diakibatkan perbedaan waktu pengamatan dan kondisi alam ketika pengamatan hal tersebut sesuai dengan Mukarromah (2016) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu adalah penyerapan panas (heat flux), curah hujan (prespiration), aliran sungai (Flux) dan pola sirkulasi air
Berdasarkan nilai standart baku mutu yang ditetapkan Keputusan Mnteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, suhu di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang berada pada kisaran suhu (29,3-33˚C), dengan aturan yang telah di
tetapkan pada suhu, diartikan sebagai masi di perbolehkan/ di benarkan terjadi perubahan suhu sampai dengan <2˚ C dari suhu alami.
Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa pada perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang suhu pada stasiun I dan II rendah disebabkan oleh stasiun I keadaan vegetasi mangrove yang menutupi lokasi pengambilan sampel cukup tebal dan padat sehingga mengakibatkan intensitas cahaya yang masuk sedikit.
Sedangkan suhu tertinggi dikarenakan banyaknya aktifitas pembuangan limbah rumah tangga, minyak bekas kapal dan vegetasi mangrove tempat pengambilan sampel lebih sedikit dan terbuka. Pada perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang rendahnya suhu pada stasiun I dan II dikarenakan vegetasi mangrove yang ada disekitaran perairan tersebut lebih tebal dan padat dibandingkan dengan stasiun III.
Selain itu suhu juga mempengaruhi proses kelarutan masuk nya logam-logam yang masuk ke perairan. Semakin tinggi suatu suhu perairan kelautan logam berat akan semakin tinggi. Perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang dengan kisaran suhu yang tinggi memungkinkan kelarutan logam berat menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Milasari (2016) yang menyatakan bahwa Suhu air yang lebih dingin akan meningkatkan adsorpsi logam berat ke partikulat untuk mengendap di dasar. Sementara saat suhu air naik, senyawa logam berat akan melarut di air karena penurunan laju adsorpsi ke dalam partikulat.
pH
Pada tabel 3 diketahui bahwa derajat keasaman (pH) pasang yaitu 6,3; 6,6 dan 6,8 dan surut yaitu 6,3; 6,5 dan 6,8. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan variasi nilai pH yang didapatkan pada perairan Ekowisata Mangrove
43
Lubuk Kertang masih belum melebihi ambang batas sesuai dengan Kepmen LH No 51tahun 2004 menetapkan nilai pH untuk biota laut berkisar antara 7-8,5.
Serta Supriadi (2001) mengatakan bahwa nilai pH bervariasi pada kondisi air pasang dan surut. Pada kondisi air pasang, nilai pH terbesar berada di daerah hulu.
Hal ini disebabkan oleh kandungan salinitas pada hulu tidak terlalu besar dan air laut yang masuk ke daerah hulu hanya sedikit. Sedangkan pada kondisi air surut, nilai pH terbesar berada pada daerah hilir. Hal ini disebabkan pada daerah hilir terjadi penumpukan zat-zat yang terbawa dari daerah muara sungai.
Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai rata-rata pH pasang dan surut yaitu antara 6,3-6,8. Nilai pH terendah pasang dan surut terdapat pada stasiun I yaitu 6,3. Sedangkan nilai pH pasang dan surut tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 6,8. Rukminasari (2014) menyatakan Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2. Kemudian Selain itu Suciaty (2011) menambahkan terdapat pula faktor fisis lain yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi ketinggian nilai pH seperti suhu, salinitas, curah hujan, perubahan musim.
Nilai derajat keasaman (pH) perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang berkisar rata-rata antara 6,3-6,8. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang cenderung bersifat asam. Kisaran pH terendah terdapat pada stasiun I yaiti 6,3. Nilai pH yang rendah ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah CO2 yang terlarut karena pada saat penyerapan CO2 terjadi perubahan sistemkarbonat dalam air laut dan turunnya jumlah mineral karbonat penyusun kerangka kapur yang dapat menurunkan pH sesuai dengan Rukminasari (2014).
Rendahnya nilai pH air pada stasiun tersebut juga disebabkan stasiun tersebut memiliki salinitas yang lebih rendah dari stasiun yang lain, sehingga kondisi pH perairannya sedikit lebih rendah dibanding stasiun lainnya. Secara umum daerah perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang tergolong pada kategori layak bagi organisme perairan karena berada pada kisaran 7 – 8.5 (Amri, 2018).
Salinitas
Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai rata-rata salinitas pada perairan Ekowisata Lubuk Kertang selama pengamatan adalah berkisar rata-rata 16,6-21,3.
Nilai rata-rata salinitas terendah terdapat pada kondisi pasang di stasiun I yaitu 16,3. Sedangkan rata-rata salinitas tertinggi terdapat pada kondisi surut di stasiun III yaitu 21,3. Pada masing-masing kondisi terlihat jelas perbedaan nilai salinitas nya di karenakan pada stasiun I lokasi nya yang jauh dari masuknya sumber air asin, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas pada stasiun I tersebut.sedangkan salinitas tertinggi terdapat pada stasiun III karena stasiun tersebut terdapat di dekat muara dan merupakan tempat bertemunya air dan masuknya air asin hal tersebut sesuai dengan Suhana (2018) yang menyatakan Sebaran salinitas di permukaan laut pada perairan Indonesia sangat befluktuasi bergantung dari struktur geografi, masukan air tawar dari sungai, curah hujan, penguapan dan sirkulasi massa air. Perubahan musim juga memegang peranan penting dalam perubahan salinitas permukaan laut di perairan Indonesia.
Oksigen Terlarut (DO)
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata DO pada perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang selama pengamatan yang dilakukan adalah berkisar antara 3,89-4,58 mg/O2/L. Nilai rata-rata DO terendah terdapat pada
45
stasiun III dengan kondisi surut yaitu 3,89 mg/O2/L. sedangkan nilai DO tertinggi pada stasiun II dengan kondisi pasang yaitu 4,58 mg/O2/L.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa nilai DO pada masing-masing stasiun pada kondisi pasang dan surut di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang berada dibawah standart baku mutu yang telah di tetapkan karena hasil yang di dapatkan ketika pengukuran <5 mg/O2/L, hal tersebut mengacu pada Keputusan Menteri dan Lingkungan Hidup tahun 2004 untuk kehidupan biota laut secara layak kelarutan O2 harus lebih besar daripada 5,0 mg/l.
Pasang Surut
Pengukuran pasang surut yang dilakukan secara langsung di perairan Ekosistem Mangrove Lubuk Kertang menggunakan Tiang Pasut (Tiang Skala) diketahui bahwa ketinggian air tertinggi yaitu 0,85 m dan ketinggian air terendah yaitu 0,26 m dapat dilihat pada grafik gambar 5. Pengukuran pasang surut dilakukan selama 39 jam yaitu pengukuran pasang surut periode jangka pendek dan dengan interval waktu setiap 1 jam sekali mencataat ketinggian muka air hal tersebut sesuai dengan Hasriyanti (2015).
Berdasarkan metode GeoTide Analyzer yang digunakan didapatkan komponen-komponen pasang surut yaitu M2; 0.09556, K1; 0.10881, S2; 0.07952, O1; 0.01895, P1; 0.02842, N2; 0.08690, K2; 0.08494, Q1; 0.04756, M4; 0.06053 dan MS4; 0.06718 dihasilkan bahwa nilai Formzhal untuk daerah perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang adalah 0,7297. Berdasarkan hasil perhitungan Formzhal, maka Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang termasuk kedalam tipe Pasang Surut Campuran condong harian ganda dominan (Semi
Diurnal Tide) yaitu pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, dengan nilai 0,25<0,72≤ 1,5. Hal tersebut sesuai dengan Korto et al., (2015) yang menyatakan bahwa jika F≤0,25 maka ternasuk kedalam jenis pasang surut harian ganda; jika 0,25<F≤1,5 termasuk kedalam jenis pasang surut campuran (ganda dominan); jika nilai F berada pada 1,5<F≤3 maka termasuk kedalam jenis pasang surut campuran (tunggal dominan) dan jika F>3 maka termasuk kedalam jenis pasang surut harian tunggal.
Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Air
Hasil uji laboratorium didapatkan bahwa kandungan Kadmium dalam air yang terdapat di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang yang terdapat pada tabel 4 menunjukkan bahwa stasiun I didapatkan nilai rata-rata sebesar <0,002 mg/L, stasiun II dengan nilai rata-rata yang sama dengan stasiun I yaitu <0,002 mg/L dan stasiun III dengan nilai rata-rata sebesar 1,049 mg/L. Berdasarkan Keputusan Mentri dan Lingkungan Hidup no 51 tahun 2004 perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang sudah melampaui ambang batas kadmium (Cd) yaitu 0,001 mg/L dan masuk kedalam kategori tercemar.
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan kadmium di perairan Ekowisata mangrove Lubuk Kertang pada stasiun III memiliki nilai kandungan kadmium yang paling tinggi yaitu 1,049 mg/L. Tingginya nilai logam berat pada stasiun III karena daerah ini merupakan daerah aktivitas kapal nelayang yang intens untuk pergi menuju laut sehingga aktivitas kapal tersebut menghasilkan logam berat yang masuk ke perairan tersebut denga waktu yang lama. Hal tersebut sesuai Kawung, et.al, (2016) Tingginya tekanan lingkungan
47
pada ekosistem pantai disebabkan adanya buangan dari berbagai aktivitas manusia di daratan yang dapat mengalir ke laut melalui sungai Buangan-buangan tersebut dapat berupa bahan anorganik ataupun organik. Bahan anorganik dapat berupa logam-logam, terutama hasil buangan pertambangan, transportasijuga dan industri yang bersifat toksik serta Akbar et al (2016) menyatakan bahwa logam berat Cadmium dapat berasal dari cat pada perahu nelayan dan tumpahan solar di laut.
Berdasarkan tabel hasil pengujian menunjukkab bahwa kadmium di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang pada stasiun III merupakan daerah yang paling rentan terhadap pencemaran logam berat Cd. Peningkatan nilai kadmium di banding pada stasiun I dan II yang terletak jauh dari muara dan aktivitas yang jarang. Peningkatan nilai kadmium tersebut terjadi karena stasiun tersebut merupakan pertemuan antara 3 sumber air yang mengakibatkan pertemuan arus yang masuk cukup deras. Peningkatan nilai kandungan nilai Cd karena adanya dorongan dari daerah aliran di sekitar ekowisata mangroe lubuk kertang yaitu pabrik kelapa sawit yang paling dekat dengan stasiun III.
Perlunya analisis kandungan logam berat pada air di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang dikarenakan adanya beberapa masyarakat Desa Perlis yang terletak di dekat stasiun III masi menggunakan aliran air tersebut dan membuang semua limbah rumah tangga dan semua kegiatan yang ada di desa tersebut yang berada di sekitar lokasi karena menurut Syaikhah et al., (2017).
logam berat yang terlarut dalam perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan organisme perairan. Kontaminasi logam berat yang terakumulasi pada biota perairan akan berdampak pada manusia
dimana masyarakat memanfaatkan hasil laut sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari.
Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Sedimen
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium Badan Standardisasi Medan di dapatkan bahwa kandungan logam berat kadmium yang terdapat pada sedimen pada setiap stasiun penelitian di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang (Tabel 4) memiliki nilai rata-rata berkisar antara <0,12- 4,137. Dengan nilai kandungan Kadmium terendnah pada stasiun I dan stasiun II yang sama yaitu
<0,12 dan nilai kandungan Kadmium pada sedimen tertinggi pada stasiun III yaitu 4,137. Berdasarkan IACD/CEDA (1997) kandungan kadmium yang terdapat di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang pada stasiun I dan II masi termasuk kedalam level target karena nilai kandungan nya masi dibawah 0,8 dan untuk stasiun III tergolong kedalam level tes yaitu karena nilainya diantara 2 - 7,5 karena nilai kandungan nya diantara level limit dan level tes.
Stasiun III merupakan stasiun yang memiliki nilai kadmium yang tinggi diantara stasiun lainnya, tingginya kandungan kadmium yang terdapat padda sedimen disebabkan beberapa faktor yaitu faktor seperti pembuangan limbah dan endapan sampah plastik yang banyak di lokasi penelitian. Serta aktivitas nelayan disekitar lokasi penelitian tempat bersandar nya perahu-perahu yang terbawa oleh air dan angin yang kemudian akan menjadi endapan di ndasar perairan lokasi tersebut. hal tersebut sesuai Noor (2018) yang menyatakan sumber-sumber logam berat Cd di laut, berasal dari sumber yang bersifat alami dari lapisan kulit bumi seperti masukan dari daerah pantai yang berasal dari sungai-sungai dan abrasi pantai akibat aktivitas gelombang, masukan dari laut dalam yang berasal dari
49
aktivitas geologi gunung berapi laut dalam, dan masukan dari udara yang berasal dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu. Logam berat Cd juga dapat berasal dari aktifitas manusia, seperti limbah pasar dan limbah rumah tangga, aktivitas transportasi laut dan aktivitas perbaikan kapal laut.
Faktor penyebab pada stasiun I dan stasiun II nilai kandungan kadmium ya rendah yaitu lokasi stasiun I dan stasiun II tidak banyak aktivitas manusia. Faktor lainnya adalah pngaruh pasang surut. Karena pasang surut yang dapat mengaduk / membuat partikel-partikel yang ada di permukaan perairan serta logam berat yang terkandung menjadi mengendap di dasar perairan dan terus menurus menjadi sedimen. Hal tersebut sesuai dengan Setiawan (2013) yang menyatakan bahwa logam berat yang masuk ke lingkungan perairan sungai akan terlarut dalam air dan akan terakumulasi dalam sedimen dan dapat bertambah sejalan dengan berjalannya waktu, tergantung pada kondisi lingkungan perairan tersebut. Serta Santosa (2013) menambahkan Dalam suatu proses sedimentasi, zat-zat yang masuk ke laut berakhir menjadi sedimen. Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-layang di dalam laut. Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersusfensi kembali oleh yang di pengaruhi oleh arus bawah sebelum kemudian jatuh kembali dan tertimbun.
Kandungan Logam Berat Cd Pada Akar, Kulit Batang, Daun Pohon Mangrove Rhizopora apiculata
Akar Rhizopora apiculata
Hasil penelitian kandungan logam berat Kadmium pada akar pohon mangrove Rhizopora apiculata memiliki konsentrasi sebesar 2,527 mg/kg pada stasiun III dan dapat dilihat pada (Tabel 5). Nilai kandungan pada akar ini jauh
lebih tinggi dibandingkan kandungan Kadmium kulit batang dan daun. Tingginya konsentrasi di akar disebabkan karena akar merupakan organ pertama yang langsung berinteraksi dengan sedimen atau tanah untuk menyerap unsur hara dan nutrien dan setelah itu di lanjutkan ke organ lainnya pada pohon mangrove Rhizopora apiculata. Hal tersebut sesuai dengan Munthe (2017) yang menyatakan bahwa proses absorpsi dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu: akar, terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik, daun bagi zat yang lipofilik dan stomata untuk masukan gas. Serta Kartikasari et al (2002) menambahkan bahwa tumbuhan mangrove mengakumulasi logam berat paling tinggi terdapat pada bagian akar.
Dari hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium Badan Standardisasi Industri Medan diketahui bahwa kandungan logam berat kadmium di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang yaitu pada stasiun I dan II kandungan Kadmiumnya yaitu < 0,12 mg/kg dan nilai kandungan pada stasiun III yaitu 2,527 mg/kg. Nilai tersebut tergolong di atas/ melebihi baku mutu ambang batas standart yang teleh di tentukan oleh World Health Organization (1996) yang menyatakan bahwa kandungan logam berat kadmium untuk tanaman yaitu 0,02 mg/kg.
Kandungan logam berat Kadmium pada pohon mangrove Rhizopora apiculata yang terdapat di perairan Ekowisata Mangrove Lubuk Kertang penting untuk diketahui kandungan logam beratnya karena pohon Rhizopora apiculata mempunyai manfaat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, salah satunya digunakan dalam obat herbal. Hal tersebut sesuai dengan Mutia (2018) yang menyatakan bahwa Rhizopora apiculata merupakan jenis tanaman bakau
51
yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai obat herbal dan Tanaman ini tersebar luas dan terbanyak berada di Indonesia dengan kandungan 100000–200000 senyawa aktif didalamnya.
Kulit Batang Rhizopora apiculata
Hasil penelitian kandungan logam berat Kadmium di kuliy batang pada setiap stasiun mempunyai rata-rata nilai yang bervariasi tetapi kandungan yang sama terdapat pada stasiun I dan II yaitu <0,12 mg/kg dan nilai kandungan pada stasiun III yaitu 1,043 mg/kg. Pada saat pengambilan sampel kulit batang pohon, pemilihan sampel yang diambil dilakukan secara acak pada lokasi stasiun yang telah di tentukan, sehingga menyebabkan perbedaan ukuran dan umur pohon yang diambil. Batang pohon mangrove yang besar diasumsikan mempunyai umur yang sudah tua sehingga sudah mengakumulasi logam berat dalam waktu yang lama dibanding pohon mangrove yang berukuran yang lebih kecil. Hal tersebut sesuai dengan Nastia (2014) menyatakan bahwa perbedaan diameter batang pohon menentukan banyaknya logam berat dan zat zat lain yang terakumulasi di dalam pohon tersebut. Besarnya diameter batang pohon maka usia pohon juga semakin tua sehingga akumulasi zat-zat yang terdapat di dalam pohon tersebut semakin besar. Semakin besar kelas diameter semakin meningkat pula akumulasi logamnya, tetapi tidak dibarengi dengan peningkatan konsentrasinya pada bagian lain yaitu akar dan batang.
Daun Rhizopora apiculata
Berdasarkan pengukuran logam berat Cd pada daun pohon Rhizopora apiculata menunjukkan hasil yang sangat rendah di banding kandungan yang terdapat pada akar pohon mangrove dan kulit batang pohon mangrove Rhizopora
apiculata. Pada stasiun I rata-rata kandungan Cd pada daun Rhizopora apiculata sebesar <0,12 mg/kg , sedangkan stasiun II memiliki nilai yang sama dengan stasiun I yaitu <0,12 mg/kg dan kandungan rata-rata logam berat pada stasiun III yaitu sebesar 0,150 mg/kg.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada pengujian laboratorium dapat di
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada pengujian laboratorium dapat di