• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Empat Jenis Mikroalga

Pertumbuhan keempat mikroalgadiukur berdasarkan nilai OD(Optical Density) yang diukur setiap hari pada masing-masing media kultur. Pada saat peremajaan dikulturdalam media BG 11 dan pada saat skala lapang dikultur menggunakan media teknis yang berbeda setiap mikroalga. Synechococcus sp. ICBB 9111 dikultivasi pada media N2P1, Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dikultivasi pada media N2P1, Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dikultivasi pada media N2P2, Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dikultivasi pada media N3P3.

Synechococcus sp. ICBB 9111, Chlamydomonas sp. ICBB 9112,

Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dan Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang ditumbuhkanpada media BG 11 mencapai OD 0.5 pada hari ke- 67, 38, 43 dan 54 (Gambar 4). Pertumbuhan keempat jenis mikroalga pada media BG 11 membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai OD 0.5 karena merupakan masa adaptasi pertumbuhan/peremejaan. Mikroalga pada tahap ini menghasilkan makromolekul dan regenerasi sel yang cukup lambat, hal ini dapat disebabkan karena sumber cahaya berupa lampu 2000 lux sehingga proses fotosintesis kurang optimum.

Synechococcus sp. ICBB 9111 dan Chlamydomonas sp. ICBB 9112 yang ditumbuhkan pada pada media N2P1 mencapai OD 0.5 yaitu pada hari ke- 27 dan 21. Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dan Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang ditumbuhkan pada media N2P2 dan media N3P3 mencapai OD 0.5 yaitu pada hari ke-15 dan 19 (Gambar 5). Morfologi keempat mikroalga dapat dilihat pada Gambar 6. Laju pertumbuhan keempat mikroalga dalam media teknis pada skala lapang membutuhkan waktu untuk mencapai OD 0.5 yang relatif lebih singkat. Menurut Mata et al. (2011), pertumbuhan alga dipengaruhi oleh faktor abiotik, biotik dan operasional. Faktor abiotik meliputicahaya (kualitas dan kuantitas), suhu, konsentrasi nutrisi, O2, CO2, pH, salinitas dan adanya bahan kimia beracun. Faktor biotik antara lain adanya patogen (bakteri, jamur, virus) dan persaingan antar alga lainnya. Faktor operasional seperti proses pencampuran dan kedalaman media dalam aquarium. Cahaya merupakan faktor pembatas paling penting dalam kultivasi alga, baik di ruang terbuka maupun ruang tertutup.Aspek dasar terpenting secara biologi dari cahaya adalah kuantitas dan kualitasnya. Kedua karakter ini berfluktuasi di perairan, bergantung kepada waktu (harian, musiman dan tahunan), ruang (perbedaan lokasi dan kedalaman), kondisi cuaca.Pengaruh suhu terhadap spesies mikroalga yang dikultur di laboratorium telah banyak didokumentasikan dengan baik, tetapi besarnya efek suhu dalam produksi biomassa di luar ruangan masih belum cukupdiakui.

12   

Gambar 4 Kurva Pertumbuhan empat jenis mikroalga pada media BG 11 (a)

Synechococcus sp. ICBB 911; (b) Chlamydomonas sp. ICBB 9112; (c)

Chlamydomonas sp. ICBB 9113; (d) Chlamydomonas sp. ICBB 9114

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan empat jenis mikroalga pada media media teknis (a) Synechococcus sp. ICBB 911; (b) Chlamydomonas sp. ICBB 9112; (c) Chlamydomonas sp. ICBB 9113; (d) Chlamydomonas sp. ICBB 9114   0 0.2 0.4 0.6 0 20 40 60 80 OD

Pengamatan (hari ke-)

y = 0,007x + 0,0335 R² = 0,9978 (a) 0 0.2 0.4 0.6 0 10 20 30 40 OD

Pengamatan (hari ke-) y = 0,0124x + 0,0199 R² = 0,9917 38 (b) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 20 40 60 OD

Pengamatan hari ke-y = 0,0101x + 0,0002 R² = 0,9186 (c) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 20 40 60 OD

Pengamatan (hari ke-) y = 0,0077x + 0,0251 R² = 0,9726 (d) 0 0.2 0.4 0.6 0 10 20 30 OD

Pengamatan (hari ke-) y = 0,0165x + 0,1175 R² = 0,875 27 (a) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 10 20 30 OD

Pengamatan (hari ke-) y = 0,0191x + 0,0623 R² = 0,8578 21 (b) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 10 20 OD

Pengamatan (hari ke-) y = 0,035x + 0,026 R² = 0,908 15 (c) 0 0.2 0.4 0.6 0.8 0 5 10 15 20 OD

Pengamatan (hari ke-) y = 0,0222x + 0,0829 R² = 0,8418

19

(d) 67

13  

Karakteristik Kimia Biomassa Empat Jenis Mikroalga

Mikroalga dipanen pada saat mencapai OD 0.5. Pemanenan dilakukan dengan cara menambahkan tawas sebanyak 0.3 g/L (hasil desk study). Biomassa mikroalga yang telah mengendap kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dibilas dengan air, selanjutnya biomassa dikeringkan pada oven selama 24 -48 jam dengan suhu 80oC. Biomassa yang telah kering dianalisis kadar air, kadar abu, dan kadar asam lemak bebas (FFA). Hasil karakterisasi biomassa mikroalga dapat dilihat pada Tabel 2.

Yield biomassa kering mikroalga berkisar antara 0.19-0.45 g/L (Tabel 2).

Yield biomassa tertinggi dihasilkan oleh Chlamydomonas sp. ICBB 9114 dan yield

biomassa terendah dihasilkan oleh Chlamydomonas sp. ICBB 9112. Hal ini berbeda dengan hasil Arisanti (2011) yang menunjukkan bahwa biomassa tertinggidihasilkan oleh Synechococcus sp. ICBB 9111 dengan rataan 0.439 g/L dan biomassa terendah dihasilkan oleh Chlamydomonas sp.ICBB 9113 sebesar 0.188 g/L. Tinggi rendahnya jumlah biomassa yang dihasilkan tergantung kemampuan sel mikroalga untuk tumbuh dan membelah diri yang dipengaruhi oleh jenis mikroalga, media pertumbuhan dan faktor lingkungan. Menurut Kersey dan Munger (2009), produksi biomassa mikroalga merupakan faktor penting, karena dengan biomassa dapat menghasilkan karbohidrat, protein dan lipid. Keberhasilan teknik kultur bergantung pada kesesuaian antara jenis mikroalga yang dibudidayakan dan beberapa faktor lingkungan seperti cahaya, suhu dan pH. Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat dalam bahan makanan dengan derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno 2008).Kadar air keempat jenis mikroalga berkisar antara 8.5-11%. Kadar air tertinggi yaitu

Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dan kadar air terendah Chlamydomonas sp. ICBB 9114 (Tabel 2). Kandungan air yang tinggi pada biomassa mikroalga akan berpengaruh terhadap jumlah pelarut yang akan dipakai pada saat proses ekstraksi. Semakin tinggi kadar air maka pelarut yang digunakan akan semakin banyak. Selain itu, kadar air yang tinggi pada bahan akan mempengaruhi proses penyimpanan. Kandungan air yang relatif tinggi akan mempercepat kemunduran kualitas bahan, dalam hal ini, kualitas lipid yang dihasilkan. Kandungan air yang tinggi pada bahan akan mempercepat kerusakan lipid terutama reaksi hidrolisis. Semakin tinggi kadar air yang ada pada mikroalga kandungan asam lemak bebas yang terukur semakin tinggi. Ketaren (1986) menyatakan bahwa hidrolisis adalah reaksi air dengan minyak/lemak yangmenyebabkan putusnya beberapa ikatan ester dari minyak/lemak, sehingga menghasilkangliserol dan asam lemak bebas. Reaksi hidrolisis dapat dipercepat oleh suhu dan tekanan tinggi dengan sejumlah air berlebih.Menurut Daramola et al. (2007), asam lemak bebas dapat dihasilkan dari proses oksidasi poly unsaturated fatty acids (PUFA) yang terkandung dalam bahan.

Bahan pangan sebagian besar yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Bahan-bahan organik terbakar dalam proses pembakaran tetapi zat anorganiknya tidak terbakar, karena itulah disebut abu (Winarno 2008).Kadar abu keempat jenis mikroalga berkisar antara 30.50-43.39%. Kadar abu tertinggi yaitu

Synechococcus sp. ICBB 9111 dan kadar abu terrendah yaitu Chlamydomonas sp. ICBB 9113. Kadar abu yang tinggi pada keempat jenis mikroalga berasal dari

14   

media yang dipakai pada proses kultivasi, karena bahan kimia yang digunakan dalam proses kultur berupa mineral.

Proses pembilasan biomassa sebelum dilakukan pengeringan tidak dapat menurunkan kandungan abu/mineral yang ada pada biomassa, sehingga perlu dicari alternatif lain untuk menurunkan kadar abu tersebut. Tingginya kadar abu pada biomassa mikroalga disebabkan juga oleh proses pemanenan dengan menggunakan flokulan yang merupakan kelemahan dari metode ini.Media yang belum terlarut sempurna pada saat kultur dapat terukur sebagai abu. Menurut Sudarmadji et al. (1996),elemen mineral tidak dapat dirusak dengan pemaparan panas, cahaya, zat pengoksidasi, pH ekstrim maupun faktor lainnya yang mempengaruhi zat gizi organik. Mineral dalam abu biasanya dalam bentuk metal oksida, sulfida, fosfat, nitrat, klorida dan halida lainnya.Menurut Bilanovic et al.(1988), pemanenan mikroalga yang layak secara ekonomi untuk produksi

biofuel yaitu hanya dengan pengendapan menggunakan bahan kimia (flokulasi)dalam hal ini kontaminasi oleh koagulan tidak menjadi perhatian.

Synechococcus sp. ICBB 9111 Chlamydomonas sp. ICBB 9112

Chlamydomonas sp. ICBB 9113 Chlamydomonas sp. ICBB 9114

15  

Tabel 2Hasil karakterisasi biomassa mikroalga. Komposisi kimia Jenis mikroalga Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lipid (%)

Free fatty acid (FFA) (%) Yield biomassa (g/l) Synechococcus sp. ICBB 9111 10.72±0.31 43.39±0.15 4.19±0.01 1.41±0.00 0.21 Chlamydomonas sp. ICBB 9112 11.00±0.00 42.50±0.71 4.41±0.03 1.53±0.00 0.19 Chlamydomonas sp. ICBB 9113 10.00±0.00 30.50±0.00 4.90±0.05 0.84±0.00 0.26 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 8.5±0.00 36.50±0.00 5.05±0.12 0.92±0.00 0.45

Kadar abu menunjukkan kandungan senyawa organologam (Cu, Fe, Mg) maupun mineral dalam bahan.Kadar abu yang tinggi pada bahan baku akan mempengaruhi terhadap kualitas minyak/biodiesel yang dihasilkan. Kandungan abu yang tinggi pada bahan akan berdampak pada kandungan abu pada minyak yang dihasilkan. Kadar abu yang tinggi akan berbahaya jika digunakan pada sebagai bahan bakar, karena senyawa organologam atau mineral tersebut akan mengendap dan menyebabkan karat pada mesin (Edlund et al. 2002). Untuk meningkatkan kinerja motor pada mesin diesel, kadar abu bahan bakar nabati harus serendah mungkin, karena abu dapat mengikis unit-unit injektor pada motor. Berdasarkan SNI 04-7182-2006 mengenai mutu biodiesel,kadar abu yang memenuhi syarat mutu biodiesel maksimum 0,02%.

Mineral Ca, Co, Cu, Fe, Mg, Mn, dan Ni dapat menyebabkan oksidasi dan berpengaruh terhadap kualitas serta pemelihaaran minyak dan lemak secara langsung (Gonzalves et al. 2010). Mineral Cu, Pb, and Zn merupakan katalis oksidasi pada biodiesel (Lepri et al. 2011). Agencia Nacional do Petroleo (ANP), Gas Natural Biocombustiveis Bazil mensyaratkan kandungan mineral maksimum dalam biodiesel untuk Na, K, Ca and Mg (5 mg kg-1), P (10 mg kg-1), dan S (50 mg kg-1), akan tetapi peraturan ini masih dalam proses (Resolucao ANP 2008). Menurut Soares et al.(2012) komponen utama dan trace elements (Al, As, Ba, Ca, Cd, Co,Cr, Cu, Fe, K, La, Mg, Mn, Mo, Na, Ni, P, Pb, S, Se, Sn, Sr, Ti, Tl, U, V, and Zn), terukur pada fatty acid methyl esters (FAMEs). Komponen tersebut berasal dari mikroalga yang segar, residu biomassa, lipid, FAMEs kasar, fraksi terlarut dan FAMEs murni pada mikroalga Chlorella sp.

Kadar lipid keempat isolat mikroalga berkisar 4.19-5.05%.Synechococcus

sp. ICBB 9111 mempunyai kadar lipid terendah dan Chlamydomonas sp. ICBB 9114 tertinggi kadar lipidnya. Tinggi rendahnya kadar lipid mikroalga dipengaruhi oleh jenis mikroalga maupun kondisi kultur. Menurut Lin dan Lin (2011), pada kondisi stress (cekaman) lingkungan seperti defisiensi nitrogen (amonium), aktivitas metabolisme lipid mikroalga umumnya terganggu. Menurut Chen et al. (2011), mikroalgadengan karakteristik yang sensitif terhadap perubahan kondisi budidaya diharapkan dapat memproduksi minyak dengan profil asam lemak yang konsisten untuk dikonversi menjadi biodisel yang berkualitas tinggi atau sesuai dengan spesifikasi standar.Hingga saat ini, sebagian besar penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan metabolisme lipid adalah dengan mendisain laboratorium untuk menciptakan kondisi atau faktor pembatas namun terkontrol.Budidaya mikroalga dalam skala besar di kolam terbuka atau dengan sistem fotobioreaktor tertutup untuk memproduksi minyak dipengaruhi oleh faktor

16   

lingkungan yang komplek seperti kondisi cuaca (terutama fluktuasi suhu dan radiasi cahaya) dan teknik manajemen budidaya.

Kadar asam lemak bebas (FFA) keempat jenis mikroalga berkisar antara 0.84-1.53%. Kadar FFA tertinggi yaitu Chlamydomonas sp. ICBB 9112 dan kadar FFA terrendah yaitu Chlamydomonas sp. ICBB 9113. Tinggi rendahnya kadar FFA yang dihasilkan berpengaruh terhadap proses pembuatan biodiesel. Kadar FFA yang terukur kurang 2% persen, sehingga proses pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan satu tahapan yaitu transesterifikasi menggunakan katalist basa. Menurut Canacki dan Van Gerpen (2001) terbentuknya sabun pada proses produksi biodiesel dari minyak yang mempunyai kadar air dan asam lemak bebas tinggi akan menyulitkan proses pencucian dan rendahnya rendeman biodiesel. Alternatif yang bisa dilakukan jika kadar asam lemak bebas tinggi yaitu dengan dua tahap proses yaitu menggunakan katalis asam (esterifikasi) dan katalis basa (transesterifikasi), akan tetapi akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang dibutuhkan akan lebih tinggi. Menurut Tyson (2004), minyak yang mengandung asam lemak bebas 10% akan kehilangan rendeman biodiesel sebesar 30% apabila diproses menjadi biodiesel dengan cara transesterifikasi.

Komposisi Asam Lemak Empat Jenis Mikroalga

Asam lemak penyusun minyak dan lemak terdiri dari asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dan asam lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid dan

polyunsaturated fatty acid). Jumlah dan komposisi asam-asam lemak jenuh dan tak jenuh dalam minyak dan lemak tergantung pada jenis minyak dan lemak tersebut (Martin et al. 2010).

Ekstraksi lipid untuk karakterisasi asam lemak menggunakan pelarut kloroform-metanol. Sheng et al.(2011), menyatakan bahwa kombinasi pelarut kloroform-metanol dapat menembus sampai bagian tilakoid, karboksisom sel mikroalga Synechocystis. Kemampuan penetrasi yang baik dan kerusakan membran intraseluler merupakan indikasi bahwa ektraksi lipid dengan metode berbasis kombinasi kloroform-metanol dapat menghasilkan lipid yang maksimum.Meskipun metode ini dikembangkan untuk mengekstraksi lipid netral seperti triacylgliserol (TAG), tetapi juga cocok untuk mengekstraksi lipid polar. Hal ini terjadi karena metode inimemiliki tingkat efisiensi yang tertinggi, namun toksisitas kloroform dan metanol membuat pelarut ini tidak cocok untuk dipakai pada ekstraksi skala besar.Hasil karakterisasi komposisi asam lemak 4 jenis mikrolaga yang di ekstraksi dengan kloroform-metanol dapat dilihat pada Tabel 3.

Komposisi asam lemak Synechococcussp. ICBB 9111 mempunyai nilai dominan asam lemak tertinggi berupa asam lemak C18:3 (47.03%), tertinggi kedua C16:0 (24.71%), dan yang terendah C8:0 (0.9%) (Gambar 7). Hasil penelitian Sahu et al. 2013 menunjukkan bahwa Synechococcussp. mempunyai asam lemak C16:1 (82.12 ± 0.62%), C16:0 (8.74 ± 0.13%) dan C18:2 (5.45 ± 0.17%). Perbedaan komposisi asam lemak tersebut karena setiap mikroalga mempunyai kemampuan mensintesis yang berbeda tergantung jenis isolat dan kondisi kultur mikroalga.

Komposisi asam lemak Chlamydomonas sp. ICBB 9112 mempunyai nilai dominan asam lemak yaitu C16:0 (47.38%), tertinggi kedua C18:3 (21.61%), dan yang terendah C8:0 (0.7%) (Gambar 8). Komposisi asam lemak Chlamydomonas

17  

sp. ICBB 9113 mempunyai nilai dominan asam lemak yaitu C18:3 (42.57%), tertinggi kedua C16:0 (15.39%), dan yang terendah C10:0 (0.09%) (Gambar 9). Menurut Canacki (2007), produksi bahan bakar disel memerlukan asam lemak rantai pendek dan asam lemak jenuh, karena mempunyai titik leleh (melting point) yang rendah, bilangan setan yang tinggi dan cenderung tidak mudah teroksidasi.

Chlamydomonas sp. ICBB 9112 memiliki C16:0 yang dominan sehingga dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan bahan bakar disel.Komposisi asam lemak

Chlamydomonas sp. ICBB 9114 mempunyai nilai dominan asam lemak tertinggi yaitu C18:3 (34.42%), tertinggi kedua C16:0 (22.26%), dan yang terendah C18:0 (4.66%). Chlamydomonas sp. ICBB 9114 tidak teridentifikasi asama lemak rantai C8:0, C10:0 dan C12:0 (Gambar 10). Berdasarkan hasil penelitian Poerschmann

et al. (2004) komposisi asam lemak Chlamydomonas sp. yang di tanam pada pH 7 fotoautotrof : C:14 (1,37%), C16:0 (33,3%), C18:0 (1,9%), C18:1ω9c (4,13%), C18:1ω7c (2,78%), C18:2 ω6,9cc (0,37%), C18:3ω3,6,9ccc (35,43%), C20:1 ω9c (0,41%).

Tabel 3Hasil karakterisasi komposisi asam lemak 4 jenis mikrolaga Jenis asam lemak Synechococcus sp. ICBB 9111 Chlamydomonas sp. ICBB 9112 Chlamydomonas sp. ICBB 9113 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 C 8 : 0 N-Kaplirat 13.90 11.20 2.30 0 C 10 : 0 Kaprat 16.10 13.70 1.90 0 C 14 : 0 Miristat 12.40 16.20 163 178.50 C 16 : 0 Palmitat 353.80 725 326 643.10 C 18 : 0 Stearat 27.20 53.50 18 134.70 C 14 : 1 Miristoleat 0 0 108.50 136.20 C 16 : 1 Palmitoleat 0 20.90 150.10 300.50 C 18 : 1 Oleat 97.60 205.90 175.40 301.20 C 18 : 2 Linoleat 237.30 153.10 271.10 200.20 C 18 : 3 Linolenat 673.30 330.60 901.50 994.20

Hasil karaktersiasi komposisi asam lemak (Tabel 4) menunjukkan bahwa

Chlamydomonas sp. ICBB 9114 mempunyai nilai C16:0 (643.10 mg/100g) dan C18:0

(134.70 mg/100g) yang tinggi dibandingkan denganjenis mikroalga yang lain. Asam lemak C16:0 dan C18:0 merupakan asam lemak tak jenuh yang akan berpengaruh terhadap bilangan setana pada biodisel yang hasilkan. Knothe et al.

(2003),asam lemak jenuh tinggi pada minyak seperti C16:0 dan C18:0akan menghasilkan bilangan setana yang tinggi. Semakin tidak jenuh komposisi asam lemak maka akan menghasilkan bilangan setana yang tinggi. Bilangan setana pada bahan bakar menunjukkan kemampuan daya bakar suatu bahan bakar. Menurut Krawczyk (1996), rantai carbon minyak disel yaitu 15 karbon, yang hampir mirip dengan rantai karbon minyak tanaman yang berkisar antara 14-16 karbon. Berdasarkan karakteristik strukturnya menunjukkan bahwa biodisel dapat mensubstitusi bahan bakar konvensional.

18   

Gambar7 Diagram persentasi komposisi asam lemakSynechococcussp. ICBB 9111

Gambar 8 Diagram persentasi komposisi asam lemakChlamydomonas sp.

ICBB 9112 0.97 1.12 0.87 24.71 1.90 6.82 16.58 47.03 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 C 8 : 0 C 10 : 0 C 14 : 0 C 16 : 0 C 18 : 0 C 18 : 1 C 18 : 2 C 18 : 3 Persentasi Asam lemak (% )

Jenis asam lemak

0.73 0.90 1.06 47.38 3.50 0,00 1.37 13.46 10.01 21.61 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 C 8 : 0 C 10 : 0 C 14 : 0 C 16 : 0 C 18 : 0 C 14 : 1 C 16 : 1 C 18 : 1 C 18 : 2 C 18 : 3 Persentasi asam lemak (% )

19  

Gambar 9 Diagram persentasi komposisi asam lemakChlamydomonas sp.

ICBB 9113

Gambar 10 Diagram persentasi komposisi asam lemakChlamydomonas sp.

ICBB 9114

Jenis asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh (saturated) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated) serta asam lemak tak jenuh terdiri dari

monounsaturateddan polyunsaturated. Hasil pengujian asam lemak jenuh untuk keempat jenis mikroalga berkisar antara 423.3-956.3 mg/100g, asam lemak tak jenuh berkisar antara 710.5-1932.3. Chlamydomonas sp. ICBB 9114 mempunyai komposisi asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh dan asam lemak tidak jenuh

0.11 0.09 7.70 15.39 0.85 5.12 7.09 8.28 12.80 42.57 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 C 8 : 0 C 10 : 0 C 14 : 0 C 16 : 0 C 18 : 0 C 14 : 1 C 16 : 1 C 18 : 1 C 18 : 2 C 18 : 3 Persentasi asam lemak (% )

Jenis asam lemak

6.18 22.26 4.66 4.72 10.40 10.43 6.93 34.42 0 5 10 15 20 25 30 35 40 C 14 : 0 C 16 : 0 C 18 : 0 C 14 : 1 C 16 : 1 C 18 : 1 C 18 : 2 C 18 : 3 Persentasi asam lemk (% )

20   

tunggal atau ganda paling tinggi dibandingkan jenis mikroalga lainnya.

Chlamydomonas sp. ICBB 9114 juga mempunyai komposisi asam lemak tak jenuh paling tinggi dibandingkan dengan komposisi jenis asam lemak lainnya. Menurut Ramos et al. (2009), bilangan setana mempunyai hubungan yang linear dengan jumlahasam lemak tidak jenuh. Knothe et al. (2003) menyatakan bahwa bilangan setana yang rendah disebabkan oleh kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi seperti C18:2 dan C18:3 ,akan tetapi jika asam lemak jenuh tinggi seperti C16:0 dan C18:0 akan menghasilkan bilangan setana yang tinggi. Minyak mikroalga dikenal mempunyai PUFAs yang tinggi dengan tiga atau lebih ikatan rangkap, akan tetapi terdapat spesies yang memiliki jumlah asam lemak jenuh (SFAs) yang tinggi (Chisti 2007).Komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh empat jenis mikroalga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4Komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh empat jenis mikroalga Jenis mikroalga Saturated

(mg/100g) Unsaturated (mg/100g) Monounsaturated (mg/100g) Poliunsaturated (mg/100g) Chlamydomonas sp. ICBB 9113 511.30 1606.70 434 1172.60 Synechococcus sp. ICBB 9111 423.30 1008.20 97.60 910.60 Chlamydomonas sp. ICBB 9112 819.60 710.50 226.80 483.70 Chlamydomonas sp. ICBB 9114 956.30 1932.30 737.90 1194.40  

Produksi Fatty Acid Metyl Ester (FAMEs) Empat Jenis Mikroalga

Produksi biodiesel dari mikroalga melalui proses ekstraksi lipid dari biomassa dan dilanjutkan dengan konversi lipid menjadi Fatty Acid Metyl Ester

(FAMEs) melalui proses transesterfikasi (D’Oca et al. 2011).Proses pembuatan biodiesel ada 2 cara yaitu esterifikasi (katalis asam) dan transesterifikasi (katalis basa). Pada proses pembuatan biodiesel yang dilakukan pada keempat jenis mikroalgamenggunakan proses transesterifikasi karena kandungan asam lemak bebas pada lipid mikroalga kurang dari 2 % (Tabel 2).Katalist yang digunakan pada proses transesterifikasi yaitu NaOH dan menggunakan pelarut metanol. Menurut Van Gerpen et al.(2004), katalis basa digunakan karena reaksinya sangat cepat, sempurna dan dapat dilakukan pada suhu rendah. Transesterifikasi dengan katalist basa berlangsung antara metanol dan trigliserida melalui pembentukan berturut-turut digliserida dan monogliserida menghasilkan metil ester pada setiap tahapnya.

Jumlah FAMEs yang dihasilkan melalui kuantifikasi menunjukkan bahwa

Chlamydomonas sp.ICBB 9114 mengahsilkan FAMEs tertinggi, sedangkan nilai FAMEs terendah dihasilkan oleh Synechococcus sp. ICBB 9111.Data hasil analisis Fatty acid metyl ester(FAMEs) dariempat jenis mikroalga dapat dilihat pada Tabel 5.

21  

Tabel 5Hasil Fatty acid metyl ester (FAMEs) empat jenis mikroalga

Jenis mikroalga FAMEs (mg/100g)

Synechococcus sp. ICBB 9111 2181.10

Chlamydomonas sp. ICBB 9112 2237.90

Chlamydomonas sp. ICBB 9113 3129.60

Chlamydomonas sp. ICBB 9114 3523.20

Menurut Cheng et al. (2004) reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal misalnya kandungan air, kandungan asam lemak bebas, kandungan zat terlarut maupun tak terlarut dan faktor eksternal seperti suhu, waktu, kecepatan pengadukan,jenis dan konsentrasi katalis serta jumlah nisbah molar metanol terhadap minyak. Canacki dan Van Gerpen (2001), menyatakan bahwa reaksi transesterifikasi mempunyai syarat yaitu minyak harus bersih, tanpa air dan netral, kandungan asam lemak bebas yang rendah. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan mengurangi kebasaan katalist dan membentuk lapisan gel yang akan mempersulit pemisahan dan pengendapan gliserol.

Karakterisasi Biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang Diproduksi secara Transesterfikasi In situ

Proses transesterfikasi in situ dilakukan untuk mengkonversi secara langsung trigliserida yang terkandung dalam mikroalga menjadi biodiesel. Hasil karakterisasi biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang diproduksi secara transesterfikasi in situdapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6Karakterisasi biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang diproduksi secara transesterfikasi in situ

Parameter Satuan Hasil

pengukuran Standar Rendemen %(FAME/biomassa) 2.15 - Total biodisel mg/100g 6721.70 - Densitas kg L-1 0.86 0.85-0.89* 0.864** 0.838***

Bilangan asam mg KOH g-1 1.36 Maks. 0.8*

Bilangan penyabunan

mg KOH g-1 100.10 -

Bilangan iod %-massa (g-I2/100g)

63.20 Maks. 118*

Bilangan setana

- 84.71 Min. 51*

Bilangan ester %-massa 98.75 Min. 96.5* *SNI (2006) ** biodisel mikroalga *** bahan bakar disel (Xu et al.2006) Hasil perhitungan rendemen biodisel yang mengalami proses pencucian menghasilkan nilai yang lebih rendah (2,15%) jika dibandingkan dengan

22   

rendemen biodisel yang terukur dengan GC FID (6,72%) (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa proses pencucian dan pengeringan biodisel dapat menyebabkan kehilangan rendemen biodisel. Menurut Mustafa dan Havva (2010), beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen ester antara lain rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air dan asam lemak bebas yang dapat menghambat reaksi.

Keberhasilan proses transesterifikasiberdasarkan parameter penurunan viskositas minyak, penurunan densitas minyak dan peningkatan kandungan metil ester (Sahirman 2009). Al Widyan dan Al Shyoukh (2002) mengukur keberhasilan proses transesterifikasi berdasarkan penurunan spesific grafity (massa jenis), sedangkan Cheng et al. (2004) menggunakan parameter penurunan kadar gliserida dan peningkatan metil ester (ME) untuk mengukur keberhasilan proses transesterifikasi.Hasil analisis menunjukkan densitas biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang diproduksi secara transesterfikasi in situsudah sesuai dengan SNI biodisel (2006) maupun biodisel mikrolaga (Xu et al. 2006) sebesar 0.86 kg/L.

Bilangan asam merupakan salah satu parameter standar biodiesel, menunjukkan jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak/lemak (Ketaren 2008). Hasil analisis menunjukkan bilangan asam biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang diproduksi secara transesterifikasi in situtidak sesuai dengan SNI biodisel (2006) yaitu lebih besar dari 0.8 mg KOH g-1. Hal ini terjadi karena hidrolisis asam lemak yang terdapat pada biodisel pada saat proses pengeringan setelah pencucian danmengindikasikan bahwa selama proses transesterifikasi asam lemak bebas tidak sepenuhnya terkonversi menjadi metil ester. Menurut Tyson (2004),bilangan asam yang tinggi tidak diinginkan dalam produk biodiesel, dimana bilangan asam lebih dari 0.8 dapat menjadi deposit sistem bahan bakar dan mengurangi umur pompa dan filter.

Bilangan penyabunan menunjukkan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak/lemak (Ketaren 2008), dipengaruhi oleh senyawa-senyawa sepertitriacylglieserol (TAG),diacylglisero (TAG), dan

monoacylgilserol (MAG) yang terbentuk selama proses transesterifikasi.Bilangan penyabunan juga menunjukkan berat molekul dari suatu biodiesel. Semakin banyak DAG dan MAG yang terbentuk, semakin banyak yang terkonversi sehingga semakin menurunkan berat molekul dan meningkatkan bilangan penyabunan ME. Hasil pengkuran menunjukkan bahwa bilangan penyabunan dari biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang diproduksi secara transesterifikasi

in situsebesar 100.10 mg KOH g-1.

Bilangan ester merupakan selisih antara bilangan penyabunan dan bilangan asam sehingga semakin tinggi bilangan ester ME yang terukur menunjukkan tingkat kemurnian biodiesel yang dihasilkan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang diproduksi secara transesterifikasi in situsudah sesuai dengan SNI biodisel (2006) dengan nilai 98.75 %-massa.

Hasil analisis bilangan iod biodisel Chlamydomonas sp. ICBB 9114 yang diproduksi secara transesterifikasi in situsudah sesuai dengan SNI biodisel (2006) dengan nilai 63.20 %-massa (g-I2/100g)dimana beberapa standar biodisel mensyaratkan nilai bilangan iodin yang tidak melebihi 115 atau 120%-massa

(g-23  

I2/100g). Menurut Mittelbach dan Remschmidt(2004), bilangan iod berkaitan dengan derajat ketidakjenuhan minyak/lemak. Semakin tinggi bilangan iod maka terjadi penurunan stabilitas oksidasi yang berakibat pada rendahnya kualitas

Dokumen terkait