• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data Hiperplasia Endometrium dari Histopatolog

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan memeriksa 22 blok parafin jaringan hiperplasia endometrium non atipik pada masing – masing kelompok simpleks dan kompleks berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi hiperplasia endometrium berdasarkan karakteristik

Berdasarkan karakteristik usia subjek penelitian, pada hiperplasia endometrium non atipik lebih banyak dengan usia >40 tahun . Pada kelompok hiperplasia endometrium non atipik simpleks sebanyak 12 orang (54,5%), dengan rerata 42.14 ± 10.106 dan 77,3 % pada kelompok hiperplasia endometrium non atipik kompleks juga sebagian besar berusia > 40 tahun dengan rerata usia 43.18 ± 7.974. Namun dari hasil uji t

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok berdasarkan karakteristik usia (p=0.705). Hasil seperti tersebut diatas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, karena pada usia perimenopause (46-51 tahun) insidensi hiperplasia endometrium akan mengalami peningkatan, terutama pada wanita yang mempunyai riwayat paparan terhadap estrogen endogen maupun eksogen. Paparan estrogen yang tidak seimbang seperti terapi sulih hormon maupun anovulasi kronis merupakan beberapa faktor yang meningkatkan insidensi hiperplasia endometrium.2,3

Penelitian yang dilakukan oleh Reed, et al tentang insidensi hiperplasia endometrium menunjukkan hal yang sama, dimana hiperplasia endometrium terjadi sebagian besar pada kelompok subjek yang juga berusia lebih dari 40 tahun, tepatnya pada kelompok umur 50-54 tahun.2

Sementara penelitian oleh Cahyanti tentang Bcl-2 dan indeks apoptosis hiperplasia endometrium non-atipik simpleks dan kompleks juga menunjukkan hal yang sama, dengan rerata usia yang lebih mendekati penelitian ini, yakni 42,5 tahun.38

50 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi ekspresi Bcl-2 berdasarkan kekuatan

intensitas

Ekspresi Bcl-2

Hiperplasia Endometrium non-

atipik Total Simpleks Kompleks N % n % n % 0 6 27.30 6 27.30 12 27.30 1 10 45.50 4 18,2 14 31.80 2 1 4.50 7 31.80 8 18.20 3 5 22.70 5 22.70 10 22.70 Total 22 100.00 22 100.00 44 100.00

Berdasarkan tabel di atas dijumpai bahwa proporsi ekspresi Bcl2 pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks lebih banyak dengan intensitas yang lemah (45,5%), diikuti dengan intensitas negatif (27,3%) dan terendah adalah intensitas sedang (4,5%), sedangkan pada kelompok hiperplasia endometrium non atipik kompleks proporsi terbesar dengan intensitas sedang (31,8%), diikuti dengan intensitas negatif (27,3%) dan terendah adalah dengan intensitas lemah (22,7%.). Berdasarkan skala pewarnaan immunohistokimia yang dipakai dalam penelitian ini, maka sebagian besar (31,8%) penderita hiperplasia endometrium hanya memberikan gambaran pewarnaan Bcl-2 yang lemah.

Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Vaskivuo et al, tentang apoptosis dan faktor yang terkait apoptosis Bcl-2, Bax, tumor necrosis factor-alfa, dan NF-kB pada kasus hiperplasia endometrium serta karsinoma pada manusia, yang menunjukkan bahwa Bcl-2 diekspreskan dengan skor imunohistokimia yang lebih rendah pada kasus hiperplasia endometrium.5

Temuan yang serupa juga dikemukakan oleh Driak et al dalam penelitiannya tentang perubahan ekspresi penanda apoptosis pada berbagai jenis endometrium manusia yang berbeda, menunjukkan adanya penurunan ekspresi Bcl-2 yang signifkan pada kasus hiperplasia endometrium dibandingkan dengan kasus karsinoma endometrium.31

Apoptosis mengatur hemostasis endometrium selama siklus menstruasi. Penelitian Boise et al pada tahun 1993 meneliti tentang gen B cell lymphoma – 2 (Bcl-2) yang berperan dalam regulasi apoptosis. Jumlah sel dikontrol melalui keseimbangan proliferasi sel dan kematian sel. Apoptosis merupakan proses aktif dimana sel dapat mati selama perkembangan pada eukariosit kompleks. Kematian sel diinduksi program baik ekstrinsik maupun intrinsik. Kematian sel ditandai dengan kurangnya volume sel, pecahnya membran sel, kondensasi nuklear, dan degenerasi DNA.5,6

Berdasarkan hasil uji kesesuaian hasil observasi ekspresi Bcl-2 medapatkan nilai kappa sebesar 90,8% (tabel terlampir). Hal ini menunjukkan tingkat kesesuaian diantara kedua observer sangat tinggi sehingga penilaian intensitas ekspresi dapat digunakan dari salah satu observer maka dipakai data dari observer pertama.

52 Tabel 4.3 Perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 antara hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks

Hiperplasia Endometrium non- atipik Ekspresi Bcl-2 p Mean Median SD 95% CI Low Up Simpleks 1.23 1.00 1.110 0.74 1.72 0.422 Kompleks 1.50 2.00 1.144 0.99 2.01

Uji Mann-Whitney Test

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa rerata intensitas ekspresi imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia endometrium non atipik simpleks sedikit lebih rendah dari hiperplasia endometrium non atipik kompleks. Secara statistik dengan uji Mann-Whitney didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna gambaran intensitas staining imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia endometrium non atipik simpleks dengan kompleks. Hal ini menjelaskan bahwa terdapatnya gambaran intensitas yang sama dari jaringan hiperplasia endometrium non atipik simpleks dengan kompleks berdasarkan pemeriksaan secara imunohistokimia.

Berdasarkan hasil penelitian ini, hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan gambaran intensitas ekspresi imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia endometrium non atipik simpleks dengan hiperplasia endometrium non atipik kompleks ditolak

Penelitian Vaskivuo et al pada tahun 2002 membahas tentang peranan apoptosis dan faktor apoptosis Bcl-2 pada hiperplasia endometrium. Hasil penelitian menunjukkan apoptosis berperan pada

hiperplasia simpleks, kompleks, dan atipik. Proses apoptosis menurun pada hiperplasia endometrium. Bcl-2 terdeteksi pada hiperplasia endometrium, laju apoptosis pada tipe simpleks adalah 0,49 dan kompleks adalah 0,52. 5

Penelitian Cahyanti pada tahun 2008 meneliti tentang Bcl-2 dan indeks apoptosis pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks. Ekspresi Bcl-2 terdapat pada semua kasus hiperplasia endometrium non-atipik simpleks dan kompleks. Intensitas staining pada epitel kelenjar positif kuat pada hiperplasia simpleks sebanyak 85,7% dan terdapat peningkatan intensitas staining kuat pada hiperplasia kompleks 96,4% bila dibandingkan dengan hiperplasia simpleks, tetapi perbedaan intensitas staining tersebut tidak bermakna.38

Apoptosis berperan dalam perkembangan siklus sel dari endometrium normal.5 Berdasarkan dari struktur dan fungsi, protein Bcl-2 adalah suatu regulator utama pada proses apoptosis meliputi antiapoptosis dan proapoptosis. Saat ini ada 18 anggota family Bcl-2 yang telah diidentifikasi. Pada keadaan normal, ekspresi Bcl-2 hanya mengalami peningkatan pada fase proliferatif. Tetapi pada wanita dengan hiperplasia endometrium, terjadi peningkatan ekspresi Bcl-2 di endometrium jika dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan tersebut mengakibatkan terhambatnya proses apoptosis yang seharusnya terjadi pada fase sekresi.14,15,16,17

54

Mengenai perbedaan antara nilai IHC skor ekspresi Bcl-2 antara kelompok hiperplasia endometrium non atipik kompleks dan simpleks, penelitian sebelumnya oleh Loffe et al, menunjukkan bahwa Bcl-2 memiliki ekspresi yang lebih tinggi pada kelompok simpleks dibandingkan kompleks. Sementara pada penelitian ini, dijumpai bahwa ekspresi Bcl-2 pada kompleks lebih tinggi dibandingkan tipe simpleks (1.50 vs 1.23).

Pada penelitian ini dijumpai beberapa kesulitan maupun keterbatasan yang menghambat peneliti dalam proses penelitian. Oleh karena rendahnya insidensi hiperplasia endometrium non atipik, maka penelitian ini bersifat retrospektif dengan menggunakan blok parafin. Blok parafin yang tersedia untuk dijadikan sampel penelitian terkadang hanya memiliki sedikit jaringan, sehingga proses pemeriksaan secara imunohistokimia menjadi sulit. Pada pemilihan sampel juga didapati kendala, seperti hilangnya blok parafin walaupun dijumpai di catatan rekam medis, ketidaksesuaian antara diagnosa dengan gambaran histopatologi karena adanya perbedaan standar dalam interpretasi.

BAB V

Dokumen terkait