• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Ekspresi Bcl-2 Pada Hiperplasia Endometrium Non Atipik Simpleks Dan Kompleks Di RS.H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Ekspresi Bcl-2 Pada Hiperplasia Endometrium Non Atipik Simpleks Dan Kompleks Di RS.H.Adam Malik Medan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN EKSPRESI Bcl-2 PADA HIPERPLASIA

ENDOMETRIUM NON ATIPIK SIMPLEKS DAN KOMPLEKS

DI RS.H.ADAM MALIK MEDAN

TESIS

OLEH:

RICCA PUSPITA RAHIM

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

2014

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

“Bismillaahirrahmaanirrahiim”

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan

Yang Maha Esa. Hanya atas izin dan kemurahan-Nya lah penulisan tesis

ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan

Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis saya ini

masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun

demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat

bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, khususnya

tentang :

”PERBEDAAN EKSPRESI Bcl-2 PADA HIPERPLASIA

ENDOMETRIUM NON ATIPIK SIMPLEKS DAN KOMPLEKS di RS.H.

ADAM MALIK MEDAN ”

Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH) yang

(5)

ii

Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K) dan Dr. dr. M. Fidel Ganis

Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku ketua dan sekretaris Departemen

Obstetri dan Ginekologi FK USU, Medan.

Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) dan dr. M. Rhiza Z. Tala,

M.Ked(OG), SpOG(K) selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris

Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK

USU, Medan.

Kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Prof. dr. Hamonangan

Hutapea, SpOG(K), Prof. Dr. dr. H. M. Thamrin Tanjung, SpOG(K), Prof.

dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K), Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG(K),

Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K), Prof. dr. Daulat H. Sibuea,

SpOG(K), Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), dan dr. Deri Edianto,

M.Ked(OG), SpOG(K), yang secara bersama-sama telah berkenan

menerima saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di

Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga ALLAH SWT membalas

kebaikan budi guru-guru saya tersebut.

Kepada Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) selaku orang tua

angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak

mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat

kepada saya selama dalam pendidikan.

Kepada Prof.dr.Delfi Lutan,MSc,SpOG.K, dr. Indra G. Munthe,

M.Ked (OG),SpOG.K selaku pembimbing tesis ini, serta dr. Hotma Partogi

Pasaribu,M.Ked(OG),SpOG, Dr.dr.Henry Salim Siregar,SpOG.K dr.

Khairani Sukatendel ,M.Ked(OG),SpOG.K selaku penyanggah.

(6)

Terimakasih kepada para guru saya di tim 5 ini, atas segala koreksi, kritik

yang membangun, serta atas segala bantuan, bimbingan, juga waktu dan

pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka

melengkapi dan menyempurnakan penulisan dan penyusunan tesis ini

hingga dapat terselesaikan dengan baik.

Kepada dr. Putri C. Eyanoer, MPH dan Dr. Surya Dharma, MPH

yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam

penyelesaian uji statistik tesis obgyn dan tesis magister saya.

Kepada Divisi Ginekologi yang telah mengizinkan saya untuk

melakukan penelitian ini.

Kepada dr. Hotma Partogi Pasaribu,M.Ked(OG),SpOG dan

Dr.dr.Sarma N.Lumbanraja M.Ked(OG),SpOG.K sebagai pembimbing

tesis magister saya bersama Dr. dr. Letta S.Lintang, MKed(OG), Sp.OG,

Dr.Binarwan Halim, Mked(OG), SpOG.K, dan Dr. Deri Edianto,

Mked(OG)SpOG.K selaku penyanggah dan narasumber dalam

penulisan tesis magister saya. Terimakasih kepada para guru saya di

tim 5 ini, atas segala koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala

bantuan, bimbingan, dalam rangka melengkapi dan menyempurnakan

penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan

baik.

Kepada Dr.Nazaruddin Jaffar SpOG K selaku pembimbing Referat

Fetomaternal saya yang berjudul : “Peranan kortisol terhadap

(7)

iv

Reproduksi saya yang berjudul : “ Infertilitas Karena Faktor Pria” dan

kepada dr. Riza Rivany,SpOG(K) selaku pembimbing minirefarat

Onkologi-Ginekologi saya yang berjudul “ Biomarker untuk Deteksi dan

Monitoring Kanker Ovarium”. Kepada dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG),

SpOG(K) selaku pembimbing Minirefarat Magister Kedokteran Klinis

Obstetri dan Ginekologi saya yang berjudul : “ Infeksi Saluran Kemih

Berulang”

Para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen

Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP H. Adam

Malik, RSUD dr. Pirngadi, RS Tembakau Deli, RSU Sundari dan RS

KESDAM II Putri Hijau, Medan, yang telah banyak membimbing dan

mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

Direktur RSUP H. Adam Malik, Medan dan Ketua Departemen Ilmu

Kebidanan dan Penyakit Kandungan, beserta seluruh staf medis,

paramedis maupun non medis-paramedis yang telah memberikan

kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama

mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di instansi tersebut.

Direktur RSUD dr. Pirngadi, Medan dan Ketua SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan dr. Syamsul Arifin Nasution, M.Ked(OG), SpOG(K)

beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis

yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya

untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di

instansi tersebut.

(8)

Direktur RS Haji Mina Medan dan kepala SMF Kebidanan dan

Penyakit Kandungan dr. H. Muslich Perangin-angin, SpOG, Direktur RS

Tembakau Deli dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan dr.

H. Sofian Abdul Ilah, SpOG direktur RSU Sundari dan kepala SMF

Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG,

Kepala RUMKIT KesDam II / Bukit Barisan ”Puteri Hijau” dan kepala SMF

Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Mayor CKM dr. Gunawan Rusuldi,

SpOG, serta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis

yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya

untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di

instansi-instansi tersebut.

Laboratorium Patologi Anatomi FK USU beserta staf yang telah

membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

Kepada senior-senior saya,teman seangkatan saya dan

rekan-rekan PPDS saya berterima kasih atas segala bimbingan dan dukungan

selama ini.

Seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dan dengan

kebersamaan yang indah, saling mendukung dan memberikan semangat

dan berkomitmen untuk seia sekata dengan penuh loyalitas dalam

bertugas selama menempuh pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih

Kepada seluruh staf pegawai negeri dan pegawai honorer dan

seluruh petugas yang bekerja di lingkungan Departemen Obstetri dan

(9)

vi

Seluruh pasien, rekan dokter muda, staf medis, paramedis maupun

non medis-paramedis pada seluruh instansi ditempat saya pernah

mengikuti pendidikan maupun bertugas. Terima kasih banyak atas segala

kerjasama, bantuan, bimbingan, serta kebaikan yang diberikan selama

masa pendidikan yang saya jalani.

Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur

kepada Allah SWT dan Sembah sujud serta terima kasih yang

tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya

yang sangat saya cintai H. Abdul Rahim Chan (alm) dan Hj.

Syamsinar yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan,

serta mendidik saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang

dari sejak kecil hingga kini. Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak

mertua H.Rasul B (alm) dan ibu mertua Hj. Hamdani, yang telah

memberikan dorongan dan semangat kepada saya.

Tiada kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih

kepada suami saya, dr. Mensyuknil Hasra SpOT dan teramat

khusus untuk Buah hatiku tercinta, Chesa Salsabila Mecca dan

Cardova Fayzzil Mecca, yang memberi inspirasi serta penyemangat

saya dalam menyelesaikan pendidikan ini. Semoga Allah SWT selalu

memberikan kebahagiaan kepada keluarga kita.

Kepada abangku Yasser Arcan terima kasih atas dukungan

kepada saya selama menjalani pendidikan.

Kepada seluruh Keluarga yang tidak dapat saya sebutkan

namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak

(10)

langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan

doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Sem oga A ll ah SW T sena nt ia sa m em be r i kan rahm at - N ya

k epad a ki ta semua.

Medan, November 2014

(11)

viii

1.5.1 Manfaat Teoritis 6

1.5.2 Manfaat Metodologis 6

1.5.3 Manfaat Aplikatif 6

Bab II Tinjauan Pustaka 7

2.1 Bcl-2( B Cell Lymphoma 2) 7

2.2 Apoptosis 9

2.2.1 Defenisi 9

2.2.2 Fungsi Apoptosis 10

2.2.3 Regulasi Apoptosis 11

2.2.4 Ekspresi Bcl-2 Pada Hiperplasia Endometrium 17

2.2.5 Pemeriksaan Ekspresi Bcl-2 21

2.3 Hiperplasia Endometrium 28

(12)

2.3.1 Defenisi 28

2.3.2 Klasifikasi 29

2.3.3 Epidemiologi 31

2.3.4 Patogenesis 32

2.3.5 Gambaran Klinis 33

2.3.6 Diagnosis 34

2.3.7 Penatalaksanaan 36

2.4 Kerangka Teori 38

2.5 Kerangka Konsep 39

BAB III Metode Penelitian 40

3.1 Rancangan Penelitian 40

3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian 40

3.3 Populasi Penelitian 40

3.4 Sampel Dan Besar Sampel 40

3.5 Identifikasi Variabel 41

3.6 Cara Kerja Dan Teknik Pengumpulan Data 42

3.7 Defenisi Operasional 44

3.8 Kerangka Kerja 46

3.9 Analisa Data 47

Bab IV Hasil Dan Pembahasan 48

Bab V Kesimpulan Dan Saran 54

Daftar Pustaka 55

(13)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain 8

Gambar 2.2 Regulasi Apoptosis pada endometrium manusia. 12

Gambar 2.3 Apoptosis jalur Intrinsik dan Ekstrinsik 16

Gambar 2.4 Mekanisme Apoptosis 17

Gambar 2.5. Analisis imunohistokimia dari Bcl-2 dan Bax 18

Gambar 2.6 Apoptosis sel pada kelenjar Endometrium 19

Gambar 2.7 Analisis dari Apoptosis 20

Gambar 2.8 Kelenjar Endometrium yang positif Bcl 2 22

Gambar 2.9 Klasifikasi Histologi Hiperplasia Endometrium 30

Gambar 2.10 Proportion Score (PS) dan Intensity Score (IS) 45

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Hiperplasia Endometrium 29

Tabel 2 Perbandingan hiperplasia simpleks dan kompleks dengan

hiperplasia atipikal simpleks dan kompleks 31

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi hiperplasia endometrium

berdasarkan karakteristik 46

Tabel 4.2 Perbedaan ekspresi Bcl-2 berdasarkan kekuatan intensitas 47

Tabel 4.3 Perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 antara hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dan kompleks 49

(15)

xii

Bik : Bcl-2 interacting killer

Noxa : Noxa A gene

Puma : p53 upregulated modulator of apoptosis

Hrk : Harakiri, Bcl 2 Interacting Protein

BNIP3 : Bcl-2/ adenovirus E1B19kDa Interacting Protein

Bad : Bcl-2- associated death promoter

TNF-α : Tumor Necrosis Factor α

NF-κβ : Nuclear Factor kappa-light –chain-enhancer of activated

B-cell

Apaf-1 : Apoptosis-activating factor-1

IAP : Inhibitors of Apoptosis

FAS : Fragment Apoptosis Stimulating

FAPD : Fas- Associated Protein with Death Domain

FasL : Fas Ligand

PARP : Poly ADP-ribose Polymerase

(16)

PERBEDAAN EKSPRESI Bcl-2 PADA HIPERPLASIA ENDOMETRIUM NON ATIPIK

SIMPLEKS DAN KOMPLEKS DI RS.H.ADAM MALIK MEDAN

Rahim RP, Lutan D, Munthe IG, Pasaribu HP, Siregar HS, Sukatendel K

Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi – Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara

Medan, Indonesia, November 2014

ABSTRAK

Latar Belakang : Hiperplasia endometrium adalah proliferasi selular yang berlebihan

mengarah ke peningkatan volume jaringan endometrium. Hiperplasia endometrium prekursor keganasan genitalia wanita Apoptosis berperan pada hiperplasia endometrium. Apoptosis diatur oleh beberapa gen, termasuk Bcl-2.

Tujuan : Mengetahui perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dan kompleks..

Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan analisa

komparatif. Populasi penelitian adalah pasien dengan hiperplasia endometrium yang mendapat perlakuan biopsi endometrium dimana jaringan akan diperiksa dalam bentuk blok parafin. Subyek penelitian diambil dari preparat blok parafin hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks di Laboratorium Patologi Anatomi RSHAM dan FK.USU Medan

(17)

xiv Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara gambaran intensitas ekspresi imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia endometrium non atipik simpleks dengan kompleks.

Kata Kunci : hiperplasia endometrium, apoptosis, Bcl-2

(18)

DIFFERENCE OF Bcl-2 EXPRESSION IN SIMPLEX AND COMPLEX NON

ATYPICAL ENDOMETRIAL HYPERPLASIA AT ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL

MEDAN

Rahim RP, Lutan D, Munthe IG, Pasaribu HP, Siregar HS, Sukatendel K

Division of Reproductive Endocrinology and Fertility Medicine

Department of Obstetric and Gynecology

Faculty of Medicine – University of Sumatera Utara

Medan, Indonesia, November 2014

ABSTRACT

Background : Endometrial hyperplasia is an excessive cellular proliferation which leads

to the increase of endometrial tissue volume. Endometrial hyperplasia is a precursor of malignancy in women’s genitalia. Apoptosis may play a role in endometrial hyperplasia and regulated by several genes, including Bcl-2.

Purpose : To find the difference between immunohistochemistry expression of Bcl-2 in

simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia

Method : This is an analytic observational study with comparative analysis. Population

of the study are patients with endometrial hyperplasia receiving endometrial biopsy, where the tissue will be examined in form of paraffin block. Study subjects were taken from simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia paraffin block which available in Histopathology Laboratory of Adam Malik General Hospital and USU Medical Faculty Medan.

Result : From this study, 44 subjects were obtained, divided into 2 groups, simplex and

complex non-atypical endometrial hyperplasia Based on age, most subjects are from

the age group of >40 years .With 12 subjects in simplex group (54,5%), and 17 subjects in complex group (77,30%), p=0.705. Based on proportion of Bcl2 expression, the majority in simplex group shows weak intensity (45,5%), majority in complex group shows moderate intensity (31,8%). Mean immunohistochemisry expression intensity of

Bcl-2 in simplex non-atypical endometrial hyperplasia is 1,23, lower than complex

(19)

xvi Conclusion : No significant difference was found between the immunohistochemisry expression intensity of Bcl-2 in simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia.

Keyword : endometrial hyperplasia, apoptosis, Bcl-2

(20)

PERBEDAAN EKSPRESI Bcl-2 PADA HIPERPLASIA ENDOMETRIUM NON ATIPIK

SIMPLEKS DAN KOMPLEKS DI RS.H.ADAM MALIK MEDAN

Rahim RP, Lutan D, Munthe IG, Pasaribu HP, Siregar HS, Sukatendel K Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi – Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, November 2014

ABSTRAK

Latar Belakang : Hiperplasia endometrium adalah proliferasi selular yang berlebihan

mengarah ke peningkatan volume jaringan endometrium. Hiperplasia endometrium

prekursor keganasan genitalia wanita Apoptosis berperan pada hiperplasia

endometrium. Apoptosis diatur oleh beberapa gen, termasuk Bcl-2.

Tujuan : Mengetahui perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dan kompleks..

Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan analisa

komparatif. Populasi penelitian adalah pasien dengan hiperplasia endometrium yang

mendapat perlakuan biopsi endometrium dimana jaringan akan diperiksa dalam bentuk

blok parafin. Subyek penelitian diambil dari preparat blok parafin hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dan kompleks di Laboratorium Patologi Anatomi

RSHAM dan FK.USU Medan

Hasil : Dari penelitian didapatkan 44 orang subjek penelitian, yang dibagi menjadi 2

kelompok, hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks. Berdasarkan

usia, sebagian besar subjek berusia >40 tahun . Pada kelompok simpleks sebanyak 12

orang (54,5%), dan kompleks sebanyak 17 orang (77,30%), p=0.705. Proporsi ekspresi

Bcl2 pada kelompok simpleks lebih banyak dengan intensitas yang lemah (45,5%),

sedangkan pada kelompok kompleks proporsi terbesar dengan intensitas sedang

(31,8%). Rerata intensitas ekspresi imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia

endometrium non atipik simpleks adalah 1,23, lebih rendah dari kelompok kompleks

(21)

xiv Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara gambaran intensitas ekspresi

imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia endometrium non atipik simpleks dengan

kompleks.

Kata Kunci : hiperplasia endometrium, apoptosis, Bcl-2

(22)

DIFFERENCE OF Bcl-2 EXPRESSION IN SIMPLEX AND COMPLEX NON

ATYPICAL ENDOMETRIAL HYPERPLASIA AT ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL

MEDAN

Rahim RP, Lutan D, Munthe IG, Pasaribu HP, Siregar HS, Sukatendel K Division of Reproductive Endocrinology and Fertility Medicine

Department of Obstetric and Gynecology Faculty of Medicine – University of Sumatera Utara

Medan, Indonesia, November 2014

ABSTRACT

Background : Endometrial hyperplasia is an excessive cellular proliferation which leads

to the increase of endometrial tissue volume. Endometrial hyperplasia is a precursor of

malignancy in women’s genitalia. Apoptosis may play a role in endometrial hyperplasia

and regulated by several genes, including Bcl-2.

Purpose : To find the difference between immunohistochemistry expression of Bcl-2 in

simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia

Method : This is an analytic observational study with comparative analysis. Population

of the study are patients with endometrial hyperplasia receiving endometrial biopsy,

where the tissue will be examined in form of paraffin block. Study subjects were taken

from simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia paraffin block which

available in Histopathology Laboratory of Adam Malik General Hospital and USU

Medical Faculty Medan.

Result : From this study, 44 subjects were obtained, divided into 2 groups, simplex and

complex non-atypical endometrial hyperplasia Based on age, most subjects are from

the age group of >40 years .With 12 subjects in simplex group (54,5%), and 17 subjects

in complex group (77,30%), p=0.705. Based on proportion of Bcl2 expression, the

majority in simplex group shows weak intensity (45,5%), majority in complex group

shows moderate intensity (31,8%). Mean immunohistochemisry expression intensity of

Bcl-2 in simplex non-atypical endometrial hyperplasia is 1,23, lower than complex

(23)

xvi Conclusion : No significant difference was found between the immunohistochemisry

expression intensity of Bcl-2 in simplex and complex non-atypical endometrial

hyperplasia.

Keyword : endometrial hyperplasia, apoptosis, Bcl-2

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam arti luas hiperplasia endometrium berhubungan dengan

proliferasi selular yang berlebihan mengarah ke peningkatan volume

jaringan endometrium, di mana peningkatan kelenjar endometrium ke

stroma terlihat rasio lebih besar dari 1:1. Hiperplasia endometrium

selanjutnya diklasifikasikan atas dasar kompleks kelenjar endometrium

dan setiap sitologi atipia, sehingga berdasarkan sistem klasifikasi terdiri

dari simpleks atau kompleks hiperplasia dengan atau tanpa atipia.1

Penelitian untuk mencari insidensi hiperplasia endometrium pada

wanita berusia 18-90 tahun telah banyak dilakukan. Menurut penelitian

Reed et al pada tahun 2009 didapatkan insidensi hiperplasia endometrium

jenis simpleks adalah 142 per 100.000 wanita, kompleks 213/100.000

wanita, atipik 56/100.000 wanita dengan usia terbanyak untuk jenis

simpleks dan kompleks adalah 50 tahun sedangkan jenis atipik adalah 60

tahun.2

Hiperplasia endometrium mempengaruhi wanita premenopause

dan menopause, dengan jumlah sekitar 15% kasus perempuan dengan

perdarahan postmenaupose. Sebaliknya, hiperplasia endometrium dapat

juga asimtomatik dan mungkin pada beberapa kasus, regresi spontan

tidak terdeteksi. Hiperplasia endometrium secara klinis terutama berkaitan

(25)

2

hiperplasia dikaitkan dengan sitologi atipia. Diyakini bahwa sebagian

besar kanker endometrium dibedakan berdasarkan lesi hiperplastik, mulai

dari hiperplasia endometrium tanpa atipia dan hiperplasia dengan atipia,

untuk dibedakan menjadi karsinoma endometrium. 1

Hiperplasia endometrium merupakan salah satu prekursor paling

sering pada keganasan genitalia wanita. American Cancer Society (ACS)

memprediksikan bahwa 40.100 kasus baru kanker uterus akan

didiagnosis pada tahun 2003, yang mana 95% diharapkan berasal dari

endometrium. ACS juga memperkirakan terdapat kira-kira 6800 wanita

Amerika akan meninggal akibat kanker uterus pada tahun 2003. Adanya

estrogen unopposed dari siklus anovulatori dari pemakaian estrogen dari

luar pada wanita pascamenopause dapat meningkatkan resiko terjadinya

hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium. Sistem klasifikasi

hiperplasia endometrium telah dikembangkan berdasarkan tingkat

kompleks kelenjar endometrium dan gambaran atipikal hasil sitologi.

Hiperplasia atipik telah diduga berhubungan erat dengan kecenderungan

terjadinya karsinoma endometrium dan adanya karsinoma endometrium

saat ditemukannya hiperplasia endometrium.3

Di Amerika Serikat, kanker endometrium merupakan kanker yang

paling umum didiagnosis pada sistem reproduksi perempuan. Strategi

untuk mendiagnosis lesi pramalignan endometrium secara sensitif dan

akurat sangat diperlukan. Perkembangan menjadi adenokarsinoma

endometrium biasanya di awali oleh lesi prakanker, termasuk hiperplasia

(26)

endometrium dimana disebabkan oleh proliferasi endometrium yang tidak

terkontrol. Apoptosis mengatur hemostasis endometrium selama siklus

menstruasi. 4,5

Penelitian lain oleh Boise et al pada tahun 1993 meneliti tentang

gen B cell lymphoma – 2 (Bcl-2) yang berperan dalam regulasi apoptosis.

Jumlah sel dikontrol melalui keseimbangan proliferasi sel dan kematian

sel. Apoptosis merupakan proses aktif dimana sel dapat mati selama

perkembangan pada eukariosit kompleks. Kematian sel diinduksi program

baik ekstrinsik maupun intrinsik. Kematian sel ditandai dengan kurangnya

volume sel, pecahnya membran sel, kondensasi nuklear, dan degenerasi

DNA.6

Penelitian Vaskivuo et al pada tahun 2002 membahas tentang

peranan apoptosis dan faktor apoptosis Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 85 kasus spesimen

histerektomi dengan usia 25-77 tahun. Hasil penelitian menunjukkan

apoptosis berperan pada hiperplasia simpleks, kompleks, dan atipik.

Proses apoptosis menurun pada hiperplasia endometrium. Bcl-2

terdeteksi pada hiperplasia endometrium dan endometrium normal. Laju

apoptosis pada tipe simpleks adalah 0,49 dan kompleks adalah 0,52.5

Apoptosis diatur oleh beberapa gen, diantara gen tersebut, yang

termasuk faktor penting adalah golongan gen Bcl-2. Bcl-2 merupakan gen

anti-apoptosis yang pertama kali diidentifikasi pada limfoma non-hodgkin.

(27)

4

apoptosis, dan ekspresi dari gen ini telah ditemukan meningkat pada

neoplasma pada manusia, termasuk keganasan mammae, prostat, tiroid,

dan karsinoma sel paru sel besar. Bax merupakan gen lain yang

merupakan golongan dari Bcl-2, tetapi berlawanan dengan Bcl-2, gen ini

cenderung menginduksi terjadinya apoptosis.7

Menurut penelitian loffe et al pada tahun 1998 membahas tentang

Bcl-2 tinggi pada hiperplasia simpleks dan fase proliferasi serta menurut

penelitian Kokawa et al pada tahun 2001 meneliti bahwa Bcl-2 meningkat

pada hiperplasia non atipik. Disini Bcl-2 berperan pada jalur intrinsik

apoptosis dan mengatur pertumbuhan endometrium serta hiperplasia

endometrium non-atipik.8,9

Bcl-2 merupakan protoonkogen yang menghambat terjadinya

onkogenesis, tetapi dalam keadaan berlebihan malah bisa memberikan

efek sebaliknya yaitu memicu onkogenesis, Bcl-2 juga dapat menjadi

faktor prognostik kearah keganasan sementara adanya beberapa

penelitian yang kontroversi di mana ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia non

atipik simpleks lebih tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut dan

juga belum adanya penelitian di Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, peneliti ingin meneliti

bagaimana perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dan kompleks.4,5,7,8

(28)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, dirumuskan masalah apakah terdapat

perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia endometrium

non atipik simpleks dan kompleks.

1.3 Hipotesa Penelitian

Ho = Tidak ada perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dibanding kompleks.

Ha = Ada perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium non atipik simpleks dibanding kompleks.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi

imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks

dan kompleks.

1.4.2 Tujuan khusus:

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hiperplasia endometrium non

atipik simpleks dan kompleks berdasarkan karakteristik.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hiperplasia endometrium

non-atipik simpleks dan kompleks berdasarkan hasil staining histopatologi.

3. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia

(29)

6 1.5 Manfaat penelitian

1.5.1. Manfaat teoritis

Dapat diketahui bagaimana perbedaan ekspresi imunohistokimia

Bcl-2 pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks.

Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar pada penelitian selanjutnya

terhadap hiperplasia endometrium.

1.5.2. Manfaat Metodologis

Dapat diketahui bagaimana pemeriksaan ekspresi Bcl-2 pada

hiperplasia endometrium melalui pemeriksaan imunohistokimia.

1.5.3. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini diharapakan bermanfaat untuk memperoleh data

tentang bagaimana ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia endometrium

sehingga dapat menjadi landasan pilihan pemeriksaan dan mendiagnosis

lebih spesifik pada penderita hiperplasia endometrium.

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bcl-2 ( B cell lymphoma-2)

Bcl-2 merupakan B-cell lymphoma / leukemia-2 dan protein kedua

dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Sesuai dengan

namanya, gen ini ditemukan karena keterlibatannya dalam keganasan

sel-B, dimana terjadi translokasi kromosomal yang kemudian

mengaktifkan sebagian besar gen pada non-Hodgkin’s sel-B limfoma

folikuler.10,11

Gen Bcl-2 memiliki lebih dari 230 kb dari DNA dan terdiri dari tiga

exons yang mana exon 2 dan sebagian kecil dari exon 3 mengkode

protein. Bcl-2 mengkode 2 mRNA, yaitu Bcl-2α dan Bcl-2β, yang mana

hanya Bcl-2α yang sepertinya memiliki relevansi biologis. Protein Bcl-2

merupakan membran protein yang memiliki berat molekul 26 kDa terletak

pada bagian sitosolik dari amplop nuklear, retikulum endoplasma dan

bagian luar membran mitokondria dan sitoplasma.12,13

Berdasarkan dari struktur dan fungsi, protein Bcl-2 adalah suatu

regulator utama pada proses apoptosis meliputi antiapoptosis dan

proapoptosis. Saat ini ada 18 anggota family Bcl-2 yang telah

diidentifikasi dan dibagi kedalam 3 grup, yaitu 14,15,16,17

1. The anti apoptotic channel-forming protein meliputi Bcl-2, Bcl-xl,

(31)

8

2. The proapoptotic channel-forming protein diwakili Bax ( Bcl-2

associated x protein) dan Bak ( Bcl-2 associated killer), aktifitas dari

kelompok sub grup ini bersifat menstimulasi pelepasan sitokrom c

dari membran mitokondria

3. The proapoptotic channel-forming protein yaitu Bid ( BH3

domain-only death agonist ), Bik, NOxa, Puma, Hrk, BNIP3, Bad (Bcl-2

associated death-only death promoter) merupakan molekul

proapoptosis. Protein kelompok ini mendorong kematian sel

sebagai protein adaptor yang terikat pada jalur upstream untuk

memutuskan berlangsungnya program apoptosis.

Gambar 2.1.Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain14

Bcl-2 dapat memperpanjang hidup sel. Ekspresi protein ini

seringkali berlebihan pada berbagai keganasan meskipun tanpa adanya

(32)

translokasi kromosom t (14;18) yang mengakibatkan perubahan gen

Bcl-2. Resistensi obat bisa terjadi oleh karena meningkatnya ekspresi Bcl-2,

kanker. Paparan yang berlebihan Bcl-2 bisa menyebabkan suatu keadaan

terjadinya kemoresisten.18

2.2 Apoptosis

2.2.1 Definisi

Apoptosis adalah mekanisme fisiologis dari kematian sel yang telah

menunjukkan peranan dalam onset dengan atau perkembangan kanker.

Gangguan pada pengaturan sel yang mengkontrol apoptosis dapat

memicu ganguan homeostasis dari jaringan seperti keseimbangan

prolifersi dan apoptosis sel. Apoptosis berperan dalam perkembangan

siklus sel dari endometrium normal.5

Apoptosis berasal dari bahasa Yunani, yang artinya gugurnya putik

bunga atau daun dari batangnya. Pada tahun 1972, Kerr J.F et al

mempublikasikan artikel British Journal of Cancer dengan judul

:Apoptosis: a basic biological phenomen with ranging implication in tissue

kinetic. Artikel ini menjelaskan proses kematian normal pada sel yang

disebut dengan apoptosis.12

Apoptosis berbeda dengan nekrosis. Apoptosis pada umumnya

berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh. Bila

sel kehilangan kemampuan melakukan apoptosis maka sel tersebut dapat

(33)

10

adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut. Sel

– sel yang dimusnahkan karena cedera (seperti cedera oleh mekanikal,

terinfeksi oleh toksik). Pada nekrosis terjadi perubahan pada inti yang

pada akhirnya dapat menyebabkan inti menjadi lisis dan membran plasma

menjadi ruptur.19,20

2.2.2 Fungsi Apoptosis 21

1. Terminasi sel, keputusan untuk apoptosis dapat berasal dari sel itu

sendiri, dari jaringan sekitarnya ataupun dari sel yang berasal dari

immune system. Hal ini fungsi apoptosis adalah untuk mengangkat sel

yang rusak, mencegah sel menjadi lemah atau kurangnya nutrisi dan

mencegah penyebaran virus.

2. Mempertahankan homeostasis, artinya jumlah sel dalam suatu organ

atau jaringan harus berada dalam keadaan yang relative konstan, hal

ini dapat dicapai jika kecepatan mitosis seimbang dengan kematian

sel.

3. Perkembangan embryonal, pada masa embryo perkembangan suatu

jaringan atau organ didahului oleh pembelahan dan diferensiasi sel

dan kemudian dikoreksi melalui apoptosis.

4. Interaksi limfosit, perkembangan limfosit B dan limfosit T pada tubuh

manusia merupakan suatu yang kompleks, yang akan membuang sel

– sel yang berpotensi menjadi rusak. Sitotoksik T dapat menginduksi

(34)

apoptosis secara langsung pada sel melalui terbukanya suatu celah

pada target membrane dan pelepasan zat – zat kimia untuk mengawali

proses apoptosis.

5. Involusi hormonal pada usia dewasa, misalnya pada pelepasan sel

endometrium selama siklus menstruasi, regresi pada payudara setelah

masa menyusui dan atresia folikel pada menopause.

2.2.3 Regulasi Apoptosis

Apoptosis diatur oleh beberapa gen. diantara gen tersebut, yang

termasuk faktor penting adalah golongan gen Bcl-2. Bcl-2 merupakan gen

anti-apoptosis yang pertama kalo diidentifikasi pada limfoma non-hodgkin.

Gen tersebut memiliki kemampuan menghambat berbagai macam sinyal

apoptosis, dan ekspresi dari gen ini telah ditemukan meningkat pada

neoplasma pada manusia, termasuk keganasan mammae, prostat, tiroid,

dan karsinoma sel paru sel besar. Bax merupakan gen lain yang

merupakan golongan dari Bcl-2, tetapi berlawanan dengan Bcl-2, gen ini

cenderung menginduksi terjadinya apoptosis. Gen-gen yang merupakan

golongan dari kelompok Bcl-2 dapat membentuk homo atau heterodimer

satu sama lain. Pro-apoptosis dari royein Bax tergantung pada

pembentukan Bax yang bersifat homodimer pada membrane mitkondria.

Efek antagonis dari gen Bcl-2 telah dipengaruhi sebagian oleh Bcl-2-Bax

heterodimer yang mencegah terbentuknya Bax-homodimer. Telah diduga

(35)

12

membuat sel resisten terhadap stimulus apoptosis, sedangkan rasi yang

rendah menginduksi kematian sel. 5,22,23

Gambar 2.2. Regulasi Apoptosis pada endometrium manusia. Pada fase

sekretori endometrium rasio Bcl-2/Bax menurun. Hal ini dikontrol oleh hormone-horman ovarium . Penurunan rasio tersebut menandakan peningkatan apoptosis pada endometrium selama menstruasi11

TNF-α merupakan sitokin yang menginduksi apoptosis melalui

reseptor spesifik. Aktivasi dari reseptor TNF memicu aktivasi dari enzim

proteolitik (kaskase) yang bertanggung jawab terhadap eksekusi dari

apoptosis. Bagaimanapun untuk menunjang apoptosis, TNF-α dapat

mengawali sinyal lain termasuk mengaktivasi NF-ĸB, sebuah fakor

transkriptase yang terlibat dalam regulasi dari gen pada respon imun,

perkembangan embrionik, onkogenesis, dan apoptosis. Sedangkan

beberapa observasi telah menduga sebuah fungsi pro-apoptosis dari

(36)

ĸB, sebuah peran anti-apoptosis telah diketahui pada beberapa jenis sel.

NF-ĸB terlbat dalam transkriptase dari beberaapa gen anti-apoptosis,

termasuk faktor yang terkait dengan reseptor TNF yaitu TRAF-1 dan

TRAF-2, yang merupakan golongan dari penghambat gen apoptosis.

NF-ĸB terdapat pada endometrium selama siklus menstruasi, tetapi

hubungannya dengan apoptosis jaringan belum diketahui.5

Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya

yaitu:

1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis).

Signal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstrinsik

antara lain: hormon, faktor pertumbuhan, nitrik oxide dan sitokine. Signal

intrinsik misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal

bebas, dan gangguan pada siklus sel, panas, kekurangan nutrisi, infeksi

virus dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat menimbulkan

pelepasan signal apoptosis intrinsik melalui kerusakan sel. Kedua jalur

penginduksi tersebut bertemu didalam sel, berubah menjadi famili protein

pengeksekusi utama yang dikenal caspase, yang merupakan mediator

sebenarnya kematian sel.16,17,22,23

Signal apoptosis bisa terjadi secara intrinsik (internal) diinisiasi

melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel. Sedangkan

jalur ekstrinsik (eksternal) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor

(37)

14 a. Jalur Intrinsik (Mitochondria Pathway)

Jalur apoptosis intrinsik akan menghasilkan peningkatan

permeabilitas mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis

(death inducers) ke dalam sitoplasma.23,24 Mitokondria mengandung

protein seperti sitokrom c yang penting bagi kehidupan, tetapi bila

beberapa protein yang serupa terlepas ke dalam sitoplasma (merupakan

indikasi bahwa sel tersebut tidak sehat), akan menginisiasi program

“bunuh diri” dari apoptosis. Pelepasan protein mitokondria ini dikontrol

secara seimbang melalui anggota keluarga protein Bcl antara pro dan

antiapoptosis. Salah satu yang utama adalah Bcl-2, Bcl-x dan Mcl-1.

Normalnya protein ini terdapat pada sitoplasma dan membran

mitokondria, dimana mereka mengontrol permeabilitas mitokondria dan

mencegah kebocoran protein mitokondria yang nantinya memiliki

kemampuan untuk mencetuskan kematian.24,25 Bila sel kehilangan sinyal

bertahan/survival, terjadi kerusakan DNA, atau kesalahan sintesis protein

maka akan merangsang stres retikulum endoplasma (RE), sensor dari

kerusakan atau stres akan diaktifkan. Sensor kemudian akan

mengaktifkan dua kritikal (proapoptosis) efektor, Bax dan Bak, yang

membentuk oligomers yang kemudian masuk ke dalam membran

mitokondria dan membuat saluran/channel yang memperbolehkan protein

dari membran dalam mitokondria untuk bocor ke dalam sitoplasma. BH3

juga mengikat dan memblok fungsi dari Bcl-2 dan Bcl-x, diwaktu yang

sama sintesis dari Bcl-2 dan Bcl-x menurun. Hasil dari aktivasi dari

(38)

Bak disertai dengan hilangnya fungsi perlindungan dari anggota keluarga

Bcl antiapoptosis, maka terjadi pelepasan beberapa protein mitokondria

ke dalam sitoplasma yang akan mengaktifkan alur caspase. Salah satu

protein tersebut adalah sitokrom c, yang diketahui fungsinya pada

respirasi mitokondria. Sekali terlepas ke dalam sitosol, sitokrom c

mengikat protein yang dinamakan Apaf-1 (apoptosis-activating factor-1,

homolog dari Ced-4 pada C elegans), yang kemudian akan membentuk

hexamer berbentuk seperti roda yang disebut apoptosom.22,23 Komplek

ini dapat mengikat caspase-9, inisiator caspase yang penting dari alur

mitokondria dan enzim akan memecah molekul caspase-9 yang

berdekatan, sehingga membentuk sebuah proses auto-amplifikasi.

Protein mitokondria lainnya, seperti Smac/diablo, memasuki sitoplasma,

kemudian mereka mengikat dan menetralisir protein sitoplasma yang

berfungsi sebagai inhibitor fisiologis apoptosis. Fungsi normal dari

inhibitor fisiologis apoptosis adalah untuk memblokir aktivasi caspases,

termasuk caspase-3 dan menjaga sel-sel tetap hidup, netralisasi dari IAP

ini merupakan inisiasi dari alur caspase.23

b. Jalur Ekstrinsik (Death Receptor Pathway)

Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian pada

permukaan sel pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian

dari reseptor tumor nekrosis faktor yang terdiri dari cytoplasmic domain,

berfungsi untuk mengirimkan sinyal apoptotic. Reseptor kematian yang

(39)

16

protein Fas (CD95). Pada saat fas berikatan dengan ligandnya,

membrane menuju ligand (Fasl). Tiga atau lebih molekul fas bergabung

FADD (Fas-associated death domain). FADD ini melekat pada reseptor

kematian dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif dari caspase 8.

Molekul procaspase 8 ini kemudian dibawa keatas dan kemudian pecah

menjadi caspase 8 aktif. Enzyme ini kemudian mencetuskan cascade

aktifasi caspase dan kemudian mengaktifkan procaspase lainnya dan

mengaktifkan enzyme untuk mediator pada fase eksekusi.10

Gambar 2.3. Apoptosis jalur Intrinsik dan Ekstrinsik25

2. Tahap pelaksanaan apoptosis (Fase degradasi atau eksekusi)

Sel yang mulai apoptosis, secara mikroskopis akan mengalami

perubahan: sel mengerut dan lebih besar, sitoplasma tampak lebih padat,

kromatin menjadi kondensasi dan fragmentasi yang padat pada

membrane inti (pyknotik), kromatin berkelompok dibagian perifer, DNA

(40)

yang ada didalamnya pecah menjadi fragmen – fragmen, membrane sel

memperlihatkan tonjolan – tonjolan yang ireguler (membrane blebbing),

sel yang terpecah menjadi beberapa fragmen (apoptoties bodies).10

3. Fagositosis

Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang berada

disekitarnya. Adanya sel – sel fagosit ini dapat menjamin tidak

menimbulkan respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis.10,23

Gambar 2.4 Mekanisme apoptosis23

2.2.4 Ekspresi Bcl-2 pada Hiperplasia Endometrium

Pola ekspresi dari gen pengatur apoptosis pada Bcl-2, Bax, dan

TNF-α bergantung pada siklus menstruasi, diduga bahwa faktor-faktor ini

(41)

18

TNF-α bergantung pada siklus menstruasi. Ekspresi dari TNF-α sudah

ditemukan mengalami kadar tertinggi saat endometrium menstruasi, dan

rendahnya perbandingan Bcl-2/Bax diakhir menstruasi cenderung

meningkatkan apoptosis dari sel-sel glandular. Pemeriksaan sebelumnya

telah menggambarkan apoptosis pada hiperplasia dan karsinoma

endometrium dengan melihat morfologi dari apoptosis sel. Pembuktian

yang lebih baik yang mengindikasikan Bcl-2 secara umum mengalami

down regulation di karsinoma endometrium, yang mana dapat

meningkatkan risiko rekurensi dan menurunkan angka harapan hidup 5

tahun. Selanjutnya, ekspresi dari Bax dan faktor pengatur apoptosis

lainnya telah diobservasi pada pre kanker dan kanker endometrium.26,27,28

Gambar 2.5 Analisis imunohistokimia dari Bcl-2 dan Bax pada endometrium normal, hyperplasia, dan adenokarsinoma. A) ekspresi Bcl-2 tinggi pada endometrium normal yang berproliferasi dan menurun pada hyperplasia dan karsinoma. B) sama halnya dengan Bcl-2, ekspresi dari Bax terlihat menurun pada hyperplasia tetapi tetap lebih tinggi dibandingkan Bcl-2. C) rasio Bcl-2/Bax 5,12

(42)

Identifikasi ekspresi Bcl-2 pada gambar 2.5 terlihat bahwa ekspresi

pada simpleks terlihat lebih tinggi dibandingkan hiperplasia non atipikal

kompleks. pada proliferasi endometrium normal mendorong investigator

untuk mempelajari peran potensial dari Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium. Ekspresi Bcl-2 telah diketahui meningkat pada hiperplasia

endometrium. Namun, peningkatan ekspresi Bcl-2 ini tampaknya terbatas

pada hiperplasia kompleks. Secara mengejutkan, ekspresi Bcl-2 ini

menurun pada hiperplasia atipikal dan karsinoma endometrium.3

Gambar 2.6. Apoptosis sel pada kelenjar endometrium normal, hiperplasia, dan

kanker5

Peran gen Fas/FasL juga telah diteliti baru-baru ini pada

perkembangan hiperplasia endometrium. Fas termasuk salah satu tumor

necrosis factor/nerve growth factor yang berikatan dengan FasL (ligan

Fas) dan menginisiasi terjadinya apoptosis. Ekspresi Fas dan FasL

meningkat pada sampel endometrium setelah terapi progestasional.

(43)

20

perkembangan hiperplasia endometrium. Ekspresi Bcl-2 tampak menurun

dengan adanya progesteron intrauterine, sedangkan ekspresi Fas tampak

meningkat. 3

Studi yang telah disebutkan sebelumnya mulai memberikan kita

beberapa pemikiran pada perubahan molekular yang mengarah ke

terbentuknya hiperplasia dan karsinoma endometrium. Namun,

pemahaman kita belumlah lengkap dan studi lebih lanjut diperlukan untuk

menjelaskan lebih dalam perbedaan ekspresi Bcl-2 dan pada patogenesis

molekular hiperplasia endometrium non atipikal simpleks dan kompleks. 3

Gambar 2.7. Analisis dari apoptosis dengan menggunakan penandaan 3’-end in

situ dan ekspresi dari Bcl-2. (A) pada endometrium normal dan patologis. Pada kelenjar endometrium yang berproliferasi apoptosis terjadi sangat tidak bermakna, tetapi apoptosis sel terihat meningkat pada sel stroma (panah). (B) pada karsinoma endometrium grade II apoptosis terjadi dalam jumlah yang banyak (panah). (C) presentasi lapangan gelap dari mRNA Bcl-2 memperlihatkan ekspresi yang tinggi pada endometrium yang berproliferasi. (D) dan rendah pada hiperplasia endometrium kompleks.5

(44)

2.2.5 Pemeriksaan Ekspresi Bcl-2

a. Penandaan In Situ 3’-end dari DNA Apoptosis

Penandaan in situ 3’-end dari DNA apoptosis merupakan yang

pertma kali dicetuskan, dengan menggunakan ApopTag in situ yaitu suatu

alat untuk mendeteksi terjadinya apoptosis (Oncor, Gaithesburg, MD). 5,21

b. Hibridisasi In Situ

Analisis hibridisasi in situ dibuat dengan menggunakan penandaan

biotin untuk Bcl-2 dan Bax. 5,21

c. Imunohistokimia

Potongan paraffin di deparafinisasi dengan xylene dan di hidrasi

bertingkat dengan serial alkohol. Bcl-2 dideteksi dengan menggunakan

anti monoclonal dari tikus antibodi Bcl-2, Bax menggunakan antibodi Bax

anti-manusia dari poliklonal kelinci, TNF-α menggunakan antibodi

anti-manusia dari monoclonal tikus, dan NF-ĸB menggunakan antibodi

anti-manusia dari poliklonal kelinci. 5,29

Pewarnaan immunohistokimia dievaluasi dengan memakai indeks

pewarnaan yang didasarkan pada test pendahuluan. Intensitas

pewarnaan ditentukan berdasarkan :

• 0 = tidak dijumpai sel yang mengikat antibodi

• 1 = lemah atau tidak dapat dibedakan.

• 2 = sedang, dijumpai pada beberapa sel.

(45)

22

Gambar 2.8 Kelenjar endometrium yang menunjukkan positif adanya Bcl-212

Suatu studi di Cina juga menyebutkan terdapat hubungan antara

ekspresi gen Bcl-2 dengan resiko terjadinya kanker endometrium (p<

0,05).30

Penjagaan homeostasis dari jaringan tubuh sangat erat

hubungannya dengan proses pengaturan proliferasi sel dan apoptosis

pada integritas jaringan. Terdapat penelitian yang mengevaluasi ekspresi

apoptosis dengan protein regulasi apoptosis yaitu Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium.31

Apoptosis merupakan proses morfologi dan biokimia dari nekrosis

yang menyebabkan disfungsi sel. Deregulasi proses apoptosis dapat

disebabkan banyak faktor yaitu penyakit autoimun, defek perkembangan,

dan kanker. Endometrium manusia merupakan jaringan tubuh yang

sangat bergantung pada proses apoptosis, proliferasi, dan diferensiasi.

Sistem ini dipengaruhi keadaan hormonal seperti estradiol dan

progesteron. Apoptosis dilaporkan terdeteksi pada fase sekresi akhir atau

pada fase sekresi awal.31,32

(46)

Apoptosis diatur oleh gen pro dan anti apoptosis. Protein Bcl-2

merupakan protein kompleks yang berperan dalam apoptosis.Rasio

Bcl-2/Bax ,merupakan kunci proses apoptosis dimana nilai yang kecil akan

menyebabkan kematian sel. Ekspresi Bcl-2 tidak hanya dideteksi pada

hiperplasia endometrium, akan tetapi juga ditemukan pada payudara,

paru-paru, prostat, dan kanker tiroid atau melanoma.31,33

Caspase terjadi pada inisiator apoptosis. Caspase inisiator

apoptosis terdiri dari kaspase 2, 8, 9, dan 10. Juga terdapat Caspase

efektor apoptosis yaitu 3, 6, 7. Protein diaktifkan oleh caspase misalnya

poli ADP ribose polimerase (PARP). PARP merupakan enzim nuklear

yang berperan dalam perbaikan DNA dan stabilisasi genom. Enzim ini

juga terdeteksi pada hiperplasia endometrium.31

Terdapat penelitian yang mengukur kadar Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 25 pasien dengan usia

rata-rata 58 tahun. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi Bcl-2 yang menurun

sehingga menyebabkan terhambatnya proses apoptosis dan terjadi

perkembangan sel kanker.31

Penelitian Vaskivuo et al pada tahun 2002 membahas tentang

peranan apoptosis dan faktor apoptosis Bcl-2 pada hiperplasia

endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 85 kasus spesimen

histerektomi dengan usia 25-77 tahun. Hasil penelitian menunjukkan

apoptosis berperan pada hiperplasia simpleks, kompleks, dan atipikal.

(47)

24

terdeteksi pada hiperplasia endometrium dan endometrium normal. Laju

apoptosis pada tipe simpleks adalah 0,49 dan kompleks adalah 0,52.5

Penelitian lain oleh Boise et al pada tahun 1993 meneliti tentang

gen Bcl-2 yang berperan dalam regulasi apoptosis. Jumlah sel dikontrol

melalui keseimbangan proliferasi sel dan kematian sel. Apoptosis

merupakan proses aktif dimana sel dapat mati selama perkembangan

pada eukariosit kompleks. Kematian sel diinduksi program baik ekstrinsik

maupun intrinsik. Kematian sel ditandai dengan kurangnya volume sel,

pecahnya membran sel, kondensasi nuklear, dan degenerasi DNA.34

Salah satu faktor yang berperan penting adalah Bcl-2 yang berasal

dari translokasi 14;18 pada sel B limfoma. Translokasi ini menghasilkan

ekspresi deregulasi gen Bcl-2. Hal ini akan menyebabkan apoptosis.34

Penelitian lain oleh Sarmadi menilai reseptor estrogen dan

progesteron pada hiperplasia endometrium. Hasil penelitian menunjukkan

terdapat kelebihan reseptor progesteron pada 100% kasus hiperplasia

endometrium sehingga diperlukan terapi hormonal.35

Bcl-2 juga dapat digunakan sebagai pertanda dalam menilai terapi

progestin pada hiperplasia non atipik kompleks seperti penelitian yang

dilakukan Upson et al pada tahun 2012.36

Pada sel mamalia, apoptosis dipicu melalui dua faktor yaitu jalur

ekstrinsik atau reseptor kematian dan jalur intrinsik yaitu mitokondrial.

Kekurangan dari Bcl-2 dapat menjadi karsinogenik seperti pada kasus

kanker payudara, kolon, tiroid, dan endometrium. Ekspresi Blc-2 yang

(48)

tinggi akan memperlambat pertumbuhan sel hingga kematian sel,

sedangkan ekspresi Bcl-2 yang rendah akan memicu inhibisi apoptosis

sel.37

Penelitian Cahyanti pada tahun 2008 tentang Bcl-2 dan indeks

apoptosis pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan

kompleks. Pada pemeriksaan imunohistokimia Bcl-2 didapatkan

gambaran immunostaining spesifik berwarna coklat pada sitoplasma sel.

Ekspresi Bcl-2 terdapat pada semua kasus hiperplasia endometrium

non-atipik simpleks dan kompleks. Intensitas staining pada epitel kelenjar

positif kuat pada hiperplasia simpleks sebanyak 85,7% dan terdapat

peningkatan intensitas staining kuat pada hiperplasia kompleks 96,4% bila

dibandingkan dengan hiperplasia simpleks, tetapi perbedaan intensitas

staining tersebut tidak bermakna.38

Pada hasil penelitian Bcl-2 juga didapatkan ekspresi Bcl-2 pada

hiperplasia endometrium non-atipik simpleks dan kompleks didapatkan

adanya perbedaan yang bermakna dengan nilai ekspresi Bcl-2 pada

hiperplasia endometrium kompleks lebih tinggi dibandingkan yang

simpleks. Endometrium dengan Bcl-2 ≥ 0,92 mempunyai resiko 2,6 kali

untuk terjadinya hiperplasia non-atipik kompleks dibandingkan Bcl-2 <

0,92.38

Pada hasil pemeriksaan sel apoptosis pada kelenjar endometrium

(49)

26

apoptosis pada hiperplasia non-atipik simpleks 10 (5-40) dan yang

kompleks 8 (1-30).38

Dapat disimpulkan bahwa pada hiperplasia endometrium non-atipik

dengan adanya aktivitas proliferasi sel kelenjar yang meningkat

dibandingkan stroma, disebabkan ekspresi Bcl-2 sebagai anti-apoptosis

yang meningkat. Ekspresi Bcl-2 tersebut akan menyebabkan penurunan

kemampuan apoptosis dengan nilai indeks apoptosis yang rendah. Pada

hiperplasia endometrium non-atipik kompleks. 38

Penelitian Barhoom tentang Bcl-2 tidak hanya dilakukan pada

manusia akan tetapi pada jamur gloeosporoides, dimana jamur ini juga

memerlukan Bcl-2 sebagai regulator apoptosis.39

Terdapat peneltian oleh Santoso D pada tahun 2013 yang

membedakan indeks apoptosis berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan

perempuan pada pasien yang menjalani hemodialisa. Indeks apoptosis

perempuan lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan laki-laki

(0,7325 vs 0,55175). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

di kelompok perempuan non-diabetes yang menjalani hemodialisis, indeks

apoptosis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok laki-laki dan

pembandingnya.40

Penelitian Teguh M tentang perbedaan indeks apoptosis antara

pasien pre-eklamsia dengan normal. Hasil penelitian didapatkan terdapat

perbedaan bermakna indeks apoptosis dimana indeks meningkat pada

pasien pre-ekalmsia.41

(50)

Penelitian Gao et al pada tahun 2000 meneliti tentang mRNA Bcl-2

yang berkorelasi dengan kemoresistensi pada sel kanker manusia.

Ekspresi Bcl-2 didapatkan paling tinggi berada pada fase G1 saat

pembelahan sel.42

Penelitian Bcl-2 juga dilakukan pada kasus glioblastoma serta

kanker paru dan didapatkan hasil Bcl- 2 berperan pada penyakit ini dalam

mengontrol apoptosis. Bcl-2 juga dijadikan pertanda dalam menilai

prognosis pasien.43,44,45

Penelitian oleh Hardian et al meneliti tentang indeks apoptosis dan

Bcl-2 pada hiperplasia endometrium yang rekuren. Hasil peneltiian

didapatkan hiperplasia endometrium berkorelasi dengan indeks apoptosis

namun tidak berkorelasi dengan ekspresi Bcl-2.46

Sel apoptosis dapat dikenali melalui perubahan morfologi

stereotipikal. Sel akan mengerut, menunjukkan deformasi, dan tidak

lengket dengan sel di sekitarnya. Kromatin akan memendek, plasma akan

mencair atau bengkak.10

Sel yang mengalami apoptosis akan dimakan makrofag dan

dibuang dari jaringan tanpa mengakibatkan respon inflamasi. Proses ini

mengaktifkan enzim proteolitik terutama untuk mencerna DNA menjadi

fragmen oligonukleosal. Apoptosis berbeda dengan nekrosis sel dimana

nekrosis sel akan terjadi tanpa terkontrol sehingga menyebabkan

(51)

28

Apoptosis dapat dipicu dari berbagai stimuli baik dalam maupun

luar sel seperti adanya ligasi pada reseptor permukaan sel oleh DNA

perbaikan untuk memperbaiki struktur DNA yang cacat, ataupun sel yang

mengalami iradiasi atau obat sitotoksik.10

2.3 Hiperplasia Endometrium

2.3.1 Definisi

Hiperplasia endometrium didefinisikan sebagai proliferasi kelenjar

dengan ukuran dan bentuk ireguler dan dengan peningkatan rasio

kelenjar/stroma. Hiperplasia endometrium kemudian diklasifikasikan

menjadi hiperplasia simpleks dan hiperplasia kompleks berdasarkan

tingkat kompleksitas proliferasi kelenjar. Hiperplasia sederhana (dulunya

disebut kistik atau hiperplasia ringan) adalah lesi proliferatif dengan tingkat

kompleksitas minimal dan dikelilingi banyak stroma diantara kelenjar.

Hiperplasia kompleks (dulunya disebut hiperplasia moderat) adalah lesi

proliferatif dengan tingkat kompleksitas yang berat. Pada hiperplasia

kompleks, kelenjar dapat bervariasi dalam ukuran, dan jumlah stroma

yang minimal diantara kelenjar.3

(52)

2.3.2 Klasifikasi

Hiperplasia endometrium juga diklasifikasikan berdasarkan adanya

gambaran sitologi atipikal. Gambaran sitologi atipikal mengacu pada

pembesaran sel epitel yang hiperkromatik dengan nukleoli prominen dan

peningkatan rasio inti / sitoplasma.

Tabel 1. Klasifikasi Hiperplasia Endometrium 3,47

Gambaran sitologi atipik merupakan faktor prognostik paling

penting untuk mengarah ke karsinoma. Klasifikasi hiperplasia

endometrium yang lebih simpleks telah direkomendasikan berdasarkan

pentingnya sitologi atipik: hiperplasia non atipik dan hiperplasia atipik.

Kurang dari 2% hiperplasia non atipik berkembang menjadi karsinoma,

dan durasi rata-rata untuk menjadi karsinoma memerlukan waktu 10

tahun. Hiperplasia atipikal berkembang menjadi karsinoma pada 23%

(53)

30 Gambar 2.9. Klasifikasi Histologi Hiperplasia Endometrium 1

Hiperplasia endometrium didefinisikan sebagai proliferasi kelenjar

yang tidak teratur bentuk dan ukuran dengan peningkatan kelenjar rasio

stroma. Hal ini lebih dikategorikan menjadi simpleks dan kompleks,

didasarkan pada kompleksitas kelenjar. World Health Organization (WHO)

membuat sistem klasifikasi untuk hiperplasia endometrium, yang

kemudian direvisi pada tahun 2003, dibentuk berdasarkan dari Group

Oncology Gynecologic (GOG) dan International Society of Gynecological

Patologist (ISGP). Data - data menunjukkan bahwa sebagian besar

hiperplasia non atipik merupakan awal, tingginya lesi reversibel dalam

patogenesis endometrium dan karsinoma atipik hiperplasia endometrium

adalah prekursor endometrioid kanker endometrium.1,47

(54)

Tabel 2 Perbandingan hiperplasia non atipik simpleks dan kompleks dengan hiperplasia atipik simpleks dan kompleks3

Patologi

Terlepas dari kenyataan bahwa karsinoma endometrium adalah

ginekologi yang paling umum di Amerika Serikat, dengan kejadian 23,2

pada 100.000 perempuan. Dapat mempengaruhi wanita dalam segala

usia, dengan keluhan utama perdarahan uterus yang abnormal. Sangat

sedikit yang diketahui tentang kejadian hiperplasia endometrium.

Hiperplasia Endometrium tidak hanya predisposisi untuk karsinoma

endometrium, penyajian gejala klinis, menoragia dan menometroragia,

sering menyebabkan emergensi dan evaluasi rawat jalan. Selain itu,

pasien menanggung beban biaya dan beban evaluasi diagnostik medis,

bedah dan pengobatan (termasuk biopsi endometrium, dilatasi dan

kuretase, histerektomi, dan terapi potensial progestogen yang panjang

(55)

32 2.3.4 Patogenesis

Pada suatu studi retrospektif, Kurman menjelaskan perjalanan

alamiah dari hiperplasia endometrium. Pada studi 170 wanita dengan

hiperplasia endometrium diikuti selama satu tahun tanpa histerektomi.

Hanya 2 pasien (2%) yang awalnya didiagnosis hiperplasia tanpa

gambaran atipik berkembang menjadi karsinoma. Pada kedua pasien ini,

diagnosis awal hiperplasia tanpa gambaran atipik berkembang menjadi

hiperplasia endometrium dengan gambaran atipik sebelum didiagnosis

karsinoma endometrium.3

Hiperplasia non atipik cenderung untuk mengalami regresi secara

spontan, sedangkan hiperplasia atipik cenderung untuk berkembang

progresif. Studi lain dari 45 pasien yang menjalani histerektomi untuk

diagnosis preoperatif hiperplasia endometrium. Tidak dijumpai kasus

terjadinya karsinoma endometrium bersamaan dengan hiperplasia

endometrium non atipik. 3

Siklus menstruasi normal ditandai dengan meningkatnya ekspresi

onkogen Bcl-2 sepanjang fase proliferatif. Bcl-2 merupakan onkogen yang

terletak pada kromosom 18 yang pertama kali dikenal pada limfoma

folikular tetapi telah dilaporkan terdapat pada banyak keganasan manusia.

Apoptosis selular secara parsial dihambat oleh ekspresi Bcl-2 yang

menyebabkan sel hidup lebih lama. Ekspresi Bcl-2 tampaknya diatur

melalui kontrol hormonal, dan ekspresinya menurun secara signifikan

pada saat fase sekresi siklus menstruasi. Menurunnya ekspresi Bcl-2

(56)

berhubungan dengan munculnya sel apoptotik dalam endometrium yang

terlihat pada mikroskop elektron selama fase sekresi dalam siklus

menstruasi. 3,7

2.3.5 Gambaran Klinis

Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis paling sering

yang diakibatkan oleh hiperplasia endometrium. Unopposed estrogen dari

pemakaian estrogen eksogen atau siklus anovulatori mengakibatkan

hiperplastik endometrium dengan perdarahan terus-menerus. Pasien pada

usia reproduktif dengan hiperplasia endometrium khasnya sekunder akibat

sindrom polikistik ovarium (SPOK). SPOK mengakibatkan unopposed

estrogen sekunder dari siklus anovulatori. Pasien usia muda dapat juga

mempunyai kadar estrogen lebih tinggi akibat sekunder dari konversi

androstenedione periferal dalam jaringan lemak (pasien obese) atau

tumor ovarium yang mensekresi estrogen (misalnya, tumor sel

granulosa).3

Pasien pascamenopause dengan hiperplasia endometrium juga

mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam. pada kelompok usia ini

harus dipertimbangkan kejadian karsinoma, atrofi endometrium

merupakan penyebab paling sering pada perdarahan pascamenopause.

Hiperplasia dan karsinoma secara khas menunjukkan gejala perdarahan

pervaginam berat, sedangkan pasien dengan atrofi biasanya datang

(57)

34 2.3.6 Diagnosis

Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis yang paling

sering dikeluhkan pasien hiperplasia endometrium. Wanita dengan

perdarahan pascamenopause akan dijumpai hiperplasia endometrium

pada 15% kasus dan kanker pada 10% kasus. Temuan ultrasound secara

insidental yang menunjukkan penebalan endometrium untuk hiperplasia

endometrium. Wanita dibawah usia 40 tahun yang mengeluhkan

perdarahan uterus abnormal khasnya memiliki gangguan hormonal yang

dapat membaik tanpa harus dilakukannya pemeriksaan diagnostik,

misalnya ultrasound, atau kuretase endometrium.3,21

1. Ultrasonografi

Ultrasonografi transvaginal merupakan prosedur diagnostik dan

relatif murah untuk mendeteksi kelainan endometrium. Namun, pada

wanita pascamenopause, efikasinya sebagai pemeriksaan penapisan

untuk mendeteksi hiperplasia atau karsinoma endometrium belum

diketahui. Pada percobaan PEPI (Postmenopausal Estrogen/Progestin

Interventions), nilai batas ketebalan endometrium 5 mm memiliki nilai

prediktif positif, nilai prediktif negatif, sensitivitas, dan spesivisitas untuk

hiperplasia atau karsinoma endometrium masing-masing 9%, 99%, 90%,

dan 48%. 3,5,21,

Ultrasonografi dapat berperan sebagai pemandu untuk menentukan

apakah wanita dengan perdarahan pascamenopause memerlukan

pemeriksaan diagnostik lebih lanjut (misalnya kuretase) untuk

(58)

menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. Pada 339

wanita dengan perdarahan pascamenopause, tidak dijumpai ketebalan

endometrium ≤4 mm yang berkembang menjadi karsinoma endometrium

selama 10 tahun periode follow up.5

2. Biopsi Endometrium Pipelle

Pengambilan sampel endometrium dengan Pipelle merupakan

pemeriksaan yang efektif dan relatif murah untuk mengumpulkan jaringan

Studi sebelumnya menjelaskan wanita dengan bermacam-macam

penyebab perdarahan uterus abnormal; namun, yang paling penting

adalah kemampuan Pipelle untuk mendiagnosis secara benar wanita

dengan hiperplasia dan karsinoma endometrium. Pada studi metaanalisis

terhadap 7914 wanita, Pipelle mempunyai sensitivitas 99% dalam

mendeteksi kanker endometrium pada wanita pascamenopause, tetapi

pada wanita dengan hiperplasia endometrium, sensitivitas menurun

menjadi 75%.7

3. Kuretase dan Histeroskopi atau Dilatasi

Histeroskopi telah diterima secara umum sebagai baku emas dalam

mengevaluasi kavum endometrium. Namun, histeroskopi saja dalam

mendeteksi hiperplasia atau karsinoma dapat menghasilkan positif palsu

yang tinggi dan harus dilakukannya dilatasi dan kuretase. Apabila

Gambar

Gambar 2.1.Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain14
Gambar 2.2. Regulasi Apoptosis pada endometrium manusia. Pada fase sekretori endometrium rasio Bcl-2/Bax menurun
Gambar 2.3. Apoptosis jalur Intrinsik dan Ekstrinsik25
Gambar 2.4 Mekanisme apoptosis 23
+7

Referensi

Dokumen terkait

penatalaksanaan, dan respon terapi serta luaran terakhir dari kanker di bidang ginekologi yang lebih jarang dijumpai, yaitu kanker vagina, kanker vulva, kanker endometrium dan

Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk mengetahui kadar ekspresi IGF-1 dan Leptin terkait dengan reseptivitas endometrium pada penderita endometriosis dibandingkan dengan

Simpulan : Dari penelitian ini ekspresi reseptor hormonal ER dan PR lebih tinggi pada pasien premenopausal dibandingkan dengan pasien postmenopausal, tetapi tidak bermakna

Penentuan prognosis dan terapi kanker payudara, parameter yang dipakai adalah gambaran histopatologi tumor, ukuran tumor, angka mitosis, usia penderita, adanya metastasis ke

di atas, diperoleh data bahwa di RSUP Haji Adam Malik Medan pada periode 2012-2015, pasien penderita kanker endometrium tipe I derajat rendah dengan IMT berlebih-obesitas berjumlah

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak kadar enzim (zat) yang bernama cyclooxygenase-2 dan jumlah pembuluh darah pada suatu tumor ganas (kanker)

Tidak menemukan hubungan signifikan antara ekspresi PPARγ pada frekuensi tumor primer (T) dan tipe histopatologi karsinoma nasofaring. Ditemukan hubungan signifikan antara

Hubungan Usia dengan Ekspresi HER2 dan Ki67 Penderita Kanker Payudara di RSUP H.. Adam