PERBEDAAN EKSPRESI Bcl-2 PADA HIPERPLASIA
ENDOMETRIUM NON ATIPIK SIMPLEKS DAN KOMPLEKS
DI RS.H.ADAM MALIK MEDAN
TESIS
OLEH:
RICCA PUSPITA RAHIM
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
“Bismillaahirrahmaanirrahiim”
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa. Hanya atas izin dan kemurahan-Nya lah penulisan tesis
ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan
Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis saya ini
masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun
demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat
bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, khususnya
tentang :
”PERBEDAAN EKSPRESI Bcl-2 PADA HIPERPLASIA
ENDOMETRIUM NON ATIPIK SIMPLEKS DAN KOMPLEKS di RS.H.
ADAM MALIK MEDAN ”
Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH) yang
ii
Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K) dan Dr. dr. M. Fidel Ganis
Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku ketua dan sekretaris Departemen
Obstetri dan Ginekologi FK USU, Medan.
Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) dan dr. M. Rhiza Z. Tala,
M.Ked(OG), SpOG(K) selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris
Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK
USU, Medan.
Kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Prof. dr. Hamonangan
Hutapea, SpOG(K), Prof. Dr. dr. H. M. Thamrin Tanjung, SpOG(K), Prof.
dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K), Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG(K),
Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K), Prof. dr. Daulat H. Sibuea,
SpOG(K), Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), dan dr. Deri Edianto,
M.Ked(OG), SpOG(K), yang secara bersama-sama telah berkenan
menerima saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di
Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga ALLAH SWT membalas
kebaikan budi guru-guru saya tersebut.
Kepada Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) selaku orang tua
angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak
mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat
kepada saya selama dalam pendidikan.
Kepada Prof.dr.Delfi Lutan,MSc,SpOG.K, dr. Indra G. Munthe,
M.Ked (OG),SpOG.K selaku pembimbing tesis ini, serta dr. Hotma Partogi
Pasaribu,M.Ked(OG),SpOG, Dr.dr.Henry Salim Siregar,SpOG.K dr.
Khairani Sukatendel ,M.Ked(OG),SpOG.K selaku penyanggah.
Terimakasih kepada para guru saya di tim 5 ini, atas segala koreksi, kritik
yang membangun, serta atas segala bantuan, bimbingan, juga waktu dan
pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka
melengkapi dan menyempurnakan penulisan dan penyusunan tesis ini
hingga dapat terselesaikan dengan baik.
Kepada dr. Putri C. Eyanoer, MPH dan Dr. Surya Dharma, MPH
yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam
penyelesaian uji statistik tesis obgyn dan tesis magister saya.
Kepada Divisi Ginekologi yang telah mengizinkan saya untuk
melakukan penelitian ini.
Kepada dr. Hotma Partogi Pasaribu,M.Ked(OG),SpOG dan
Dr.dr.Sarma N.Lumbanraja M.Ked(OG),SpOG.K sebagai pembimbing
tesis magister saya bersama Dr. dr. Letta S.Lintang, MKed(OG), Sp.OG,
Dr.Binarwan Halim, Mked(OG), SpOG.K, dan Dr. Deri Edianto,
Mked(OG)SpOG.K selaku penyanggah dan narasumber dalam
penulisan tesis magister saya. Terimakasih kepada para guru saya di
tim 5 ini, atas segala koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala
bantuan, bimbingan, dalam rangka melengkapi dan menyempurnakan
penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan
baik.
Kepada Dr.Nazaruddin Jaffar SpOG K selaku pembimbing Referat
Fetomaternal saya yang berjudul : “Peranan kortisol terhadap
iv
Reproduksi saya yang berjudul : “ Infertilitas Karena Faktor Pria” dan
kepada dr. Riza Rivany,SpOG(K) selaku pembimbing minirefarat
Onkologi-Ginekologi saya yang berjudul “ Biomarker untuk Deteksi dan
Monitoring Kanker Ovarium”. Kepada dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG),
SpOG(K) selaku pembimbing Minirefarat Magister Kedokteran Klinis
Obstetri dan Ginekologi saya yang berjudul : “ Infeksi Saluran Kemih
Berulang”
Para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP H. Adam
Malik, RSUD dr. Pirngadi, RS Tembakau Deli, RSU Sundari dan RS
KESDAM II Putri Hijau, Medan, yang telah banyak membimbing dan
mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.
Direktur RSUP H. Adam Malik, Medan dan Ketua Departemen Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, beserta seluruh staf medis,
paramedis maupun non medis-paramedis yang telah memberikan
kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama
mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di instansi tersebut.
Direktur RSUD dr. Pirngadi, Medan dan Ketua SMF Kebidanan dan
Penyakit Kandungan dr. Syamsul Arifin Nasution, M.Ked(OG), SpOG(K)
beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis
yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya
untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di
instansi tersebut.
Direktur RS Haji Mina Medan dan kepala SMF Kebidanan dan
Penyakit Kandungan dr. H. Muslich Perangin-angin, SpOG, Direktur RS
Tembakau Deli dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan dr.
H. Sofian Abdul Ilah, SpOG direktur RSU Sundari dan kepala SMF
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG,
Kepala RUMKIT KesDam II / Bukit Barisan ”Puteri Hijau” dan kepala SMF
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Mayor CKM dr. Gunawan Rusuldi,
SpOG, serta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis
yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya
untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di
instansi-instansi tersebut.
Laboratorium Patologi Anatomi FK USU beserta staf yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.
Kepada senior-senior saya,teman seangkatan saya dan
rekan-rekan PPDS saya berterima kasih atas segala bimbingan dan dukungan
selama ini.
Seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dan dengan
kebersamaan yang indah, saling mendukung dan memberikan semangat
dan berkomitmen untuk seia sekata dengan penuh loyalitas dalam
bertugas selama menempuh pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih
Kepada seluruh staf pegawai negeri dan pegawai honorer dan
seluruh petugas yang bekerja di lingkungan Departemen Obstetri dan
vi
Seluruh pasien, rekan dokter muda, staf medis, paramedis maupun
non medis-paramedis pada seluruh instansi ditempat saya pernah
mengikuti pendidikan maupun bertugas. Terima kasih banyak atas segala
kerjasama, bantuan, bimbingan, serta kebaikan yang diberikan selama
masa pendidikan yang saya jalani.
Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur
kepada Allah SWT dan Sembah sujud serta terima kasih yang
tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya
yang sangat saya cintai H. Abdul Rahim Chan (alm) dan Hj.
Syamsinar yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan,
serta mendidik saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang
dari sejak kecil hingga kini. Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak
mertua H.Rasul B (alm) dan ibu mertua Hj. Hamdani, yang telah
memberikan dorongan dan semangat kepada saya.
Tiada kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih
kepada suami saya, dr. Mensyuknil Hasra SpOT dan teramat
khusus untuk Buah hatiku tercinta, Chesa Salsabila Mecca dan
Cardova Fayzzil Mecca, yang memberi inspirasi serta penyemangat
saya dalam menyelesaikan pendidikan ini. Semoga Allah SWT selalu
memberikan kebahagiaan kepada keluarga kita.
Kepada abangku Yasser Arcan terima kasih atas dukungan
kepada saya selama menjalani pendidikan.
Kepada seluruh Keluarga yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan
doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Sem oga A ll ah SW T sena nt ia sa m em be r i kan rahm at - N ya
k epad a ki ta semua.
Medan, November 2014
viii
1.5.1 Manfaat Teoritis 6
1.5.2 Manfaat Metodologis 6
1.5.3 Manfaat Aplikatif 6
Bab II Tinjauan Pustaka 7
2.1 Bcl-2( B Cell Lymphoma 2) 7
2.2 Apoptosis 9
2.2.1 Defenisi 9
2.2.2 Fungsi Apoptosis 10
2.2.3 Regulasi Apoptosis 11
2.2.4 Ekspresi Bcl-2 Pada Hiperplasia Endometrium 17
2.2.5 Pemeriksaan Ekspresi Bcl-2 21
2.3 Hiperplasia Endometrium 28
2.3.1 Defenisi 28
2.3.2 Klasifikasi 29
2.3.3 Epidemiologi 31
2.3.4 Patogenesis 32
2.3.5 Gambaran Klinis 33
2.3.6 Diagnosis 34
2.3.7 Penatalaksanaan 36
2.4 Kerangka Teori 38
2.5 Kerangka Konsep 39
BAB III Metode Penelitian 40
3.1 Rancangan Penelitian 40
3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian 40
3.3 Populasi Penelitian 40
3.4 Sampel Dan Besar Sampel 40
3.5 Identifikasi Variabel 41
3.6 Cara Kerja Dan Teknik Pengumpulan Data 42
3.7 Defenisi Operasional 44
3.8 Kerangka Kerja 46
3.9 Analisa Data 47
Bab IV Hasil Dan Pembahasan 48
Bab V Kesimpulan Dan Saran 54
Daftar Pustaka 55
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain 8
Gambar 2.2 Regulasi Apoptosis pada endometrium manusia. 12
Gambar 2.3 Apoptosis jalur Intrinsik dan Ekstrinsik 16
Gambar 2.4 Mekanisme Apoptosis 17
Gambar 2.5. Analisis imunohistokimia dari Bcl-2 dan Bax 18
Gambar 2.6 Apoptosis sel pada kelenjar Endometrium 19
Gambar 2.7 Analisis dari Apoptosis 20
Gambar 2.8 Kelenjar Endometrium yang positif Bcl 2 22
Gambar 2.9 Klasifikasi Histologi Hiperplasia Endometrium 30
Gambar 2.10 Proportion Score (PS) dan Intensity Score (IS) 45
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi Hiperplasia Endometrium 29
Tabel 2 Perbandingan hiperplasia simpleks dan kompleks dengan
hiperplasia atipikal simpleks dan kompleks 31
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi hiperplasia endometrium
berdasarkan karakteristik 46
Tabel 4.2 Perbedaan ekspresi Bcl-2 berdasarkan kekuatan intensitas 47
Tabel 4.3 Perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 antara hiperplasia
endometrium non atipik simpleks dan kompleks 49
xii
Bik : Bcl-2 interacting killer
Noxa : Noxa A gene
Puma : p53 upregulated modulator of apoptosis
Hrk : Harakiri, Bcl 2 Interacting Protein
BNIP3 : Bcl-2/ adenovirus E1B19kDa Interacting Protein
Bad : Bcl-2- associated death promoter
TNF-α : Tumor Necrosis Factor α
NF-κβ : Nuclear Factor kappa-light –chain-enhancer of activated
B-cell
Apaf-1 : Apoptosis-activating factor-1
IAP : Inhibitors of Apoptosis
FAS : Fragment Apoptosis Stimulating
FAPD : Fas- Associated Protein with Death Domain
FasL : Fas Ligand
PARP : Poly ADP-ribose Polymerase
PERBEDAAN EKSPRESI Bcl-2 PADA HIPERPLASIA ENDOMETRIUM NON ATIPIK
SIMPLEKS DAN KOMPLEKS DI RS.H.ADAM MALIK MEDAN
Rahim RP, Lutan D, Munthe IG, Pasaribu HP, Siregar HS, Sukatendel K
Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi – Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, November 2014
ABSTRAK
Latar Belakang : Hiperplasia endometrium adalah proliferasi selular yang berlebihan
mengarah ke peningkatan volume jaringan endometrium. Hiperplasia endometrium prekursor keganasan genitalia wanita Apoptosis berperan pada hiperplasia endometrium. Apoptosis diatur oleh beberapa gen, termasuk Bcl-2.
Tujuan : Mengetahui perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium non atipik simpleks dan kompleks..
Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan analisa
komparatif. Populasi penelitian adalah pasien dengan hiperplasia endometrium yang mendapat perlakuan biopsi endometrium dimana jaringan akan diperiksa dalam bentuk blok parafin. Subyek penelitian diambil dari preparat blok parafin hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks di Laboratorium Patologi Anatomi RSHAM dan FK.USU Medan
xiv Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara gambaran intensitas ekspresi imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia endometrium non atipik simpleks dengan kompleks.
Kata Kunci : hiperplasia endometrium, apoptosis, Bcl-2
DIFFERENCE OF Bcl-2 EXPRESSION IN SIMPLEX AND COMPLEX NON
ATYPICAL ENDOMETRIAL HYPERPLASIA AT ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL
MEDAN
Rahim RP, Lutan D, Munthe IG, Pasaribu HP, Siregar HS, Sukatendel K
Division of Reproductive Endocrinology and Fertility Medicine
Department of Obstetric and Gynecology
Faculty of Medicine – University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia, November 2014
ABSTRACT
Background : Endometrial hyperplasia is an excessive cellular proliferation which leads
to the increase of endometrial tissue volume. Endometrial hyperplasia is a precursor of malignancy in women’s genitalia. Apoptosis may play a role in endometrial hyperplasia and regulated by several genes, including Bcl-2.
Purpose : To find the difference between immunohistochemistry expression of Bcl-2 in
simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia
Method : This is an analytic observational study with comparative analysis. Population
of the study are patients with endometrial hyperplasia receiving endometrial biopsy, where the tissue will be examined in form of paraffin block. Study subjects were taken from simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia paraffin block which available in Histopathology Laboratory of Adam Malik General Hospital and USU Medical Faculty Medan.
Result : From this study, 44 subjects were obtained, divided into 2 groups, simplex and
complex non-atypical endometrial hyperplasia Based on age, most subjects are from
the age group of >40 years .With 12 subjects in simplex group (54,5%), and 17 subjects in complex group (77,30%), p=0.705. Based on proportion of Bcl2 expression, the majority in simplex group shows weak intensity (45,5%), majority in complex group shows moderate intensity (31,8%). Mean immunohistochemisry expression intensity of
Bcl-2 in simplex non-atypical endometrial hyperplasia is 1,23, lower than complex
xvi Conclusion : No significant difference was found between the immunohistochemisry expression intensity of Bcl-2 in simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia.
Keyword : endometrial hyperplasia, apoptosis, Bcl-2
PERBEDAAN EKSPRESI Bcl-2 PADA HIPERPLASIA ENDOMETRIUM NON ATIPIK
SIMPLEKS DAN KOMPLEKS DI RS.H.ADAM MALIK MEDAN
Rahim RP, Lutan D, Munthe IG, Pasaribu HP, Siregar HS, Sukatendel K Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi – Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, November 2014
ABSTRAK
Latar Belakang : Hiperplasia endometrium adalah proliferasi selular yang berlebihan
mengarah ke peningkatan volume jaringan endometrium. Hiperplasia endometrium
prekursor keganasan genitalia wanita Apoptosis berperan pada hiperplasia
endometrium. Apoptosis diatur oleh beberapa gen, termasuk Bcl-2.
Tujuan : Mengetahui perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium non atipik simpleks dan kompleks..
Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan analisa
komparatif. Populasi penelitian adalah pasien dengan hiperplasia endometrium yang
mendapat perlakuan biopsi endometrium dimana jaringan akan diperiksa dalam bentuk
blok parafin. Subyek penelitian diambil dari preparat blok parafin hiperplasia
endometrium non atipik simpleks dan kompleks di Laboratorium Patologi Anatomi
RSHAM dan FK.USU Medan
Hasil : Dari penelitian didapatkan 44 orang subjek penelitian, yang dibagi menjadi 2
kelompok, hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks. Berdasarkan
usia, sebagian besar subjek berusia >40 tahun . Pada kelompok simpleks sebanyak 12
orang (54,5%), dan kompleks sebanyak 17 orang (77,30%), p=0.705. Proporsi ekspresi
Bcl2 pada kelompok simpleks lebih banyak dengan intensitas yang lemah (45,5%),
sedangkan pada kelompok kompleks proporsi terbesar dengan intensitas sedang
(31,8%). Rerata intensitas ekspresi imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia
endometrium non atipik simpleks adalah 1,23, lebih rendah dari kelompok kompleks
xiv Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara gambaran intensitas ekspresi
imunohistokimia Bcl2 jaringan hiperplasia endometrium non atipik simpleks dengan
kompleks.
Kata Kunci : hiperplasia endometrium, apoptosis, Bcl-2
DIFFERENCE OF Bcl-2 EXPRESSION IN SIMPLEX AND COMPLEX NON
ATYPICAL ENDOMETRIAL HYPERPLASIA AT ADAM MALIK GENERAL HOSPITAL
MEDAN
Rahim RP, Lutan D, Munthe IG, Pasaribu HP, Siregar HS, Sukatendel K Division of Reproductive Endocrinology and Fertility Medicine
Department of Obstetric and Gynecology Faculty of Medicine – University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia, November 2014
ABSTRACT
Background : Endometrial hyperplasia is an excessive cellular proliferation which leads
to the increase of endometrial tissue volume. Endometrial hyperplasia is a precursor of
malignancy in women’s genitalia. Apoptosis may play a role in endometrial hyperplasia
and regulated by several genes, including Bcl-2.
Purpose : To find the difference between immunohistochemistry expression of Bcl-2 in
simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia
Method : This is an analytic observational study with comparative analysis. Population
of the study are patients with endometrial hyperplasia receiving endometrial biopsy,
where the tissue will be examined in form of paraffin block. Study subjects were taken
from simplex and complex non-atypical endometrial hyperplasia paraffin block which
available in Histopathology Laboratory of Adam Malik General Hospital and USU
Medical Faculty Medan.
Result : From this study, 44 subjects were obtained, divided into 2 groups, simplex and
complex non-atypical endometrial hyperplasia Based on age, most subjects are from
the age group of >40 years .With 12 subjects in simplex group (54,5%), and 17 subjects
in complex group (77,30%), p=0.705. Based on proportion of Bcl2 expression, the
majority in simplex group shows weak intensity (45,5%), majority in complex group
shows moderate intensity (31,8%). Mean immunohistochemisry expression intensity of
Bcl-2 in simplex non-atypical endometrial hyperplasia is 1,23, lower than complex
xvi Conclusion : No significant difference was found between the immunohistochemisry
expression intensity of Bcl-2 in simplex and complex non-atypical endometrial
hyperplasia.
Keyword : endometrial hyperplasia, apoptosis, Bcl-2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam arti luas hiperplasia endometrium berhubungan dengan
proliferasi selular yang berlebihan mengarah ke peningkatan volume
jaringan endometrium, di mana peningkatan kelenjar endometrium ke
stroma terlihat rasio lebih besar dari 1:1. Hiperplasia endometrium
selanjutnya diklasifikasikan atas dasar kompleks kelenjar endometrium
dan setiap sitologi atipia, sehingga berdasarkan sistem klasifikasi terdiri
dari simpleks atau kompleks hiperplasia dengan atau tanpa atipia.1
Penelitian untuk mencari insidensi hiperplasia endometrium pada
wanita berusia 18-90 tahun telah banyak dilakukan. Menurut penelitian
Reed et al pada tahun 2009 didapatkan insidensi hiperplasia endometrium
jenis simpleks adalah 142 per 100.000 wanita, kompleks 213/100.000
wanita, atipik 56/100.000 wanita dengan usia terbanyak untuk jenis
simpleks dan kompleks adalah 50 tahun sedangkan jenis atipik adalah 60
tahun.2
Hiperplasia endometrium mempengaruhi wanita premenopause
dan menopause, dengan jumlah sekitar 15% kasus perempuan dengan
perdarahan postmenaupose. Sebaliknya, hiperplasia endometrium dapat
juga asimtomatik dan mungkin pada beberapa kasus, regresi spontan
tidak terdeteksi. Hiperplasia endometrium secara klinis terutama berkaitan
2
hiperplasia dikaitkan dengan sitologi atipia. Diyakini bahwa sebagian
besar kanker endometrium dibedakan berdasarkan lesi hiperplastik, mulai
dari hiperplasia endometrium tanpa atipia dan hiperplasia dengan atipia,
untuk dibedakan menjadi karsinoma endometrium. 1
Hiperplasia endometrium merupakan salah satu prekursor paling
sering pada keganasan genitalia wanita. American Cancer Society (ACS)
memprediksikan bahwa 40.100 kasus baru kanker uterus akan
didiagnosis pada tahun 2003, yang mana 95% diharapkan berasal dari
endometrium. ACS juga memperkirakan terdapat kira-kira 6800 wanita
Amerika akan meninggal akibat kanker uterus pada tahun 2003. Adanya
estrogen unopposed dari siklus anovulatori dari pemakaian estrogen dari
luar pada wanita pascamenopause dapat meningkatkan resiko terjadinya
hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium. Sistem klasifikasi
hiperplasia endometrium telah dikembangkan berdasarkan tingkat
kompleks kelenjar endometrium dan gambaran atipikal hasil sitologi.
Hiperplasia atipik telah diduga berhubungan erat dengan kecenderungan
terjadinya karsinoma endometrium dan adanya karsinoma endometrium
saat ditemukannya hiperplasia endometrium.3
Di Amerika Serikat, kanker endometrium merupakan kanker yang
paling umum didiagnosis pada sistem reproduksi perempuan. Strategi
untuk mendiagnosis lesi pramalignan endometrium secara sensitif dan
akurat sangat diperlukan. Perkembangan menjadi adenokarsinoma
endometrium biasanya di awali oleh lesi prakanker, termasuk hiperplasia
endometrium dimana disebabkan oleh proliferasi endometrium yang tidak
terkontrol. Apoptosis mengatur hemostasis endometrium selama siklus
menstruasi. 4,5
Penelitian lain oleh Boise et al pada tahun 1993 meneliti tentang
gen B cell lymphoma – 2 (Bcl-2) yang berperan dalam regulasi apoptosis.
Jumlah sel dikontrol melalui keseimbangan proliferasi sel dan kematian
sel. Apoptosis merupakan proses aktif dimana sel dapat mati selama
perkembangan pada eukariosit kompleks. Kematian sel diinduksi program
baik ekstrinsik maupun intrinsik. Kematian sel ditandai dengan kurangnya
volume sel, pecahnya membran sel, kondensasi nuklear, dan degenerasi
DNA.6
Penelitian Vaskivuo et al pada tahun 2002 membahas tentang
peranan apoptosis dan faktor apoptosis Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 85 kasus spesimen
histerektomi dengan usia 25-77 tahun. Hasil penelitian menunjukkan
apoptosis berperan pada hiperplasia simpleks, kompleks, dan atipik.
Proses apoptosis menurun pada hiperplasia endometrium. Bcl-2
terdeteksi pada hiperplasia endometrium dan endometrium normal. Laju
apoptosis pada tipe simpleks adalah 0,49 dan kompleks adalah 0,52.5
Apoptosis diatur oleh beberapa gen, diantara gen tersebut, yang
termasuk faktor penting adalah golongan gen Bcl-2. Bcl-2 merupakan gen
anti-apoptosis yang pertama kali diidentifikasi pada limfoma non-hodgkin.
4
apoptosis, dan ekspresi dari gen ini telah ditemukan meningkat pada
neoplasma pada manusia, termasuk keganasan mammae, prostat, tiroid,
dan karsinoma sel paru sel besar. Bax merupakan gen lain yang
merupakan golongan dari Bcl-2, tetapi berlawanan dengan Bcl-2, gen ini
cenderung menginduksi terjadinya apoptosis.7
Menurut penelitian loffe et al pada tahun 1998 membahas tentang
Bcl-2 tinggi pada hiperplasia simpleks dan fase proliferasi serta menurut
penelitian Kokawa et al pada tahun 2001 meneliti bahwa Bcl-2 meningkat
pada hiperplasia non atipik. Disini Bcl-2 berperan pada jalur intrinsik
apoptosis dan mengatur pertumbuhan endometrium serta hiperplasia
endometrium non-atipik.8,9
Bcl-2 merupakan protoonkogen yang menghambat terjadinya
onkogenesis, tetapi dalam keadaan berlebihan malah bisa memberikan
efek sebaliknya yaitu memicu onkogenesis, Bcl-2 juga dapat menjadi
faktor prognostik kearah keganasan sementara adanya beberapa
penelitian yang kontroversi di mana ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia non
atipik simpleks lebih tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut dan
juga belum adanya penelitian di Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, peneliti ingin meneliti
bagaimana perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium non atipik simpleks dan kompleks.4,5,7,8
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, dirumuskan masalah apakah terdapat
perbedaan ekspresi imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia endometrium
non atipik simpleks dan kompleks.
1.3 Hipotesa Penelitian
Ho = Tidak ada perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium non atipik simpleks dibanding kompleks.
Ha = Ada perbedaan rerata ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium non atipik simpleks dibanding kompleks.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi
imunohistokimia Bcl-2 pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks
dan kompleks.
1.4.2 Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hiperplasia endometrium non
atipik simpleks dan kompleks berdasarkan karakteristik.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hiperplasia endometrium
non-atipik simpleks dan kompleks berdasarkan hasil staining histopatologi.
3. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia
6 1.5 Manfaat penelitian
1.5.1. Manfaat teoritis
Dapat diketahui bagaimana perbedaan ekspresi imunohistokimia
Bcl-2 pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks.
Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar pada penelitian selanjutnya
terhadap hiperplasia endometrium.
1.5.2. Manfaat Metodologis
Dapat diketahui bagaimana pemeriksaan ekspresi Bcl-2 pada
hiperplasia endometrium melalui pemeriksaan imunohistokimia.
1.5.3. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapakan bermanfaat untuk memperoleh data
tentang bagaimana ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia endometrium
sehingga dapat menjadi landasan pilihan pemeriksaan dan mendiagnosis
lebih spesifik pada penderita hiperplasia endometrium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bcl-2 ( B cell lymphoma-2)
Bcl-2 merupakan B-cell lymphoma / leukemia-2 dan protein kedua
dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Sesuai dengan
namanya, gen ini ditemukan karena keterlibatannya dalam keganasan
sel-B, dimana terjadi translokasi kromosomal yang kemudian
mengaktifkan sebagian besar gen pada non-Hodgkin’s sel-B limfoma
folikuler.10,11
Gen Bcl-2 memiliki lebih dari 230 kb dari DNA dan terdiri dari tiga
exons yang mana exon 2 dan sebagian kecil dari exon 3 mengkode
protein. Bcl-2 mengkode 2 mRNA, yaitu Bcl-2α dan Bcl-2β, yang mana
hanya Bcl-2α yang sepertinya memiliki relevansi biologis. Protein Bcl-2
merupakan membran protein yang memiliki berat molekul 26 kDa terletak
pada bagian sitosolik dari amplop nuklear, retikulum endoplasma dan
bagian luar membran mitokondria dan sitoplasma.12,13
Berdasarkan dari struktur dan fungsi, protein Bcl-2 adalah suatu
regulator utama pada proses apoptosis meliputi antiapoptosis dan
proapoptosis. Saat ini ada 18 anggota family Bcl-2 yang telah
diidentifikasi dan dibagi kedalam 3 grup, yaitu 14,15,16,17
1. The anti apoptotic channel-forming protein meliputi Bcl-2, Bcl-xl,
8
2. The proapoptotic channel-forming protein diwakili Bax ( Bcl-2
associated x protein) dan Bak ( Bcl-2 associated killer), aktifitas dari
kelompok sub grup ini bersifat menstimulasi pelepasan sitokrom c
dari membran mitokondria
3. The proapoptotic channel-forming protein yaitu Bid ( BH3
domain-only death agonist ), Bik, NOxa, Puma, Hrk, BNIP3, Bad (Bcl-2
associated death-only death promoter) merupakan molekul
proapoptosis. Protein kelompok ini mendorong kematian sel
sebagai protein adaptor yang terikat pada jalur upstream untuk
memutuskan berlangsungnya program apoptosis.
Gambar 2.1.Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain14
Bcl-2 dapat memperpanjang hidup sel. Ekspresi protein ini
seringkali berlebihan pada berbagai keganasan meskipun tanpa adanya
translokasi kromosom t (14;18) yang mengakibatkan perubahan gen
Bcl-2. Resistensi obat bisa terjadi oleh karena meningkatnya ekspresi Bcl-2,
kanker. Paparan yang berlebihan Bcl-2 bisa menyebabkan suatu keadaan
terjadinya kemoresisten.18
2.2 Apoptosis
2.2.1 Definisi
Apoptosis adalah mekanisme fisiologis dari kematian sel yang telah
menunjukkan peranan dalam onset dengan atau perkembangan kanker.
Gangguan pada pengaturan sel yang mengkontrol apoptosis dapat
memicu ganguan homeostasis dari jaringan seperti keseimbangan
prolifersi dan apoptosis sel. Apoptosis berperan dalam perkembangan
siklus sel dari endometrium normal.5
Apoptosis berasal dari bahasa Yunani, yang artinya gugurnya putik
bunga atau daun dari batangnya. Pada tahun 1972, Kerr J.F et al
mempublikasikan artikel British Journal of Cancer dengan judul
:Apoptosis: a basic biological phenomen with ranging implication in tissue
kinetic. Artikel ini menjelaskan proses kematian normal pada sel yang
disebut dengan apoptosis.12
Apoptosis berbeda dengan nekrosis. Apoptosis pada umumnya
berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh. Bila
sel kehilangan kemampuan melakukan apoptosis maka sel tersebut dapat
10
adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut. Sel
– sel yang dimusnahkan karena cedera (seperti cedera oleh mekanikal,
terinfeksi oleh toksik). Pada nekrosis terjadi perubahan pada inti yang
pada akhirnya dapat menyebabkan inti menjadi lisis dan membran plasma
menjadi ruptur.19,20
2.2.2 Fungsi Apoptosis 21
1. Terminasi sel, keputusan untuk apoptosis dapat berasal dari sel itu
sendiri, dari jaringan sekitarnya ataupun dari sel yang berasal dari
immune system. Hal ini fungsi apoptosis adalah untuk mengangkat sel
yang rusak, mencegah sel menjadi lemah atau kurangnya nutrisi dan
mencegah penyebaran virus.
2. Mempertahankan homeostasis, artinya jumlah sel dalam suatu organ
atau jaringan harus berada dalam keadaan yang relative konstan, hal
ini dapat dicapai jika kecepatan mitosis seimbang dengan kematian
sel.
3. Perkembangan embryonal, pada masa embryo perkembangan suatu
jaringan atau organ didahului oleh pembelahan dan diferensiasi sel
dan kemudian dikoreksi melalui apoptosis.
4. Interaksi limfosit, perkembangan limfosit B dan limfosit T pada tubuh
manusia merupakan suatu yang kompleks, yang akan membuang sel
– sel yang berpotensi menjadi rusak. Sitotoksik T dapat menginduksi
apoptosis secara langsung pada sel melalui terbukanya suatu celah
pada target membrane dan pelepasan zat – zat kimia untuk mengawali
proses apoptosis.
5. Involusi hormonal pada usia dewasa, misalnya pada pelepasan sel
endometrium selama siklus menstruasi, regresi pada payudara setelah
masa menyusui dan atresia folikel pada menopause.
2.2.3 Regulasi Apoptosis
Apoptosis diatur oleh beberapa gen. diantara gen tersebut, yang
termasuk faktor penting adalah golongan gen Bcl-2. Bcl-2 merupakan gen
anti-apoptosis yang pertama kalo diidentifikasi pada limfoma non-hodgkin.
Gen tersebut memiliki kemampuan menghambat berbagai macam sinyal
apoptosis, dan ekspresi dari gen ini telah ditemukan meningkat pada
neoplasma pada manusia, termasuk keganasan mammae, prostat, tiroid,
dan karsinoma sel paru sel besar. Bax merupakan gen lain yang
merupakan golongan dari Bcl-2, tetapi berlawanan dengan Bcl-2, gen ini
cenderung menginduksi terjadinya apoptosis. Gen-gen yang merupakan
golongan dari kelompok Bcl-2 dapat membentuk homo atau heterodimer
satu sama lain. Pro-apoptosis dari royein Bax tergantung pada
pembentukan Bax yang bersifat homodimer pada membrane mitkondria.
Efek antagonis dari gen Bcl-2 telah dipengaruhi sebagian oleh Bcl-2-Bax
heterodimer yang mencegah terbentuknya Bax-homodimer. Telah diduga
12
membuat sel resisten terhadap stimulus apoptosis, sedangkan rasi yang
rendah menginduksi kematian sel. 5,22,23
Gambar 2.2. Regulasi Apoptosis pada endometrium manusia. Pada fase
sekretori endometrium rasio Bcl-2/Bax menurun. Hal ini dikontrol oleh hormone-horman ovarium . Penurunan rasio tersebut menandakan peningkatan apoptosis pada endometrium selama menstruasi11
TNF-α merupakan sitokin yang menginduksi apoptosis melalui
reseptor spesifik. Aktivasi dari reseptor TNF memicu aktivasi dari enzim
proteolitik (kaskase) yang bertanggung jawab terhadap eksekusi dari
apoptosis. Bagaimanapun untuk menunjang apoptosis, TNF-α dapat
mengawali sinyal lain termasuk mengaktivasi NF-ĸB, sebuah fakor
transkriptase yang terlibat dalam regulasi dari gen pada respon imun,
perkembangan embrionik, onkogenesis, dan apoptosis. Sedangkan
beberapa observasi telah menduga sebuah fungsi pro-apoptosis dari
ĸB, sebuah peran anti-apoptosis telah diketahui pada beberapa jenis sel.
NF-ĸB terlbat dalam transkriptase dari beberaapa gen anti-apoptosis,
termasuk faktor yang terkait dengan reseptor TNF yaitu TRAF-1 dan
TRAF-2, yang merupakan golongan dari penghambat gen apoptosis.
NF-ĸB terdapat pada endometrium selama siklus menstruasi, tetapi
hubungannya dengan apoptosis jaringan belum diketahui.5
Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya
yaitu:
1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis).
Signal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstrinsik
antara lain: hormon, faktor pertumbuhan, nitrik oxide dan sitokine. Signal
intrinsik misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal
bebas, dan gangguan pada siklus sel, panas, kekurangan nutrisi, infeksi
virus dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat menimbulkan
pelepasan signal apoptosis intrinsik melalui kerusakan sel. Kedua jalur
penginduksi tersebut bertemu didalam sel, berubah menjadi famili protein
pengeksekusi utama yang dikenal caspase, yang merupakan mediator
sebenarnya kematian sel.16,17,22,23
Signal apoptosis bisa terjadi secara intrinsik (internal) diinisiasi
melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel. Sedangkan
jalur ekstrinsik (eksternal) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor
14 a. Jalur Intrinsik (Mitochondria Pathway)
Jalur apoptosis intrinsik akan menghasilkan peningkatan
permeabilitas mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis
(death inducers) ke dalam sitoplasma.23,24 Mitokondria mengandung
protein seperti sitokrom c yang penting bagi kehidupan, tetapi bila
beberapa protein yang serupa terlepas ke dalam sitoplasma (merupakan
indikasi bahwa sel tersebut tidak sehat), akan menginisiasi program
“bunuh diri” dari apoptosis. Pelepasan protein mitokondria ini dikontrol
secara seimbang melalui anggota keluarga protein Bcl antara pro dan
antiapoptosis. Salah satu yang utama adalah Bcl-2, Bcl-x dan Mcl-1.
Normalnya protein ini terdapat pada sitoplasma dan membran
mitokondria, dimana mereka mengontrol permeabilitas mitokondria dan
mencegah kebocoran protein mitokondria yang nantinya memiliki
kemampuan untuk mencetuskan kematian.24,25 Bila sel kehilangan sinyal
bertahan/survival, terjadi kerusakan DNA, atau kesalahan sintesis protein
maka akan merangsang stres retikulum endoplasma (RE), sensor dari
kerusakan atau stres akan diaktifkan. Sensor kemudian akan
mengaktifkan dua kritikal (proapoptosis) efektor, Bax dan Bak, yang
membentuk oligomers yang kemudian masuk ke dalam membran
mitokondria dan membuat saluran/channel yang memperbolehkan protein
dari membran dalam mitokondria untuk bocor ke dalam sitoplasma. BH3
juga mengikat dan memblok fungsi dari Bcl-2 dan Bcl-x, diwaktu yang
sama sintesis dari Bcl-2 dan Bcl-x menurun. Hasil dari aktivasi dari
Bak disertai dengan hilangnya fungsi perlindungan dari anggota keluarga
Bcl antiapoptosis, maka terjadi pelepasan beberapa protein mitokondria
ke dalam sitoplasma yang akan mengaktifkan alur caspase. Salah satu
protein tersebut adalah sitokrom c, yang diketahui fungsinya pada
respirasi mitokondria. Sekali terlepas ke dalam sitosol, sitokrom c
mengikat protein yang dinamakan Apaf-1 (apoptosis-activating factor-1,
homolog dari Ced-4 pada C elegans), yang kemudian akan membentuk
hexamer berbentuk seperti roda yang disebut apoptosom.22,23 Komplek
ini dapat mengikat caspase-9, inisiator caspase yang penting dari alur
mitokondria dan enzim akan memecah molekul caspase-9 yang
berdekatan, sehingga membentuk sebuah proses auto-amplifikasi.
Protein mitokondria lainnya, seperti Smac/diablo, memasuki sitoplasma,
kemudian mereka mengikat dan menetralisir protein sitoplasma yang
berfungsi sebagai inhibitor fisiologis apoptosis. Fungsi normal dari
inhibitor fisiologis apoptosis adalah untuk memblokir aktivasi caspases,
termasuk caspase-3 dan menjaga sel-sel tetap hidup, netralisasi dari IAP
ini merupakan inisiasi dari alur caspase.23
b. Jalur Ekstrinsik (Death Receptor Pathway)
Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian pada
permukaan sel pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian
dari reseptor tumor nekrosis faktor yang terdiri dari cytoplasmic domain,
berfungsi untuk mengirimkan sinyal apoptotic. Reseptor kematian yang
16
protein Fas (CD95). Pada saat fas berikatan dengan ligandnya,
membrane menuju ligand (Fasl). Tiga atau lebih molekul fas bergabung
FADD (Fas-associated death domain). FADD ini melekat pada reseptor
kematian dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif dari caspase 8.
Molekul procaspase 8 ini kemudian dibawa keatas dan kemudian pecah
menjadi caspase 8 aktif. Enzyme ini kemudian mencetuskan cascade
aktifasi caspase dan kemudian mengaktifkan procaspase lainnya dan
mengaktifkan enzyme untuk mediator pada fase eksekusi.10
Gambar 2.3. Apoptosis jalur Intrinsik dan Ekstrinsik25
2. Tahap pelaksanaan apoptosis (Fase degradasi atau eksekusi)
Sel yang mulai apoptosis, secara mikroskopis akan mengalami
perubahan: sel mengerut dan lebih besar, sitoplasma tampak lebih padat,
kromatin menjadi kondensasi dan fragmentasi yang padat pada
membrane inti (pyknotik), kromatin berkelompok dibagian perifer, DNA
yang ada didalamnya pecah menjadi fragmen – fragmen, membrane sel
memperlihatkan tonjolan – tonjolan yang ireguler (membrane blebbing),
sel yang terpecah menjadi beberapa fragmen (apoptoties bodies).10
3. Fagositosis
Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang berada
disekitarnya. Adanya sel – sel fagosit ini dapat menjamin tidak
menimbulkan respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis.10,23
Gambar 2.4 Mekanisme apoptosis23
2.2.4 Ekspresi Bcl-2 pada Hiperplasia Endometrium
Pola ekspresi dari gen pengatur apoptosis pada Bcl-2, Bax, dan
TNF-α bergantung pada siklus menstruasi, diduga bahwa faktor-faktor ini
18
TNF-α bergantung pada siklus menstruasi. Ekspresi dari TNF-α sudah
ditemukan mengalami kadar tertinggi saat endometrium menstruasi, dan
rendahnya perbandingan Bcl-2/Bax diakhir menstruasi cenderung
meningkatkan apoptosis dari sel-sel glandular. Pemeriksaan sebelumnya
telah menggambarkan apoptosis pada hiperplasia dan karsinoma
endometrium dengan melihat morfologi dari apoptosis sel. Pembuktian
yang lebih baik yang mengindikasikan Bcl-2 secara umum mengalami
down regulation di karsinoma endometrium, yang mana dapat
meningkatkan risiko rekurensi dan menurunkan angka harapan hidup 5
tahun. Selanjutnya, ekspresi dari Bax dan faktor pengatur apoptosis
lainnya telah diobservasi pada pre kanker dan kanker endometrium.26,27,28
Gambar 2.5 Analisis imunohistokimia dari Bcl-2 dan Bax pada endometrium normal, hyperplasia, dan adenokarsinoma. A) ekspresi Bcl-2 tinggi pada endometrium normal yang berproliferasi dan menurun pada hyperplasia dan karsinoma. B) sama halnya dengan Bcl-2, ekspresi dari Bax terlihat menurun pada hyperplasia tetapi tetap lebih tinggi dibandingkan Bcl-2. C) rasio Bcl-2/Bax 5,12
Identifikasi ekspresi Bcl-2 pada gambar 2.5 terlihat bahwa ekspresi
pada simpleks terlihat lebih tinggi dibandingkan hiperplasia non atipikal
kompleks. pada proliferasi endometrium normal mendorong investigator
untuk mempelajari peran potensial dari Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium. Ekspresi Bcl-2 telah diketahui meningkat pada hiperplasia
endometrium. Namun, peningkatan ekspresi Bcl-2 ini tampaknya terbatas
pada hiperplasia kompleks. Secara mengejutkan, ekspresi Bcl-2 ini
menurun pada hiperplasia atipikal dan karsinoma endometrium.3
Gambar 2.6. Apoptosis sel pada kelenjar endometrium normal, hiperplasia, dan
kanker5
Peran gen Fas/FasL juga telah diteliti baru-baru ini pada
perkembangan hiperplasia endometrium. Fas termasuk salah satu tumor
necrosis factor/nerve growth factor yang berikatan dengan FasL (ligan
Fas) dan menginisiasi terjadinya apoptosis. Ekspresi Fas dan FasL
meningkat pada sampel endometrium setelah terapi progestasional.
20
perkembangan hiperplasia endometrium. Ekspresi Bcl-2 tampak menurun
dengan adanya progesteron intrauterine, sedangkan ekspresi Fas tampak
meningkat. 3
Studi yang telah disebutkan sebelumnya mulai memberikan kita
beberapa pemikiran pada perubahan molekular yang mengarah ke
terbentuknya hiperplasia dan karsinoma endometrium. Namun,
pemahaman kita belumlah lengkap dan studi lebih lanjut diperlukan untuk
menjelaskan lebih dalam perbedaan ekspresi Bcl-2 dan pada patogenesis
molekular hiperplasia endometrium non atipikal simpleks dan kompleks. 3
Gambar 2.7. Analisis dari apoptosis dengan menggunakan penandaan 3’-end in
situ dan ekspresi dari Bcl-2. (A) pada endometrium normal dan patologis. Pada kelenjar endometrium yang berproliferasi apoptosis terjadi sangat tidak bermakna, tetapi apoptosis sel terihat meningkat pada sel stroma (panah). (B) pada karsinoma endometrium grade II apoptosis terjadi dalam jumlah yang banyak (panah). (C) presentasi lapangan gelap dari mRNA Bcl-2 memperlihatkan ekspresi yang tinggi pada endometrium yang berproliferasi. (D) dan rendah pada hiperplasia endometrium kompleks.5
2.2.5 Pemeriksaan Ekspresi Bcl-2
a. Penandaan In Situ 3’-end dari DNA Apoptosis
Penandaan in situ 3’-end dari DNA apoptosis merupakan yang
pertma kali dicetuskan, dengan menggunakan ApopTag in situ yaitu suatu
alat untuk mendeteksi terjadinya apoptosis (Oncor, Gaithesburg, MD). 5,21
b. Hibridisasi In Situ
Analisis hibridisasi in situ dibuat dengan menggunakan penandaan
biotin untuk Bcl-2 dan Bax. 5,21
c. Imunohistokimia
Potongan paraffin di deparafinisasi dengan xylene dan di hidrasi
bertingkat dengan serial alkohol. Bcl-2 dideteksi dengan menggunakan
anti monoclonal dari tikus antibodi Bcl-2, Bax menggunakan antibodi Bax
anti-manusia dari poliklonal kelinci, TNF-α menggunakan antibodi
anti-manusia dari monoclonal tikus, dan NF-ĸB menggunakan antibodi
anti-manusia dari poliklonal kelinci. 5,29
Pewarnaan immunohistokimia dievaluasi dengan memakai indeks
pewarnaan yang didasarkan pada test pendahuluan. Intensitas
pewarnaan ditentukan berdasarkan :
• 0 = tidak dijumpai sel yang mengikat antibodi
• 1 = lemah atau tidak dapat dibedakan.
• 2 = sedang, dijumpai pada beberapa sel.
22
Gambar 2.8 Kelenjar endometrium yang menunjukkan positif adanya Bcl-212
Suatu studi di Cina juga menyebutkan terdapat hubungan antara
ekspresi gen Bcl-2 dengan resiko terjadinya kanker endometrium (p<
0,05).30
Penjagaan homeostasis dari jaringan tubuh sangat erat
hubungannya dengan proses pengaturan proliferasi sel dan apoptosis
pada integritas jaringan. Terdapat penelitian yang mengevaluasi ekspresi
apoptosis dengan protein regulasi apoptosis yaitu Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium.31
Apoptosis merupakan proses morfologi dan biokimia dari nekrosis
yang menyebabkan disfungsi sel. Deregulasi proses apoptosis dapat
disebabkan banyak faktor yaitu penyakit autoimun, defek perkembangan,
dan kanker. Endometrium manusia merupakan jaringan tubuh yang
sangat bergantung pada proses apoptosis, proliferasi, dan diferensiasi.
Sistem ini dipengaruhi keadaan hormonal seperti estradiol dan
progesteron. Apoptosis dilaporkan terdeteksi pada fase sekresi akhir atau
pada fase sekresi awal.31,32
Apoptosis diatur oleh gen pro dan anti apoptosis. Protein Bcl-2
merupakan protein kompleks yang berperan dalam apoptosis.Rasio
Bcl-2/Bax ,merupakan kunci proses apoptosis dimana nilai yang kecil akan
menyebabkan kematian sel. Ekspresi Bcl-2 tidak hanya dideteksi pada
hiperplasia endometrium, akan tetapi juga ditemukan pada payudara,
paru-paru, prostat, dan kanker tiroid atau melanoma.31,33
Caspase terjadi pada inisiator apoptosis. Caspase inisiator
apoptosis terdiri dari kaspase 2, 8, 9, dan 10. Juga terdapat Caspase
efektor apoptosis yaitu 3, 6, 7. Protein diaktifkan oleh caspase misalnya
poli ADP ribose polimerase (PARP). PARP merupakan enzim nuklear
yang berperan dalam perbaikan DNA dan stabilisasi genom. Enzim ini
juga terdeteksi pada hiperplasia endometrium.31
Terdapat penelitian yang mengukur kadar Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 25 pasien dengan usia
rata-rata 58 tahun. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi Bcl-2 yang menurun
sehingga menyebabkan terhambatnya proses apoptosis dan terjadi
perkembangan sel kanker.31
Penelitian Vaskivuo et al pada tahun 2002 membahas tentang
peranan apoptosis dan faktor apoptosis Bcl-2 pada hiperplasia
endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 85 kasus spesimen
histerektomi dengan usia 25-77 tahun. Hasil penelitian menunjukkan
apoptosis berperan pada hiperplasia simpleks, kompleks, dan atipikal.
24
terdeteksi pada hiperplasia endometrium dan endometrium normal. Laju
apoptosis pada tipe simpleks adalah 0,49 dan kompleks adalah 0,52.5
Penelitian lain oleh Boise et al pada tahun 1993 meneliti tentang
gen Bcl-2 yang berperan dalam regulasi apoptosis. Jumlah sel dikontrol
melalui keseimbangan proliferasi sel dan kematian sel. Apoptosis
merupakan proses aktif dimana sel dapat mati selama perkembangan
pada eukariosit kompleks. Kematian sel diinduksi program baik ekstrinsik
maupun intrinsik. Kematian sel ditandai dengan kurangnya volume sel,
pecahnya membran sel, kondensasi nuklear, dan degenerasi DNA.34
Salah satu faktor yang berperan penting adalah Bcl-2 yang berasal
dari translokasi 14;18 pada sel B limfoma. Translokasi ini menghasilkan
ekspresi deregulasi gen Bcl-2. Hal ini akan menyebabkan apoptosis.34
Penelitian lain oleh Sarmadi menilai reseptor estrogen dan
progesteron pada hiperplasia endometrium. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat kelebihan reseptor progesteron pada 100% kasus hiperplasia
endometrium sehingga diperlukan terapi hormonal.35
Bcl-2 juga dapat digunakan sebagai pertanda dalam menilai terapi
progestin pada hiperplasia non atipik kompleks seperti penelitian yang
dilakukan Upson et al pada tahun 2012.36
Pada sel mamalia, apoptosis dipicu melalui dua faktor yaitu jalur
ekstrinsik atau reseptor kematian dan jalur intrinsik yaitu mitokondrial.
Kekurangan dari Bcl-2 dapat menjadi karsinogenik seperti pada kasus
kanker payudara, kolon, tiroid, dan endometrium. Ekspresi Blc-2 yang
tinggi akan memperlambat pertumbuhan sel hingga kematian sel,
sedangkan ekspresi Bcl-2 yang rendah akan memicu inhibisi apoptosis
sel.37
Penelitian Cahyanti pada tahun 2008 tentang Bcl-2 dan indeks
apoptosis pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan
kompleks. Pada pemeriksaan imunohistokimia Bcl-2 didapatkan
gambaran immunostaining spesifik berwarna coklat pada sitoplasma sel.
Ekspresi Bcl-2 terdapat pada semua kasus hiperplasia endometrium
non-atipik simpleks dan kompleks. Intensitas staining pada epitel kelenjar
positif kuat pada hiperplasia simpleks sebanyak 85,7% dan terdapat
peningkatan intensitas staining kuat pada hiperplasia kompleks 96,4% bila
dibandingkan dengan hiperplasia simpleks, tetapi perbedaan intensitas
staining tersebut tidak bermakna.38
Pada hasil penelitian Bcl-2 juga didapatkan ekspresi Bcl-2 pada
hiperplasia endometrium non-atipik simpleks dan kompleks didapatkan
adanya perbedaan yang bermakna dengan nilai ekspresi Bcl-2 pada
hiperplasia endometrium kompleks lebih tinggi dibandingkan yang
simpleks. Endometrium dengan Bcl-2 ≥ 0,92 mempunyai resiko 2,6 kali
untuk terjadinya hiperplasia non-atipik kompleks dibandingkan Bcl-2 <
0,92.38
Pada hasil pemeriksaan sel apoptosis pada kelenjar endometrium
26
apoptosis pada hiperplasia non-atipik simpleks 10 (5-40) dan yang
kompleks 8 (1-30).38
Dapat disimpulkan bahwa pada hiperplasia endometrium non-atipik
dengan adanya aktivitas proliferasi sel kelenjar yang meningkat
dibandingkan stroma, disebabkan ekspresi Bcl-2 sebagai anti-apoptosis
yang meningkat. Ekspresi Bcl-2 tersebut akan menyebabkan penurunan
kemampuan apoptosis dengan nilai indeks apoptosis yang rendah. Pada
hiperplasia endometrium non-atipik kompleks. 38
Penelitian Barhoom tentang Bcl-2 tidak hanya dilakukan pada
manusia akan tetapi pada jamur gloeosporoides, dimana jamur ini juga
memerlukan Bcl-2 sebagai regulator apoptosis.39
Terdapat peneltian oleh Santoso D pada tahun 2013 yang
membedakan indeks apoptosis berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan pada pasien yang menjalani hemodialisa. Indeks apoptosis
perempuan lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan laki-laki
(0,7325 vs 0,55175). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
di kelompok perempuan non-diabetes yang menjalani hemodialisis, indeks
apoptosis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok laki-laki dan
pembandingnya.40
Penelitian Teguh M tentang perbedaan indeks apoptosis antara
pasien pre-eklamsia dengan normal. Hasil penelitian didapatkan terdapat
perbedaan bermakna indeks apoptosis dimana indeks meningkat pada
pasien pre-ekalmsia.41
Penelitian Gao et al pada tahun 2000 meneliti tentang mRNA Bcl-2
yang berkorelasi dengan kemoresistensi pada sel kanker manusia.
Ekspresi Bcl-2 didapatkan paling tinggi berada pada fase G1 saat
pembelahan sel.42
Penelitian Bcl-2 juga dilakukan pada kasus glioblastoma serta
kanker paru dan didapatkan hasil Bcl- 2 berperan pada penyakit ini dalam
mengontrol apoptosis. Bcl-2 juga dijadikan pertanda dalam menilai
prognosis pasien.43,44,45
Penelitian oleh Hardian et al meneliti tentang indeks apoptosis dan
Bcl-2 pada hiperplasia endometrium yang rekuren. Hasil peneltiian
didapatkan hiperplasia endometrium berkorelasi dengan indeks apoptosis
namun tidak berkorelasi dengan ekspresi Bcl-2.46
Sel apoptosis dapat dikenali melalui perubahan morfologi
stereotipikal. Sel akan mengerut, menunjukkan deformasi, dan tidak
lengket dengan sel di sekitarnya. Kromatin akan memendek, plasma akan
mencair atau bengkak.10
Sel yang mengalami apoptosis akan dimakan makrofag dan
dibuang dari jaringan tanpa mengakibatkan respon inflamasi. Proses ini
mengaktifkan enzim proteolitik terutama untuk mencerna DNA menjadi
fragmen oligonukleosal. Apoptosis berbeda dengan nekrosis sel dimana
nekrosis sel akan terjadi tanpa terkontrol sehingga menyebabkan
28
Apoptosis dapat dipicu dari berbagai stimuli baik dalam maupun
luar sel seperti adanya ligasi pada reseptor permukaan sel oleh DNA
perbaikan untuk memperbaiki struktur DNA yang cacat, ataupun sel yang
mengalami iradiasi atau obat sitotoksik.10
2.3 Hiperplasia Endometrium
2.3.1 Definisi
Hiperplasia endometrium didefinisikan sebagai proliferasi kelenjar
dengan ukuran dan bentuk ireguler dan dengan peningkatan rasio
kelenjar/stroma. Hiperplasia endometrium kemudian diklasifikasikan
menjadi hiperplasia simpleks dan hiperplasia kompleks berdasarkan
tingkat kompleksitas proliferasi kelenjar. Hiperplasia sederhana (dulunya
disebut kistik atau hiperplasia ringan) adalah lesi proliferatif dengan tingkat
kompleksitas minimal dan dikelilingi banyak stroma diantara kelenjar.
Hiperplasia kompleks (dulunya disebut hiperplasia moderat) adalah lesi
proliferatif dengan tingkat kompleksitas yang berat. Pada hiperplasia
kompleks, kelenjar dapat bervariasi dalam ukuran, dan jumlah stroma
yang minimal diantara kelenjar.3
2.3.2 Klasifikasi
Hiperplasia endometrium juga diklasifikasikan berdasarkan adanya
gambaran sitologi atipikal. Gambaran sitologi atipikal mengacu pada
pembesaran sel epitel yang hiperkromatik dengan nukleoli prominen dan
peningkatan rasio inti / sitoplasma.
Tabel 1. Klasifikasi Hiperplasia Endometrium 3,47
Gambaran sitologi atipik merupakan faktor prognostik paling
penting untuk mengarah ke karsinoma. Klasifikasi hiperplasia
endometrium yang lebih simpleks telah direkomendasikan berdasarkan
pentingnya sitologi atipik: hiperplasia non atipik dan hiperplasia atipik.
Kurang dari 2% hiperplasia non atipik berkembang menjadi karsinoma,
dan durasi rata-rata untuk menjadi karsinoma memerlukan waktu 10
tahun. Hiperplasia atipikal berkembang menjadi karsinoma pada 23%
30 Gambar 2.9. Klasifikasi Histologi Hiperplasia Endometrium 1
Hiperplasia endometrium didefinisikan sebagai proliferasi kelenjar
yang tidak teratur bentuk dan ukuran dengan peningkatan kelenjar rasio
stroma. Hal ini lebih dikategorikan menjadi simpleks dan kompleks,
didasarkan pada kompleksitas kelenjar. World Health Organization (WHO)
membuat sistem klasifikasi untuk hiperplasia endometrium, yang
kemudian direvisi pada tahun 2003, dibentuk berdasarkan dari Group
Oncology Gynecologic (GOG) dan International Society of Gynecological
Patologist (ISGP). Data - data menunjukkan bahwa sebagian besar
hiperplasia non atipik merupakan awal, tingginya lesi reversibel dalam
patogenesis endometrium dan karsinoma atipik hiperplasia endometrium
adalah prekursor endometrioid kanker endometrium.1,47
Tabel 2 Perbandingan hiperplasia non atipik simpleks dan kompleks dengan hiperplasia atipik simpleks dan kompleks3
Patologi
Terlepas dari kenyataan bahwa karsinoma endometrium adalah
ginekologi yang paling umum di Amerika Serikat, dengan kejadian 23,2
pada 100.000 perempuan. Dapat mempengaruhi wanita dalam segala
usia, dengan keluhan utama perdarahan uterus yang abnormal. Sangat
sedikit yang diketahui tentang kejadian hiperplasia endometrium.
Hiperplasia Endometrium tidak hanya predisposisi untuk karsinoma
endometrium, penyajian gejala klinis, menoragia dan menometroragia,
sering menyebabkan emergensi dan evaluasi rawat jalan. Selain itu,
pasien menanggung beban biaya dan beban evaluasi diagnostik medis,
bedah dan pengobatan (termasuk biopsi endometrium, dilatasi dan
kuretase, histerektomi, dan terapi potensial progestogen yang panjang
32 2.3.4 Patogenesis
Pada suatu studi retrospektif, Kurman menjelaskan perjalanan
alamiah dari hiperplasia endometrium. Pada studi 170 wanita dengan
hiperplasia endometrium diikuti selama satu tahun tanpa histerektomi.
Hanya 2 pasien (2%) yang awalnya didiagnosis hiperplasia tanpa
gambaran atipik berkembang menjadi karsinoma. Pada kedua pasien ini,
diagnosis awal hiperplasia tanpa gambaran atipik berkembang menjadi
hiperplasia endometrium dengan gambaran atipik sebelum didiagnosis
karsinoma endometrium.3
Hiperplasia non atipik cenderung untuk mengalami regresi secara
spontan, sedangkan hiperplasia atipik cenderung untuk berkembang
progresif. Studi lain dari 45 pasien yang menjalani histerektomi untuk
diagnosis preoperatif hiperplasia endometrium. Tidak dijumpai kasus
terjadinya karsinoma endometrium bersamaan dengan hiperplasia
endometrium non atipik. 3
Siklus menstruasi normal ditandai dengan meningkatnya ekspresi
onkogen Bcl-2 sepanjang fase proliferatif. Bcl-2 merupakan onkogen yang
terletak pada kromosom 18 yang pertama kali dikenal pada limfoma
folikular tetapi telah dilaporkan terdapat pada banyak keganasan manusia.
Apoptosis selular secara parsial dihambat oleh ekspresi Bcl-2 yang
menyebabkan sel hidup lebih lama. Ekspresi Bcl-2 tampaknya diatur
melalui kontrol hormonal, dan ekspresinya menurun secara signifikan
pada saat fase sekresi siklus menstruasi. Menurunnya ekspresi Bcl-2
berhubungan dengan munculnya sel apoptotik dalam endometrium yang
terlihat pada mikroskop elektron selama fase sekresi dalam siklus
menstruasi. 3,7
2.3.5 Gambaran Klinis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis paling sering
yang diakibatkan oleh hiperplasia endometrium. Unopposed estrogen dari
pemakaian estrogen eksogen atau siklus anovulatori mengakibatkan
hiperplastik endometrium dengan perdarahan terus-menerus. Pasien pada
usia reproduktif dengan hiperplasia endometrium khasnya sekunder akibat
sindrom polikistik ovarium (SPOK). SPOK mengakibatkan unopposed
estrogen sekunder dari siklus anovulatori. Pasien usia muda dapat juga
mempunyai kadar estrogen lebih tinggi akibat sekunder dari konversi
androstenedione periferal dalam jaringan lemak (pasien obese) atau
tumor ovarium yang mensekresi estrogen (misalnya, tumor sel
granulosa).3
Pasien pascamenopause dengan hiperplasia endometrium juga
mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam. pada kelompok usia ini
harus dipertimbangkan kejadian karsinoma, atrofi endometrium
merupakan penyebab paling sering pada perdarahan pascamenopause.
Hiperplasia dan karsinoma secara khas menunjukkan gejala perdarahan
pervaginam berat, sedangkan pasien dengan atrofi biasanya datang
34 2.3.6 Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis yang paling
sering dikeluhkan pasien hiperplasia endometrium. Wanita dengan
perdarahan pascamenopause akan dijumpai hiperplasia endometrium
pada 15% kasus dan kanker pada 10% kasus. Temuan ultrasound secara
insidental yang menunjukkan penebalan endometrium untuk hiperplasia
endometrium. Wanita dibawah usia 40 tahun yang mengeluhkan
perdarahan uterus abnormal khasnya memiliki gangguan hormonal yang
dapat membaik tanpa harus dilakukannya pemeriksaan diagnostik,
misalnya ultrasound, atau kuretase endometrium.3,21
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal merupakan prosedur diagnostik dan
relatif murah untuk mendeteksi kelainan endometrium. Namun, pada
wanita pascamenopause, efikasinya sebagai pemeriksaan penapisan
untuk mendeteksi hiperplasia atau karsinoma endometrium belum
diketahui. Pada percobaan PEPI (Postmenopausal Estrogen/Progestin
Interventions), nilai batas ketebalan endometrium 5 mm memiliki nilai
prediktif positif, nilai prediktif negatif, sensitivitas, dan spesivisitas untuk
hiperplasia atau karsinoma endometrium masing-masing 9%, 99%, 90%,
dan 48%. 3,5,21,
Ultrasonografi dapat berperan sebagai pemandu untuk menentukan
apakah wanita dengan perdarahan pascamenopause memerlukan
pemeriksaan diagnostik lebih lanjut (misalnya kuretase) untuk
menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. Pada 339
wanita dengan perdarahan pascamenopause, tidak dijumpai ketebalan
endometrium ≤4 mm yang berkembang menjadi karsinoma endometrium
selama 10 tahun periode follow up.5
2. Biopsi Endometrium Pipelle
Pengambilan sampel endometrium dengan Pipelle merupakan
pemeriksaan yang efektif dan relatif murah untuk mengumpulkan jaringan
Studi sebelumnya menjelaskan wanita dengan bermacam-macam
penyebab perdarahan uterus abnormal; namun, yang paling penting
adalah kemampuan Pipelle untuk mendiagnosis secara benar wanita
dengan hiperplasia dan karsinoma endometrium. Pada studi metaanalisis
terhadap 7914 wanita, Pipelle mempunyai sensitivitas 99% dalam
mendeteksi kanker endometrium pada wanita pascamenopause, tetapi
pada wanita dengan hiperplasia endometrium, sensitivitas menurun
menjadi 75%.7
3. Kuretase dan Histeroskopi atau Dilatasi
Histeroskopi telah diterima secara umum sebagai baku emas dalam
mengevaluasi kavum endometrium. Namun, histeroskopi saja dalam
mendeteksi hiperplasia atau karsinoma dapat menghasilkan positif palsu
yang tinggi dan harus dilakukannya dilatasi dan kuretase. Apabila