EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA AROMATASE P450
PADA ENDOMETRIUM EKTOPIK PENDERITA ENDOMETRIOSIS DIBANDINGKAN ENDOMETRIUM NORMAL
TESIS
LEH :
EDWARD SUGITO MANURUNG
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H.ADAM MALIK
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5
PEMBIMBING:
dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG.K
PENYANGGAH :
dr. Ichwanul Adenin, M. Ked (OG), SpOG.K dr. Deri Edianto, M. Ked (OG), SpOG.K dr. Hotma Partogi P., M. Ked (OG), SpOG
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam
LEMBAR PENGESAHAN
Penelitian ini telah disetujui oleh TIM – 5 :
PEMBIMBING :
dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K)
Pembimbing I Tgl : 2014
...………...
dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG(K)
Pembimbing II Tgl : 2014
……….
PENYANGGAH
dr. Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), SpOG(K) ...………
Tgl : 2014
dr. Deri Edianto, M.Ked (OG),SpOG (K) ...………....
Tgl : 2014
dr. Hotma Partogi Pasaribu, M.Ked (OG),SpOG..………....
kATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat, Tuhan Yesus, Tuhan Yang Maha
Kuasa, sebab bukan karena kuat dan gagah manusia, tetapi berkat kasih
dan karunia-Nya semata penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi.
Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak
kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar
harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam
menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :
“ Ekspresi Imunohistokimia Aromatase P450 Pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis dibandingkan Endometrium
Normal”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H
(CTM&H), SpA.(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Siregar, SpPD, KGEH, yang telah
Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan Dokter Spesialis
di Fakultas Kedokteran USU Medan.
2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan; Dr. dr. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG)
SpOG.K, Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan; dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, Ketua Program Studi
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M.
Rhiza Tala, M.Ked(OG), SpOG.K, Sekretaris Program Studi Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; yang telah
bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi.
3. Kepada Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG.K; Prof. dr. Djafar Siddik,
SpOG.K; Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Prof. dr. Hamonangan
Hutapea, SpOG.K; Prof. Dr. dr. Thamrin Tanjung, SpOG.K; Prof. dr. R
Haryono Roeshadi, SpOG.K; Prof. dr. T.M. Hanafiah, SpOG.K; Prof.
dr. Budi Hadibroto, SpOG.K, Prof. Daulat H Sibuea, SpOG.K; Prof. dr.
M. Fauzie Sahil, SpOG.K dan dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG.K.
yang berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan dokter
spesialis di Depatemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa, membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.
4. Terimakasih kepada dr. Hotma Partogi Pasaribu, M.Ked(OG) SpOG.
selaku Bapak Angkat yang telah banyak mengayomi, membimbing
dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya
5. Terimakasih kepada dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, selaku
pembimbing tesis saya, yang menjadi inspirasi bagi saya dan yang
telah memberikan kesempatan dan meluangkan waktu membimbing
saya dalam melakukan penelitian ini bersama dengan dr. Syamsul
Arifin Nasution, SpOG.K selaku pembimbing kedua dalam penelitian
ini hingga selesai. Juga terimakasih kepada dr. Ichwanul Adenin,
M.Ked(OG), SpOG.K, dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG.K dan dr.
Hotma Partogi Pasaribu, M.ked(OG), SpOG. selaku penyanggah dan
nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu
yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan
melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.
6. Terima Kasih kepada dr. T. Ibnu Alferraly, SpPA, Ketua Departemen
Patologi Anatomi FK USU, dr. Jessy Chrestella, M.Ked(PA), SpPA
dan dr. Lidya Imelda, M.Ked (PA), Sp.PA, yang telah memberikan ijin
dan yang telah melakukan pemeriksaan Imunohistokimia pada
sediaan penelitian ini, yang dibantu oleh bapak Sudirman, Ibu Nopiah.
7. Terimakasih kepada dr. Hotma Partogi, M.Ked(OG), SpOG selaku
pembimbing Referat Mini Fetomaternal saya yang berjudul
“Penatalaksanaan Inkompabilitas Rhesus dalam Kehamilan”, kepada Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG.K selaku
pembimbing Referat Mini Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi
SpOG.K selaku pembimbing Referat Mini Onkologi saya yang berjudul
“Peranan Neoadjuvan Kemoterapi pada Kanker Leher Rahim”
8. Terimakasih kepada Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan
waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaikan uji
statistik tesis ini.
9. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan, khususnya dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG.K,
(Kasubdiv Fetometernal RSHAM), dr. Ichwanul Adenin, M.Ked (OG),
SpOG.K (Kasubdiv FER RSHAM), Prof dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K
(Kasubdiv Onkologi RSHAM) yang secara langsung telah banyak
membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.
Semoga Yang Maha Pengasih membalas budi baik guru-guru saya
tersebut.
10. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama
mengikuti pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri
dan Ginekologi.
11. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSU Dr. Pirngadi Medan beserta para guru saya di SMF
Obgyn RSU Dr. Pirngadi Medan, khususnya. dr. Rushakim Lubis,
SpOG (Wadir Pelayanan Medik RSUD Dr. Pringadi Medan); dr.
Syamsul A Nasution, SpOG.K (Kepala SMF Obgn RSU dr. Pirngadi
Medan); dr. John S Khoman, SpOG.K, dan dr. Roy Yustin, SpOG.K.
(kasubdiv Fetomaternal RSUPM), dr. Azwar Aboet, SpOG.K
(Kasubdiv FER RSUPM), dr. Sanusi Piliang, SpOG (Koordinator
pendidikan RSUPM); dr. Jenius L Tobing, SpOG (ketua komite medik
RSUPM) yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada
saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan Spesialisasi di
Departemen Obstetri dan Ginekologi.
12. Direktur RSU PTPN II Tembakau Deli; Kepala SMF Obgyn RSU
PTPN II Tembakau Deli, dr Sofyan Abdul Ilah, SpOG dan dr
Nazaruddin Jaffar, SpOG.K beserta Staf, yang membimbing saya
selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.
13. Direktur RUMKIT Tk. II/ Kesdam I BB Medan, Kepala SMF Obstetri
dan Ginekologi RUMKIT, dr. Yazim Yakub, SpOG, Mayor CKM dr
Gunawan Rusuldi, SpOG, dr Agnes DH, SpOG, dr Santa MJ Sianipar,
SpOG, beserta staf yang memberi bimbingan kepada saya selama
bertugas di Rumah Sakit tersebut.
14. Direktur RSU Sundari, dr H.M Hadir, SpOG dan ibu Hj Sundari, yang
membimbing saya selama statse di RSU tersebut.
15. Direktur RSU Haji Mina Medan, Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSU Haji Medan, dr. Muslich Perangin-angin, SpOG, dr Anwar
Siregar, SpOG; Alm. dr Syahrizal Daud, SpOG; dr Ahmad Khuwalid,
SpOG; dr Siti Sahrini, SpOG; berserta staf yang telah memberi
16. Direktur RSU Swadana Tarutung, dan dr Tunggul Pasaribu, SpOG,
berserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada
saya untuk bertugas di RSU tersebut.
17. Bupati dan Kepala Dinas Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa
Tenggara Timur, Untuk Kesempatan Tugas Belajar yang diberikan
kepada saya.
18. Kepada senior-senior saya dr. Ilham Sejahtera, SpOG, dr Nur Aflah,
SpOG; dr Yusmardi, SpOG; dr Gorga Ujung, SpOG; dr Siti S Silvia,
SpOG; dr Anggia Melanie L, SpOG; dr Maya Hasmita, SpOG; dr
David Luhter. SKM, M.Ked(OG), SpOG; dr. Riza H Nasution, SpOG;
dr. Lili Kuswani, SpOG; dr. M. Ikhwan, SpOG; dr. Edward Muldjadi,
SpOG; dr Ari Badurrahman Lubis, SpOG; dr Zilliyadein R, SpOG; dr
Benny Marpaung, SpOG; dr. M Rizky Yaznil, SpOG; dr Yuri
Andriansyah, SpOG; dr T. Jeffrey A, SpOG; dr. Made S Kumara,
SpOG; dr Sri Jauharah L, SpOG; dr. M Jusuf Rahmatsyah,
M.Ked(OG), SpOG; dr. Boy P Siregar, SpOG; dr. Firman SpOG; dr
Aidil A, SpOG; dr. Rizka H, SpOG; dr. Hatsari SpOG; dr. Andri P
Sawar, SpOG; dr. Alfian SpOG; dr. Errol, SpOG, dr. T Johan A,
M.Ked(OG), SpOG; dr. Tigor, M.Ked(OG), SpOG; dr. elvira,
M.Ked(OG), SpOG; dr Hendry Adi, M.Ked(OG), SpOG; dr. Heika NS,
M.Ked(OG), SpOG; dr. Riske, M.Ked(OG); dr. Ali Akbar, M.Ked(OG),
SpOG; dr. Arjuna, M.Ked(OG), SpOG; dr. Janwar, M.Ked(OG), SpOG;
dr. Irwansyah, M.Ked(OG), SpOG; dr. Ulfah, M.Ked(OG), SpOG; dr
SpOG; dr. Robby Pakpahan, dr. Meity Elvina, M.Ked(OG), SpOG; dr.
M.Yusuf, M.Ked(OG), SpOG; dr. Fatin Atifa, M.Ked(OG), SpOG; dr.
Pantas Saroha, dr. Morel Sembiring, M.Ked(OG), dr. Eka handayani,
M.Ked(OG), Sridamayana, M.Ked(OG), dr. M.Rizky, M.Ked(OG), dr.
Arief, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ferdiansyah, M.Ked(OG) SpOG, dr.
Yudha, M.Ked(OG), SpOG, dr. Henry Gunawan.
19. Kepada dr. Ika Sulaika, dr. H. Edi Rizaldi, dr. Hotbin purba, dr. Kiko
Marpaung, M.Ked(OG),SpOG, dr. Erwin Edi Sahputra Harahap, dr.
Abdur Rohim Lubis, M.Ked(OG),SpOG, dr. Ricca Puspita Rahim,
M.Ked(OG), dr. M. Rizal Sangadji, M.Ked(OG), dr. Julita Adriani
Lubis, M.Ked(OG), dr. Novrial, M.Ked(OG), dr. M. Wahyu Wibowo,
M.Ked(OG), SpOG, dr. Ivo Fitrian C, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ray
Christy Barus, M.Ked(OG), SpOG dr. Nureliani Amni, dr. Fifianti Putri
Adela, dr. Hiro Hidaya Danial Nasution, M.Ked(OG) dr. Anindita
Novina, M.Ked(OG), SpOG saya menyampaikan terima kasih atas
dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan
kita selama pendidikan spesialis obgyn.
20. Kepada seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dengan
kebersamaan, suka duka bersama, saling mendukung dan
memberikan semangat, dr. Robby Pakpahan, dr. Erwin Edi sahputra,
dr. Nureliani Amni, dr Novrial, dr. Julita, dr Alfred H. Sinuhaji, dr.
Chandran, dr. Apriza, dr. Hendrik Tarigan, dr. Renny A, dr. Ninong, dr.
Dewi, dr. Hamima, dr. Yasmine, dr. Yufi, dr. Wahyu Utomo, dr. Adrian,
Reny, dr. Indra, dr. Syafiq, dr. Eunike, dr. Dina, dr. Yusrizal, dr. Azano,
dr. Lidya, dr. Gafur, dr. Citra, dr. Titi, dr Hendri silaen, dr. Devi, dr.
Dyah Nurvita, dr. Mervina saya ucapkan terimakasih.
21. Seluruh teman sejawat PPDS dr. Masitah, dr. Dona. M. Fahmi, dr.
Dezarino, dr. Rahmanita, dr. Hilma, dr. Meifi, dr, Bandini, dr. Jesurun,
dr. Johan, dr. Hamima, dr. Arvitamuriany, dr. Servin, dr. Sugeng, dr.
Nafon, , dr. Mario, dr. Ade Ayu, dr. Putra, dr. Haikal, dr Ratih, dr.
Iman, dr. Imran, dr. Luthfi, dr. Doni, dr. Dalmy, dr. Larry, dr. Irfan
Hamidi, dr. Sofwatul, dr. Muhar, dr. Anisya, dr. Zulkarnain, dr. Ebta,
dr. Dahler, dr. Irvan, dr. Marissa, dr. Isnayu, dr. A Syauki, dr. Ria, dr.
Qisthi, dr. Almh Kartika, dr. Wardi, dr. Nunung, dr. Rizky Fachriza, dr.
Fachurozy, Dr. Vina, dr. Rina, dr. Ajeng, dr. Fifi., dr Roy, dr. Cerry, dr
Levana, dr. Mashdarul dan dr. Novi terima kasih atas kebersamaan,
dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.
22. Kepada Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah, Ibu As, Ibu Mimi, Vina,
Anggi, Dewi, Yus, Ibu Mawan, Kak Nani dan semua pegawai di
lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSHAM dan RSPM,
terimakasih atas bantuannya selama ini.
23. Dokter muda, bidan, paramedik, karyawan/karyawati di Departemen
Obstetri dan Ginekologi FK USU, terimakasih atas bantuannya
selama ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya
Ayahanda Alm. Bonar.T Manurung dan Ibunda K. Rosmery Sitorus,
yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya
dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh
yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan
semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran
ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga
saya sampaikan kepada Bapak Mertua Kol(purn). dr. Jarudi Sinaga,
SpP dan Ibu Mertua Selly Deliana Purba yang telah banyak membantu,
mendoakan dan memberikan dorongan dan perhatian kepada saya
selama mengikuti pendidikan spesialis ini.
Buat Istriku yang tercinta dan tersayang, dr. Irena Lolu P Sinaga,
SpP dan anakku terkasih Sarah Cindy Abigael Manurung tiada kata lain
yang bisa saya sampaikan selain rasa terima kasih atas kesabaran,
dorongan, semangat, pengorbanan dan doa sehingga saya dapat
menyelesaikan pendidikan spesialis ini.
Kepada kakak-kakakku, abang-abangku dan adikku tercinta dan
keluarga terima kasih atas bantuan, dorongan semangat dan doa yang
telah diberikan selama ini.
Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya
sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun
Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita
semua.
Medan, Februari 2014
DAFTAR ISI 1.1. Latar Belakang Penelitian ...
1.2. Rumusan masalah...
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 2.1. Endometriosis...
2.1.1. Epidemiologi...
2.1.2. Etiologi dan Patogenesis Endometriosis...
2.1.2.1. Peranan Tissue Injury and Repair...
2.1.2.2. Peranan Genetika...
2.1.2.3. Peranan Estrogen...
2.1.3. Klasifikasi Endometriosis...
2.1.4. Diagnosis Endometriosis...
2.1.5. Penatalaksanaan Endometriosis...
2.2. Aromatase P450 dan Metabolisme Estrogen...
2.2.1. Efek Estrogen...
2.2.2. Aromatase P450...
2.2.2.1. Subset Enzim Sitokrom...
2.2.2.2. Mekanisme Kerja Aromatase...
2.2.2.3. Peranan Aktivitas Aromatase P450...
2.2.3. Imunohistokimia Aromatase P450...
2.3. Kerangka Teori...
2.4. Kerangka Konsep...
BAB III METODE PENELITIAN... 3.1. Rancangan Penelitian...
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian...
3.3. Subjek Penlitian...
3.4. Kriteri Inklusi dan Eksklusi...
3.5. Identifikasi Variabel Penelitian...
3.6. Batasan Operasional...
3.7. Cara Kerja dan teknik pengumpulan data...
3.8. Kerangka Kerja...
3.9. Rancangan Analisis...
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 5.1. Kesimpulan...
5.2. Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN...
38
38
38
40
42
42
43
49
49
49
50
DAFTAR GAMBAR
Tissue injury and repair dalam kaitan peningkatan reseptor estrogen.
Faktor yang diduga berperan dengan endometriosis
serta dugaan gen yang mempengaruhinya.
Gambaran ultrasonografi endometrioma ovarium
Gambaran endometrioma pada kedua ovarium (kissing
ovaries)
Metabolisme estrogen
Metabolisme estrogen ovarium
Proses produksi estrogen lokal pada endometriosis dan
perannya terhadap proses inflamasi
Perbedaan endometrium normal, endometrium
endometriosis dan ektopik endometriosis
Ilustrasi biokimia aromatase P450
Tampilan imunohistokimia aromatase P450 pada
endometriosis
Pemeriksaan Imunohistokimia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Klasifikasi Endometriosis menurut American Fertility Society (AFS)
Gambaran klinis dan Aktivitas Aromatase P450
Metode Skoring Quantitatif Imunohistokimia
Karakteristik Subjek Penelitian
Hasil perhitungan nilai Kappa Terhadap Observer
Perbedaan Ekspresi Aromatase P450 berdasarkan
kekuatan intensitas
Hubungan Ekspresi Aromatase P450 dan derajat
Endometriosis
11
29
33
43
44
45
DAFTAR SINGKATAN
: Aromatase P450
: 17β hydroxysteroid dehidrgenase
: Tissue Injury and Repair
: Siklooksigenase 2
: Prostaglandin E 2
: Steroid Acute Regulatory protein
: Estrogen Reseptor
: Progesteron Reseptor
: American Fertility Society
: Endoscpic Endometriosis Classification
: Carsinoma antigen 125
: Gonadothropine Realizing Hormone
: messanger Ribonucleat Acid
: Folicle Stimulating Hormone
: Lutenizing Hormone
EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA AROMATASE P450
PADA ENDOMETRIUM EKTOPIK PENDERITA ENDOMETRIOSIS DIBANDINGKAN ENDOMETRIUM NORMAL
Edward Manurung, Henry Salim, Syamsul A Nasution Ichwanul Adenin, Deri Edianto, Hotma Partogi P Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara - RSUP H. Adam Malik Medan
Abstrak
TUJUAN: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik (endometriosis) dibandingkan endometrium normal.
METODE PENELITIAN: Penelitian ini bersifat cross sectional terhadap 32 parafin blok jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis yang diperoleh dari hasil laparatomi dan laparaskopi, sedangnkan kontrol diambil dari 32 endometrium kasus post histerektomi atas indikasi penyakit tidak tergantung estrogen. Jaringan yang terdapat dalam parafin tersebut dikelola dan dilakukan pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan plasenta aterm sebagai kontrol positif. Hasil tersebut diinterpretasi berdasarkan kekuatan intensitas warna dan dianalisa secara statistik.
HASIL: Dari 32 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 30 (97%) sediaan endometrium ektopik penderita endometriosis terwaranai +3, dan tidak ditemukan sama sekali endometrium ektopik penderita endometriosis dengan intensitas +1 dan negatif, sedangkan 22 kasus (68,8%) dari 32 kasus endometrium normal intensitas +1, dan tidak ada yang intensitas +3. Ekspresi aromatase P450 pada endometriosis lebih tinggi dibandingkan endometrium normal, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (<0,05) Pada kaitan derajat endometriosis dengan intensitas IHC, sebanyak 17 kasus (100%) penderita endometriosis stadium 4 terwarnai intensitas +3, namun tidak terdapat hubungan derajat endometriosis dengan ekspresi aromatase P450 (P>0,05)
KESIMPULAN: Terdapat perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik penderita endometriosis dibandingkan endometrium normal, walaupun tidak terdapat hubungan ekspresi aromatase dengan derajat endometriosis.
EXPRESSION IMMUNOHISTOCHEMISTRY OF P450 AROMATASE IN ECTOPIC ENDOMETRIUM OF ENDOMETRIOSIS PATIENTS
COMPARED WITH NORMAL ENDOMETRIUM
Edward Manurung, Henry Salim S, Syamsul A Nasution Ichwanul Adenin, Deri Edianto, Hotma Partogi P
Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine Sumatra Utara University - H. Adam Malik Hospital Medan
abstract
OBJECTIVE : To describe the differences of aromatase P450 expression by imunohistochemistry preparation of ectopic endometrium endometriosis patients compared with normal endometrium.
METHODS : This study is a cross- sectional study to 32 paraffins blocks of ectopic endometrial tissue obtained from patients with endometriosis of laparotomy and laparoscopy, while control is 32 endometrial paraffins of post-hysterectomy due to non estrogen-dependent diseases. Paraffin tissue contained in the managed and performed immunohistochemical staining using the placenta at term as a positive control . These results were interpreted based on the strength of the color intensity and statistically analyzed.
RESULTS : Of the 32 cases of endometriosis were observed, there were 30 (97%) of ectopic endometrium of endometriosis patients with intensity +3 , and not found at all ectopic endometrium of patients with endometriosis with +1 and negative intensity , while 22 cases (68.8 %) of the 32 cases of normal endometrium were intensity +1 , and no cases with intensity +3. P450 aromatase expression in endometriosis is higher than the normal endometrium, and this difference was statistically significant ( < 0.05 ) In relation to the degree of endometriosis with the intensity of IHC, 17 cases ( 100 % ) patients with endometriosis stage 4 were +3 stain intensity, but there was no difference among the degree of endometriosis with aromatase P450 expression ( P>0.05 )
CONCLUSION : The P450 aromatase expression in ectopic endometrium of patients endometriosis where higher than normal endometrium , although there was no correlation with the degree of endometriosis aromatase expression .
EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA AROMATASE P450
PADA ENDOMETRIUM EKTOPIK PENDERITA ENDOMETRIOSIS DIBANDINGKAN ENDOMETRIUM NORMAL
Edward Manurung, Henry Salim, Syamsul A Nasution Ichwanul Adenin, Deri Edianto, Hotma Partogi P Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara - RSUP H. Adam Malik Medan
Abstrak
TUJUAN: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik (endometriosis) dibandingkan endometrium normal.
METODE PENELITIAN: Penelitian ini bersifat cross sectional terhadap 32 parafin blok jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis yang diperoleh dari hasil laparatomi dan laparaskopi, sedangnkan kontrol diambil dari 32 endometrium kasus post histerektomi atas indikasi penyakit tidak tergantung estrogen. Jaringan yang terdapat dalam parafin tersebut dikelola dan dilakukan pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan plasenta aterm sebagai kontrol positif. Hasil tersebut diinterpretasi berdasarkan kekuatan intensitas warna dan dianalisa secara statistik.
HASIL: Dari 32 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 30 (97%) sediaan endometrium ektopik penderita endometriosis terwaranai +3, dan tidak ditemukan sama sekali endometrium ektopik penderita endometriosis dengan intensitas +1 dan negatif, sedangkan 22 kasus (68,8%) dari 32 kasus endometrium normal intensitas +1, dan tidak ada yang intensitas +3. Ekspresi aromatase P450 pada endometriosis lebih tinggi dibandingkan endometrium normal, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (<0,05) Pada kaitan derajat endometriosis dengan intensitas IHC, sebanyak 17 kasus (100%) penderita endometriosis stadium 4 terwarnai intensitas +3, namun tidak terdapat hubungan derajat endometriosis dengan ekspresi aromatase P450 (P>0,05)
KESIMPULAN: Terdapat perbedaan ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik penderita endometriosis dibandingkan endometrium normal, walaupun tidak terdapat hubungan ekspresi aromatase dengan derajat endometriosis.
EXPRESSION IMMUNOHISTOCHEMISTRY OF P450 AROMATASE IN ECTOPIC ENDOMETRIUM OF ENDOMETRIOSIS PATIENTS
COMPARED WITH NORMAL ENDOMETRIUM
Edward Manurung, Henry Salim S, Syamsul A Nasution Ichwanul Adenin, Deri Edianto, Hotma Partogi P
Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine Sumatra Utara University - H. Adam Malik Hospital Medan
abstract
OBJECTIVE : To describe the differences of aromatase P450 expression by imunohistochemistry preparation of ectopic endometrium endometriosis patients compared with normal endometrium.
METHODS : This study is a cross- sectional study to 32 paraffins blocks of ectopic endometrial tissue obtained from patients with endometriosis of laparotomy and laparoscopy, while control is 32 endometrial paraffins of post-hysterectomy due to non estrogen-dependent diseases. Paraffin tissue contained in the managed and performed immunohistochemical staining using the placenta at term as a positive control . These results were interpreted based on the strength of the color intensity and statistically analyzed.
RESULTS : Of the 32 cases of endometriosis were observed, there were 30 (97%) of ectopic endometrium of endometriosis patients with intensity +3 , and not found at all ectopic endometrium of patients with endometriosis with +1 and negative intensity , while 22 cases (68.8 %) of the 32 cases of normal endometrium were intensity +1 , and no cases with intensity +3. P450 aromatase expression in endometriosis is higher than the normal endometrium, and this difference was statistically significant ( < 0.05 ) In relation to the degree of endometriosis with the intensity of IHC, 17 cases ( 100 % ) patients with endometriosis stage 4 were +3 stain intensity, but there was no difference among the degree of endometriosis with aromatase P450 expression ( P>0.05 )
CONCLUSION : The P450 aromatase expression in ectopic endometrium of patients endometriosis where higher than normal endometrium , although there was no correlation with the degree of endometriosis aromatase expression .
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Endometriosis sebagai penyakit yang bergantung pada
estrogen terjadi pada 5 – 19% wanita usia reproduksi di Amerika
Serikat. Endometriosis didefinisikan sebagai timbulnya jaringan
endometrium diluar kavum uteri.1 Umumnya terjadi pada peritoneum
pelvis dan ovarium, namun juga dapat ditemukan di berbagai tempat
yang jarang seperti ureter, kandung kemih, perikardium, dan pleura.
Gambaran utamanya berupa nyeri kronik pelvis, nyeri saat koital dan
infertilitas.1,2
Walaupun penyebab pasti endometriosis belum diketahui,
namun sejumlah penelitian berupaya untuk menjabarkan patofisiologi
endometriosis. Pengenalan akan patofisiologi endometriosis yang
adekuat diharapkan dapat membawa alur pemikiran pada
penatalaksanaan endometriosis yang lebih spesifik.
Peranan estrogen terhadap perkembangan endometriosis telah
terbukti secara definitif. Suasana yang hipoestrogenik terbukti
menghambat pertumbuhan endometriosis. Hal ini menyebabkan
pada awalnya pengobatan endometriosis adalah dengan pemberian
obat-obatan yang mengakibatkan kondisi hipoestrogen sistemik.
3
4,5
Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa kadar estrogen
endometrium normal.,6,7 Penelitan Hutinen dkk. (2012) dilakukan
dengan cara mengukur kadar estradiol dan estrone serum serta
kadar estradiol dan estrone jaringan endometriosis pada kelompok
penderita endometriosis dan kelompok wanita yang sehat
menemukan bahwa kadar estrogen sistemik penderita endometriosis
tidak berbeda dibandingkan wanita normal, namun kadar estrogen
lokal dari ekstrak jaringan endometriosis menunjukkan perbedaan
bermakna antara penderita endometriosis dibandingkan wanita
normal, dimana pada endometriosis jauh lebih tinggi.
Penelitian lainnya berupaya mencari bukti apakah benar
peningkatan kadar estrogen lokal pada endometriosis itu merupakan
hasil dari produksi lokal atau distribusi terlokalisir estrogen.
Aromatase P450 sebagai enzim yang mengkonversi androstenedion
menjadi estrone pada tubuh, baik pada kulit, adrenal dan ovarium,
merupakan enzim yang menjadi indikator produksi estrogen.
Ternyata pada penelitian ditemukan ekspresi aromatase P450 di
jaringan endometriosis dan tidak ditemukan ekspresi aromatase
P450 tersebut pada endometrium normal, walaupun secara
histologis endometriosis identik dengan endometrium. Noble (1997)
menemukan peningkatan aromatase P450 pada stroma
endometriosis, sementara Kusuki menemukan peningkatan ekspresi
aromatase P450 pada epitel glandular endometriosis dengan
menggunakan pemeriksaan imunohistokimia.
7
2,8 Estrone yang
akan diubah menjadi 17β estradiol, estrogen yang lebih poten, oleh
17β hydroxysteroid dehidrogenase (17 βHSD). Estradiol ini akan
mengakibatkan dampak metabolik terhadap pasien endometriosis.
Valesco dkk. (2006) melakukan kultur terhadap jaringan
endometriosis dan menemukan ekspresi aromatase secara
bermakna ditemukan pada jaringan endometriosis kultur tersebut
dan tidak ditemukan ekspresi aromatase P450 pada jaringan
endometrium normal.8
Peranan aromatase P450 pada patofisiologi perkembangan
endometriosis ini juga yang menjadi dasar penggunaan aromatase inhibitor dalam mengatasi nyeri pelvik dan infertilitas yang sering terjadi pada endometriosis, dengan efek yang lebih minimal dan
efikasi yang lebih baik.
Karena hal tersebut, peneliti ingin meneliti bagaimana ekspresi
aromatase P450 pada endometriosis, sebagai endometrium ektopik
jika dibandingkan endometrium normal.
4
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, dirumuskan masalah apakah terdapat
perbedaan ekspresi aromatase P450 pada jaringan endometriosis
dibandingkan endometrium normal?
Hipotesa penelitian ini adalah ekspresi aromatase P450 dengan
menggunakan pemeriksaan imunohistokimia pada endometrium
ektopik lebih tinggi dibandingkan endometrium normal.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
ekspresi aromatase P450 pada endometrium ektopik
(endometriosis) dibandingkan endometrium normal.
1.4.2. Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui karakteristik paritas dan usia pada
endometriosis dibandingkan non endometriosis
2. Untuk mengetahui proporsi ekspresi aromatase P450
pada jaringan endometrium ektopik penderita
endometriosis dan jaringan endometrium normal.
3. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi aromatase P450
pada endometriosis berdasarkan derajat endometriosis.
1.5. Manfaat penelitian 1.5.1. Manfaat teoritis
Dapat diketahui bagaimana ekspresi aromatase P450 pada
endometrium penderita endometriosis dan endometrium
normal. Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar pada
penelitian selanjutnya terhadap endometriosis.
Dapat diketahui bagaimana pemeriksaan ekspresi
aromatase P450 pada endometrium dengan pemeriksaan
imunohistokimia.
1.5.3. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapakan bermanfaat untuk memproleh data
tentang bagaimana ekspresi aromatase P450 pada
endometriosis dapat menjadi landasan pilihan pengobatan
lebih spesifik pada penderita endometriosis, misalnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Endometriosis
Endometriosis didefinisikan sebagai adanya jaringan
endometrium (kelenjar dan stroma) yang terdapat di luar kavum
uteri.
2.1.1 Epidemiologi 11,12
Endometriosis merupakan kasus yang sering terjadi
pada wanita usia reproduksi, dimana diperkirakan terjadi
pada 1 dari 10 wanita usia reproduksi.12 Namun pernah juga
ditemukan pada wanita postmenopause, terutama yang
mendapat substitusi hormonal.11 Diperkirakan endometriosis
terjadi pada sekitar 30% pada pasien dengan infertilitas dan
terjadi pada 45% wanita dengan nyeri pelvis kronis.
Rata-rata penderita endometriosis pada waktu
didiagnosis berusia antara 25 dan 30 tahun. Endometriosis
jarang terjadi pada gadis remaja premenars tetapi dapat
diidentifikasi pada lebih dari 50% wanita yang berumur
kurang dari 20 tahun dengan keluhan nyeri pelvik kronis atau
dispareunia. Kurang dari 5% wanita post menopause yang
kebanyakan menerima terapi estrogen membutuhkan
operasi karena endometriosis.
1,12
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis Endometriosis
Hingga kini penyebab pasti endometriosis belum
diketahui, namun beberapa teori berupaya untuk
menjelaskan tentang penyebab endometrisis:
1. Teori Menstrusi Retrograde
13,14
Teori ini menyatakan bahwa darah menstrusi pada
saat haid oleh sebab kontraksi rahim yang tidak normal
masuk kedalam kavum peritoneum melalui tuba. Fragmen
endometrium tersebut kemudian terimplantasi ke dalam
mesotelium. Namun teori ini tidak dapat menjelaskan
mengapa endometriosis juga dapat timbul di rongga pleura
dan organ lain diluar peritoneum.
2. Teori Penyebaran limfatik atau vaskuler
13,14
Konsep ini menjelaskan tentang bagaimana
endometriosis dapat ditemui di jaringan lain, di luar
peritoneum. Endometriosis sering ditemukan di daerah
retroperitoneal yang merupakan daerah yang kaya akan
limfatik, sehingga hal tersebut diduga terjadi sebagai akibat
penyebaran limfatik.
3. Teori Coelomic Metaplasia
13,14
Teori ini menyatakan bahwa peritoneum parietal
transformasi metaplastik. Karena ovarium dan progenitor
endometrium, duktus mullerian berasal dari epitel coelemik,
maka metaplassia mungkin dapat menjelaskan tentang
perkembangan endometriosis pada ovarium.13,14
4. Teori Induksi
Teori ini menyatakan bahwa beberapa faktor biologis
termasuk hormonal dan inflamasi menjadi penyebab
penyakit ini. Teori ini coba menjelaskan tentang faktor faktor
komunikasi antar sel berhubungan dengan kejadian
endometriosis.13,14
2.1.2.1. Peranan Tissue Injury and Repair (TIAR)
Uterus merupakan organ yang memiliki peristaltik.
Gerakan peristaltik seperti halnya otot yang aktif bergerak,
memiliki periode teregang, injury dan perbaikan. Injury dan
repair yang terjadi baik secara fisiologis atau karena proses
persalinan, berubungan dengan kejadian endometriosis.15
Proses penyembuhan luka diyakini berhubungan dengan
estradiol. Penelitian pada hewan menunjukkan kerusakan pada
jaringan ikat seperti fibrobast dan kartilago dalam proses
penyembuhan secara fisiologis berhubungan dengan produksi
enzim dari prekursor estrogen lokal. Interleukin-1 menginduksi
aktivasi siklooksigenase 2 (COX-2), menghasilkan postaglandin
E2 (PgE2) yang pada gilirannya akan mengakivasi STAR
(Steroid Acute Regulatory Protein) dan aromatase P450. Yang mana akan meningkatkan transport kolesterol kedalam
mitokondria, yang kemudian diaromatisasi menjadi estron.15,16
Gambar 1. Tissue Injury and Repair dalam kaitan peningkatan reseptor estrogen
2.1.2.2. Peranan Genetika
Penelitian genetika terbaru menemukan hubungan
antara endometriosis dengan polimorfisme puluhan gen,
termasuk gen yang terkait hormon steroid seks. Sebuah
polimorfisme nukleotida tunggal dalam intron 1 ERa gen yang
dinilai oleh Pvu II fragmen restriksi panjang polimorfisme
menghasilkan PP, Pp dan pp genotipe. Kitawaki et al
melaporkan bahwa genotipe PP kurang sering diamati pada
wanita dengan endometriosis dan wanita dengan adenomiosis
penyakit. Pada kelompok endometriosis, terdapat perbedaan
dalam distribusi Pvu II genotype (adenomiosis, endometriosis
dan/atau leiomyomata) dengan tingkat keparahan klinis.
Beberapa penelitian mencoba menjelaskan tentang
bagaimana peranan genetika terhadap endometriosis. Berikut
tabel tentang hasil penelitian genetika terkait endometriosis
tersebut.
17,18
19
Gambar 2. Faktor yang diduga berperan dengan endometriosis serta
dugaan gen yang mempengaruhinya.
Kanker payudara, kanker endometrium, endometriosis,
adenomiosis dan leiomyoma merupakan penyakit yang berkembang
tergantung estrogen. Keterkatian penyakit tersebut dengan estrogen
dibuktikan dengan adanya reseptor estrogen (ER), reseptor
progesteron (PR) dan reseptor androgen pada jaringan penyakit
tersebut.
2.1.3. Klasifikasi Endometriosis 20,21,
Pada endometriosis, klasifikasi mememiliki peranan penting,
terutama untuk menetapkan cara pengobatan yang tepat untuk
evaluasi hasil pengobatan. Klasifikasi yang umum dipakai pada
endometriosis diantaranya::
24,22
1. Klasifikasi yang dianjurkan oleh American Fertility Society (AFS):
Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostic (LD) didapatkan jumlah
skor :
(2) Stadium II (mild) : 6 – 15
(3) Stadium III (moderate) : 16 – 20
(4) Stadium IV (serve) : bila berkisar 40
2. Kurt Semm, tahun 1983 menganjurkan klasifikasi endometriosis berdasarkan laparaskopi berupa Endoscopic Endometriosis Classification (EEC); terdiri dari EEC I – III
- Termasuk endometriosis ringan: AFS I - II, EEC I - II
- Termasuk endometriosis sedang - berat: AFS III - IV,EEC III
- Endometriosis aktif: respons terhadap terapi hormonal
- Endometriosis inaktif (non aktif): tidak respon terhadap terapi
hormonal
- Jika dijumpai bentuk kombinasi inaktif dan aktif maka
pengobatannya dilakukan seperti pengobatan endometriosis
aktif.
2.1.4. Diagnosis Endometriosis
Untuk menegakkan diagnosa endometriosis, dibuat atas dasar
anamnesis dan pemeriksaan fisik dipastikan dengan laparoskopi.
1. Anamnesis
Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid,
nyeri pelvik kronik, nyeri senggama, infertilitas atau perdarahan yang
a. Nyeri
Nyeri pelvik kronik 70-80% disebabkan endometriosis. Yang
dimaksud nyeri pelvik kronik adalah nyeri pelvik hebat yang dialami
lebih 6 bulan siklik maupun asiklik, tidak mampu melakukan kegiatan
sehari-hari dan memerlukan pengobatan. Mekanisme terjadinya
nyeri mungkin disebabkan peradangan lokal, infiltrasi yang dalam
dengan kerusakan jaringan, terlepasnya prostaglandin dan
perlengketan.
9,10
b. Perdarahan abnormal
Hal ini terjadi pada 11 - 34% penderita endometriosis yang
diakibatkan oleh kelainan pada ovarium yang luas sehingga fungsi
ovarium terganggu. Perdarahan abnormal tersebut juga dikaitkan
dengan peningkatan kadar estrogen dan kurangnya progesteron
yang mengakibatkan keseimbangan eutopik endometrium penderita
endometriosis terganggu.
22
c. Dispareunia
Merupakan nyeri saat melakukan hubungan suami istri,
disebabkan oleh adanya jaringan endometriosis di kavum Douglas.
22
d. Infertilitas
Sebesar 30-40% wanita dengan endometriosis menderita
infertilitas. Menurut Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita
endometriosis adalah 50% dari wanita biasa. Bila terjadi
endometriosis sedang atau berat yang mengenai ovarium dapat
menyebabkan perlekatan dan gangguan motilitas tubo ovarial dan
pengambilan ovum oleh fimbrae saat ovulasi yang pada akhirnya
menyebabkan infertilitas. Selain itu makrofag yang kadarnya cukup
tinggi dalam cairan peritoneum penderita ndometriosis, memiliki
kemampuan memfagositosis ovum dan zygot. Infertilitas pada
endometriosis juga terjadi akibat perubahan reseptibiltas
endometrium yang berkaitan dengan peningkatan aktifitas estrogen.
2. Pemeriksaan ginekologi
Pada pemeriksaan rektal ditemukan nodul-nodul di daerah
kavum douglas dan ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri.
Kadang uterus retrofleksi dan sulit digerakkan di parametrium, dapat
juga teraba massa kistik yang nyeri pada penekanan.
23
3. Ultrasonografi
Dengan bantuan USG dapat terlihat adanya massa kistik
pada salah satu atau kedua ovarium yang mengarah ke kista coklat.
Terlihat gambaran yang khas dari endometrioma berupa jaringan
yang homogen hipoechoic. Namun untuk tingkat endometriosis
lainnya manfaat USG dan MRI sekalipun sangat terbatas.
Diagnosis endometriosis dengan pencitraan ultrasonografi
adalah ditemukannya karakteristik endometrioma yaitu adanya
internal echoe yang difus dengan derajat rendah dan fokus
hiperechoic pada dinding kista. Positif palsu dapat terjadi pada kasus korpus luteum dan kista lutein, teratoma atau dermoid kstadenoma,
fibroid ovarium, tubo-ovarian abscess dan karsinoma ovarium.
Doppler juga dapat membantu diagnosis sonografi dimana
endometrioma menerima suplai darah yang sedikit (pericystic flow at
the level of the ovarian hilus), sedangkan karsinoma ovarium
menerima suplai darah yang banyak. 24
Gambar 3. Gambaran ultrasonografi endometrioma ovarium 24
4. Laparoskopi
Laparoskopi tetap merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara
melihat langsung ke dalam rongga abdomen. Disini akan tampak lesi
endometriosis yang berwarna merah atau kebiruan dan berkapsul,
juga terlihat lesi endometriosis yang minimal.
Diagnosis visual secara laparoskopi atau laparotomi dari
endometrioma diindikasikan untuk endometriosis dengan :
23
- Ukuran kista yang tidak lebih dari 12 cm diameternya
- Perlekatan dengan dinding samping pelvis, sisi posterior
ligamentum latum dan/atau uterus
- Retraksi dari korteks ovarium dengan ’powder burns’ dan
bercak merah, biru atau kehitaman.
- Kandungan kista seperti coklat, kental.
-Gambar 4. -Gambaran endometrioma pada kedua ovarium (kissing
ovaries) 23
5. Pemeriksaan laboratorium
Belum ada uji laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa
pasti endometriosis. Beberapa pasien mengalami lekositosis dan
peningkatan LED. Pada penderita endometriosis yang berat akan
ditemukan kadar 125 yang tinggi. Namun peningkatan kadar
2.1.5. Penatalaksanaan Endometriosis
Dalam memberikan pengobatan penderita endometriosis,
beberapa faktor objektif dan subjektif harus dipertimbangkan terlebih
dahulu, yaitu :
23
1) Usia penderita
2) Keinginan pasangan tersebut untuk punya anak
3) Lamanya fertilitas (singkirkan terlebih dahulu faktor suami dan
faktor lainnya penyebab infertilitas pada wanita)
4) Lokasi dan luas endometriosis
5) Berat ringannya gejala
6) Lesi-lesi pelvis yang berkaitan
Apabila kesemua hal tersebut di atas telah dianalisa, maka
selanjutnya dapat dipilih metode penanganan yang paling sesuai
untuk setiap penderita endometriosis berupa:
1. Medisinalis
Terapi paliatif dengan hormon steroid: estrogen, progestin,
androgen, Danazol, Gestrinon, GnRH analog dan terapi simptomatik
non steroid..
2. Aromatase Inhibitor 24,25
Aromatase Inhibitor pertama kali digunakan untuk pengobatan
dari menopause, reseptor estrogen positif. Kemampuan mereka
untuk mengurangi produksi estrogen adalah melalui penghambatan
kunci sitokrom P450, enzim kunci yang mengkatalisis konversi
andostenendione dan testosteron untuk estrone dan estradiol.
Letrozole dan anastrozole adalah turunan triazole yang
reversibel, Aromatase inhibitor kompetitif dan, dosis 1-5 mg/hari,
menghambat estrogen 97% sampai lebih dari 99%, sedangkan
exemestane adalah inhibitor, steroid ireversibel yang mengikat ke
situs aktif enzim aromatase dan inactivate secara efektif dengan
dosis 25 mg / hari. Aromatase Inhibitor mungkin menawarkan
alternatif baru untuk pasien pascamenopause dengan endometriosis
melalui perubahan mekanisme yang terlibat dalam pengembangan
molekul endometriosis.
Bukti mengenai penggunaan Aromatase inhibitor pada pasien
premenopause jauh lebih luas dibandingkan dengan wanita
menopause, terutama karena perbedaan yang cukup dalam
prevalensi penyakit di antara kelompok-kelompok pasien. Meskipun
demikian, tampak bahwa. Laporan sebelumnya telah mengajukan
argumen mengenai efek menguntungkan Aromatase inhibitor pada
wanita, menunjukkan bahwa hal ini dapat disebabkan oleh gabungan
penggunaan dengan agen lain (misalnya agonis GnRH, danazol,
kontrasepsi oral (oral), progestin). Alasan utamanya adalah
kenyataan bahwa pada wanita premenopause sumber utama
estrogen adalah ovarium. Akibatnya, endometriosis premenopause
seringkali berhasil ditekan oleh kekurangan estrogen dengan analog
GnRH atau induksi menopause bedah. Oleh karena itu, Aromatase
inhibitor hanya dapat dibenarkan ketika analog GnRH gagal untuk
mengendalikan penyakit melalui penghapusan sekresi estradiol oleh
ovarium, mungkin karena adanya produksi estradiol signifikan yang
terus di jaringan adiposa, kulit, dan implan endometriotik selama
pengobatan GnRH agonis.
Sebuah Mekanisme intracrine memproduksi estrogen dalam
jumlah besar telah diusulkan dalam jaringan sel endometriotik
ektopik. Implan endometriotik meskipun secara histologis mirip
dengan endometrium eutopic, tampaknya berbeda dalam basis
molekul dan ini dapat menaikkan ke produksi ekstrim dan gangguan
metabolisme estradiol. Oleh karena itu, secara teoritis Aromatase
inhibitor bisa nyata mengurangi produksi ini dan dengan demikian
mengurangi ukuran lesi.
26
3. Pengobatan operatif 26
24
a. Konservatif
Dengan mempertahankan fungsi reproduksi dan fungsi
hormonal ovarium.
b. Radikal
Total abdominal histerektomi, bilateral
salpingo-ooferoktomi dan reseksi endometriosis.
4. Terapi laparotomi
Mengangkat endometrioma dapat dilakukan dengan
laparotomi. Pada awal dilakukan inspeksi secara teliti dari
ovarium untuk mengidentifikasi endometriosis, kemudian
ovarium dibebaskan dari perlekatan. Perlekatan yang tipis
mengandung endometriosis, lesi superfisial dilakukan ablasi
elektrokauter, dengan bipolar atau laser. Lesi harus diangkat
dari jaringan korteks ovarium sebelum dilakukan ablasi
sehingga tidak menimbulkan trauma pada jaringan ovarium
yang sehat.
Pengangkatan endometrioma serupa dengan laparoskopi
dilakukan insisi elips pada endometrioma dengan aksis
longitudinal dari elips paralel dengan garis antara fimbria
ovarika dan ligamentum ovarium. Digunakan jarum
elektromikrosurgikal untuk membuat insisi kira-kira 0,1 - 0,2
mm. Kemudian kapsul dari endometrioma diidentifikasi,
dilakukan pembelahan dengan menggunakan gunting blunt
curved, kemudian mengeluarkan endometrioma. Idealnya
endometrioma dikeluarkan tanpa pecahnya kista, perlu
diletakkan kasa di sekitar ovarium sehingga jika terjadi ruptur,
cairannya tidak menyebar kemana-mana dan segera
dikeluarkan dari rongga abdomen.
26
Penatalaksanaan kista endometriosis dilakukan tindakan
pembedahan lebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan
pengobatan hormonal selama 6 bulan. Pengobatan hormonal
dimaksudkan untuk mengobati endometriosis yang tidak terlihat
secara makroskopik.
26
Pengobatan bedah dengan mempertahankan fungsi
reproduksi terhadap kelainan ini disebut pengobatan bedah
konservatif. Dengan tindakan bedah konservatif, kehamilan
yang didapat pada derajat ringan antara 66 - 75% derajat
sedang 37 - 74%, sedangkan pada derajat berat 0 - 48%.25
2.2. Aromatase P450 dan Metabolisme Estrogen
Androgen, D4-androstenedion, adalah prekursor utama
estrogen. 17 Hydroxysteroid dehidrogenase mengubah
androstenedione menjadi testosteron, yang bukan merupakan
produk utama dari ovarium, karena akan segera dimetilasi pada
carbon C posisi 19, dan diaromatisasi menjadi estradiol, yang
merupakan estrogen utama yang disekresi pada ovarium manusia.
Estradiol dari androstenedion tersebut dapat diubah menjadi
estradiol setelah sebelumnya menjadi estron, oleh aromatase P450.
Sumber lain dari estrogen adalah estron-3-sulfat, estrogen yang
paling melimpah dalam plasma. Estron sulphatase, enzim yang
mengkatalisis konversi estron-3-sulfat ke estron, terlokalisir di
jaringan adenomyotic. Estron lebih jauh dikonversi ke bentuk
estrogen yang lebih aktif 17b-estradiol, meningkatkan tingkat
aktivitas estrogen lokal.
Estrogen ini akan merangsang pertumbuhan dengan
mengaktivasi hormon pertumbuhan, yang dimediasi dengan jaringan
oleh reseptor estrogen. MRNA aromatase sitokrom P450
(P450arom), sebagai komponen utama aromatase, terekspresi
dalam jaringan endometriosis.
27,28
Gambar 5: Metabolisme estrogen (diambil dari 11)
Pada tubuh terdapat dua sumber utama estrogen yaitu ovarium dan
dari lemak terutama lemak dibawah kulit. Pada ovarium produksi estrogen
dipengaruhi oleh FSH dan LH yang mempengaruhi sel granulosa dan
Gambar 6. Metabolisme estrogen ovarium. (diambil dari literatur 10)
Hipotesis dua sel steroidogenesis (gambar 4) menjelaskan FSH
yang berikatan dengan FSH reseptor di sel granulosa, LRH-1
mengaktivasi aromatase P450 untuk merubah androstenedion
Gambar 7. Proses produksi estrogen lokal pada endometriosis dan
perannya terhadap proses inflamasi (Diambil dari 11)
Sepertihalnya pada ovarium dan kulit yang memproduksi
estrogen melalui metabolisme androstenedion oleh aromatase P450
menjadi estrone, ternyata pada endometriosis secara lokal
menunjukkan proses metabolisme pembentukan estrogen yang
sama. Produksi estrogen lokal yang meningkat tersebut diduga lebih
berperan pada perkembangan endometriosis dibandingkan estrogen
Interkonversi estradiol dan estron terjadi di endometrium
eutopic penderita endometriosis, dimana reaksi oksidatif yang
menginaktivasi estradiol oleh oestrone konversi dengan
17b-hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2 (17bHSD2) adalah dominan.
Selama fase proliferasi, peningkatan mRNA dan aktivitas 17bHSD2
sebanding dalam kedua endometrium bebas penyakit dan sakit.
Namun, selama fase sekretori, peningkatan mRNA dan aktivitas
17bHSD2 meningkat empat kali lipat menjadi enam kali lipat dalam
endometrium sakit, 17bHSD2 tetap berubah dalam endometrium
Gambar 8. Perbedaan endometrium normal, endometrium
endometriosis dan ektopik endometriosis (diambil dari literatur 1)
Pada jaringan endometrial (gambar yang 6.A) aktifitas enzim
cyclooxigenase-2 (cox-2) dan produksi prostaglandin E2 (PgE2)
relatif rendah, estrogen tidak diproduksi secara lokal yang ditandai
dengan ketidak hadiran aromatase. Pada fase luteal, 17 β
hydroksisteroid dehidrogenase 2 (HSD17B2) mengkatalisasi biologis
estrone menjadi estradiol. Sementara pada endometrium ektopik
penderita endometriosis ditemukan peningkatan aktivitas COX-2 dan
ditemukan sejumlah aktivitas aromatase, sedangkan dijaringan
ektopik endometrium endometriosis terjadi peningkatan yang
maksimal aktifitas COX-2 dan aromatase P450, yang menjadi
penyebab nyeri yang hebat.
Penelitian Dheenadayau et al untuk menggunakan eutopik
endometrium penderita endometriosis sebagai alat diagnostik
endometriosis, dimana spesimen dilakukan dengan kuretase jaringan
endometrium penderita endometriosis menemukan sensitifitas
aromatase P450 endometrium eutopik sekitar 82%, dan spesifitas
hanya 59%. Walaupun ekspresi aromatase P450 sangat tinggi pada
jaringan endometriosis, namun juga ternyata terekspresi di jaringan
eutopik endometrium endometriosis.
30
2.2.1. Efek estrogen
Produksi estrogen yang meningkat terhadap jaringan bekerja
melalui dua jalur yaitu:
a. Efek genomik estrogen melalui reseptor estrogen
Aktivasi reseptor estrogen berakibat pada transkripsi
melalui jalur aktivasi genetika. Reseptor estrogen memiliki N
terminal DNA-binding domain dan C-terminal ligand binding
domain. Terdapat dua subtype reseptor estrogen yang
mengkode gen yang berbeda, dan akan memberi dampak
jaringan yang berbeda pula, yaitu reseptor alpa dan beta.
Secara normal reseptor estrogen alpa terdapat di endometrium,
sel kanker payudara dan stroma ovarium. Sedangkan reseptor
estrogen beta terdapat di sel granulosa, spermatid, ginjal,
mukosa intestinal, parenkim paru, sumsum tulang, sel endotel
dan prostat. Kompleks estrogen-reseptor kemudian ditranslokasi kedalam inti sel, yang berikatan dengan
homodimer atau heterodimer kepada sekuens DNA spesifik,
yang akan meregulasi transkripsi.32
b. Efek non genomik estrogen
Beberapa efek estrogen dapat berlangsung cepat
langsung melakukan transkripsi non genom, dimana estrogen
berikatan dengan reseptor estrogen pada membran sel
(sebagian besar reseptor untuk aksi ini belum dapat
diidentifikasi). Dampak ikatan ini akan mengaktivasi enzim
efek estrogen terhadap vaskuler dan aktivasi mediator faktor
pertumbuhan. Dimana estrogen dapat mengakibatkan
vasodilatasi sementara.32
2.2.2. Aromatase P450
Adalah suatu enzim yang mengkatalis androstenedion menjadi
estrone. Aromatase P450 dihasilkan oleh gen Cyp 19A dan termasuk
kedalam cytocrome hemo-protein enzime complex. Gen Cyp19
(p450arom) berlokasi pada regio 21,2 pada lengan panjang
kromosom 14 (15q21.2). Gen ini terdiri dari 30 kode genetik dan 93
regio regulasi (total panjang sekitar 123 kb). Regio regulasi ini
dibedakan atas 10 promoter yang meregulasi signal jaringan yang
spesifik. Setiap promoter meregulasi sekuens DNA yang spesifik.
Pada manusia terdapat sekitar 8 dari 10 promoter. Promoter
spesifik digunan untuk regulasi organ gonad, tulang, otak, vaskuler,
lemak, kulit, hepar fetal, dan plasenta untuk biosintesa estrogen
manusia yang spesifik.32,33
Berbagai subset enzim sitokrom P450 memegang peran
penting dalam jaringan adrenal, gonad atau jaringan perifer, yaitu:
•
dalam
“aktifitas yang sebelumnya diketahui sebagai 20,22-desmolase”
(steroid 20α-hydroxylase, steroid 22-hydroxylase, cholesterol
• (encoding protein P450c11β) ditemukan dalam
membran dalam mitokondria korteks
11β-hydroxylase, steroi
methyloxidase activitas.
•
dalam mitokondria zona glomerulosa adrenal, memiliki aktifitas
steroid 11β-hydroxylase, steroid hydroxylase, and steroid
18-methyloxidase.
•
memiliki aktifitas steroid 17α-hydroxylase and 17,20-lyase.
•
•
33
endoplasmik
mengaktalisasi aromatisasi androge ke estrogen.
Aktifitas aromatase P450 pada endometriosis akan
meningkatkan kadar 17 β estradiol, yang kemudian merangsang
sintesis prostaglandin synthase-2 (cox-2), yang meningkatkan
konsentrasi PGE2, sitokin imunologi (IL1, Tumor Nekroting Factor
Gambar 9: Ilustrasi biokimia aromatase P450
Pada sisi aktif aromatase P450 mengandung satu heme
berpusat pada besi. Besi tersebut berikatan dengan protein P450
melalui ligan tiolat yang berasal dari residu sistei . Sistein ini dan
beberapa residu mengapit dilkenal dengan CYPs dan memiliki pola
yang lazim prosite dengan pola [ FW ] - [ SGNH ] - x - [ GD ] - { F } - [
RKHPT ] - { P } - C - [ LIVMFAP ] - [ GAD ] Karena berbagai macam
reaksi yang dikatalisasi oleh CYPs , aktivitas dan sifat dari berbagai
CYPs berbeda- beda dalam banyak aspek. Secara umum, siklus
katalitik P450 berlangsung sebagai berikut:
•
30
Substrat berikatan dengan situs aktif enzim, di dekat kelompok
heme, di sisi yang berlawanan dengan rantai peptida. Substrat
yang terikat tersebut menginduksi perubahan konformasi dari situs
distal besi heme, dan kadang-kadang mengubah besi heme dari -
spin rendah ke spin tinggi. Hal ini menimbulkan perubahan dalam
sifat spektral enzim, dengan peningkatan absorbansi pada 390 nm
dan penurunan pada 420 nm. Hal ini dapat diukur dengan
perbedaan spektrometri dan disebut sebagai perbedaan spektrum "
tipe I ".
•
31
Perubahan elektronik dari tempat aktif memungkinkan transfer
elektron dari NAD ( P ) H melalui sitokrom P450 reduktase atau
reduktase lain. Hal ini terjadi dengan cara transfer elektron,
mengurangi besi heme Fe ke keadaan Fe.33
•
•
Molekul Oksigen berikatan kovalen pada posisi koordinasi aksial
distal dari besi heme. Ligan sistein adalah donor elektron yang
lebih baik dari histidin, dengan akibatnya oksigen yang diaktifkan
pada tingkat yang lebih besar daripada di protein heme lainnya.
Namun, terkadang hal ini memungkinkan ikatan, yang disebut "
reaksi decoupling ", melepas superoksida radikal reaktif yang
mengganggu siklus katalitik.
Elektron kedua ditransfer melalui sistem transpor elektron, baik dari
reduktase sitokrom P450, ferredoxins, atau sitokrom b5,
mengurangi oksigen ke grup perokso bermuatan negatif.Kelompok
perokso terbentuk pada langkah 4 dengan cepat terprotonasi dua
kali oleh transfer lokal dari air atau dari sekitarnya rantai samping
asam amino, melepaskan satu molekul air, dan membentuk besi
•
2.2.3. Imunohistokimia Aromatase P450
Tergantung pada substrat dan enzim yang terlibat, enzim P450
dapat mengkatalisis salah satu dari berbagai macam reaksi.
Setelah produk dilepas dari situs aktif, enzim akan kembali ke
kondisi semula, dengan molekul air kembali menempati posisi distal
dari inti besi.
Imunohistokimia adalah sebuah metoda pemeriksaan dengan
menggunakan prinsip antibodi dengan spesifikasi yang tinggi untuk
menunjukkan lokasi dan keberadaan sebuah protein di dalam
jaringan. Pemeriksaan IHC dapat dilakukan terhadap jaringan
langsung ataupun parafin.
Prinsip IHC meliputi langkah:
17
1. Fixing and embedding jaringan
36
2. Cutting and mounting jaringan
3. Deparafinizing and rehydrating jaringan yang telah dilakukan
diseksi
4. Antigen retrieval
5. Pewarnaan Immunohistokimia
6. Counterstaining
7. Dehidrasi dan stabilisasi dengan medium mounting
8. Pengamatan pewarnaan dibawah mikroskop.
Pewarnaan imunohistokimia menggunakan antigen tertentu.
waktu pewarnaan dari jaringan yang memiliki aktifitas enzim
aromatase, seperti plasenta aterm.
Gambar 10. Tampilan imununohistokimia aromatase P450 pada
endometriosis (a-c), peritoneal endometriotik (d), eutopic endometrium (e),
dan leiomioma (f) (diambil dari literatur 8)
Hasil pemeriksaan imunohistokimia tersebut diinterpretasikan
berdasarkan gabungan antara kualitas intensitas ikatan antigen
dengan antibody yang terbentuk di sitoplasma atau inti sel dengan
Tabel 2.2. Metode Skoring Quantitatif Imunohistokimia35
Interpretasi hasil imunohistokimia dapat dilakukan dengan salah
2.3. Kerangka Teori
TIAR, reflux haid, choelem, imuninologi
Genetik Faktor
Interleukin 6 dan 18
COX -2
PgE2
P450
arom
Chlosterol uptake ↑ STAR
Testosterone Estradiol
17β
Growth Factor, inflamasi, imunologi. Reseptor E2 ↑
Aktifitas estrogen lokal ↑
2.4. Kerangka Konsep
Variabel independent
Variabel dependent
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Endometrium ektopik penderita endometriosis
Ekspresi Aromatase P450
Endometrium normal
Usia
Fase menstruasi
Penyakit tergantung endometriosis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian case control dengan pemeriksaan imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan
endometrium ektopik penderita endometriosis dan parafin blok
jaringan endometrium normal untuk melihat perbedaan ekspresi
enzim aromatase P450.
3.2. Waktu dan Tempat penelitian
Tempat penelitian di lakukan di departemen Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP
H Adam Malik Medan, sedangkan pemeriksaan imunohistokimia
dilakukan oleh departemen Patologi Anatomi Universitas Sumatera
Utara Medan.
Penelitian ini dilakukan mulai Agustus 2013 hingga Januari
2014.
3.3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian kelompok kasus adalah parafin blok
jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis yang
diperoleh dari laparatomi dan laparaskopi.
Sedangkan subjek penelitian kelompok kontrol adalah
parafin blok jaringan endometrium normal, yang diperoleh dari
Penentuan besar sampel, dilakukan berdasarkan perhitungan
statistik dengan menetapkan tingkat kepercayaan 95% dan kekuatan
uji (power test) 95%.
Dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk
menguji perbedaan dua rata-rata, yaitu :
Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus:
n= (Zα √2.P.Q + Zβ√ P1 Q1 + P2 Q2 )
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α
yang ditentukan. Nilai α = 0,05 Zα
Z
=1,96
β = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β yang ditentukan. Nilai β = 0,10 Zβ
P
=1,28
1
P
= proporsi polimorfisme P213S pada endometriosis = 0,70
2
Q
= proporsi polimorfisme P213S pada non-endometriosis = 0,30
1= 1- P1
= 30,008 dibulatkan menjadi 31 orang (jumlah sampel
3.4. Kriteria Inklusi dan eksklusi Penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi adalah:
• Kelompok kasus: Parafin blok jaringan endometriosis penderita
endometriosis yang dibuktikan oleh pemeriksaan histopatologi.
Jaringan dapat diambil dari hasil laparaskopi maupun laparatomi.
• Kelompok kontrol: Parafin blok jaringan endometrium pasien post
histerektomi, yang bukan disebabkan oleh penyakit tergantung
estrogen lainnya seperti adenomiosis, endometriosis, leiomioma
atau kanker endometrium yang dibuktikan secara histopatologi.
Sedangkan yang menjadi kriteria eksklusi adalah:
• Sediaan tidak dapat dianalisa oleh sebab proses pembuatan
parafin yang tidak baik.
3.5. Identifikasi variabel Variabel Bebas
• Endometriosis
Variabel Tergantung
• Ekspresi Aromatase P450
3.6. Definisi Operasional
Endometrium Ektopik Endometriosis :
Defenisi : Jaringan endometrium pada penderita
endometriosis yang terdapat di luar uterus.
sebagai endometriosis
Cara ukur : Melihat hasil histopatologi
Skala ukur : Endometriosis dan non endometriosis
(skala rasio)
Endometrium Normal
Defenisi :Adalah lapisan dalam uterus normal, yaitu uterus
yang tidak terdapat mioma, kanker endometrium,
dan adenomiosis. Dalam hal ini diambl dari jaringan
endometrium penderita kanker leher rahim.
Alat ukur : Pemeriksaan histopatologi
Cara Ukur : Melihat hasil histopatologi
Skala ukur : Normal dan tidak normal (skala rasio)
Ekspresi Aromatase P450
Defenisi : Adalah hasil pengamatan ekspresi antigen
terhadap enzim yang dihasilkan oleh cyp19A, yang
berfungsi untuk mengakatalis perubahan
androstenedion
menjadi estrone.
Alat ukur : Imunohistokimia
Cara ukur :Pewarnaan imunohistokimia jaringan
endometrium normal dan jaringan endometriosis
yang diamati oleh dua orang observer
Skala ukur : Ekspresi +1. +2, +3 dan negatif (skala interval)
Negatif : Apabila tidak ditemukan sel yang mengikat antibodi
+1 adalah : apabila sel mengikat antibodi dan terwarnai namun
intensitas warna kurang kuat
+2 adalah : apabila sel mengikat antibodi dan tewarnai namun
intensitas warna cukup kuat
+3 adalah :apabila sel mengikat ntibodi dan terwarnai dengan
intensitas yang sangat kuat
3.7. Cara kerja dan teknik pengumpulan data
1. Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan
penelitian, penelitian dimulai dengan mengumpulkan data dari
histopatolgi pasien yang pernah diperiksa histopatologis dan
didiagnosa sebagai endometriosis (sesuai kriteria inklusi dan
eksklusi). Sedangkan kelompok kontrol diambil dari data
histopatologi departemen PA, pasien yang dilakukan histerektomi
dan ditemukan uterus tidak terdapat adenomiosis, kanker
endometrium dan leiomioma.
2. Dari data PA tersebut, diambil data rekam medik tentang identitas
lengkap dan karakteristik pasien.
3. Dilakukan peminjaman sediaan parafin blok.
4. Dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Pewarnaan jaringan
dilakukan dengan Anti Aromatasae Antibody (ab 18995). Jaringan
yang telah difiksasi dengan parafin dipotong hingga 4 µm.
primer antibodi anti-human placental P450 arom antiserum (PAb
R-8-2, 1:1000) .
5. Dilakukan interpretasi sediaan tersebut oleh dua orang ahli
Patologi Anatomi.
3.8. Kerangka Kerja
3.9. Rancangan analisis
Hasil penelitian ini disajikan ke dalam tabel distribusi frekwensi.
Untuk menganalisa prebedaan akurasi dua observer dihitung nilai
kappa, dimana validitas >75% tidak ditemukan perbedaan bermakna
antara kedua pengamatan observer, sedangkan hubungan antar
variabel dilakukan uji statistik fisher exact dengan derajat kepercayaan 95% (p<0,05).
Data Laporan Rekam Medik :
Diagnosa, data umum pasien
ANALISIS STATISTIK
Pewarnaan imunohistokimia Aromatase P450
Endometriosis
Sampel Parafin blok