• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspresi Imunohistokimia Aktivitas Sel Natural Killer Dengan Cd107a Pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis Dibandingkan Dengan Endometrium Normal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekspresi Imunohistokimia Aktivitas Sel Natural Killer Dengan Cd107a Pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis Dibandingkan Dengan Endometrium Normal"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Endometriosis merupakan penyakit jinak yang didefinisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma endometrium ektopik atau di luar dari kavum uteri dan dihubungkan dengan nyeri pelvik dan infertilitas. Penyakit ini menunjukkan suatu spektrum manifestasi klinis yang luas yang cenderung mengalami progresifitas dan rekurensi, dan sering menimbulkan masalah dalam penatalaksanaannya baik pada pasien maupun klinisi.3

2.2. Epidemiologi

(2)

14 Endometriosis lebih sering terjadi pada wanita yang memiliki siklus ovulatoar yang biasanya terjadi pada usia antara 20 sampai 45 tahun, dan jika dibandingkan dengan wanita yang memiliki siklus anovulatoar yang berumur perimenars atau perimenopause yaitu sebesar 22%. Kurang dari 5% wanita post menopause yang kebanyakan menerima terapi estrogen membutuhkan operasi karena endometriosis. Prevalensi endometriosis asimptomatik mungkin lebih rendah pada wanita Negro dan lebih tinggi pada wanita Asia daripada wanita kulit putih. Risiko terjadinya endometriosis meningkat pada wanita dengan menars dini dan siklus menstruasi yang pendek. Korelasi antara risiko terjadi endometriosis dan volume atau durasi menstruasi adalah kurang konsisten.3

Endometriosis menyebabkan dampak yang besar pada kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Endometriosis juga merupakan masalah kesehatan yang besar dan memberikan beban ekonomi yang besar pada masyarakat. Simoens dkk, memperkirakan bahwa biaya tahunan endometriosis di Amerika Serikat pada tahun 2002 adalah kira-kira 22 milyar US$. Hummelshoj dkk, melaporkan bahwa 78% wanita dengan endometriosis di United Kingdom akan mengalami kehilangan rata-rata 5,3 hari kerja perbulan akibat penyakit ini.3,4

2.3. Etiopatogenesis

2.3.1. Teori Sampson / Teori Implantasi Endometriosis Peritoneal 6

 Terjadi karena lesi endometriosis akibat refluks jaringan

(3)

15  Penelitian eksperimental Wiltz, menyatakan stroma dan epitel

endometrium dapat dengan mudah dan cepat melekat pada mesotelium (invasi transmesotelial terjadi antara 18-24 jam).  Akan terjadi perubahan molekuler dari eutopik dan atau

ektopik endometrium secara kualitatif maupun kuantitatif yang akan mempengaruhi aktivitas fisiologis endometrium (adanya inflamasi peritoneum dan mutasi sekunder akibat implantasi dan perlekatan endometrioid).

Gambar 1. Skema teori transplantasi dan regurgitasi.6 2.3.2. Apoptosis 16

 Terdapat dua bentuk kematian sel yaitu nekrosis dan

apoptosis. Apoptosis merupakan bentuk kematian sel yang diperlukan atau terprogram, baik untuk perkembangan sel normal maupun homeostasis jaringan.

 Peristiwa ini dikendalikan secara ketat oleh berbagai gen, baik

(4)

16  Mekanisme apoptosis merupakan proses yang aktif dan

bermanfaat terutama pada proliferasi dan differensiasi sel. Pada proses tersebut dapat saja terjadi kerusakan dan bila tidak dimusnahkan akan menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan sel.

 Proses apoptosis dapat merupakan mekanisme pertahanan

jaringan, misalnya pertahanan terhadap infeksi virus yang menyebabkan kelainan gen. Jika didapatkan adanya kematian sel, maka akan cepat dikenali oleh makrofag dan kemudian difagosit sebelum terjadi disintegrasi sel yang tidak merusak jaringan.

 Pada wanita dengan endometriosis, persentase sel

endometrium yang mengalami apoptosis secara nyata menurun dan peningkatan ketahanan sel yang dapat melanjutkan aktivitas fisiologi. Apoptosis spontan pada wanita endometriosis ektopik lebih rendah dibandingkan dengan wanita normal dan endometrium eutopik.

2.3.3. Kemampuan untuk lari dari pengenalan sistem imun 17

 Mekanisme regurgitasi endometrium dipengaruhi oleh

keterlibatan daya tahan sel endometrium terhadap pengenalan imun.

 Disfungsi respon imun alami terdapat pada wanita dengan

(5)

17  Kerusakan fungsi sel NK memberi kekhususan status

imunitas dari refluks sel endometrium yang mempredisposisi endometriosis.

2.3.4. Perubahan Enzim Proteolitik (MMPs dan TIMPs) 18

 Endometrium pasien dengan endometriosis mengalami

ekspresi abnormal atas grup spesifik enzim proteolitik yaitu MMPs (Matriks Metalloproteinase) dan TIMPs (Jaringan Penghambat Matriks Metalloproteinase), akibatnya terjadi implantasi sel endometrium.

 Misregulasi dari sintesis MMP dan sekresi dari lesi

endometriosis bergabung dengan sejumlah TIMP-1 pada cairan peritoneum, kemudian mengubah komponen matriks fungsional disekitar cairan peritoneum dan menginduksi perilaku agresif serta memfasilitasi invasi sel ektopik.

2.3.5. Proses Neovaskularisasi dan Neuroangiogenesis Endometriosis 19  Neovaskularisasi pada implantasi endometrium merupakan

faktor penting proses invasi jaringan lain dari sel endometrium. Lingkungan peritoneum sangat angiogenik dan peningkatan aktivitas serta faktor angiogenik ditunjukkan pada cairan peritoneum dari wanita dengan endometriosis.

 Angiogenesis biasanya diikuti dengan pertumbuhan saraf

sehingga melibatkan rasa nyeri.

 VEGF (Vascular Endhotelial Growth Factor) akan meningkat

(6)

18 Factor, Insuline Like Growth Factor, Platelet Derived Growth

Factor, dan Fibroblast Growth Factor merupakan mitogen yang poten untuk proliferasi sel stromal dan sebagai anti-apoptosis sel endometrium.

 IL-8 dan TNF-α mendorong terjadinya proliferasi dan

perlekatan sel endometrium dan angiogenesis dari sel progenitor di endometrium dan sumsum tulang belakang. 2.3.6. Inflamasi 20

 Banyak bukti menyatakan bahwa endometriosis merupakan

kondisi inflamasi kronis dari pelvik.

 Cairan peritoneum wanita dengan endometriosis menunjukkan

adanya peningkatan sejumlah makrofag yang teraktivasi dan perbedaan yang signifikan dari profil sitokin dan kemokin termasuk faktor inhibitor migrasi makrofag seperti TNF-α, IL-1 , IL-6, IL-8, dan aktivasi normal ekspresi sel-T serta sekresi protein monosit kemotaktik.

 Terdapat pula protein Proteomics pada cairan peritoneum

yang diketahui bersifat mengikat makrofag dan mengurangi kapasitas fagositosis dan meningkatkan produksi IL-6.

 Inflamasi tidak hanya terdapat pada lingkungan mikrovaskular

(7)

19 dalam kondisi inflamasi kronis dan sekresi makrofag dan sama seperti sel epitel endometrium.

 Lingkungan peritoneum yang mengalami inflamasi kaya akan

mediator inflamasi, terutama prostaglandin yang memegang peranan dalam patofisiologi nyeri dan infertilitas wanita dengan endometriosis.

Gambar 2. Proses Molekular Endometriosis.21

Hill dkk, mendapatkan adanya gangguan imunitas pada wanita endometriosis. Dmowski dkk, mendapatkan adanya kegagalan dalam sistem pengumpulan dan pembersihan sisa darah haid oleh makrofag dan fungsi sel NK yang menurun pada endometriosis.33

(8)

20 tetapi meningkat di dalam serum pada endometriosis yang lebih berat. C3 merupakan komplemen yang memegang kunci penting dalam kaskade proses imunologi tubuh. Komplemen ini dipakai oleh antibodi (immunoglobulin) untuk proses penghancuran dinding sel, sehingga dapat merusak sel. Bila kadar C3 ditemukan tinggi di dalam serum, maka ini berarti komplemen tersebut tidak dikonsumsi dalam proses imunologi tersebut dan proses sitolitik tidak berlangsung. Proses autoimun biasanya dapat dihambat oleh kortikosteroid, sehingga diperlukan kadar kortisol yang tinggi di dalam serum dan cairan peritoneum, tetapi pada penelitian Jacoeb dijumpai keadaan sebaliknya. Kadar kortisol serum yang tinggi terdapat pada endometriosis sedang dan berat, tetapi rendah pada endometriosis ringan. Hal ini memperlihatkan endometriosis bukan merupakan proses yang akut.33

(9)

21 hormon post-operatif tetap dibutuhkan. Pada akhirnya masalah infertilitas adalah yang terbesar yang dihadapi pasien dengan endometriosis, sehingga keseluruhan informasi terkait patogenesis endometriosis dapat menjadi implikasi klinis untuk manajemen terkait infertilitas.22

2.4. Faktor Resiko Endometriosis 2.4.1. Usia

Endometriosis pelvik jarang terjadi sebelum menars dan cenderung berkurang setelah menopause. Beberapa studi pada wanita di bawah usia 50 tahun menyatakan bahwa frekuensi endometriosis meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga fase menopause, tetapi studi terakhir tidak menunjukkan demikian. Perbedaan kriteria seleksi dapat menjelaskan beberapa ketidaksesuaian, contohnya wanita muda yang tidak melakukan laparoskopi untuk infertilitas dibandingkan dengan zaman dahulu yang dibutuhkan tindakan laparotomi untuk menegakkan diagnosis endometriosis. Tidak terdapat hubungan antara usia dan derajat keparahan penyakit endometriosis.23,24

2.4.2. Ras dan Kelas Sosial

(10)

22 kulit putih. Di Amerika Serikat, wanita berkulit hitam rata-rata memiliki tingkat sosio-ekonomi yang kurang, sehingga diagnosis endometriosis lebih rendah pada ras kulit hitam, namun beberapa studi evaluasi populasi endometriosis tidak menunjukkan perbedaan bermakna baik untuk indikasi dan prosedur diagnostik, dan tingkat sosio-ekonomi terhadap prevalensi penyakit endometriosis pada wanita dengan ras yang berbeda.25

2.4.3. Faktor Menstruasi dan Reproduksi

Studi epidemiologi di Amerika Serikat dan Italia menunjukkan bahwa wanita dengan usia menars lebih dini, siklus menstruasinya pendek dan banyak memiliki resiko tinggi. Hal ini diasumsikan bahwa usia yang lebih dini meningkatkan paparan atau kontaminasi pelvik dari material sel endometrium menstruasi berdasarkan teori regurgitasi. Selain itu riwayat obstetrik juga berperan penting dan data klinis menunjukkan bahwa paritas mengurangi risiko endometriosis. Sebaliknya data epidemiologi tidak menunjukkan hubungan antara usia kehamilan, aborsi spontan, dan endometriosis.26

2.4.4. Penggunaan Kontrasepsi Oral

(11)

23 endometriosis sangat rendah pada penggunaan kontrasepsi oral (risiko relatif 0,4 dengan interval kepercayaan 95%), sedangkan wanita yang menghentikan konsumsi pil lebih cepat (> 2-4 tahun) memiliki risiko yang lebih besar (risiko relatif 1,8 dengan interval kepercayaan 95%). Telah dinyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral temporer dapat menekan risiko endometriosis melalui penekanan ovulasi.27

2.4.5. Riwayat Keluarga

Dinyatakan bahwa risiko endometriosis meningkat pada wanita dengan ibu atau saudara perempuan menderita endometriosis. Frekuensi meningkat pada derajat pertama saudara atau wanita yang menderita endometriosis berdasarkan studi Norway dan Italy. Namun analisa genetik lanjutan perlu dilakukan untuk memperjelas keterlibatan riwayat keluarga dan risiko endometriosis.27

2.4.6. Merokok, Diet, dan Gaya Hidup

(12)

24 2.4.7. Indeks Masa Tubuh

Status gizi berlebih diketahui dapat menurunkan risiko endometriosis. Wanita dengan peningkatan indeks masa tubuh memiliki siklus menstruasi irreguler dan peningkatan rasio anovulatoar infertilitas, sehingga menurunkan risiko endometriosis.27

2.4.8. Keganasan

Beberapa penelitian menyatakan bahwa penyebab endometriosis adalah akibat dari paparan dioksin. Beberapa data epidemiologi menunjukkan keterkaitan risiko endometriosis dengan frekuensi gangguan imunitas.27

2.5. Peran Sistem Imun Pada Endometrium Selama Siklus Menstruasi

Peran sistem imun adalah mempertahankan homeostasis uterus dan regenerasi yang melibatkan beberapa sitokin dan sel-sel imun. Menstruasi terjadi oleh karena penurunan progesteron pada tahap akhir dari fase siklus menstruasi yang kemudian akan melepaskan inhibisi jalur pro-inflamasi NFkB (Nuclear Factor kappa-B) dan mengarah ke sebuah peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi, prostaglandin, dan matriks metalloproteinase yang diikuti oleh lisis jaringan ikat dan perdarahan.28

(13)

25 hormon steroid terjadi pertumbuhan dan perbaikan pembuluh darah. Setelah ovulasi selama fase sekresi, terjadi perubahan-perubahan seluler dalam endometrium uterus termasuk diantaranya adalah transformasi, desidualisasi sel-sel stromal, dan perkembangan glandula-glandula sekretorik yang diregulasi oleh progesteron.29,30

Sama dengan proses menstruasi, implantasi juga digambarkan dengan peningkatan kadar sitokin endometrium, prostaglandin, dan leukosit. Kemokin dan sitokin diproduksi oleh sel endometrium dan mengarah ke blastokis sisi implantasi, sehingga terjadi interaksi dengan endometrium uterus. Selama invasi, sel-sel trofoblas merusak sel epitel dan stromal. Jaringan endometrium kemudian diperbaiki dan dirombak seiring dengan pertumbuhan plasenta. Proses penyembuhan luka ini secara nyata digambarkan oleh Th-1 dan juga keterlibatan respon pro-inflamasi dengan tingginya kadar sitokin pro-pro-inflamasi seperti IL-6, IL-8 dan TNF-α. Diantara aktivitas yang terjadi diatas, aktivitas sitokin mengambil sel-sel imun kedalam desidual. Dari sel-sel tersebut, 65-70% di dominasi oleh sel NK spesifik uterus (uNK) dan 10-20% di dominasi oleh sel antigen yang dipresentasikan seperti makrofag dan sel-sel dendritik.31,32

2.6. Perubahan Imunologi Pada Endometriosis

(14)

26 utama dalam patogenesis endometriosis adalah sistem imunitas. Sistem imunitas tubuh tersebut terdiri dari :33

1. Sistem imun non-spesifik (alamiah) ; merupakan pertahanan tubuh utama dalam menghadapi berbagai infeksi mikroorganisme. Komponen-komponen sistem imun non-spesifik itu terdiri dari pertahanan fisik dan mekanik, pertahanan biokimiawi, pertahanan humoral, dan pertahanan seluler.

2. Sistem imun spesifik (didapat) ; merupakan pertahanan tubuh yang mempunyai kemampuan untuk mengenali benda yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem pertahanan spesifik ini dibagi atas ; sistem imun spesifik humoral yang berupa limfosit-B dan sel-B, dan sistem imun spesifik seluler yang berupa limfosit-T.

Pada endometriosis didapatkan adanya perubahan dari sistem imun berupa defisiensi dari sistem imun. Dari studi penderita endometriosis didapatkan perubahan beberapa komponen imunologi pada cairan peritoneum, antara lain makrofag fagosit, monosit sel NK, limfosit-Tc, sel-B, mediator inflamasi seperti komplemen dan sitokin, dan sel-sel perusak sel endometriosis yang memungkinkan terjadinya perlekatan, migrasi dan angiogenesis.33

(15)

27 endometriosis peritoneum adalah terjadinya reaksi inflamasi yang terus menerus akibat adanya regurgitasi darah haid yang terjadi pada 80-90% wanita normal dengan tuba paten. Kejadian ini akan berulang secara siklik setiap bulannya. Darah haid tersebut terdiri dari cairan ekstraseluler, darah, jaringan endometrium yang lepas yang mengandung sel-sel endometrium baik yang mati maupun yang masih hidup. Regurgitasi ini terjadi akibat kontraksi uterus yang ritmik atas pengaruh prostaglandin F2

pada saat haid dan terjadi pula hipotoni relatif dari sambungan utero-tuba (uterotubal junction).33

Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sel-sel endometrium dalam cairan peritoneum mencapai 90% pada wanita normal. Jumlah darah haid yang terkumpul berbeda-beda dari satu individu dengan individu lain, demikian pula dengan lamanya paparan regurgitasi yang terjadi. Crainer dkk, menghubungkan periode siklik yang cepat dan jumlah darah yang banyak merupakan salah satu risiko yang memperberat keadaan tersebut. Dari analisis biokimiawi sel-sel endometrium yang berada pada debris darah haid, ternyata mengandung PGF2α dan pengaruh hormon seks steroid terhadap sel ini menunjukkan kemampuan mitosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel endometrium.33

(16)

28 dan pembersihan sisa haid (Garbage Collection and Disposal System). Sistem pembersih ini mempunyai kemampuan terbatas baik kuantitas maupun kualitas dari sisa haid yang ada atau biasanya disebut sebagai sisa pembersihan (disposal insufficient). Sistem ini berlangsung berulang-ulang sesuai siklus haid yang terjadi, oleh sebab itu faktor imunitas berperan sangat penting. Pada sistem imun yang dimediasi oleh imunitas

seluler diperankan oleh sel limfosit-T baik itu T-cytoxic, T-helper, T-supresor, monosit, dan makrofag pada sel NK.33

(17)

29 2.6.1. Makrofag

Makrofag merupakan tipe sel yang paling banyak ditemukan pada cairan peritoneum dan memegang peranan dalam patogenesis endometriosis. Pada pasien endometriosis dengan infertilitas didapatkan makrofag aktif dan sekresi produksi makrofag seperti enzim proteolitik, sitokin, dan faktor pertumbuhan (growth factor) lebih banyak dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis.33

Adapun makrofag penghuni peritoneum ini mempunyai aktivitas :33 1. Memproses antigen dan mempresentasikan kepada limfosit.

2. Memproduksi IL-1 dan mengaktivasi limfosit.

3. Memproduksi sitokin dan mengaktivasi respon makrofag-makrofag. 4. Menstimulasi produksi promonosit dan monosit dan mengaktivasi makrofag pada rongga peritoneum.

5. Memproduksi TNF, prostaglandin dan faktor-faktor komplemen. 6. Memfagositosis sel target dan mengaktivasi sitotoksik.

7. Perusakan jaringan.

8. Pembentukan perlekatan dan penyelamatan jaringan.

9. Perbaikan jaringan (fibroblast stimulating factor, fibronectin, elastase, kolagenase).

(18)

30 pertumbuhan endometriosis tersebut. Adapun growth hormone tersebut antara lain :33

1. Platelet derived growth factor.

Hormon ini bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi dan proses mitogen untuk fibroblas dan sel angiogenik.

2. Transforming growth factor.

Faktor pertumbuhan ini mempunyai aktivitas sebagai mitogen pada sel endometriosis yang berperan dalam inflamasi dan memelihara kehidupan endometriosis.

3. Transforming growth factor-α (TGF-α)

Hormon ini mengikat reseptor EGF, menstimulasi proliferasi pada sel-sel stroma. Hormon ini juga menginduksi terjadinya endometriosis, bersifat menginduksi terjadinya fibrosis, proses angiogenesis, juga dapat menghambat fungsi limfosit-T, limfosit-B, dan sel NK.

4. Epidermal growth factor (EGF)

EGF ini menginduksi proliferasi dari sel endometrium. 5. Sel U 937

Sel dengan aktivitas mitogen untuk fibroblas dan sel-sel otot polos. 6. Vaskular endothelial growth factor.

Merupakan glikoprotein yang mempromosikan sel endometrium tumbuh pada in vivo dan menginduksi terjadinya angiogenesis.

(19)

31 adalah fibronektin yang mempunyai kemampuan sebagai pelekat, fibronektin ini berupa protein molekul besar. Setelah terjadi migrasi dari jaringan endometriosis ini kemudian makrofag tersebut memberikan reaksi perbaikan jaringan dengan terbentuknya jaringan parut dengan bantuan proses kolagenase, tetapi lesi-lesi dalam keadaan ini dapat aktif kembali bila terdapat penurunan imunitas dari pejamunya.33

2.6.2. Sel-B Peritoneum dan Immunoglobulin

Sejak 10 tahun yang lalu telah diperkirakan pasien-pasien dengan endometriosis mempunyai autoantibodi dan IgG yang utama. Konsentrasi autoantibodi ini berbanding terbalik dengan luasnya penyakit. Pada pasien endometriosis, kita jumpai antibodi anti-endometrium yang titernya berkolerasi dengan derajat beratnya penyakit. Gleicher dkk, menyatakan bahwa sindroma autoimun ini disebabkan oleh sel-B poliklonal yang aktif. Pada analisis immunophenotyping didapatkan sel mononuklear di cairan peritoneum, tetapi tidak mempengaruhi perubahan kuantitatif pada populasi sel-B. Proporsi sel-B pada cairan peritoneum tidak berhubungan dengan beratnya endometriosis.33

2.6.3. Sel Natural Killer (NK)

(20)

32 Hirata dkk, berpendapat bahwa terdapat faktor imunosupresi yang dihasilkan oleh jaringan endometriosis yang menyebabkan penurunan aktivitas sel NK. Weed dkk, menemukan tidak terdapat cacat secara kuantitatif dari penurunan aktivitas sel NK pada cairan peritoneum atau pada darah tepi. Bahkan Hill dkk,melaporkan populasi sel NK peritoneum meningkat pada endometriosis. Fungsi sel NK kemungkinan diatur oleh sekret dari makrofag dan limfosit-T.33

2.6.4. Sel-T

(21)

33 2.6.5. Sitokin

Pada penderita endometriosis didapatkan pula perubahan sitokin pada cairan peritoneumnya. Seperti diketahui sitokin tersebut disekresi oleh makrofag yang berasal dari sumsum tulang belakang yang bersirkulasi sebagai monosit dan bermigrasi ke berbagai kavitas tubuh. Pengamatan terhadap perubahan imunitas mengarahkan kepada beberapa investigasi yang dipercayai sebagai penanda reaktivitas imun khususnya sitokin yang berpotensi sebagai alat bantu diagnostik untuk endometriosis.33,36

Sitokin pada cairan peritoneum kaya dengan komponen-komponen seluler termasuk makrofag, sel-sel mesotelial, limfosit, eosinofilik dan sel mast. Telah dihipotesiskan bahwa makrofag peritoneum yang teraktivasi merupakan langkah penting dalam inisiasi penyakit dan progresifisitas penyakit. Makrofag teraktivasi pada cairan peritoneum wanita dengan endometriosis yang secara poten akan memproduksi sitokin.36

(22)

34 Tabel 1. Sitokin dan fungsinya.37

Tabel 2. Kadar sitokin pada wanita dengan endometriosis.38.

Interleukin

(23)

35 differensiasi limfosit-B dengan reseptornya yaitu IL-1α dan IL-1 . Implantasi endometrium ektopik menunjukkan isolasi IL-1 pada cairan peritoneum pasien endometriosis. Ada beberapa peneliti yang menyatakan bahwa kadar IL-1 meningkat drastis pada pasien endometriosis dan ada pula yang menyatakan tidak adanya peningkatan.36

Sedangkan IL-6 merupakan regulator inflamasi dan imunitas dengan hubungan fisiologik antara sistem endokrin dan sistem imunitas yang turut memodulasi sitokin aktivasi pendorong sel-T dan differensiasi sel-B serta menghambat pertumbuhan berbagai sel pada manusia. IL-6 ini selanjutnya merespon makrofag dalam cairan peritoneum stromal sel-sel endometrium dan makrofag-makrofag perifer yang diregulasi pada pasien endometriosis. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan tidak adanya peningkatan, dan penelitian lain menunjukkan adanya peningkatan IL-6 di dalam serum dan bukan di cairan peritoneum pasien endometriosis.36

Osterlynck dkk, menyatakan bahwa adanya penurunan aktivitas dan sitotoksisitas sel NK di cairan peritoneum. Berkurangnya jumlah sel-T yang teraktivasi dan sel dendritik matur merupakan temuan lain yang dapat diamati pada wanita dengan endometriosis.39

2.6.6. Faktor Pertumbuhan Endotel Vaskular

(24)

36 endometriosis, VEGH berada di epitelium dari implant endometriosis khususnya pada implant dengan perdarahan. Lebih lanjut lagi, terdapat peningkatan dalam konsentrasi VEGH pada cairan peritoneum pasien endometriosis. Makrofag peritoneum pasien endometriosis memiliki kemampuan untuk mensintesis dan mensekresikan VEGF.40

2.6.7. RANTES (Regulated on Activation Normal T-Cell Expressed and Secreted)

RANTES Berasal dari keluarga kemokin “C-C” yang menarik monosit dan memori sel-T. RANTES adalah produk sekretori sel-sel hematopoetik, epitel, dan sel-sel mesenkim dari sebuah mediator baik inflamasi akut maupun kronik. Protein RANTES distribusinya berada pada endometrium ektopik yang serupa dengan endometrium eutopik. Namun sekresi secara in vitro dari RANTES oleh endometrioma berasal dari kultur sel stroma yang secara bermakna lebih besar dibandingkan dengan endometrium eutopik.41

2.7. DIAGNOSA ENDOMETRIOSIS

(25)

37 dispareunia, perdarahan haid yang abnormal, dan infertilitas. Namun gejala ini juga dapat muncul pada gangguan ginekologi lainnya, karena sampai saat ini tidak ada satupun tanda-tanda atau gejala patognomonik yang dapat menegakkan diagnosa endometriosis secara pasti. Banyak wanita yang mengalami endometriosis justru tanpa gejala atau bersifat asimptomatik.42

Tanda-tanda klinis yang ditemukan pada wanita endometriosis dapat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan penyakit. Sering kali tidak ditemukannya tanda klinis yang jelas pada saat pemeriksaan panggul. Yang paling umum ditemukan pada saat pemeriksaan panggul adalah ketika pemeriksa meraba forniks posterior, dimana akan ditemukan nodul-nodul endometriosis pada ligamentum sakrouterina, pembesaran ovarium sebagai akibat dari kista endometrioma, dan uterus yang terfiksasi pada cul-de-sac oleh proses adhesi. Namun di sisi lain bisa saja ditemukan gejala-gejala tersebut tetapi wanita tersebut tidak mengalami endometriosis.43

(26)

38 Penampakan makroskopis endometriosis bervariasi, diantaranya adalah :43

 Lesi kecil (1mm) berwarna putih atau bening.

 Lesi kecil berwarna merah gelap (mulberry) atau coklat (powder

burn).

 Kista berisi cairan yang penuh dengan hemosiderin berwarna

merah gelap atau gelap ( kista coklat).

“Kubah” berwarna biru atau merah gelap berukuran 15-20 cm.

Ultrasonografi

Ultrasonografi tidak berperan dalam mendiagnosa endometriosis, karena tidak dapat mendeteksi implantasinya. Akan tetapi, endometrioma dapat dideteksi dengan pasti menggunakan ultrasonografi transvaginal dan transabdominal. 80-90% endometrioma memiliki penampakan yang khas pada ultrasonografi transvaginal yang berupa sebuah massa kistik dengan gambaran hipoekhoik homogen multipel. Sisanya memberikan gambaran berupa kista anekhoik, kista hipoekhoik dengan komponen padat ataupun berupa massa padat.40

(27)

39 Untuk wanita yang sudah di diagnosa dengan endometriosis, ultrasonografi dapat digunakan untuk mengevaluasi pelvik, terutama jika terdapat nyeri yang berulang, tetapi MRI merupakan pilihan yang lebih baik untuk evaluasi pelvik.40

Laboratorium

Kadar CA-125 mengalami peningkatan pada endometriosis. Akan tetapi, CA-125 juga meningkat pada kondisi lain seperti neoplasma ovarium, mioma uteri, dan penyakit radang pelvik, sehingga memiliki spesifisitas yang tidak bermakna dalam menegakkan diagnosa endometriosis. CA-125 memiliki peranan untuk follow up endometriosis yang telah atau sedang menjalani terapi medis maupun terapi pembedahan.30

2.8. STADIUM ENDOMETRIOSIS

(28)

40 Tabel 3. Klasifikasi Endometriosis Menurut American Fertility Society

Endometriosis NILAI

- Berdasarkan hasil Laparoskopi Diagnostik (LD) / Laparatomi didapatkan jumlah skor :

(29)

41 Gambar 4. Lembar Klasifikasi Endometriosis Berdasarkan Klasifikasi

(30)

42 2.9. SEL NATURAL KILLER

2.9.1. Definisi Sel Natural Killer (NK)

Sel Natural Killer atau sel NK adalah limfosit sitotoksik yang merupakan komponen utama dari sistem imun, karena sel-sel ini dapat menyerang sel-sel target yang tidak mengekspresikan MHC kelas-1 tanpa memerlukan agen yang mensensitisasi, oleh karena itu disebut juga sebagai sel pembunuh alami. Sel NK berpartisipasi di dalam sistem pertahanan imun host dalam melawan infeksi, sel ini juga memiliki aktivitas anti tumor dan terlibat pula dalam melawan adanya graft. Sel-sel NK juga dapat memberikan efek samping yang mempengaruhi kehamilan. Sel-sel ini biasanya mengekspresikan penanda-penanda di permukaan sel yakni CD16 (FC-R III) dan CD56 (molekul perekat sel neural : NCAM) pada manusia. Sebagai tambahan untuk membunuh sel-sel target, sel NK mensekresikan berbagai macam sitokin, seperti sitokin interferon gamma (IFN- ) dan sitokin anti-inflamasi dan anti-tumor nekrosis faktor alfa (TNF-α).34,41

(31)

43 tubuh” di dukung oleh identifikasi sel immunoglobulin yang menyerupai

reseptor-reseptor sel NK pada sel NK yang mengenali autolog dari antigen MHC kelas-1 dan menghambat sitotoksisitas sel NK dalam melawan sel-sel target.41

2.9.2. Regulasi Sel Natural Killer (NK) Pada Organ Reproduksi Wanita Sel NK manusia ditemukan di dalam darah, organ-organ limfoid, hati dan berbagai jaringan mukosa termasuk paru-paru, usus, dan uterus. Sel-sel NK di darah perifer dapat dibagi menjadi dua subkelompok utama berdasarkan densitas ekspresi CD56. Sel-sel CD56 berjumlah 90% dari sel-sel NK darah dan memiliki aktivitas litik spontan terhadap sel-sel tumor. Ekspresi subkelompok sel NK yaitu CD16 (FC-R III), Killer Inhibitor Reseptor (KIRs), dan banyak dari sel-sel ini mengekspresikan CD57. CD56 sel NK darah sejumlah 10% dan sel-sel yang memiliki sedikit aktivitas litik memiliki kapasitas tinggi untuk memproduksi sitokin-sitokin pro-inflamasi disamping stimulasi dengan monokin. Sel NK ini mengekspresikan CD16 atau KIRs dan sel-sel ini rendah terhadap ekspresi CD57.27,28

(32)

44 tapi rendah memproduksi sitokin. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa kedua CD56bright dan CD56dim dari sel NK efisien dalam memproduksi sitokin dan melakukan sitotoksisitas pada pengenalan sel target.44

Cairan peritoneum merupakan lingkungan yang dinamis secara imunologis yang menghubungkan sistem imun dan reproduksi. Kandungan utamanya adalah sel mononuklear terutama makrofag, limfosit dan sel NK. Pada wanita yang sehat, sisa menstruasi dan sel endometrium di kavum peritoneum dibersihkan oleh makrofag, sel NK dan proses apoptosis. Secara umum diketahui bahwa mekanisme oleh cairan peritoneum tersebut merupakan lini pertama pertahanan terhadap implantasi sel endometrium di lokasi ektopik, terutama di kavum peritoneum. Pada wanita dengan endometriosis terjadi gangguan pada makrofag, aktivitas sitotoksik sel NK, serta proses apoptosis, tetapi mekanisme terjadinya gangguan itu sendiri masih belum jelas. Tampaknya penurunan sitotoksisitas sel NK tersebut disebabkan oleh defek fungsional, bukan diakibatkan oleh defek kuantitatif. Maka, defek sel NK pada endometriosis adalah primer, bukan merupakan akibat sekunder dari inflamasi yang dicetuskan oleh endometriosis.44,45

(33)

45 Secara umum dipertimbangkan bahwa sel NK uterus subkelompok CD56dim adalah negatif terhadap kejadian-kejadian reproduksi. Sedangkan populasi sel NK uterus CD16-CD56bright berkaitan dengan keberhasilan implantasi dan maturasi plasenta dan didukung sebagai bagian penting yang mempengaruhi proses implantasi melalui kontrol invasi tropoblas dan produksi sitokin-sitokin pengatur sistem imun. Beberapa penelitian terbaru mengindikasikan bahwa sel NK CD56bright adalah sub-populasi penting yang mendominasi implantasi pinggiran endometrium pada wanita tanpa riwayat subfertilitas. Penelitian mereka juga mengusulkan bahwa keseimbangan subkelompok sel NK uterus mempengaruhi kualitas endometrium dan sel NK uterus diambil dari CD56. Sel NK darah yang menjalani differensiasi spesifik pada jaringan endometrium mungkin muncul dari proliferasi di uterus dan differensiasi progenitor sel NK dibawah kontrol hormon-hormon seks dan atau sitokin.46

2.9.3. Uterus

(34)

46 permukaan sel mereka. Dengan demikian, sel NK uterus memiliki sebuah fenotip permukaan yang unik.47,48

Suatu analisis molekuler akhir-akhir ini menyatakan bahwa sel-sel NK yang berasal dari desidua dengan teknik penyinaran gen menunjukkan sebanyak 278 gen secara berbeda diekspresikan antara sel NK desidua dan sel NK darah. Penelitian ini mengindikasikan bahwa sel NK desidua lebih menyerupai ekspresi profil gen mereka terhadap sel NK CD56bright dibandingkan dengan sel NK CD56dim. Tetapi masih belum jelas apakah sel NK desidua berasal dari sel NK darah yang mengalami differensiasi di lingkungan desidua. Banyak bukti tampaknya mendukung bahwa sel NK di dalam sel desidua berasal dari sel NK uterus yang berasal dari endometrium saat implantasi atau dari perekrutan baru sel NK darah. Sel NK ini mungkin merespons sinyal-sinyal eksternal untuk mengubah ekspresi profil gen mereka dan fungsi mereka untuk merespon kinerja dari desidua. Sel NK tidak mengekspresikan reseptor untuk estradiol dan progesteron, sehingga aksi hormon seks pada fungsi sel NK atau rekruitmen yang dimediasi oleh hormon seks seperti fibroblas dan sel-sel epitel tidak terjadi. Hanya satu penelitian melaporkan bahwa sel-sel NK uterus pada manusia mengekspresikan reseptor glukokortikoid dan estrogen β1, tetapi tidak diketahui bahwa reseptor estrogen ini berfungsi

(35)

47 2.9.4. Endometrium

Endometrium uterus pada manusia merupakan sekumpulan jaringan mukosa kompleks yang diregulasi oleh hormon-hormon seks pada siklus menstruasi. Sejumlah sel NK dalam jumlah yang rendah ditemukan pada fase awal proliferasi dan meningkat seiring dengan perkembangan siklus menstruasi. Sel NK mungkin berjumlah hingga 70% dari total leukosit yang terdapat di dalam endometrium pada fase akhir sekretori. Setidaknya dua kemungkinan mekanisme telah dihipotesiskan terkait dengan peningkatan drastis dari sel NK uterus yang terdapat di dalam uterus yakni proliferasi in situ dan atau rekruitmen selektif dari sel NK perifer.50

Meskipun proliferasi dapat menjelaskan beberapa peningkatan jumlah sel NK, namun rekruitmen aktif dari sel-sel ini berasal dari sel-sel darah. Data dari penelitian Murine, mengindikasikan bahwa sel NK uterus berasal dari sel-sel darah sumsum tulang dan bukan dari sel-sel NK yang terdapat di dalam uterus. Meskipun pada manusia, belum dieksklusikan kemungkinan bahwa sel-sel NK dapat diperbaharui dari sebuah prekursor diluar siklus dari endometrium.51

(36)

48 melekat, sehingga mereka dapat bergerak mengikuti bahan-bahan kemotaktik ke dalam jaringan. Banyak sel-sel darah mengekspresikan beberapa reseptor-reseptor kemokin dan lebih dari satu yang mungkin terlibat dalam migrasi yang tepat dari sel kedalam jaringan. Sel-sel NK ditemukan secara luas di dalam endometrium wanita yang tidak hamil dan mereka dapat dikaitkan dengan jumlah leukosit yang sedikit.50,51

Pada trimester pertama kehamilan, sel NK uterus terakumulasi sebagai sebuah infiltrat padat di sekitar sel-sel tropoblas dan arteri spiralis. Seiring dengan perkembangan kehamilan, sel-sel NK menghilang dari desidua dan muncul kembali pada saat aterm. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa sinyal-sinyal khusus secara spesifik terlibat dalam regulasi dan rekruitmen sel-sel NK yang ditemukan di dalam uterus.51

(37)

49 kemokin yang terlibat. Sebagai contoh CXCL-10 diinduksi oleh hormon seks kedalam endometrium sebelum implantasi dan mampu merekrut sel-sel NK kedalam endometrium. Kemudian jika tropoblas terbentuk maka kemokin CXCL-12 dari tropoblas akan merekrut sel-sel NK uterus untuk mengatur kadar sel NK pada ateri plasenta guna memfasilitasi invasi tropoblas ke jaringan materna.52

Sel NK uterus memiliki beberapa fungsi berbeda dalam kehamilan yaitu ; (i) membantu melindungi tropoblas yang mengandung antigen paternal dari sistem imun materna, (ii) melindungi materna dari invasi tropoblas dan membatasi ekspansi dari tropoblas janin, (iii) terlibat dalam regulasi dan restrukturisasi arteri spiralis materna, dan (iv) menjadi bagian dari pertahanan sistem imun dan melindungi uterus dari infeksi. Pentingnya peranan sel NK dalam organ reproduksi materna karena akan menyebabkan disfungi regulasi kadar sel NK, sehingga dapat menimbulkan gangguan kehamilan dan siklus mentruasi seperti endometriosis.51,52

2.9.5. Peran Sel Natural Killer Pada Endometriosis

(38)

50 wanita yang berkembang menjadi endometriosis. Maka muncul sebuah pernyataan, mengapa tidak semua wanita berkembang menjadi endometriosis, dan hal ini diyakini akibat dari kemampuan jaringan endometrium yang mampu bertahan ditempat-tempat ektopik karena pengaruh respon sistem imun. Konsensus terbaru dikemukakan bahwa endometriosis merupakan suatu proses inflamasi kronis pada pelvis yang disertai peningkatan fungsi sel imunologi dalam cairan peritoneum yang tidak lazim, hal tersebut berhubungan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan endometriosis.53

Gangguan respon imunologi pada penderita endometriosis dapat merupakan akibat dari penyakit atau dapat pula sebagai sebab. Pada cairan peritoneum endometriosis terdapat peningkatan jumlah makrofag yang teraktivasi. Peningkatan aktivitas makrofag tersebut ditandai dengan peningkatan sekresi makrofag yaitu sitokin dan growth factor. Sekresi growth factor oleh makrofag akan menurunkan aktivitas sel NK,

meningkatkan angiogenesis dan fibrosis, serta menginduksi sel endometrium untuk berproliferasi.54,55

(39)

51 sitokin, growth factor, dan prostaglandin. Sebaliknya, jumlah sel NK tampaknya menurun baik dalam darah dan cairan peritoneum pasien bersama dengan penurunan keseluruhan aktivitas sel NK.2

Pada wanita dengan endometriosis, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa imun surveilans terganggu dan sistem kekebalan tubuh bawaan tampaknya tidak dapat secara memadai merespon suatu keadaan endometriosis, intinya adalah sebuah penurunan sitotoksisitas sel NK dan keadaan aktivasi monosit dan makrofag peritoneum. Dengan demikian, kegagalan sel imun peritoneum untuk membersihkan jaringan endometrium ektopik merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan sel-sel endometrium ektopik dapat menempel dan tumbuh dengan baik, walaupun tidak pada tempat semestinya.56

(40)

antigen-52 antigen yang dikenali oleh sel-sel NK pada kelompok wanita ini masih belum sepenuhnya jelas.44,50

Penurunan akitivitas sel NK pada aliran darah perifer dan cairan peritoneum wanita dengan endometriosis pertama kali dilaporkan oleh Oosterlynck dan kawan-kawan. Selanjutnya, beberapa peneliti menginvestigasi pola depresi dari fungsi sel-sel NK pada wanita dengan endometriosis. Penurunan aktivitas sel NK ini memungkinkan implantasi jaringan endometrium terjadi di luar tempat yang semestinya. Mekanisme kejadian ini masih belum dipahami dengan jelas, namun beberapa peneliti memfokuskan terhadap ekspresi HLA-G (Human Leukocyte Antigen, adalah istilah yang dipakai untuk Major Histocompatibility Complex (MHC) manusia), yakni sebuah ligand reseptor sel NK yang mengalami perubahan pada endometrium selama siklus menstruasi. Ekspresi HLA-G pada endometrium wanita sehat hanya diamati selama fase menstruasi dan tidak pada fase proliferasi atau fase sekretorik dan hasilnya didapatkan bahwa ekspresi sel-sel HLA-G tidak terdeteksi pada cairan peritoneum wanita sehat selama fase menstruasi.54,55,57

(41)

53 sel NK, akibatnya jaringan endometrium yang memasuki cairan peritoneum dapat bertahan dan mencetuskan terjadinya endometriosis.58

Herington dkk, secara khusus menyatakan sel-sel NK dari wanita dengan endometriosis menunjukkan peningkatan ekspresi Killer Inhibisi Receptor (KIRs) yang berinteraksi dengan molekul HLA kelas-I pada sel

target yang berpotensi untuk menekan aktivitas sel NK.56

Selanjutnya, antigenisitas dari sel endometrium akan kehilangan tempat pada wanita dengan endometriosis yang telah terbukti berubah karena berlebihnya ekspresi dari HLA kelas-I, yang bertindak untuk melindungi diri dari sitotoksisitas limfosit. Dengan demikian, pentingnya interaksi pengenalan sel yang biasanya terjadi antara fragmen jaringan endometrium dan sistem kekebalan tubuh bawaan peritoneum dan mungkin sangat berbeda pada wanita dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita yang terhindar dari penyakit ini.56

(42)

54 cairan peritoneum perempuan dengan penyakit ini, dan hal ini dapat berkontribusi untuk kelangsungan hidup sel endometrium ektopik dengan menginduksi apoptosis limfosit sitotoksik. Secara kolektif, makrofag, sel NK, dan sitotoksik limfosit-T pada wanita dengan endometriosis dapat membuat lingkungan peritoneum lebih imunotoleran dari biasanya, sehingga memfasilitasi lingkungan tersebut.58

Wu dkk, menyatakan bahwa sel NK dapat mengekspresikan Killer Inhibitor Receptor (KIRs) dan dapat mengenali antigen Major

Histocompatibility Complex (MHC) kelas-I pada target dan sinyal

penghambatan sitotoksisitas. Selain itu, sel NK juga dapat mengekspresikan KIRs tertentu pada individu yang tidak memiliki ligan kelas-I yang relevan, hal ini menunjukkan bahwa reseptor ini mungkin mampu dikenal secara alogenik. Penelitian ini sebelumnya menunjukkan bahwa sitotoksisitas sel NK pada endometriosis bisa terpengaruh oleh salah satu sitokin atau sel. Hal ini juga memungkinkan bahwa jaringan endometriosis itu sendiri dapat mempengaruhi KIRs dengan mekanisme yang tidak diketahui untuk mengganggu sitotoksisitas sel NK.7

Killer Inhibitor Receptor (KIRs) baru-baru ini telah di identifikasi

(43)

55 Sejak laporan pertama dari aktivitas sel NK yang menurun dalam darah perifer dan cairan peritoneum perempuan dengan endometriosis, banyak peneliti telah lebih lanjut menjelaskan mengenai depresi fungsional sel NK dalam gangguan ini. Aktivitas sel NK menurun pada wanita dengan endometriosis, hal ini diperkirakan untuk meningkatkan implantasi di endometrium, tetapi mekanisme yang menekan aktivitas sel NK pada endometriosis masih belum jelas. Eidukaite dkk, melakukan penelitian untuk menentukan ekspresi aktivitas molekul awal CD69 dan Fas-antigen CD95 pada permukaan sel NK CD56+ dalam cairan peritoneum pada kasus endometriosis ringan hingga berat. CD69 merupakan molekul pemicu fungsional pada sel NK yang diaktifkan dan, mampu mengarahkan fungsi sel NK. Pengikatan Fas dan FasL dapat menyebabkan kematian sel-sel yang mengekspresikan Fas-antigen. Fas- antigen secara intensif diekspresikan oleh sel-T, sel-B, sel NK yang diaktifkan, dan makrofag. Keseimbangan antara kematian sel dan proliferasi memainkan peran penting dalam mempertahankan homeostasis jaringan normal.60

(44)

56 berkembang menjadi lesi. Penurunan sitotoksisitas sel NK tersebut tampaknya bukan berasal dari penurunan kuantitas / jumlah, tetapi karena kelainan kualitas / fungsional, sebagaimana jumlah sel NK tampaknya tidak berbeda antara pasien dan kontrol.61

Baru-baru ini, IL-6 dalam cairan peritoneum perempuan dengan endometriosis telah di identifikasi sebagai imunosupresan yang memungkinkan bagi sitotoksisitas sel NK terhadap fragmen endometrium autolog. Hal tersebut di atas menunjukkan kemungkinan hubungan sel NK dengan disfungsi imun tubuh pada endometriosis.61

(45)

57 Jeung dkk, melaporkan bahwa peningkatan KIR2DL1 jenis modifikasi dari Killer Inhibitory Receptor (Kirs) langsung menekan fungsi sel NK dan mengurangi aktivitas sel NK. Penelitian ini mengungkapkan penurunan aktivitas sel NK pada pasien dengan endometriosis, dengan tingkat disfungsi sel NK yang langsung berhubungan dengan stadium penyakit. Data ini konsisten dengan peran sel NK sebagai pembersih sel endometrium di luar rahim dan sebagai pengatur perkembangan penyakit.2

Pengamatan epidemiologi yang sering terjadi familiar pada endometriosis menunjukkan bahwa faktor genetik mungkin terlibat pada patogenesisnya. Gen KIRs, terletak pada kromosom 19, mengatur aktivitas sel NK. Analisis molekuler lebih lanjut dari ekspresi KIRs yang terdiri dari ITIM dan ITAM dalam sel NK dapat mengarah pada pengembangan pengobatan baru untuk endometriosis.62

(46)

58 Berkurangnya aktivitas sel NK pada wanita dengan endometriosis diduga merupakan faktor yang membantu implantasi endometrium pada jaringan peritoneum. Cairan peritoneum dan darah perifer wanita dengan endometriosis mengandung faktor-faktor terlarut dan sitokin-sitokin yang menghambat dan mempengaruhi fungsi sel NK. Penyebab lain yang mungkin dari berkurangnya aktivitas sel NK adalah ketidakseimbangan antara sel Th1 dan Th2. Sel Th1 adalah penghasil sitokin pro-inflamasi, terutama IL-2 dan IFN- , sedangkan sel Th2 menghasilkan sitokin anti-inflamasi terutama IL-4 dan IL-10. Sekresi IL-2 dan IFN- mempengaruhi aktivasi sel NK, makrofag, limfosit sitotoksik dan sekresi sitokin lain seperti TNF, VEGF, dan enzim seperti matriks metalloproteinase. Disisi lain, respon dari Th2 diikuti dengan aktivasi limfosit-B, merupakan suatu proses yang melibatkan imunitas humoral dan produksi antibodi. Ketidakseimbangan Th1 dan Th2 didefinisikan sebagai berlebihnya kadar sitokin proinflamasi dan defisiensi relatif sitokin anti inflamasi yang dipercaya menjadi salah satu penyebab endometriosis. Sitokin yang berperan penting dalam fungsi sel NK adalah IL-2, dan konsentrasinya tidak berbeda secara signifikan pada cairan peritoneum dan serum wanita dengan endometriosis.55

(47)

59 keadaan ini mengizinkan sel endometrium ektopik untuk tumbuh dan berkembang menjadi endometriosis.65

Oosterlynck dkk, menunjukkan berkurangnya aktivitas sel NK pada darah perifer wanita dengan endometriosis dapat dikoreksi dengan stimulasi menggunakan Rekombinant IL-2. Pada gambaran sitotoksisitas yang dimediasi oleh LAK terhadap 4 sel target tumor yang berbeda, tidak ditemukan adanya perbedaan pada sitotoksisitas terhadap sel target tumor tersebut antara wanita normal dan wanita dengan endometriosis yang diberikan Rekombinant IL-2. Hal ini menunjukkan tidak ada defek intrinsik pada ekspresi reseptor IL-2 di sel NK wanita tersebut. Terlebih lagi, peningkatan sitokin Th2 di cairan peritoneum wanita dengan endometriosis, seperti ; IL-4, IL-6, IL-10 dan IL-13, dapat menghambat sekresi IL-2 oleh Th1.Pada hewan percobaan dengan endometriosis yang diberikan Rekombinant IL-2, terdapat penurunan ukuran implantasi jaringan ektopik yang signifikan yang berkaitan dengan banyaknya limfosit yang teraktivasi, makrofag, sel NK dan dendritik di dalamnya. Hasil percobaan tersebut memberikan kesan bahwa Rekombinant IL-2 menunjukkan potensi efektifitas IL-2 sebagai agen imunomodulator dalam perkembangan terapi endometriosis.55,66

(48)

60 pengangkatan lesi endometrium tidak meningkatkan aktivitas sel NK. Selain itu, kekambuhan penyakit meningkat secara signifikan pada pasien dengan aktivitas sel NK yang rendah. Secara bersamaan, data ini menunjukkan peranan penting sel NK dalam pengembangan dan kekambuhan endometriosis. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas sel NK menyebabkan penurunan pada lesi endometriosis.2

Sehubungan dengan terganggunya aktivitas sitotoksik sel NK secara sistemik dan lokal, penyebab disfungsi ini masih menjadi penyebab yang dipertanyakan. Beberapa penelitian menunjukkan terdapatnya faktor-faktor yang menghambat kerja sel NK pada serum pasien dengan endometriosis. Oosterlynck dkk, menyatakan bahwa cairan peritoneum yang diambil dari pasien dengan endometriosis memiliki efek supresif yang lebih besar terhadap sitotoksisitas sel NK jika dibandingkan dengan wanita normal, hal ini menandakan adanya substansi yang menekan aktivitas sel NK tersebut.4,5

2.9.6. CD107a Sebagai Penanda Aktivitas Sel Natural Killer Pada Endometriosis

(49)

61 merupakan penanda aktivitas sel NK terbaik yang telah divalidasi. CD107a terlibat langsung dalam eksositosis granulasi sitotoksik, oleh karena itu CD107a merupakan suatu penanda yang lebih dipilih untuk pemeriksaan aktivitas sel NK.2,10

Pemeriksaan sitometri aliran multiparameter dapat dilakukan untuk mendeteksi degranulasi simultan dari sel NK yang mensekresikan sitokin pada tingkatan sel tunggal. Ekspresi CD107a setelah stimulasi dengan sel target yang tidak mengekspresikan MHC kelas-1 berhubungan secara signifikan dengan sekresi sitokin. Lebih lanjut lagi, hampir sama dengan korelasi yang dijumpai antara ekspresi penanda ini pada sel-T CD8+ dan lisis sel target yang dimediasi oleh sel-T. Induksi CD107a pada permukaan sel NK berhubungan erat dengan sejauhmana proses lisis sel target berlangsung oleh sel NK.10

(50)

62 Penelitian baru-baru ini yang meneliti perubahan imunologi yang dikaitkan dengan endometriosis. Hal ini telah menggambarkan pentingnya dua sel imun utama di dalam patogenesis endometriosis. Jumlah makrofag meningkat pada cairan peritoneum pasien dengan endometriosis, namun sel ini tidak mampu bertindak sebagai scavenger sel endometrium. Sebaliknya, jumlah sel NK tampaknya menurun baik pada darah maupun cairan peritoneum penderita endometriosis, yang disertai dengan penurunan secara keseluruhan dari aktivitas sel NK. Hasil-hasil ini juga telah dijumpai pada penelitian-penelitian yang lain. Oosterlynck dkk, menemukan bahwa aktivitas sel NK berbanding terbalik dengan tingkat keparahan penyakit endometriosis.2,11,12

(51)

63 Sehingga, penanda ini dapat memungkinkan kita untuk meneliti berbagai jenis efektor sel NK yang dapat dipengaruhi oleh berbagai infeksi dan kondisi keganasan.2,8

(52)

64 2.10. Kerangka Teori

< < Menstruasi Retrograde

- Adhesi endometrium ektopik, implantasi, invasi, angiogenesis dan proliferasi

- Anti apoptosis me ↑, pro-apoptosis me↓ Immortal Sel Endometrium Ektopik

Sel Endometrium ( Mengatur aktivasi Sel NK)

(53)

65 2.11. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Endometriosis

Ekspresi Aktivitas

Gambar

Tabel 2. Kadar sitokin pada wanita dengan endometriosis.38.
Gambar 3. Lokasi Implantasi Endometriosis
Tabel 3. Klasifikasi Endometriosis Menurut American Fertility Society
Gambar 4. Lembar Klasifikasi Endometriosis Berdasarkan Klasifikasi

Referensi

Dokumen terkait

Karena website ini berisikan informasi tentang hewan peliharaan dan penjualan berbagai macam jenis hewan peliharaan berikut asesorisnya. Dalam penulisan ilmiah ini akan

Website ini berisi informasi tentang SMA NUSAPUTRA, menu â menu yang ada dalam website ini adalah halaman utama, profil sekolah, visi misi, sejarah sekolah, identitas sekolah,

[r]

Dalam kemajuan teknologi komputer tampilan dalam suatu aplikasi sangat mempengaruhi semangat dalam bekerja, seperti tampilan pada aplikasi minimarket yang ada didaerah penulis

[r]

[r]

Salah satu yang dapat kita peroleh adalah tentang Astrologi atau sering disebut zodiak. Sebelumnya memang sudah ada website tentang zodiak, tetapi website tersebut hanya menampilkan

Penulisan ilmiah ini berisi tentang aplikasi pengolahan persediaan, dan penjualan pada Toko Libra Computer dengan menggunakan program Visual Foxpro 8.0 dan memanfaatkan fasilitas