• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.8. STADIUM ENDOMETRIOSIS

2.9.5. Peran Sel Natural Killer Pada Endometriosis

Patogenesis dari endometriosis hingga saat ini masih belum jelas, namun hipotesis yang diyakini dan paling mendasar dari mekanisme terjadinya endometriosis adalah menstruasi retrograd. Menurut hipotesis ini jaringan-jaringan endometrium mencapai kavitas peritoneum dan membentuk lesi-lesi endometriosis. Karena menstruasi retrograd terjadi pada 76-90% wanita dengan paten duktus dan hanya 10-15% pada

50 wanita yang berkembang menjadi endometriosis. Maka muncul sebuah pernyataan, mengapa tidak semua wanita berkembang menjadi endometriosis, dan hal ini diyakini akibat dari kemampuan jaringan endometrium yang mampu bertahan ditempat-tempat ektopik karena pengaruh respon sistem imun. Konsensus terbaru dikemukakan bahwa endometriosis merupakan suatu proses inflamasi kronis pada pelvis yang disertai peningkatan fungsi sel imunologi dalam cairan peritoneum yang tidak lazim, hal tersebut berhubungan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan endometriosis.53

Gangguan respon imunologi pada penderita endometriosis dapat merupakan akibat dari penyakit atau dapat pula sebagai sebab. Pada cairan peritoneum endometriosis terdapat peningkatan jumlah makrofag yang teraktivasi. Peningkatan aktivitas makrofag tersebut ditandai dengan peningkatan sekresi makrofag yaitu sitokin dan growth factor. Sekresi growth factor oleh makrofag akan menurunkan aktivitas sel NK, meningkatkan angiogenesis dan fibrosis, serta menginduksi sel endometrium untuk berproliferasi.54,55

Jeung dkk, meneliti perubahan imunologi yang berhubungan dengan endometriosis telah menunjukkan pentingnya 2 sel imun utama dalam patogenesis penyakit yaitu makrofag dan sel NK. Jumlah makrofag telah terbukti dapat meningkat dalam cairan peritoneum pasien dengan endometriosis. Namun, sel-sel ini gagal untuk bertindak sebagai pembersih jaringan endometrium ektopik. Sebaliknya, makrofag ini memfasilitasi proliferasi sel endometrium dengan mengeluarkan sejumlah

51 sitokin, growth factor, dan prostaglandin. Sebaliknya, jumlah sel NK tampaknya menurun baik dalam darah dan cairan peritoneum pasien bersama dengan penurunan keseluruhan aktivitas sel NK.2

Pada wanita dengan endometriosis, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa imun surveilans terganggu dan sistem kekebalan tubuh bawaan tampaknya tidak dapat secara memadai merespon suatu keadaan endometriosis, intinya adalah sebuah penurunan sitotoksisitas sel NK dan keadaan aktivasi monosit dan makrofag peritoneum. Dengan demikian, kegagalan sel imun peritoneum untuk membersihkan jaringan endometrium ektopik merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan sel-sel endometrium ektopik dapat menempel dan tumbuh dengan baik, walaupun tidak pada tempat semestinya.56

Konsep dasar terkait imunitas pasien endometriosis adalah peningkatan sistem imun sel yang menstimulasi respon imunitas seluler dan humoral pasien. Salah satu fokus utama terkait dengan imunitas seluler yang terlibat adalah sel-sel NK endometrial (sel eNK), limfosit-T dan sitokin-sitokin. Disebutkan bahwa penurunan sitotoksisitas sel NK endometrium terhadap jaringan endometrium menyebabkan terjadinya endometriosis dalam kavitas peritoneum. Salah satu hipotesis dari Sampson yakni gangguan aktivitas sel NK pada wanita dengan endometriosis merupakan faktor pencetus implantasi dan pertumbuhan berlebihan dari jaringan endometrium. Namun begitu, mekanisme yang bertanggungjawab atas penurunan aktivitas dari sel NK dan antigen-

52 antigen yang dikenali oleh sel-sel NK pada kelompok wanita ini masih belum sepenuhnya jelas.44,50

Penurunan akitivitas sel NK pada aliran darah perifer dan cairan peritoneum wanita dengan endometriosis pertama kali dilaporkan oleh Oosterlynck dan kawan-kawan. Selanjutnya, beberapa peneliti menginvestigasi pola depresi dari fungsi sel-sel NK pada wanita dengan endometriosis. Penurunan aktivitas sel NK ini memungkinkan implantasi jaringan endometrium terjadi di luar tempat yang semestinya. Mekanisme kejadian ini masih belum dipahami dengan jelas, namun beberapa peneliti memfokuskan terhadap ekspresi HLA-G (Human Leukocyte Antigen, adalah istilah yang dipakai untuk Major Histocompatibility Complex (MHC) manusia), yakni sebuah ligand reseptor sel NK yang mengalami perubahan pada endometrium selama siklus menstruasi. Ekspresi HLA-G pada endometrium wanita sehat hanya diamati selama fase menstruasi dan tidak pada fase proliferasi atau fase sekretorik dan hasilnya didapatkan bahwa ekspresi sel-sel HLA-G tidak terdeteksi pada cairan peritoneum wanita sehat selama fase menstruasi.54,55,57

Menstruasi retrograd juga mengekspresikan HLA-G pada jaringan endometrium untuk memasuki kavitas peritoneum. Karena sel-sel NK peritoneum berperan penting pada sistem ini, maka gangguan toksisitas melalui HLA-G dapat menyebabkan sel-sel endometrium bertahan dan berimplantasi ke cairan peritoneum. Oleh karena itu disimpulkan bahwa pada wanita dengan endometriosis, terdapat ekspresi HLA-G pada cairan peritoneum, sehingga mengganggu kemampuan toksisitas fungsional dari

53 sel NK, akibatnya jaringan endometrium yang memasuki cairan peritoneum dapat bertahan dan mencetuskan terjadinya endometriosis.58

Herington dkk, secara khusus menyatakan sel-sel NK dari wanita dengan endometriosis menunjukkan peningkatan ekspresi Killer Inhibisi Receptor (KIRs) yang berinteraksi dengan molekul HLA kelas-I pada sel target yang berpotensi untuk menekan aktivitas sel NK.56

Selanjutnya, antigenisitas dari sel endometrium akan kehilangan tempat pada wanita dengan endometriosis yang telah terbukti berubah karena berlebihnya ekspresi dari HLA kelas-I, yang bertindak untuk melindungi diri dari sitotoksisitas limfosit. Dengan demikian, pentingnya interaksi pengenalan sel yang biasanya terjadi antara fragmen jaringan endometrium dan sistem kekebalan tubuh bawaan peritoneum dan mungkin sangat berbeda pada wanita dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita yang terhindar dari penyakit ini.56

Bruner dkk, menyatakan bahwa defek pada beberapa jenis sel dalam sistem imun bawaan termasuk sel NK juga dapat mempengaruhi pembersihan jaringan endometrium di dalam rongga peritoneum dari pasien endometriosis. Meskipun ada laporan yang saling bertentangan mengenai apakah ada atau tidak jumlah sel NK peritoneum yang berubah pada wanita dengan endometriosis, kebanyakan studi menunjukkan bahwa sel-sel NK dari pasien ini menampilkan sitotoksisitas yang berkurang akibat dari peningkatan ekspresi Killer Inhibitor Receptor (KIRs) dan diubahnya antigenisitas karena berlebihnya HLA kelas-I. Akhirnya, sitotoksisitas sel-T berkurang pada wanita dengan endometriosis dan

54 cairan peritoneum perempuan dengan penyakit ini, dan hal ini dapat berkontribusi untuk kelangsungan hidup sel endometrium ektopik dengan menginduksi apoptosis limfosit sitotoksik. Secara kolektif, makrofag, sel NK, dan sitotoksik limfosit-T pada wanita dengan endometriosis dapat membuat lingkungan peritoneum lebih imunotoleran dari biasanya, sehingga memfasilitasi lingkungan tersebut.58

Wu dkk, menyatakan bahwa sel NK dapat mengekspresikan Killer Inhibitor Receptor (KIRs) dan dapat mengenali antigen Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas-I pada target dan sinyal penghambatan sitotoksisitas. Selain itu, sel NK juga dapat mengekspresikan KIRs tertentu pada individu yang tidak memiliki ligan kelas-I yang relevan, hal ini menunjukkan bahwa reseptor ini mungkin mampu dikenal secara alogenik. Penelitian ini sebelumnya menunjukkan bahwa sitotoksisitas sel NK pada endometriosis bisa terpengaruh oleh salah satu sitokin atau sel. Hal ini juga memungkinkan bahwa jaringan endometriosis itu sendiri dapat mempengaruhi KIRs dengan mekanisme yang tidak diketahui untuk mengganggu sitotoksisitas sel NK.7

Killer Inhibitor Receptor (KIRs) baru-baru ini telah di identifikasi pada sel NK. Reseptor ini menghambat sitotoksisitas sel NK terhadap sel target setelah pengenalan antigen MHC kelas-1. Dengan demikian, toksisitas sel NK terhadap sel target diduga diregulasi oleh ekspresi KIRs. Wu dkk, melaporkan peningkatan ekspresi KIRs pada sel NK peritoneum wanita endometriosis merupakan penyebab dari penurunan aktivitas sel NK peritoneum pada pasien ini.7,59

55 Sejak laporan pertama dari aktivitas sel NK yang menurun dalam darah perifer dan cairan peritoneum perempuan dengan endometriosis, banyak peneliti telah lebih lanjut menjelaskan mengenai depresi fungsional sel NK dalam gangguan ini. Aktivitas sel NK menurun pada wanita dengan endometriosis, hal ini diperkirakan untuk meningkatkan implantasi di endometrium, tetapi mekanisme yang menekan aktivitas sel NK pada endometriosis masih belum jelas. Eidukaite dkk, melakukan penelitian untuk menentukan ekspresi aktivitas molekul awal CD69 dan Fas-antigen CD95 pada permukaan sel NK CD56+ dalam cairan peritoneum pada kasus endometriosis ringan hingga berat. CD69 merupakan molekul pemicu fungsional pada sel NK yang diaktifkan dan, mampu mengarahkan fungsi sel NK. Pengikatan Fas dan FasL dapat menyebabkan kematian sel-sel yang mengekspresikan Fas-antigen. Fas- antigen secara intensif diekspresikan oleh sel-T, sel-B, sel NK yang diaktifkan, dan makrofag. Keseimbangan antara kematian sel dan proliferasi memainkan peran penting dalam mempertahankan homeostasis jaringan normal.60

Ahn dkk, melaporkan adanya imunosupresan di kedua media yang dikondisikan dari sel-sel stroma endometrium normal dan sel stroma endometriosis. Ini berarti bahwa kemampuan imunosupresif yang dimiliki endometrium normal terhadap aktivitas sitotoksik sel NK, memungkinkan untuk implantasi. Pada wanita dengan endometriosis, efek imunosupresif pada sel NK ini lebih besar, dimana yang terdapat di lingkungan peritoneum akan memungkinkan fragmen endometrium ektopik

56 berkembang menjadi lesi. Penurunan sitotoksisitas sel NK tersebut tampaknya bukan berasal dari penurunan kuantitas / jumlah, tetapi karena kelainan kualitas / fungsional, sebagaimana jumlah sel NK tampaknya tidak berbeda antara pasien dan kontrol.61

Baru-baru ini, IL-6 dalam cairan peritoneum perempuan dengan endometriosis telah di identifikasi sebagai imunosupresan yang memungkinkan bagi sitotoksisitas sel NK terhadap fragmen endometrium autolog. Hal tersebut di atas menunjukkan kemungkinan hubungan sel NK dengan disfungsi imun tubuh pada endometriosis.61

Matsuoka dkk, menyatakan bahwa penghambatan dan aktivasi ekspresi motif Killer Inhibitory Receptor (KIRs) oleh sel NK sendiri yang mungkin secara patogenesis terlibat dalam endometriosis. Ekspresi ITIM- KIR oleh sel NK PB (Perifer Blood) lebih besar secara signifikan daripada ekspresi ITAM-KIR pada wanita dengan dan tanpa endometriosis. Persentase CD56+ sel NK dalam PB dan PF tidak berbeda secara signifikan antara perempuan dengan dan tanpa endometriosis. Namun, persentase sel CD158a+ dan CD56+ sel NK dalam PB dan PF secara signifikan lebih tinggi pada wanita dengan endometriosis daripada tanpa endometriosis. ITIM-KIR yang diekspresikan sel NK mungkin memberi toleransi terhadap implan endometriosis peritoneum. KIR terdiri dari ekstraseluler seperti Ig domain, dan ada dua jenis imunoreseptor motif intraseluler berbasis tirosin (IT); motif inhibitor (ITIM) dan motif aktivasi (ITAM). Sitotoksisitas sel NK ke sel target melalui KIR dan MHC kelas-1 (HLA) diatur oleh keseimbangan ekspresi ITIM dan ITAM.62

57 Jeung dkk, melaporkan bahwa peningkatan KIR2DL1 jenis modifikasi dari Killer Inhibitory Receptor (Kirs) langsung menekan fungsi sel NK dan mengurangi aktivitas sel NK. Penelitian ini mengungkapkan penurunan aktivitas sel NK pada pasien dengan endometriosis, dengan tingkat disfungsi sel NK yang langsung berhubungan dengan stadium penyakit. Data ini konsisten dengan peran sel NK sebagai pembersih sel endometrium di luar rahim dan sebagai pengatur perkembangan penyakit.2

Pengamatan epidemiologi yang sering terjadi familiar pada endometriosis menunjukkan bahwa faktor genetik mungkin terlibat pada patogenesisnya. Gen KIRs, terletak pada kromosom 19, mengatur aktivitas sel NK. Analisis molekuler lebih lanjut dari ekspresi KIRs yang terdiri dari ITIM dan ITAM dalam sel NK dapat mengarah pada pengembangan pengobatan baru untuk endometriosis.62

Pada siklus menstruasi normal dikeluarkan sejumlah limfosit granular besar (LGB) yang mengekspresikan penanda tipe sel-sel NK yakni penanda CD56, CD16, dan CD3 dengan kadar CD56 seharusnya lebih rendah dibandingkan kadar CD16 dan CD3. Kadar limfosit granular besar ini bervariasi selama siklus menstruasi dimana kadarnya akan rendah pada fase proliferasi, fasa awal sekresi endometrium dan kemudian jumlahnya akan meningkat dan secara drastis meningkat pada pertengahan fase luteal dan mencapai kadar tertinggi pada saat fase menstruasi.63,64

58 Berkurangnya aktivitas sel NK pada wanita dengan endometriosis diduga merupakan faktor yang membantu implantasi endometrium pada jaringan peritoneum. Cairan peritoneum dan darah perifer wanita dengan endometriosis mengandung faktor-faktor terlarut dan sitokin-sitokin yang menghambat dan mempengaruhi fungsi sel NK. Penyebab lain yang mungkin dari berkurangnya aktivitas sel NK adalah ketidakseimbangan antara sel Th1 dan Th2. Sel Th1 adalah penghasil sitokin pro-inflamasi, terutama IL-2 dan IFN- , sedangkan sel Th2 menghasilkan sitokin anti- inflamasi terutama IL-4 dan IL-10. Sekresi IL-2 dan IFN- mempengaruhi aktivasi sel NK, makrofag, limfosit sitotoksik dan sekresi sitokin lain seperti TNF, VEGF, dan enzim seperti matriks metalloproteinase. Disisi lain, respon dari Th2 diikuti dengan aktivasi limfosit-B, merupakan suatu proses yang melibatkan imunitas humoral dan produksi antibodi. Ketidakseimbangan Th1 dan Th2 didefinisikan sebagai berlebihnya kadar sitokin proinflamasi dan defisiensi relatif sitokin anti inflamasi yang dipercaya menjadi salah satu penyebab endometriosis. Sitokin yang berperan penting dalam fungsi sel NK adalah IL-2, dan konsentrasinya tidak berbeda secara signifikan pada cairan peritoneum dan serum wanita dengan endometriosis.55

Pada penelitian sebelumnya oleh Darya HR, dinyatakan bahwa kadar IL-2 pada kelompok kasus (endometriosis) lebih rendah secara signifikan daripada kelompok kontrol (non-endometriosis). Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penurunan kadar IL-2 pada kasus endometriosis mempengaruhi aktivitas sel NK, sehingga

59 keadaan ini mengizinkan sel endometrium ektopik untuk tumbuh dan berkembang menjadi endometriosis.65

Oosterlynck dkk, menunjukkan berkurangnya aktivitas sel NK pada darah perifer wanita dengan endometriosis dapat dikoreksi dengan stimulasi menggunakan Rekombinant IL-2. Pada gambaran sitotoksisitas yang dimediasi oleh LAK terhadap 4 sel target tumor yang berbeda, tidak ditemukan adanya perbedaan pada sitotoksisitas terhadap sel target tumor tersebut antara wanita normal dan wanita dengan endometriosis yang diberikan Rekombinant IL-2. Hal ini menunjukkan tidak ada defek intrinsik pada ekspresi reseptor IL-2 di sel NK wanita tersebut. Terlebih lagi, peningkatan sitokin Th2 di cairan peritoneum wanita dengan endometriosis, seperti ; IL-4, IL-6, IL-10 dan IL-13, dapat menghambat sekresi IL-2 oleh Th1.Pada hewan percobaan dengan endometriosis yang diberikan Rekombinant IL-2, terdapat penurunan ukuran implantasi jaringan ektopik yang signifikan yang berkaitan dengan banyaknya limfosit yang teraktivasi, makrofag, sel NK dan dendritik di dalamnya. Hasil percobaan tersebut memberikan kesan bahwa Rekombinant IL-2 menunjukkan potensi efektifitas IL-2 sebagai agen imunomodulator dalam perkembangan terapi endometriosis.55,66

Dalam kondisi normal, sitotoksisitas sel NK dimediasi melalui pelepasan granul sitoplasma yang mengandung perforin dan granzim, yang secara langsung menargetkan pada sel-sel yang dianggap tidak normal dan tidak pada tempat asalnya. Pengobatan standar untuk endometriosis, termasuk terapi penekanan hormon dan operasi

60 pengangkatan lesi endometrium tidak meningkatkan aktivitas sel NK. Selain itu, kekambuhan penyakit meningkat secara signifikan pada pasien dengan aktivitas sel NK yang rendah. Secara bersamaan, data ini menunjukkan peranan penting sel NK dalam pengembangan dan kekambuhan endometriosis. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas sel NK menyebabkan penurunan pada lesi endometriosis.2

Sehubungan dengan terganggunya aktivitas sitotoksik sel NK secara sistemik dan lokal, penyebab disfungsi ini masih menjadi penyebab yang dipertanyakan. Beberapa penelitian menunjukkan terdapatnya faktor-faktor yang menghambat kerja sel NK pada serum pasien dengan

Dokumen terkait