• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bcl-2 ( B cell lymphoma-2) - Perbedaan Ekspresi Bcl-2 Pada Hiperplasia Endometrium Non Atipik Simpleks Dan Kompleks Di RS.H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bcl-2 ( B cell lymphoma-2) - Perbedaan Ekspresi Bcl-2 Pada Hiperplasia Endometrium Non Atipik Simpleks Dan Kompleks Di RS.H.Adam Malik Medan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bcl-2 ( B cell lymphoma-2)

Bcl-2 merupakan B-cell lymphoma / leukemia-2 dan protein kedua dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Sesuai dengan namanya, gen ini ditemukan karena keterlibatannya dalam keganasan sel-B, dimana terjadi translokasi kromosomal yang kemudian mengaktifkan sebagian besar gen pada non-Hodgkin’s sel-B limfoma folikuler.10,11

Gen Bcl-2 memiliki lebih dari 230 kb dari DNA dan terdiri dari tiga exons yang mana exon 2 dan sebagian kecil dari exon 3 mengkode protein. Bcl-2 mengkode 2 mRNA, yaitu Bcl-2α dan Bcl-2β, yang mana hanya Bcl-2α yang sepertinya memiliki relevansi biologis. Protein Bcl-2 merupakan membran protein yang memiliki berat molekul 26 kDa terletak pada bagian sitosolik dari amplop nuklear, retikulum endoplasma dan bagian luar membran mitokondria dan sitoplasma.12,13

Berdasarkan dari struktur dan fungsi, protein Bcl-2 adalah suatu regulator utama pada proses apoptosis meliputi antiapoptosis dan proapoptosis. Saat ini ada 18 anggota family Bcl-2 yang telah diidentifikasi dan dibagi kedalam 3 grup, yaitu 14,15,16,17

(2)

2. The proapoptotic channel-forming protein diwakili Bax ( Bcl-2 associated x protein) dan Bak ( Bcl-2 associated killer), aktifitas dari kelompok sub grup ini bersifat menstimulasi pelepasan sitokrom c dari membran mitokondria

3. The proapoptotic channel-forming protein yaitu Bid ( BH3 domain-only death agonist ), Bik, NOxa, Puma, Hrk, BNIP3, Bad (Bcl-2

associated death-only death promoter) merupakan molekul

proapoptosis. Protein kelompok ini mendorong kematian sel sebagai protein adaptor yang terikat pada jalur upstream untuk memutuskan berlangsungnya program apoptosis.

Gambar 2.1.Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain14

(3)

translokasi kromosom t (14;18) yang mengakibatkan perubahan gen Bcl-2. Resistensi obat bisa terjadi oleh karena meningkatnya ekspresi Bcl-2, kanker. Paparan yang berlebihan Bcl-2 bisa menyebabkan suatu keadaan terjadinya kemoresisten.18

2.2 Apoptosis

2.2.1 Definisi

Apoptosis adalah mekanisme fisiologis dari kematian sel yang telah menunjukkan peranan dalam onset dengan atau perkembangan kanker. Gangguan pada pengaturan sel yang mengkontrol apoptosis dapat memicu ganguan homeostasis dari jaringan seperti keseimbangan prolifersi dan apoptosis sel. Apoptosis berperan dalam perkembangan siklus sel dari endometrium normal.5

Apoptosis berasal dari bahasa Yunani, yang artinya gugurnya putik bunga atau daun dari batangnya. Pada tahun 1972, Kerr J.F et al mempublikasikan artikel British Journal of Cancer dengan judul :Apoptosis: a basic biological phenomen with ranging implication in tissue kinetic. Artikel ini menjelaskan proses kematian normal pada sel yang disebut dengan apoptosis.12

(4)

adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut. Sel – sel yang dimusnahkan karena cedera (seperti cedera oleh mekanikal, terinfeksi oleh toksik). Pada nekrosis terjadi perubahan pada inti yang pada akhirnya dapat menyebabkan inti menjadi lisis dan membran plasma menjadi ruptur.19,20

2.2.2 Fungsi Apoptosis 21

1. Terminasi sel, keputusan untuk apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan sekitarnya ataupun dari sel yang berasal dari immune system. Hal ini fungsi apoptosis adalah untuk mengangkat sel yang rusak, mencegah sel menjadi lemah atau kurangnya nutrisi dan mencegah penyebaran virus.

2. Mempertahankan homeostasis, artinya jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus berada dalam keadaan yang relative konstan, hal ini dapat dicapai jika kecepatan mitosis seimbang dengan kematian sel.

3. Perkembangan embryonal, pada masa embryo perkembangan suatu jaringan atau organ didahului oleh pembelahan dan diferensiasi sel dan kemudian dikoreksi melalui apoptosis.

(5)

apoptosis secara langsung pada sel melalui terbukanya suatu celah pada target membrane dan pelepasan zat – zat kimia untuk mengawali proses apoptosis.

5. Involusi hormonal pada usia dewasa, misalnya pada pelepasan sel endometrium selama siklus menstruasi, regresi pada payudara setelah masa menyusui dan atresia folikel pada menopause.

2.2.3 Regulasi Apoptosis

(6)

membuat sel resisten terhadap stimulus apoptosis, sedangkan rasi yang rendah menginduksi kematian sel. 5,22,23

Gambar 2.2. Regulasi Apoptosis pada endometrium manusia. Pada fase sekretori endometrium rasio Bcl-2/Bax menurun. Hal ini dikontrol oleh hormone-horman ovarium . Penurunan rasio tersebut menandakan peningkatan apoptosis pada endometrium selama menstruasi11

(7)

NF-ĸB, sebuah peran anti-apoptosis telah diketahui pada beberapa jenis sel. NF-ĸB terlbat dalam transkriptase dari beberaapa gen anti-apoptosis, termasuk faktor yang terkait dengan reseptor TNF yaitu TRAF-1 dan TRAF-2, yang merupakan golongan dari penghambat gen apoptosis. NF-ĸB terdapat pada endometrium selama siklus menstruasi, tetapi hubungannya dengan apoptosis jaringan belum diketahui.5

Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya yaitu:

1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis).

Signal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstrinsik antara lain: hormon, faktor pertumbuhan, nitrik oxide dan sitokine. Signal intrinsik misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada siklus sel, panas, kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat menimbulkan pelepasan signal apoptosis intrinsik melalui kerusakan sel. Kedua jalur penginduksi tersebut bertemu didalam sel, berubah menjadi famili protein pengeksekusi utama yang dikenal caspase, yang merupakan mediator sebenarnya kematian sel.16,17,22,23

(8)

a. Jalur Intrinsik (Mitochondria Pathway)

(9)

Bax-Bak disertai dengan hilangnya fungsi perlindungan dari anggota keluarga Bcl antiapoptosis, maka terjadi pelepasan beberapa protein mitokondria ke dalam sitoplasma yang akan mengaktifkan alur caspase. Salah satu protein tersebut adalah sitokrom c, yang diketahui fungsinya pada respirasi mitokondria. Sekali terlepas ke dalam sitosol, sitokrom c mengikat protein yang dinamakan Apaf-1 (apoptosis-activating factor-1, homolog dari Ced-4 pada C elegans), yang kemudian akan membentuk hexamer berbentuk seperti roda yang disebut apoptosom.22,23 Komplek ini dapat mengikat caspase-9, inisiator caspase yang penting dari alur mitokondria dan enzim akan memecah molekul caspase-9 yang berdekatan, sehingga membentuk sebuah proses auto-amplifikasi. Protein mitokondria lainnya, seperti Smac/diablo, memasuki sitoplasma, kemudian mereka mengikat dan menetralisir protein sitoplasma yang berfungsi sebagai inhibitor fisiologis apoptosis. Fungsi normal dari inhibitor fisiologis apoptosis adalah untuk memblokir aktivasi caspases, termasuk caspase-3 dan menjaga sel-sel tetap hidup, netralisasi dari IAP ini merupakan inisiasi dari alur caspase.23

b. Jalur Ekstrinsik (Death Receptor Pathway)

(10)

protein Fas (CD95). Pada saat fas berikatan dengan ligandnya, membrane menuju ligand (Fasl). Tiga atau lebih molekul fas bergabung FADD (Fas-associated death domain). FADD ini melekat pada reseptor kematian dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif dari caspase 8. Molekul procaspase 8 ini kemudian dibawa keatas dan kemudian pecah menjadi caspase 8 aktif. Enzyme ini kemudian mencetuskan cascade aktifasi caspase dan kemudian mengaktifkan procaspase lainnya dan mengaktifkan enzyme untuk mediator pada fase eksekusi.10

Gambar 2.3. Apoptosis jalur Intrinsik dan Ekstrinsik25

2. Tahap pelaksanaan apoptosis (Fase degradasi atau eksekusi)

(11)

yang ada didalamnya pecah menjadi fragmen – fragmen, membrane sel memperlihatkan tonjolan – tonjolan yang ireguler (membrane blebbing),

sel yang terpecah menjadi beberapa fragmen (apoptoties bodies).10

3. Fagositosis

Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang berada disekitarnya. Adanya sel – sel fagosit ini dapat menjamin tidak menimbulkan respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis.10,23

Gambar 2.4 Mekanisme apoptosis23

2.2.4 Ekspresi Bcl-2 pada Hiperplasia Endometrium

(12)

TNF-α bergantung pada siklus menstruasi. Ekspresi dari TNF-α sudah ditemukan mengalami kadar tertinggi saat endometrium menstruasi, dan rendahnya perbandingan Bcl-2/Bax diakhir menstruasi cenderung meningkatkan apoptosis dari sel-sel glandular. Pemeriksaan sebelumnya telah menggambarkan apoptosis pada hiperplasia dan karsinoma endometrium dengan melihat morfologi dari apoptosis sel. Pembuktian yang lebih baik yang mengindikasikan Bcl-2 secara umum mengalami down regulation di karsinoma endometrium, yang mana dapat meningkatkan risiko rekurensi dan menurunkan angka harapan hidup 5 tahun. Selanjutnya, ekspresi dari Bax dan faktor pengatur apoptosis lainnya telah diobservasi pada pre kanker dan kanker endometrium.26,27,28

Gambar 2.5 Analisis imunohistokimia dari Bcl-2 dan Bax pada endometrium normal, hyperplasia, dan adenokarsinoma. A) ekspresi Bcl-2 tinggi pada endometrium normal yang berproliferasi dan menurun pada hyperplasia dan karsinoma. B) sama halnya dengan Bcl-2, ekspresi dari Bax terlihat menurun pada hyperplasia tetapi tetap lebih tinggi dibandingkan Bcl-2. C) rasio Bcl-2/Bax

(13)

Identifikasi ekspresi Bcl-2 pada gambar 2.5 terlihat bahwa ekspresi pada simpleks terlihat lebih tinggi dibandingkan hiperplasia non atipikal kompleks. pada proliferasi endometrium normal mendorong investigator untuk mempelajari peran potensial dari Bcl-2 pada hiperplasia endometrium. Ekspresi Bcl-2 telah diketahui meningkat pada hiperplasia endometrium. Namun, peningkatan ekspresi Bcl-2 ini tampaknya terbatas pada hiperplasia kompleks. Secara mengejutkan, ekspresi Bcl-2 ini menurun pada hiperplasia atipikal dan karsinoma endometrium.3

Gambar 2.6. Apoptosis sel pada kelenjar endometrium normal, hiperplasia, dan kanker5

(14)

perkembangan hiperplasia endometrium. Ekspresi Bcl-2 tampak menurun dengan adanya progesteron intrauterine, sedangkan ekspresi Fas tampak meningkat. 3

Studi yang telah disebutkan sebelumnya mulai memberikan kita beberapa pemikiran pada perubahan molekular yang mengarah ke terbentuknya hiperplasia dan karsinoma endometrium. Namun, pemahaman kita belumlah lengkap dan studi lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan lebih dalam perbedaan ekspresi Bcl-2 dan pada patogenesis molekular hiperplasia endometrium non atipikal simpleks dan kompleks. 3

(15)

2.2.5 Pemeriksaan Ekspresi Bcl-2

a. Penandaan In Situ 3’-end dari DNA Apoptosis

Penandaan in situ 3’-end dari DNA apoptosis merupakan yang pertma kali dicetuskan, dengan menggunakan ApopTag in situ yaitu suatu alat untuk mendeteksi terjadinya apoptosis (Oncor, Gaithesburg, MD). 5,21

b. Hibridisasi In Situ

Analisis hibridisasi in situ dibuat dengan menggunakan penandaan biotin untuk Bcl-2 dan Bax. 5,21

c. Imunohistokimia

Potongan paraffin di deparafinisasi dengan xylene dan di hidrasi bertingkat dengan serial alkohol. Bcl-2 dideteksi dengan menggunakan anti monoclonal dari tikus antibodi Bcl-2, Bax menggunakan antibodi Bax manusia dari poliklonal kelinci, TNF-α menggunakan antibodi manusia dari monoclonal tikus, dan NF-ĸB menggunakan antibodi anti-manusia dari poliklonal kelinci. 5,29

Pewarnaan immunohistokimia dievaluasi dengan memakai indeks pewarnaan yang didasarkan pada test pendahuluan. Intensitas pewarnaan ditentukan berdasarkan :

• 0 = tidak dijumpai sel yang mengikat antibodi • 1 = lemah atau tidak dapat dibedakan.

• 2 = sedang, dijumpai pada beberapa sel.

(16)

Gambar 2.8 Kelenjar endometrium yang menunjukkan positif adanya Bcl-212

Suatu studi di Cina juga menyebutkan terdapat hubungan antara ekspresi gen Bcl-2 dengan resiko terjadinya kanker endometrium (p< 0,05).30

Penjagaan homeostasis dari jaringan tubuh sangat erat hubungannya dengan proses pengaturan proliferasi sel dan apoptosis pada integritas jaringan. Terdapat penelitian yang mengevaluasi ekspresi apoptosis dengan protein regulasi apoptosis yaitu Bcl-2 pada hiperplasia endometrium.31

(17)

Apoptosis diatur oleh gen pro dan anti apoptosis. Protein Bcl-2 merupakan protein kompleks yang berperan dalam apoptosis.Rasio Bcl-2/Bax ,merupakan kunci proses apoptosis dimana nilai yang kecil akan menyebabkan kematian sel. Ekspresi Bcl-2 tidak hanya dideteksi pada hiperplasia endometrium, akan tetapi juga ditemukan pada payudara, paru-paru, prostat, dan kanker tiroid atau melanoma.31,33

Caspase terjadi pada inisiator apoptosis. Caspase inisiator apoptosis terdiri dari kaspase 2, 8, 9, dan 10. Juga terdapat Caspase efektor apoptosis yaitu 3, 6, 7. Protein diaktifkan oleh caspase misalnya poli ADP ribose polimerase (PARP). PARP merupakan enzim nuklear yang berperan dalam perbaikan DNA dan stabilisasi genom. Enzim ini juga terdeteksi pada hiperplasia endometrium.31

Terdapat penelitian yang mengukur kadar Bcl-2 pada hiperplasia endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 25 pasien dengan usia rata-rata 58 tahun. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi Bcl-2 yang menurun sehingga menyebabkan terhambatnya proses apoptosis dan terjadi perkembangan sel kanker.31

(18)

terdeteksi pada hiperplasia endometrium dan endometrium normal. Laju apoptosis pada tipe simpleks adalah 0,49 dan kompleks adalah 0,52.5

Penelitian lain oleh Boise et al pada tahun 1993 meneliti tentang gen Bcl-2 yang berperan dalam regulasi apoptosis. Jumlah sel dikontrol melalui keseimbangan proliferasi sel dan kematian sel. Apoptosis merupakan proses aktif dimana sel dapat mati selama perkembangan pada eukariosit kompleks. Kematian sel diinduksi program baik ekstrinsik maupun intrinsik. Kematian sel ditandai dengan kurangnya volume sel, pecahnya membran sel, kondensasi nuklear, dan degenerasi DNA.34

Salah satu faktor yang berperan penting adalah Bcl-2 yang berasal dari translokasi 14;18 pada sel B limfoma. Translokasi ini menghasilkan ekspresi deregulasi gen Bcl-2. Hal ini akan menyebabkan apoptosis.34

Penelitian lain oleh Sarmadi menilai reseptor estrogen dan progesteron pada hiperplasia endometrium. Hasil penelitian menunjukkan terdapat kelebihan reseptor progesteron pada 100% kasus hiperplasia endometrium sehingga diperlukan terapi hormonal.35

Bcl-2 juga dapat digunakan sebagai pertanda dalam menilai terapi progestin pada hiperplasia non atipik kompleks seperti penelitian yang dilakukan Upson et al pada tahun 2012.36

(19)

tinggi akan memperlambat pertumbuhan sel hingga kematian sel, sedangkan ekspresi Bcl-2 yang rendah akan memicu inhibisi apoptosis sel.37

Penelitian Cahyanti pada tahun 2008 tentang Bcl-2 dan indeks apoptosis pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks. Pada pemeriksaan imunohistokimia Bcl-2 didapatkan gambaran immunostaining spesifik berwarna coklat pada sitoplasma sel. Ekspresi Bcl-2 terdapat pada semua kasus hiperplasia endometrium non-atipik simpleks dan kompleks. Intensitas staining pada epitel kelenjar positif kuat pada hiperplasia simpleks sebanyak 85,7% dan terdapat peningkatan intensitas staining kuat pada hiperplasia kompleks 96,4% bila dibandingkan dengan hiperplasia simpleks, tetapi perbedaan intensitas staining tersebut tidak bermakna.38

Pada hasil penelitian Bcl-2 juga didapatkan ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia endometrium non-atipik simpleks dan kompleks didapatkan adanya perbedaan yang bermakna dengan nilai ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia endometrium kompleks lebih tinggi dibandingkan yang simpleks. Endometrium dengan Bcl-2 ≥ 0,92 mempunyai resiko 2,6 kali untuk terjadinya hiperplasia non-atipik kompleks dibandingkan Bcl-2 < 0,92.38

(20)

apoptosis pada hiperplasia non-atipik simpleks 10 (5-40) dan yang kompleks 8 (1-30).38

Dapat disimpulkan bahwa pada hiperplasia endometrium non-atipik dengan adanya aktivitas proliferasi sel kelenjar yang meningkat dibandingkan stroma, disebabkan ekspresi Bcl-2 sebagai anti-apoptosis yang meningkat. Ekspresi Bcl-2 tersebut akan menyebabkan penurunan kemampuan apoptosis dengan nilai indeks apoptosis yang rendah. Pada hiperplasia endometrium non-atipik kompleks. 38

Penelitian Barhoom tentang Bcl-2 tidak hanya dilakukan pada manusia akan tetapi pada jamur gloeosporoides, dimana jamur ini juga memerlukan Bcl-2 sebagai regulator apoptosis.39

Terdapat peneltian oleh Santoso D pada tahun 2013 yang membedakan indeks apoptosis berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada pasien yang menjalani hemodialisa. Indeks apoptosis perempuan lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan laki-laki (0,7325 vs 0,55175). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di kelompok perempuan non-diabetes yang menjalani hemodialisis, indeks apoptosis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok laki-laki dan pembandingnya.40

(21)

Penelitian Gao et al pada tahun 2000 meneliti tentang mRNA Bcl-2 yang berkorelasi dengan kemoresistensi pada sel kanker manusia. Ekspresi Bcl-2 didapatkan paling tinggi berada pada fase G1 saat pembelahan sel.42

Penelitian Bcl-2 juga dilakukan pada kasus glioblastoma serta kanker paru dan didapatkan hasil Bcl- 2 berperan pada penyakit ini dalam mengontrol apoptosis. Bcl-2 juga dijadikan pertanda dalam menilai prognosis pasien.43,44,45

Penelitian oleh Hardian et al meneliti tentang indeks apoptosis dan Bcl-2 pada hiperplasia endometrium yang rekuren. Hasil peneltiian didapatkan hiperplasia endometrium berkorelasi dengan indeks apoptosis namun tidak berkorelasi dengan ekspresi Bcl-2.46

Sel apoptosis dapat dikenali melalui perubahan morfologi stereotipikal. Sel akan mengerut, menunjukkan deformasi, dan tidak lengket dengan sel di sekitarnya. Kromatin akan memendek, plasma akan mencair atau bengkak.10

(22)

Apoptosis dapat dipicu dari berbagai stimuli baik dalam maupun luar sel seperti adanya ligasi pada reseptor permukaan sel oleh DNA perbaikan untuk memperbaiki struktur DNA yang cacat, ataupun sel yang mengalami iradiasi atau obat sitotoksik.10

2.3 Hiperplasia Endometrium

2.3.1 Definisi

(23)

2.3.2 Klasifikasi

Hiperplasia endometrium juga diklasifikasikan berdasarkan adanya gambaran sitologi atipikal. Gambaran sitologi atipikal mengacu pada pembesaran sel epitel yang hiperkromatik dengan nukleoli prominen dan peningkatan rasio inti / sitoplasma.

Tabel 1. Klasifikasi Hiperplasia Endometrium 3,47

(24)

Gambar 2.9. Klasifikasi Histologi Hiperplasia Endometrium 1

(25)

Tabel 2 Perbandingan hiperplasia non atipik simpleks dan kompleks dengan hiperplasia atipik simpleks dan kompleks3

Patologi

Terlepas dari kenyataan bahwa karsinoma endometrium adalah ginekologi yang paling umum di Amerika Serikat, dengan kejadian 23,2 pada 100.000 perempuan. Dapat mempengaruhi wanita dalam segala usia, dengan keluhan utama perdarahan uterus yang abnormal. Sangat sedikit yang diketahui tentang kejadian hiperplasia endometrium. Hiperplasia Endometrium tidak hanya predisposisi untuk karsinoma endometrium, penyajian gejala klinis, menoragia dan menometroragia, sering menyebabkan emergensi dan evaluasi rawat jalan. Selain itu, pasien menanggung beban biaya dan beban evaluasi diagnostik medis, bedah dan pengobatan (termasuk biopsi endometrium, dilatasi dan kuretase, histerektomi, dan terapi potensial progestogen yang panjang

(26)

2.3.4 Patogenesis

Pada suatu studi retrospektif, Kurman menjelaskan perjalanan alamiah dari hiperplasia endometrium. Pada studi 170 wanita dengan hiperplasia endometrium diikuti selama satu tahun tanpa histerektomi. Hanya 2 pasien (2%) yang awalnya didiagnosis hiperplasia tanpa gambaran atipik berkembang menjadi karsinoma. Pada kedua pasien ini, diagnosis awal hiperplasia tanpa gambaran atipik berkembang menjadi hiperplasia endometrium dengan gambaran atipik sebelum didiagnosis karsinoma endometrium.3

Hiperplasia non atipik cenderung untuk mengalami regresi secara spontan, sedangkan hiperplasia atipik cenderung untuk berkembang progresif. Studi lain dari 45 pasien yang menjalani histerektomi untuk diagnosis preoperatif hiperplasia endometrium. Tidak dijumpai kasus terjadinya karsinoma endometrium bersamaan dengan hiperplasia endometrium non atipik. 3

(27)

berhubungan dengan munculnya sel apoptotik dalam endometrium yang terlihat pada mikroskop elektron selama fase sekresi dalam siklus menstruasi. 3,7

2.3.5 Gambaran Klinis

Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis paling sering yang diakibatkan oleh hiperplasia endometrium. Unopposed estrogen dari pemakaian estrogen eksogen atau siklus anovulatori mengakibatkan hiperplastik endometrium dengan perdarahan terus-menerus. Pasien pada usia reproduktif dengan hiperplasia endometrium khasnya sekunder akibat sindrom polikistik ovarium (SPOK). SPOK mengakibatkan unopposed estrogen sekunder dari siklus anovulatori. Pasien usia muda dapat juga mempunyai kadar estrogen lebih tinggi akibat sekunder dari konversi androstenedione periferal dalam jaringan lemak (pasien obese) atau tumor ovarium yang mensekresi estrogen (misalnya, tumor sel granulosa).3

(28)

2.3.6 Diagnosis

Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering dikeluhkan pasien hiperplasia endometrium. Wanita dengan perdarahan pascamenopause akan dijumpai hiperplasia endometrium pada 15% kasus dan kanker pada 10% kasus. Temuan ultrasound secara insidental yang menunjukkan penebalan endometrium untuk hiperplasia endometrium. Wanita dibawah usia 40 tahun yang mengeluhkan perdarahan uterus abnormal khasnya memiliki gangguan hormonal yang dapat membaik tanpa harus dilakukannya pemeriksaan diagnostik, misalnya ultrasound, atau kuretase endometrium.3,21

1. Ultrasonografi

Ultrasonografi transvaginal merupakan prosedur diagnostik dan relatif murah untuk mendeteksi kelainan endometrium. Namun, pada wanita pascamenopause, efikasinya sebagai pemeriksaan penapisan untuk mendeteksi hiperplasia atau karsinoma endometrium belum diketahui. Pada percobaan PEPI (Postmenopausal Estrogen/Progestin Interventions), nilai batas ketebalan endometrium 5 mm memiliki nilai prediktif positif, nilai prediktif negatif, sensitivitas, dan spesivisitas untuk hiperplasia atau karsinoma endometrium masing-masing 9%, 99%, 90%, dan 48%. 3,5,21,

(29)

menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. Pada 339 wanita dengan perdarahan pascamenopause, tidak dijumpai ketebalan endometrium ≤4 mm yang berkembang menjadi karsinoma endometrium selama 10 tahun periode follow up.5

2. Biopsi Endometrium Pipelle

Pengambilan sampel endometrium dengan Pipelle merupakan pemeriksaan yang efektif dan relatif murah untuk mengumpulkan jaringan Studi sebelumnya menjelaskan wanita dengan bermacam-macam penyebab perdarahan uterus abnormal; namun, yang paling penting adalah kemampuan Pipelle untuk mendiagnosis secara benar wanita dengan hiperplasia dan karsinoma endometrium. Pada studi metaanalisis terhadap 7914 wanita, Pipelle mempunyai sensitivitas 99% dalam mendeteksi kanker endometrium pada wanita pascamenopause, tetapi pada wanita dengan hiperplasia endometrium, sensitivitas menurun menjadi 75%.7

3. Kuretase dan Histeroskopi atau Dilatasi

(30)

masing-masing 98%, 95%, ketika dibandingkan dengan temuan histologi pada saat dilakukan histerektomi. 3,4

2.3.7 Penatalaksanaan

Banyak studi telah dilakukan untuk melihat efikasi penanganan konservatif dengan progestin dan agonis GnRH dalam menangani wanita dengan hiperplasia endometrium. Dalam memilih penanganan konservatif pada wanita dengan hiperplasia endometrium bergantung pada beberapa factor meliputi usia pasien, keinginan untuk hamil lagi, resiko operasi dan adanya gambaran sitologi endometrium.4

Progestin telah digunakan untuk menangani hiperplasia endometrium selama lebih dari 40 tahun. Pada kelompok wanita pascamenopause berjumlah 52 orang yang didiagnosis dengan hiperplasia atipik atau hiperplasia non atipik, 90% pasien mengalami remisi sempurna setelah diterapi dengan 40 mg megestrol acetate perhari selama rata-rata 42 bulan. Megestrol acetate memiliki efek samping yang rendah dan aman pada dosis yang tinggi. Dengan dosis 160 sampai 320 mg perhari selama 3 bulan, tidak terdapat perubahan bermakna pada kadar glukosa darah atau profil lipid serum, walaupun wanita tersebut menunjukkan sedikit penambahan berat badan.4

(31)

tanpa gambaran atipik, 10 mg medroxyprogesterone acetate per hari selama 14 hari mulai diberikan kepada pasien. Regresi hiperplasia tampak pada 80% pasien, dan 92% dari pasien ini kembali memiliki endometrium normal pada saat 12 bulan terapi4,48,49.

(32)
(33)

2.5. Kerangka Konsep

Ekspresi BCL - 2 Hiperplasia endometrium

non atipik

Variabel Bebas

Gambar

Gambar 2.1.Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain14
Gambar 2.2. Regulasi Apoptosis pada endometrium manusia. Pada fase sekretori endometrium rasio Bcl-2/Bax menurun
Gambar 2.3. Apoptosis jalur Intrinsik dan Ekstrinsik25
Gambar 2.4 Mekanisme apoptosis 23
+7

Referensi

Dokumen terkait