• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa. Batas daerah disebelah utara berbatasan dengan Pulau Kalimantan Selatan, disebelah timur berbatasan dengan Pulau Bali, sebelah selatan dengan perairan terbuka yaitu Samudra Indonesia dan disebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Secara umum wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh wilayah Provinsi Jawa Timur, sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Terdapat 5 daerah dengan wilayah terluas, yaitu Banyuwangi, Malang, Jember, Sumenep dan Tuban.

Jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur adalah 37.79 juta jiwa (BPS 2008). Fakta ini menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi kedua di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Provinsi Jawa Barat. Hasil survei tersebut juga menyatakan bahwa persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur sebesar 18.19%. Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin nasional sebesar 15.42%, persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur lebih tinggi daripada persentase penduduk miskin nasional.

Gambar 6 Peta observasi status kemiskinan tahun 2008 di Provinsi Jawa Timur. Dominasi kabupaten yang mempunyai persentase kemiskinan diatas 25%, berada di wilayah Pulau Madura, yaitu Bangkalan (32.70%), Sampang (34.53%),

Pamekasan (26.32%) dan Sumenep (29.46%). Persentase kemiskinan yang cukup tinggi terjadi di wilayah Pantai Utara yaitu Gresik (21.43%), Lamongan (22.51%), Tuban (25.84%), Bojonegoro (23.87%), Bondowoso (22.23%), Probolinggo (30.13%) dan Kota Probolinggo (23.29%). Persentase kemiskinan diatas persentase kemiskinan Provinsi Jawa Timur terjadi di wilayah pedalaman Ngawi (20.80%), Nganjuk (19.77%) dan Madiun (18.50%). Kabupaten Kediri (18.85%), Trenggelek (20.64%) dan Pacitan (25.31%) yang merupakan wilayah selatan Provinsi Jawa Timur juga memiliki persentase kemiskinan yang tinggi.

Penelitian ini menggunakan lima peubah prediktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Deskripsi dari kelima peubah prediktor yang digunakan dalam analisis data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Statistik deskriptif peubah prediktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Peubah prediktor Rata-rata Simpangan baku Minimum Maksimum

X1 63.02 12.57 36.23 98.99 X2 74.78 18.06 31.27 97.62 X3 94.72 6.98 67.78 99.96 X4 57.64 4.83 47.35 68.07 X5 10.42 8.43 0.00 40.72

Tabel 1 menunjukkan simpangan baku yang cukup besar pada peubah prediktor X2 (persentase penduduk yang memiliki wc/jamban sendiri/bersama). Hal ini berarti bahwa penduduk yang memiliki sanitasi yang baik disetiap kabupaten/kota cukup beragam. Simpangan baku yang relatif kecil terdapat pada peubah prediktor X4 (persentase pengeluaran perkapita untuk makanan). Besarnya pengeluaran perkapita untuk makanan cukup merata pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

Situbondo merupakan kabupaten yang memiliki persentase penduduk yang menggunakan air dari sumber air terlindungi yang paling rendah sebesar 36.23%, sedangkan Kota Surabaya memiliki persentase penduduk yang menggunakan air dari sumber air terlindungi tertinggi sebesar 98.99%. Rata-rata persentase penduduk yang menggunakan air dari sumber air terlindungi sebesar 63.02%.

Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Jombang, Bojonegoro, Tuban, Bangkalan, Sampang, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Probolinggo dan Kota Mojokerto memiliki persentase penduduk yang menggunakan air dari sumber air terlindungi dibawah persentase rata-rata.

Bondowoso merupakan kabupaten dengan persentase penduduk memiliki wc/jamban sendiri/bersama terendah yaitu 31.27%, sedangkan Kota Kediri memiliki persentase tertinggi sebesar 97.62%. Kepemilikian wc/jamban sendiri/bersama mengindikasikan tingkat kemiskinan karena prilaku hidup sehat dengan sanitasi yang baik mencerminkan status sosial kehidupannya. Sebagian besar kabupaten/kota memiliki persentase penduduk yang memiliki wc/jamban sendiri/bersama dibawah rata-rata sebesar 74.78% yaitu Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Kota Probolinggo dan Kota Pasuruan.

Kemampuan penduduk usia 15-55 tahun yang dapat baca tulis huruf latin dan lainnya merupakan kemampuan dasar yang paling utama dalam pendidikan. Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur memiliki rata-rata persentase penduduk usia 15-55 tahun yang dapat baca tulis huruf latin dan lainnya sebesar 94.72%. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk mengerti baca tulis huruf latin dan lainnya, namun ada beberapa kabupaten yang masih perlu meningkatkan kualitasnya yaitu Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep dan Sampang. Kabupaten Sampang merupakan daerah terendah yang memiliki persentase penduduk usia 15-55 tahun yang dapat dapat baca tulis huruf latin dan lainnya hanya sebesar 67.78%.

Provinsi Jawa Timur memiliki persentase pengeluaran perkapita untuk makanan yang cukup tinggi. Rata-rata persentase pengeluaran perkapita untuk makanan sebesar 57.64%, artinya lebih dari 50% penghasilan penduduk digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar pangan. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah dalam meningkatkan sektor perekonomian agar dapat memenuhi berbagai kebutuhan dasar lainnya. Kabupaten/kota yang memiliki persentase pengeluaran perkapita untuk makanan diatas rata-rata adalah Pacitan,

Ponorogo, Trenggelek, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.

Jaminan kesehatan gratis ditunjukkan dengan persentase pengguna kartu sehat. Persentase pengguna kartu sehat merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengindikasikan kecendrungan suatu daerah tergolong miskin. Rata-rata persentase pengguna kartu sehat di Provinsi Jawa Timur sebesar 10.42%. Daerah yang memiliki persentase pengguna kartu sehat diatas rata-rata adalah Jember, Banyuwangi, Situbondo, Sidoarjo, Mangetan, Ngawi, Gresik, Bangkalan, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto dan Kota Madiun. Kota Mojokerto merupakan kota dengan persentase tertinggi pengguna kartu sehat sebesar 40.72% dan Kota Madiun sebesar 37.93%.

Model Klasifikasi Kemiskinan a. Model Regresi Logistik

Model regresi logistik dapat digunakan untuk melihat hubungan antara status kemiskinan setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Peubah prediktor yang digunakan dalam model regresi logistik tidak saling multikolinearitas. Penelitian ini mengggunakan nilai Variance Inflation Factors (VIF) sebagai kriteria untuk mengetahui adanya multikolinieritas antar peubah prediktor. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya kolinearitas antar peubah prediktor.

Tabel 2 Nilai VIF peubah prediktor data kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Peubah Nilai VIF

X1 1.6 X2 2.7 X3 2.9 X4 2.5 X5 1.2

Tabel 2 menunjukkan antar peubah prediktor tidak saling berkorelasi, sehingga semua peubah prediktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Model regresi logistik dibentuk menggunakan lima peubah prediktor secara bersamaan. Nilai statistik uji G yang dihasilkan pada model regresi logistik adalah 13.44, jika dibandingkan dengan nilai maka nilai statistik uji G

lebih besar daripada . Kesimpulan pengujian model regresi logistik secara serentak adalah tolak H0, berarti minimal terdapat satu peubah prediktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

Penduga parameter dan hasil uji hipotesis secara parsial dari model regresi logistik ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Penduga parameter model regresi logistik Parameter Dugaan Galat baku

[

Wald

]

2

Odds Ratio -5.37 18.99 0.08 -0.02 0.04 0.27 0.98 0.045 0.04 1.16 1.05 -0.13 0.15 0.66 0.88 0.27 0.15 3.09*) 1.31 -0.05 0.07 0.59 0.95

*) Parameter yang berpengaruh nyata pada = 0.1

Tabel 3 memperlihatkan nilai statistik uji Wald untuk semua parameter pada taraf nyata (α) sebesar 10% dengan nilai . Peubah prediktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur adalah persentase pengeluaran perkapita untuk makanan.

Statistik yang digunakan untuk menguji kelayakan model regresi logistik adalah devians. Tabel 4 menunjukkan nilai statistik uji D

 

βˆ sebesar 38.820 dengan menggunakan taraf nyata (α) sebesar 10% maka nilai D

 

βˆ lebih kecil dari

, artinya model regresi logistik sesuai (tidak ada perbedaan antara hasil

observasi dengan kemungkinan hasil prediksi model) pada kasus data kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

Tabel 4 Kelayakan model regresi logistik

Devians Db Devians/db 38.820 32 1.213 40.26

Tabel ketepatan klasifikasi merupakan cara untuk menyatakan kelayakan suatu model yaitu seberapa besar persentase observasi secara tepat diklasifikasikan oleh model. Ketepatan klasifikasi model regresi logistik dapat dilihat berdasarkan hasil pengklasifikasian antara prediksi dan observasi.

Tabel 5 Ketepatan klasifikasi model regresi logistik

Observasi Prediksi Persentase Ketepatan Klasifikasi Tidak miskin (0) Miskin (1) Tidak miskin (0) 17 4 81% Miskin (1) 4 13 76.5% Persentase Keseluruhan 78.9%

Tabel 5 menunjukkan kabupaten/kota yang berstatus tidak miskin terklasifikasi dengan benar sebesar 81%. Kabupaten/kota yang berstatus miskin terklasifikasi dengan benar sebesar 76.5%. Persentase seluruh kabupaten/kota terklasifikasi dengan benar sesuai dengan status kemiskinannya sebesar 78.9%. Hal ini berarti dengan menggunakan model regresi logistik ada tiga puluh dari tiga puluh delapan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang terklasifikasi dengan benar sesuai dengan status kemiskinannya. Jadi dapat dikatakan bahwa model regresi logistik sudah cukup baik.

b. Model Regresi Logistik Terboboti Geografis

Model Regresi Logistik Terboboti Geografis merupakan model lokal untuk data yang memiliki efek keragaman spasial. Berdasarkan hasil uji Breusch-Pagan

diperoleh nilai BP sebesar 11.69, sedangkan nilai tabel Khi-kuadrat pada taraf

nyata (α) sebesar 10% adalah 9.24. Oleh karena itu keputusan yang diambil adalah

mengatasi efek keragaman spasial digunakan model regresi lokal yaitu Regresi Logistik Terboboti Geografis (RLTG).

Model RLTG menggunakan pembobot berdasarkan letak geografis setiap kabupaten/kota. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menentukan letak geografis (longitude dan latitude) tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur (Lampiran 1), Selanjutnya menghitung jarak euclidean berdasarkan letak geografis untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur (Lampiran 2). Suatu wilayah i dapat ditentukan urutan wilayah-wilayah lain yang berdekatan berdasarkan jarak euclidian sehingga akan didapatkan urutan tetangga terdekat untuk seluruh wilayah pengamatan. Berikutnya memilih lebar jendela optimum untuk setiap kabupaten/kota dengan fungsi kernel adaptif kuadrat ganda menggunakan software R 2.15.0. Perhitungan lebar jendela ini didasarkan pada jarak suatu wilayah dengan tetangga terdekat (q) yang memberikan pengaruh terhadap wilayah tersebut. Nilai lebar jendela dengan fungsi kernel adaptif kuadrat ganda untuk Provinsi Jawa Timur diperoleh dari hasil iterasi adalah 0.947 dengan nilai CV = 7.583. Setiap wilayah pengamatan memiliki nilai lebar jendela optimum yang berbeda-beda seperti pada Tabel 6.

Lebar jendela optimum digunakan untuk mendapatkan matriks pembobot di setiap wilayah pengamatan. Misalkan wilayah adalah Kabupaten Pacitan, maka matriks pembobot di wilayah adalah . Berdasarkan jarak

euclidean Kabupaten Pacitan ke semua wilayah penelitian, jarak terdekat Pacitan dengan Trenggelek (40.89 km) selanjutnya Tulungagung (52.54 km) dan yang terjauh dengan Banyuwangi (347.22 km). Lebar jendela optimum Kabupaten Pacitan sebesar 285.81 km. Matriks pembobot untuk Kabupaten Pacitan sebagai berikut :

diag(1, 0.82, 0.96, 0.93, 0.75, 0.64, 0.49, 0.13, 0.06, 0, 0.01, ... ,0.51)

Besarnya nilai pembobot yang digunakan bergantung pada jarak antar wilayah pengamatan. Semakin dekat jarak antar wilayah maka semakin besar pengaruhnya, sehingga nilai pembobotnya mendekati satu. Sebaliknya, semakin jauh jarak antar wilayah maka semakin kecil pengaruhnya sehingga nilai pembobotnya mendekati nol. Matriks pembobot diatas digunakan untuk menduga

parameter di wilayah . Untuk menduga parameter di wilayah

perlu dicari terlebih dahulu matriks pembobot , dengan cara yang sama seperti langkah diatas sampai diperoleh matriks pembobot untuk pengamatan terakhir . Matriks pembobot untuk setiap kabupaten/kota disajikan secara lengkap pada Lampiran 3.

Tabel 6 Nilai lebar jendela (bandwidth) optimum untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dengan fungsi kernel adaptif kuadrat ganda

Kabupaten/Kota Bandwidth (km) Kabupaten/Kota Bandwidth (km) Pacitan 285.81 Magetan 259.83 Ponorogo 219.89 Ngawi 249.95 Trenggalek 244.93 Bojonegoro 227.31 Tulungagung 233.57 Tuban 212.27 Blitar 184.46 Lamongan 169.52 Kediri 168.97 Gresik 167.96 Malang 141.82 Bangkalan 159.16 Lumajang 226.24 Sampang 215.28 Jember 248.97 Pamekasan 229.08 Banyuwangi 339.14 Sumenep 256.77 Bondowoso 248.41 Kota Kediri 172.35 Situbondo 254.81 Kota Blitar 175.66 Probolinggo 186.82 Kota Malang 140.33 Pasuruan 171.29 Kota Probolinggo 206.65 Sidoarjo 139.83 Kota Pasuruan 149.01 Mojokerto 147.64 Kota Mojokerto 153.00 Jombang 158.37 Kota Madiun 247.49 Nganjuk 222.29 Kota Surabaya 148.86 Madiun 251.34 Kota Batu 144.05

Penduga parameter model RLTG diperoleh dengan memasukkan pembobot untuk setiap wilayah pengamatan dalam perhitungannya menggunakan metode kuadrat terkecil iteratif terboboti, perhitungan ini diselesaikan menggunakan

wilayah ; 1,2, ... ,38. Penduga parameter model RLTG untuk semua wilayah penelitian disajikan pada Lampiran 4.

Tabel 7 Penduga parameter model RLTG dengan pembobot fungsi kernel adaptif kuadrat ganda

Model RLTG

Minimum Kuartil 1 Median Kuartil 3 Maksimum -16.976 -1.8823 22.0268 30.6956 61.7879 -0.0670 -0.0536 -0.0472 -0.0253 -0.0130 0.02496 0.0341 0.0438 0.0749 0.1441 -0.6018 -0.4159 -0.3329 -0.2751 -0.1718 -0.1573 -0.0446 0.1478 0.4094 0.5920 -0.3683 -0.2543 -0.0335 0.0125 0.0435

Ukuran kebaikan model RLTG dilihat pada tabel ketepatan klasifikasi. Ketepatan klasifikasi model RLTG dengan menggunakan pembobot kernel adaptif kuadrat ganda dapat dilihat berdasarkan hasil pengklasifikasian antara prediksi dan observasi.

Tabel 8 Ketepatan klasifikasi model RLTG

Observasi Prediksi Persentase Ketepatan Klasifikasi Tidak miskin (0) Miskin (1) Tidak miskin (0) 20 1 95.24% Miskin (1) 3 14 82.35% Persentase Keseluruhan 89.47%

Tabel 8 menjelaskan persentase ketepatan klasifikasi kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur menggunakan model RLTG dengan pembobot adaptif kernel kuadrat ganda sebesar 89.47%. Hal ini berarti tiga puluh empat dari tiga puluh delapan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur terklasifikasi dengan benar sesuai status kemiskinannya. Model RLTG lebih baik

digunakan untuk menganalisis kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dibandingkan model regresi logistik karena memberikan persentase seluruh observasi terklasifikasikan dengan benar yang lebih tinggi.

Perbandingan Model Regresi Logistik dan RLTG

Hosmer dan Lemeshow (2000) menyatakan bahwa salah satu ukuran kebaikan model adalah model yang memiliki peluang kesalahan klasifikasi yang minimal. Ketepatan dan kesalahan klasifikasi pada model regresi logistik dan model RLTG dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 8.

Gambar 7 Peta misklasifikasi status kemiskinan kabupaten/kota berdasarkan model regresi logistik.

Tabel 5 menunjukkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur terklasifikasi dengan benar sesuai dengan status kemiskinannya sebesar 78.9%. Persentase ketepatan klasifikasi tidak miskin dengan hasil prediksinya 81%, ada empat kabupaten/kota yang berstatus tidak miskin tapi hasil prediksi menyatakan miskin yaitu Ponorogo, Lumajang, Situbondo dan Pasuruan. Persentase ketepatan klasifikasi miskin dengan hasil prediksi 76.5%, ada empat kabupaten/kota yang berstatus miskin tapi hasil prediksi menyatakan tidak miskin yaitu Kediri, Bojonegoro, Gresik dan Kota Probolinggo.

Gambar 8 Peta misklasifikasi status kemiskinan kabupaten/kota berdasarkan model RLTG.

Tabel 8 menunjukkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur terklasifikasi dengan benar sesuai dengan status kemiskinannya sebesar 89.47%. Persentase ketepatan klasifikasi tidak miskin dengan hasil prediksinya 95.24%, hanya ada satu kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang berstatus tidak miskin tetapi hasil prediksi menyatakan miskin yaitu Ponorogo. Persentase ketepatan klasifikasi miskin dengan hasil prediksi 82.35%, ada tiga kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang berstatus miskin tetapi hasil prediksi mengkategorikan tidak miskin yaitu Kediri, Gresik dan Kota Probolinggo.

Kriteria kebaikan model dapat dilihat dengan membandingkan nilai AIC dari kedua model tersebut. Pemilihan model terbaik yaitu model yang memiliki nilai AIC terkecil.

Tabel 9 Perbandingan kebaikan model

Model Devians AIC Model Regresi Logistik 38.8208 50.8208 Model RLTG 23.9045 45.0771

Tabel 9 menunjukkan bahwa model RLTG dengan menggunakan pembobot kernel adaptif kuadrat ganda lebih baik digunakan untuk menganalisis kemiskinan di Provinsi Jawa Timur karena mempunyai nilai AIC terkecil. Berdasarkan

ketepatan klasifikasi dan nilai AIC maka model RLTG lebih baik digunakan untuk memodelkan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

Analisis Kemiskinan dengan Model RLTG di Provinsi Jawa Timur

Model RLTG lebih baik digunakan untuk memodelkan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dibandingkan model regresi logistik karena keragaman spasial merupakan data spasial proses nonstasioner dengan ragam bervariasi antar wilayah pengamatan. Parameter yang dihasilkan pada model RLTG bersifat lokal disetiap wilayah tempat data tersebut diamati. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan secara spasial sesuai dengan kekurangan yang mendominasi di wilayah tersebut. Indikator kemiskinan yang berbeda akan mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada masing-masing wilayah.

Program pengentasan kemiskinan untuk masing-masing wilayah sesuai dengan permasalahan yang dominan terjadi di wilayah tersebut, hal ini bertujuan demi optimalnya usaha pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu dilakukan uji parsial untuk setiap parameter disetiap wilayah pengamatan. Berdasarkan uji parameter model RLTG secara parsial menggunakan statistik uji Wald, parameter yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 9.

Persentase penduduk usia 15-55 tahun yang dapat baca tulis huruf latin dan lainnya merupakan peubah prediktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Lumajang, Jember, Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep, dan Kota Probolinggo. Oleh karena itu, pemerintah daerah setempat perlu meningkatkan mutu pendidikan sebagai sarana untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia demi suksesnya program pengentasan kemiskinan.

Persentase penduduk usia 15-55 tahun yang dapat baca tulis huruf latin dan lainnya dan persentase pengguna kartu sehat merupakan peubah prediktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo. Wilayah Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo merupakan wilayah yang jauh dari ibu kota Provinsi Jawa Timur. Pemerintah setempat perlu meningkatkan mutu pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta menciptakan lingkungan yang sehat dengan menerapkan pola hidup sehat pada masyarakat.

Gambar 9 Peta peubah prediktor yang berpengaruh nyata terhadap data kemiskinan setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

Persentase pengeluaran perkapita untuk makanan merupakan peubah prediktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Pacitan, Ponorogo, trenggelek, Tulungagung, Madiun, Magetan, Ngawi dan Kota Madiun. Pemerintah daerah setempat perlu konsentrasi dalam meningkatkan jumlah pendapatan masyarakat. Beberapa usaha yang bisa dilakukan adalah meningkatkan jumlah produksi pertanian, membuka lapangan pekerjaan serta memberikan penyuluhan agar masyarakat bisa menjadi manusia yang produktif dan berusaha sendiri untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Hasil analisis menggunakan model RLTG menyatakan ada satu kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang tidak miskin tetapi hasil prediksi mengkategorikan miskin yaitu Kabupaten Ponorogo. Peubah prediktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Ponorogo adalah persentase pengeluaran perkapita untuk makanan. Persentase pengeluaran perkapita untuk makanan di Kabupaten Ponorogo adalah sebesar 58.28% artinya lebih dari 50% total penghasilan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar pangan. Pemerintah daerah Ponorogo perlu konsentrasi dalam meningkatkan jumlah pendapatan masyarakat. Beberapa usaha yang bisa dilakukan adalah meningkatkan jumlah produksi pertanian, membuka lapangan pekerjaan serta

memberikan penyuluhan agar masyarakat bisa menjadi manusia yang produktif dan berusaha sendiri untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.

Gambar 10 Peta hasil prediksi status kemiskinan tahun 2008 di Provinsi Jawa Timur menggunakan model RLTG pembobot kernel kuadrat ganda. Misklasifikasi yang sangat rentan terhadap upaya pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur adalah pengelompokkan kabupaten/kota yang miskin tetapi hasil prediksi mengkategorikan tidak miskin yaitu Kediri, Gresik dan Kota Probolinggo. Akibatnya, kabupaten/kota yang seharusnya mendapat perhatian khusus dalam upaya pengentasan kemiskinan tidak dapat dilaksanakan.

Berdasarkan uji parsial tidak ada peubah prediktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kemiskinan di Kediri dan Gresik, untuk penelitian berikutnya perlu diidentifikasi lagi prediktor lain yang lebih erat hubungannya dengan tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Timur. Prediktor yang berpengaruh nyata terhadap kemiskinan di Kota Probolinggo adalah penduduk usia 15-55 tahun yang dapat baca tulis huruf latin dan lainnya. Indikator pendidikan paling dasar adalah tingkat kemampuan baca tulis. Pendidikan berkaitan erat dengan kemiskinan. Pemerintah daerah Kota Probolinggo perlu meningkatkan mutu pendidikan serta minat baca masyarakat. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi pula, karena orang yang berpendidikan tinggi memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibanding mereka yang berpendidikan rendah.

Dokumen terkait