• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Sungai Kakap merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Pontianak yang mempunyai potensi pengembangan pertanian (termasuk perikanan) yang cukup besar. Kecamatan Sungai Kakap memiliki luas wilayah 564,2 km2 (6,83% dari wilayah Kabupaten Pontianak) dan terdiri dari 12 desa. Kecamatan ini berada pada ketinggian 0-2 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu harian di Kecamatan Sungai Kakap berkisar antara 26-34o C, kelembaban nisbi 55-75 persen dan curah hujan rata-rata selama 10 tahun terakhir 2.679,5 mm dengan jumlah hari hujan 164 hari (Cabang Dinas Pertanian Sungai Kakap, 2003).

Jenis tanah yang ada di Kecamatan Sungai Kakap adalah Histosol. Dari keseluruhan lahan yang ada 20.243 hektar berpotensi sebagai lahan kering, 14.386 hektar lahan pantai, 13.865 hektar lahan pasang surut, 3.575 hektar perairan umum dan 3.190 hektar lahan tadah hujan. Luasan lahan yang baru dapat difungsikan mencapai 13.835 hektar untuk lahan kering, 10.258 hektar untuk lahan pantai, 9.495 hektar lahan pasang surut 2.201 hektar perairan umum dan 1.625 hektar lahan tadah hujan (Cabang Dinas Pertanian Sungai Kakap, 2003).

Penduduk Kecamatan Sungai Kakap berdasarkan hasil sensus tahun 2006 berjumlah 94.965 jiwa (20.970 KK), yang terdiri dari 52.343 jiwa laki-laki dan 42.622 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan ini adalah 5,3 jiwa/km2. Penduduk yang bertempat tinggal di Kecamatan Sungai Kakap terdiri dari berbagai etnis, seperti Melayu, Bugis, Jawa, Madura, Dayak, Bali, Sunda, Batak dan Cina. Sebagian besar penduduk merupakan usia produktif, yaitu 51.739 jiwa dan 33.226 jiwa rata-rata berada pada usia tidak produktif. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sungai Kakap terdiri dari petani tanaman pangan 21.850 jiwa, petani tanaman perkebunan 6.180 jiwa, peternak 1.591 jiwa, nelayan 1.076 jiwa dan mata pencaharian lain berjumlah 2.850 jiwa.

Desa Sungai Itik merupakan salah satu dari 12 desa yang ada di Kecamatan Sungai Kakap. Desa ini merupakan desa pertama di Provinsi Kalimantan Barat yang ditetapkan sebagai lokasi pengembangan program Prima Tani. Luas Desa Sungai Itik sekitar 1800 hektar yang meliputi 3 dusun, yaitu dusun Mawar, dusun Melati dan dusun Cempaka. Desa ini memiliki topografi

datar dan merata pada ketiga dusunnya dengan ketinggian tempat 0 – 2 m dpl. Lahan di desa ini memiliki jenis tanah alluvial dan didominasi oleh lahan sulfat masam bersulfida dangkal dengan kedalaman pirit berkisar antara 45 hingga 50 cm yang belum teroksidasi serta memiliki kesuburan tanah rendah sampai sedang.

Desa Sungai Itik mempunyai aksesibiltas yang cukup baik, berjarak sekitar 3 km dari Kecamatan Sungai Kakap dengan infrastruktur jalannya beraspal dan sebagian masih jalan tanah dengan waktu tempuh sekitar 20 menit dari ibukota Kecamatan. Jarak dari Desa Sungai Itik ke kota Provinsi (Pontianak) sekitar 20 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Jarak dari Desa ke Kota Kabupaten (Mempawah) sekitar 90 km, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Untuk mencapai kota Pontianak dan kota Mempawah dari Kecamatan Sungai Kakap dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum (oplet dan bis), sedangkan untuk masuk ke Desa Sungai Itik tidak ada kendaraan umum, penduduk biasanya menggunakan sepeda motor, sepeda atau berjalan kaki.

Penduduk Desa Sungai Itik berjumlah 4.645 jiwa. Berdasarkan umur penduduk, golongan umur 1–10 tahun sebanyak 377 orang, 11-20 tahun sebanyak 847 jiwa, 21–30 tahun sebanyak 1.465 jiwa, 31–40 tahun sebanyak 902 jiwa, 41-50 tahun sebanyak 769 jiwag 51-60 tahun sebanyak 75 jiwa dan di atas 60 tahun sebanyak 50 jiwa. Jika dilihat dari tingkat pendidikan, Penduduk Sungai Itik sebagaian besar tidak/belum sekolah yaitu sekitar 39,37 persen dari jumlah penduduk, tamat SD 19 persen, SLTP 26 persen, SLTA 15 persen serta Akademi (diploma) 1 persen. Dilihat dari jenjang tingkat pendidikan, diharapkan penduduk cukup mampu untuk menerima inovasi yang akan diberikan. Jika dilihat dari mata pencaharian, sebagian besar adalah petani yaitu sekitar 2.209 orang atau 47,56 persen. Selain petani, ada juga pegawai, pedagang, tukang dan lain-lain.

Desa Sungai Itik merupakan salah satu desa dengan lahan pasang surut yang potensial untuk pengembangan agribisnis pedesaan, karena memiliki kondisi lahan yang cukup baik dan lokasi strategis, maka memerlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih baik. Sumber pengairan di desa ini dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut dengan kategori tipe luapan sebagian besar merupakan tipe B artinya merupakan daerah yang hanya terluapi oleh pasang surutnya air laut pada saat pasang air cukup besar. Selain itu terdapat juga daerah

39

pasang tipe luapan A terutama sepanjang sungai itik yang dekat dengan wilayah ibukota Kecamatan. Masuknya air pasang ke lahan-lahan pertanian di wilayah ini selain dari Sungai Kakap juga dari berbagai saluran/parit yang telah di bangun. Desa Sungai Itik hanya berjarak sekitar 2 km dari sungai Kakap dan 6 km dari sungai Kapuas.

Berdasarkan data Cabang Dinas Pertanian Sungai Kakap (2003), Desa Sungai Itik memiliki potensi lahan sawah seluas 1.643 hektar, lahan kering 1.126 hektar. Dari luas lahan pasang surut, lahan fungsional yang dapat digunakan adalah 950 hektar sedangkan lahan kering yang fungsional sebesar 975 hektar. Dari 950 hektar lahan sawah fungsional, telah dimanfaatkan seluruhnya untuk tanaman padi terutama pada musim rendengan. Pada musim kemarau dua tahun terakhir ini hampir seluruh lahan sawah yang ada telah dimanfaatkan untuk menanam padi. Sedangkan 975 hektar lahan kering fungsional, 829 hektar digunakan untuk kebun campuran (kelapa, pisang, pinang). Dari 829 hektar kebun campuran, 600 hektar di antaranya ditanami kelapa sedangkan sisanya tanaman perkebunan lain seperti pisang, pinang dan lain-lain.

Lahan di dusun Mawar merupakan areal perkebunan kelapa, sedangkan dusun Melati dan Cempaka merupakan areal tanaman pangan. Dusun Cempaka mempunyai areal persawahan yang terluas dan merupakan penghasil beras yang utama bagi Desa Sungai Itik. Dusun Melati meskipun cukup banyak areal persawahannya, namun sebagian lahan di dusun ini ditanami kelapa. Berbeda dengan dua dusun lainnya, potensi lahan di dusun Mawar adalah kebun kelapa dan menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk di dusun ini.

Deskripsi Prima Tani di Desa Sungai Itik

Prima Tani merupakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian, yang dilaksanakan secara partisipatif oleh semua pemangku kepentingan pembangunan pertanian, dalam bentuk laboratorium agribisnis. Prima Tani dilaksanakan selama 5 tahun mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, dengan mengambil lokasi di 14 Provinsi mencakup 21 Laboratorium Agribisnis. Pada tahun 2006 dan 2007, Prima Tani dimulai pula di provinsi-provinsi lain, sehingga di setiap provinsi akan ada kegiatan Prima Tani.

Prima Tani pada tahun anggaran 2005–2009 difokuskan di 3 (tiga) agroekosistem yaitu: (1) agroekosistem lahan sawah, (2) agroekosistem lahan kering, dan (3) lahan rawa pasang surut. Salah satu wilayah di Indonesia yang dijadikan lokasi Prima Tani pada tahun 2005 adalah Propinsi Kalimantan Barat dengan lokasi di Desa Sungai Itik Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak. Desa Sungai Itik merupakan salah satu Desa dengan Sub Agroekosistem lahan rawa, dimana lahan ini mempunyai karakteristik berupa rawa yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, terletak di dataran pantai, dengan tanah gambut atau mineral atau campuran keduanya. Model usahatani yang dikembangkan di Desa Sungai Itik merupakan model renovasi/lanjutan dari model agribisnis yang ada, sehingga pada akhirnya mencerminkan revitalisasi inovasi yang ada pada sistem dan usaha agribisnis saat ini. Prinsip dasar yang dikembangkan dalam model ini adalah: (1) reinventing system dan usaha agribisnis yang ada melalui reformasi sistem, usaha, pelayanan publik dan kelembagaan; (2) renovasi dan revitalisasi teknologi dan kelembagaan. Rancangan model inovasi yang dibangun berpijak pada kondisi sistem dan usaha agribisnis yang ada.

Sebelum masuknya Prima Tani di Desa Sungai Itik Kecamatan Sungai Kakap, Pemda Kalimantan Barat telah mengembangkan Program Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) sebagai platform pembangunan pertanian di Propinsi Kalimantan Barat. Salah satu wilayah yang dicanangkan adalah Kecamatan Sungai Kakap. Dengan pengembangan KUAT ini diharapkan dapat tumbuh dengan cepat suatu kawasan sentra agribisnis. Konsep pembangunan kawasan ini adalah keterpaduan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Sementara itu Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian melalui BPTP Propinsi Kalimantan Barat mengembangkan program penelitian utamanya yaitu Prima Tani yang juga ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian melalui percepatan adopsi inovasi pertanian. Oleh karena itu Prima Tani di Propinsi Kalimantan Barat diposisikan untuk mendukung program pengembangan KUAT, dimana kontribusinya difokuskan pada perumusan dan diseminasi inovasi pertanian yang sesuai dengan agroekosistem daerah atau target kawasan pengembangan.

41

Dengan konsep keterpaduan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan diharapkan pada tahun 2008 pendapatan petani dapat mencapai USD 1.000/kapita/tahun. Agar harapan tersebut dapat tercapai maka melalui kegiatan Prima Tani diimplementasikanlah berbagai komoditi dalam bentuk usahatani terpadu (tanaman, ternak dan ikan) dalam kawasan sentra agribisnis (pemasaran dan pengolahannya) serta kelembagaan pendukungnya di Desa Sungai Itik.

Prima Tani mulai dilaksanakan di Desa Sungai Itik Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak pada tahun 2005. Untuk memasyarakatkan Prima Tani dalam rangka penerapan teknologi tepat guna dan pemberdayaan kelembagaan kelompok tani untuk mendukung Program Pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT), maka dilakukan kegiatan sosialisasi, advokasi, dan sinkronisasi Prima Tani. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi, advokasi, dan sinkronisasi dilaksanakan mulai dari tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa dengan melibatkan Dinas/Instansi terkait, antara lain yaitu Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perkebunan, Dinas Kehewanan dan Peternakan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kimpraswil, Perum Bulog, BPEK, Disperindag, KTNA dan Swasta. Di Tingkat Kecamatan melibatkan Muspika, Kantor Cabang Dinas Pertanian, Tokoh masyarakat, Ketua dan pengurus kelompok tani se-Kecamatan Sungai Kakap. Sedangkan untuk tingkat desa melibatkan Kepala Desa dan Aparat Desa, tokoh masyarakat, Anggota kelompok tani Desa Sungai Itik.

Sosialisasi dan advokasi kegiatan Prima Tani di Kecamatan Sungai Kakap telah dilakukan beberapa kali baik di tingkat Kecamatan (Kantor Cabang Dinas Pertanian, dan Kantor Camat Kecamatan Sungai Kakap), pada Tokoh Masyarakat dan Ketua kelompok Tani /Nelayan, juga dilakukan sosialisasi dengan judul Urun Rembug untuk Mendukung Pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Kakap Bangkit melalui Prima Tani di Gedung Serba Guna Kecamatan Sungai Kakap tanggal 31 Januari 2005. Dari urun rembug tersebut telah dibuat oleh tokoh masyarakat dan ketua kelompok tani se-Kecamatan Sungai Kakap 18 (delapan belas) kesepakatan untuk mendukung program pengembangan KUAT

dan Prima Tani. Delapan belas kesepakatan tersebut (BPTP, 2005) adalah sebagai berikut:

1. Petani dan nelayan setuju dalam pengembangan kawasan usaha agribisnis terpadu dan bertekat untuk mensukseskan program KUAT dan Prima Tani. 2. Pemerintah Daerah, Dinas terkait, dan Swasta/Pengusaha bersedia

memberikan pembinaan dan bimbingan kepada petani dan nelayan untuk berusahatani agar pendapatan petani dan nelayan meningkat.

3. Petani dan nelayan bersedia secara aktif dan partisipatif dengan dibantu dan didukung oleh Pemerintah Daerah dan Instansi terkait dalam berusahatani yang baik seperti:

• Pengelolaan tata air mikro

• Pengunaan varietas unggul bermutu/berlabel, pemupukan berimbang, pemanfaatan/penggunaan Alsintan dalam pengolahan tanah, penyiangan, panen dan pasca panen.

• Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu melalui SL-PHT dan kegiatan pelatihan lainnya.

• Beternak sapi, ayam, ikan, dan kambing yang baik.

4. Petani dan nelayan bersedia meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan mengikuti kursus, magang dan lain-lain.

5. Petani dan nelayan bersedia berkelompok dan secara partisipatif memajukan kelompoknya yang dibina oleh Dinas terkait, BPTP, dan KTNA.

6. Perlu peningkatan harga komoditas padi, kelapa, sayuran dengan perbaikan mutu dengan adanya standarisasi harga dan informasi melalui media massa yang cepat dan akurat.

7. Perbaikan sarana transportasi, pengerasan dan pengaspalan jalan

8. Perlu adanya kebijakan/keputusan tertulis dari Camat / Dinas terkait mengenai hak untuk menggarap lahan milik orang luar yang dianggap lahan tidur untuk digarap 2 (dua) kali setahun.

9. Perlu ada demplot untuk percontohan usahatani terpadu (padi, ternak sapi, ikan dan sayuran) yang mampu meningkatkan pendapatan petani.

10. Perlu dibangun kios pertanian untuk mendukung kegiatan usahatani

43

menir dll) dan ternak (pupuk organik).

12. Petani perlu modal untuk usahatani padi, kelapa, sayuran maupun ternak, sehingga perlu pembentukan kelompok usaha agribisnis dan klinik agribisnis. 13. Perlu jaminan harga dari pemerintah untuk komoditas pertanian melalui

pengembangan kemitraan dengan swasta termasuk Perum Bulog.

14. Perlu peningkatan sumberdaya manusia dengan penyelenggaraan magang latihan dan sekolah lapang bagi petani dan petugas.

15. Untuk meningkatkan pendapatan petani nelayan hingga mencapai US$ 1000/KK/tahun secara bertahap, maka perlu percontohan (Demplot/Lab. Agribisnis) terpadu skala luas 100 Hektar yang dilaksanakan oleh petani secara partisipasi bersama–sama dengan BPTP, petugas Dinas, swasta dan Instansi terkait lainnya.

16. Perlu teknologi penyimpanan dan pengemasan langsat sehingga harga langsat stabil, BPTP berperan dalam menyediakan teknologi tersebut.

17. Kemitraan dengan swasta dan Perusda perlu dilaksanakan agar petani mendapatkan jaminan harga komoditas pertanian.

18. Perlu pelatihan manajemen agribisnis bagi petani dengan memanfaatkan fasilitas klinik agribisnis yang akan dibangun di Sungai Kakap.

Menindaklanjuti sosialisasi dan advokasi di tingkat Kecamatan tersebut, tahap selanjutnya dilakukan kegiatan sosialisasi di tigkat desa, yaitu di Desa Sungai Itik sebagai desa yang ditetapkan sebagai lokasi Prima Tani. Setelah dilakukan tahapan sosialisasi dan advokasi selanjutnya dilakukan kegiatan PRA (Participatory Rural Appraisal), merupakan teknik pengumpulan informasi dan pengenalan kebutuhan masyarakat, dimana dalam prosesnya akan melibatkan masyarakat secara langsung. Pelaksanaan PRA ditujukan untuk mengumpulkan dan menganalisis berbagai informasi yang dibutuhkan dalam rangka perancangan jenis-jenis inovasi yang akan dikembangkan (BPTP, 2006).

Luas sawah di Desa Sungai Itik sekitar 950 hektar dan sebagaian besar mata pencaharian penduduk dari padi sawah dan kelapa. Berdasarkan hasil PRA tahun 2005, permasalahan yang dijumpai pada daerah yang berbasis padi adalah rendahnya produktivitas dan pendapatan petani karena belum optimalnya pemanfaatan lahan dan tenaga. Sedangkan untuk daerah yang berbasis kelapa

permasalahan yang dihadapi secara umum yaitu rendahnya produktivitas, harga jual kelapa dan produk olahannya (BPTP Kalbar, 2005). Peningkatkan produktivitas padi dilakukan dengan perbaikan budidaya dan pasca panen, sedangkan peningkatan pendapatan dilakukan dengan usahatani terpadu, dalam hal ini yang menguntungkan adalah padi, sapi dan ikan juga dengan pengolahan produk pertaniannya. Untuk meningkatkan produktivitas kelapa dilakukan dengan perbaikan teknik budidayanya dan pasca panen serta pengolahan sampingannya. Hingga saat penelitian ini dilakukan, usahatani yang dikembangkan dalam Prima Tani di Desa Sungai Itik adalah usahatani yang berbasis padi yang merupakan model usahatani lanjutan yang telah dilaksanakan pada tahun 2005, sedangkan usahatani yang berbasis kelapa masih dalam taraf identifikasi permasalahan dan kebutuhan teknologi. Model usahatani yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Model Usahatani Berbasis Padi

Komoditas Perbaikan yang dilakukan

Padi Sawah Cara tanam, penambahan bahan organik dan hara makro, pengaturan drainase (Tata Air Mikro-TAM), PHP

Sapi Induk

(awal 2 ekor induk, akhir 10 ekor induk)

Bibit yang baik dan cukup umur, pemberian pakan hijauan dan jerami fermentasi dalam jumlah yang cukup (15% dari bobot badan hidup), kandang kelompok, sistem perkawinan yang tepat, pakan tambahan saat laktasi

Ikan kolam (300 m2, 2 kali/th) dan karamba

Jenis ikan sesuai (nila, lele), perbaikan kualitas tanah & air, pemberian pakan tambahan, padat tebar yang sesuai

Sayuran Budidaya Cabe rawit, tomat dan terong Paskapanen Padi

(Rice Milling Unit)

Persiapan bahan baku, pembuatan beras pecah kulit, pembuatan beras sosoh, poses produksi beras kristal, Proses pengemasan dan proses penyimpanan

Sumber : BPTP Kalbar, 2006.

Berdasarkan hasil PRA 2005, kelembagaan yang sudah ada di Sungai Itik sudah cukup lengkap, seperti pemerintah desa, kelompok tani, poliklinik desa, mesjid, RMU (lembaga pengolahan hasil), dan pasar yang cukup berperan, sedangkan PPL (lembaga penyuluhan), UPJA (lembaga alsintan) dan Credit Union (lembaga permodalan) perlu ditingkatkan peranannya agar lebih bermanfaat bagi petani. Sedangkan untuk lembaga sarana produksi (kios saprodi)

45

berada diluar Desa Sungai Itik adalah 2 km dari Sungai Itik (BPTP Kalbar, 2005). Sedangkan Klinik Agribisnis pada saat penelitian telah dapat dibangun secara gotong-royong oleh petani dan telah digunakan untuk berbagai kegiatan pertemuan.

Karakteristik Petani

Petani yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani. Karakteristik individu petani yang diamati meliputi: usia, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha tani, motivasi, tingkat pendapatan, luas pemilikan lahan dan keanggotaan dalam kelompok tani. Deskripsi mengenai karakteristik individu ini lebih jelas tercantum dalam Tabel 4.

Petani yang mengikuti Prima Tani adalah petani dengan umur yang masih produktif dengan kisaran umur antara 15-64 tahun. Usia produktif dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu produktif muda antara umur 15–39 tahun dan produktif tua, antara 40–64 tahun. Dengan usia yang masih produktif diharapkan petani dapat menyerap berbagai informasi dan inovasi sehingga teknologi inovatif yang didesiminasikan dalam Prima Tani dapat diterapkan dilahan usahataninya dan tujuan dikembangkannya model usahatani terpadu dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dapat tercapai.

Tingkat pendidikan petani yang mengikuti Prima Tani relatif rendah (Tabel 4). Pendidikan petani 66 persen berpendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Sedangkan berpendidikan SMP/Madrasah Tsanawiyah berjumlah 22 persen dan SMA/Madrasah Aliyah berjumlah 10 persen. Rendahnya tingkat pendidikan petani hendaknya perlu dicermati oleh Tim pembina di lapangan agar proses komunikasi antara petani dengan penyuluh dan Tim Prima Tani dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga apa yang direncanakan dan dilaksanakan dalam Prima Tani dapat tercapai. Pembina di lapangan perlu memperhatikan kemampuan petani dalam menyerap berbagai materi pengetahuan yang disampaikan, disamping itu pembina di lapangan diharapkan dapat mengemas dan menyampaikan informasi secara sederhana dan menarik sehingga dapat dipahami dan dilaksanakan oleh petani.

Tabel 4 Karakteristik Individu Petani Karakteristi Individu % Usia ( tahun ) 15 – 39 40 – 64 > 65 67 33 0 Pendidikan Tidak sekolah SD/ Madrasah Ibtidiyah SMP/ Madrasah Tsanawiyah SMA/ Madrasah Aliyah

2 66 22 10 Pendidikan non formal/ Kursus kursus

Tidak pernah 1kali

2 kali

Lebih dari 3 kali

77 13 5 5 Pengalaman berusaha tani

1 – 10 11 - 20 21 – 30 31 – 40 > 40 41 41 14 3 1 Motivasi 0 - 1 1,1 - 2 2,1 - 3 1 27 72 Luas pemilikan lahan

2.500 m2– 5000 m2 5001 m2 - 10.000 m2 10.001 m2 – 15.000 m2 15.001 m2 – 20.000 m2 20.001 m2 – 30.000 m2 2 14 43 23 18 Pendapatan perbulan (Rp) 150.000 – 500.000 501.000 - 750.000 751.000 - 1.000.000 1.000.001 – 1.500.000 > 1.500.000 8 22 8 40 22 Keanggotaan dalam kelompok tani

Kedudukan dalam kelompok Ketua kelompok

Sekretaris/ Bendahara Anggota

Lama menjadi anggota kelompok 1 – 5 6 – 10 11 - 15 16 – 20 > 20 10 10 80 47 21 14 6 12 Keterangan: Jumlah sampel (n) =100

47

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 77 persen petani tidak pernah mengikuti pelatihan/kursus apapun. Sedangkan 23 persen petani menyatakan pernah mengikuti pelatihan ataupun kursus, dengan rincian 13 petani hanya mengikuti pelatihan kursus sebanyak 1 kali, 5 orang petani pernah mengikuti kursus 2 kali dan 5 orang petani lebih dari 3 kali. Petani yang mengikuti kursus lebih dari 1 kali pada umumnya adalah pengurus kelompok. Dipilihnya pengurus kelompok untuk mengikuti kursus karena diharapkan mereka dapat menjadi motivator dan menyebarkan pengetahuan yang telah didapat melalui pelatihan/kursus kepada anggotanya. Penyelenggara pelatihan/ kursus adalah dari Dinas Instansi terkait baik dari Propinsi dan Kabupaten. Jenis pelatihan yang pernah diikuti responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis Pelatihan/ Kursus yang pernah diikuti Petani

Jenis pelatihan/ Kursus Petani yang pernah

mengikuti Penyelenggara Pembuatan pupuk/ bokasi

Pembuatan pakan ternak/ Fermentasi

Tata air mikro

Peningkatan usahatani Alsintan/ Perbengkelan SLPHT Pemupukan tanaman/ penggunaan BWD Penggunaan Pestisida 6 4 4 3 5 12 2 3 BPTP Kalbar

BPTP Kalbar dan Dinas Peternakan

Dinas pertanian dan PU Distan dan BPTP Distan Prop, Distan Kab dan Disperindag prop Dinas pertanian

prop,Dinas Perkebunan Penyuluh, BPTP

Swasta/ Perusahaan

Petani yang pernah mengikuti pelatihan/kursus merupakan petani kooperator, karena diharapkan dapat menyebarluaskan informasi yang diterimanya kepada petani lainnya. Oleh karena itu perlu dikaji apakah petani yang pernah mengikuti pelatihan/kursus lebih banyak terlibat dalam proses komunikasi partisipatif atau tidak dan apakah tingkat pengetahuan, sikap dan perilakunya lebih baik dari petani yang tidak pernah mengikuti pelatihan/kursus.

Perbandingan petani yang pernah mengikuti pelatihan/kursus dengan yang tidak pernah pelatihan/kursus berdasarkan strata dihubungkan dengan peubah lain dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Keadaan Petani yang pernah mengikuti Pelatihan/Kursus dengan Petani yang tidak pernah mengikuti Pelatihan/Kursus

Karakteristik petani Petani yang pernah Pelatihan/Kursus

Petani yang tidak pernah Pelatihan/Kursus Usia ( tahun ) 15 – 39 40 – 64 > 65 15 8 - 52 25 - Pendidikan Tidak sekolah SD/ Madrasah Ibtidiyah SMP/ Madrasah Tsanawiyah SMA/ Madrasah Aliyah

- 12 8 3 2 54 14 7 Pengalaman berusaha tani

1 – 10 11 - 20 21 – 30 31 – 40 > 40 7 11 3 2 - 34 30 11 1 1 Motivasi 0 - 1 1,1 - 2 2,1 - 3 - 4 19 1 23 53 Luas pemilikan lahan

2.500 m2– 5000 m2 5001 m2 - 10.000 m2 10.001 m2 – 15.000 m2 15.001 m2 – 20.000 m2 20.001 m2– 30.000 m2 - 3 11 5 4 2 11 32 17 14 Pendapatan sebulan (Rp) 150.000 – 500.000 501.000 - 750.000 751.000 - 1.000.000 1.000.001 – 1.500.000 > 1.500.000 3 1 7 10 2 5 21 6 30 20 Keanggotaan dalam kelompok tani

Kedudukan dalam kelompok Ketua kelompok

Sekretaris/ Bendahara Anggota

Lama menjadi anggota kelompok 1 – 5 6 – 10  11 - 15 16 – 20 > 20 5 4 14 10 4 4 5 - 5 6 66 37 17 10 1 12 Keterangan: Jumlah sampel (n) = 100

Berdasarkan dari sebaran data (Tabel 6) karakteristik petani yang pernah mengikuti pelatihan/kursus dan petani yang tidak pernah mengikuti pelatihan/kursus tidak ada perbedaan yang nyata antara keduanya. Hal ini didasarkan pada tujuan diberikannya pelatihan/ kursus, petani yang pernah kursus diharapkan selain dapat menerapkan materi yang diterimanya dari pelatihan/

49

kursus di lahan usahatani yang dikelolanya, juga diharapkan dapat menyebarluaskan informasi yang diterimanya kepada petani lain di lingkungannya.

Petani yang mengikuti Prima Tani mempunyai motivasi yang tinggi untuk mengikuti model usahatani terpadu yang dikembangkan dalam Prima Tani. Dengan mengacu pada hierarkhi kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, meliputi: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri, maka diperoleh gambaran tentang motivasi petani dalam mengikuti model usahatani yang dikembangkan dalam Prima Tani. Tabel 4 menunjukkan, bahwa hampir sebagian besar responden sangat tertarik (2,1-3) yaitu sebesar 72 persen dan tertarik (1,1-2) sebesar 27 persen untuk mengikuti Prima Tani, sedangkan 1 persen tidak tertarik.

Dokumen terkait